[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Peran Ayah Dalam Mendidik Anak ..... Harmaini Peran Ayah Dalam Mendidik Anak Harmaini, Vivik Shofiah, Alma Yulianti Center for Indigenous Psychology, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, email: harmaini@uin-suska.ac.id Abstrak Ayah adalah seorang figur yang berperan terhadap perkembangan dan keberhasilan anak. Salah satu peran yang dilakukan oleh ayah yaitu bagaimana cara ayah merawat anaknya. . Survei dilakukan di kota Pekanbaru dengan jumlah sampel 166 remaja SMA (67 pria dan 99 prempuan). Alat ukur yang digunakan adalah dengan openended question. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif dengan pendekatan indigenouss. Hasil penelitian menerangkan terdapat tiga komponen besar yang dilakukan oleh ayah dalam merawat anaknya yaitu (1) adanya kebutuhan afeksi sebesar 36,7% (2) pengasuhan 35,5 %. (3) dukungan financial 15,7%. Dan lebihnya 12% lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan afeksi dan dukungan pengasuhan lebih dominan dalam cara ayah merawat anaknya. Hal ini mengisyaratkan, keberhasilan seorang anak dimasa depan lebih ditentukan oleh kekuatan dukungan afeksi dan dukungan pengasuhan ayah. Dukungan afeksi dan pengasuhan dari sudut padang ayah lebih pada perawatan psikologis, pembentukan karakter anak. Hasil ini mungkin dipengaruhi oleh pandangan nilai-nilai budaya dan tuntutan norma sosial. Kata kunci: perawatan, ayah, anak Abstract The father is a figure that contributes to the development and success of the child. One of the roles performed by the father is how to care for her child’s father. , The survey was conducted in the city of Pekanbaru with a sample of 166 high school adolescents (67 men and 99 women). Measuring tool used is the open-ended question. Data analysis using descriptive analysis with indigenous approach. Results of the study explained that there are three major components conducted by fathers in caring for children, namely (1) the need for affection of 36.7% (2) 35.5% parenting. (3) 15.7% of financial support. And the rest is 12% others. The results showed that the affection and support parenting support more dominant in the way a father caring for his son. This suggests, the future success of a child is determined by the strength of support for the affection and support nurturing father. Support affection and care from the angle of the desert fathers more in psychological treatment, the formation of character. These results may have been influenced by the views of the cultural values and social norms demands. Keywords: caring, father, child Pendahuluan Ayah merupakan salah satu figur yang berperan dalam keluarga. Fungsi dan tugas ayah tentu tidak sama dengan Ibu. Ibu lebih berorientasi pada pengasuhan sedangkan ayah lebih kepada perlindungan. Orientasi ini dari waktu ke waktu mengalami perubahan baik pada substansinya atau pada implementasinya. Substansi pada zaman dulu pada pengasuhan adalah Ibu lebih banyak berada di rumah sebagai wujud dari pengasuhan untuk menjaga dan merawat anak sebagai implementasi dari pengasuhan untuk memenuhi nafkah batin anak, sedangkan substansi perlindungan adalah Bapak lebih banyak berada diluar rumah mencari dan memenuhi nafkah lahir sebagai implementasi dari perlindungan. Di zaman sekarang, substansi dan imple- mentasi dari kedua hal tersebut mengalami perubahan, hal ini karena terjadinya perubahan dalam struktur dan pola hubungan antar anggota keluarga (Elia, 2000) serta ada perubahan paradigma peran orang tua yang berhubungan dengan peran publik dan domestik karena perubahan awal terbentuknya keluarga Devaney, (E., O’Brien, M. U., 2005) Fungsi dan peran orang tua dalam keluarga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya orang tua yang bersangkutan. Apa yang diajarkan oleh budaya tentang bagaimana dalam berkeluarga akan diturunkan ke anak secara turun temurun sampai sekarang (Koentjoroningrat, 1996). Kenyataan ini, menggambarkan bahwa nilainilai yang ada dalam budaya seseorang akan terus melekat dan akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut mengarungi ke- 80 Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 2, Desember 2014 hidupan berkeluarga (Harmaini, 2010). Pekanbaru sebagai ibukota provinsi Riau dihuni oleh berbagai macam budaya, diantaranya adalah Melayu, Minang, Jawa, Batak, Banjar, Nias, Makasar dan lain sebagainya (BPS, 2010). Gambaran kota Pekanbaru ini mengisyaratkan bahwa ada tingkat heterogenitas pada masyarakatnya. Kenyataan ini tentu menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji dari perspektif psikologi lintas budaya khususnya pada kajian indigenous psychology. Kajian pada penelitian ini fokus pada peran ayah terhadap anak berkaitan dengan cara ayah dalam merawat anaknya. Apa yang ditampilkan seorang ayah dari sudut pandangnya, belum tentu sama dengan bagaimana anaknya menerima perawatan tersebut. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana ayah merawat anak. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana ayah dalam merawat anaknya? Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran deskriptif mengenai pandangan anak terhadap ayah dalam hal merawat anaknya. Perawatan Ayah Terhadap Anaknya J. Verkuyl (dalam Elia, 2000) menyebutkan peran seorang ayah pada tahun-tahun pertama dalam kehidupan anak adalah membantu ibu memberikan perawatan. Namun setelah itu ayah menjadi kepala keluarga yang berwibawa dan mempertahankan serta melindungi kehidupan keluarga. Fungsi seorang ayah adalah hidup dan bekerja pada perbatasan antara keluarga dan masyarakat, antara “dalam” dan “luar.” Ayah memperkenalkan dan membimbing anak-anaknya untuk mengarungi dunia luar atau kehidupan bermasyarakat. Tentang nafkah keluarga, Verkuyl berpendapat bahwa ayahlah yang mengumpulkan hasil kerjanya ke dalam keluarga, sedangkan ibu membagi-bagikan hasil itu menurut keperluan masing-masing anggota keluarganya. Richard C. Halverson (2002) berpendapat bahwa ayah bertanggung jawab atas tiga tugas utama. Pertama, ayah haruslah mengajar anaknya tentang Tuhan dan mendidik anaknya dalam ajaran agama. Kedua, seorang ayah haruslah mengambil peran sebagai pimpinan dalam keluarganya. Ketiga, ayah haruslah bertanggung jawab atas disiplin. Dengan demikian ia menjadi seorang figur otorita. Menurut riwayat hadis, ada beberapa kewajiban orang tua, yang paling utama dan pokok, yaitu : “Hak anak atas orang tuanya, hendaklah orang tuanya memberi nama yang baik kepadanya, dan mendidiknya dengan baik, dan menempatkannya (tempat tinggal) di tempat yang baik/shaleh. Selanjutnya “Kewajiban orang tua terhadap 81 anak adalah : membaguskan namanya dan akhlak/sopan santun, mengajarkan tulis menulis, berenang, dan memanah, memberi makan dengan makanan yang baik, menikahkannya bila telah cukup umur.” Dari 2 riwayat tersebut, setidaknya ada 5 kewajiban orang tua terhadap anak yaitu : a. Memberi nama yang baik. b. Mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya mulai dari pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah atau pesantren, c. Mengajarkan keahlian dan ketangkasan kepada anak. Seperti keahlian membaca dan menulis, dalam konteks sekarang mungkin anak diajarkan agar menguasai computer, bahasa asing dll. Ketangkasan dan keberanian, dapat diajarkan melalui latihan berenang dan memanah, maupun olah raga lainnya. d. Menempatkan di tempat tinggal yang baik dan memberi rezki dari yang baik. e. Menikahkan anak bila sudah cukup umur. Ini merupakan kewajiban utama orang tua yang terakhir, yang mesti dilakukan terhadap anak-anaknya. Karena ketika anak-anaknya sudah berumah tangga, biasanya anak akan memisahkan diri dari rumah orang tuanya dan membina rumah tangga dengan pasangannya. Sedangkan menurut Kartini Kartono, (1995), menyebutkan beberapa kewajiban orang tua terhadap anak adalah Mendidik dan Mengasuh anak-anaknya serta memenuhi segala kebutuhan baik jasamani maupun rohani anak-anaknya. Sedangkan Mappiere (1990), menyebutkan beberapa kewajiban orang tua yaitu membina mental/moral anak-anaknya, orang tua berkewajiban memben tengi anaknya dengan agama yang kuat. Dari beberapa pandangan dan pendapat di atas, dapat dijelaskan orang tua adalah guru utama dan pertama anak. Apabila kewajiban orang tua dilaksanakan dengan baik dan benar tentu orang tua akan selalu berada didekat anak untuk memperhatikan dan memberikan seluruh kebutuhan anak untuk bekal anak dikemudian hari. Pandangan Umum Terhadap Anak Dalam pandangan umum dalam mengamati dunia keluarga, maka akan menemukan beragam pandangan tentang relasi orang tua dan anak. Simsek, Z., Erol, N., Östop, D., & Özcan, Ö. Ö. (2008)) menyimpulkan ada beberapa pandangan umum tentang cara pandang manusia terhadap anak. Anak adalah properti. Di beberapa budaya Peran Ayah Dalam Mendidik Anak ..... Harmaini khususnya di Indonesia, memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu dipandang secara positif, karena dapat menghasilkan kekayaan. Hal ini akan semakin tereksplotasi dalam sebuah kultur yang masih menganut prinsip Siti Nurbaya (orang tua yang menentukan pasangan hidup anak-anak). Dalam jaman modern pun kita kadangkala masih menemukan orang tua yang menjodohkan anaknya dengan pertimbangan bisnis/ekonomis. Anak adalah tenaga kerja. Dalam konteks masyarakat yang masih tradisional, banyak anak dianggap sebagai sesuatu yang menguntungkan. Anak-anak dipandang sebagai tenaga kerja yang murah (tidak perlu dibayar) dan loyal (bekerja sebagai bentuk ketaatan terhadap orang tua). Tidak jarang anak-anak masih terikat dengan usaha keluarga. Anak adalah penjamin masa depan. Sebagian orang tua sangat serius terhadap pendidikan anak-anak. Hal ini memang tidak salah, tetapi motivasi di balik tindakan ini seringkali tidak tepat. Sebagian orang tua rela bekerja keras sedemikian rupa untuk member edukasi yang baik bagi anakanak supaya mereka dapat menjadi orang yang sukses (menurut perspektif orang tua), yaitu memiliki pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Tujuan akhir dari upaya ini kadangkala ditujukan untuk kepentingan orang tua. Mereka berharap bahwa memiliki anak yang sukses secara ekonomi akan memberi jaminan untuk masa tua mereka. Anak adalah sumber kebanggaan. Bagi sebagian orang tua, membesarkan anak berkaitan dengan kebanggaan keluarga. Mereka menganggap bahwa keberhasilan anakanak (paling tidak keberhasilan menurut versi orang tua) dapat mendatangkan kepuasan tersendiri dalam diri mereka. Mereka tidak jarang mengukur keberhasilan mereka sebagai orang tua dari tingkat kesuksesan anak-anak. Anak adalah pelampiasan kegagalan masa lalu orang tua. Setiap orang pasti memiliki harapan (cita-cita) tertentu, tetapi tidak semua orang berhasil mewujudkan harapan tersebut. Bagi yang tidak berhasil merealisasikan hal itu – terutama jika diakibatkan faktor di luar dirinya, misalnya eknonomi keluarga yang rendah. Orang tua sangat serius membesarkan anak, namun motivasi mereka sebenarnya berpusat pada diri mereka sendiri. Orang tua yang demikian tidak jarang memaksa anak mereka untuk menekuni bidang tertentu yang mereka gagal mewujudkannya. Anak adalah bagian dari proses biologis-alamiah dalam kehidupan manusia Disadari atau tidak, sebagian orang tua tidak melihat kelahiran anak sebagai sesuatu yang istimewa. Bagi mereka, hal ini merupakan sesuatu yang biasa (ala- miah). Memiliki anak hanya dianggap sebagai fase berikutnya dalam pernikahan. Anak merupakan pemenuhan tuntutan sosial. Dalam masyarakat Timur tradisional yang cenderung kurang membatasi jumlah anak, tidak memiliki anak seringkali dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Mereka yang tidak memiliki anak kandung merasa bahwa keluarga mereka tidak sempurna. Situasi seperti ini dapat berpotensi menciptakan sebuah opini publik bahwa memiliki anak merupakan bagian dari tatanan sosial yang ada. Orang tua hanya melihat anak sebagai pemenuhan terhadap tuntutan sosial yang ada. Anak adalah penghambat karir dan pengganggu kenyamanan. Tren seperti ini mendapat tempat, khususnya di kalangan masyarakat modern yang menganggap karir sebagai aktualitasi diri yang wajib bagi setiap manusia. Masyarakat seperti ini umumnya semakin mendapat angin segar dari gerakan feminisme yang bertujuan meruntuhkan semua perbedaan antara lakilaki dan perempuan. Prinsip hidup hedonis (mengedepankan kesenangan hidup) juga turut memupuk pandangan di atas. Mereka yang dipengaruhi konsep seperti ini merasa berhak untuk tidak memiliki anak. Metode Responden penelitian ini adalah siswa SMA yang berjumlah 166 , dengan rincian laki-laki sebanyak 67 orang dan perempuan sebanyak 99 orang. Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner dengan pertanyaan terbuka yang telah dikembangkan oleh Kim (2008) dan kemudian disusun kembali oleh Center for Indigenous & Cultural Psychology (CICP) Fakultas Psikologi UGM. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang variasi jawabannya dan belum ditentukan terlebih dahulu, sehingga resonden mempunyai kebebasan untuk menjawab dari pertanyaan yang diajukan.Adapun pertanyaan terbuka yang diajukan adalah “seberapa baik ayah anda merawat anda?”Kemudian jawaban partisipan dikategorisasikan dalam kategorikategori kecil yang berbeda. Kategorisasi dilakukan oleh tim validasi yang terdiri dari para dosen dan mahasiswa yang menjadi asisten di Center for Indigenous and Cultural Psychology UIN Suska Riau. Selama proses kategorisasi jawaban partisipan dipisahkan sesuai dengan kategori kecil, kemudian jawaban dan kategori kecil divalidasi oleh tim validasi selanjutnya kategori kecil disesuaikan dengan teori. Langkah-langkah dalam kategorisasi adalah mengumpulkan data untuk dianalisis, mengidentifikasi tema sesuai dengan kategori yang relevan dengan penelitian ini, menganalisis kategori sesuai dengan topik penelitian. Data yang diperoleh 82 Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 2, Desember 2014 dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang, yaitu dengan memasukkan data-data kuantitatif yang sudah diolah sebelumnya dan data kualitatif yang sudah dikuantitatifkan dalam SPSS (Statistic Package for Social Sciences) for windows version 18.0. Hasil oleh ayah dalam merawat anaknya yaitu (1) adanya kebutuhan afeksi sebesar 36,7% (2) pengasuhan 35,5 %. (3) dukungan financial 15,7%. Seperti terlihat dalam tabel analisis di bawah. Dan lebihnya 12% lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan afeksi dan dukungan pengasuhan lebih dominan dalam cara ayah merawat anaknya. Hasil penelitian menemukan terdapat tiga komponen besar yang dilakukan Tabel 1. Peran Ayah dalam pengasuhan Kategori kebutuhan afeksi Pengasuh dukungan financial lain-lain Total Frekuensi 61 59 26 20 166 Pembahasan Hasil penelitian ini secara teoritis tidak berbeda, dimana ayah sebagai kepala rumah tangga dan sebagai figur perlindungan. Pada skema anak, figur sebagai kepala rumah tangga dan sebagai figur perlindungan digambarkan tidak jauh berbeda dari beberapa pandangan yang ada. Di beberapa budaya kebutuhan afeksi, pengasuhan dan dukungan finansial menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seorang ayah. Kebutuhan afeksi Siswa yang masih tergolong remaja yang kurang mendapatkan kebutuhan afeksi, berupa kasih sayang, perhatian, pembinaan dan pendidikan, rasa aman, kesehatan perlindungan (rumah), mengacuhkan remaja, tidak mengajak berbicara, membeda-bedakan kasih sayang dan perhatian antara anakanaknya. Hasil interaksi antara orangtua dan remaja yang dapat dikategorisasikan dalam bentuk pengabaian pada kebutunan afeksi menurut Glaser & Prior (2002), yaitu: (1) Ketidakmampuan emosional, tidak ada respon dan pengabaian; orangtua biasanya mengalami tekanan emosional dan substansi kekerasan dan tidak mampu merepon kebutuhan psikologis remaja. (2) Atribusi negatif dan tidak adanya atribusi terhadap remaja; meliputi permusuhan dan mencemarkan atau merendahkan dan menolak remaja sebagai orang yang selayaknya. (3) Perkembangan yang tidak tepat atau interaksi yang tidak konsisten terhadap remaja; kategori ini meliputi: (a) Pengharapan orangtua diluar kemampuan 83 Presentase 36.7 35.5 15.7 12.0 100.0 perkembangan remaja, (b) Terlalu melindungi dan membatasi eksplorasi dan belajar remaja, (c) Adanya sesuatu yang membuat remaja bingung atau peristiwa trauma dalam suatu interaksi. Kategori interaksi meliputi adanya kekerasan dalam rumah tangga. (4) Gagal untuk menyusun kembali (recognise) atau menjawab individualitas remaja dan keterbatasan psikologis remaja: (a) Menggunakan remaja untuk pemenuhan kebutuhan psikologis orangtua, (b) Ketidakmampuan untuk membedakan realita remaja dengan keyakinan orang dewasa serta harapannya. (5) Gagal untuk mengembangkan proses adaptasi remaja: (a) Tidak mengembangkan sosialisasi, (b) Pengabaian psikologis (gagal untuk memberikan rangsangan kognitif yang kuat dan kesempatan untuk mempelajari pengalaman). Berdasarkan beberapa batasan di atas, apabila dikaitkan dengan bagaimana ayah dalam merawat anaknya, dapat didefinisikan sebagai setiap perilaku pengabaian kebutuhan afeksi dari ayah yang dilakukan tidak secara permanen akan tetapi dapat mengusik remaja dan meningkat sehingga mempengaruhi ketidaknyamanan perasaan, berupa kekhawatiran, ketakutan, ketersinggungan, kejengkelan atau kemarahan (Al-Krenawi, A & Graham, J.S.N. 2002). Juga dapat menimbulkan ketidakstabilan jiwa berupa ketakutan, tidak berani mengungkapkan pendapat, menjadi penurut, bergantung pada orangtua termasuk ekonomi (Elbedour, S., Bart, M.W & Hektner, J. 2003) serta kurang memberikan stimulasi kognitif berupa kebohongan, indoktrinasi, ancaman dan tekanan. Dampak lain kekerasan psikologis, berupa pengabaian terhadap remaja akibat interaksi orangtua-re- Peran Ayah Dalam Mendidik Anak ..... Harmaini maja mencakup; ketidakmampuan emosional, atribusi negatif terhadap remaja, interaksi yang tidak konsisten, gagal menjawab individualitas remaja dan gagal dalam mengembangkan adaptasi remaja Pengasuhan Pengasuhan orang tua khususnya memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian prestasi belajar dan pembentukan kepribadian anak. Hal ini setidaknya pernah di buktikan oleh hasil penelitian di Amerika yang telah dilakukan oleh banyak pihak. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wendy S. Grolnick dkk (dalam Luthfi, K., 2012) menyampaikan 3 konsep bentuk pengasuhan dalam bentuk perhatian orang tua berdasarkan pada bagaimana interaksi orang tua-anak. 1. Perhatian dalam bentuk keterlibatan perilaku orang tua, yang mengacu pada sikap dan tindakan orangtua yang mewakili kepentingan publik dalam pendidikan anak mereka, seperti menghadiri open house atau kegiatan sukarela di sekolah. 2. Perhatian dalam bentuk keterlibatan pribadi, yang mencakup cara interaksi orangtua-anak melalui komunikasi positif tentang pentingnya sekolah dan pendidikan untuk anak-anak mereka. 3. Perhatian dalam bentuk keterlibat kognitif atau intelektual, yang mengacu pada perilaku yang mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan anakanak, seperti membaca buku dan pergi ke museum. Sementara itu, Kathleen V. HooverDempsey dan Howard M. Sandler, (dalam, Harmaini, 2012) menyampaikan bahwa pengasuhan orang tua mencakup bentuk keterlibatan secara luas baik dalam kegiatan anak di rumah (seperti membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, membahas kegiatan sekolah atau kursus) dan aktivitas yang berbasis sekolah (misalnya menjadi relawan di sekolah, datang pada acara/undangan sekolah). Joyce L. Epstein, dalam sebuah terbitan artikel (2001) berpendapat bahwa sekolah, keluarga, dan masyarakat adalah faktor penting sebagai “lingkungan pengaruh” pada perkembangan anak, dan bahwa perkembangan pendidikan anak akan meningkat manakala tiga lingkungan itu bekerja sama menuju suatu tujuan bersama yaitu pengasuhan dan perawatan. Dukungan finansial Dukungan fiansial dalam kajian psikologi sosial termasuk dalam aspek-aspek dukungan sosial yaitu aspek dukungan instrumental. Menurut Johnson & Johnson (1991) serta Smet (1994) dukungan sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek dantuan atau dukungan instrumental, yang dapat berwujud barang, pelayanan, dukungan keuangan, menyediakan peralatan yang dibutuhkan, memberikan bantuan dalam melaksanakan berbagai aktivitas, memberi peluang waktu, serta modifikasi lingkungan. Menurut Carter, Briggs-Gowan dan Davis (2004) selain konteks pengasuhan, perkembangan adaptif anak-anak berusia muda (younger children) dipengaruhi oleh konteks yang lebih luas seperti kemiskinan, keterpaparan pada kekerasan, pendidikan orang tua rendah, dan keterbatasan dukungan ekonomi (financial ) dan dukungan social. Palkovitz (dalam Hidayati, F dkk, 2001) menyimpulkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak memiliki beberapa defenisi, diantaranya terlibat dengan seluruh aktivitas yang dilakukan anak, melakukan kontak dengan anak, dukungan financial, banyak aktivitas bermain yang dilakukan bersama-sama. Adapun dukungan ayah secara instrumental dalam perawatan merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan (Amin 2010). Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena anak dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah (Rook, K.S. 2007). Kesimpulan Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan anak, peran ayah dalam merawat anaknya berdasarkan pada : 1. Kebutuhan afeksi, seperti : memberikan perhatian, membahagiakan, memberikan rasa aman, memberikan yang terbaik, serta memberikan perhatian pada saat sakit. 2. Pengasuhan, seperti : meluangkan waktu, memberi nasehat, mengingatkan, mengajarkan serta menjaga. 3. Dukungan finansial, seperti : memberi makan, memberi uang jajan serta memenuhi kebutuhan. Daftar Pustaka Al-Krenawi, A & Graham, J.S.N. (2002). Mental Health of Aspects of ArabIsrael Adolescents from Polygamous Versus Monogamous Families. The Journal of Sosial Psychology. Vol. 4, 84 Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 2, Desember 2014 (142), 446-460. Amin, M, (2011), Keluarga dalam Lingkaran Tuntutan Zaman dan Konsep Ideal, Makalah, BPS, 2010, Provinsi Riau Carter, A. S., Briggs-Gowman, M. J., & Ornstein, N. (2004). Assessment of young children’s social-emotional development and psychopathology: recent advances and recom mendations for practice. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 45 (1), 109-134. E., O’brien, M. U., Tavegia, M., & Resnik, H. (2005). Promoting Children’s Ethical Development Through Social And Emotional Learning. New Directions For Youth Development, 108, 107-116 Elbedour, S., Bart, M.W & Hektner, J. (2003). Intelligence and Family Marital Structur: The Case of Adolescents from Monogamous and Polygamous. Glaser, D & Prior, V. (2002). Predicting Emotional Abuse and Neglect. Early Predictive and Prevention of Child Abuse: A Handbook. John Wiley and Sons, Ltd. Harmaini, (2010), Pengantar Psikologi Lintas Budaya, UIN SUSKA Press. ------------, (2012), Gaya Pengasuhan Orang Tua : Dampak Negatif dan Harapan Anak, Makalah, Lemlit UMRI. Heman Elia, (2000), Peran Ayah Dalam Mendidik Anak, Veritas 1/1 (April 2000) 105-113. 85 Hidayati, F, Veronika S.K., Karyono, (2001), Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak, Jurnal Psikologi UNDIP, vol 9 no 1. Joyce L. Epstein, (2001) School, Family, and Community Partnerships. Kim, U., & Park, Y.S. (2006). The scientific foundation of indigenous and cultural psychology: The transactional approach. In U. Kim, K. S. Yang, & K. K. Hwang (Eds.), Indigenous and cultural psychology, understanding people in context (pp. 27-48). New York: Sringer. http://dx.doi.org/10.1007/ 0-387-28662-4 2. Koentjoroningrat, (1996), Antopologi, Pustaka Pelajar. Luhtfi, K. (2012), Seberapa Penting Perhatian Orang Tua, Makalah, Program Doktor UMY. Richard C. Halverson (2002), What G o d Expects from Fathers” dalam Parents & Children 102-104. Rook, K.S. (1987). Social Support versus companionship: Effects on life stress, loneliness, and evaluations by others. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 52, No. 6. 1132-1147. Simsek, Z., Erol, N., Östop, D., & Özcan, Ö. Ö. (2008). Epidemiology of emotional and behavioral problems in children and adolescents reared in orphanages: A national comparative study. Turkish Journal of Psychiatry, 19 (3), 2-13.