PENGEMBANGAN KECERDASAN
JAMAK PADA ANAK USIA DINI
Uswatun Hasanah
STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, Indonesia
Abstract: DEVELOPING MULTIPLE INTELLIGENCE IN EARLY CHILDHOOD.
This research focuses on multiple intelligence development in early childhood.
The purpose of this study were (1) to determine the definition of multiple
intelligences; (2) to determine the types of multiple intelligences; (3) to
implement learning activities focused on the development of intelligence
plural (multiple intelligences).This paper use a qualitative approach (library
research). It try to gain an understanding of the holistic about the problems
being faced by the reality (Sugiyono, 2010: 1). The method of this study appeared
as a paradigm shift in looking at reality or phenomena or symptoms.The type
rather than the multiple intelligences include, among others: (1) Intelligence
of logic or mathematics; (2) The language or linguistic intelligence; (3) visualspatial intelligence; (4) musical intelligence; (5) Physical intelligence; (6)
The naturalist intelligence; (7) intrapersonal intelligence; (8) Interpersonal
intelligence; (9) an existential intelligence.
Keywords: multiple intelligences, early childhood
A. Pendahuluan
Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan Posyandu (POSPAUD)
telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya dibina oleh
guru professional menjadi lembaga pengasuhan bahkan penitipan anak
yang menuntut seorang pengasuh bukan pendidik. Akibatnya guru-guru
di Lembaga PAUD didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga pengangguran,
khususnya Ibu RT dan Ibu RW serta ibu Dukuh yang tidak mempunyai
1
ThufuLA
Uswatun Hasanah
2
kompetensi sebagai pendidik professional. Fenomena ini berimplikasi
pada pendirian PAUD disetiap desa oleh ibu-ibu PKK dan gurunya adalah
pendirinya itu sendiri.
Pertumbuhan PAUD yang sekarang ini banyak dipelopori ibu-ibu
pengangguran, termasuk PKK, disamping memenuhi tuntutan wanita karier,
mengandung bahaya besar bagi masa depan anak bangsa karena mereka akan
diasuh oleh orang-orang yang tidak berkompeten sama sekali. Banyaknya
pendidik yang tidak memahami bahwa setiap anak itu unik. Pendidik harus
meyakini bahwa setiap anak itu cerdas dan tidak ada yang bodoh.Anak
memiliki kecerdasan yang berbeda, karena setiap anak itu memiliki multiple
intelligences.
Pendidikan yang berlangsung di sekolah selama ini masih
lebih menekankan pada pengembangan kecerdasan intelektual yang
mementingkan kemampuan logika matematika dan bahasa.Di sekolah, anakanak yang dikelompokkan sebagai anak cerdas ialah anak-anak yang pandai
dalam matematika dan bahasa.Hal tersebut terjadi karena pandangan yang
sempit tentang kecerdasan.Selama beberapa abad orang percaya bahwa
kecerdasan intelektual merupakan satu-satunya kecerdasan yang dapat
dikembangkan.Pandangan tentang kecerdasan tersebut sejak beberapa
dekade ini telah berubah.Kecerdasan tidak bersifat tunggal melainkan jamak
dan harus dikembangkan secara menyeluruh.Pengembangan kecerdasan
anak secara menyeluruh itu seyogianya diupayakan sejak usia dini. Pada
usia dini, yang merupakan usia keemasan (golden age) dalam kehidupan
manusia, seorang anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam
berbagai aspek kepribadiannya, secara fisik dan mental. Pada masa itu anak
memiliki banyak kemudahan dalam menerima berbagai stimulus yang akan
berpengaruh terhadap fungsi otaknya.
Setiap pendidik seyogyanya harus mau dan mampu mempelajari
siapa sebenarnya sosok peserta didik yang akan dididiknya. Kemudian
pendidik harus berusaha untuk mengembangkan potensi peserta didik
dengan cara yang tepat sehingga akhirnya akan menghasilkan bibit unggul
yang cemerlang dimasa mendatang. Kecerdasan sesungguhnya adalah
kemampuan memecahkan masalah dan kreativitas.Dua hal tersebut tidak
dapat diukur oleh instrument tes intelligence quotient, IQ semata.Kecerdasan
adalah suatu perilaku yang diulang-ulang, bersifat dinamis, dan berkembang
sesuai dengan pola serta kebiasaan.(Munif Chatib, 2012: 18).
Menurut Munif Chatib dalam buku Sekolah Anak-anak juara (2012: 2931) mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki aneka ragam kecerdasan
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
yang sangat berbeda, tentu dengan kemampuan belajar yang berbeda pula.
Diantaranya: (1) Pembelajar cepat (fast learner) dalam kesehariannya di
dunia sekolah disebut anak pintar. Sekali guru menerangkan pelajaran
dengan gayamengajar apapun, peserta didik tipe ini akan cepat menangkap
dan memahami pelajaran dengan mudah; (2) Pembelajar normal (normally
learner) sedikit lebih membutuhkan waktu untuk menguasai pelajaran.
Kecenderungan bagi siswa yang memiliki tipe ini adalah jika ingin baik
dalam penguasaan pelajaran, maka siswa tersebut harus sering mengulang
kembali pelajaran yang diperolehnya; (3) Pembelajar lambat (show learner)
merupakan ajang melatih kesabaran dan ketekunan bagi para guru. Segala
predikat yang baik-baik tentang guru ideal bersemayam pada mereka.
Biasanya guru dalam mendidik harus berkali-kali mengulang pelajaran
yang sama karena peserta didik memiliki tingkat konsentrasi yang rendah;
(4) Profesor kemanusiaan karena guru berhadapan dengan peserta didik
yang didiagnosis berkebutuhan khusus (special needs). Sekolah dan para
guru bertugas untuk membimbing mereka untuk memunculkan produk
edukasinya dan guru juga mengarahkannya agar peserta didik tersebut
dapat menemukan kondisi akhir terbaiknya.
Bagi seorang pendidik anak usia dini pemahaman mengenai teori
kecerdasan jamak itu penting, akan tetapi ada yang lebih penting lagi yaitu
bagaimana menerapkan teori tersebut dalam kegiatan belajar seharihari. Pembelajaran dengan kecerdasan jamak sangatlah penting untuk
mengutamakan perbedaan individual pada anak didik. Adapun implikasi
teori kecerdasan jamak dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah
bahwa pengajar perlu memperhatikan modalitas kecerdasan dengan cara
menggunakan berbagai strategi dan pendekatan sehingga anak akan dapat
belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing.
Oleh sebab itu, upaya kinerja pendidik dalam melakukan proses
pendidikan yang menekankan pada perbaikan aktivitas pembelajaran yang
terfokus pada pengembangan kecerdasan jamak (multiple intelligences)
sangat dibutuhkan. Hal demikian tersebut dalam rangka untuk
mengembangkan kesadaran baru dalam membangun hakikat kebhinekaan
dengan mengintegrasikan nilai-nilai pluralitas dalam penyelenggaraan
pendidikan.
B. Pembahasan
1. Definisi Multiple Intelligences dan Hakikat Kecerdasan
Kata Multiple Intelligences terbagi menjadi dua kata, yakni pertama
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
3
ThufuLA
Uswatun Hasanah
4
kata “Multiple” yang artinya Jamak atau banyak, sedangkan kata keduanya
“Intelligences’ yang memiliki arti kecerdasan. Adapun definisi kecerdasan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Surayin, 2010: 87) yaitu
kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman
pikiran).
Intelligence (kecerdasan) merupakan istilah yang sulit untuk
didefinisikan hingga menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda diantara
para ilmuwan. Definisi lain tentang kecerdasan mencakup kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan lingkungan saat
ini, kemampuan untuk mengevaluasi dan menilai, kemampuan untuk
memahami ide-ide yang kompleks, kemampuan untuk berpikir produktif,
kemampuan untuk belajar dengan cepat, belajar dari pengalaman, dan
bahkan kemampuan untuk memahami hubungan. (Yaumi, 2012: 9-10)
Gardner menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam
satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat.Ia memiliki pandangan
yang pluralistik mengenai pemikiran. Howard Gardner mengemukakan
bahwa titik tekan teori kecerdasan jamak adalah pada kemampuan untuk
menyelesaikan masalah dan menciptakan suatu produk atau karya. Secara
rinci, Gardner juga menyatakan bahwa kecerdasan merupakan:
a. Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau
menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya.
b. Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi
seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya.
c. Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang
melibatkan penggunaan pemahaman baru.
Bandler dan Grinder dalam DePotter (1993:39) mengemukakan bahwa
kecerdasan adalah ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat
dijadikan modalitas belajar, hampir semua orang cenderung pada salah
satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran,
pemrosesan dan komunikasi; sedangkan Markova meyakini bahwa individu
tidak hanya cenderung pada satu modalitas, akan tetapi mereka juga
memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang member mereka bakat
dan kekurangan alami tertentu. Adapun modalitas yang dimiliki oleh setiap
individu dapat dibagi menjadi 3 yaitu: modalitas auditorial, kinestetika dan
visual (Sujiono, 2009:176). Teori kecerdasan majemuk (KM) adalah validasi
tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. (Julia Jasmine,
2012: 11)
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Paradigma kecerdasan Howard Gardner dalam buku Sekolahnya Manusia
(Chatib, 70-77) mengemukakan bahwa:
(1) Kecerdasan tidak dibatasi tes formal. Kecerdasan seseorang tidak
mungkin dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam achievement
test (tes formal). Sebab setelah diteliti, ternyata kecerdasan seseorang itu
selalu berkembang (dinamis), tidak statis. Menurut Gardner, kecerdasan
dapat dilihat dari kebiasaan seseorang. Sumber kecerdasan seseorang
adalah kebiasaannya untuk membuat produk-produk baru yang
mempunyai nilai budaya (kreativitas) dan kebiasaannya menyelesaikan
masalah secara mandiri (problem solving).
(2) Kecerdasan itu multidimensi. Kecerdasan seseorang dapat dilihat
dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal (berbahasa) atau
kecerdasan logika. Gardner dengan cerdas memberikan label “multiple”
(jamak atau majemuk) pada luasnya makna kecerdasan. Howard
Gardner menggunakan istilah “multiple” sehingga memungkinkan
ranah kecerdasan tersebut terus berkembang. Dan hal demikian
terbukti bahwa ranah-ranah kecerdasan yang ditemukan Gardner terus
berkembang, mulai dari 6 kecerdasan (ketika pertama kali konsep itu
dimunculkan) hingga saat ini menjadi 9 kecerdasan.
(3) Kecerdasan, proses discovering ability. Multiple Intelligences
mempunyai metode discovering ability, yang artinya proses menemukan
kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti
memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan
tersebut harus ditemukan melalui pencarian kecerdasan. Apabila
yang ditemukan adalah kelemahan dalam satu jenis kecerdasan, maka
kelemahan tersebut harus dimasukkan ke laci dan dikunci rapat-rapat.
Adapun untuk menemukan kecerdasannya, seorang anak harus dibantu
oleh lingkungannya, misalnya orangtua, guru, sekolah.
2. Definisi Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan No. 20 (2003:7)
mendefinisikan pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dalam buku Helmawati yang berjudul Mengenaldan Memahami
PAUD (2015: 45) menjelaskan bahwa usiadini merupakan masa emas
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
5
Uswatun Hasanah
perkembangan. Pada masa itu terjadi lonjakan luar biasa pada perkembangan
anak yang tidak terjadi pada periode berikutnya.Para ahli menyebutnya
usia emas perkembangan (golden age). Adapun untuk melejitkan potensi
perkembangan tersebut, setiap anak membutuhkan asupan gizi yang
seimbang, perlindungan kesehatan, asuhan penuh kasih sayang, dan
rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan dan
kemampuan masing-masing anak.
ThufuLA
3. Modalitas Belajar dalam Kecerdasan Jamak
Modalitas belajar adalah cara informasi masuk ke dalam otak melalui
indra yang kita miliki. Pada saat informasi tersebut akan ditangkap oleh
indra, maka bagaimana informasi tersebut disampaikan (modalitas)
berpengaruh pada kecepatan otak menangkap informasi dan kekuatan otak
menyimpan informasi tersebut dalam ingatan atau memori. Terdapat tiga
macam modalitas belajar yaitu: visual; auditorial; kinestetik.
(1) Visual. Modalitas ini mengakses citra visual, warna, gambar, catatan,
tabel, diagram, grafik, peta pikiran dan hal-hal yang terkait.
(2) Auditorial. Modalitas auditorial ini mengakses segala jenis bunyi, suara,
music, nada, irama, cerita, dialog, dan pemahaman materi pelajaran
dengan menjawab atau mendengarkan cerita lagu, syair dan hal-hal
yang terkait.
(3) Kinestetik. Modalitas ini mengakses segala jenis gerak, aktivitas tubuh,
emosi, koordinasi, dan hal-hal lain yang terkait.
6
4. Jenis Kecerdasan Jamak
Adapun jenis kecerdasan jamak Menurut Howard Gardnerdalam buku
PendidikanKarakter(Pendidikan berbasis Agama & Budaya Bangsa(Anas
Salahudin & Irwanto Alkrienciehie, 2013: 277-279)yaitu:
a. Kecerdasan Logika atau Matematika (Math-Smart)
Menurut Munif Chatib dalam buku Sekolah Anak-anak Juara(2012:
86) mengemukakan bahwa kecerdasan logika atau matematika adalah
kemampuan dalam berhitung, mengukur dan mempertimbangkan
proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi angkaangka. Kecerdasan ini disebut juga Math-Smart, karena kecerdasan ini
berkaitan dengan logika, abstraksi, penalaran, angka, dan pemikiran
kritis. Anak yang memiliki kecerdasan ini akan memiliki kemampuan
analisis yang cukup kuat dan peta berpikir secara struktur, namun cara
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
berpikirnya cenderung kaku. Maka dalam hal ini, seorang guru jika
menghendaki peserta didiknya pandai dalam Math-Smart, diharuskan
selalu melatih dan mengasah peserta didik (anak) nya dengan cara
mengajak untuk bermain catur, puzzle, computer dan sempoa.
b. Kecerdasan Bahasa (Word-Smart)
Kecerdasan Linguistik atau Bahasa adalah Kemampuan berpikir dalam
bentuk kata-kata, menggunakan bahasa untuk mengekspresikan, dan
menghargai makna yang kompleks.Kecerdasan ini disebut juga Word–
Smart,karena sebagian dari mereka pandai mengomunikasikan secara
lisan apa yang ia alami atau yang dipelajari. Sebagian lainnya mereka
mahir dalam menulis. Anak yang memiliki kecerdasan iniakan mampu
mengelola kata-katanya. Guru hendaknya memberikan kesempatan pada
peserta didik untuk berbincang, bacakan cerita, mengajaknya berbicara,
bercerita dan menyanyikan lagu anak.
c. Kecerdasan Visual Spasial (Picture-Smart)
Muhammad Yaumi dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligences (2012:17) mengemukakan bahwa kecerdasan
visual spasial adalah cara pandang seseorang dalam proyeksi tertentudan
kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi. Kecerdasan ini
memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi imajinasi,
misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan melakukan
percobaan sederhana.Pada umumnya peserta didik anak usia dini itu
gemar menggambar, yang semakin hari semakin baik. Anak usia dini
mudah mengingat gambar yang ditangkap secara visual serta memiliki
imajinasi kuat.
Komponen inti dari kecerdasan visual spasial adalah kepekaan pada
garis, warna, bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola dan
hubungan antar unsur tersebut.Komponen lainnya adalah kemampuan
membayangkan, mempresentasikan ide secara visual dan spasial, dan
mengorientasikan secara tepat.Komponen inti dari kecerdasan visual
spasial benar-benar bertumpu pada ketajaman melihat dan ketelitian
pengamatan.Dalam hal ini, seorang guru sebaiknya membiasakan
peserta didik belajar mengamati gambar, video, foto, serta membuat
prakarya dengan merangkai lego atau membuat origami.
d. Kecerdasan Musik (Music-Smart)
Kecerdasan musik adalah kemampuan seseorang yang punya sensitivitas
pada pola titi nada, melodi, ritme, dan nada. Musik tidak hanya dipelajari
secara auditori, tapi juga melibatkan semua fungsi pancaindra. Selain
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
7
ThufuLA
Uswatun Hasanah
8
itu, kemampuan bernyanyi dan memainkan instrument musik ataupun
menciptakan musik disebut Music-Smart.Sebaiknya seorang guru
memberikan fasilitas dan mengajarkannya dalam bermain musik,
seperti pianika, suling atau alat musik lainnya, agar peserta didik mampu
memainkan alat musik dengan baik serta bernyanyi bersama dalam
berbagai ritme.
e. Kecerdasan Fisik/Kinestesis (Body-Smart)
Kecerdasan fisik adalah kemampuan belajar lewat tindakan dan
pengalaman melalui praktik langsung.Jenis kecerdasan ini lebih
senang berada di lingkungan tempat dia bisa memahami sesuatu
lewat pengalaman nyata.Kemampuan bergerak disekitar objek dan
keterampilan-keterampilan fisik yang halus dan kemampuan mengolah
tubuh ke dalam bentuk gerakan tertentu merupakan pola dasar
kecerdasan kinestesis.Seorang guru sebaiknya melatih peserta didik
untuk memaksimalkan dengan cara latihan senam, menari dan olahraga
permainan.
f. Kecerdasan Naturalis(Nature-Smart)
Jenis kecerdasan naturalis ini berkaitan erat hubungannya dengan
lingkungan, flora dan fauna, yang tidak hanya menyenangi alam
untuk dinikmati keindahannya.Akan tetapi, sekaligus juga memiliki
tingkat kepedulian yang tinggi untuk menjaga dan melestarikan alam
tersebut.Selain itu, jika peserta didik yang memiliki kecintaan yang
luar biasa terhadap alam dan lingkungan disebut Nature-Smart.Adapun
pembelajaran yang dilakukan oleh guru diantaranya yaitu menanam
benih hingga dipelihara saat menjadi tanaman, memelihara binatang,
berkebun serta pengamatan langsung terhadap alam semesta.
g. Kecerdasan Intrapersonal (Self-Smart)
Kecerdasan Intrapersonal adalah kemampuan membuat persepsi yang
akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam
itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang.Anak
belajar melalui perasaan, nilai-nilai dan sikap.Kemudian, ciri daripada
anak yang memiliki kecerdasan intrapersonal atau self-smart ini adalah ia
mampu mengendalikan dirinya sendiri. Kemudian anak tersebut banyak
berdialog dengan nilai-nilai yang ia terima, perasaan dan dirinya sendiri.
Kemampuannya kian terasah saat ia diajak bermain peran, motivasi serta
sharing tentang cita-cita serta pandangan hidup.
h. Kecerdasan Interpersonal (People-Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami dan
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
berinteraksi dengan oranglain secara efektif. Kecerdasan interpersonal
memungkinkan kita bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang
lain. Termasuk juga kemampuan membentuk, juga menjaga hubungan,
serta mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatu kelompok.
Selain itu, dapat diartikan pula bahwa kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan berinteraksi dengan orang lain atau biasa disebut dengan
people-smart. Pada umumnya anak akan mengenali mood, perasaan,
tempramen, dan motivasi serta kemampuan bekerja sama sebagai bagian
dari kelompok. Selain itu, ia mudah beradaptasi dengan kelompok atau
situasi baru.
i. Kecerdasan Eksistensial (Spiritual-Smart)
Menurut Munif Chatib dalam bukunya yang berjudul Orangtuanya
Manusia (2012: 89) mengemukakan bahwa kecerdasan eksistensial
adalah kemampuan merasakan dan menghayati berbagai pengalaman
ruhani atas pelajaran atau pemahaman sesuai keyakinan kepada
Tuhan. Biasanya, kecerdasan ini dimiliki oleh para ahli spiritual (sufi),
ruhaniawan (tokoh agama), atau filsuf.
Setiap anak memiliki kecerdasan dari sembilan kecerdasan majemuk.
Apabila guru, orangtua dan lingkungannya selalu memberikan stimulus
yang tepat, setiap kecerdasannya berpotensi memunculkan kemampuankemampuan yang dahsyat.Anak-anak memiliki variasi potensi kecerdasan
masing-masing.Ada yang hanya punya satu kecerdasan yang dominan,
sedangkan yang lainnya rendah.Ada yang memiliki dua, tiga, atau bahkan
semua kecerdasannya dominan.Namun menurut Howard Gardner, tidak
ada manusia bodoh, terutama jika diberikan stimulus pada lingkungan yang
tepat.
5. Perbedaan MIR dengan IQ
MIR atau Multiple Intelligences Research adalah instrument riset
yang dapat memberikan deskripsi tentang kecenderungan kecerdasan
seseorang. Dari analisis terhadap kecenderungan kecerdasan tersebut,
dapat disimpulkan gaya belajar terbaik seseorang. Gaya belajar disini
diartikan dengan cara dan pola bagaimana sebuah informasi dapat dengan
baik dan sukses diterima oleh otak seseorang. Guru sebaiknya memiliki data
tentang gaya belajar peserta didiknya masing-masing. Kemudian setiap guru
harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar peserta
didik yang telah diketahui dari hasil MIR. Yang selanjutnya terjadi adalah
quantum. Setiap guru akan masuk ke dunia peserta didik sehingga peserta
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
9
Uswatun Hasanah
ThufuLA
didik merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan resiko kegagalan dalam
proses belajar. Hal demikianlah yang menurut Bobbi DePorter disebut
Quantum Learning. Yang artinya gaya mengajar guru sama dengan gaya
belajar peserta didik.
MIR bukanlah alat tes seleksi masuk sekolah, melainkan sebuah riset
yang ditujukan kepada peserta didik dan orangtuanya untuk mengetahui
kecenderungan kecerdasan peserta didik yang paling menonjol dan
berpengaruh. Melalui MIR peserta didik dan guru dapat mengetahui banyak
hal, seperti grafik kecerdasan peserta didik, gaya belajar peserta didik
dengan peserta didik lainnya. Munif Chatib menjelaskan bahwa dari hasil
tes MIR, maka guru melakukan pemetaan kelas bukan berdasarkan nilai
kognitif, abjad, waktu, biaya. Namun, pemetaan kelas tersebut berdasarkan
gaya belajar peserta didik. (jurnal tarbawiyah, 218).
MIR dilakukan secara berkala terhadap seseorang dalam hubungannya
dengan proses belajar mengajar akan menjadi akseletor baginya untuk
menemukan kondisi terbaik. Seperti halnya dalam buku Munif Chatib yang
berjudul Sekolahnya Manusia (2012: 102-103) mengemukakan bahwa J.K.
Rowling seorang penulis novel fiksi Harry Potter yang menemukan kondisi
akhir terbaiknya pada usia 43 tahun. Namun, ada juga sebagian orang
yang berhasil menemukan kondisi akhir terbaiknya sejak dini, misalkan
di Negara Iran anak yang bernamaSayyid Muhammad Husein Thabathaba’i
yang ketika itu usianya 5 tahun, ia hafal Al-Qur’an beserta maknanya dengan
metode photocopy memory dan mendapatkan gelar doktor kehormatan dari
universitas inggris di usianya yang ke7 tahun. Sedangkan IQ atau Intelligence
Quotient adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.Dengan
demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan
seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan.Selain itu, IQ atau Intelligence Quotient merupakan istilah dari
pengelompokan kecerdasan manusia yang pertamakali diperkenalkan oleh
Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20.
10
6. Prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD
Menurut Suyadi dan Maulidya Ulfah (2015: 31-43) mengemukakan
bahwa salah satu pilar konsep dasar PAUD adalah prinsip-prinsip
pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini dikemukakan tiga belas prinsip
pelaksanaan pembelajaran PAUD.
a. Berorientasi Pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
kebutuhan anak. Menurut Maslow, kebutuhan manusia ada tujuh tingkat
yang tersusun secara hierarki, yakni: kebutuhan fisik, keamanan, kasih
sayang, harga diri, kognisi, estetika, dan aktualisasi diri. Namun bagi
anak-anak, kebutuhan tersebut hanya sampai pada tingkat tiga.Berikut
ini adalah skema kebutuhan anak menurut Maslow.
Aktualisasi Diri
Estetika(Simetri, Urutan dan Keindahan)
Kognisi(Mengetahui, Memahami, Menjelajah)
Harga diri (Kompromi, Mampu, disetujui)
Dimiliki dan Disayang(Berhubungan dengan orang lain, rasa diterima dan dimiliki)
Keamanan (Merasa aman, terlindung dan bebas dari bahaya)
Fisik (Lapar, Haus …..)
Gambar 2.1 Hierarki Maslow
Sumber: Direktorat PAUD Kemendikbud
b. Pembelajaran Anak Sesuai dengan Perkembangan Anak
Pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak, baik usia maupun kebutuhan individual anak.
Perkembangan anak mempunyai pola tertentu sesuai dengan garis
waktu perkembangan. Setiap anak berbeda perkembangannya dengan
anak yang lain, ada yang cepat ada yang lambat. Oleh sebab itu,
pembelajaran anak usia dini harus disesuaikan baik lingkup maupun
tingkat kesulitannya dengan kelompok usia anak.
c. Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Anak
Pembelajaran Anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan
hafalan (termasuk membaca menulis dan berhitung) atau biasa disebut
dengan calistung, akan tetapi pendidik mengembangkannya melalui
kecerdasan peserta didik. Adapun kunci kecerdasan anak adalah
kematangan emosi, bukan pada kemampuan kognisi karena serabut otak
kognisi pada anak belum terbentuk atau belum tumbuh dengan baik.
Oleh sebab itu, ukuran kecerdasan anak bukan dari pada kemampuan
kognitif berupa calistung, melainkan pada kematangan emosi.
d. Belajar Melalui Bermain
Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan untuk anak usia dini. Dengan menggunakan strategi, metode,
materi/bahan, dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
11
ThufuLA
Uswatun Hasanah
12
secara menyenangkan.Melalui bermain, anak diajak untuk bereksplorasi
atau penjajakan, menemukan, dan memanfaatkan benda-benda
disekitarnya.
e. Tahapan Pembelajaran Anak usia dini
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,
mulai dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang
kompleks, dari yang bergerak ke yang verbal, dan dari diri sendiri ke
lingkungan sosial. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik oleh peserta
didik, maka sebaiknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berulangulang, akan tetapi jangan sampai membosankan. Pada umumnya, anakanak mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang baru dan ketika ia
mampu melakukannya, ia cenderung akan mengulang-ulangnya.
f. Anak sebagai Pembelajar Aktif
Anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya dan guru hanya
sebagai fasilitator atau mengawasi dari jauh.Terlebih lagi ketika kegiatan
permainan. Dalam kegiatan belajar sambil bermain, hendaknya guru
tidak banyak campur tangan, karena dalam hal ini akan mengganggu
anak.
g. Interaksi Sosial Anak
Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan
belajar, begitu juga ketika anak berinteraksi dengan orang dewasa (guru,
orangtua). Inilah sebabnya, mengapa anak “tanpa belajar” bahasa, pada
usia 4-5 tahun ia telah mempunyai kosakata lebih dari 14.000 kata.
Kekayaan kosakata ini diperoleh anak-anak ketika berinteraksi dengan
orang dewasa, khususnya ibunya.Oleh karena itu, anak yang diasuh
oleh seorang ibu yang banyak bicara (cerewet) relative lebih cepat
perkembangan bahasanya dibandingkan anak yang diasuh oleh ibu
pendiam.
h. Lingkungan yang Kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memerhatikan keamanan serta kenyamanan
yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.Artinya,
lingkungan bermain anak harus bebas dari benda-benda tajam yang
dapat mengancam keselamatan anak, termasuk bahan mainan dan cat
pewarna mainan yang tidak menimbulkan iritasi pada tangan anak saat
digunakan bermain.
i. Merangsang Kreativitas dan Inovasi
Kegiatan pembelajaran di PAUD harus merangsang daya kreativitas
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
dengan tingkat inovasi tinggi.Dalam hal ini, permainan-permainan sains
dapat disajikan dalam berbagai kegiatan di PAUD.Inti dari permainan
Sains adalah merangsang hasrat rasa ingin tahu anak sehingga diperlukan
inovasi dalam membuat permainan baru.
j. Mengembangkan Kecakapan Hidup
Mengembangkan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui berbagai
proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri (mandiri), disiplin, mampu bersosialisasi, dan
memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan
hidupnya.
k. Memanfaatkan Potensi Lingkungan
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam
sekitar atau bahan-bahan yang disiapkan oleh pendidik/guru, termasuk
dalam hal ini adalah bahan-bahan untuk membuat permainan edukatif
sendiri.Bahan-bahan bekas yang berserakan di lingkungan sekitar
dapat dikelola secara kreatif kemudian diolah secara inovatif menjadi
permainan-permainan edukatif yang dapat memicu rasa ingin tahu anak.
l. Pembelajaran Sesuai dengan kondisi Sosial Budaya
Kegiatan pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan kondisi sosial
budaya dimana anak tersebut berada. Apa yang dipelajari anak adalah
persoalan nyata sesuai dengan kondisi dimana anak dilahirkan.
m. Stimulasi Secara Holistik
Kegiatan atau pembelajaran anak usia dini harus bersifat terpadu atau
holistic. Anak tidak boleh hanya dikembangkan kecerdasan tertentu
saja, seperti IPA, Matematika, bahasa, secara terpisah, tetapi terintegrasi
dalam satu kegiatan.Contohnya, melalui bermain air, anak dapat belajar
berhitung (matematika), mengenal sifat-sifat air (IPA), menggambar
air mancur (seni) dan fungsi air untuk kehidupan (IPS) dan seterusnya.
Dengan demikian, setiap permainan dapat mengembangkan seluruh
aspek kecerdasannya.
7. Strategi Pengembangan Kecerdasan Jamak
Menurut Yuliani Nurani Sujiono dalam buku yang berjudul
KonsepDasar Pendidikan Anak Usia Dini (2009: 185-194) menjelaskan cara
mengembangkan kecerdasan anak usia dini yaitu:
a. Kecerdasan Logika atau Matematika (Math-Smart)
Kecerdasan logika atau matematika adalah kecerdasan dalam
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
13
Uswatun Hasanah
ThufuLA
hal angka dan logika.Selain itu, materi program dalam kurikulum yang
dapat mengembangkan kecerdasan logika matematika diantaranya
yaitu; perhitungan, bilangan, beberapa pola, statistik, peluang, geometri,
pemecahan masalah, logika, game strategi dan atau petunjuk grafik.
Adapun srategi pengembangan yang dilakukan oleh pendidik terhadap
peserta didik anak usia dini diantaranya adalah:
1) Bermain puzzle (atau dapat juga dengan permainan lain seperti ular
tangga dan domino) permainan ini akan membantu anak dalam latihan
mengasah kemampuan memecahkan berbagai masalah menggunakan
logika.
2) Mengenal bentuk geometri (dapat dimulai dengan kegiatan sederhana
sejak anak masih bayi, misalnya dengan menggantung berbagai bentuk
geometri berbagai warna. Bagi anak yang lebih besar antara usia 2-3
tahun yang telah mahir berbicara, maka seorang pendidik mengajaknya
untuk mengelompokkan atau membandingkan bentuk antara oval,
trapesium, segiempat, dan lingkaran.
3) Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu (pengenalan
bilangan melalui nyanyian anak-anak atau dapat juga membuat sajak
berirama dan lagu tentang pengenalan bilangan dan konsep berhitung
yang telah dibuat dalam versi sendiri)
4) Games penuh strategi dan eksperimen (Untuk anak usia lahir-5 tahun.
Mengelompokkan benda (2-4 tahun), mengucapkan syair dan lagu
dengan mengenalkan bilangan (2-6 tahun), mengukur besar kaki (3-4
tahun), membaca buku bergambar pengenalan bilangan (3-5 tahun),
bermain kartu angka (4-6 tahun).
14
b. Kecerdasan Bahasa (Word-Smart)
Kecerdasan bahasa atau linguistic adalah kecerdasan dalam mengolah
kata, atau kemampuan menggunakan kata secara efektif baik secara lisan
maupun tertulis.Anak yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi,
meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat katakata yang diucapkannya. Kecerdasan ini memiliki empat keterampilan yaitu:
menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
Selain itu, materi program dalam kurikulum yang dapat
mengembangkan kecerdasan bahasa diantaranya yatu: abjad, ejaan, bunyi,
membaca, menulis, menyimak, berbicara atau berdiskusi dan menyampaikan
laporan secara lisan, bermain games, atau mengisi teka-teki silang.
Dibawah ini strategi pendidik dalam mengembangkan kecerdasan
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
bahasa, antara lain:
1) Mengajak anak berbicara
Sejak bayi, anak memiliki pendengaran yang cukup baik sehingga baik
sekali berkomunikasi dan menstimulasi anak dengan mengajaknya
berbicara. Meskipun bayi hanya mendengar dan melihat gerakan lidah,
tetapi ia memahami bahwa bunyi merupakan unsur penting dalambahasa,
dan kemudian pada usia enam bulan anak akan mengulangi suku-suku
kata yang didengarnya. Dengan terus-menerus mengajak anak berbicara
merupakan langkah awal melatih anak dalam berbicara.
2) Membacakan cerita
Membacakan cerita atau mendongeng juga dapat dilakukan sejak bayi.
Sejak bayi, anak sudah dapat dikenalkan pada buku.Bimbing anak
untuk membacakan isi ceritanya dengan berulang-ulang sebagai bekal
pemahamannya kelak dan membantu meningkatkan konsentrasinya.Bila
kebiasaan membaca sudah ditanamkan sejak dini, kelak membaca bukan
lagi sebagai salah satu alternative bermain, akan tetapi sudah merupakan
suatu kebutuhan.
3) Bermain huruf
Bermain dengan mengenalkan huruf-huruf abjad dapat dilakukan sejak
kecil, seperti bermain huruf-huruf sandpaper (amplas), anak belajar
mengenali huruf-huruf dengan cara melihat dan menyentuhnya. Jika
anak paham dengan penggunaan huruf pada kata, ajaklah ia bermain
tebak kata, seperti halnya menyebutkan benda yang bermula dengan
huruf “A” kemudian huruf “B” dan seterusnya.
4) Merangkai cerita
Anak-anak sebelum dapat membaca “tulisan’, ia gemar sekali membaca
“gambar”. Maka seorang pendidik sebaiknya memberikan anak
potongan-potongan gambar dan membiarkan anak mengungkapkan apa
yang ia pikirkan tentang gambar tersebut. Kemudian ajaklah anak untuk
menyusun gambar-gambar tersebut menjadi rangkaian cerita.Selain itu,
membiarkan anak bercerita tentang pengalamannya hari itu, juga dapat
merangsang anak mengembangkan keterampilan berbicara.
5) Berdiskusi atau bercakap-cakap
Semakin terampil anak mengemukakan perasaannya, maka semakin
tinggi kemampuannya dalam mengendalikan emosi.
6) Bermain peran
Pendidik sebaiknya mengajak anak untuk melakukan suatu adegan
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
15
Uswatun Hasanah
ThufuLA
seperti yang pernah anak alami, saat berkunjung ke dokter, misalnya.
Bermain peran ini membantu anak mencobakan berbagai peran sosial
yang diamatinya.Memantapkan peran sesuai dengan jenis kelaminnya,
melepaskan ketakutan atau kegembiraannya, mewujudkan khayalannya,
selain bekerjasama dan bergaul dengan anak-anak lainnya.
c. Kecerdasan Visual Spasial (Picture-Smart)
Kecerdasan visual spasial merupakan salah satu bagian dari
kecerdasan jamak yang berhubungan erat dengan kemampuan untuk
memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang, atau untuk
anak dimana dia berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk
memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban.
Adapun strategi seorang pendidik dalam mengembangkan kecerdasan
visual spasial pada anak usia dini antara lain:
1) Menggambar dan Melukis
Pada anak-anak, kegiatan menggambar dan melukis merupakan
kegemaran mereka dan tampaknya hal demikian yang paling sering
dilakukan.Seorang pendidik, sebaiknya menyiapkan alat-alat yang
diperlukan seperti kertas, pensil warna dan crayon. Guru sebaiknya
membiarkan anak untuk menggambar apa saja sesuai dengan apa yang ia
inginkan sesuai imajinasinya. Dalam hal ini, guru memberikan berbagai
gambar ilustrasi, kemudian membiarkan anak untuk melakukannya
dengan bebas.
2) Moncorat-coret
Untuk mampu menggambar, anak memulainya dengan tahapan mencoret
terlebih dahulu. Kegiatan mencoret pada umumnya dimulai sejak anak
usia 18 bulan lebih, dan kegiatan mencoret ini merupakan sarana anak
untuk mengekspresikan diri.
3) Membuat Prakarya
Kerajinan tangan yang paling banyak dilakukan oleh anak adalah dengan
menggunakan kertas.Dengan kerajinan tangan dapat membangun
kepercayaan diri anak.
16
d. Kecerdasan Musik (Music-Smart)
Kecerdasan musik adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk
musical, dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan
(kritikus musik), mengubah (composer), mengekspresikan (penyanyi).
Strategi yang dilakukan oleh pendidik pada anak usia dini dalam
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
1)
2)
3)
4)
mengembangkan kecerdasan musik, diantaranya yaitu:
Irama, lagu, rap, dan senandung
Guru meminta anak untuk menciptakan sendiri lagu-lagu rap, atau
senandung. Adapun cara melakukannya dengan cara merangkum,
menggabungkan, atau menerapkan makna dari yang mereka pelajari
kemudian melengkapinya dengan alat music atau perkusi.
Mencari lagu, lirik atau potongan lagu yang secara meyakinkan
merangkum poin kunci atau pesan utama pelajaran.
Musik supermemori. Guru memutarkan musik efektif sambil santai
mendengarkan pembahasan.
Musik Suasana. Guru menggunakan rekaman musik yang dapat
membangun suasana hati yang cocok untuk pelajaran.
e. Kecerdasan Fisik/Kinestesis (Body-Smart)
Kecerdasan fisik adalah suatu kecerdasan dimana saat menggunakannya
kita mampu melakukan gerakan-gerakan yang bagus, seperti halnya
berlari, menari. Selain itu, materi program dalam kurikulum yang dapat
mengembangkan kecerdasan fisik antara lain: aktivitas fisik, modeling,
dansa, menari, body languages, sport dan penampilan.
Adapun strategi pendidik dalam mengembangkan kecerdasan fisik
pada anak usia dini diantaranya yaitu:
1) Menari
Pada dasarnya anak-anak menyukai musik dan tari. Guru sebaiknya
mengajak peserta didik untuk menari bersama. Karena dalam menari
menuntut keseimbangan, keselarasan gerak tubuh, kekuatan dan
kelenturan otot.Tidak hanya tangan dan kaki, tubuhpun ikut bergerak.
2) Latihan fisik
Berbagai latihan fisik dapat membantu meningkatkan keterampilan
motorik anak.
3) Drama
Pada umumnya kegiatan drama sangat menyenangkan bagi anak.Karena
kegiatan ini menyerupai bermain peran, hanya saja dalam lingkup yang
lebih luas.
4) Berbagai olah gerak
Berbagai olah gerak juga dapat meningkatkan kecerdasan gerakan
tubuh anak, selain itu kesehatan dan pertumbuhan anak juga terangsang
karenanya. Olah gerak yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
17
Uswatun Hasanah
perkembangan motoriknya. Dalam hal ini seorang guru sebaiknya
mengajak anak untuk berenang, bermain bola kaki dan tangan, bulu
tangkis, ataupun senam fantasi dan senam bebas.
Kecerdasan Naturalis (Nature-Smart)
Dibawah ini merupakan strategi pendidik dalam mengembangkan
kecerdasan naturalis pada anak usia dini, diantaranya yaitu:
1) Guru memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengetahui
kemampuan yang ada pada dirinya.
2) Guru mengajak jalan-jalan ke alam terbuka atau disebut karya wisata ke
kebun binatang, karena disanalah siswa dapat belajar secara langsung
dan praktis, misalnya: mengamati alam dan makhluk hidup.
ThufuLA
f.
18
g. Kecerdasan Intrapersonal (Self-Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan diri kita untuk berpikir
secara reflektif, yaitu mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai
perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Dibawah ini strategi pendidik
dalam mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak usia dini,
antara lain:
1) Menciptakan citra diri positif
Guru dapat memberikan self image, citra diri yang baik pada anak,
yaitu dengan menampilkan sikap yang hangat namun tegas pada anak
sehingga ia tetap dapat memiliki sikap hormat pada guru. Selain itu juga
guru harus menyayangi dan peduli terhadap anak didiknya.
2) Menciptakan suasana yang mendukung pengembangan kemampuan
intrapersonal dan penghargaan diri anak.
Jika suasana sekolah tidak mendukung kemampuan intrapersonal dan
penghargaan diri seorang anak, atau malah merusak kemampuankemampuan seorang anak, maka yang terjadi adalah anak akan menolak
dan tidak menghargai kondisi akademis di sekolah, sehingga menimbulkan
suasana kompetensi yang tinggi, dan menimbulkan harapan negative
terhadap sekolahnya. Untuk itu sekolah perlu menghindari situasi seperti
ini, agar tidak menghambat kemampuan intrapersonal anak.
3) Menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi
Setiap anak tentu memiliki suasana hati yang dialaminya pada suatu
saat tertentu.Agar anak terbiasa dan mampu mencurahkan isi hatinya,
beri kegiatan semisal mengisi buku harian.Anak dapat menuangkan isi
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
4)
5)
6)
7)
hatinya dalam bentuk tulisan maupun gambar.
Bercakap-cakap tentang minat dan keadaan diri anak
Guru dapat menanyakan pada anak mengenai hal-hal apa saja yang ia
rasakan sebagai kelebihannya dan dapat ia banggakan, serta kegiatan apa
saja yang ia minati. Kemudian guru membantu anak untuk menemukan
kekurangan dirinya, misalnya sikap-sikap negatif yang sebaiknya ia
perbaiki.
Memberikan kesempatan menggambar diri sendiri dari sudut pandang
anak
Tidak jauh berbeda dengan kegiatan mengisi jurnal pribadi, kegiatan
menggambar diri sendiri sudut pandangnya, membuat anak seakan
“berkaca” dalam melihat siapa dirinya sesuai perasaannya, dan apa yang
ia lihat sendiri. Namun, orangtua perlu memberi bantuan berupa umpan
balik jika terdapat hal-hal yang tidak anak lihat dari dirinya.Kegiatan ini
bermanfaat untuk anak dalam kemampuannya melihat diri sendiri.
Membayangkan diri di masa datang
Pendidik melakukan perbincangan dengan anak semisal anak ingin
seperti orang dewasa. Dalam hal ini pendidik mengarahkan anak untuk
memiliki cita-cita yang akan ia raih di masa mendatang.
Mengajak berimajinasi jadi satu tokoh sebuah cerita.
Pendidik mengajak anak untuk berandai-andai menjadi tokoh yang ia
gemari melalui sebuah cerita.
h. Kecerdasan Interpersonal (People-Smart)
Dibawah ini merupakan strategi pendidik dalam mengembangkan
kecerdasan interpersonal pada anak usia dini, diantaranya yaitu:
1) Mengembangkan dukungan kelompok
2) Menetapkan aturan tingkah laku
Guru menetapkan aturan tingkah laku kepada anak mengenai akhlak
mahmudah dan akhlak madzmumah.
3) Memberikan kesempatan bertanggungjawab di rumah
Guru memberikan kesempatan bertanggungjawab pada anak di rumah
melalui pekerjaan rumah atau yang biasa disebut dengan PR.
4) Melakukan kegiatan sosial di lingkungan
Guru mengajak anak untuk melakukan kegiatan sosial berupa
memberikan uang di panti asuhan, atau mengajaknya untuk bekerja
bakti di lingkungannya.
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
19
Uswatun Hasanah
5) Menghargai perbedaan pendapat antara anak dengan teman sebaya
Jika melihat adanya perbedaan dari segi budaya atau yang lainnya,
maka ajarkan pada diri anak untuk menghargainya perbedaan tersebut
karena bahwa dengan adanya perbedaan itu membuat hidup lebih saling
melengkapi.
6) Menumbuhkan sikap ramah
Guru harus menumbuhkan sikap ramah pada anak dengan beragam cara,
yakni pertama, ajak si anak untuk bersalam sapa dengan orang lain semisal
dengan bersalaman atau dengan ucapan “Assalamu’alaikum”;kedua,
apabila si anak mendapatkan kebaikan dari orang lain, maka harus
dibiasakan untuk mengucapkan “terima kasih”, dan ketiga, apabila sang
anakmelakukan kesalahan pada orang lain, maka ajaklah si anak untuk
meminta maaf.
7) Melatih kesabaran dalam menunggu giliran berbicara dan mendengarkan
pembicaraan orang lain terlebih dahulu.
ThufuLA
i.
20
Kecerdasan Eksistensial (Spiritual-Smart)
Kecerdasan eksistensial atau spiritual adalah kecerdasan dalam
memandang makna atau hakikat kehidupan ini sesuai dengan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban menjalankan
perintahnya dan menjauhi semua larangannya.
Dibawah ini merupakan strategi pendidik dalam mengembangkan
kecerdasan eksistensial pada anak usia dini, diantaranya yaitu:
1) Membuat panggung beramal (charity event)
Charity event atau dalam hal ini diartikan sebagai panggung beramal
adalah salah satu bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang biasa dilakukan
oleh peserta didik di luar jam pelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk
membantu individu, golongan atau kelompok sosial masyarakat
tertentu yang sedang ditimpaa musibah atau sedang membutuhkan
bantuan.Dengan ikhlas beramal itu diharapkan dapat mengatasi segala
masalah yang dihadapi oleh orang tersebut.Dalam peaksanaannya di
PAUD biasanya guru bersama peserta didik melakukan aktivitas untuk
membuat kotak amal, tabungan amal, kantin kejujuran (tidak ada yang
jaga, disiapkan kotak keuangan, dan ditulis harga pada setiap barang).
2) Berjalan-jalan sambil berpikir (thinking walks)
Thinking walks atau dalam hal ini diartikan berjalan-jalan sambil berpikir.
Dalam hal ini guru bersama peserta didik melakukan aktivitasstudy tour.
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
8. Mengembangkan Potensi Peserta Didik Menjadi Manusia
Berkarakter
Anas Salahudin & Irwanto Alkrienciehie (2013:277) dalam
bukuPendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa)
mengemukakan bahwa untukmembangun kepribadian bukanlah pekerjaan
mudah, melainkan membutuhkan situasi psikologis dan sugesti yang
kondusif bagi internalisasi nilai. Adapun infrastruktur psikologis yang harus
disediakan bagi pembentukan insan yang berkepribadian antara lain:
a. Pengetahuan tentang nilai;
b. Lingkungan yang kondusif;
c. Adanya tokoh idola;
d. Adanya pembiasaan-pembiasaan;
e. Pembiasaan tingkah laku sopan;
f. Pembiasaan hidup bersih dan tertib;
g. Pembiasaan kejujuran dan sikap disiplin.
Melalui pembiasaan seperti inilah, seseorang akan mudah
mempraktikkan dalam kehidupan sosialnya sehari-hari. Setiap sekolah
idealnya dapat mengembangkan potensi kecerdasan masing-masing
anak.Paradigma kecerdasan dan keberhasilan anak hanya dinilai dari IQ,
nilai, sedangkan dalam konsep multiple intelligences ini, Howard Gardner
mengemukakan bahwa setiap siswa itu cerdas. Dan kecerdasan tersebut
bukan hanya satu, akan tetapi jamak.
Peran orangtua dan pendidik pada dasarnya mengarahkan anak-anak
sebagai generasi unggul, karena potensi anak tidak akan tumbuh dengan
sendirinya tanpa bantuan orangtua dan pendidik.
C. Simpulan
Setiap anak manusia dilahirkan dengan membawa sejumlah potensi
yang diwariskan dari generasi sebelumnya.Potensi bawaan merupakan
faktor keturunan, sebenarnya merupakan suatu kemampuan awal yang
dimiliki oleh setiap individu yang baru dilahirkan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.Agar dapat berkembang secara optimal, potensi bawaan
perlu ditumbuhkembangkan melalui berbagai stimulasi dan upaya-upaya
dari lingkungan.Potensi bawaan seorang anak tidak saja berisi kemampuan
yang berhubungan dengan fisik (postur tubuh dan pertumbuhan organorgan fisik), tetapi juga berhubungan dengan psikis.
Kemampuan yang dimiliki setiap individu secara biologis dan genetis
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016
21
ThufuLA
Uswatun Hasanah
22
tidaklah sama, bahkan yang dilahirkan kembar sekalipun. Perbedaan
perkembangan ini akan semakin jelas apabila mereka hidup dalam
lingkungan yang berbeda pula. Perbedaan perkembangan fisik dan psikis
yang diwariskan secara genetika akan bertambah besar dengan adanya
pengaruh lingkungan.Howard Gardner dalam bukunya Frames of Mind(1993:
3-5) mengemukakan bahwa ada banyak cara belajar dan anak-anak dapat
menggunakan intelligensinya yang berbeda untuk mempelajari sebuah
ketrampilan atau konsep.Setiap sekolah idealnya dapat mengembangkan
potensi kecerdasan masing-masing anak.Paradigma kecerdasan dan
keberhasilan anak hanya dinilai dari IQ, nilai, sedangkan dalam konsep
multiple intelligences ini, Howard Gardner mengemukakan bahwa setiap
siswa itu cerdas. Dan kecerdasan tersebut bukan hanya satu, akan tetapi
jamak.
Adapun jenis daripada kecerdasan majemuk diantaranya meliputi:
(1)Kecerdasan logika atau matematika adalah kecerdasan dalam hal angka
dan logika; (2)Kecerdasan Bahasa atau linguistic adalah kecerdasan dalam
mengolah kata, atau kemampuan menggunakan kata secara efektif baik
secara lisan maupun tertulis; (3)Kecerdasan visual spasial merupakan
salah satu bagian dari kecerdasan jamak yang berhubungan erat dengan
kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang,
atau untuk anak dimana dia berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar
untuk memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban; (4)Kecerdasan
musik adalah kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara
mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikusmusik), mengubah
(composer), mengekspresikan (penyanyi); (5) Kecerdasan fisik adalah
suatu kecerdasan dimana saat menggunakannya kita mampu melakukan
gerakan-gerakan yang bagus, seperti halnya berlari, menari; (6) Kecerdasan
naturalis yaitu keahlian mengenali dan mengategorikan spesies (flora dan
fauna) di lingkungan sekitar, mengenali eksistensi suatu spesies, memetakan
hubungan antara beberapa spesies; (7)Kecerdasan intrapersonal adalah
kemampuan diri kita untuk berpikir secara reflektif, yaitu mengacu kepada
kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri;
(8)Kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat berkomunikasi dengan
orang lain. Hal ini mengacu pada keterampilan manusia, yaitu dapat dengan
mudah membaca, bekomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain; (9)
Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan merasakan dan menghayati
berbagai pengalaman ruhani atas pelajaran atau pemahaman sesuai
keyakinan kepada Tuhan.
Pengembangan Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif. 2012. Gurunya Manusia. Bandung: Kaifa.
___________. 2012. Orangtuanya Manusia. Bandung: Kaifa.
___________. 2012. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences
di Indonesia. Bandung: Kaifa.
Hasanah, Uswatun. 2015. Konsep Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
dalam Perspektif Munif Chatib. Jurnal Tarbawiyah. Vol.12, No.2: 218.
Helmawati. 2015.Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Jasmine, Julia. 2012.Metode Mengajar Multiple Intelligences, Bandung: PT.
Nuansa Cendekia.
Salahudin, Anas & Irwanto Alkrienciehie. 2013.Pendidikan Karakter
(Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa). Bandung: Pustaka
Setia.
Sugiyono. 2010.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. KonsepDasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: PT. Indeks.
Suyadi & Maulidya Ulfah. 2015.Konsep Dasar PAUD. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia No: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi.
Yaumi, Muhammad. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences,
Jakarta: PT. Dian Rakyat.
23
Vol. 4 | No. 1 | Juli-Desember 2016