[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/ajipp/index ISSN: 2722-7170 (p); 2722-2543 (e) DOI: https://doi.org/10.22515/ajipp.v2i2.4550 HUSNUZAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM MEMAKNAI HIDUP Mamluatur Rahmah UIN Raden Mas Said Surakarta Abstrak Kata kunci: Husnuzan, AlQur’an, Makna Hidup Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan makna husnuzan dalam Al-Qur’an dan praktik idealnya di dalam kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa setiap manusia selalu dihadapkan pada persoalan hidup, mulai dari persoalan dengan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan masyarakat yang menimbulkan sebuah perubahan-perubahan hidup dan sebagian menghasilkan sebuah keputusan yang tidak sesuai harapan. Sehingga berdampak pada ketidaktepatan dalam memaknai sebuah peristiwa yang terjadi dalam hidupnya sehingga menimbulkan prasangka-prasangka yang tidak baik yang bersumber dari dirinya. Al-Qur’an secara jelas memerintahkan untuk menghindari prasangka buruk, yakni bersikap husnuzan, karena sebgaian dari prasangka adalah dosa. Husnuzan menjadi salah satu unsur penting guna menyadari kembali dan memaknai dari segala sesuatu yang dialami dalam kehidupannya berasal dari Allah Swt. Sejauh ini, husnuzan dalam perspektif Al-Qur’an, meliputi husnuzankepada Allah, diri sendiri, orang lain, dan situasi/keadaan serta implementasinya dalam memaknai hidup. Jenis penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi pustaka dengan pendekatan metode deskriptif analisis. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain bahwa husnuzan dapat menjernihkan pikiran seseorang. Dengan husnuzan seseroang mampu menyingkirkan prasangka yang tidak baik dan menyadarkan kembali tentang makna dari peristiwa yang dialami, serta dapat menentramkan jiwa yang senantiasa diselimuti kebahagiaan, dimudahkan segala urusan dan dinaikkan derajatnya oleh Allah Swt. Alamat korespondensi: e-mail: mamluatur.rahmah@iain-surakarta.ac.id © 2021 IAIN Surakarta 192 | Mamluatur Rahmah Abstract Keywords: Husnuzan, AlQur’an, Meaning of life Problems in life are part of human life. Every human being will be confronted with life’s problems ranging from family, work environment, and social circles. In reality, though, there were few who felt discouraged over an issue that remained unresolved and made him forget his own meaning and purpose in life to serve god. For that, husnuzan became necessary to rerecognize and apply to the knowledge that everything experienced in his life came from the almighty god. This article is for the purpose knowing husnuzan in the perspective of the Qur’an, inclucing husnuzan to Allah, Myself, others, and the circumstances and application of them in making a living. The kind of research used is heirloom studies with a descriptive method of analysis. The conclusions of this study include that husnuzan can clear one’s mind. With husnuzan one is able to get rid of bad prejudices and re-awaken about the meaning of the events experienced, and can reassure the soul that is always shrouded in happiness, facilitated all affairs and elevated by Allah SWT. Pendahuluan Manusia pada hakikatnya akan selalu menghadapi masalah dalam menjalani kehidupannya. Mulai dari kehidupan sehari-hari bersama keluarga, sesama teman, maupun masyarakat sekitar. Max Scheller menggambarkan manusia sebagai das Kranke Tier (hewan yang sakit) yang selalu gelisah dan bermasalah.1 Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari setiap orang tidak selamanya dalam kondisi bahagia. Terkadang ada pula yang mengalami peristiwa yang membuatnya sedih dan bahkan tidak ada kemampuan untuk melampauinya. Semuanya itu datang silih berganti seperti sudah ada keteraturan (ketetapan Allah).2 Manusia juga mengalami perubahan hidup, baik pada dirinya maupun sekitarnya, baik yang bersifat konstruktif maupun destruktif. Setiap perubahan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Richard Dawkins, A Philigrimage to the Dawn of Evolution (at Oxford University: Chales Simonyi Proffessor of Science, 2004). 2 Tarmizi, ‘Problem Solving Dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islami’, Miqot, XXXVII (2013), 88. 1 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 193 manusia. Setiap terjadi perubahan di sekitarnya manusia harus mengambil keputusan yang tepat sebagai konsekuensi interaksi manusia dengan sekitarnya. Namun, terkadang keputusan yang diambil tidak sesuai harapan, dan berujung pada sikap putus asa yang akan menjerumuskan ke jalan yang tidak benar. Semuanya tergantung bagaimana seseorang memaknai segala sesuatu yang dialami dalam kehidupannya. Untuk itu, perlu penyadaran dan perbaikan diri. Kesadaran akan makna hidup adalah sebagai langkah awal wujud tercapainya kebahagiaan. Fridayanti dalam penelitiannya yang berjudul Pemaknaan Hidup (Meaning In Life) Dalam Kajian Psikologi, menjelaskan bahwa pentingnya makna hidup dalam optimalisasi kemanusiaan, terutama ketika menghadapi situasi yang penuh beban dan tekanan menjadikan “makna hidup” dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kebahagaiaan individu.3 Memaknai hidup merupakan sebuah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar seseorang dapat mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi serta kapasitas yang dimilikinya dan terhadap seberapa jauh dirinya telah mencapai tujuan-tujuan hidupnya dengan kebebasan emosional dan spiritual, dalam rangka memberi makna kepada kehidupannya dalam berinteraksi dengan lingkungan yang terus berubah. Menghadapi tuntunan kehidupan yang terus berubah, penghayatan dan kemampuan individu dalam merespon perubahan menentukan tingkatan kebermaknaan hidup yang dimilikinya.4 Kesadaran hidup dalam memaknai setiap persoalan kehidupan diperoleh setiap orang hampir semata-mata karena dia mempunyai tujuan yang diyakini cukup berharga untuk diperjuangkan dan dikorbankan. Husnuzan (berbaik sangka) adalah langkah yang tepat dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan yang dialami, Karena husnuzan tergolong sikap 3 Fridayanti, ‘Pemaknaan Hidup (Meaning In Life) Dalam Kajian Psikologi’, Psikologika, 18, Nomor (2013). 4 Sumanto, ‘Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup’, Buletin Psikologi, 14, no. 2 (2006), 131. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 194 | Mamluatur Rahmah terpuji.5 Husnuzan Husnuzan mendorong seseorang menjadi lebih yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini atas kehendak Allah Swt dan manusia telah dianugerahi kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Sebab, segala perbuatannya terjadi atas pilihan dan kemampuan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.6 Ikhtiar adalah cara yang ampuh untuk dipilih menuju jalan terbaik. Semua perbuatan yang telah terjadi dan diperbuat harus dipertanggungjawabkan dihadap Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan Ibrahim Elfiky bahwa berpikir positif, dalam hal ini husnuzan akan melahirkan sebuah keyakinan bahwa seluruh kenikmatan dan kebaikan yang diperoleh bersumber dari Allah Swt, sedangkan kesulitan serta keburukan yang diterima manusia berasal dari perbuatan dosa-dosa di masa lalu. Semua yang terjadi di dunia ini semuanya karena kehendak Nya. Sehingga siapapun tidak bisa lari dari kenyataan (takdir) tersebut.7 Dari latar belakang di atas, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis sikap husnuzan dalam perspektif AlQur’an. Serta mengetahui bagaimana implementasinya dalam memaknai hidup. Artikel ini mengkaji hal tersebut dengan pendekatan deskriptifanalisis. Pendekatan analisis adalah mendeskripsikan data-data yang didapat kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk deskripsi. Adapun sumber utama data dalam penelitian ini adalah ayat Al-Qur’an yang menjelaskan husnuzan, untuk sumber kedua dalam penelitian ini merujuk pada artikel, data, jurnal, dan buku yang mengkaji tentang husnuzan dan pemaknaan hidup. 5 T. Ibrahim dan Darsono, Membangun Akidah Dan Akhlak 2 (Solo: Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009). 6 Roli Abdul Rohman, Menjaga Akidah Akhlak (Solo: Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 86. 7 Ibrahim Eliky, Terapi Berpikir Positif (Jakarta: Zaman, 2015), 4. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 195 Husnuzan dalam Perspektif Al-Qur’an ẓ Husnuzan berasal dari bahasa Arab namun kini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, dengan arti prasangka baik.8 Dilihat dari bahasa Arab, husnuzan terdiri dari 2 kata Zan dan husn, yang berarti prasangka dan baik. Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis al-Lugah, berpandangan bahwa kata Zan terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 46 dan 249, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa lafal Zan bermakna yakin.9 Ibnu Manzur dalam ẓ ẓ Lisanun ‘Arab juga mengatakan bahwaẓlafal Zan terkadang juga dimaknai ẓ ẓ ẓ seperti dengan ilmu dan yakin. Sedangkan secara terminologi Zan adalah nama bagi sesuatu ẓ yang berasal dari indikasi,ẓ apabila indikasi tersebut ḥ ẓ ḥ ẓ kuat maka disamakan setara dengan ilmu.10 Menurut abu Muhammad al-Mahdawi, husnuzan atau yang dikenal dengan prasangka baik adalah meniadakan prasangka Ḥ buruk ẓ (aqth’ul wahm). Ḥ ẓ Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama menegaskan tentang husnuzan dengan jelas dalam beberapa ayat antara lain : QS. Al-Hujurat [49] : 12 “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu 8 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/husnuzan. Abu Al-Husain Aḥmad Ibn Faris, Mu’jam Maqayis Al-Lugah, Juz 3 (Beirut: Dar al- Fikr), 462 10 Imam Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumiddin Jilid II (Bandung: Pustaka Baru Press, 2017), 35. 9 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 196 | Mamluatur Rahmah merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang”. Ayat tersebut menjelaskan, bahwa Allah Swt senantiasa memerintahkan makhlukNya untuk selalu menjauhi prasangka buruk, mencari aib, serta menggunjing dengan sesama makhlukNya. Sebab, hal tersebut termasuk dosa dan hal keji yang tidak memperoleh ampunan dari Allah Swt kecuali bertaubat. Kemudian dipertegas kembali bahwa perbuatan menggunjing dan berburuk sangka sama halnya dengan makan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Untuk itu, sebagai mahluk ciptaanNya senantiasa berprasangka dan berperilaku baik terhadap segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah Swt. Dalam Tafsir “Fi Zhialil Qur’an” QS. Al-Hujarat [49] : 12, Sayyid Quthub menjelaskan tentang jaminan kemuliaan, kehormatan dan kebebasan manusia dari prasangka-prasangka buruk yang dapat menjatuhkan segala keindahan bermasyarakat dengan mulia. Dengan tujuan agar manusia menjauhi buruk sangka sebab akan menjerumuskan dosa. Dalam konteks ini, Al-Qur’an memberikan penegasan dalam tazkiyah An-Nafs supaya tidak mudah terkontaminasi dengan prasangka buruk yang dapat menjerumuskan ke dalam dosa.11 QS.Al-Haqqah [69] : 20 Muhammad Quraish Shibah menegaskan dalam tafsir al-Misbah, bahwa sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak berdasar. Ayat tersebut melarang manusia untuk melakukan dugaan buruk yang tanpa dasar, karena dapat menjerumuskan seseorang ke dalam dosa. Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk, anggota masyarakat akan hidup tenang dan tentram serta produktif, karena mereka tidak akan ragu terhadap pihak lain dan tidak juga akan teralurkan energi kepada halhal yang sia-sia.12 11 Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zhilalil Quran, terj. As’ad dkk (Jakarta: Gema Insani, 2004), 421. 12 M. Quraish Shihab, Pesan Dan Kesan Dan Keseras Al-Qur’an (Jakarta: Lensa Hati, 2009). Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 197 Beberapa penafsiran tersebut, memberikan penjelasan tentang larangan buruk sangka dan hendaknya berbaik sangka (husnuzan) dalam menghadapi segala sesuatu. Karena husnuzan tergolong dalam akhlak yang baik yang timbul dari hati yang tentram dan tenang, serta menerima segala yang telah ditetapkan oleh Allah Swt yang senantiasa mendorong seseorang untuk berprasangka baik kepada Allah, kepada orang lain maupun kepada lingkungan sekitar. Sehingga orang tersebut tidak perlu khawatir atau cemas terhadap ketetapan Allah Swt dan dapat terhindar dari dosa.13 Ibnul Qayyim al-Juziyah memakani husnuzan dengan sikap yang dapat membawa manusia kepada ketaatan dan kepatuhan kepada Allah Swt, yang diiringi dengan usaha dan kegigihan serta tetap perpegang teguh terhadap perintah dan laranganNya supaya dalam berhusnuzan memiliki harapan yang benar dan kuat. Dan menjadikannya sebagai sarana menuju hal-hal yang bermanfaat dan menghindari hal-hal yang menjadi penghalang.14 Husnuzan juga dapat diartikan sebagai cara pandang seseorang yang membuatnya melihat segala sesuatu secara positif, seorang yang menerapkan sikap husnuzan akan mempertimbangkan segala sesuatu dengan pikiran jernih, pikiran dan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu kebenarannya. Terdapat perbedaan husnuzan antara orang awam dan khas. Menurut pandangan orang awam, husnuzan kepada Allah dilihat dari limpahan nikmat dan karunia. Sedangkan menurut orang khas husnuzan kepada Allah dilihat dari pemahaman dan penyadaran sepenuhnya bahwa Allah adalah satu-satunya zat yang mulia dan sempurna.15 Hal ini menunjukkan perbedaan cukup jelas, bahwa kalangan orang awam masih 13 Mubarak Bakri, ‘Prasangka Dalam Al-Qur’an’, Rausyan Fikr, 14, no.1 (2018), 84. 14 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Terapi Penyakit Hati, Terj. Salim Bazemool (Jakarta: Qisthi Press, 2005), 57 15 Ibnu ’Athaillah As-Sakandari, Kitab Al-Hikam Dan Penjelasannya (Yogyakarta: Noktah, 2017), 140. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 198 | Mamluatur Rahmah terdapat peluang untuk berburuk sangka (su’uzan) kepada Allah terutama pada saat mereka tertimpa musibah. Sedangkan pada kalangan khas tidak ada sedikitpun peluang untuk berprasangka buruk kepada Allah sebab keyakinan dan pengetahuan (ma’rifatullah) yang tinggi kepada Allah Swt.16 Setelah mecermati ayat-ayat al-Quran yang menyinggung tentang husnuzan dan intrerpretasinya dalam al-Qur’an, dijelaskan pula pemaknaan husnuzan sebagai (tingkat yakin) yang tidak memiliki kemungkinan lain karena semua manusia mengetahuinya, seperti kematian. Terdapat dalam QS. Al-Hijr [15]: 99 ฀฀ ฀฀ “Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu”. Demikian juga yang terjadi pada nabi Ibrahim AS. Ketika Allah Swt memperlihatkan kepada beliau kekuasaan yang ada di langit dan di bumi, Allah Swt berfirman QS. Al-An’am [6]: 75 “Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan kami terdapat di langit dan bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin”. Dan ketika burung hudhud datang membawa berita epada nabi Sulaiman AS tentang berita negeri Saba’, burung Hudhud berkata Sulaiman as, sebagaimana dijelaskan dalam dalam QS. An-Naml [27]: 22. “Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa suatu berita yang meyakinkan”. Demikian pula dalam hal akidah seseorang harus sampai pada tingkat yakin, dengan memperhatikan alam semesta (dilangit dan bumi) 16 Ibnu ’Athaillah As-Sakandari, Kitab Al-Hikam Dan Penjelasannya. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 199 yang merupakan dakwa untuk beriman dan yakin, Allah berfirman dalam QS. Al-Dzariyat [51]: 20 yakin” “Dan di bumi terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang yakin” Menurut Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, mereka yang khusyuk dalam salatnya adalah oarang-orang yang benar-benar meyakini bahwa mereka akan bertemu Allah pada hari perhitungan (hisab) dan hari pembalasan, serta meyakini bahwa mereka akan kembali kepadaNya sesudah dibangkitkan dari kubur untuk menerima pembalasan atas apa yang dikerjakan selama hidup di dunia. Mengharap akan bertemu Allah, apalagi meyakini akan bertemu denganNya dapat mendorong untuk melakasanakan hukum-hukum agama. Maka, mereka yang tidak berharap bertemu Allah mudah berlaku curang dan tidak mempedulikan apa-apa.17 Sikap husnuzan dapat melahirkan sebuah keyakinan bahwa seluruh kebaikan dan kenikmatan yang diterima oleh manusia berasal dari Allah, sedangkan kesulitan serta keburukan yang diterima oleh manusia tidak lain adalah implikasi dari apa yang diperbuat.18 Dijelaskan pula bahwa manusia tidak mampu berkehendak melainkan atas izin Allah Swt QS. Al-Insan [76]: 30 Disadari atau tidak, pada umumnya manusia cenderung untuk memusatkan perhatian terhadap hal-hal yang negatif atau salah daripada 17 Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy, Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011). 18 Satrio Pinandito, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagaiaan Hidup, Kiat-kiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup, (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2011), 233. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 200 | Mamluatur Rahmah memusatkan pada hal-hal yang positif. Demikian pula pada kehidupan sehari-hari, cenderung lebih fokus pada kesalahan atau kekurangan daripada kelebihan atau kebaikan orang lain. Sebagaimana yang banyak dijumpai di keluarga, dunia kerja, maupun lingkungan masyarakat. Apabila ada seseorang rekan kerja telah melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian atau suatu proyek gagal, maka yang terjadi adalah mengungkit masalah tersebut daripada mengenang kesuksesan yang pernah dikontribusikan. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dipengaruhi oleh prasangka diri. Dengan demikian, manusia dihadapkan pada dua pilihan yaitu menilai orang lain dari sisi positif atau dari sisi negatif. Selain itu, prasangka juga sangat mempengaruhi kecerdasan intelektual. Dengan berprasangka bahwa belajar adalah kunci kesuksesan, maka seseorang akan lebih merasa percaya diri. Dibandingkan dengan bakat yang dimiliki seseorang yang tidak dipupuk maka akan lebih memiliki keterbatasan.19 Jika seseorang berprasangka buruk menaruh curiga dan berpikir negatif, maka orang lain cenderung akan menghindari orang tersebut. Namun, sebaliknya jika seseorang berprasangka baik, merasa nyaman, tidak ada saling menghargai dan menghormati, maka akan menimbulkan rasa nyaman dan lebih terbuka dalam menyampaikan ide-ide dan gagasannya karena tidak diliputi rasa cemas dan khawatir. Untuk itu, dalam setiap langkah hendak berniat untuk kebaikan. Husnuzan menjadi sebuah keharusan karena ada keistimewaan yang akan diberikan kepada makhluk hidupnya apabila mereka senantiasa berprasangka baik terhadapnya.20 Husnuzan diartikan sebagai seseorang yang berusaha untuk senantiasa memiliki pikiran yang baik atas suatu kejadian yang ada di sekitarnya atau menimpa dirinya.21 Husnuzan juga Abdi Abdillah & Shuniyya Ruhama H, Dahsatnya Berbaik Sangka (Yogyakarta: Qudsi Media, 2015), 6-8. 20 Akhmad Sagir, Husnuzan dalam Perspektif Psikologi (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), 56. 21 Akhmad Sagir, Husnuzan dalam Perspektif Psikologi. 19 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 201 akan berujung pada sikap rida dan ikhlas menerima apapun yang diberikan kepadanya.22 Dengan demikian seseorang jika ingin berhasil dan sukses, maka ia tidak bisa terhindar dari imajinasi kreatifnya. Mengembangkan potensi, pengembangan daya pikir, dan memperluas cakrawala berpikir menjadi sebuah kewajiban baginya. Selain itu, seseorang yang terbiasa dengan pola pikir yang baik, ia sesantiasa akan berusaha mendekati citra diri yang baik dan berpikir positif. Dengan demikian, ia tidak terjebak dalam kubangan ilusi dan fantasi khayalan belaka.23 Orang-orang yang berpotensi sukses akan selalu melihat dari sudut pandang positif akan realitas. Dirinya akan rasional dan berpikiran positif. Sebaliknya mereka yang cenderung jauh dari sukses, akan selalu mementingkan segala sesuatu dari titik dan sudut pandang negatif. Husnuzan dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting, sebab banyak konflik-konflik, permusuhan, pembunuhan timbul dikarenakan oleh sebuah prasangka. Dalam hal ini adalah prasangka tidak baik. Dalam konteks sufistik, bersikap husnuzan tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Husnuzan sejatinya adalah bagian dari sikap mental atau ungkapan hati yang mencerminkan sebuah keyakinan dan keteguhan seseorang kepada Allah Swt.24 Menurut ahli jiwa, kesehatan dipengaruhi oleh 70% pola pikir. Orang yang berpikiran positif jiwanya menjadi tenang dan tubuh menjadi rileks. Kondisi ini pula yang mempengaruhi tekanan darah menjadi stabil dan ritme jantung sesuai dengan irama alaminya. Orang yang sakit, ketika memiliki keyakinan yang kuat bahwa kesembuhan datang dari Allah maka, tubuh akan menjadi sehat.25 22 23 24 Akhmad Sagir, Husnuzan dalam Perspektif Psikologi. Abdi Abdillah & Shuniyya Ruhama H, Dahsatnya Berbaik Sangka. Mubarak Bakri, ‘Prasangka Dalam Al-Qur’an’, Rausyan Fikr, 14, no.1 (2018), 84. 25 Abdi Abdillah & Shuniyya Ruhama H, Dahsatnya Berbaik Sangka. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 202 | Mamluatur Rahmah Macam-macam Husnuzan a. Husnuzan pada Allah Keyakinan yang kuat akan mewujudkan impian. Cita-cita tidak tercapai jika tidak memiliki keyakinan yang kuat, dan usahanya yang berhasil. Jika berprasangka baik kepada Allah, maka Allah pun akan memberikan sesuai dengan prasangka hambanya. Allah memberikan respon terhadap apa yang dipikirkan. Jika seseorang berpikir masalah yang menimpa adalah sebuah keburukan, maka Allah akan memberikan keburukan. Begitu juga sebaliknya jika berpikir itu adalah kebaikan maka Allah akan memberikan kebaikan dalan menunjukkan jalan keluar. Husnuzan pada Allah merupakan kewajiban bagi orang mukmin, sebab segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah tentu merupakan bentuk dari kasih dan sayangNya kepada makhluk. Apabila seorang hamba diuji oleh Allah dengan musibah, maka sepatutnya menyadari dan bersyukur bahwa ujian tersebut adalah ujian dan cobaan yang akan membawa hikmah dan mafaat baginya. Orang yang memandang sakit dari sebuah sudut pandang penderitaan, maka ia akan memandang bahwa dirinya adalah orang yang penuh penderitaan, kesialan, dan ketidak beruntungan. Sebaliknya, jika sakit dipandang sebagai sebuah pelebur dosa dan ampunan dari Allah, maka dalam menghadapi sakit ia akan lebih ikhlas dan bersabar dan akan membawanya lebih dekat kepada Allah Swt.26 Dengan mengubah sudut pandang ini maka akan memunculkan prasangkaan yang baik. Dengan demikian akan tertanam sikap menerima (qanaah) dan tawakkal kepada Allah atas segala yang berikan.27 Menyerah kepada Allah tidak akan terjadi adanya sikap penyerahan (tawakal) secara 26 Imam Al-Ghazali, Mukasyafah Al-Qulub Bening Hati Dengan Ilmu Tassawuf (Bandung: Marja, 2003). 27 Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi An-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 74-75. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 203 spiritual, tawakal merupakan hasil dari refleksi keimanan. Derajat Tawakkal seseorang juga tergantung pada kualitas keimanannya kepada Allah. Semakin tinggi iman seseorang, semakin tinggi pula kepasarahannya dan begitu pula sebaliknya. Setelah tawakkal kepada Allah langkah selanjutnya adalah rida. Dengan rida seseorang akan menerima terhadap apa saja yang telah ditentukan oleh Allah serta menerima segala perintahNya, sebab segala sesuatu yang datang dari Allah dan apa saja yang telah dipilihkan dari Allah adalah yang terbaik untuknya.28 Sebagai manusia tidak serta merta selalu berprasangka baik. Ia juga dapat berprasangka buruk terhadap sesuatu. Prasangkaan adalah kesan atau persepsi terhadap sesuatu dari satu sudut pandang. Mengubah su’uzaan menjadi husnuzan cukup dengan cara mengubah persepsi dari sudut pandang yang satu kepada sudut pandang yang lain. Oleh karena itu, cara utama untuk membangun husnuzan terhadap Allah Swt adalah dengan meyakini bahwa apapun keputusanNya tidak sia-sia, sebagaiman firman Allah Swt dalam QS. Ali Imran ayat 91 sebagai berikut: “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini siasia; Maha suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”. Dalam perspektif sufistik, husnuzan menjadi sebuah keharusan tidak hanya sesama manusia, akan tetapi terhadap Tuhan semesta alam. Perintah manusia untuk bertasbih dan memuji Allah, sesungguhnya mengandung makna agar manusia senantiasa berbaik sangka keapda Tuhan. Husnuzan adalah bagian dari sikap mental atau perbuatan hati (a’mal al-qalb) yang mencerminkan keyakinan dan keteguhan seorang kepada Allah Swt. 28 Al-Qusyairi An-Naisaburi, 219. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 204 | Mamluatur Rahmah Islam menjelaskan bahwa prasangka, keyakinan dan pola pikir individu berpengaruh terhadap realitas kehidupan individu tersebut. “Sesungguhnya Aku pada sangkaan hambaku. Maka hendaklah ia menyangkakan kepadaKu apa yang dikehendakinya” (Hadist Shahiih riwayat al-Tirmidzy). Salah satu indikator husnuzan pada Allah adalah bersikap tawakkal. Orang yang husnuzan terhadap Allah akan menyerahkan dirinya kepada Allah (tawakkal) dan menerima segala kondisi yang terjadi. b. Husnuzan pada diri sendiri (keyakinan) Husnuzan terhadap diri sendiri merupakan suatu keyakinan terhadap kemampuan diri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara eksplorasi kemampuan diri dan dan berkarya dengan sebaik-baiknya. Seseorang yang senantiasa husnuzan terhadap dirinya sendiri memiliki cara pandang positif terhadap diri sendiri dan lebih bersikap percaya diri dengan cara menyadari atas kelemahan yang dimiliki dan mengakui kekuatan yang dimiliki untuk dikembangkan, yaitu memiliki sikap pantang menyerah dan tidak pernah berputus atas terhadap apapun yang diperolehnya, dan tidak lupa senantiasa mengucap syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah Swt. c. Husnuzan pada orang lain (sesama manusia) Menjalin hubungan baik dengan sesama. Karena sesama muslim adalah suadara. Agar terjalin ukhuwah islamiah, salah satu yang harus terpenuhi adalah sikap husnuzan. Dalam QS. Al-Hujarat ayat 10 dijelaskan bahwa, manusia diperintahkan untuk menjauhi prasangka buruk kepada orang lain (su’uzan), sebab mayoritas prasangka buruk bersifat destruktif dan membawa dampak todak baik. Selain itu, terkadang manusia tidak bisa membedakan antara husnuzan su’uzan (prasangka yang baik dan tidak baik). Oleh karennya, Islam menganjurkan untuk sebisa mungkin menjauhi prasangka buruk dalam bentuk apapun. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 205 Husnuzan terhadap sesama manusia merupakan sebuah konsekuensi logis, serta bentuk pengalaman tajalliyah yang ada dalam pemikiran para sufi. Menurut Ibn Arabi, manusia, alam, hewan dan lain sebagainya merupakan bentuk manifestasi (tajalliyah) Allah. Baginya seluruh makhluk merupakan manifestasi lahir dari Allah zat yang wujud itu sendiri. Maka seseorang harus memiliki hubungan yang baik dengan sesama makhluk, dan tidak boleh memposisikan dirinya lebih tinggi baik sesama manusia maupun dengan makhluk lainnya.29 Seseorang yang berprasangka baik terhadap orang lain memiliki sikap kritis terhdap isu-isu negatif yang menimpa orang tersebut tidak langsung percaya dengan isu yang diterimanya. Cara untuk membangun prasangka baik terhadap orang lain adalah melakukan konfirmasi (cross check) atau tabayun terhadap informasi negatif yang diperoleh. Manfaat husnuzan dengan sesama antara lain yaitu menjalin hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum bisa mencapainya. Individu yang husnuzan kepada sesama manusia dapat meminimalisir perilaku tajassus dan tahassus serta tidak ada sikap benci dan hasud. Tajassus adalah upaya untuk mencarimencari keburukan orang lain yang bertujuan untuk membicarakan keburukan tersebut kepada orang lain, sedangkan tahassus adalah mencari-cari keburukan orang lain tetapi hanya untuk informasi diri sendiri. d. Husnuzan pada situasi atau keadaan Dalam QS. Al-Baqarah ayat 216, dijelaskan bahwa salah satu wujud husnuzan husnuzan terhadap situasi, bahwa ketika dihadapkan sesuatu hal yang disukai atau dibenci, senantiasa berbaik sangka dan mintalah pertolongan kepada Allah Swt, dengan tujuan agar 29 Mubarak Bakri, ‘Prasangka Dalam Al-Qur’an’, Rausayan FIkr, 14 (2018), 61–87. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 206 | Mamluatur Rahmah mendapatkan keberkahan dan diberikan petunjuk yang terbaik. Seorang hamba hendak meyakini bahwa setiap keadaan yang menimpa, adalah yang terbaik baginya, karena selalu ada hikmah dibalik sebuah peristiwa. Yakni dengan cara memandang semua orang baik sebelum terbukti kesalahan atau kekeliruannya, sehingga tidak menimbulkan kekacauan. Implementasi Husnuzan dalam Memaknai Hidup Hidup di dunia merupakan taman tempat untuk menyemai cinta kepada Allah. Cinta tersebut harus dibangun dari husnuzan (prasangka baik), menerima, pasrah, menyerah dan rela atas apa saja yang telah diberikan oleh Allah pada hambaNya. Dalam QS. Ali ‘Imran [3]: 160 dijelaskan bahwa “Dalam keadaan sesulit apapun janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Yakinlah bahwa rahmat Allah bisa datang kapan saja tanpa diminta sekalipun. Apabila membutuhkan maka pasti Dia akan memberi, Dialah penguasa jagad raya ini. Dialah pemilik jagad raya. Bagi Nya tidak ada yang tidak mungkin. Saat dalam kesulitan berusaha semampunya dan teruslah berdoa memohon pertolongan Nya.” Husnuzan menjadi salah satu landasan pokok bagi manusia dalam berpikir positif atas apa yang dialami. Husnuzan diartikan sebagai sebuah pola pikir yang positif serta memiliki dampak pada perilaku positif.30 Dengan husnuzan, akan merubah pandangan hidup seseorang dalam memaknai hidupnya. Ketika tertimpa musibah dianggapnya menjadi peristiwa yang terburuk dalam hidup, padahal sesungguhnya menjadi ketentuan yang baik dari Allah Swt, dan merupakan wujud Allah dalam meningkatkan tawakkal seorang hamba kepada sang pencipta. Untuk mencapai derajat tawakkal seseorang dapat melampaui rasa syukur serta dapat menilai dengan positif atas segala musibah maupun peristiwa yang dialami. Salih Yucel, ‘Positive Thinking Action Islam: Case Studies From The Sirah Of Prophet Muhammad’, International Journal of Humanities and Social Science, 5, no. 1 (2015), 223. 30 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 207 Husnuzan akan memunculkan prasangka baik kepada siapapun, baik kepada Allah, orang lain maupun keadaan sekitar. Untuk itu sebagai seorang muslim sudah sepatutnya untuk berharap hanya kepada-Nya dan tidak boleh takut terhadap apapun kecuali dari dosa-dosa yang pernah dilakukan.31 Dengan husnuzan, akan mempengaruhi pikirannya. Apabila yang dipikirkan adalah bermanfaat untuknya, maka dalam masalah apapun masalah yang berkaitan duniawi maupun ukhrawi dalam kehidupan akan membawa kebaikan dan kebahagiaan. Namun jika tidak demikian, maka kehidupan akan sengsara dan merana. Allah Swt Berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 216: “Boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Dan boleh pula kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu”. Seseorang sebaiknya tidak menjadi hakim atas peristiwa yang terjadi padanya. Baik itu peristiwa yang menurutnya baik maupun buruk baginya. Kebaikan dan keburukan bukan didasarkan atas senang dan bencinya seseorang terhadap peristiwa tersebut, tetapi didasarkan atas akibat dari peristiwa terhadap ruhaninya. Apabila kegagalan membuat seseorang menjadi bersabar, maka itu kebaikan. Apabila kesuksesan berbuah rasa syukur maka itu kebaikan. Kebaikan adalah peristiwa yang membuat hati seseorang mengingat-Nya. Keburukan adalah peristiwa yang membuat hati melupakanNya. Dalam uraian penjelasan ayat tersebut, Ikhtiar adalah cara menyadari dan meyakini kemutlakanNya. Dengan berikhtiar seseorang akan menyadari kelemahan karena ia akan menyadari bahwa ikhtiarnya bisa berhasil atau tidak tanpa menimbulkan perasaan maupun prasangka yang tidak benar. Dengan demikian seseorang akan meyadari relatif dan otomatis dalam berikhtiar tanpa ada suatu paksaan apapun sehingga seseorang akan menyadari kemutlakanNya. Dalam situasi seperti ini seseorang akan sadar bahwa dengan berikhtiar akan lebih menghayati tawakkal. Satrio Pinandito, ḤusnuẓanDan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan Hidup, KiatKiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), 233. 31 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 208 | Mamluatur Rahmah Prasangka yang terjadi akan datang dari Allah, maka harus selau positif thinking, Allah memperlakukan hamba-hambaNya sesuai dengan sangkaan mereka terhadapNya. Dengan menanamkan sikap husnuzan, seseoarang dapat mengubah cara pandang dalam menjalani hidup. Yaitu dengan menumbuhkan rasa semangat dan optimis terhadap kehidupan di masa mendatang. Dengan demikian, seseorang akan mudah mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dialaminya. Hal inilah yang akan berdampak pada meningkatnya semangat hidup. Dengan bersikap husnuzan, maka seseoraang hanya akan berkesadaran bahwa hidup adalah sesuatu yang indah dan mengasikkan serta harus dijalani dengan emosi yang positif dan dibangun pada pondasi cinta kepada Allah dan segala ciptaan Nya. Dengan husnuzan, manusia akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berjalan sesuai dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dengan tetap husnuzan kepada Allah, maka hidup akan menjadi lebih tenang dan produkitf. Karena akan terhindar dari sikap keraguraguan terhadap orang lain yang justru dapat menguras energinya. Oleh karena itu, jika merasakan suatu hal yang meragukan harus dikroscek terlebih dahulu kebenarannya supaya tidak menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan orang lain. Husnuzan mengantarkan manusia untuk berusaha dan beramal saleh dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia dan akhirat sesuai dengan ketetapan Allah Swt. Husnuzan akan mendekatkan diri kepada Allah Sang pemilik kekuasaan dan kehendak yang mutlak dan memiliki kebijaksanaan, keadilan dan kasih sayang kepada makhluk Nya. Husnuzan dapat mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena meyakini apapun yang terjadi adalah kehendak Allah. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, menyenangkan atau tidak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Setiap orang Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 209 dapat memiliki makna hidup yang berbeda-beda. Apabila hasrat makna hidup ini terpenuhi maka kehidupan dirasakan akan berguna dan berharga serta lebih berarti (meaningful) akan dialami, sebaliknya jika hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna, atau dapat diartikan sebagai makna hidup yakni hal-hal yang dianggap penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan.32 Memaknai hidup sama dengan suatu keinginan atau motivasi yang kuat dan mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang berguna. Tujuan hidup seseorang bisa dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk meraih kebahagiaan. Filsafat jawa mengajarkan bahwa “barangsiapa yang was-was justru tewas, barang siapa yang berani mati maka tidak cepat mati”. Apapun yang terjadi, selama hidup masih berlangsung, harus dijalani. Hidup ini harus dijalani dengan jiwa besar, dalam arti seseorang harus berlapang dada dan berkepala dingin dalam menghadapi persoalan hidup. Jika berjiwa besar, maka pikiran akan jernih. Jika setiap persoalan diselesaikan dengan pikiran jernih, maka semuanya akan terlampaui dengan baik. Sikap pesismistis akan menggerogoti hidup itu sendiri. Oleh karena itu optimislah dalam menjalani hidup dan selalu senantiasa terpelihara. Pentingnya baik sangka dalam memkanai realitas kehidupan, terkadang tidak banyak disadari. Manusia selalu dihadapkan pada situasi baik dan buruk, kesenangan dan kesedihan, keberhasilan dan kegagalan. Dari realitas-realitas kehidupan tersebut, dapat membawa pada prasangkaprasangka yang tidak benar (su’uzan). Manusia tidak sadar bahwa telah terjebak dalam pikiranya sendiri dari konflik baik dan buruknya realitas kehidupan. Hal inilah yang memunculkan penderitaan yang disebabkan oleh keterjebakan dalam melabeli realitas yang ada. Manusia cenderung memaknai 32 H. D. Bastaman, Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), 43 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 210 | Mamluatur Rahmah kebahagiaan dengan mengharuskan semua orang baik kepadanya, hal ini justru mustahil. Karena kebahagaiaan tidak berhubungan dengan kebaikan orang lain kepadanya. Maka jika sesorang mampu menerima realitas kehidupan yang sesungghunya potensi diri akan muncul, dan mempunyai sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan masalah dan melanjutkan kehidupan yang lebih baik, serta hidup menjadi lebih bermakna apabila manusia mampu menyadari dan menerima realitas kehidupan. Jika manusia mampu melepaskan label-label tersebut, maka otomatis akan merasskan kedaiman. Husnuzan menjadi langkah awal yang baik untuk menerima keadaan dengan penuh ikhlas dan kesabaran dalam menerima relaitas kehidupan. Apabila sedang ditimpa kesusahan dan kepedihan dalam hidup, namun tetap ikhlas dan sabar dalam menerimanya, hal ini akan menjadi investasi ruhani dan akan sampai pada cita-cita luhur yakni merasakan nikmat dan kasih sayang Allah Swt. Puncak dari Husnuzan adalah tawakkal kepada Allah Swt. Orang yang tawakkal selalu menggantungkan diri dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Mengabdikan diri kepada Allah, tidak terpengaruh oleh bermacam-macam pikiran. Sehingga, seakan-akan lapang dada dan jauh dari pikiran-pikiran, ruwet, dan terbuka kesempatan lebar untuk beribadah kepada Allah, Tuhan yang memberi segala-galanya. Hidupnya tentram dan tidak tergoyahkan oleh perubahan zaman. Orang seperti ini, akan merasa kuat dan bebas, seakan-akan menjadi raja dunia, leluasa ke mana saja mereka mau untuk meyelesaikan segala urusan ibadah dan ilmu, tanpa mendapatkan halangan dan godaan maupun prasangka-prasangka yang tidak benar. Karena bagi mereka, di mana saja dan kapan saja adalah sama. Sebab, mereka tawakkal kepada Allah Swt.33 Hakikat tawakkal, sesungguhnya bukan hanya pasrah secara begitu saja. Melainkan melakukan jiwa kepasarahan yang diiringi dengan usaha 33 Wasiat Imam Ghazali, Al-Ghazali, terj. Zakaria Adham, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1990), 213-214 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 211 secara maksimal.34 Tawakkal adalah bersandar kepada Allah Swt ketika ada keperluan, bergantung kepada Nya ketika dalam kesempitan, dan yakin kepada Nya ketika mendapatkan musibah. Jiwa pun tetap tenang dan hati tetap tentram. Dengan meyerahkan segala urusan kepada Nya. Dalam keadaan apapun tidak tergantung hanya kecuali Allah, dan senantiasa berjiwa lapang terhadap takdir yang berlaku.35 Bertawakkal bukan berarti berpangku tangan, berdiam diri menanti datangnya rezeki tanpa berusaha. Tetapi tawakkal berarti berusaha sungghsungguh dan pasrah kepada Allah Swt, serta percaya akan pertolongan Allah. Tetapi, orang yang tidak tawakkal dalam berusaha akan measa lelah dan selalu mengalami kegagalan. Sebab, ia merasa mampu tanpa pertolongan Allah, dan menyandarkan diri kepada harta dan orang lain. Padahal, semuanya itu hanya memiliki kemampuan dan kekuasaan yang sangat terbatas. Dalam menemukan orientasi intrinsik di tengah berbagai kemungkinan yang tidak terhidung banyaknya berpotensi menimbulkan kecemasan yang menjadi salah satu ancaman dalam memaknai hidup. Sebaliknya, berhasil tidaknya menemukan orientasi dan membuat keputusan pribadi dalam mengatasi krisis mendatangkan pengalamanpengalam emosi positif yang merupakan salah satu unsur penting dalam memaknai hidup. Kesimpulan Husnuzan dalam perspektif Al-Qur’an dijelaskan dalam QS. AlHujurat [49] : 12, bahwa Allah Swt senantiasa memerintahkan makhlukNya untuk selalu menjauhi prasangka buruk, mencari aib, serta menggunjing Ahmad Rusydi, ‘Konsep Berpikir Positif Dalam Perspektif Psikologi Islam Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental Husn Al-Zhann : The Concept of Positive Thinking in Islamic Psychology’, Proyeksi, 7.1 (2012), 9. 35 Imam Al-Ghazali, Mukasyafah Al-Qulub Bening Hati Dengan Ilmu Tassawuf (Bandung: Marja, 2003), 46-47. 34 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 212 | Mamluatur Rahmah dengan sesama makhlukNya. Sebab, hal tersebut termasuk dosa dan hal keji yang tidak memperoleh ampunan dari Allah Swt kecuali bertaubat. Kemudian dipertegas kembali bahwa perbuatan menggunjing dan berburuk sangka sama halnya dengan makan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Untuk itu, sebagai mahluk ciptaanNya senantiasa berprasangka dan berperilaku baik terhadap segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah Swt. Berprasangka baik (Husnuzan) dapat melahirkan sebuah keyakinan bahwa seluruh kebaikan dan kenikmatan yang diterima oleh manusia berasal dari Allah, sedangkan kesulitan serta keburukan yang diterima oleh manusia tidak lain adalah implikasi dari apa yang diperbuat. Husnuzan dibagi menjadi empat macam, yaitu: Husnuzan kepada Allah, diri sendiri, orang lain, dan situasi/ keadaan. Dari beberapa urain husnuzan perspektif Al-Qur’an di atas, dapat di jelaskan implementasi husnuzan dalam memaknai hidup, antara lain mampu menyadari dan menerima realitas kehidupan menjadi sebuah potensi diri yang akan menjadi sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan masalah dan melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Dengan husnuzan, manusia menerima keadaan dengan penuh ikhlas dan kesabaran dalam menerima realitas kehidupan. Apabila sedang ditimpa kesusahan dan kepedihan dalam hidup, namun tetap ikhlas dan sabar dalam menerimanya, hal ini akan menjadi investasi ruhani dan akan sampai pada cita-cita luhur yakni merasakan nikmat dan kasih sayang Allah Swt. Puncak dari husnuzan adalah tawakkal kepada Allah Swt. Orang yang tawakkal selalu menggantungkan diri dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an | 213 Referensi Al-Ghazali, Imam, Ihya’ ’Ulumuddin Jilid II (Bandung: Pustaka Baru Press, 2017) ———, Mukasyafah Al-Qulub Bening Hati Dengan Ilmu Tassawuf (Bandung: Marja, 2003) Al-Qusyairi An-Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin, Risalah Qusyairiyah (Jakarta: Pustaka Amani, 2007) As-Sakandari, Ibnu ’Athaillah, Kitab Al-Hikam Dan Penjelasannya (Yogyakarta: Noktah, 2017) Ash-shiddieqy, Muhammad Hasbi, Tafsir Al-Qur’an Al-Majid Al-Nur (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011) Bakri, Mubarak, ‘Prasangka Dalam Al-Qur’an’, Rausyan Fikr, 14, no.1 (2018), 84 ———, ‘Prasangka Dalam Al-Qur’an’, Rausayan FIkr, 14 (2018), 61–87 Bastaman, H. D., Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna (Jakarta: Raja Grafindo, 2007) Darsono, T. Ibrahim dan, Membangun Akidah Dan Akhlak 2 (Solo: Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009) Dawkins, Richard, A Philigrimage to the Dawn of Evolution (at Oxford University: Chales Simonyi Proffessor of Science, 2004) Eliky, Ibrahim, Terapi Berpikir Positif (Jakarta: Zaman, 2015) Fā, Abū al-Husain Ahmad Ibn, Mu’jam Maqāyis Al-Lugah, Juz 3 (Beirut: Dār al- Fikr) Fridayanti, ‘Pemaknaan Hidup (Meaning In Life) Dalam Kajian Psikologi’, Psikologika, 18, Nomor (2013) H, Abdi ABdillah & Shuniyya Ruhama, Dahsatnya Berbaik Sangka (Yogyakarta: Qudsi Media, 2015), cxlviii Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Terapi Penyakit Hati Terj Salim Bazemool (Jakarta: Qisthi Press, 2005) Pinandito, Satrio, Husnuzan Dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan Hidup, Kiat-Kiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021 214 | Mamluatur Rahmah Rohman, Roli Abdul, Menjaga Akidah Akhlak (Solo: Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009) Rusydi, Ahmad, ‘Konsep Berpikir Positif Dalam Perspektif Psikologi Islam Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental Husn Al-Zhann : The Concept of Positive Thinking in Islamic Psychology’, Proyeksi, 7.1 (2012), 1–31 Sagir, Akhmad, Husnuzan Dalam Perspektif Psikologi (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011) Sayyid Quthub, terj. As’ad dkk, Tafsir Fi Zhilalil Quran (Jakarta: Gema Insani, 2004) Shihab, M. Quraish, Pesan Dan Kesan Dan Keseras Al-Qur’an (Jakarta: Lensa Hati, 2009) Sumanto, ‘Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup’, Buletin Psikologi, 14, no. 2 (2006), 131 Tarmizi, ‘Problem Solving Dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islami’, Miqot, XXXVII (2013), 88 Yucel, Salih, ‘Positive Thinking Action Islam: Case Studies From The Sirah Of Prophet Muhammad’, International Journal of Humanities and Social Science, 5, no. 1 (2015), 223 Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy | Vol. 2, No. 2, Mei - Oktober 2021