[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

SILOGISME

SILOGISME SILOGISME KATEGORIK Pengertian Aristoteles membatasi silogisme sebagai: argumen yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai dasar kita mengambil kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan independen. Bukan sembarang hubungan independen, melainkan mempunyai term persamaan. Dua permasalahan dapat kita tarik daripadanya konklusi manakala mempunyai term yang menghubungkan keduanya. Term ini adalah mata rantai yang memungkinkan kita mengambil sintesis dari permasalahan yang ada. Tanpa term persamaan itu maka konklusi tidak dapat kita tarik. Di samping itu, untuk dapat melahirkan konklusi harus ada pangkalan umum tempat kita berpijak. Pangkalan umum ini kita hubungkan dengan permasalahan yang lebih khusus melalui term yang ada pada keduanya, maka lahirlah konklusi. Ketentuan ini berlaku tidak saja bagi silogisme kategori, tetapi juga bagi bentuk silogisme yang lain. Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategori. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal. Sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya haru particular atau singular, tetapi bisa juga proposisi universal, tetapi ia diletakkan di bawah aturan pangkalan umumnya. Pangkalan khusus bisa menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya, tetapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya. Dengan demikian satu pangkalan umum dan satu pangkalan khusus dapat dihubungkan dengan berbagai cara, tetapi hubungan itu harus diperhatikan kualitas dan kuatintasnya agar kita dapat mengambil konklusi yang valid. Sekarang kita praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan kesimpulan yang absah : Semua manusia akan mati Plato adalah manusia Plato akan mati “Semua manusia akan mati” adalah premis mayor, “Plato adalah manusia” adalah premis minor, Dan “Plato akan mati” adalah konklusi, Sedangkan “manusia” adalah term penengah Hukum Silogisme Kategorik Agar dapat kesimpulan yag benar, kita harus memperhatikan patokan-paatokan silogisme. Patokan-patoka itu adalah: Apabila dalam satu premis particular, kesimpulan harus particular juga. Contoh : Semua yang halal dimakan menyehatkan Sebagian makanan tidak menyehatkan, jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan (kesimpulan tidak boleh: semua makanan tidak halal dimakan) Apabila salah satu premis negative, kesimpulan harus negative juga, seperti contoh : Semua korupsi tidak disenangi Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi Sebagian pejabat tidak disenangi (kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi) Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan Beberapa orang kaya kikir Beberapa pedagang adalah kaya, jadi Beberapa pedagang adalah kikir Kesimpulan yang diturunkan dari premis particular tidak pernah memberikan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kemungkinan beberapa pedagang adalah kikir adalah tidak sah. Dari dua premis yang sama-sama negative, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak adamata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negative adalah tidak sah. Kerbau bukan bunga mawar Kucing bukan bunga mawar …..(tidak ada kesimpulan) Paling tidak salah satu dari term penengah harus tertebar (mencakup). Dari dua pemis yang term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah seperti: Semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Jadi: binatang ini adalah ikan (padahal bisa juga binatang melata) Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak kesimpulan menjadi salah seperti: Kerbau adalah binatang. Kambing bukan kerbau. Jadi: kambing bukan binatang (binatang pada konklusi merupakan term negative, sedangkan pada premis adalah positif) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis, mayor, maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan menjadi lain, seperti: Bulan itu bersinar di langit. Januari adalah bulan. Jadi: januari bersinar di langit. (bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi) Silogisme harus terdiri dari 3 term, yaitu term subyek, term predikat, dan term middle. Apabila terdiri dari sebuah tema tidak bisa diturunkan konklusi, begitu pula bila terdiri dari 2 atau lebih dari 3 term. Absah dan Benar Absah (valid) berkasitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan patokan diatas dan tidak valid apabila sebaliknya. Benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, apakah ia didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak. Bila sesuai dengan fakta proposisi itu benar, bila tidak ia salah. Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, untuk mendapatkan konklusi yang sah dan benar. Variasi-variasinya adalah sebagai berikut: Prosedur valid, premis salah dan konklusi benar Semua yang baik itu haram (salah) Semua yang memabukkan itu baik (salah) Jadi, semua yang memabukkan itu haram (benar) Prosedur invalid (tidak sah) premis benar konklusi salah. Plato adalah filosof Aristoteles bukan plato Jadi, aristotele bukan filosof Prosedur invalid, premis salah konklusi benar Sebagian politikus adalah tetumbuhan (salah) Sebagian manusia adalah tetumbuhan (salah) Jadi, sebagian manusia adalah politikus (benar) Prosedur valid premis salah dan konklusi salah Semua yang keras tidakberguna (salah) Adonan roti adalah keras (salah) Jadi, adonan roti tidak berguna (salah) Konklusi silogisme hanya bernilai manakala diturunkan dari premis yang benar dan prosedur yang valid. Konklusi yang meskipun benar tetapi diturunkan melalui prosedur yang invalid dan premis yang salah tidak bernilai, karena dalam silogisme kita tidak menghadirkan kebenaran baru, tetapi kebenaran yang sudah terkandung pada premis-premisnya. Suatu silogisme akan menurunkan konklusi yang dijamin kebenarannya, manakala premis-premisnya benar dan prosedur penyimpulannya valid. Bentuk-bentuk Silogisme Bentuk silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah = middle term) dalam premis. Ada empat macam bentuk silogisme, yaitu : Figur I : Medium menjadi subyek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada premis minor. Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya. Mencuri adalah dilarang Tuhan. Jadi: Mencuri adalah mengandung bahaya. Figur II : Medium menjadi predikat baik pada premis mayor maupun premis minor. Semua tumbuhancmembutuhkan air. Tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan Jadi: Tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan. Figur III : Medium menjadi subyek baik pada premis mayor maupun premis minor. Semua politikus dalah pandai bicara. Beberapa politikus adalah sarjana. Jadi: Sebagian sarjana adalah pandai bicara. Figur IV : Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subyek pada predikat minor. Semua pendidik adalah manusia. Semua manusia akan mati. Jadi: Sebagian yang akan mati adalah pendidik. Silogisme Bukan Bentuk Baku Semua contoh silogisme kategorik yang telah kita bicarakan adalah silogisme bentuk standar, yakni silogisme yang terdiri dari tiga proposisi, tiga term, dan konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya. Akan tetapi, bentuk standar ini dalm pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan dalam bentuk standar dapat terjadi karena : Tidak Menentunya Letak Konklusi Dalam bentuk baku, konklusi selalu disebut paling akhir tapi kita sering mendengar ungkapan serupa: Hanako pasti rajin karena ia adalah teknisi Jepang dan semua teknisi Jepang adalah rajin. Semua profesor adalah cerdas, maka Hasan tentu cerdas karena ia adalah seorang professor. Pada contoh pertama konklusi disebut paling awal sedangkan pada contoh kedua pada pertengahan. Contoh tersebut bila kita kembalikan pada bentuk standar adalah sebagai berikut: Semua teknisi Jepang adalah rajin. Hanako adalah teknisi Jepang. Jadi: Hanako adalah cerdas. Semua profesor adalah cerdas. Hasan adalah profesor. Jadi: Hasan adalah cerdas. Sekarang marilah kita analisis bentuk silogisme serupa dari argument berikut: Oleh karena setiap mahasiswa IAI N mengerjakan shalat ia tentu mahasiswa IAIN karena ia mengerjakan shalat. Langkah pertama dalam menganalisis argument serupa adalah menentukan konklusinya. Proposisi yang berfungsi sebagai konklusi biasanya ditandai kata: maka, jadi, tentu, karena itu, oleh karena itu, oleh karena itu maka, dan sebagainya. Bila indikator-indikator itu tidak ada maka penentuannya berdasarkan kecerdasan kita. Setelah kita temukan konklusinya maka proposisi yang tersisa pasti adalah premis-premisnya. Premis biasanya ditandai dengan ‘karena’, atau ‘oleh karena’ tetapi tidak pernah dengan ‘itu’, sebab ‘oleh karena itu’ adalah indicator konklusi. Sekarang kita tinggal menentukan mana premis mayor dan mana premis minor. Ini tidak sukar karena premis yang termnya menjadi subyek pada konklusi tentulah premis minor sedangkan premis yang termnya menjadi predikat tentulah premis mayor. Dengan langkah serupa maka silogisme di atas dapat kita kembalikan pada bentuk standar menjadi: Setiap mahasiswa IAIN mengerjakan shalat. Ia mengerjakan shalat. Jadi: ia adalah mahasiswa IAIN. Bila kita perhatikan, argument tersebut tidak benar, karena kedua mediumnya tidak tertebar, jadi melanggar patokan. Dalam kenyataan argument tersebut segera kita ketahui kesalahannya karena ternyata banyak orang mengerjakan shalat toh ia bukan mahasiswa IAIN. Seolah-olah Terdiri Lebih dari Tiga Term Pada silogisme bentuk standar kita ketahui bahwa ia hanya terdiri dari tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah. Apabila terdiri lebih dari tiga term maka akan melahirkan kesimpulan yang salah. Tetapi dalam kenyataan kita sering menjumpai bentuk silogosme yang memiliki lebih dari tiga term. Bentuk ini akan melahirkan konklusi yang sah dengan syarat: Apabila dua term diantaranya mempunyai pengertian yang sama, seperti: Semua mahasiswa adalah tidak kekal. Sokrates adalah manusia. Jadi: Sokrates adalah fana. Di sini antara ‘tidak kekal’ dan ‘fana’; mempunyai pengertian yang sama, maka argument tersebut sah. Argumen itu dapat pula dinyatakan: Semua manusia adalah tidak kekal. Sokrates adalah manusia. Jadi: Sokrates pada suatu hari akan mati. Apabila term tambahan hanya merupakan pembuktian atau penegasan dari proposisinya, seperti: Semua pahlawan adalah agung karena ia mau berkorban untuk kepentingan umum. Diponegoro adalah pahlawan. Jadi: Diponegoro adalah agung. Proporsisinya Kurag dari Tiga Dalam ungkapan sehari-hari, jarang sekali digunakan silogisme yang disebut keseluruhan proposisinya. Orang sering benar tidak menyatakan salah satu proposisisnya, adakalnya premis mayor, adakalanya premis minor, dan adakalanya konklusi. Silogisme kategorik yang tidak dinyatakan salah satu proposisinya disebut: Entimem. Ada tiga macam bentuk entimem, yaitu: Entimem premis mayor tidak dinyatakan, seperti: Ini salah, jadi harus diperbaiki. Bila dikembalikan dalam bentuk standar menjadi: Semua yang salah harus diperbaiki. Ini salah, jadi: Ini harus diperbaiki. Entimem premis minor tidak dinyatakan, seperti: Ia berhak bersuara, karena semua anggota MPR berhak bersuara. Bila kita kembalikan dalam bentuk standar menjadi: Semua anggota MPR berhak bersuara. Ia anggota MPR, jadi: Ia berhak bersuara. Entimem karena konklusi tidak dinyatakan, seperti: Semua profesor lua s pengetahuannya dan ia seorang profesor. Bila kita kemblikan dalam bentuk standar, menjadi: Semua profesor luas pengetahuannya. Ia adalah seorang profesor, jadi: Ia luas pengetahuannya. Kita temukan dulu konklusinya, yaitu pernyataan ‘Sebagian makhluk yang galak adalah taat’. Term ‘Makhluk yanh galak ’ sebagai subyek dari konklusi tidak terdapat pada premis, jadi dapat diketahui bahwa yang disembunyikan di sini adalah premis minor. Proposisi ‘Semua anjing adalah taat’ tent premis mayor. Term ‘taat’ padapremis mayor menjadi predikat pada konklusi, jadi tentu bukan bagian dari premis minor. Denga melihat term subyek pada konklusi dan subyek pada premis mayor, maka dapat kita temukan bunyi proposisi premis minornya, yakni: ‘Sebagian anjing adalah makhluk yang galak’. Jadi dalam bentuk standar, argument menjadi: Semua anjing adalah taat. Sebagian anjing adalah makhluk yang galak, jadi: Sebagian makhluk yang galak adalah taat. Memperhatikan patokan silogisme ternyata argument tersebut sah. Proposisinya Lebih dari Tiga Sering terjadi suatu persoalan tidak dapat diselesaikan dengan pertolongan satu silogisme. Premis-premisnya ada kemungkinan membutuhkan beberapa argumen untuk mendukungnya. Hal ini menyebabkan terjadinya serangkaian silogisme yang bertalian erat satu sama lain. Argument yang terdiri dari serangkaian silogisme kategorik disebut Sorite. Pada sorite, konklusi silogisme pertama menjadi premis pada silogisme selanjutnya, contoh : Semua perempuan berambut pirang adalah wanita cantik. Sebagian guru adalah perempuan berambut pirang. Jadi: Sebagian guru adalah wanita cantik. Semua guru adalah manusia terdidik. Jadi sebagian manusia terdidik adalah wanita cantik. Dalam pembicaraan sehari-hari jarang sekali sorite diungkapkan seluruh proporsisinya seperti di atas. Ada kecenderungan memadatkan sorite itu dengan tidak menyebut salah satu atau beberapa proporsisinya. Contoh di atas sering hanya dinyatakan seperti berikut: Semua perempuan yang berambut pirang adalah wanita cantik. Sebagian guru adalah perempuan berambut pirang. Semua guru adalah manusia terdidik. Jadi sebagian manusia terdidik adalah wanita cantik. Kadang sorite tidak hanya tersusun dari dua silogisme kategorik, tetapi lebih, seperti: Ini kayu. Tiap kayu adalah tetumbuhan. Jadi ini adalah tetumbuhan. Tiap tetumbuhan bertumbuh. Jadi ini bertumbuh. Setiap yang bertumbuh membutuhkan makanan. Jadi ini membutuhkan makanan. Semua yang membutuhkan makanan adalah tidak abadi. Jadi ini tidak abadi. Dalam pembicaraan sehari-hari silogisme ini hanya diucapkan sebagai berikut: Ini kayu. Setiap kayu adalah tetumbuhan. Setiap yang bertumbuh membutuhkan makanan. Setiap yang membutuhkan makanan adalah tidaka abadi. Jadi ini tidak abadi. Dengan memperhatikan contoh sorite di atas ternyata, konklusi silogisme pertama menjadi premis pada silogisme selanjutnya, dan konklusi silogisme kedua juga menjadi premis pada silogisme ketiga, demikian selanjutnya. Pada sorite yang tidak dinyatakan beberapa proposisinya, ternyata, predikat pada proposisi pertama selalu menjadi subyek proposisi selanjutnya. Kesimpulannya, subyek proposisi pertama dihubungkan dengan predikat proposisi terakhir. Pada sorite jenis ini, predikat proposisi yang lebih awal harus dituliskankeseluruhan termnya, tidak boleh dipotong. Apabila term prdikat ada kata tidak disebut dalam propoisi selanjutnya akan mengakibatkan kekelirusn, seperti: Hasan memukul Budi. Budi memukul Marno, jadi: Hasan memukul Marno. Predikat pada proposisi pertama adalah ‘memukul Budi’ tetapi dalam proposisi selanjutnya dituliskan ‘Budi’ saja. SILOGISME HIPOTETIK Pengertian Silogisme hipotetik adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau menginkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya. Sebenarnya silogisme hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu mengandung pterm subyek pada konklusi. Oada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuennya tergantung oleh bagian yang diakui atau dipungkiri oleh premis minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog, Karena premis pertama mengandung permasalahan yang lebih umum, maka kita sebut premis mayor, bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan istilah premis minor, bukan karena ia mengandung pterm minor, tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus. Ada 4(empat) macam tipe silogisme hipotetik: Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti: Jika hujan, saya naik becak. Sekarang hujan. Jadi saya naik becak. Silogisme hipotetik yang mengakui premis minornya bagian konsekuennya, seperrti: Bila hujan, bumi akan basah. Sekarang bumi telah basah. Jadi hujan telah turun. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti: Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksankan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti: Bila mahasiswa turun ke jalan, pihak penguasa akan gelisah. Pihak peenguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun ke jalan. Hukum-hukum Silogisme Hipotetik. Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini adalah menentukan ‘kebenaran konklusinya’ bila premis-premisnya pernyataan benar. Bila antecedent kita lambangkan denga Adan konsekuen dengan B, jadwal hokum silogisme hipotetik adalah: Bila A terlaksana maka B terlaksana. Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana (tidak sah = salah). Bila B tidak terlaksana maka A terlaksana. (tidak sah = salah) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana. Kebenaran hokum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan sebagai berikut: Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung tinggi. Nah, peperangan terjadi. Jadi harga bahan makanan melambung tinggi. Di sini diakui bahwa bila pecah perang, harga bahan makanan membumbung tinggi, merupakan suatu hubungan kausalitas yang diakui kebenarannya. Bila peperangan betul terjadi, berarti antcedeent terlaksana, maka konsekuennya juga akan terlaksana. Ini sesuai dengan patokan pertama, sehingga ksimpulan ‘Harga bahan makanan membumbung tinggi adalah benar’. Sekarang bagaimana bila peperangan tidak terjadi? Apakah berarti harga bahan makanan tidak membumbumng tinggi? Membumbungnya harga bahan makanan tidak hanya terlaksana bila peperangan terjadi, tetapi biusa oleh sebab lain, misalnya karena permintaan naiksedangkan kuantitas barang tidak bertambah atau bila kuantitas barang berkurang meskipun permintaan tidak naik. Jadi pecahnya peperangan hanya merupakan salah satu sebab naiknya harga bahan makanan. Bila perang tidak terjadi, harga barang bisa jadi naik oleh sebab lain yang mendahuluinya. Dalam hal ini berlaku kemungkinan kedua. Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung tinggi. Nah, peperangan tidak terjadi, jadi: Harga bahan makanan tidak membumbung tinggi. (tidak sah = salah). Sekarang, bila harga bahan makanan membumbung tinggi, apakah peperangan pasti terjadi? Membumbungnya harga bahan makanan tidak hanya disebabkan oleh terjadinya peperangan. Karena harga bahan makanan naik tidak harus disebabkan terjadinya peperangan, tetapi mungkin oleh sebab lain. Di sini berlaku kemungkinan ketiga, Bila terjadi peperangan harga bahan makanan tidak membumbung tinggi. Nah, sekarang harga bahan makanan membumbung tinggi, jadi: Peperangan terjadi. (tidak sah = salah) Sekarang bagaimana jika harga bahan makanan tidak membumbung tinggi? Bila harga bahan makanan tidak membumbung tinggi berarti tidak ada sebab yang mendahuluinya, termasuk peperangan yang menjadi salah satu sebabnya. Di sini terjadi kemungkinan keempat. Bila peperangan terjadi harga bahan makananmembumbung tinggi. Nah, harga bahan makanan tidak membumbung tinggi, jadi: Peperangan tidak terjadi. SILOGISME DISYUNGTIF Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtifsedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau mengingkari salah satu alternative yang disebut oleh premis mayor. Seperti halnya silogisme hipotetik, istilah premis mayor dan premis minor disini adalah secara analog, bukan penggunaan semestinya. Silogisme ini ada ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternative kontradiktif, seperti: Ia lulus atau tidak lulus. Ternyata ia lulus, jadi Ia bukan tidak lulus. Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayornya mempunyai alternative bukan kontradiktif, seperti: Hasan di rumah atau di pasar. Ternyata tidak di rumah. Jadi di pasar. Silogisme dalam arti sempit maupun dalam arti luascmempunyai dua tipe yaitu: Premis minornya mengingkari salah satu alternative, konklusinya adalah mengakui alternative yang lain, seperti: Ia berada di luar atau di dalam. Ternyata tidak di luar. Jadi dia berada di dalam. Ia berada di luar atau di dalam. Ternyata dia tidak di dalam. Jadi dia berada di luar. Premis minor mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah mengingkari alternative yang lain, seperti: Budi di masjid atau di sekolah. Ia berada di masjid. Jadi ia tidak berada di sekolah. Budi di masjid atau di sekolah. Ia berada di sekolah. Jadi ia tidak berada di masjid. Hukum-hukum Silogisme Disyungtif. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid, seperti: Hasan berbaju putih atau tidak putih. Ternyata berbaju putih. Jadi ia bukan tidak berbaju putih. Hasan berbaju putih atu tidak berbaju putih. Ternyata tidak berbaju putih. Jadi ia berbaju non-putih. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah sebagai berikut: Bila premis minor mengakui salah satu alternative, maka konklusinya sah (benar), seperti: Budi menjadi guru atau pelaut. Ia adalah guru. Jadi bukan pelaut. Budi menjadi guru atau pelaut. Ia adalah pelaut. Jadi bukan guru. Bila premis minor mengingkari salah satu alternative, konklusinya tidak sah (salah), seperti: Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya. Ternyata tidak lari ke Yogya. Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain). Budi menjadi guru atau pelaut. Ternyata ia bukan pelaut. Jadi ia guru (Bisa jadi ia seorang pedagang). DILEMA Pengertian Dilema adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disyungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disyungtif. Konklusinya, berupa proposisi disyungtif, tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam dilema, terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan. Dalam debat, dilemma digunakan sebagai alat pemojok, sehingga alternative apa pun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak menyenangkan. Suatu contoh klasik tentang dilemma adalah ucapan seorang ibu Athene yang membujuk anaknya agar tidak terjun dalam dunia politik, sebagai berikut: Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu. Jika engkau berbuat tidak adil dewa-dewa akan membencimu. Sedangkan kau harus bersikap adil atau tidak adil. Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci. Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi menggiatkan belajar tidak berguna. Sedangkan bila mahasiswa malas belajar motivasi itu membuhkan hasil. Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa hasil. Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disyungtif, contoh pertama adalah dilemma bentuk baku, kedua bentuk non-baku. Sekarang kita ambil contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika: Protagoras adalah seorang guru yang pintar dalam membela perkara. Euathlus adalah seorang anak muda yang ingin menjadi ahli hokum, tetapi ia tidak mempunyai cukup uang untuk berguru. Tetapi Protagoras berbaik hati, ia bersedia memberi pelajaran dengan perjanjian: Euathlus boleh berguru dan biaya kursus harus dibayar setelah Euathlus menang membela perkara di depan hakim. Setelah selesai menempuh pelajaran Euathlus enggan membela perkara, sehingga Protagoras tidak mendapat honorarium atas jerih payahnya. Tidak sabar atas hal itu Protagoras, mengadukan hal itu sebagai perkara di depan pengadilan. Ia berkata: Jika Euathlus kalah dalam perkara ini, ia harus membayarku atas keputusan pengadilan. Bila ia menang ia juga harus membayarku berdasarkan perjanjian. Ia mungkin kalah dan mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap membayar kepadaku. Dalam kehidupan sehari-hari, dilema jarang sekali dinyatakan dalam kehidupan dalam bentuk selengkap itu, seperti: Jika makan buah malakama bapak mati, jika tidak dimakan ibu yang mati. Pilih orang tuamu atau si Joni, tetapi keluarlah dari rumah ini. Pilihlah Hasan, atau biarlah organisasi ini hancur. Dilema dalam arti luas adalah situasi (bukan argumentasi) di mana kita harus memilih dua alternative yang kedua-duanya mempunyai konsekuensi yang tidak diingini, sehingga sulit menentukan pilihan. Cara Mengatasi Dilema Ada beberapa cara yang dapat kita pakai dalam mengatasi dilema yang kita hadapi: Dengan meneliti kualitas premis mayor. Sering benar, dalam dilema terdapat hubungan kausalitas tidak benar yang dinyatakan dalam premis mayornya. Dalam contoh di atas dikemukakan bahwa motivasi peningkatan belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil. Konklusi ini tidak benar, karena ditarik dari premis mayor yang mempunyai hubungan kausalitas tidak benar. Tidak semua mahasiswa yang tidak suka belajar mempunyai sebab yang sama. Dari sekin banyak mahasiswa yang tidak suka belajar, bisa disebabkan kurangnya kesadaran, sehingga motivasi sangat berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilema model ini kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak mempunyai dasar kebenaran yang kuat. Dengan meneliti alternative yang dikemukakan. Mungkin sekali alternative pada permasalahan yang diketengahkan tidak sekedar dinyatakan, tetapi lebih dari itu. Pada masa yang lalu seorang pemimpin sering berkata: Pilihlah Sukarno atau biarlah Negara ini hancur. Benarkah hanya Sukarno yang bisa menyelamatkan Negara ini? Apakah tidak ada orang lain yang bisa menggantinya? Tentu saja ada, sehingga alternatifnya lebih dari dua. Dengan kontra dilema. Bila dilema yang kita hadapi tidak mengandung kemungkinan seperti di atas, maka dapat kita atasi dengan mengemukakan dilema tanding. Banyak sekali dilema yang dihadapkan orang lain kepada kita merupakan alat pemojok yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan, maka dilema itu dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang mempunyai konklusi berlainan dengan penampilan semula. Sebagai contoh adalah pendapat orang yang menyatakan bahwa hidup ini adalah penderitaan, hendak memaksakan keyakinan itu dengan mengajukan dilema kepada kita sebagai berikut: Bila kita bekerja maka kita tidak bisa menyenangkan diri kita. Bila tidak bekerja, kita tidak mendapat uang. Jadi bekerja atau tidak bekerja, kita dalam keadaan tidak menyenangkan. Dilema itu dapat kita jawab dengan kontra dilema sebagai berikut: Bilakita bekerja, kita mendapat uang. Bila kita tidak bekerja kita dapat menyenangkan diri kita. Jadi bekerja atau tidak, selalu menyenangkan kita. Contoh lain penggunaan kontra-dilema dapat dikemukakan sebagai berikut: Dalam menangkis bujukan ibunya, seorang pemuda Athena yang bernyali terjun di bidang politik mengemukakan: Jika saya berbuat adil, maka dewa-dewa akan mencintaiku. Bila berbuat saya tidak adil, maka manusia akan mencintaiku. Jadi, berbuat adil atau tidak berbuat adil saya akan tetap dicintai. Dalam menangkis dilema yang dikemukakan oleh Protagoras, Euathlus mengatakan: Bila saya menang dalam peradilan, saya tidak akan membayar uang pendidikan kepada Protagoras, berdasarkan putusan hakim. Bila saya kalah, saya juga tidak wajib membayar, berdasarkan perjanjian. Jadi menang atau kalah saya tidak perlu membayar kepada Protagoras. Dengan memilih alternative paling ingan. Bila dilema yang kita hadapi tidak mungkin kita atasi dengan teknik di atas, maka jalan terakhir adalah memilih alternative yang palimg ringan. Pada dasarnya tidak ada dilema yang menampilkan alternative yang benar-benar sama beratnya. Dalam dilema serupa di bawah ini kita hanya dapat memilih alternative yang paling ringan. Apabila tuan masih tercatat sebagai pegawai negeri, maka tuan tidak bisa menduduki jabatan tertinggi pada PT. ‘Buana Jaya’ ini. Unutk menduduki jabatan tertinggi pada PT ini maka anda harus rela melepas statustuan sebagai pegawai negeri, sedangkan bila tidak menjabat pimpinan pendapatan anda di PT itu tetap sedikit.