[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Apa Kata Alkitab Tentang Hari kelahiran Mesias ? Damai sejahtera menyertai anda sekalian. Ketika sebagian besar manusia merayakan hari kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember tiap tahunnya, dapatkah kita menentukan hari kelahiran Yeshua yang sesungguhnya ? Untuk menjawabnya ternyata kita tidak perlu mencari kemana-mana selain dari Alkitab itu sendiri ! Alkitab yang kita miliki ternyata menyediakan informasi yang begitu berharga tentang kelahiran Yeshua. Puji Tuhan, Lukas telah mencatat begitu cermat sejarah kelahiran Yeshua (Yesus) Mesias (penyelamat) kita. Sudah saatnya kita mengetahui kebenaran itu. Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakhariyah dari rombongan Abiyah (Abia). Istrinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisheva (Elisabet). (Luk 1:5) Dari sini kita menemukan petunjuk bahwa imam Zakhariyah berasal dari rombongan Abiyah. 24 Rombongan Imam Bait Elohim Harun dan keturunannya ditetapkan TUHAN untuk menjadi imam bagi bangsa Israel. Daud, bersama-sama Zadok dari bani Eleazar dan Ahimelekh dari bani Itamar, membagi-bagi mereka menurut jabatan mereka dalam penyelenggaraan ibadah (1Taw 24:1-19, 1Taw 28:11-13). Karena jumlah mereka yang besar, mereka kemudian dibagi-bagi ke dalam 24 rombongan dan Abiyah merupakan rombongan yang kedelapan (1Taw 24:10). Setiap rombongan melaksanakan tugasnya selama tujuh hari, dari Sabat hingga Sabat berikutnya (1Taw 9:1-26 dan 2Taw 23:1-8). Di samping itu, seluruh rombongan akan bertugas bersama-sama pada masa tiga perayaan utama, yakni hari raya Seder Peshak/Paskah/Roti Tidak Beragi, hari raya Shavuot/Pentakosta, dan hari raya Sukkot/Pondok Daun/Feast of Tabernakel (Ul 16:16). Siklus pelayanan imam Ada 12 bulan dalam sistem penanggalan Alkitab, masing-masing terdiri atas 4 minggu. Bulan pertama dalam sistem penanggalan itu adalah bulan Nissan (Maret/April). Sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan di atas, keluarga Yoyarib adalah rombongan imam yang pertama kali bertugas. Mereka akan bertugas selama tujuh hari. Setelah itu mereka akan digantikan oleh rombongan kedua, keluarga Yedayah, kemudian rombongan ketiga, keempat dan seterusnya sampai kepada rombongan keduapuluhempat. Setelah itu giliran tugas akan kembali kepada rombongan pertama. Demikianlah siklus tersebut berlangsung. Berdasarkan siklus tersebut, maka dalam setahun setiap rombongan akan bertugas selama dua minggu, sekali pada semester pertama dan sekali pada semester kedua, plus tiga minggu masa bakti untuk tiga perayaan utama. Jadi keseluruhan terdapat 51 minggu atau 357 hari, kurang lebih sama dengan total hari dalam setahun (354 hari). Karena rombongan Abiyah adalah rombongan kedelapan, maka kita bisa menghitung masa tugasnya akan berlangsung pada minggu kedua bulan Sivan (semester pertama) dan pada minggu pertama Kislev (semester kedua). Kita bisa memastikan penglihatan yang dialami Zakhariyah terjadi pada semester pertama berdasarkan kejadian-kejadian berikutnya yang bersesuaian. Kelahiran Yokhanan (Yohanes) Pembabtis Kembali kepada Lukas, ia menulis: Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakhariyah melakukan tugas keimaman di hadapan Tuhan. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ. Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan. (Luk 1:8-10) Zakhariyah mendapat penglihatan ketika dirinya sedang membakar ukupan. Ritual ini dilakukan di sebuah ruangan dalam Bait Elohim yang dinamakan ruang Maha-kudus. Pada saat imam membakar ukupan (yang mana melambangkan doa umat Elohim, lih. Maz 141:2, Wah 8:3-4), ia mengucapkan 18 doa khusus. Salah satunya berisi permintaan untuk kedatangan nabi Eliyah. Para nabi telah bernubuat bahwa TUHAN akan mengutus nabi Eliyah sebelum kedatangan Mesias. Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Eliyah kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu. Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anakanaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah. (Mal 4:5-6) Tradisi orang Yahudi mengatakan bahwa nabi Eliyah akan datang pada hari raya Paskah. Pada perjamuan Paskah ada yang dinamakan cawan Eliyah dan pada saat perjamuan dihidangkan, mereka biasanya mengantisipasi kedatangan Eliyah di pintu. Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung... (Luk 1:23-24) Dengan menambahkan dua minggu masa pentahiran (Im 12:5, 15:19, 24-25), kita dapat menentukan bahwa Yokhanan mulai dikandung pada minggu keempat bulan Sivan. Jika masa kandungan normal adalah 40 minggu, maka Yokhanan lahir di tahun berikutnya bertepatan pada masa perayaan Paskah (15 Nisan). Lihat betapa sempurnanya rancangan TUHAN ! Bulan pertama Bulan kedua Bulan ketiga Nisan (Maret - April) Iyyar (April - Mei) Sivan (Mei - Juni) Minggu Pertama Yoyarib (1) Seorim (4) Semua Imam Minggu Kedua Yedayah (2) Malkhiyah (5) Abiyah (8) Minggu Ketiga Semua Imam (Roti Tidak Beragi) Miyamin (6) Yeshua (9) Minggu Keempat Harim (3) Hakkos (7) Shekanyah (10) (Shavuot) Ini adalah kegenapan nubuat yang luar biasa. Malaikat Gabriel yang berbicara kepada Zakhariyah itu mengatakan bahwa anak yang akan dilahirkan itu: ...akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Eliyah untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya. (Luk 1:17) Yeshua sendiri memberikan kesaksian-Nya tentang Yokhanan (Yohanes): Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yokhanan dan--jika kamu mau menerimanya--ialah Eliyah yang akan datang itu. (Mat 11:13-14) Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Eliyah harus datang dahulu?" Jawab Yeshua: "Memang Eliyah akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Eliyah sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka." Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yeshua bahwa Ia berbicara tentang Yokhanan Pembasuh. (Mat 17:10-13) Kelahiran Yeshua HaMashiakh (Yesus Kristus) Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: "Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." Dalam bulan yang keenam Elohim menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yosef dari keluarga Daud; nama perawan itu Miriam (Maria). (Luk 1:23-27) Pada bulan keenam Elisheva mengandung (Luk 1:36), malaikat Gabriel memberitakan kepada Miriam bahwa ia akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan menamai Dia Yeshua. Dari sini kita mengetahui bahwa Miriam mulai mengandung pada saat kandungan Elisheva berusia enam bulan. Jadi Miriam mengandung pada minggu keempat bulan Kislew, tepat berbarengan dengan perayaan Hanukah (25 Kislev), hari yang juga dikenal sebagai perayaan lilin menorah di Bait Elohim. Yeshua, Terang Dunia (Yoh 8:12, 9:5, 12:46), mulai dikandung pada hari raya Terang. Lihat betapa sempurnanya rancangan TUHAN ! Maka mengikuti masa kandungan yang normal (40 minggu), Yeshua dilahirkan di tahun berikutnya pada bulan Tishri, tepat pada saat berlangsungnya perayaan Sukkot (Pondok Daun). Lihat betapa sempurnanya rancangan TUHAN ! TUHAN berfirman kepada Musa: "Katakanlah kepada orang Israel, begini: Pada hari yang kelima belas bulan yang ketujuh itu ada hari raya Pondok Daun bagi TUHAN tujuh hari lamanya... Di dalam pondok-pondok daun kamu harus tinggal tujuh hari lamanya, setiap orang asli di Israel haruslah tinggal di dalam pondok-pondok daun, supaya diketahui oleh keturunanmu, bahwa Aku telah menyuruh orang Israel tinggal di dalam pondok-pondok selama Aku menuntun mereka sesudah keluar dari tanah Mesir, Akulah TUHAN, Elohimmu." (Im 23:34,42-43) Tema perayaan Sukkot (Feast of Tabernacle) adalah "Elohim berdiam di tengah-tengah umat-Nya." Yeshua menggenapi hari raya ini dengan kelahiran-Nya yakni datang untuk berdiam di tengah-tengah kita, sama seperti TUHAN telah berdiam di tengah-tengah bangsa Israel di padang gurun. Sebab itu TUHAN sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya seorang perempuan muda akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Imanuel (Im=bersama, anu=kita, el=tuhan). (Yes 7:14) Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yeshua, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Tuhan menyertai kita. (Mat 1:21-23) Firman itu telah menjadi manusia dan diam (skenoo) di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yoh 1: 14) Kata Yunani skenoo yang dipakai disini menurut Strong's Concordance mempunyai arti: 1) to fix one's tabernacle, have one's tabernacle, abide (or live) in a tabernacle (or tent), tabernacle 2) to dwell Sukkot juga merupakan hari dimana para imam mempersembahkan 70 ekor lembu yang mewakili 70 bangsa yang ada di muka bumi. Yeshua datang sebagai korban persembahan yang sempurna untuk segala bangsa. Untuk melengkapi gambaran ini, mengingat Yeshua dilahirkan pada hari raya Sukkot, ini menjelaskan mengapa pemilik penginapan yang dijumpai Yusuf dan Maria kehabisan kamar karena saat itu berbarengan dengan masa perayaan Sukkot (dan ditambah lagi dengan adanya sensus penduduk). Pada zaman Yeshua, orang-orang Yahudi berziarah ke Yerusalem tiga kali dalam setahun yakni pada hari raya Paskah/Roti Tidak Beragi, hari raya Shavuot, dan hari raya Sukkot sesuai dengan yang diperintahkan dalam Ul 16:16. Pada masa-masa perayaan seperti itu, kota Yerusalem dan sekelilingnya, termasuk Betlehem yang hanya beberapa kilometer dari Yerusalem, disesaki oleh jemaah-jemaah yang datang dari pelosok negeri dan penjuru dunia (bd. Kis 2:1-11). Diperkirakan pada masa-masa perayaan seperti itu, ada sekitar satu juta umat yang berkumpul di Yerusalem. Jika kita menerima bahwa Yeshua wafat pada usia 33 setengah (tiga setengah tahun pelayanan), maka cara termudah untuk mempertegas waktu kelahirannya adalah dengan mengurangi enam bulan dari hari kematian-Nya pada saat Hari Raya Paskah, bulan Nisan (Maret/April) dimana membawa kita kepada hari ulangtahun-Nya yang terakhir di bulan Tishri (September/Oktober), yakni hari raya Sukkot. HEIBAT, DAHSYAT SEKALI ! Sumua Rancangan Tuhan tepat waktu dan tidak meleset sedikitpun. Dan masih ada tema dan pesan-pesan lain yang berhubungan dengan hari raya Sukkot. Dalam Luk 2:12 kita menemukan bayi Yeshua dibungkus dalam kain lampin. Kain ini biasanya digunakan sebagai suluh tong minyak dalam Ruang Perempuan (salah satu ruangan dalam Bait Elohim) selama perayaan Sukkot. Yeshua juga diceritakan lahir di sebuah kandang hewan dan dibaringkan di dalam palungan (Luk 2:7). Kata Ibrani untuk kandang hewan semacam ini adalah sukkah atau sukkot (jamak), seperti dalam Kej 33:17 Tetapi Yakub berangkat ke Sukkot, lalu mendirikan rumah, dan untuk ternaknya dibuatnya gubuk-gubuk. Itulah sebabnya tempat itu dinamai Sukkot. Ketika malaikat menampakkan diri di hadapan gembala-gembala, mereka mengucapkan perkataan yang sangat mirip dengan liturgi kuno hari raya Sukkot: "...aku memberitakan kepadamu kesukaan besar" (Luk 2:10). Tentu saja di luar informasi yang terdapat dalam Alkitab mengenai kapan tepatnya Yeshua dilahirkan, ada pula alasan kuat mengapa Ia tidak lahir pada bulan Desember. Kaisar Agustus, Kaisar Romawi saat itu, memerintahkan pelaksanaan sensus di seluruh kerajaan Romawi. Kalendar Alkitab Kalendar Romawi Yokhanan Yeshua 1. Nisan Maret-April Kelahiran Yokhanan Paskah - 15 Nisan 4 2. Iyyar April-Mei 5 3. Sivan Mei-Juni Yokhanan mulai dikandung pada minggu keempat 4. Tammuz Juni-Juli 1 7 5. Av Juli-Agustus 2 8 6. Elul AgustusSeptember 3 9 7. Tishri SeptemberOktober 4 Kelahiran Yeshua Sukkot - 15 Tishri 8. Kheshvan OktoberNovember 5 9. Kislev NovemberDecember 6 Yeshua mulai dikandung Hanukkah - 25 Kislev 10. Tevet DesemberJanuari 7 1 Januari-Februari 8 2 Februari-Maret 9 3 11. Shevat 12. Adar 6 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. (Luk 2:1) Selama bulan Tevet (Desember/Januari), pada bagian dunia ini sedang berlangsung musim dingin. Salju turun di banyak tempat dalam Kerajaan Romawi (Israel saat itu dalam penguasaan Romawi) dan cuacanya sama sekali tidak mendukung untuk bepergian. Kaisar tidak mungkin mengharapkan seluruh penduduk untuk bepergian dalam keadaan bersalju, melalui jalan-jalan yang menjadi sulit dilewati, untuk mengikuti program sensus tersebut. Sehingga sensus tidak mungkin pula untuk dilaksanakan pada bulan Desember. Alkitab juga menceritakan kepada kita bahwa para gembala sedang menunggui kawanan domba mereka. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. (Lukas 2:8) Sangat tidak logis membayangkan ada gembala yang menggiring domba-domba mereka merumput di atas salju di bulan Desember sebab tidak ada rumput yang tumbuh di musim dingin. Dengan menempatkan hari kelahiran Yeshua pada hari raya Sukkot, maka hari kedelapan dimana Yeshua disunat adalah hari terakhir dari perayaan Sukkot (Im 23:36,39), yang dikenal sebagai hari raya Simkhat Torah (Sukacita Taurat). Yeshua datang dalam rancangan TUHAN yang sempurna. Ia datang untuk menggenapi Hari Raya TUHAN, hari yang telah ditetapkan olehNya. TUHAN melakukan segala sesuatunya dengan sempurna dan melakukannya dalam konteks Taurat-Nya sendiri. Nubuatan Masa Depan Tentang Hari Raya Sukkot Maka semua orang yang tinggal dari segala bangsa yang telah menyerang Yerusalem, akan datang tahun demi tahun untuk sujud menyembah kepada Raja, TUHAN semesta alam, dan untuk merayakan hari raya Sukkot. (Zak 14:16) Kesimpulan Sama-sama sudah kita baca bagaimana Alkitab menyediakan informasi yang dapat kita gali untuk menentukan ketepatan hari lahirnya Yeshua (Yesus). Dan yang luar biasa adalah kita melihat betapa sempurnanya pekerjaan Elohim. Ia menetapkan hari-hariNya dengan penuh kesempurnaan. Sama-sama sudah kita baca bagaimana Alkitab menyediakan informasi yang dapat kita gali untuk menentukan ketepatan hari lahirnya Yeshua. Dan yang luar biasa adalah kita melihat betapa sempurnanya pekerjaan Elohim. Ia menetapkan hari-hariNya dengan penuh kesempurnaan. Saya mengakui memang sulit bagi kita untuk mengubah tradisi Natal 25 Desember yang telah mengakar selama ribuan tahun. Tetapi ingatlah pesan Rasul Paulus di bawah ini, "berubahlah oleh pembaharuan budimu", saya percaya anda sekalian mempunyai akal-budi. Silakan berpikir jalan mana yang anda mau tempuh : mempertahankan tradisi dunia atau mengikuti kebenaran Alkitab ? Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Elohim: apa yang baik, yang berkenan kepada Elohim dan yang sempurna. (Rom 12:2) SERI KISAH TOKOH-TOKOH NASRANI Yakobus Ha-Tzaddik Tulisan ini adalah tulisan pertama dari rangkaian tulisan yang akan bercerita tentang tokoh-tokoh Nasrani yang hidup pada abad pertama dan kedua Masehi. Pertama-tama penulis akan bercerita tentang Yakobus (St. James) yang disebut sebagai saudara Tuhan Yesus. Penulis merasa perlu untuk menyajikan sisi kehidupan tersembunyi dari tokoh Yakobus ini. Mengapa dikatakan sisi tersembunyi, atau lebih tepatnya “disembunyikan” ? Banyak kesaksian maupun catatan-catatan historis tentang tokoh kita yang satu ini tetapi sayangnya sedikit sekali orang Kristen yang mau membaca, apalagi untuk mempelajarinya. Beberapa teolog yang pernah mempelajarinya memilih untuk diam dan tidak bercerita demi mempertahankan apa yang telah menjadi pandangan dan kepercayaan yang ada selama ini. Sejarah mempunyai catatan tersendiri. Mari kita simak bersama sisi kehidupan yang tersembunyi itu. Siapakah Yakobus ? Dalam sejarah “Gereja” mula-mula, setidaknya kita mengenal dua orang bernama Yakobus yang menjadi murid Yesus (Mat 10:2-4). Pertama adalah Yakobus anak Zebedeus (Aram: Ya’aqov bar Zebediah) – yang disebut juga Yakobus Tua – dan yang kedua adalah Yakobus anak Alfeus (Ya’aqov bar Alfai) atau yang disebut juga Yakobus Muda. Kemudian kita juga mengenal seorang Yakobus lagi, yang disebut Paulus (Sha’ul) sebagai saudara Tuhan Yesus (Gal 1:19). Ia adalah penulis Surat Yakobus yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Ia adalah orang yang memimpin konsili pertama di Yerusalem (Kis 15). Siapakah Yakobus yang satu ini ? Berbicara tentang Yakobus saudara Tuhan Yesus, kita akan menjumpai banyak pertentangan pendapat tentang hubungan antara Yakobus dengan Yesus. Ada tiga teori tentang hal ini. Teori pertama berpendapat bahwa Yakobus adalah saudara sekandung dengan Yesus. Yakobus adalah anak buah perkawinan antara Yusuf (Yosef bar Ya’aqov) dan Maria (Miriam). Teori ini dipegang kuat oleh Helvidius (yang dicap sesat oleh Gereja Roma) pada tahun 380 dan diterima luas di kalangan Protestan. Teori kedua berpendapat bahwa Yakobus adalah saudara tiri Yesus, buah perkawinan Yusuf dengan istri sebelumnya. Hal ini didasari dari kitab apokrif Injil Yakobus pasal 9 yang menulis bahwa Yusuf adalah seorang duda beranak sebelum menikah dengan Maria. Teori ini masih dianut di dalam Gereja Yunani sampai hari ini. Kedua teori ini sependapat bahwa Yakobus ini adalah orang yang berbeda dengan Yakobus anak Alfeus – dengan begitu kita mempunyai setidaknya tiga orang bernama Yakobus. Berlawanan dengan itu semua, teori ketiga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “saudara Tuhan” (Yunani: adelphos) adalah saudara sepupu Yesus. Teori ini bermula dari dogma yang diajarkan oleh St.Yerome pada tahun 383 sebagai perlawanan atas ajaran Helvidius. Yerome memegang keyakinan akan keperawanan Maria yang abadi, bahwa Maria tidak pernah melahirkan anak selain Yesus. Jadi siapakah Yakobus saudara Tuhan kalau begitu ? Menurut teori ini: Yakobus anak Alfeus. Hal ini didasarkan atas penafsiran Yohanes 19:25 bahwa ada tiga orang wanita: Maria, saudara ibu-Nya, Maria istri Klopas dan Maria Magdalena. Sedang dalam Markus 15:40 disebut pula keberadaan Maria, ibu Yakobus Muda dan Yoses. Ini bisa dihubungkan bahwa Maria istri Klopas dengan Maria ibu Yakobus Muda adalah orang yang sama. Sementara itu dari keterangan Heggesipus[1] yang dikutip oleh Eusebius[2] (Historia Ecclesia 3:11) kita menemukan bahwa Klopas adalah saudara Yusuf. Sedangkan Klopas adalah sama dengan Alfeus[3]. Itu artinya Yakobus anak Alfeus adalah saudara sepupu Yesus, saudara Tuhan[4]. Penulis dalam hal ini setuju terhadap teori pertama sebab kata Yunani “saudara Tuhan” yang digunakan dalam Perjanjian Baru dan surat-surat Bapa Gereja adalah adelphos. Kata ini secara harafiah artinya “dari rahim yang sama”. Sedangkan saudara sepupu dalam bahasa Yunani adalah anepsios seperti yang digunakan dalam Kolose 4:10 dan di dalam Septuaginta (Bil 36:11, Tobit 7:2). Jadi kesimpulannya adalah Yakobus, tokoh yang sedang kita bicarakan, adalah tokoh yang berbeda dengan Yakobus anak Alfeus. Memang benar bahwa Yakobus anak Alfeus adalah saudara sepupu Yesus tetapi ia bukanlah Yakobus saudara kandung Yesus. Yakobus saudara sekandung Yesus adalah manusia yang “real” dan eksis. Hal ini ditegaskan dalam Markus 6:3: "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3) Jadi sangat jelas, Yesus mempunyai empat saudara kandung pria dan paling sedikit dua saudara kandung wanita. Catatan Kehidupan Yakobus Tidak ada catatan kehidupan Yakobus yang lebih baik selain catatan Hegesippus. Ia menuliskannya di dalam lima seri bukunya Memoirs yang kini sudah musnah. Beruntung kita masih bisa membacanya sebagian di dalam buku Eusebius Ecclesiastical History (c325 M) yang banyak sekali mengutip Memoirs "Yakobus, saudara Tuhan Yesus, meneruskan kepemimpinan Gereja bersama-sama dengan para rasul.Ia telah dipanggil dengan sebutan Orang Benar oleh semua orang sejak zaman Kristus hingga hari ini, sebab banyak orang yang bernama Yakobus." (Historia Ecclesia 2:23:4) Menurut keterangan Hegesippus, untuk membedakan Yakobus dengan orang lain yang bernama sama (Ya’aqov atau Yakub adalah sebuah nama Ibrani yang populer), sejak mula Yakobus dipanggil ha-Tzaddik (orang benar atau orang saleh). Perhatikan, mulai dari sini penulis hanya akan menggunakan nama Yakobus saja untuk merujuk kepada Yakobus ha-Tzaddik ini. Baiklah, mari kita lanjutkan. "Ia kudus sejak dalam kandungan ibunya, ia tidak minum anggur atau minuman keras, dan ia tidak makan daging. Ia tidak mencukur rambutnya, tidak memakai minyak urapan, dan tidak mandi. Ia seorang diri diperbolehkan memasuki ruang kudus [dalam Bait Elohim], sebab ia tidak memakai wul selain kain linen.Dan menjadi kebiasaannya untuk masuk seorang diri ke dalam Bait Elohim, dan sering kali dijumpai ia berlutut berdoa memohon pengampunan atas bangsanya, hingga lututnya menjadi sekeras lutut unta, saking terlalu lamanya ia berdoa menyembah Tuhan dan memohon pengampunan atas bangsanya. Karena kebajikannya yang luar biasa, ia digelari ha-Tzaddik dan Oblias[5] yang jelas artinya dalam bahasa Yunani: Pelindung Bangsa dan Keadilan, sesuai seperti apa yang dinubuatkan oleh para nabi mengenainya." (Historia Ecclesia 2:23:5-7) Ini adalah sebuah temuan menarik. Yakobus adalah seorang Nazarite (seperti Samson dan Samuel), seseorang yang menahirkan diri seumur hidup, tanpa anggur, tanpa daging, tanpa mencukur kepala, tanpa mandi. Tidak heran ia menyarankan Paulus untuk menahirkan diri dalam Kisah Para Rasul 21:24. Dan Yakobus ternyata juga memainkan peranan sebagai imam Bait Elohim. Perlu diketahui, tidak sembarangan orang diperbolehkan memasuki ruang kudus Bait Elohim. Untuk masuk ke dalam sana, setidaknya Yakobus adalah:   keturunan Lewi (dari garis keturunan Maria) memelihara dan mengajar hukum Taurat (Kis 21:20). Kita juga membaca bagaimana kesalehan hidup Yakobus, terutama dari cara dia berdoa hingga lututnya menjadi keras dan tebal. Karena kesalehan hidupnya ini, tidak heran ia mempunyai banyak gelar: ha-Tzaddik, Pelindung Bangsa dan Keadilan. Sangat jelas sekali bahwa pada masa hidupnya Yakobus sangat dihormati dan dikagumi oleh orang-orang dari segala kalangan. Yakobus memimpin sekte Nasrani Berbeda dengan apa yang menjadi pandangan umum Gereja Katholik Roma bahwa mereka (baca: kepausan) mewarisi kepemimpinan umat Kristen berdasarkan atas perkataan Yesus kepada Simon Petrus (Simeon Kefa): "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." (Mat 16:18). Memang firman Yesus adalah benar. Akan tetapi kita perlu melihat dulu konteks yang benar dalam budaya Yahudi. Dalam masyarakat agama Yahudi, kita mengenal adanya Sanhedrin atau Mahkamah Agama. Di dalam Sanhedrin terdapat dua kepemimpinan (dwi-tunggal) yaitu Nasi (literal: Pangeran) dan Av-beit-din (literal: Bapa Dewan). Pejabat Nasi ibaratnya adalah presiden sedangkan Av-beit-din adalah ketua DPR-nya. Pada masa sebelum Yesus, yang menjadi Nasi dan Av-beit-din terakhir kali adalah Hillel dan Shammai. Setelah itu kepemimpinan Sanhedrin bersifat tunggal dan diwariskan kepada keturunan Hillel[6]. Di masa itu pula diyakini institusi Sanhedrin mulai didominasi oleh orang-orang Saduki dan menjadi semakin korup. Nah, sepeninggal Yesus, sekte Nasrani juga mempunyai institusi serupa, kita sebut saja Sanhedrin Nasrani, yang diisi oleh para rasul dan saudara-saudara Yesus. Yakobus yang menjadi Nasi-nya dan Petrus yang menjadi Av-beit-din. Kepemimpinan dwitunggal ini dapat disaksikan dalam Kisah Para Rasul 15 dan Galatia 2:9. Ketika Yesus berfirman, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku…", Ia menetapkan Petrus untuk menjadi Bapa Dewan yang bertugas mengayomi dan menyokong jemaat. Tetapi tidak untuk menjadi Nasi, sebab Yesus telah menetapkan itu untuk Yakobus, saudara-Nya. Tentang kepemimpinan Yakobus ini dapat kita tengok pula dari keterangan-keterangan Bapa Gereja: Dimulai dari Hegesippus (c.100-160 M), dalam Memoirs, buku V, "Kepemimpinan jemaat diwariskan kepada para rasul, bersama dengan saudara Tuhan, Yakobus…". Klemen, uskup Alexandria (150 – 215 M), menegaskan di dalam Hypotyposes, buku. VI, "Petrus, Yakobus (anak Zebedeus) dan Yohanes, setelah kenaikan Kristus, tidak mengklaim menjadi pemimpin sebab meski Kristus secara khusus memilih mereka, tetapi Ia memilih Yakobus haTzaddik sebagai uskup Yerusalem." Eusebius (263 - 339 CE), Historia Ecclesia, buku II,1:2 "Kemudian Yakobus, yang digelari haTzaddik karena kebajikannya yang luar biasa, tercatat sebagai uskup pertama dari jemaat Yerusalem. Yakobus ini yang disebut saudara Tuhan." Selama beratus-ratus tahun kita tidak pernah tahu mengapa Yakobus bisa sampai kepada kursi kepemimpinan sekte Nasrani. Namanya bahkan hampir tidak pernah disebut-sebut di dalam Injil sebagai pengikut Yesus yang utama. Bahkan Yohanes 7:5 mengatakan "saudara-saudara-Nya sendiripun tidak percaya kepada-Nya." Benarkah Yesus telah menetapkan dia untuk menjadi Nasi ? Pada tahun 1945, ditemukan manuskrip kuno berbahasa Koptik di Nag Hammady, Mesir yang ternyata adalah Injil Thomas yang hilang. Di dalamnya kita membaca: Murid-murid-Nya berkata kepada-Nya: "Kami tahu Engkau akan meninggalkan kami. Siapakah yang akan memimpin kami ?"Yesus berkata kepada mereka: "Dimanapun kamu, pergilah kepada Yakobus ha-Tzaddik, sebab deminya langit dan bumi dijadikan." (Injil Thomas Legion 12) Injil Thomas menjawab semua pertanyaan di atas. Yesus sendiri yang menyerahkan kepemimpinan kepada Yakobus. Tentu bukan tanpa alasan. Pertama kita sudah membaca di atas seberapa besar kesalehan dan kebajikan Yakobus sehingga ia dihormati oleh banyak kalangan. Dan kedua, ia adalah pewaris tahta Daud yang sah. Apabila kita mempelajari konteks budaya, agama dan sejarah bangsa Yahudi pada masa itu, kita akan menemukan kesamaan pola suksesi antara Sanhedrin Farisi dengan Sanhedrin Nasrani[7]. Injil Thomas juga mengungkapkan hal bahwa setiap upaya manusia menafsirkan firman Tuhan di luar konteks dan cara pikir Ibrani akan menghasilkan suatu kekeliruan – dan kekeliruan ini justru dimanfaatkan segelintir orang di masa lalu untuk memperoleh kekuasaan. Ananus merancang kematian Yakobus Porcius Festus, wali negeri Romawi pada masa itu sangat mengkhawatirkan keberadaan sekte Nasrani yang semakin hari semakin bertambah pengikutnya di propinsi Yudea. Tetapi Festus mesti bertindak hati-hati untuk tidak sampai mengganggu Yakobus yang mempunyai massa pendukung yang cukup besar. Ini terjadi pada tahun 62 ketika Festus telah dua tahun menjabat sebagai wali negeri Yudea. Kaisar Nero nampaknya juga menaruh perhatian yang besar terhadap gerakan sekte Yahudi ini. Festus percaya ia telah melakukan hal yang benar dengan mengirim Paulus ke Roma untuk diadili oleh Kaisar sendiri sebab ia khawatir mengadili Paulus di Yerusalem sama saja dengan membangunkan harimau tidur. Ia juga kecewa terhadap Imam Besar yang diangkatnya, Yosef Kabi yang dinilai terlalu lemah terhadap sekte Nasrani. Festus lalu mengangkat Ananus (Ananayah) sebagai Imam Besar yang baru. Ananus adalah seorang yang ambisius dan bukan main sentimennya terhadap Yakobus. Ia sangat gerah melihat kepopuleran Yakobus yang penuh kharisma itu. Masyarakat Yahudi sudah lama tidak begitu mempercayai institusi atau mahkamah agama yang sangat korup. Penguasa Romawi dengan seenaknya mengangkat dan mencopot pejabat Imam Besar. Bayangkan antara tahun 150 SM hingga 37 SM, hanya terjadi 8 kali pergantian Imam Besar. Tetapi sejak 36 SM, ketika Herodes mulai berkuasa, hingga tahun 70 M telah terjadi 28 kali pergantian Imam Besar! Masyarakat sekarang mulai berpaling kepada Yakobus dan memandangnya sebagai “Guru Kebenaran” yang dinubuatkan oleh para nabi. Masyarakat Yahudi di masa itu terbagi-bagi atas berbagai sekte: Farisi (ini masih terbagi lagi atas dua madrasah besar Beth Hillel dan Beth Shammai), Saduki, Esseni, Zealot (ultra-nasionalis), Herodian (pendukung dinasti Herodes), Galilean (kelompok masyarakat di sebelah utara) dan Nasrani. Dari sekian sekte itu, sekte Saduki adalah sekte yang dominan dalam Sanhedrin. Sekte Saduki adalah sekte yang sangat terbuka dan kooperatif terhadap pendudukan Romawi. Itulah sebabnya mereka selalu bisa menempatkan orang-orang mereka lebih banyak di dalam Sanhedrin. Semua Imam Besar pada masa Perjanjian Baru adalah imam-imam Saduki yang diangkat oleh wali negeri Romawi. Nah, kepopuleran Yakobus ini menyebabkan para imam-imam Saduki itu merasa tergeser posisinya. Perlu suatu tindakan pencegahan kalau begitu ! Festus telah sakit selama dua bulan. Ia tahu ia tengah sekarat dan telah mengabarkan ke Roma beberapa bulan sebelumnya untuk pergantian. Nero, setelah menerima surat Festus, menunjuk teman lamanya Albinus untuk segera berlayar ke Alexandria dengan kapal yang paling cepat. Propinsi Yudea adalah propinsi yang selalu bergejolak dan Nero menginginkan tangan yang kuat untuk menanganinya. Albinus adalah seorang pemimpin yang kuat dan lihai dalam manuver politik. Festus meninggal persis ketika Albinus mendarat di Alexandria. Dari Alexandria ke Yudea masih perlu beberapa minggu lagi. Seminggu setelah kematian Festus, Ananus melihat ia memperoleh peluang yang ditunggu-tunggunya selama ini. Albinus belum tiba. Yerusalem mengalami kekosongan penguasa. Ini kesempatan emas, begitu pikir Ananus. Apa yang terjadi setelah itu bisa dibaca di dalam Historia Ecclesia dan buku karangan Josephus Flavius, The Jewish Antiquities (98 M) serta dari keterangan-keterangan Bapa Gereja, Klemen dan Epiphanius. Berikut ini adalah kisah yang dikembangkan berdasarkan keterangan empat buah sumber itu (perkataan asli dicetak miring). Ananus menyuruh beberapa orang imam bawahannya untuk datang kepada Yakobus dan menanyakan kepadanya: “Apakah Jalan Yesus itu ?”. Maka pergilah empat orang imam Saduki dan dijumpainya Yakobus sedang berdoa di Bait Elohim. Mereka tidak berani mengganggu doa Yakobus sehingga mereka menunggu seharian di pelataran Bait Elohim. Menjelang senja, mereka baru menjumpai Yakobus keluar dari Bait Elohim. “Rabbi”, sapa mereka. “Kami ingin bertanya kepada engkau”. “Baiklah, apa yang ingin kalian tanyakan ?” jawab Yakobus. “Kami ingin tahu pendapat guru, apakah yang dimaksud dengan Jalan Yesus itu ?”, tanya mereka, “sebab kami sering mendengar engkau mengajar tentang hal itu.” Lalu seorang dari mereka bertanya lagi, “apakah itu jalan menuju keselamatan atau jalan menuju maut ?” Maka Yakobus menjawab, “Dengarlah kalian semua, Jalan Yesus adalah Jalan Keselamatan. Tiada seorang pun yang datang kepada Bapa jika tidak melalui-Nya.” Maka pulanglah keempat imam Saduki itu dan melaporkannya kepada Ananus, Imam Besar mereka. Ananus tidak terkejut mendengar laporan anak buahnya. Ia tersenyum penuh kemenangan. Pagi-pagi benar keesokkan harinya, Ananus memanggil sidang Sanhedrin dan menyuruh beberapa penjaga Bait Elohim untuk menangkap Yakobus begitu ia keluar dari Bait Elohim. Ananus tahu benar bahwa Saduki – yang tidak percaya akan kebangkitan – adalah mayoritas di dalam Sanhedrin, ditambah lagi beberapa anggota dari Beth Shammai yang tidak begitu akur dengan sekte Nasrani, ia yakin ia mempunyai basis pendukung yang kuat. Setelah semuanya duduk berkumpul, Ananus membuka sidang. “Anggota Dewan yang terhormat”, Ananus memulai, “Hari ini kita akan menyelesaikan sebuah masalah yang telah lama menjadi duri di dalam daging kita. Kita akan mengadili seseorang. Orang ini telah berlaku seperti serigala di balik bulu domba, dengan mengajarkan kesesatan dan penghujatan. Orang ini telah merusak pikiran bangsa kita dengan mengabarkan berita bohong bahwa Yeshua bar Yosef yang telah disalibkan tigapuluh tahun lalu akan datang kembali sebagai Mesias untuk menetapkan kerajaan-Nya. Saya meminta para anggota dewan hari ini dapat berpikir secara bijak untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal bagi orang ini.” Kemudian beberapa anggota dewan dari kalangan Saduki bangkit bergiliran memberikan kesaksian atas apa yang diajarkan oleh Yakobus. Sementara itu banyak dari anggota dewan belum mengetahui siapa orang yang mereka adili saat ini. Mereka memang tahu yang mereka adili ini adalah seorang pengikut Yesus, tetapi mereka tidak berpikir bahwa yang dimaksud adalah Yakobus. Ketika hari menjelang siang dan saatnya berdoa siang hari (minchah), Ananus memerintahkan sidang untuk beristirahat. Setelah sembahyang, sidang kembali dilanjutkan. Ananus menyuruh penjaga untuk membawa masuk Yakobus. Para hadirin tersentak dan berdecak dalam hati sebab mereka mengenali Yakobus sebagai Rabbi Besar. Maka ramailah ruang sidang karena satu sama lain saling bergumam. Ada yang setuju, ada yang tidak. “Saudara-saudara, tenanglah”, kata Ananus, “Orang ini, Ya’aqov bar Yosef, adalah orang yang kami maksud. Baiklah sekarang biar kita langsung menanyai orang ini.” Ananus bergegas turun dari kursinya dan berjalan mengelilingi Yakobus yang berdiri di tengah-tengah ruang sidang. “Ya’aqov bar Yosef, saya bertanya kepadamu sekarang, apakah engkau mengakui bahwa saudaramu adalah Anak Elohim ?” “Memang benar. Aku percaya bahwa Yeshua adalah Anak Elohim.” “Ia menghujat Elohim !”, teriak Ananus dengan penuh kegeraman sambil menunjuk Yakobus di hadapan para anggota dewan. “Rajam dia !”, teriak beberapa orang Saduki, “Habisi orang yang menyesatkan bangsa kita dengan ajaran Yeshua bar Yosef !” “Tunggu !”, datang suara dari barisan kursi Farisi. Simeon ben Gamaliel, anak Rabbi Gamaliel, cicit Rabbi Hillel, bangkit dari kursinya. “Sabar dulu saudara-saudaraku sekalian. Kalian tidak bisa melakukan hal ini. Ayahku tidak menemukan kesalahan terhadap orang-orang ini dan menentang penghakiman yang tidak adil terhadap para pengikut Yeshua ben Yosef. Demikian pula dengan saya. Kekuasaan sedang kosong di Yudea dan kalian tidak dapat menjatuhkan hukuman tanpa sepengetahuan wali negeri. Lagipula orang ini tidak bersalah. Saya mengenal orang ini, ia adalah seorang yang taat dan benar di hadapan Elohim, dan saya rasa semua orang disini tahu akan hal ini.” “Beth Hillel selalu saja membela sekte sesat ini,” balas Ananus. “Hukuman telah dijatuhkan. Bawa orang ini dan rajam dia !” “Tidak,” teriak Simeon. “Engkau tidak berhak menjatuhkan hukuman begitu saja. Apakah engkau ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh Yosef bar Qof [Kayafas] sewaktu mereka menghukum Yeshua bar Yosef ? Tidak, hal itu tidak akan terjadi selama saya masih menjabat Nasi disini.” Hadirin terdiam. Simeon nampaknya sangat berhati-hati sekali dalam memutuskan hal ini sebab ia mengenal benar Yakobus. “Baiklah kalau begitu, hari raya Paskah sudah mendekat. Kita harus memaksanya menyangkal bahwa Yeshua bar Yosef adalah Anak Elohim di hadapan semua orang di kota ini.”, kata Ananus. Maka beramai-ramailah orang-orang Saduki dan Farisi dari Beth Shammai membawa Yakobus ke atap Bait Elohim. Minggu itu memang minggu menjelang perayaan Paskah dan sudah hukumnya bahwa setiap Paskah orang Yahudi wajib berziarah ke Yerusalem. Dari atap Bait Elohim seseorang bisa memandang seluruh kota dan melihat keramaian di bawahnya. Kubu Beth Hillel hanya bisa terdiam. Mereka tahu Ananus dan kroni-kroninya merencanakan sesuatu yang buruk terhadap diri Yakobus. Simeon segera bergegas dari ruang sidang dan mengutus dua orang pembantunya untuk menyampaikan surat darinya. Yang pertama diperintahkan langsung ke istana Herodes untuk memberikan surat itu kepada raja Agrippa dan satu lagi diperintahkan untuk berkuda sepanjang rute menuju Alexandria, dengan harapan segera bertemu dengan rombongan Albinus. Sementara itu Yakobus telah berada di atap Bait Elohim yang menghadap ke lembah Kidron. Orang banyak telah berkumpul di bawah, sebagian cuma pelalu-lalang yang ingin tahu apa yang sedang terjadi, sebagian lagi massa yang sengaja dikumpulkan oleh orang-orangnya Ananus. Ananus berseru sehingga semua orang mendengar, “Ya’aqov bar Yosef, sekarang katakan kepada orang-orang di bawah bahwa Yeshua bukan Mesias !” “Mengapa engkau bertanya kepadaku tentang Anak Manusia ?”, jawab Yakobus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Ia berada di surga dan duduk di sebelah kanan Yang Maha Kuasa dan Ia akan datang kembali dalam awan-awan!” Sebagian massa di bawah berseru kencang-kencang, “Hosana bagi Anak Daud!”. Ananus menjadi semakin geram. Ia berbicara kepada orang-orang Saduki dan Farisi yang mengikutinya, “Marilah kita dorong dia ke bawah supaya orang-orang menjadi takut untuk percaya kepadanya.” Dan orang-orang Saduki dan Farisi dari Beth Shammai itu pun berseru, “Oh dengar, ha-Tzaddik pun telah ikut tersesat !” Kemudian mereka mengutip perkataan kitab suci, terambil dari Yesaya 3:10, “Biarlah kita melenyapkan ha-Tzaddik ini sebab ia telah membawa kesulitan bagi kita, sebab ada tertulis: Katakanlah berbahagia orang benar! Sebab mereka akan memakan hasil pekerjaannya.” Ananus kemudian memberi kode kepada anak buahnya. Dua orang maju memegangi Yakobus dan kemudian mendorongnya jatuh dari atap Bait Elohim. Yakobus terhempas ke tanah, di lereng yang mengarah ke lembah Kidron. Kerumunan massa menjerit dan berseru-seru. Tetapi Yakobus tidak mati. Perlahan-lahan ia bangkit dengan nafas yang terputus-putus. Cukup kuat rupanya bagi seorang yang telah berusia 60 tahun. Melihat hal itu Ananus berseru kepada anak buahnya di bawah: “Rajam dia!” Lima orang segera mulai menimpuki dia. Batu-batu seukuran kepalan tangan melayang mengenai kepala dan badannya. Di tengah-tengah rasa sakit itu, Yakobus berlutut dan berdoa, “Aku memohon kepadamu, ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Seorang rabbi keturunan Rekhab[8] berseru, “Hentikan! Tidakkah kalian dengar ha-Tzaddik ini berdoa untuk kalian ?” Tetapi salah seorang dari mereka maju membawa tongkat pemukul dan memukulkannya tepat pada kepala Yakobus. Saat Yakobus menghembuskan nafas terakhirnya, semua orang mendadak terdiam. Suasana menjadi hening seakan-akan mereka baru menyadari kesalahan yang baru saja mereka lakukan. Ananus sendiri nampak puas menyaksikan hal ini namun rasa senangnya hanya sesaat. Mendadak datang dua orang berkuda mencarinya. Dari pakaian mereka, Ananus bisa mengenali mereka adalah prajurit dari istana Herodes. “Ini pasti utusan dari raja Agrippa,” pikir Ananus. “Mau apa mereka ke sini ?” “Hormat, Yang Mulia”, kata salah seorang dari prajurit itu. “Kami membawa surat dari Yang Mulia Baginda.” Ananus menerima surat itu dan membukanya. Isi surat itu sangat singkat. ”Engkau telah melampaui batas. Esok hari Bait Elohim akan mempunyai Imam Besar yang baru. ” Wajah Ananus memucat. “Raja Agrippa tidak mempunyai hak untuk itu,” katanya di hadapan kader-kader Saduki. “Hanya Albinus yang berhak mengangkat Imam Besar yang baru. Aku akan segera mengirim surat kepadanya untuk menjelaskan masalah ini. Tidakkah mereka tahu bahwa Ya’aqov bar Yosef dapat membahayakan Roma ?” Ananus tidak menyadari bahwa pada saat itu, Albinus telah menerima surat dari rabbi Simeon ben Gamaliel. Albinus menjadi sangat geram sebab Ananus telah berani mendahului kewenangannya. Ia mengirim pesuruhnya untuk mendahuluinya ke Yerusalem dengan kuda tercepat untuk menghantarkan surat keputusannya kepada Simeon. Isinya: “Aku berada 12 mil dari Yerusalem. Beritahu Imam Besarmu bahwa ia telah kehilangan jabatannya dan sebaiknya ia sudah tidak berada lagi di Yerusalem ketika aku sampai.” Ananus baru saja selesai menulis suratnya ketika Simeon datang beserta dua orang rabbi dari Beth Hillel. Saat itu matahari telah terbenam. “Annayah !” Simeon memanggil Ananus dengan nama Ibraninya, menunjukkan ketidak-sukaannya atas pengunaan nama Yunani yang populer di kalangan orang-orang Saduki. “Engkau membuang-buang waktumu. Albinus telah mengetahui pembunuhan ini. Engkau tidak lagi menjabat Imam Besar dan kuperingatkan engkau agar segera menyingkir dari Yudea !” Pagi-pagi sekali Ananus berangkat meninggalkan Yerusalem dengan hati tidak karuan. Sementara itu orang-orang Nasrani mengambil jenazah Yakobus dan menguburkannya di tempat itu juga, di lereng lembah Kidron, dan sampai hari ini kita bisa menemukan kuburnya di sana. Yakobus telah menjadi saksi setia, baik di hadapan orang Yahudi dan bukan Yahudi bahwa Yeshua adalah Messias. Semua orang, Nasrani, Farisi, rabbi dan ahli Taurat, pria dan wanita, meratapi kepergian Yakobus ha-Tzaddik yang sudah mereka anggap sebagai Pelindung Bangsa dan Keadilan. Kejadian setelah kematian Yakobus Berdasarkan catatan Josephus Flavius, raja Agrippa mencopot jabatan Ananus yang baru tiga bulan disandangnya dan mengangkat Yesus anak Damnaeus sebagai Imam Besar yang baru. Sudah menjadi pandangan tradisional bahwa murka Tuhan menyala karena pembunuhan terhadap Yakobus ini sehingga Ia menyerahkan Yerusalem dan Bait-Nya yang telah korup itu ke dalam tangan musuh. Hegesippus sependapat dalam hal ini dengan Klemen. Eusebius menulis: “dan segera setelah itu Vespasianus datang mengepung mereka.” Josephus juga menulis: “Hal ini terjadi pada bangsa Yahudi sebagai balasan atas [kematian] Yakobus, salah seorang saudara Yesus yang disebut sebagai Mesias. Sebab orang Yahudi telah membantainya padahal ia adalah orang yang paling saleh [di seluruh negeri].” Apa yang terjadi berikutnya pada sekte Nasrani dapat kita baca dari keterangan Eusebius pula: Setelah Yakobus mati syahid dan segera setelah itu Yerusalem ditaklukkan, dikabarkan para rasul dan murid-murid Tuhan Yesus yang masih hidup datang dari semua jurusan, berkumpul kepada orang-orang yang masih berhubungan darah dengan Tuhan Yesus (karena sebagian besar dari mereka juga masih hidup) untuk mencari mufakat siapa yang layak untuk menggantikan Yakobus sebagai pemimpin. Mereka semua dengan kata bulat menunjuk Simeon anak Klopas, yang juga tercantum dalam Injil, sebagai yang layak untuk menduduki posisi itu. Ia adalah saudara sepupu, seperti kata mereka, dari Tuhan Yesus. Sebab Hegesippus menulis bahwa Klopas adalah saudara Yusuf. (Historia Ecclesia 3:11:1-2) Catatan Kaki 1. Hegesippus juga adalah seorang tokoh Nasrani Yahudi. Ia adalah generasi pertama setelah para rasul. Kita akan membahas kisah hidupnya dalam Seri Tokoh-tokoh Nasrani yang berikutnya. 2. Eusebius memegang jabatan sebagai Uskup Kaisarea pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus. 3. Klopas adalah sebuah kata Yunani yang berasal dari bahasa Ibrani khelef yang artinya “pertukaran”. Sedangkan Alfeus adalah kata Yunani yang berasal dari bahasa Aram alfai 4. 5. 6. 7. 8. yang sama artinya dengan khelef. Jadi Klopas sama dengan Alfeus. Tradisi Gereja juga memegang keyakinan demikian. Meski demikian, Yakobus anak Alfeus bukanlah satu-satunya saudara sepupu Yesus yang bernama Yakobus. Menurut tradisi Gereja, Salome adalah istri dari Zebedeus. Dan jika Yohanes 19:25 ditafsirkan ada empat orang wanita, kemudian dibandingkan dengan Markus 15:40, maka wanita keempat itu (yang tidak disebutkan namanya dalam Yoh 19:25 dan hanya disebut sebagai saudara ibu-Nya) tidak lain tidak bukan adalah Salome. Jadi Yakobus anak Zebedeus terhitung saudara sepupu Yesus juga. Ini menjelaskan mengapa Salome (ibu Yakobus dan Yohanes) meminta kepada Yesus supaya anakanaknya ikut memerintah bersama-Nya (Mat 20:20). Gelar yang sama diberikan oleh Epiphanius, oleh Dionysius the Areopagite, dan lainnya. Lihat Suicer, Thesaurus Ecclesiasticus, s.v. Hillel berasal dari garis keturunan Daud. Masyarakat Yahudi di masa itu adalah masyarakat yang sangat messianis. Mereka begitu mengharapkan keturunan raja Daud mau memerintah atas mereka. Yakobus juga berasal dari keturunan Daud. Eusebius mencatat bahwa sampai pada saat berkobarnya pemberontak Bar Koseba (135 M), ada lima belas orang kerabat Yesus yang menjabat sebagai pemimpin sekte Nasrani. Pertama adalah Yakobus (saudara kandung), kemudian berturut-turut Simeon (saudara sepupu), Yustus, Zakheus, Tobias, Benyamin, Yohanes, Matias, Filipus, Seneka, Yustus, Lewi, Efres, Yusuf, dan Yudas. Semuanya adalah orang-orang bersunat. Kita mengenal mereka sebagai Desposynoi. Lihat tulisan saya yang berjudul “Kaum Miskin yang Terbuang”. Rekhab adalah sebuah suku keturunan Yonadab, anak Rekhab, yang tercantum dalam 1 Tawarikh 2:55 yang berasal dari rumpun Keni, suku Arab yang datang ke negeri Israel. Yonadab dan keturunannya ini hidup sebagai imam, melayani Tuhan sepanjang masa (Yer 35:19). Memecah Roti Dalam Pemahaman Ibrani “Baruch ata Adonai, Eloheinu Melech ha’olam, hamotzi lechem, min ha aretz.” “Diberkatilah Engkau, TUHAN Elohim kami, Raja Semesta Alam, yang menghasilkan roti di bumi.” Saat sebuah keluarga Ibrani hendak memulai makan, ucapan syukur di atas dipanjatkan selagi kepala keluarga memecah roti. Ucapan syukur di atas disebut dengan “memecah roti”. Kebiasaan “memecah roti” ini merupakan salah satu ciri khas kehidupan dari sebuah keluarga atau komunitas Ibrani. “Memecah roti” adalah satu hal yang dilakukan hanya dalam konteks makan. Bahkan di dalam Talmud (koleksi hukum-hukum lisan Yahudi), istilah ini hanya merujuk kepada ucapan syukur sebelum makan1[1]. Seseorang yang memanjatkan ucapan syukur ini dikatakan sebagai orang yang “memecah roti”. Dalam setiap jamuan makan, ada satu kebiasaan untuk menyediakan roti dan anggur. Ucapan syukur atas roti dan anggur ini dilakukan ketika hendak memulai makan. Orang yang mengucapkan syukur tersebut melakukannya sambil benar-benar memecah roti. Istilah “memecah roti” juga beberapa kali ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Adalah penting untuk memahami apa artinya “memecah roti” dalam kehidupan Ibrani. Pada zaman Yeshua, perjamuan makan dalam sebuah komunitas (communal meal) merupakan kebiasaan yang lazim, terutama di kalangan sekte Yahudi Esseni. Kaum Esseni merupakan sebuah komunitas yang memisahkan diri dari kehidupan duniawi dan memilih tinggal di daerahdaerah gurun dan gunung. Seseorang yang bergabung dengan komunitas tersebut menjual segala kepunyaannya dan membagi-bagikannya kepada sesama anggota komunitas sebab kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Dalam Kisah Para Rasul kita membaca bahwa banyak dari para pengikut Mesias yang mulai menjalankan gaya hidup Esseni, menjual segala kepunyaan mereka, saling berbagi keperluan seperti makanan dan pakaian, dan memecah roti (communal meal) dari rumah ke rumah. “Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.” (Kis 2:43-46) Seiring dengan perjalanan agama Kristen di abad kedua sampai kelima, sebuah ritual “komuni” diperkenalkan sebagai bagian dari ibadah Kristen. Ritual ini melambangkan “pengorbanan Kristus”, dimana umat mengambil bagian atas roti dan anggur, yang mana mewakili daging dan darah tuhan mereka. Dalam Yudaisme, tidak terdapat konsep ritual “komuni” seperti itu. Tidak ada persamaan ekivalen dalam Alkitab untuk istilah-istilah semacam “Ekaristi” atau “Komuni”. Dalam sejarah kita menyaksikan justru praktek “komuni” ini sering kali menyebabkan penderitaan orang Yahudi, khususnya pada abad-abad pertengahan, dengan tuduhan yang aneh yakni mencemarkan 1[1] Mas. Berachoth 39b, Mas. Berachoth 46a, Mas. Rosh HaShana 29b, Mas. Chullin 7b hosti (roti yang dipakai dalam komuni). Hal ini dipicu oleh sikap orang Kristen di masa itu yang meneruskan cacian dan makian kepada orang Yahudi yang dikatakan telah membunuh Tuhan mereka dengan menuduh mereka telah mengotori daging Tuhan mereka. Tuduhan ini biasanya berlanjut menjadi pembantaian besar-besaran, yang mencapai puncaknya pada zaman Inquisisi. Jadi, jika konsep “komuni” tidak terdapat dalam konsep Ibrani, darimana ritual gereja ini berasal ? Pada abad kedua Masehi, gereja mulai menolak segala hukum dan adat-istiadat Yahudi, dengan menyatakan bahwa Kristen bukan merupakan bagian daripada Yudaisme. Dan anehnya, ketika di satu sisi gereja meninggalkan akar Ibrani, di sisi lain gereja malah menyerap unsur-unsur paganisme yang populer dalam kerajaan Romawi. Praktek-praktek dan ritual agama Romawi dengan mudah beradaptasi untuk masuk ke dalam kekristenan. Mari kita tengok asal mula ritual “komuni” dalam agama Romawi yang berasal dari Babylonia dan Yunani: Ritual komuni merupakan sebuah ritual yang disebut “Omophagia”. Dalam agama Yunani kuno, Dionysus (atau Bacchus dalam agama Babylonia kuno), adalah salah seorang dewa utama. Ia adalah dewa anggur. Hari kelahirannya dirayakan setiap tahun pada tanggal 25 Desember. Para penyembahnya merayakan ritual komuni mereka dengan meminum air anggur yang diperas langsung dari buahnya, serta dengan memotong seekor banteng yang melambangkan Dionysus (Sang Banteng). Dengan memakan daging banteng dan anggur yang melambangkan Dionysus ini, para penyembahnya percaya bahwa mereka menyerap kekuatan dan kehidupan Dionysus ke dalam diri mereka. Jadi untuk menjadi serupa dengan dewa, mereka harus “memakan” dan “meminum” dewa mereka. Gereja pada abad kedua kemudian mengambil-alih ritual komuni ini dan mengadaptasikannya kepada “Yesus”. Roti dan anggur di dalam komuni, yang menjadi simbol bagi “Yesus”, benarbenar dipandang sebagai daging dan darah-Nya secara harafiah. Ini yang disebut sebagai “transubstansiasi", dan bertahan sebagai ajaran Katholik sampai hari ini. Walaupun Gereja Protestan menolak “transubstansiasi”, mereka meneruskan ritual ini, dengan menyatakan bahwa dalam roti dan anggur itu, umat mengambil bagian secara spiritual terhadap daging dan darah Kristus. Ada tiga doktrin ritual Komuni yang terdapat dalam kekristenan: 1. Gereja Katholik Roma mengajarkan bahwa roti dan anggur dari sakramen tersebut benar-benar menjadi daging dan darah Kristus (Transubstansiasi). 2. Gereja Lutheran mengajarkan bahwa daging dan darah Kristus dikonsumsi dalam dan bersama dengan roti dan anggur (Konsubstansiasi). 3. Gereja Kalvinis mengajarkan bahwa roti dan anggur menjadikan setiap orang yang turut di dalamnya, mengambil bagian dalam daging dan darah Kristus. Sudah merupakan hal umum dalam gereja Protestan untuk men-spiritualisasi-kan ajaran-ajaran Katholik. Walau demikian, kepercayaannya masih serupa, bahwa baik secara harafiah maupun spiritual, dengan mengambil bagian dalam daging dan darah Tuhan, umat percaya bahwa mereka menjadi serupa dengan Tuhan. Dalam kepercayaan Ibrani, tidak ada sama sekali ritual dimana para pengikutnya secara harafiah memakan simbol Tuhan supaya dapat “menerima-Nya”. Kita menerima Roh Kudus hanya dengan memelihara dan mematuhi perintah-perintah-Nya. Dengan mengakui bahwa roti dan anggur di ubah menjadi Tubuh (daging) dan Darah Yeshua (1 dan 2), maka kita menjadi kanibal dan peminum darah. Bukankah ini mengerikan dan bertentangan dengan Torat dan Injil ! Lalu apakah yang dimaksud oleh Yeshua ketika Ia menggunakan simbol roti dan anggur sebagai daging dan darah-Nya ? Mari kita mulai dengan menengok perkataan Yeshua ketika mengambil bagian dalam perjamuan makan terakhir-Nya bersama-sama para murid: Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19) Perjamuan makan tersebut adalah Perjamuan Paskah (Passover / Seder Pesakh) yang dilakukan oleh Yeshua bersama para murid (Mat 26:17-18; Mrk 14:12-16; Luk 22:13-15). Apakah roti yang diambil-Nya ketika berkata, “inilah tubuh-Ku” ? Ia mengambil Afikomen (Potongan Matzah), bukan sembarang roti, tetapi roti yang hanya dimakan dalam Perjamuan Paskah pada malam 14 Nissan. Roti ini merupakan roti tidak beragi yang melambangkan ketidak-berdosaan Mesias. Taurat dengan jelas mengajarkan bahwa kita harus mengingat penebusan kita dengan memakan roti tidak beragi pada saat hari raya Roti Tidak Beragi dan Paskah. Yeshua adalah roti tidak beragi itu. Dengan alasan itulah Ia berkata, “Perbuatlah ini (merayakan hari raya Roti Tidak Beragi dan Paskah) menjadi peringatan akan Aku (Penebusmu).” Addendum : ROTI dan ANGGUR dalam Perjamuan Kudus Kristen Tulisan ini ditambahkan sejalan dengan perkembangan Kristen yang akhir-akhir ini membuat plesetan yang penuh dengan intrik tipuan dengan mengadakan Perjamuan Kudus Gaya Baru yang mana dapat menyembuhkan orang sakit dan memasang tarif-tarif kusus bagi pasien yang tidak dapat menghadiri Perjamuan Kudus tersebut lalu mengadakan Perjamuan Kudus dan doa-doa di rumah si pasien seperti layaknya Seorang Pintar (Dukun) terhadap pasiennya. Manakala Yeshua mengangkat roti tidak beragi (Matzah), yang berlubang dan berbilur, Yeshua mengatakan,”INILAH TUBUHKU … INILAH DARHKU”. Perkataan ini adalah Nubuat Yeshua bahwa besok TubuhNya akan berlubang-lubang dan berbilur-bilur seperti ”roti tidak beragi” yang diangkatNya dan menumpahkan darahNya untuk menggenapi penebusan sebagai Anak Domba Pesakh. Sebagian lain Kristen menukarkan roti tidak beragi (Matzah) yang berlubang-lubang dan berbilur-bilur hanya dengan wafer tipis (Hosti Katolik yang berbentuk bulat lambang Dewa Matahari). Mengadakan Perjamuan Kudus tiap hari / minggu / bulan. Karena tidak berakar kuat, dan melupakan/membatalkan Taurat, maka tafsir perjamuan kudus menjadi harus sesering mungkin bahkan tiap hari/minggu/bulan makan roti tidak beragi. Apa yang ditafsir / dilakukan Kristen amat bertentangan dengan akar Ibrani yang melakukannya setiap tahun sekali pada saat Seder Pesakh (Paskah) dan Hari raya Roti Tidak Beragi. Perjamuan Kudus Kristiani hanya melakukan sebagian kecil (Keriwilan) dari liturgi Perjamuan Kudus yang dilakukan Yeshua pada saat terakhir (14 Nisan) Sering kali dalam ibadah “komuni” gereja memakai roti beragi. Padahal ragi merupakan lambang dosa sedang kita tahu Mesias adalah “tanpa dosa” dan Anti-Mesias adalah “manusia pendosa”. Jadi sebenarnya siapakah yang sedang “diperingati” dalam komuni gereja ? Dalam 1 Korintus 10:14-22, ada dua hal yang tengah dibicarakan oleh Paulus: 1. Kekudusan Perjamuan Paskah sebagai perjamuan untuk “orang-orang yang telah ditebus” (Tubuh). 2. Pelarangan untuk mengambil bagian dalam “perjamuan berhala”. Nampaknya jemaat Korintus menghadiri baik Perjamuan Paskah maupun perjamuan dalam perayaan-perayaan berhala. Paulus berkata bahwa menggabungkan keduanya adalah tidak dibenarkan di mata Tuhan. Dalam ayat 21 ia menulis: “Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat.” Ini merupakan masalah yang lazim terjadi di antara orang-orang percaya yang bukan Yahudi. Karena latar-belakang mereka adalah penyembah berhala maka tidaklah mudah bagi mereka untuk begitu saja meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama mereka. Paulus memandang perlu bagi komunitas Tuhan untuk “memisahkan diri”. Ayat 17, “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Tidak boleh ada percampuran di dalamnya. Keseluruhan 1 Korintus 5 berbicara tentang Perjamuan Paskah. Paulus berkata bahwa orangorang berdosa dilarang turut serta dalam perjamuan tersebut. Paskah adalah satu-satunya hari raya Tuhan dimana hanya orang-orang yang bersunat (baca : percaya) yang boleh merayakannya (Kel 12:43-49). Jemaat Korintus mengundang semua orang, termasuk saudara dan kenalan mereka yang belum percaya, untuk datang merayakannya. Paulus menekankan bahwa mereka yang belum percaya dilarang untuk ikut serta dalam perjamuan itu sebab Perjamuan Paskah harus dirayakan tanpa “ragi” (dosa), ayat 7-8. Tetapi bukan berarti kita harus memisahkan diri dari orang-orang yang belum percaya itu setiap waktu. Paulus berkata ini diterapkan hanya dalam konteks Paskah saja, ayat 10: “Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini”…ayat 11: “dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama.” Dalam 1 Korintus 11:26-31, Paulus sekali lagi menegaskan bahwa perintah Taurat bahwa “orang-orang yang tidak disunat tidak boleh makan Paskah” harus benar-benar dicamkan. Kelihatannya perintah satu ini tidak dituruti dengan serius oleh jemaat Korintus dengan membiarkan orang-orang yang belum percaya untuk ikut serta. Surat-surat Paulus memang banyak sekali ditujukan untuk membereskan masalah-masalah yang muncul di tengah-tengah orang percaya bukan Yahudi dalam komunitas Nasrani. Masalah pertama yang dihadapi oleh Paulus adalah orang percaya Yahudi yang masih terikat dengan aturan-aturan Farisi yang menyulitkan orang bukan Yahudi untuk menerima Mesias. Masalah kedua adalah menangani orang percaya bukan Yahudi yang sama sekali buta akan pemahaman Taurat. Dalam kasus jemaat Korintus, Paulus menginstruksikan kepada orang bukan Yahudi bagaimana hal-hal harus dilaksanakan dalam kaidah Taurat. Berlawanan dengan apa yang dilakukan oleh jemaat Korintus, Perjamuan Paskah bukanlah perayaan hura-hura dimana setiap orang boleh datang dan menikmati pesta. Jadi, ayat-ayat di atas sama sekali tidak ada relevansinya dengan ibadah “komuni”. Istilah “memecah roti” murni mengacu kepada perjamuan Ibrani, baik itu perjamuan Paskah atau perjamuan biasa. Kembali kepada perkataan Yeshua, apakah yang Ia maksudkan ketika Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darahNya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.” (Yoh 6:53) Dasar dari perkataan Yeshua ini terdapat di dalam literatur-literatur Kabbalah. Perlu dicamkan sebelumnya bahwa Yeshua adalah TAURAT YANG HIDUP (Yoh 1:1,14), mari kita baca kutipan berikut: “... Taurat disematkan dalam jiwa dan pemikiran seseorang, dan diserap di dalamnya, sehingga disebut ‘roti’ dan ‘makanan’ bagi jiwa. Sebab seperti halnya roti memperkaya tubuh setelah ia diserap di dalam, yang diubah menjadi darah dan daging dari tubuh dimana seseorang hidup – begitu pula halnya dengan pengetahuan Taurat dan pemahaman terhadapnya oleh jiwa orang yang mempelajarinya dengan baik, dengan ketekunannya, sampai Taurat itu diserap oleh pemikirannya dan dipersatukan sehingga mereka menjadi satu. Ini semua menjadi makanan bagi jiwa, dan hidup yang sesungguhnya dari Sang Pemberi Hidup, En Sof (Tuhan yang kekal) yang mulia. Inilah arti dari ayat “ya Elohimku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Maz 40:8)2[2] Di dalam Taurat dikatakan: “…bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.” (Ulangan 8:3). Roti surgawi tersebut dimengerti sebagai Taurat Firman TUHAN. Pernyataan ini kembali diulangi oleh Yeshua dalam Matius 4:4b dan kemudian dalam Yoh 6:47-57 Ia menunjuk diri-Nya sebagai Taurat yang hidup: (kalimat dalam kurung sebagai penjelas) “Akulah roti hidup (Taurat) yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini (Taurat), ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku (Yeshua adalah Taurat yang menjadi manusia), yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." … Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya (Yeshua adalah kesempurnaan Taurat), kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku (Taurat) adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku (Taurat), akan hidup oleh Aku.” Yeshua adalah kesempurnaan kebijaksanaan, pengetahuan, dan pengertian. Ia merupakan pemahaman yang sempurna (kegenapan) Taurat. Jadi jika kita sungguh-sungguh menyerap Taurat sehingga ia mendarah-daging di dalam kita, kita akan memperoleh hidup yang kekal. Rabbi Abraham Heschel berkata dalam bukunya 'God In Search of Man': “Tujuan dari seorang manusia adalah untuk menjadi perwujudan dari Taurat; sebab Taurat harus berada di dalam manusia, dalam jiwanya dan dalam tindakannya.” Melalui tulisan ini kita melihat betapa pentingnya untuk memahami perkataan Yeshua dan para penulis Perjanjian Baru dari perspektif Ibrani secara total. Jika kita tidak berlaku demikian, kita 2[2] TANYA (Likutei Amarim) Ch.5 & 6 akan tiba pada pemahaman yang keliru atau meniadakan perkataan mereka. Sebaliknya, dengan membaca dan memahami Perjanjian Baru dalam konteks pemikiran Ibrani, baik istilah dan juga praktek, kita akan menafsirkan dengan benar, serta memenuhi apa yang diajarkan oleh Mesias dan para murid-Nya. Marcion Penyeleweng Ajaran Paulus Jika seseorang mau melihat dengan hati yang jernih, ia akan menemukan bahwa banyak sekali doktrin dan ajaran Gereja dibangun atas dasar surat-surat Paulus. Kekristenan modern cenderung kurang memberikan perhatian kepada Tanakh (kitab Taurat dan para nabi) dan menaruh perhatian berlebihan kepada surat-surat Paulus. Pada masa kini kita bisa menyaksikan bahwa tidak ada satu pun orang Kristen yang mempelajari Taurat di kebaktian hari Minggu tetapi banyak sekali di antara mereka yang mempelajari surat-surat Paulus. Hal ini cukup memprihatinkan. Jika kita lebih banyak memberikan penekanan kepada bagian tertentu dan menghiraukan bagian lainnya dari Alkitab, kita amat mungkin akan menghasilkan sebuah pandangan yang tidak seimbang. Melihat jumlahnya, surat-surat Paulus mengisi separuh dari seluruh jumlah kitab di dalam Perjanjian Baru. Surat-surat Paulus tidak diragukan lagi adalah salah satu Injil yang tertua di dunia, yang ditulis antara tahun 50-64. Injilnya merupakan ilham Roh Kudus, tetapi Paulus atau pun Roh Kudus tidak menghendaki agar kita lebih memberikan penekanan terhadap suratsuratnya ketimbang kitab-kitab lainnya. Dengan melakukan hal tersebut, kita telah gagal mengikuti contoh yang diberikan oleh Paulus sendiri, yang berkata “Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Elohim kepadamu.” (Kis 20:27). Dengan menghiraukan bagian lain dari Alkitab, kita telah melupakan pesan Paulus, “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Elohim memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Tim 3:16). Ketika Paulus berbicara tentang Kitab Suci, yang ia maksud tentunya adalah kitab-kitab Tanakh, sebab Perjanjian Baru belum ditulis pada waktu itu. Kitab Suci inilah yang dikatakannya kepada Timotius, “memberi hikmat dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” Jika sekarang kita menjumpai bahwa Tanakh hampir tidak pernah lagi digunakan untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran, maka hal ini patut menjadi bahan pertanyaan. Rasul Petrus menulis dalam suratnya, “Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar dipahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.” (II Pet 3:15-18). Jika orang sekelas Petrus saja merasakan bahwa ada hal-hal yang sukar dipahami dalam surat-surat Paulus, maka apalagi bagi kita yang mempunyai keterbatasan pengetahuan akan situasi dan masalah apa yang sedang dibahas oleh Paulus ketika ia menulis surat-suratnya. Sekarang, apa yang membuat kita merasa lebih hebat dari Petrus dalam memahami surat-surat Paulus ? Lalu apakah yang membuat kekristenan mulai menaruh perhatian yang berlebihan terhadap surat-surat Paulus dan mengesampingkan kitab-kitab Taurat dan para nabi, Kitab Suci yang digunakan pula oleh Yesus pada masa hidup-Nya ? Untuk menjawab hal ini kita perlu pergi kembali ke abad kedua. Setelah masa para rasul berlalu, beberapa orang tampil dan menerima otoritas untuk meneruskan pekerjaan mereka. Mereka ini berbeda latarbelakangnya dengan para rasul. Seluruh rasul Kristus terlahir sebagai orang Yahudi. Seperti anakanak Yahudi lainnya, mereka telah mempelajari kitab Taurat dan para nabi semenjak kecil. Bahkan Paulus pada awalnya adalah salah seorang murid sekolah agama yang dididik langsung oleh Rabbi Gamaliel. Mereka berpikir dan mengajar dalam konteks-pandang dan budaya Yahudi dimana mereka hidup di dalamnya.Tetapi orang-orang yang menjadi pemimpin menggantikan mereka adalah orang-orang yang berasal dari latar belakang penyembah berhala, yang sama sekali tidak memahami keyahudian sistem kepercayaan mereka. Mereka inilah yang telah menyimpangkan pesan Injil yang disampaikan oleh para rasul. Jauh-jauh hari, Petrus telah mengingatkan kita terhadap bahaya laten orang-orang ini, masih kelanjutan dari perkataannya di atas, “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh.” (II Pet 3:17) Hukum yang dimaksud oleh Petrus adalah hukum Taurat, sebagaimana orang Yahudi dan pembaca di abad pertama memandangnya. Jadi orang-orang yang tidak mengenal hukum adalah istilah yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak pernah belajar, memahami dan mempraktekkan Taurat dalam hidup mereka. Selain mengawatirkan surat-surat Paulus, Petrus juga mengawatirkan tulisannya sendiri. Epistle of Peter to James adalah sebuah surat yang ditulis oleh Petrus kepada Yakobus ketika ia berada di Roma (c.60-64). Dalam suratnya itu, Petrus menulis, “Saudaraku, mengetahui betapa besar hasratmu (untuk memberitakan Injil) yang mana demi kebaikan kita semua, aku meminta dan memohon kepadamu untuk tidak membicarakan dengan orang-orang bukan Yahudi bukubuku pengajaranku yang aku kirimkan kepadamu, juga tidak kepada orang-orang sebangsa dengan kita sebelum mereka itu diuji. Tetapi jika ia terbukti dan ditemukan layak untuk itu, maka ajarlah dia, dengan cara yang sama ketika dahulu Musa menurunkan kitabkitabnya kepada tujuh puluh orang tua-tua yang meneruskan kursinya…mereka tidak meminta seorang pun untuk mengajar, kecuali ia telah belajar terlebih dahulu bagaimana Kitab Suci harus digunakan. Dan dengan demikian di antara mereka hanya terdapat satu Tuhan, satu hukum dan satu harapan…Dan hal ini aku ketahui, bukan karena aku seorang nabi, tetapi karena aku telah melihat sendiri kejahatan ini telah dimulai. Sebab beberapa orang di antara orang-orang bukan Yahudi itu telah menolak pengajaranku, mengikatkan diri mereka kepada ajaran sia-sia melawan hukum (Taurat) dari seorang yang menjadi musuhku. Dan hal ini telah terjadi semasa aku masih hidup, memutar-balikkan perkataanku dengan penafsiran yang beraneka-ragam, supaya hukum (Taurat) ditiadakan, seolah-olah aku sendiri mengajarkan demikian, tetapi dengan samar-samar, yang mana Tuhan melarangnya! Karena hal demikian merupakan tindakan melawan hukum Elohim yang diajarkan kepada Musa, yang mana kesaksian tentang kekekalan Taurat telah diberikan oleh Tuhan kita (Yesus Kristus), dimana Ia berkata: “Langit dan bumi boleh berlalu tetapi satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat.” Dan ini dikatakan-Nya sebab hal (penyelewengan) ini akan terjadi. Tetapi orang-orang ini, aku tidak tahu bagaimana caranya, mengaku mengetahui pikiranku, berusaha untuk menjelaskan perkataan-perkataanku, yang mereka dengar dariku, dengan cara yang lebih pandai dari caraku berbicara kepada mereka, memberitakan kepada katekumen mereka bahwa inilah maksud perkataanku, yang sebenarnya tidak pernah aku ajarkan. Jika selama aku masih hidup saja mereka sudah berani berlaku seolah-olah mewakiliku apalagi kelak orang-orang yang akan datang setelahku akan jauh bertambah berani! (Epistle of Peter to James 1:1-2:3) Kekhawatiran Petrus dalam suratnya itu menjadi kenyataan. Ada seorang tokoh yang hidup kirakira antara tahun 84-160, yang tidak diragukan lagi adalah seorang kaki tangan Iblis. Namanya Marcion, yang menjabat sebagai uskup di Sinope. Marcion mengajarkan bahwa seluruh kitab Perjanjian Lama harus dibuang karena berasal dari kuasa jahat, yakni tuhannya orang Yahudi, tuhan yang lebih rendah, bukan Tuhan yang dinyatakan oleh Yesus Kristus. Jadi keduanya adalah tuhan yang berbeda. Yang satu jahat dan yang satu baik. Marcion jelas adalah seorang anti Yahudi. Ia tidak segan-segan membuang semua tulisan dalam Perjanjian Baru yang menurutnya menganjurkan “peribadatan Yahudi” (i.e memelihara hukum Taurat seperti yang tercantum dalam Perjanjian Lama). Marcion-lah orang yang pertama kali menetapkan kanonisasi Perjanjian Baru (140). Setelah ia selesai melakukan editing terhadap isi Perjanjian Baru, “kitab suci”-nya hanya terdiri atas Injil Lukas (yang telah disensor dari unsur-unsur Yahudi) dan sepuluh buah surat Paulus. Ia menolak semua rasul yang lain, kecuali Paulus, sebab menurutnya hanya Paulus yang bisa dipercaya. Gereja Marcion yang anti Yahudi dan pro-Paulus ini kemudian berkembang pesat menyebar ke seluruh kerajaan Romawi dan selama berabad-abad mempunyai pengikut tersendiri. Baru pada abad kelima pengikut Marcion pelan-pelan menghilang, lenyap berbaur dengan lautan kekristenan. Sekarang kita yang mengaku beriman kepada Kristus harus bertanya kepada diri kita sebuah pertanyaan penting: Apakah penyesatan Marcion yang anti Yahudi dan pro-Paulus benar-benar telah menghilang ? Tidakkah kita melihat bahwa ada elemen-elemen di dalam Marcionisme telah terserap sedemikian rupa dalam kekristenan tanpa disadari ? Tentu saja Alkitab yang kita miliki, tidak seperti kepunyaan Marcion, mengandung kitab Taurat dan para nabi, namun seberapa besar kita menaruh perhatian terhadap perintah-perintah di dalamnya ? Jika kita mengamati rata-rata perilaku orang Kristen seperti yang disebutkan di awal tulisan, teramat jelas bahwa Gereja masa kini masih menganut Marcionisme dalam prakteknya. Umat Kristen dewasa ini tentu tidak ada lagi yang mempercayai dua Tuhan seperti yang diajarkan oleh Marcion. Namun demikian banyak orang Kristen yang mengadakan perbedaan antara sifat hukum dalam Perjanjian Lama dengan kasih karunia dalam Perjanjian Baru, sebab mereka memandang hukum Taurat sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kasih karunia. Hukum Taurat dipandang sebagai sesuatu yang usang dan sedikit manfaatnya bagi seorang Kristen. Jika Tuhan Perjanjian Lama dikesankan sebagai Tuhan yang gemar mengadili, menghukum dan pemarah sementara itu Tuhan Perjanjian Baru dikesankan sebagai Tuhan yang lemah lembut, cinta kasih dan damai, sehingga keduanya nampak seperti dua Tuhan yang berlawanan. Dengan demikian kita akan mendapati Tuhan yang mengidap schizophrenic atau jatuh ke dalam paham dua Tuhan-nya Marcion. Dalam bukunya Adversus Marcionem (207), Tertullianus mengecam Marcion dan para pengikutnya karena telah “melarang apa yang Tuhan perintahkan dan memerintahkan apa yang Tuhan larang.” (IV,1). Hantu ajaran Marcion ini terus berlanjut sampai sekarang di dalam Gereja. Tidak ada satu pun orang Kristen saat ini yang mengikuti perintah-perintah di dalam Perjanjian Lama seperti memelihara hari Sabat, merayakan hari-hari raya Kitab Suci, menjauhkan diri dari makanan haram, hal-hal yang diperintahkan oleh Tuhan. Tetapi mengikuti teladan Marcion, Gereja mengajarkan untuk tidak memelihara hari Sabat, tidak merayakan hari-hari raya Kitab Suci, tidak perlu menjauhkan diri dari makanan haram, hal-hal yang berlawanan dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Marcion, seperti kebanyakan pemimpin gereja masa kini, menyalah-gunakan perkataan Yesus dan Paulus untuk mendukung injil yang nomophobia, anti Yahudi dan pro-Paulus. Tertullianus memperlihatkan bahwa serangan kata Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan orang Farisi bukan ditujukan kepada hukum Taurat itu sendiri, tetapi kepada pemutar-balikkan dan penyalah-gunaan hukum Elohim. “Ia tidak mengritik beban hukum Taurat,” Tertullianus menulis. Beban yang dikritik oleh Yesus menurut Tertullianus adalah “beban yang ditambahkan oleh mereka sendiri, sebuah ajaran yang didasarkan atas ajaran manusia.” (IV, 27). Tertullianus menunjukkan betapa Yesus memandang penting memelihara perintah-perintah Taurat dengan menulis tentang orang muda kaya yang bertanya kepada Yesus: “Jadi ketika Ia ditanya oleh orang tersebut, Guru yang baik, apakah yang harus aku lakukan supaya memperoleh hidup kekal ?, Ia menjawab engkau telah mengetahuinya – yang artinya ialah memelihara perintah-perintah Sang Pencipta…Ayolah Marcion dan kalian para pengikut dalam kesesatan ini, apa yang akan kamu katakan ? Apakah Kristus disini meniadakan perintahperintah sebelumnya…?” (IV, 36) Tertullianus menentang pemutar-balikan surat-surat Paulus yang dilakukan oleh Marcion dengan memperlihatkan “keyahudian” iman Paulus, dan mempertanyakan, “Mengapa Paulus tetap memelihara hukum Yahudi, jika ia adalah pemusnah agama Yahudi ?” (V,5). Tertullianus juga menunjuk kepada Roma 7:7, untuk melawan kebencian Marcion terhadap hukum Taurat, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Engkau memalukan, Marcion. Tuhan melarang rasul Paulus menyatakan kebencian terhadap hukum Taurat…Bahkan ia menambahkannya lebih jauh, jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.” (V,14). Kemudian Tertullianus menulis, “Engkau tidak dapat membuat seorang penganjur hukum Taurat menjadi seorang penentang hukum Taurat.” (V,17). Kalimat Tertullianus yang terakhir masih terasa relevan hingga hari ini. Apakah anda bisa menebak bagaimana reaksi orang Kristen masa kini terhadap kalimat-kalimat Paulus seperti berikut: “Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.” (Gal 5:2) “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.” (Kol 2:16-17) Mudah ditebak. Mereka akan berpikir Paulus mengajarkan bahwa hukum Taurat telah digantikan dengan iman kepada Yesus Kristus. Benarkah demikian ? Ini bukanlah apa yang sedang dibicarakan oleh Paulus! Anda tidak dapat membuat seorang penganjur hukum Taurat menjadi seorang penentang hukum Taurat. Duapuluh tahun menjadi rasul Kristus tidak membuat Paulus berubah. Ia tetap seorang Yahudi yang taat. Paulus menyunat Timotius (Kis 16:1-3), bernazar dan mentahirkan diri (Kis 18:18,21:26), merayakan hari raya Roti Tidak Beragi (Kis 20:6), merayakan hari raya Shavuot (Kis 20:16), berpuasa pada hari raya Yom Kippur (Kis 27:9), dan memberikan persembahan di Bait Elohim (Kis 21:26, 24:17). Tetapi ajarannya sering kali disalah-pahami orang sebagai ajaran untuk membatalkan hukum Taurat. Dalam Kisah Para Rasul 21:18-26 diceritakan bagaimana Paulus membuktikan ketidakbenaran itu di hadapan Yakobus dan para penatua di Yerusalem. “Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita. Jadi bagaimana sekarang? Tentu mereka akan mendengar, bahwa engkau telah datang ke mari. Sebab itu, lakukanlah apa yang kami katakan ini: Di antara kami ada empat orang yang bernazar. Bawalah mereka bersama-sama dengan engkau, lakukanlah pentahiran dirimu bersama-sama dengan mereka dan tanggunglah biaya mereka, sehingga mereka dapat mencukurkan rambutnya; maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat.” Pada hari berikutnya Paulus membawa orang-orang itu serta dengan dia, dan ia mentahirkan diri bersama-sama dengan mereka. (Kis 21:21-24,26) Paulus yang sama juga menegaskan “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman (kepada Yesus) ? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya.” (Rom 3:31). Sayangnya, orang Kristen justru mengabaikan pernyataan-pernyataan Paulus yang positif terhadap hukum Taurat. Sangat jelas bahwa Paulus terus memelihara hukum Taurat setelah ia beriman kepada Kristus. Satu hal yang berubah dalam diri Paulus ialah alasan dia untuk memelihara hukum Taurat. Dahulu ia menaati setiap perintah secara teliti supaya ia memperoleh pahala dan keselamatan. Setelah bertemu Kristus, ia menemukan bahwa dirinya diselamatkan oleh karena iman. Sekarang keinginannya untuk menaati hukum Elohim disebabkan oleh dorongan hati dari hidupnya yang telah diperbaharui di dalam Kristus (Gal 2:20) sehingga ia bebas menaati hukum Elohim menurut roh, bukan lagi menurut cara lama yang hurufiah (Rom 7:6). Dengan memelihara hukum Elohim menurut roh dan berdasarkan alasan yang benar, Paulus memberikan contoh kepada seluruh pendengarnya, baik itu Yahudi maupun bukan Yahudi, supaya mereka mengikuti apa yang sudah dicontohkan olehnya. Katanya, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.” (I Kor 11:1). Kata yang digunakan dalam teks Yunani pada ayat tersebut adalah mimetes yang berarti imitator, orang yang menirukan. Jika kita mau bersungguh-sungguh mengikuti contoh yang telah diberikan oleh Paulus, sebagaimana ia telah mengikuti contoh Kristus, maka kita akan kembali memelihara hukum-hukum Elohim di dalam Perjanjian Lama, sesuatu yang telah diabaikan di dalam Gereja selama berabad-abad. Jika kita mau mengundang Roh Kudus dalam hati kita, maka cahaya terang Elohim akan menyingkirkan kita dari cahaya kegelapan Marcion. Kita akan mendapati diri kita diperbaharui dan kita akan melihat hukum Elohim yang sesungguhnya: sebagai sesuatu yang kudus, baik dan benar, jika “digunakan dengan tepat” (I Tim 1:8). Marilah kita, setiap orang yang beriman dengan hati penuh kepada Kristus untuk mulai belajar hukum Elohim, mengerjakannya, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, karena Yesus berkata: “siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:19). Sekali kita melenyapkan cahaya kegelapan Marcion dan “semangat anti-Taurat” dari teologi kita, kita akan menyaksikan bahwa hukum Elohim sama sekali bukanlah sebagai beban melainkan suatu panduan moral supaya kita hidup dengan suka cita menyenangkan hati Bapa di surga. Dengan begitu kita akan menyanyikan pujian seperti Daud bermazmur bagi TUHAN: Terpujilah Engkau, ya TUHAN;ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku. Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukum-Mu di hadapan- ku.Aku hendak berpegang pada Taurat-Mu senantiasa, untuk seterusnya dan selamanya.Besarlah ketenteraman pada orangorang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka. Aku sesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini, sebab perintah-perintah-Mu tidak kulupakan.(Maz 119:12,30,44,165,176) Nabi dari Nazaret Sejarah gereja yang telah berumur 2000 tahun ternyata banyak meninggalkan catatan dan peristiwa yang kadang sudah dilupakan sama sekali. Gereja yang dibangun dari kepercayaan berdasarkan Yesus Kristus telah mengalami banyak sekali perubahan dalam proses perkembangannya. Banyak sekali unsur tradisi dan campur tangan manusia yang mewarnai gereja selama 2000 tahun sehingga semuanya itu menjerat kita ke dalam bentuk penyimpangan yang sesat. Supaya kita tidak kehilangan akar kepercayaan kita, ada baiknya kita menelusuri kembali jejak sejarah Gereja. Tidak banyak orang Kristen yang mau peduli akan asal-usul mereka. Banyak orang Kristen menganut agama sebatas karena mengikuti arus orang banyak saja. Sejak anak-anak, mereka menumbuhkan iman dan kepercayaan dari apa yang dikatakan oleh orangtua dan pendeta mereka ketimbang membuat keputusan dari diri mereka sendiri. Dengan membaca tulisan ini anda membuktikan bahwa iman dan kepercayaan anda adalah berdasarkan pemikiran dan pendirian pribadi anda. Anda bukan lagi seorang pengikut arus melainkan seorang pencari kebenaran sejati. Tulisan ini adalah tulisan pertama dari dua rangkaian tulisan : 1. Nabi dari Nazaret 2. Kaum Miskin Yang Terbuang Yudaisme di masa Kristus Sejak kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babylonia (538 SM), Israel berada di bawah kekuasaan bangsa-bangsa besar, Persia dan kemudian Yunani. Akibat tekanan-tekanan yang dilakukan bangsa asing ini, bangsa Israel begitu mengharapkan kedatangan Messias, Putra Daud yang diyakini akan membawa kembali Israel ke dalam kejayaan. Pemberontakan Yudas Makabe yang berlanjut dengan pendirian kerajaan Hasmonea pada tahun 166 SM sempat dianggap sebagai penggenapan nubuat akan Messias. Tetapi dinasti Hasmonea yang dimulai dengan darah para martir itu berakhir dalam kerendahan. Penerus-penerus Yudas berhasil menjadikan diri mereka terpilih sebagai Imam Besar oleh dinasti Seleukos (Yunani) dan untuk memperoleh kedudukan ini seringkali digunakan cara suap. Beberapa di antara mereka tidak segan-segan menyalibkan orang Yahudi yang menentang mereka. Pengaruh Hellenistik (budaya Yunani) yang begitu kuat juga telah merasuki kehidupan orang Yahudi yang terkenal taat memegang adat-istiadat mereka. Disinilah mulai timbul kelompok-kelompok dalam komunitas Yahudi. Pendukung utama dinasti Hasmonea adalah berasal dari kelompok Saduki. Anggota kelompok ini berasal dari kalangan imam dan orang berada yang tinggal di belahan utara kota Yerusalem. Kelompok ini awalnya berasal dari para murid Antigonus, seorang rabbi yang hidup di abad sebelumnya. Saduki mengambil nama dari salah seorang murid Antigonus bernama Zadok. Kemudian ada lagi kelompok Boethusian yang mengambil nama dari murid lainnya, Boethus. Mereka ini sangat dipengaruhi oleh budaya Hellenistik dan menolak segala bentuk tafsiran terhadap Taurat, disamping tetap mempertahankan simbol-simbol tradisional Yahudi. Mereka percaya bahwa dinasti Hasmonea sama seperti kerajaan Daud yang menggabungkan unsur keimaman dan kerajaan. Tetapi sekelompok orang lainnya tidak menyetujui dinasti ini dan memilih untuk memisahkan diri dari komunitas Yahudi umumnya dengan cara tinggal di hutanhutan dan pedesaan. Pemimpin mereka, yang disebut dengan Guru Kebenaran, kemungkinan adalah Imam Besar yang dipaksa mundur oleh dinasti Hasmonea. Kelompok ini kemudian dikenal dengan sebutan Essenes, tinggal di sekitar Qumran (1), sebuah desa di dekat Laut Mati. Mereka juga menyebut diri mereka Evionim, yang berarti Kaum Miskin. Dari semua kelompok, yang paling dominan dan berpengaruh di antara orang Yahudi adalah kelompok Farisi yang bersikeras untuk berpegang kepada Taurat dan adat-istiadat mereka secara mutlak. Penolakan mereka terhadap kepemimpinan Hasmonea sempat beberapa kali diwarnai dengan pemberontakan yang memakan ribuan korban jiwa. Ketegangan baru berakhir ketika Salome, ratu Hasmonea (76-67 SM) mengakui kepemimpinan kelompok Farisi di dalam komunitas Yahudi. Pada masa Yesus, ada dua kelompok Farisi, yang satu adalah pengikut Rabbi Hillel (kakek Rabbi Gamaliel) dan satu lagi pengikut Rabbi Shammai.(2) Palestina di masa Kristus Pendudukan Romawi terhadap negeri Palestina dimulai pada tahun 64 SM. Pada masa itu kedudukan dinasti Hasmonea sedang runyam karena terjadinya perebutan kekuasaan antara dua orang pangerannya, Hyrcanus II dan Aristobulus II. Keduanya kemudian berusaha menarik dukungan Romawi untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Saat yang bersamaan di bawah pimpinan Pompey, pasukan Romawi telah berhasil menggulung raja Seleukos terakhir di Antiokhia. Hrycanus, dengan dukungan Antipater, gubernur Idumea, akhirnya berhasil mengambil simpati Pompey. Tak lama kemudian Yerusalem menjadi ajang pertempuran antara Aristobulus di satu pihak dengan Hyrcanus di pihak lainnya. Dengan mengundang pasukan Romawi, Hyrcanus mendapatkan kemenangan atas saudaranya itu. Bulan September tahun berikutnya, Pompey berhasil masuk ke Jerusalem serta menduduki Bait Elohim. Dua belas ribu orang Yahudi saat itu gugur dalam mempertahankan tempat ibadah suci mereka itu. Hyrcanus kemudian diangkat sebagai wali negeri. Tetapi kekuasaannya tidak lama karena situasi telah berubah. Julius Caesar mengalahkan Pompey pada tahun 49 SM dan menjadi penguasa tunggal Romawi. Dengan pandainya, Antipater berhasil menarik dukungan dari Julius sehingga ia diangkat menjadi wali negeri. Dua orang anaknya, Herodes dan Phasael ditunjuk pula menjadi tetrachs atau pemimpin distrik. Herodes untuk distrik Galilea dan Phasael distrik Yudea. Tetapi situasi memang cepat berubah. Pada tahun 40 SM, Romawi sempat kehilangan kekuasaannya atas Palestina akibat serbuan kerajaan Parthia dari Persia. Parthia menjadikan pangeran Antigonus dari dinasti Hasmonea menjadi wali negeri. Di tengah-tengah penyerbuan, Phasael berhasil ditangkap dan akhirnya tewas bunuh diri sedangkan Herodes berhasil melarikan diri ke Roma, dimana ia mampu mengesankan Senat agar dijadikan penguasa tunggal Palestina. Pada tahun 39 SM, ia diangkat menjadi raja Yahudi (meski sebenarnya ia keturunan Edom). Dan dengan bantuan pasukan Markus Antonius, ia kemudian menaklukkan Galilea dan Yerusalem serta menghukum mati Antigonus. Secara jujur, kita harus mengakui bahwa Herodes adalah raja yang berbakat. Di bawah pimpinan tangan besinya ia berhasil menstabilkan kondisi negeri dan mengambil hati para pendukung dinasti Hasmonea. Ia juga pandai memilih sekutu. Begitu Markus Antonius dikalahkan oleh Oktavianus, Herodes langsung berpindah sisi. Untuk memuaskan Oktavianus yang mengaku dewa, Herodes tidak segan-segan membangun kota Kaisarea sebagai bukti dedikasinya. Di lain pihak Herodes juga berusaha untuk mengambil hati orang Yahudi, terutama terhadap kelompok Farisi. Ia membangun kota Yerusalem menjadi salah satu kota metropolis di zamannya. Ia membangun tembok-tembok baru, mendirikan benteng dan menara, dan yang paling sensasional adalah usahanya untuk membangun kembali Bait Elohim yang rusak disana-sini akibat perang. Selama pemerintahan Herodes, Yerusalem bangkit kembali menjadi tempat ziarah suci, tidak kurang antara 300.000 hingga 500.000 peziarah dari berbagai penjuru dunia berdatangan untuk merayakan Pantekosta dan Sukkoth. Begitu banyaknya orang yang berkumpul di Yerusalem pada hari-hari raya sebenarnya mengundang instabilitas negeri. Di tahun 4 SM, ketika Herodes wafat dan meninggalkan tiga orang putranya, Arkhelaus, Phillipus, dan Antipas sebagai pewaris negeri, timbul kekacauan di Yerusalem. Arkhelaus tidak dapat menenangkan massa sampaisampai 3000 orang tewas terbunuh pada saat itu. Sabinus, gubernur Suriah terpaksa dikirim pula untuk menangani kerusuhan ini. Puluhan ribu orang Yahudi membarikade jalan dan menyerang pasukan Romawi di bawah pimpinan Sabinus. Akhirnya pasukan Romawi dapat menghentikan mereka dan menyalibkan dua ribu pemberontak di sepanjang tembok kota. Roma kemudian menetapkan Arkhelaus sebagai penguasa Yudea, Phillipus dan Antipas sebagai penguasa Galilea, Peraea, dan bagian utara lainnya negeri itu. Arkhelaus tidak mampu bertahan lama karena gaya pemerintahannya yang buruk terhadap orang Yahudi dan Samaria. Pada tahun 6 Masehi, Roma terpaksa mengambil alih pemerintahan dan menjadikan kota Kaisarea sebagai ibukota Yudea, jauh dari hiruk-pikuk Yerusalem yang mudah meledak setiap saat menjadi ajang kerusuhan.Yudea sendiri kini dimasukkan sebagai bagian dari propinsi Suriah dan Kirenius, gubernur Suriah, sekaligus ditunjuk sebagai wali negeri tersebut. Di antara tahun-tahun ini muncul gerombolan pemberontak di bawah pimpinan Teudas yang mengaku-ngaku sebagai mesias pembebas. Tetapi umur gerombolan ini tidak panjang. Setelah pemimpinnya terbunuh maka bubarlah gerombolan tersebut.(3) Kirenius datang dengan membawa misi untuk mengadakan sensus untuk kepentingan pemungutan pajak dan penghitungan properti Romawi. Hal ini memancing seorang bernama Yudas dari Golan untuk memimpin sebuah pemberontakan menentang Romawi. Yudas memandang pemungutan pajak tersebut ibarat sebuah perbudakan dan membujuk seluruh negeri untuk mempertahankan kemerdekaan mereka. Ternyata seruan Yudas menarik perhatian orang banyak. Mereka kemudian membentuk kelompok yang dinamakan Zealot. Kelompok ini kelihatannya cukup besar sehingga Josephus, sejarahwan Yahudi di masa itu menyebutnya sebagai kelompok keempat setelah Farisi, Saduki, dan Essenes (Antiquities 18:1:6). Kirenius sendiri nampaknya berhasil menggulung pemberontakan Yudas dan mencerai-beraikan pengikutnya.(4) Tetapi pada tahun 26 nyaris terjadi kembali kekacauan di Yerusalem. Tersiar desas-desus sebuah batu melayang masuk ke bagian tersuci (devir) dari Bait Elohim. Ratusan massa yang marah nyaris tidak tertahankan lagi. Pemimpin baru negeri itu, Pontius Pilatus terpaksa harus mengirim pasukannya ke Yerusalem untuk menenangkan massa. Kali ini memang tidak terjadi apa-apa karena mungkin orang Yahudi telah belajar dari pengalaman sebelumnya bahwa keselamatan Bait Suci adalah di atas segala-galanya. Mereka khawatir kehadiran pasukan Pilatus malah akan mengotori Bait Suci. Di sekitar masa itu pula muncul seorang nabi bernama Yohanes bin Zakharia yang kemudian dikenal sebagai Pembaptis. Yohanes datang dengan ajaran kesederhanaanya. Ia juga mengabarkan tentang Kerajaan Sorga. Menurut Perjanjian Baru, Yohanes inilah yang membaptis Yesus sebelum Yesus memulai pelayananNya. Nasib Yohanes sendiri tidak beruntung. Ia dipenjara oleh Arkhelaus karena sang raja tersinggung oleh teguran Yohanes. Beberapa waktu kemudian, Yohanes dijatuhi hukuman penggal. Kristus dalam sejarah Empat tahun setelah heboh batu melayang, kembali Bait Elohim digemparkan. Sekelompok kecil orang di bawah pimpinan seorang lelaki yang duduk di atas keledai masuk beriringan ke Yerusalem dari arah lembah Kidron. Mereka berteriak-teriak "Hosana bagi Anak Daud !". Beberapa orang memotong ranting-ranting pohon palem serta melambai-lambaikannya ke arah lelaki tersebut. Lelaki itu bernama Yesus, seorang nabi yang berasal dari Nazaret (Matius 21:11). Ia memang telah dikenal sebelumnya di seluruh Galilea sebagai seorang rabbi (guru) yang memberi khotbah, menyembuhkan orang sakit, dan mengusir setan. Pekerjaan Yesus memang sungguh luar biasa. Ia banyak membuat mukjizat dan keajaiban di hadapan orang banyak. Ia mengajarkan tentang Kerajaan Sorga dan kesederhanaan hidup.(5) Bahkan kabar beritanya pun telah tersebar di luar Palestina dan banyak orang sangat tertarik mendengarnya. Salah satunya adalah raja Abgarus (13-50 M) dari negeri Edessa yang terletak di tepi sungai Eufrat. Abgarus meminta pertolongan Yesus untuk menyembuhkan penyakitnya.(6) Padahal jauh sebelum itu ia cuma dikenal sebagai seorang tukang kayu, sebuah profesi yang rupanya menurun dari ayahnya (Matius 13:55). Ketika Yesus memasuki Yerusalem hari itu, Ia menangisi kota tersebut karena Ia tahu dalam waktu tidak lama lagi Yerusalem akan menerima penghukuman. Yesus kemudian langsung menuju Bait Elohim. Disana ia sempat mengusir sejumlah pedagang yang berjualan di halaman Bait Elohim sambil berseru demikian : "Ada tertulis RumahKu akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." Ini terjadi sekitar seminggu sebelum perayaan Paskah. Yesus lalu menghabiskan waktunya di dalam Bait Elohim berkhotbah dan mengajar. Selesai semua itu, Ia keluar meninggalkan Bait Elohim sambil berkata : "Kamu melihat semuanya itu ? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada satu batupun disini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." (Matius 24:1-2). Begitu mendengar apa yang dilakukan oleh Yesus di Bait Elohim, para imam Yahudi menjadi khawatir dan membuat rencana untuk menyingkirkanNya. Tindakan Yesus yang mampu menyedot perhatian dan emosi massa yang berkumpul menjelang hari raya Paskah dianggap sebagai suatu ancaman terhadap stabilitas Yerusalem. Pada hari pertama perayaan, Kayafas, Imam Besar saat itu, menangkap Yesus tetapi murid-muridnya dibiarkan pergi – hal ini menandakan bahwa ia tidak memandangNya sebagai ancaman politis yang besar. Yesus mulamula dituduh hendak menghancurkan Bait Elohim karena perkataanNya itu tetapi kemudian tuduhan dialihkan menjadi penghujatan. Karena orang Yahudi tidak memiliki hak pengkukuman, maka Yesus dibawa ke hadapan Pilatus. Hukuman akhirnya dijatuhkan, Yesus disalibkan bersama-sama dua orang penjahat di atas sebuah bukit di luar tembok kota. Korban penyaliban biasanya mampu bertahan beberapa hari tapi Yesus tidak, ia meninggal bahkan ketika matahari belum terbenam. Karena keesokkan harinya adalah hari Sabat dimana orang Yahudi dilarang bekerja, Yusuf seorang pengikut Yesus yang juga anggota Sanhedrin (semacam parlemen Yahudi), meminta izin Pilatus untuk menguburkan Yesus pada hari itu juga di pemakaman miliknya. Peristiwa penyaliban Yesus ini turut dicatat oleh Thallus, penulis Yunani sekitar tahun 50 M. Ia menceritakan pula tentang kegelapan dan gempa bumi yang terjadi menyusul penyaliban itu. Sejarahwan Romawi Tacitus (54-119 M) juga ada berbicara tentang peristiwa penyaliban ini di dalam bukunya. Kematian Yesus nampaknya mengakhiri semua permasalahan. Tetapi tiga hari setelah itu terdengar berita, mula-mula dianggap sebagai kabar burung saja, bahwa Yesus telah bangkit dari kematian. Diberitakan bahwa beberapa wanita menemukan kubur yang kosong ketika mereka tiba pagi-pagi sekali pada hari Minggu pagi. Beberapa orang murid dan pengikutnya kemudian menyaksikan sendiri Yesus, berjalan, berbicara, dan makan seperti sedia kala. Hal tersebut berlangsung selama 40 hari. Menurut keterangan Paulus, ada 500 orang lebih yang menjadi saksi atas hal tersebut sebelum akhirnya Yesus terangkat ke surga (1 Korintus 15:5-7). Peristiwa heboh ini juga mendorong Pilatus untuk mengirim surat kepada Tiberius yang menjadi kaisar di Roma saat itu. Pilatus menceritakan keajaiban-keajaiban yang diperbuat Yesus, dan bagaimana setelah kematian dan kebangkitanNya, Ia kemudian dipercaya sebagai Tuhan. Tiberius terpengaruh atas fenomena ini dan kemudian meneruskannya ke Senat tetapi Senat menolak menganggapi hal tersebut. Peristiwa ini dilaporkan oleh Tertullian, seorang yang memiliki reputasi tinggi di Roma pada abad kedua Masehi. Pilatus dan Tiberius kelihatannya cukup shock mengetahui fenomena ini. Tetapi tidak halnya dengan imam-imam Yahudi. Mereka kemudian menyuap keenam belas serdadu-serdadu Romawi yang menjaga kubur Yesus itu dan merancang cerita demikian : "Kamu harus mengatakan bahwa murid-muridNya datang malam-malam dan mencuriNya ketika kamu sedang tidur." Dan cerita ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini (Matius 28:11-15). Kesimpulan Yesus Kristus hadir di tengah-tengah kondisi bangsa Israel yang tengah menanti-nantikan kedatangan Sang Messias. Dalam penjajahan bangsa asing, bangsa Israel kerap kali harus bersitegang bahkan tidak jarang harus mengorbankan darah dan nyawa untuk mempertahankan agama dan kebebasan mereka. Oleh sebab itu tidak heran, di tengah penderitaan itu mereka sungguh-sungguh menantikan kedatangan Sang Pembebas yang akan membawa mereka kembali ke dalam kejayaan Kerajaan Daud. Sudah banyak orang yang mula-mula dianggap mesias-mesias penyelamat seperti Yudas Makabe, Teudas, dan Yudas tetapi kemudian berakhir dengan kehancuran. Sebaliknya Yesus tampil beda. Ia berkata bahwa kerajaanNya bukanlah berasal dari dunia ini. Ia menawarkan Kerajaan Sorga. Sebagian orang Yahudi sulit menerima gagasan ini. Tetapi ajaran Yesus ternyata begitu cepat meluas bahkan juga setelah Ia wafat, dan kemudian dikabarkan bangkit hidup kembali dan terangkat ke surga. Disinilah letak perbedaan Yesus dengan mesiasmesias lainnya. Pengikut mesias-mesias lain begitu cepat membubarkan diri setelah kematian pimpinannya. Sebaliknya dengan pengikut-pengikut Yesus, mereka justru bertambah giat mengajarkan ajaran Yesus ke kota-kota lain. Hal ini tentunya tidak terjadi jika Yesus tidak benarbenar bangkit dan hidup kembali. Tetapi kenyataannya adalah Yesus bangkit. Mengapa muridmuridNya mau berkorban nyawa untuk memberitakan sebuah kabar bohong ? Dengan kebangkitanNya itu, Ia membuktikan bahwa Ia adalah Mesias yang sesungguhnya. Bahwa Ia tidak dapat dikalahkan oleh kematian. Keberadaan Yesus, pekerjaan, penyaliban, dan kebangkitanNya, terekam pula oleh catatancatatan sejarah. Semua ini membuktikan bahwa Yesus bukanlah manusia fiktif. Ia telah hadir di tengah-tengah kita. Tentang Yesus ini Flavius Josephus, sejarahwan Yahudi yang hidup pada masa itu, juga menceritakan hal yang sama dalam bukunya yang terkenal "Antiquities of The Jews". Pada sekitar masa itu, Yesus, seorang pria bijak, jika itu sah menurut hukum untuk menyebutnya seorang manusia, karena ia adalah pelaku pekerjaan-pekerjaan yang ajaib, guru dari sekelompok orang yang menerima kebenaran dengan kegembiraan. Ia membawa serta dengannya banyak orang Yahudi dan juga orang non-Yahudi. Ia adalah Kristus. Dan ketika Pilatus, karena saran dari orang-orang petinggi di antara kita, telah menghukumnya ke tiang salib, orang-orang yang mencintainya sejak mula tidak melupakannya karena ia muncul di hadapan mereka dalam keadaan hidup di hari ketiga seperti yang nabi suci itu sudah ceritakan tentang hal ini dan puluhan ribu kisah ajaib lain mengenainya. Dan suku Kristen, demikian dinamakan menurut namanya, tidak hilang sampai hari ini. (Antiquities 18:3:3) Catatan Kaki 1. Pada tahun 1947, seorang anak lelaki suku Bedouin menemukan gua yang dipenuhi masuskrip-manukrip kitab suci Yahudi di sekitar Qumran. Para ahli sepakat bahwa temuan ini adalah manuskrip tertua yang pernah ditemukan dan berasal dari abad kedua hingga abad pertama sebelum Masehi. Dugaan besar, manuskrip-manuskrip itu adalah bekas peninggalan sebuah komunitas Essenes yang hidup di zaman Yesus. 2. Dan hampir berbarengan dengan Yesus, hidup pula Philo (± 25 SM-41 M) seorang filsuf Yahudi yang termashyur. Filosofinya sangat dipengaruhi oleh filosofi Yunani semacam aliran Stoa, Plato dan Neo-Phytagoras. Ia tinggal di Alexandria dan berasal dari keluarga yang berpengaruh. Keponakannya, Tiberius Alexander, adalah wali negeri Mesir pada masa Yesus. 3. Satu-satunya sumber kita tentang pemberontakan Teudas ini adalah dari Kisah Para Rasul 25:37. 4. Lihat Kisah Para Rasul 25:37. 5. Ajaran Yesus dapat dikatakan merupakan ajaran yang sama dengan yang disampaikan oleh pendahuluNya, Yohanes Pembaptis. 6. Eusebius, bapak gereja di abad keempat melaporkan kisah ini dalam bukunya "Ecclesiastical History" (Sejarah Gereja). Ia sendiri yang menemukan surat Abgarus kepada Yesus dalam arsip publik di Edessa. Sejarahwan Armenia pada abad kelima, Moses Choronensis, juga memberitakan keberadaan surat ini dalam arsip publik di Edessa. Tadeus, salah seorang murid Yesus, kemudian diutus pergi ke Edessa untuk menyembuhkan sang raja dan memberitakan ajaranNya (30 M). Daftar Pustaka Catholic Encyclopedia. Electronic Version. New Advent , Inc. 1998. Amstrong, Karen. Jerusalem – One City Three Faiths. Alfred A. Knopf. New York. 1996. Eusebius. Ecclesiastical History.* Schaff Edition. Electronic Bible Society. 325. Josephus, Flavius. Antiquities of The Jews.* 93. Josephus, Flavius. The Wars of The Jews (The History of The Destruction of Jerusalem).* 75. *) Terjemahan dalam bahasa Inggris. N A S R A N I Definisi dan Sejarah Josephus, sejarahwan Yahudi pada abad pertama, menulis ada tiga sekte utama di dalam Yudaisme: Farisi, Saduki dan Esseni3[3]. Epiphanius, sejarahwan Gereja pada abad keempat, mencatat ada tujuh sekte: Saduki, Ahli Taurat, Farisi, Hemerobaptis, Ossaean, Nasaraean dan Herodian4[4]. Para pengikut Yesus yang mula-mula juga dikenal sebagai sebuah sekte - yang disebut sebagai sekte Nasrani (Yunani: Nazoraios). Hegesippus, penganut Nasrani dari abad kedua, menulis selain mereka, ada tujuh sekte lain: Esseni, Galilean, Hemerobaptis, Masbothaean, Samaria, Saduki dan Farisi5[5]. Tulisan ini hendak mengadakan penjelasan atas kekeliruan dalam mengidentifikasikan sekte Nasrani. Definisi Kekeliruan dalam mengidentifikasikan sekte Nasrani disebabkan antara lain oleh banyaknya variasi nama yang beda-beda tipis seperti Nazarenus, Nazoraios, Nazaroi, Nazoraean, Nasaraean, Nazarites, Notzrim, N’tzarim, dan lain-lain. Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita samakan dahulu definisi sekte Nasrani: “Sekte Nasrani adalah sebuah sekte dalam agama Yahudi yang hidup menuruti apa yang tertulis di dalam hukum Taurat dan percaya bahwa keselamatan datang melalui Yeshua Ha-Mashiach6[6], Anak Elohim, lahir dari perawan Mariam, mati dan bangkit, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Elohim Bapa, dan datang kemudian untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.” Tentang sekte ini, para Bapa Gereja memberikan kesaksian sebagai berikut: "...yang menerima Kristus sedemikian rupa namun tanpa meninggalkan Hukum yang lama." (St. Yerome. On Isaiah 8:14). “Pengikut sekte ini dikenal luas sebagai kaum Nasrani, mereka percaya kepada Kristus, anak Elohim, lahir dari perawan Maria, dan mereka berkata bahwa Ia yang menderita di bawah Pontius Pilatus, dan bangkit lagi, adalah orang yang sama seperti yang kita percayai.” (Surat Yerome kepada Agustinus) "Mereka tidak mempunyai pendapat yang berbeda, namun melakukan semua hal tepat seperti apa yang diperintahkan dalam Taurat, menurut tata cara Yahudi – kecuali kepercayaan mereka terhadap Mesias…" (Epiphanius. Panarion 29) 3[3] The Wars of The Jews. Flavius Josephus. 100 A.D. Panarion 1:19. Epiphanius. 5[5] Historia Ecclesia IV,22. Eusebius. 325 A.D. 4[4] 6[6] Nama asli Yesus Kristus dalam bahasa aslinya, Ibrani-Aramaik. Sekte Nasrani tersusun atas kebanyakan orang Yahudi7[7], kemudian orang-orang bukan Yahudi yang menganut agama Yahudi (Yunani: proselutos)8[8], dan mungkin pula para pengikut Yohanes Pembaptis. Mereka sangat rajin (zealous) memelihara Taurat (Kis 20:21) dan terus beribadah seperti orang Yahudi lainnya (Kis 2:45). Kepemimpinan sekte ini secara berturut-turut dipegang oleh orang-orang yang berhubungan darah dengan Yesus, yang pertama adalah Yakobus, saudara Yesus, kedua Simeon anak Klopas, sepupu Yesus, ketiga Yustus, yang juga adalah sepupu Yesus, dan seterusnya.9[9] Paulus disebut-sebut juga sebagai salah seorang tokoh dari sekte ini (Kis 24:5). Asal-usul sebutan Nasrani Sebutan Nasrani (Ibrani: Netzarim) berasal dari kalangan Yahudi untuk menyebut para pengikut Yesus. Kata ini muncul dua kali dalam Perjanjian baru (Kis 24:5, 14) dan juga di dalam Talmud (Shabbath 116a, Gittin 57a, Avodah Zarah 48a). Dari mana sebutan ini berasal masih menjadi bahan perdebatan oleh para sarjana. Sebagian sarjana berpendapat bahwa nama tersebut berasal dari kata Ibrani Netzer (tunas) yang dikaitkan dengan Yesaya 11:1 – bahwa Yesus adalah Sang Tunas. Tetapi teori ini tidak masuk akal sama sekali jika mengingat sebutan Nasrani berasal dari kalangan orang Yahudi yang tidak percaya. Jika kata Nasrani benar berasal dari kata Netzer maka sama artinya mereka mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Walaupun demikian Epiphanius mencatat bahwa pengikut Yesus yang mula-mula juga disebut dengan sebutan IESSAIOI – Tunas Isai (Panarion 29 1, 3-9; 4,9). Beberapa sarjana lain sebaliknya lebih meyakini bahwa kata Nasrani berasal dari kata Ibrani Nazir, yaitu sebutan untuk orang yang menyerahkan hidupnya untuk Tuhan seperti Samson (Hak 13:5) dan Samuel (1 Raj 1:11). Menurut keterangan Hegesippus yang dikutip oleh Eusebius, Yakobus pemimpin sekte Nasrani hidup sebagai seorang nazir, tidak minum anggur, tidak makan daging dan tidak mencukur rambut (Historia Ecclesia II,xxiii). Praktek menahirkan diri nampaknya dilakukan oleh para pengikut Yesus mula-mula seperti yang terlihat dalam Kis 21:23. Nazar yang dilakukan oleh Paulus di dalam Kis 18:18 boleh jadi merupakan praktek yang serupa. Satu lagi teori mengatakan bahwa kata Nasrani berasal dari kata Ibrani Natzar yang artinya “menaati, memelihara, menjaga”. Kata ini dengan mudah bisa dihubungkan dengan istilah Yahudi Notsray haTorah yang artinya “penjaga atau pemelihara Taurat”. Istilah ini memang cocok sekali dengan cara hidup para pengikut Yesus yang mula-mula tetapi akan menjadi paradoks mengingat siapa pemberi nama Nasrani itu. Jika orangorang Yahudi Farisi memberikan nama Nasrani dengan pengertian bahwa pengikut Yesus adalah “penjaga Taurat”, lalu apa peranan yang tersisa untuk mereka sendiri ? Mungkin nama Nasrani diambil dari kota kelahiran Yesus, Nazaret10[10] adalah jawaban yang terbaik. 7[7] Kis 21:20 menerangkan bahwa jumlah anggota sekte ini mencapai puluhan ribu orang. Kata Yunani yang digunakan adalah miruas, yang bisa pula diterjemahkan “tidak terhingga banyaknya”. 8[8] Kis 2:11 9[9] Historia Ecclesia IV,5. Eusebius. 325 A.D. 10[10] Sebuah nama yang salah. Pada zaman Eusebius dan St. Yerome, kota kelahiran Yesus ini disebut Nazara, yang nampaknya merupakan nama yang benar sebab di dalam manuskrip Perjanjian Baru kita menjumpai kata seperti Nazarenos atau Nazoraios, tetapi tidak pernah Nazaretaios. Istilah lain yang diberikan kepada para pengikut Yesus yang mula-mula adalah Evyonim (orang miskin) diambil dari khotbah Yesus: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Elohim, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Hal ini juga tercermin dalam kehidupan para pengikut Yesus yang mula-mula yang sangat bersahaja (Kis 2:45, 2 Kor 8:9). Satu istilah yang tidak kalah pentingnya adalah kata Kristen (Kis 11:26) yang sekarang digunakan secara luas untuk menyebut barangsiapa yang percaya kepada Yesus Kristus – Katolik, Protestan, Maronit, Jacobite, Koptik, Mormon, dan seterusnya. Istilah ini muncul di kalangan orang percaya bukan Yahudi di Antiokhia, sebuah kota koloni Yunani di luar Palestina, beberapa dekade setelah kenaikan Yesus. Secara literal, Kristen artinya “pengikut Mesias” (Mesianis), sehingga sekte Nasrani boleh juga disebut sebagai Yahudi Mesianis – untuk membedakannya dengan Yahudi Rabbinis (agama Yahudi modern). Menarik untuk disimak bahwa para pengikut Yesus yang mula-mula tidak menyebut diri mereka Nasrani, Evyonim, atau Kristen. Mereka lebih memilih menyebut diri mereka pengikut “JALAN TUHAN” (Kis 9:2,13:10,18:25,19:9,19:23,22:4-5,24:14,24:22) atau "Jalan Elohim" (Mat 22:16, Luk 20:21, Kis 18:26) atau "Jalan Kebenaran" (2 Pet 2:2,21). Yakobus Ha Tzaddik Figur terpenting dalam sekte Nasrani adalah Yakobus yang diberi gelar oleh masyarakat, Ha Tzaddik yang artinya Orang Benar. Sepeninggal Yesus, kepemimpinan diserahkan kepada saudara-Nya Yakobus sebagai pewaris tahta Daud yang sah. Hegesippus dalam bukunya Memoir, yang dikutip oleh Eusebius, menceritakan: “Yakobus, saudara Tuhan Yesus, meneruskan kepemimpinan Gereja bersama-sama dengan para rasul. Ia telah dipanggil dengan sebutan Tzaddik oleh semua orang sejak zaman Kristus hingga hari ini, sebab banyak orang yang bernama Yakobus. Ia kudus sejak dalam kandungan ibunya, ia tidak minum anggur atau minuman keras, dan ia tidak makan daging. Ia tidak mencukur rambutnya, tidak memakai minyak urapan, dan tidak mandi. Ia seorang diri diperbolehkan memasuki ruang kudus [dalam Bait Elohim], sebab ia tidak memakai wul selain kain linen. Dan menjadi kebiasaannya untuk masuk seorang diri ke dalam Bait Elohim, dan sering kali dijumpai ia berlutut berdoa memohon pengampunan atas bangsanya, hingga lututnya menjadi sekeras lutut unta, saking terlalu lamanya ia berdoa menyembah Tuhan dan memohon pengampunan atas bangsanya. Karena kebajikannya yang luar biasa, ia digelari ha-Tzaddik dan Oblias yang jelas artinya dalam bahasa Yunani: Pelindung Bangsa dan Keadilan, sesuai seperti apa yang dinubuatkan oleh para nabi mengenainya.” (Historia Ecclesia 2:23:5-7) Dari penjelasan Hegesippus di atas, kita memperoleh gambaran bahwa Yakobus hidup sebagai seorang nazir dan mempunyai kebiasaan untuk berdoa di dalam ruang kudus [devir] Bait Elohim. Kesalehan Yakobus di dalam memelihara Taurat (bd. Kis 21:20) ini diakui oleh seluruh masyarakat Yahudi, bahkan oleh para pemuka agama Yahudi saat itu sehingga ia diperbolehkan seorang diri memasuki ruang kudus [devir] Bait Elohim – dimana kita tahu hanya Imam Besar yang diperbolehkan untuk itu. Hal ini juga menjadi contoh nyata bagaimana seorang Nasrani di masa itu tidak memandang bahwa Yesus telah mendirikan agama baru yang asing dan terpisah dari komunitas besar Yahudi. Orang Nasrani beribadah bersama-sama orang Yahudi lainnya Sampai akhir abad pertama, sekte Nasrani masih beribadah bersama-sama dengan orang Yahudi lainnya. Hal ini bisa kita jumpai dari aneka sumber, salah satunya adalah Toldoth Yeshu, sebuah karya sastra derogatori dari kalangan Yahudi pada abad kelima. "Sepeninggal Dia [Yeshua] murid-muridnya ada bersama-sama dengan orang Yahudi dan Bani Israel di sinagoga-sinagoga, bersembahyang dan berpuasa di tempat yang sama. Tetapi ada perbedaan pendapat antara mereka dan orang Yahudi mengenai Mesias." (Toldot Yeshu) Bahkan sampai abad kelima, di belahan timur, orang Nasrani masih bisa dijumpai beribadah bersama-sama orang Yahudi. Hal ini terungkap dalam surat St. Yerome kepada St. Agustinus pada tahun 404. "…Pada zaman kita ada sebuah sekte di kalangan orang Yahudi di seluruh sinagogasinagoga di Timur, yang disebut Minim, dan sekarang dicap bidah pula oleh orang Farisi. Pengikut sekte ini dikenal luas sebagai kaum Nasrani, mereka percaya kepada Kristus, anak Elohim, lahir dari perawan Maria, dan mereka berkata bahwa Ia yang menderita di bawah Pontius Pilatus, dan bangkit lagi, adalah orang yang sama seperti yang kita percayai. Tetapi sementara mereka ingin menjadi Yahudi dan Kristen sekaligus, mereka akhirnya tidak tergolong ke dalam salah satu pun…" (Surat Yerome kepada Agustinus) Sekte Nasrani diusir dari Yudaisme Pada tahun 70, bangsa Romawi datang mengepung Yerusalem. Ketika itulah orang-orang Nasrani kemudian teringat pesan Mesias: “Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat.” (Luk 21:20). Mereka segera meninggalkan Yerusalem menuju daerah pengunungan di sekitar kota Pella di seberang Yordan. Tindakan ini dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak patriotik oleh kalangan Yahudi lainnya. Inilah bibit awal yang menyebabkan penolakan terhadap orang-orang Nasrani. Setelah Bait Elohim dirubuhkan, para rabbi-rabbi Yahudi Farisi berkumpul di Yavneh untuk memutuskan masa depan agama mereka. Mereka antara lain menyusun Misnah dan menetapkan kanonisasi Alkitab. Pusat kerohanian di Yavneh inilah yang kelak menjadi fondasi dari agama Yahudi modern (Yahudi Rabbinis). Pada tahun 90, Samuel ha-Katan ditugaskan untuk menambahkan ucapan doa yang kemudian di kenal sebagai Birkat haMinim ke dalam doa orang Yahudi (Berachot 29b). Dalam Birkat haMinim masa kini memang tidak terdapat lagi kata Nasrani di dalamnya tetapi sebuah salinan tua yang ditemukan di Genizah, Kairo berbunyi: “Biarlah tidak ada pengharapan bagi para pemberontak, dan semoga kerajaan yang congkak segera dirubuhkan pada hari ini, dan orang Nasrani dan orang Minim menghilang dan dilenyapkan dari buku kehidupan. Terpujilah Engkau Tuhan yang merendahkan orang-orang congkak.” Yang dimaksud dengan para pemberontak disini adalah orang Saduki dan para penganut sekte Yahudi lain (termasuk Nasrani) yang tidak sejalan dengan ajaran orang Farisi. Istilah yang kemudian diberikan kepada semua orang yang “tidak sejalan” ini adalah Minim. Sedangkan kerajaan yang dimaksud tentu saja adalah kerajaan Romawi pada masa itu. Tetapi penekanan justru diberikan dengan menyebut langsung kata Nasrani. Sejak itu sulit bagi orang-orang Nasrani untuk berpartisipasi di dalam sinagoga. Ephiphanius pada abad keempat menulis: “Orang Yahudi tidak saja membenci mereka; bahkan berdiri di pagi hari, siang hari dan malam hari, tiga kali sehari mengucapkan doa di sinagoga-sinagoga, mengutuki dan melaknati mereka. Tiga kali sehari mereka berkata: “Tuhan mengutuki orang Nasrani.” Sebab orang Yahudi menyimpan kebencian terhadap mereka, jika boleh, walaupun mereka juga adalah Yahudi, mereka mengakui bahwa Yesus adalah Mesias…” (Panarion 29) Atas sikap tidak bersahabat ini, kemudian timbul rasa kebencian terhadap orang Yahudi di kalangan pengikut Yesus yang bukan Yahudi. Supaya diketahui, sejak dahulu bangsa Yahudi menjadi obyek kebencian dari semua bangsa-bangsa di dunia oleh karena mereka berbeda baik dalam kepercayaan dan gaya hidup. Pada abad pertama masehi telah terbentuk suatu opini umum di kalangan penduduk Romawi bahwa bangsa Yahudi adalah sebuah bangsa yang berasal-usul amat memalukan, sebuah bangsa berpenyakit kusta yang diusir keluar dari Mesir pada zaman Musa. Hal ini tercermin antara lain lewat tulisan para tokoh-tokoh Romawi seperti Apion, Poscidonios dan Molon. Atas kejadian ini, rasa kebencian terhadap orang Yahudi yang diwariskan oleh pengikut-pengikut Yesus yang bukan Yahudi serasa menemukan tempatnya kembali. Dan penyesatan pun dimulai… Hegesippus seperti yang dikutip oleh Eusebius mencatat bahwa setelah kematian Yakobus, Simeon anak Klopas ditunjuk untuk menjadi pemimpin berikutnya. Hegesippus ini adalah seorang Yahudi Nasrani yang hidup tepat setelah generasi para rasul. Hegesippus menegaskan bahwa sampai hari itu, jemaat pengikut Yesus masih belum dicemari oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan. Selanjutnya ia menulis: “Tetapi Thebuthis, karena ia tidak dipilih menjadi pemimpin, mulai menyesatkan jemaat. Darinya berkembang tujuh sekte di tengah orang banyak [masing-masing dinamai menurut pemimpin mereka], seperti Simonian, Kleobian, Dosithean, Goratheni, Masbothaean. Dari mereka ini muncul kaum Menandrianis, Marcionis, Karpokratian, Valentinian, Basilidian, dan Saturnilian. Masing-masing secara terpisah mengajarkan ajaran mereka sendiri. Dari mereka muncul Mesias palsu, nabi palsu, rasul palsu yang memecah belah jemaat dengan ajaran sesat melawan Tuhan dan melawan Mesias-Nya.” (Historia Ecclesia IV, 22) Inilah yang dimaksud oleh Petrus di dalam 2 Petrus 3:15-17 ketika ia mengingatkan kita akan bahaya pemutar-balikkan ajaran Paulus oleh orang-orang yang tidak mengenal Hukum [Taurat] (baca: orang bukan Yahudi). Ketika jumlah orang-orang non Yahudi mulai melebihi jumlah orang Yahudi di dalam tubuh sekte Nasrani, mereka mulai menyesuaikan kepercayaan baru mereka itu dengan kepercayaan lama mereka. Dan ternyata kebencian mereka terhadap orang Yahudi belum juga hilang meski sekarang mereka telah beriman kepada Mesias-nya orang Yahudi. Mereka, sama seperti kakek dan ayah mereka, memandang hina agama dan adat-istiadat Yahudi. Seperti apa yang ditulis oleh St. Ignatius pada tahun 98 di bawah ini: "Tidak masuk akal berbicara tentang Yesus Kristus dengan lidah [Yahudi] dan menumbuhkan harapan dalam pemikiran kepercayaan Yahudi yang sekarang sudah berakhir." (Surat untuk jemaat Magnesia) Masih dalam buku yang sama, Hegesippus mencatat kisah perjalanannya ke Korintus dan Roma (c.160). Di dalam perjalanannya itu ia bertemu dengan banyak uskup-uskup dan ia menjumpai kesamaan doktrin dari mereka semua. Ia dalam kesempatan yang sama mengatakan: “Dan jemaat di Korintus bertahan dalam kebenaran firman hingga Primus menjadi uskup di Korintus….setiap kota menuruti ketetapan-ketetapan Hukum [Taurat], para nabi dan Tuhan [Yesus].” Dari keterangan tersebut kita boleh mengambil kesimpulan, meski dengan ekstra hati-hati, bahwa sampai paruh abad kedua para pengikut Yesus masih memelihara hukum Taurat dan mempunyai kepercayaan yang seragam – meski di luar Yudea mulai bermunculan intrik-intrik anti Yahudi. Tetapi perpisahan antara kubu Kristen (mayoritas non Yahudi, di luar Yudea) dengan Nasrani (mayoritas Yahudi, di Yudea) sudah tidak terelakkan lagi. Pada tahun 135 Simon Bar Koseba dan pengikutnya mengangkat senjata melawan Romawi setelah Kaisar Hadrian berencana untuk membangun kuil Yupiter di atas reruntuhan Bait Elohim. Pada awalnya pemberontakan Bar Koseba ini memperoleh kemenangan tetapi akhirnya seluruh bangsa Yahudi harus menanggung kekalahan yang teramat besar. Setelah Bar Koseba terbunuh dan peperangan pun usai, seluruh orang Yahudi diusir dan untuk selanjutnya dilarang memasuki Yerusalem dalam radius 150 mil. Aturan ini berlaku pula bagi kaum Nasrani karena orang Romawi juga memandang mereka tidak lebih sebagai Yahudi. Rencana Hadrian berlanjut, sebuah kota baru berdiri di atas reruntuhan Yerusalem dan diberi nama Aelia Kapitolina. Hadrian kemudian mendatangkan orang-orang Yunani dan Suriah untuk mengisi kota tersebut. Tidak dapat disangkal, beberapa di antara orang-orang itu adalah orang Kristen.11[11] Keadaan ini memberikan peluang bagi kubu Kristen yang tidak mempedulikan keyahudian kepercayaan mereka – untuk bersuara lebih besar dalam urusan-urusan komunitas dan penafsiran Alkitab. Dan kepemimpinan sekte Nasrani yang turun temurun dipegang oleh orang Yahudi pun diambil alih kemudian oleh uskup-uskup Yunani. Berbarengan dengan itu masuk pula paham Gnostisme. Ensiklopedia Katholik menjelaskannya dengan definisi singkat: “the doctrine of salvation by knowledge” (ajaran keselamatan lewat pengetahuan). Paham Gnostisme ini mengajarkan bahwa keselamatan jiwa diperoleh dengan cara menyingkap misteri alam dan mistis. Tidak ada satu pun ahli yang sepakat menyatakan tempat kelahiran paham ini tetapi secara umum mereka sepakat bahwa Gnostisme berasal dari dunia Timur. Gnostisme tidak mempunyai kepemimpinan sentral atau organisasi teratur layaknya sebuah agama sehingga Gnostisme boleh dikatakan merupakan sekumpulan besar paham-paham pantheistik-idealistik yang beraneka-ragam. Gnostisme juga tidak terikat pada suatu agama sehingga memungkinkan paham ini untuk bersinkretis dengan agama mana pun. Oleh sebab itu tidak heran bila agama Yahudi – termasuk sekte Nasrani di dalamnya – dan juga Kristen tidak luput dari serbuan paham ini. Tokoh-tokoh Gnostis yang masuk antara lain Kerinthus dan Elkhasai (tentang mereka ini dapat anda baca lebih jelas di dalam Ensiklopedia Katholik). 11[11] Historia Ecclesia IV,6. Eusebius melaporkan adanya sebuah gereja non-Yahudi di masa itu. Pada zaman itu kota Alexandria di Mesir menjadi salah satu pusat ajaran Gnostis. Banyak dari para Bapa Gereja lahir dan dibesarkan di kota ini, antara lain Barnabas (bukan Barnabas teman seperjalanan Paulus), Yustinus Martir, Klemen (bukan Klemen dalam Perjanjian Baru) dan Origen. Mereka berlatar-belakang dari keluarga penyembah berhala, entah itu ayah mereka atau kakek mereka. Mereka inilah yang dimaksud oleh Petrus sebagai orang-orang yang tidak mengenal Hukum Taurat. Untuk orang sekelas Petrus saja – yang menghabiskan waktu tiga tahun bersama-sama Yesus, tulisan-tulisan Paulus diakui sukar untuk dipahami – apalagi untuk mereka yang tidak pernah mengenal Hukum Taurat. Karena ketidak-pedulian akan keyahudian iman mereka – ditambah dengan rasa kebencian terhadap orang Yahudi yang lazim di masa itu, mereka kemudian menghasilkan ajaran-ajaran yang sama sekali berlawanan dengan iman Yahudi. Barnabas dikenal dengan tulisan-tulisan anti Sabat dan anti Taurat-nya. Yustinus percaya bahwa Taurat diberikan kepada Israel sebagai hukuman dari Elohim. Klemen percaya bahwa Kristen adalah satu-satunya Gnostisme yang benar. Sedangkan Origen berpendapat bahwa Taurat adalah aplikasi hukum literal yang seharusnya ditinggalkan supaya kita kembali kepada hukum rohani Elohim yang benar. Origen keliru sebab Taurat adalah bersifat rohani seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 7:14. Mereka keliru memahami Paulus dengan memperkenalkan konsep anti Taurat, mengajarkan bahwa hidup di dalam Taurat berlawanan dengan hidup di dalam kasih karunia. Dan hal yang paling mengerikan adalah mereka menyalah-pahami konsep tentang Elohim orang Yahudi dengan menjadikannya sebagai Tuhan Tritunggal, sebuah konsep yang tidak pernah dikenal sebelumnya dalam kepercayaan Yahudi – tetapi dikenal luas di Mesir, Babylonia, India, dan sebagainya. Nasrani vis-a-vis Ebionisme Di kemudian hari, ketika kekristenan berkembang di abad ketiga dan keempat, dan secara perlahan-lahan kehilangan akar Yahudinya, para tokoh Gereja di masa itu menyebutkan ada dua buah kelompok: Nasrani dan Ebion (transliterasi dari kata evyonim). Dari keterangan mereka, jika kita seksama membacanya jelas sekali bahwa keduanya merupakan kelompok yang berbeda. Perbedaan di antara keduanya adalah kelompok Ebion menolak Paulus dan surat-suratnya, menolak keTuhanan Yesus, Yesus adalah manusia biasa, anak dari Yusuf dan Maria, menolak ritual korban persembahan, tidak makan daging dan menggunakan hanya Injil Ibrani12[12]. Menurut Hippolytus, pandangan mereka terhadap Kristus serupa dengan apa yang diajarkan oleh Kerinthus dan Karpokrates. Kelompok Ebion ini meninggalkan warisan berupa tulisan yang kemudian dikenal sebagai Pseudo-Klemen. Sedangkan kelompok Nasrani dideskripsikan dengan positif sebagai kelompok yang menerima Paulus dan percaya akan ketuhanan Yesus, termasuk kelahiran-Nya dari perawan Maria. Kelompok Nasrani ini adalah sekte biblikal yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul. Banyak orang, termasuk para sarjana sekelas Hyam Maccobi sekalipun, tidak mampu membedakan antara kedua kelompok ini. Bahkan ada dari mereka yang memandang bahwa Ebionisme adalah ajaran Yesus yang asli. Padahal Ebionisme tidak sama dengan 12[12] Against The Heresies. Irenaeus. 140-203; Against All Heresies. Hippolytus. 170-235; Historia Ecclesia. Eusebius. 325; Surat kepada Agustinus. Yerome. 404. kepercayaan Nasrani yang tercantum di dalam Kisah Para Rasul. Kelompok Ebion ini bisa dilacak asal-usulnya ketika terjadi penyerbuan bangsa Romawi ke Yerusalem pada tahun 70. Tahun tersebut adalah tahun yang teramat penting dalam sejarah Nasrani. Ketika Simeon, pengganti Yakobus, memimpin kaum Nasrani mengungsi ke Pella, Thebuthis memimpin sebagian lainnya untuk memisahkan diri dari kelompok Simeon. Kelompok Thebuthis ini, seperti yang diceritakan oleh Hegesippus, kemudian menjadi sangat rentan terhadap ajaran-ajaran sesat. Dan dari sinilah Ebionisme kemudian timbul. Addendum: Tentang Sekte Nasoræan Nasoræan adalah sebuah sekte Gnostis yang tumbuh sebelum era kekristenan di Mesopotamia. Sekte ini merupakan satu-satunya sekte Gnostis yang masih bertahan hingga hari ini dengan jumlah penganut sekitar 1500 orang yang tinggal di Shat-el-Arab, dekat Teluk Persia. Bagian ini sengaja ditambahkan oleh penulis karena beberapa waktu yang lalu seorang penceramah Kristen telah keliru menghubungkan sekte biblikal Nasrani (Kis 24:5, 14) dengan sekte Nasoræan tersebut. Nama Nasoræan merupakan hasil transliterasi dari nama yang mereka gunakan di dalam kitab suci mereka naswraya atau nasurai yang juga amat mirip dengan kata Arab (tunggal: Nasrani; jamak: Nasara) untuk Kristen. Tetapi nama yang lebih sering digunakan adalah Mandæan yang berarti “gnostis”. Nama lain yang juga ditemukan di dalam kitab suci mereka adalah Sabian yang artinya membaptis. Nama ini terdapat pula di dalam Al’Quran (Surah V, 73; II, 59; XXII, 17) yang mana mengatakan bahwa Yahudi, Nasrani dan Sabian adalah agama-agama yang dapat ditolerir oleh Islam. Para penganut sekte ini menjalankan baptisan harian sehingga ada orang yang menyamakan sekte ini dengan sekte Yahudi Hemerobaptis (secara literal artinya “batpisan harian”). Sekte ini tidak menempatkan Yesus sebagai seorang nabi tertinggi melainkan Yohanes Pembaptis. Yesus lebih dipandang sebagai guru yang “memberontak” sedangkan Yohanes adalah guru yang sejati. Pandangan ini terdapat dalam salah satu kitab suci mereka Drasha d Yahya (Kitab Yohanes Pembaptis). Ketika ajaran sekte ini dikenal di Eropa, mereka dianggap sebagai keturunan murid-murid Yohanes Pembaptis (Kis 19:1-3) sehingga di Eropa sekte ini dikenal juga sebagai “Kristen Baptisan Yohanes”13[13]. Walaupun besar kemungkinan mereka dipengaruhi oleh Yudaisme, mereka sama sekali tidak memelihara hukum Taurat, menolak hari Sabat tetapi hari Minggu sebagai hari Tuhan. Mereka percaya akan seorang Juruselamat yang mereka sebut dengan istilah Manda de Hayye tetapi mereka membedakan diri mereka dengan orang Kristen dengan menyebut Kristen dengan Kristiânâ. Sangat jelas bahwa sekte Nasoræan ini berbeda dengan sekte Nasrani yang dideskripsikan di dalam Kisah Para Rasul, tulisan-tulisan para Bapa Gereja, dan di dalam Talmud. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keduanya merupakan entitas yang berbeda, terpisah dan tidak memiliki sangkut-paut apapun (informasi lebih lanjut tentang sekte Nasoræan bisa dibaca di dalam Ensiklopedia Katholik). Keterangan dari seorang 13[13] Berdasarkan laporan Carmelite Ignatius a Jesu (1652) penceramah Kristen yang menyamakan sekte Nasrani (Kis 24:5, 14) dengan sekte Nasoræan amat disayangkan oleh penulis sebab para pembaca dan pendengarnya akan menganggap bahwa keterangan yang diberikan itu adalah benar – padahal keliru. Kekeliruan ini disebabkan oleh ketidak-mampuan untuk membedakan TIGA buah sekte berbeda yang sedang dibicarakan oleh Epiphanius dalam bukunya Panarion. Nama ketiga sekte ini memang beda-beda tipis sekali, tetapi ketiganya jelas dapat dibedakan dari cara mereka beribadah, kitab suci yang mereka pakai, dan iman mereka kepada Mesias. Baiklah sekarang mari kita bedah buku Epiphanius tersebut. Dalam Panarion 1:18-19, Epiphanius menjelaskan tentang sekte Nasaraean sebagai berikut: “Kaum Nasaraean – mereka adalah berkebangsaan Yahudi – berasal dari Gilead, Bashan dan Trans-Yordan…Mereka percaya bahwa Musa telah menerima hukum – bukan hukum ini, tetapi yang lain. Dan mereka adalah orang-orang Yahudi yang memelihara segala hukum Yahudi, tetapi mereka menolak korban persembahan dan makan daging. Mereka memandang makan daging atau mengadakan korban persembahan [terhadap hewan] sebagai perbuatan melanggar hukum. Mereka mengklaim bahwa kitab-kitab [Musa] ini adalah rekaan dan menolak aturan-aturan yang dibuat oleh para tua-tua. Inilah yang membedakan kaum Nasaraean dengan yang lain…Setelah sekte ini, ada satu sekte lagi sangat dekat hubungannya dengan mereka, yang disebut Ossaean. Mereka adalah orang-orang Yahudi seperti sekte sebelumnya…berasal dari Nabataea, Ituraea, Moab dan Arielis, negeri-negeri di seberang bentangan yang dalam kitab suci disebut Laut Asin.. . . Walaupun sekte ini berbeda dengan keenam sekte lainnya dari tujuh sekte yang ada, sekte ini menciptakan skisma dengan menolak kitab Musa seperti halnya kaum Nasaraean. Seorang bernama Elxai [Elkhasai ?] kemudian bergabung dengan mereka, di masa pemerintahan kaisar Trajan, setelah kebangkitan Kristus…Ia menulis sebuah buku dari wahyu yang diperolehnya…Ia tidak setuju dengan hidup selibat dan menganjurkan perkawinan…Ia mengaku dalam nama Kristus…Ia menolak ritual korban persembahan, menolak otoritas para tua-tua dan hukum…Ia menolak kebiasaan Yahudi makan daging…Setelah dia muncullah kaum Ebion dan Nazoraean. Sedangkan yang muncul sebelum dan selama masanya adalah kaum Ossaean dan Nasaraean.” (Panarion 1:18-19) Dari kutipan di atas kita mencatat sudah ada dua sekte yang sangat mirip namanya, Nasaraean dan Nazoraean. Epiphanius membedakan keduanya dengan menulis bahwa Nasaraean sudah ada sebelum pemunculan Elkhasai sedangkan Nazoraean sesudahnya. Apakah Nasaraean adalah sekte biblikal Nasrani ? Bukan. Sebab mereka tidak menerima kitab Musa sementara kita tahu bahwa Yesus menggunakannya. Sekte Nasaraean menolak ritual korban persembahan sementara kita tahu bahwa Paulus, salah seorang tokoh sekte Nasrani, melakukannya (Kis 21:26). Sekte ini bahkan sudah muncul sebelum Yesus. Apakah Nazoraean adalah sekte biblikal Nasrani ? Bukan juga. Meski Epiphanius tidak menyatakan secara eksplisit, kita bisa melihat bahwa sekte Nazoraean ini mempunyai hubungan dengan ajaran Elkhasai dan Ebionisme – yang kita sama-sama ketahui juga menolak ritual korban persembahan dan makan daging. Kemungkinan besar sekte yang dimaksud disini adalah predesesor dari sekte Nasoræan yang diterangkan di atas. Lalu apa yang ditulis oleh Epiphanius tentang sekte biblikal Nasrani ? Dalam bab yang terpisah, ia menulis: "Tetapi sekte ini…tidak menyebut diri mereka Kristen melainkan Nazoraioi…Walaupun demikian mereka benar-benar seperti orang Yahudi, Mereka tidak hanya menggunakan Perjanjian Baru tetapi juga Perjanjian Lama seperti halnya orang Yahudi…Mereka tidak mempunyai pendapat yang berbeda, namun melakukan semua hal tepat seperti apa yang diperintahkan dalam Taurat, menurut tata cara Yahudi – kecuali kepercayaan mereka terhadap Mesias…Mereka percaya baik kebangkitan orang mati maupun penciptaan ilahi atas segala sesuatu, dan menyatakan bahwa Tuhan itu esa dan bahwa Anak-Nya adalah Yesus Kristus. Mereka terdidik dengan baik dalam bahasa Ibrani. Di antara mereka, semua kitab Taurat, para nabi [Neviim] dan tulisan-tulisan [Kethubim] dibacakan dalam bahasa Ibrani, sebab mereka tentunya adalah orang Yahudi. Mereka dibedakan dengan orang Yahudi [umumnya] dan dari orang Kristen oleh sebab berikut. Mereka berseberangan dengan orang Yahudi karena kepercayaan mereka terhadap Mesias, tetapi karena mereka tetap terbelenggu oleh hukum Taurat – sunat, Sabat, dan lainnya – mereka tidak termasuk ke dalam Kristen…Mereka adalah orang Yahudi…Mereka mempunyai Injil Matius dalam bahasa Ibrani. Sebab sangat jelas mereka masih mempertahankannya, dalam alfabet Ibrani, seperti pada mulanya ditulis." (Panarion 29) Penutup Adanya bermacam-macam variasi nama yang dijumpai kerap mudah membingungkan orang untuk mengenali sesuatu. Pengenalan akan nama yang benar saja sebetulnya tidak cukup untuk mengidentifikasikan sesuatu. Nama mungkin saja boleh sama tetapi ciri dan karakteristiknya berbeda. Penulis mengakui banyak orang tidak siap untuk menerima kenyataan bahwa Yesus tidak datang untuk membawa agama baru yang asing dan berbeda – apalagi sampai menentang hal-hal yang dipraktekkan oleh Yesus semasa hidup-Nya. Penulis menghimbau kepada pembaca untuk lebih berhati-hati terhadap penerangan yang keliru tentang sekte Nasrani. Sebagai studi pribadi, anda dianjurkan membaca:     Amstrong, Karen. Jerusalem – One City Three Faiths. Alfred A. Knopf. New York. 1996. Eusebius. Ecclesiastical History. Schaff Edition. Electronic Bible Society. 325. Josephus, Flavius. Antiquities of The Jews. 93. Josephus, Flavius. The Wars of The Jews (The History of The Destruction of Jerusalem). 100. Catholic Encyclopedia. Electronic (http://www.newadvent.org/cathen) Version. New Advent , Inc. 1998. MENYAMBUT SABAT (Bagian 1) “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat!” (Kel 20:8) “Peliharalah dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Elohimmu.” (Ul 5:12) TUHAN memberikan kita dua perintah mengenai hari Sabat: Ingat (zakor) dan pelihara (shomer). Perintah pertama: Ingatlah! Maksud dan tujuan dari perintah tersebut adalah supaya setiap hari Sabat yang dirayakan setiap minggunya, kita terus-menerus menegaskan iman kita bahwa TUHAN adalah Sang Pencipta, bahwa Ia menciptakan dunia dalam enam hari, bahwa Ia berhenti pada hari ketujuh, dan bahwa Ia terus menuntun dan mengawasi segala sesuatunya. Di tempat lain Taurat menyatakan (Kel 31:1217) bahwa hari Sabat adalah menjadi peringatan untuk selama-lamanya antara TUHAN dan umatNya Israel. Perintah kedua: Peliharalah! Perintah “memelihara” (shomer) disini berkaitan dengan “pengunduran diri kita dari segala aktivitas keduniawian”, sehingga Sabat menjadi hari yang kudus. Kata “kudus” dalam bahasa Ibrani mengandung pengertian “memisahkan” (to set apart). Menguduskan Sabat artinya kita memisahkan hari Sabat menjadi satu hari yang spesial, khusus. Berbeda dengan hari-hari lainnya, kita menjadikan Sabat menjadi satu hari yang khusus untuk TUHAN. Kita menjadikan Sabat sebagai satu hari yang suci, satu hari yang berbeda, satu hari dimana kita meninggalkan segala aktivitas keduniawian kita dan mengarahkan hati kita hanya kepada TUHAN. Itulah makna dari “menguduskan”, yakni supaya kita memisahkan Sabat dari hari-hari lainnya dan menjadikannya suci. Memelihara Sabat adalah dasar dan fundamental dari ketaatan dalam memelihara seluruh hukumNya, seperti yang dikatakan di dalam Talmud Yerushalmi (Brachot 1:5): “ketaatan memelihara Sabat adalah sebanding dengan ketaatan memelihara seluruh Taurat”. Di tempat lain Talmud (Chulin 5a) juga mengatakan: “orang yang secara sengaja meninggalkan Sabat tidak bedanya seperti orang yang menyembah berhala”. Dengan memelihara Sabat kita menjadi saksi yang benar dan terang yang bersinar di hadapan segala bangsa, sehingga semua orang mengetahui bahwa TUHAN adalah Elohim kita. “Akulah TUHAN, Elohimmu. Hiduplah menurut ketetapan-ketetapan-Ku dan lakukanlah peraturan-peraturan-Ku dengan setia, kuduskanlah hari-hari Sabat-Ku, sehingga itu menjadi peringatan di antara Aku dan kamu, supaya orang mengetahui bahwa Akulah TUHAN, Elohimmu.” (Yehezkiel 20:19-20) Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. (Mrk 2:27) Rabbi Yonatan Ben Yosef berkata: “Hari Sabat diserahkan ke dalam tanganmu, bukan kamu ke dalam hari Sabat.” (Talmud Yoma 85b) Hari Sabat diberikan kepadamu, bukan kamu kepada hari Sabat. (Mekilta on Exodus 31:13 (109b)) Banyak orang berpikir bahwa hari Sabat adalah menyusahkan. Contohnya seperti kisah berikut ini. Seorang anak kecil menanyai ibunya apakah ia dapat pergi bermain. Lalu ibunya menjawab, "kamu tidak boleh pergi bermain, sebab seseorang tidak boleh melakukan hal itu pada hari Sabat." Namun anak itu tetap mendesak, "Ibu, izinkanlah aku pergi." Akhirnya, ibunya menyerah sembari menjawab, "baiklah, kamu bisa pergi dan bermain, namun dengan satu syarat, jangan bersenang-senang sambil bermain, sebab bagaimanapun hari ini adalah hari Sabat." Pengertian Sabat disini terlanjur diartikan sebagai hari yang penuh beban karena kita dituntut untuk tidak boleh ini, tidak boleh itu. Sabat telanjur dibayangkan sebagai hari yang penuh aturan yang membuahkan hukuman bagi para pelanggarnya. Padahal dalam kitab nabi Yesaya hari Sabat dinamakan sebagai "hari kenikmatan" dan “hari yang mulia”. Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat "hari kenikmatan", dan hari kudus TUHAN "hari yang mulia"; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya. (Yesaya 58:13-14). Dalam sebuah midrash, TUHAN digambarkan berbicara tentang hari Sabat seperti berikut: Mungkin kamu mengira bahwa Aku memberikan kepadamu hari Sabat untuk menyusahkanmu; Aku sesungguhnya memberimu Sabat untuk menyenangkan kamu. Menguduskan hari ketujuh bukan berarti kamu mesti menyengsarakan dirimu, tetapi sebaliknya engkau harus menguduskannya dengan seluruh hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan seluruh perasaanmu. Sucikanlah hari itu dengan memilih makananmu, dengan memakai pakaian yang indah; penuhilah jiwamu dengan kesenangan dan Aku akan memberi upah untuk kesenangan itu. (Midrash Rabba Ulangan 3,1) Dan pada hari yang keenam, apabila mereka menyiapkan yang dibawa mereka pulang. (Kel 16:5) Rav Chisda berkata: Seseorang mesti bangun sepagi mungkin pada hari Jum’at untuk memperoleh apa-apa yang ia butuhkan untuk hari Sabat karena ada tertulis: Dan pada hari yang keenam, apabila mereka menyiapkan yang dibawa mereka pulang. Ayat ini mengandung arti bahwa persiapan [mesti dilakukan] segera sebelum hari Sabat itu sendiri. (Shabbat 117a) Seseorang harus bersikap antusias ketika bersiap-siap untuk hari Sabat. Ia harus melakukannya sekeras-kerasnya dan seburu-burunya seperti seeorang yang mendengar Sang Ratu akan datang menginap sebagai seorang tamu di rumahnya, atau seperti mendengar seorang mempelai dan rombongannya akan singgah. Bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi seperti itu ? Ia akan sangat bersuka-cita dan berkata: “Sungguh merupakan kehormatan besar mereka datang untuk tinggal di rumah saya!” Ia akan memerintahkan hamba-hambanya untuk menyiapkan rumah dan membersihkannya. Ia akan menyiapkan tempat tidur untuk yang akan berkunjung. Ia akan membeli roti, daging dan ikan yang banyak untuk menghormati mereka. Sekarang, apakah seorang tamu, yang diperumpamakan sebagai seorang ratu dan mempelai, lebih besar daripada hari Sabat ? Oleh sebab itu adalah kewajiban besar untuk tiap-tiap orang untuk mengerjakannya sendiri, meski ia mempunyai seratus orang hamba sekalipun. (Sefer Chassidim) Berdasarkan eksposisi ayat di atas (Kel 16:5), adalah kebiasaan bagi kita untuk mempersiapkan diri untuk hari Sabat dengan sebaik-baiknya. Pada Jum’at pagi hari kita menyempatkan diri untuk membeli segala kebutuhan yang akan dipakai selama hari Sabat (misalkan untuk makanan yang bakal disajikan di hari Sabat). Kita juga membersihkan rumah, kamar, merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian-pakaian kita yang terbaik. Ini semua mesti dikerjakan dengan suka-cita, seperti yang diterangkan di atas, kita mesti mengerjakannya seperti seseorang yang tengah bersiap-siap menyambut kedatangan seorang tamu agung. Sabat adalah tamu agung kita itu. Sabat adalah sang mempelai. Rabbi Chanina suka berseru pada hari Jum’at petang: “Ayo, mari kita pergi menyongsong Mempelai Sabat!” Rabbi Yannai suka berseru: “Datanglah oh Mempelai, datanglah oh Mempelai!” Ketika Mesias datang kembali dalam awan-awan, semua orang percaya segera menghentikan pekerjaan mereka, meninggalkan segala kegiatan mereka dan pergi menyambut kedatangan-Nya. Hari Sabat adalah gambaran dari apa yang akan datang itu, hari TUHAN yang besar dan dashyat itu. Oleh sebab itu ketika kita menyambut Sabat kita seperti tengah menyambut Mesias itu sendiri. Matius 25:1-13 berbicara tentang sepuluh gadis, yang melambangkan umat Israel, pergi menyongsong sang mempelai. Kita tidak ingin menjadi seperti kelima gadis yang bodoh yang tertinggal dalam perjamuan kawin karena tidak mempersiapkan diri dengan baik. Kita ingin menjadi seperti kelima gadis yang bijaksana yang mempersiapkan diri mereka dengan baik. Sehingga ketika Mesias datang, kita siap. Ketika Mesias datang, kita tidak menjadi canggung lagi karena kita telah mempersiapkan diri dengan baik. Karena kita telah melatih diri kita dengan baik. Persiapan menyambut Sabat Sekarang bagaimana saudara harus memulai segalanya ? Mari kita belajar dari hal-hal yang sederhana dan dasar dahulu. Saya akan membantu saudara mulai dari hal yang pertama, yakni bagaimana tata-cara menyambut hari Sabat pada hari Jum’at petang. Jum’at petang hingga tengah malam adalah malam Sabat (Erev Shabbath). Jadi hari Sabat dimulai pada hari Jum’at petang, kira-kira pada saat matahari terbenam (penghitungan hari Ibrani dimulai pada malam hari, kira-kira pada saat matahari terbenam). Sudah menjadi kebiasaan menyambut kedatangan hari Sabat dimulai setelah waktu sembahyang petang (Minchah) (kira-kira jam tiga sore). Kita pulang ke rumah, merapikan rumah, membersihkan diri, seperti mandi (termasuk memandikan anakanak), mengenakan pakaian kita yang terbaik dan menyiapkan setting untuk meja yang akan dipergunakan untuk menyambut Sabat. Sekarang apa yang saudara lakukan pertama-tama ? Pertama-tama saudara menyiapkan sebuah meja (biasanya meja makan), jika saudara punya alas meja, kenakanlah. Sediakan dua buah lilin di atas meja tersebut. Dua buah lilin ini melambangkan dua perintah TUHAN: ingatlah dan peliharalah hari Sabat dan juga melambangkan dua loh batu. Jika anda mempunyai roti, sediakan dua buah dan letakkan di atas sebuah wadah. Roti untuk hari Sabat ini dinamakan challah. Tutup kedua roti tersebut dengan sehelai kain atau serbet. Jika saudara mempunyai air anggur (jus anggur juga boleh), sediakan sebuah cangkir atau cawan untuk Kiddush (cangkir tersebut kira-kira bisa memuat lima ouns air, apa saja tetapi kalau bisa jangan yang terbuat dari plastik). Ok, sekarang kita dapat berkata: “Hakol mukhan leShabbat” (semuanya sudah siap untuk Sabat). MENYAMBUT SABAT Bagian 2 Penyalaan Lilin Sabat (Shabbath Candle Lighting) Adalah kebiasaan untuk menyalakan lilin Sabat delapan belas menit sebelum waktunya (ini memastikan kita tidak terlambat dalam memulai Sabat). Tetapi sebelum itu, sediakan waktu sejenak untuk bersaat teduh. Contoh: Bapa di surga, sebentar lagi kami akan melaksanakan penyalaan lilin Sabat untuk menandakan kedatangan Sabat-Mu di tengah-tengah keluarga kami. Kiranya Engkau mengaruniakan kami berkat surgawi dan hidup yang berkecukupan, dan kiranya Engkau boleh hadir di tengah-tengah kami. Bapa di surga, kiranya Engkau terus menerus mengasihi kami dan orang-orang yang kami kasihi, kiranya Engkau melayakkan kami untuk membesarkan anak-anak kami di dalam ketaatan kepada Engkau, setia kepada Torah-Mu. Berikan damai dan suka cita dan terang-Mu supaya mereka boleh berdiam di rumah kami. Karena Engkau-lah Tuhan sumber kehidupan, dalam terang-Mu kami melihat terang. (Amin) Jika terdapat nyonya rumah, atau kerabat atau rekan perempuan, maka dialah yang akan melakukan penyalaan lilin Sabat. Ini adalah kehormatan untuk kaum perempuan. Setelah menyalakan lilin, sambil menghalangi mata anda dari cahaya lilin (gunakan telapak tangan), ucapkan berkat di bawah ini: Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta,yang menguduskan kami dengan perintah-perintah-Nya dan yang memerintahkan kami untuk menyalakan lilin Sabat. (Amin) Umat Nasrani menambahkan berkat: Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta,yang menguduskan kami dengan perintah-perintah-Nya dan yang memerintahkan kami untuk menjadi terang bagi segala bangsa dan yang memberi kami Yeshua, Mesias kami, Domba Paskah kami dan Terang Dunia. (Amin) Setelah mengucapkan berkat tersebut, tatap cahaya kedua lilin sejenak, ini menandakan bahwa kita telah memasuki hari Sabat. Pada beberapa orang ada kebiasaan untuk memanjatkan syukur atas karunia Tuhan, atas kesehatan, kemakmuran dan sukacita yang kita alami. Inilah saat kita berbicara kepada Tuhan. Nyatakanlah segala keinginan dan kerinduan saudara karena Ia mendengarkan. Ingat, doa bebas dipanjatkan dalam bahasa apa saja karena Tuhan mengenal segala macam bahasa. Kabbalat Shabbat Setelah penyalaan lilin kita melanjutkan dengan memanjatkan puji-pujian untuk menyambut Sabat. Puji-pujian yang biasa dipakai sebagian besar diambil dari Mazmur (tehillim).        Mazmur 92 (Miz-mor Shir L'yom Ha-Shabbat) Mazmur 95 (L’chu N’ra-n’na) Mazmur 96 (Shi-ru La-do-nai shir cha-dash) Mazmur 97 (A-do-nai ma-lach, ta-geil ha-a-rets) Mazmur 98 (Miz-mor, Shi-ru La-do-nai Shir Cha-dash) Mazmur 99 (A-do-nai ma-lach yir-g'zu a-mim) Mazmur 29 (Havu Ladonai) Saudara bisa menambahkan dengan lagu-lagu pujian favorit saudara! Sembahyang Malam (Ma’ariv) Setelah selesai dengan puji-pujian, kini saatnya melakukan sembahyang malam yang merupakan bagian dari sembahyang tiga waktu (pagi, petang dan malam). Doa yang dipanjatkan adalah syahadat Shema yang dapat dilihat di situs web kami. Selesai sembahyang malam, kita menyanyikan kidung “Shalom Aleikhem”. Shalom aleikhem mal'khei ha-shareit malakhei elyon Mimelekh mal'khei ha-m'lakhim hakadosh barukh hu. Bo-akhem l'shalom, mal'khei ha-shalom malakhei elyon Mimelekh mal'khei ha-m'lakhim hakadosh barukh hu. Barkhuni l'shalom, malakhei ha-shalom malakhei elyon Mimelekh mal'khei ha-m'lakhim hakadosh barukh hu. Tsetkhem l'shalom, malakhei ha-shalom malakhei elyon Mimelekh mal'khei ha-m'lakhim hakadosh barukh hu. Terjemahannya: Damai beserta-mu, hai para malaikat, pelayan dan pesuruh Yang Maha Tinggi, Raja Segala Raja, kudus dan diberkatilah Dia. Datanglah dalam damai sejahtera, pelayan dan pesuruh Yang Maha Tinggi, Raja Segala Raja, kudus dan diberkatilah Dia. Berkatilah hamba dengan damai sejahtera, pelayan dan pesuruh Yang Maha Tinggi, Raja Segala Raja, kudus dan diberkatilah Dia. Pergilah dalam damai sejahtera, pelayan dan pesuruh Yang Maha Tinggi, Raja Segala Raja, kudus dan diberkatilah Dia. Berkat untuk istri dan anak-anak Bagi pria yang sudah berkeluarga, adalah kebiasaan untuk mengucapkan berkat untuk istri dan anak-anaknya. Berikut ini adalah kidung untuk istri yang diambil dari Amsal 31:10-31, judulnya “Eishet Chayil” (Istri yang cakap). Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata. Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya. Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makanannya. Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan. Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin. Ia tidak takut kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya. Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri. Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang. Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan. Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang! Kepada anak-anak, ayah (di beberapa tempat, ayah dan ibu keduanya) menumpangkan kedua tangan di atas kepala masing-masing anak sambil mengucapkan berkat: Kepada anak lelaki, katakan: “Elohim menjadikanmu seperti Efraim dan Manasye”. Kepada anak perempuan, katakan: “Elohim menjadikanmu seperti Sarah, Ribka, Rahel dan Lea”. Kepada seluruh anak, ucapkan Birkat Kohanim (Bil 6:24-26). TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. MENYAMBUT SABAT Bagian 3 Kiddush Kini saatnya untuk memulai Kiddush atau doa pengudusan Sabat. Sekali lagi ingat, doa tidak harus diucapkan dalam bahasa Ibrani, demikian pula dengan Kiddush ini. Siapa pun yang melakukannya harus mengerti bahwa Kiddush dapat diucapkan dalam bahasa apa saja. Bagaimana cara melakukan Kiddush ini? Dalam bagian pertama dari tulisan ini, telah dijelaskan kepada saudara untuk menyiapkan sebuah meja yang di atasnya telah diletakkan dua buah lilin, roti dan anggur. Sediakan satu buah cangkir atau cawan khusus (gunakan cawan ini khusus untuk keperluan Kidddush saja), yang kira-kira bisa memuat lima ouns (kurang lebih 150 ml) air anggur atau jus anggur. Jika saudara tidak mempunyai anggur tidak menjadi soal, saudara masih dapat melakukan Kiddush tanpa air anggur atau jus anggur. Juga sediakan cangkir-cangkir lain untuk setiap orang yang hadir. Ok, sekarang dengan berdiri mengelilingi meja (di beberapa tempat dilakukan sambil duduk, ini terserah saudara, hanya lakukan dengan konsisten dan tidak berubah-ubah), salah seorang memimpin doa sambil mengangkat cawan Kiddush: “Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam. Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Elohim pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Elohim memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari Sabat Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.” (Kej 1:31b-2:3) Melalui pembacaan ayat ini kita mengakui bagian daripada keimanan kita bahwa TUHAN adalah Sang Pencipta, langit dan bumi dan segala isinya. Ia adalah Elohim dan Ia tidak membutuhkan apa pun. Segala pekerjaan penciptaan diperbuat-Nya tanpa menuntut adanya suatu imbalan. Ini adalah perbuatan yang semata-mata dilandasi oleh cinta kasih yang murni. Kita merasakan hal serupa dalam kehidupan kita sehari-hari, contohnya ketika di tengah-tengah kita hadir seorang bayi yang baru lahir. Pada tahapan itu, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat diberikan oleh bayi itu kepada kita, tetapi kita toh tetap terus memberikan cinta kasih kita kepadanya. Juga sama halnya dengan memberikan tsedakah (amal) tanpa menunjukkan identitas kita, menolong seseorang yang tidak pernah mengetahui itu semua berasal dari saudara, adalah tindakan yang sama dengan memberi tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Disini kita senantiasa diingatkan bahwa apa yang telah dilakukan oleh TUHAN merupakan perwujudan cinta kasih yang murni, dan apa yang telah diperbuat oleh TUHAN kepada kita itu, hendaknya kita lakukan pula terhadap orang lain. Doa Kiddush diteruskan dengan mengucapkan pemberkatan untuk air anggur: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menciptakan buah anggur. (Amin)” Jika saudara tidak memakai air anggur, melainkan misalkan dengan air putih, ucapkan: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menjadikan segala sesuatu dengan firman-Nya .(Amin)” Setelah itu lanjutkan dengan doa: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menguduskan kami dengan perintah-perintah-Nya dan yang telah berkenan kepada kami, dan dengan kasih dan perkenan-Mu, Engkau memberikan Sabat-Mu yang kudus untuk menjadi pusaka kami, sebagai peringatan karya penciptaan-Mu. Sabat adalah hari yang terutama di antara hari-hari yang kudus, sebagai peringatan keluarnya kami dari Mesir. Engkau yang telah memilih kami dan menguduskan kami dari antara bangsa-bangsa, dan dengan kasih dan perkenan-Mu, Engkau memberikan Sabat-Mu yang kudus untuk menjadi pusaka kami. Diberkatilah Engkau TUHAN yang menguduskan Sabat (Amin).” Setiap orang yang mengikuti Kiddush harus mengucapkan “amin” bersama-sama dengan pemimpin Kiddush. Setelah pemberkatan selesai, semua duduk (jika tadinya berdiri). Kemudian pemimpin Kiddush membagi-bagikan air anggur dari cawan Kiddush ke dalam cangkir-cangkir lainnya. Pemimpin Kiddush boleh mempunyai cangkirnya sendiri (terpisah dari cawan Kiddush) dan meneguknya dari sana. Ia harus meminumnya seteguk dua teguk (langsung diteguk dan tidak diicip-icip). Sementara yang lain dengan cangkir masing-masing boleh untuk sekedar mengecap saja, tidak perlu meneguk. Satu hal yang mesti diperhatikan adalah selama Kiddush, semua orang tidak diperbolehkan untuk berbicara, atau mengangguk atau melakukan bahasa-bahasa tubuh lainnya. Kiddush harus dilakukan oleh semua yang hadir dengan khidmat yang penuh. Makan malam Sabat Setelah Kiddush, acara dilanjutkan dengan makan malam. Kita akan segera menikmati roti challah. Tetapi sebelum itu, kita membasuh tangan kita dengan air terlebih dahulu (bisa disediakan dalam mangkok kobokan). Air disini melambangkan Torah, karena air adalah penting untuk kehidupan jasmaniah, demikian pula Torah adalah penting untuk kehidupan rohani. Tangan melambangkan interaksi kita ke dalam kehidupan duniawi, dan roti melambangkan makanan jasmaniah. Ketika membasuh tangan, ucapkan berkat berikut: Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menguduskan kami dengan perintah-perintah-Nya dan yang memerintahkan kami untuk membasuh tangan.” Pemimpin kemudian mengangkat roti dan mengucapkan pemberkatan untuk roti: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menghasilkan roti di bumi.” dan setelah itu memecah-mecahkan roti (boleh dengan pisau) dan membagi-bagikan kepada yang lain. Sebelum dimakan potongan roti dicocolkan dahulu ke dalam garam. Mengapa begitu ? Karena meja Sabat kita adalah melambangkan mezbah persembahan di Bait Elohim. Dan sama halnya persembahan di Bait Elohim digarami dahulu sebelum dimakan (Im 2:13), kita melakukan hal serupa di atas meja Sabat kita. Jika saudara tidak menyediakan roti, ucapkan pemberkatan berikut: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang menjadikan segala sesuatu dengan firman-Nya.(Amin)” Selesai makan kita mengucapkan syukur atas makanan (Ul 8:10). Jika terdapat lebih dari tiga orang yang hadir, salah seorang mengundang yang lain untuk bersama-sama mengucapkan berkat. “Saudara-saudara, mari kita mengucapkan berkat.” Yang lain menjawabnya: “Dikuduskanlah nama-Nya sekarang dan selama-lamanya.” Pemimpin mengulangi: “Dikuduskanlah nama-Nya sekarang dan selama-lamanya.” dan melanjutkan: “Bersama-sama seluruh orang yang hadir disini, marilah kita mengucapkan berkat untuk-Nya, Elohim kita, yang makanan-Nya telah kita nikmati.” Masing-masing mengucapkan Birkat Ha-Mazon seperti di bawah ini: “Diberkatilah Engkau TUHAN, Elohim kami, Raja alam semesta, yang memelihara dunia dengan kebaikan, kemurahan, kasih setia dan rahmat-Mu. Engkau yang memberi makan segala makhluk, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya. Dalam kemurahan-Mu yang berlimpah, kami tidak akan pernah kekurangan makan, oleh karena kebesaran Nama-Mu. Engkau memelihara dan baik terhadap segala makhluk, serta menyediakan makanan untuk seluruh ciptaan-Mu. Diberkatilah Engkau, TUHAN, yang menyediakan makanan untuk semua makhluk.” Setelah itu saudara bisa pula menambahkannya dengan ucapan syukur atas hari Sabat-Nya yang baik yang sudah kita rasakan. Saudara dapat merangkainya dengan kata-kata saudara sendiri. Dengan demikian selesailah peribadatan malam Sabat kita. Adalah kebiasaan di banyak tempat untuk tidak berhenti begitu saja selesai ibadah tetapi meneruskannya dengan nyanyian-nyanyian pujian, membuka Alkitab dan mempelajari firman TUHAN sampai menjelang tengah malam. Semoga panduan ibadah malam Sabat ini berguna bagi saudara sekalian yang rindu untuk merayakan Sabat-Nya yang kudus. Jangan tawar hati bila saudara harus merayakan Sabat seorang diri. Pula jangan tawar hati jika saudara merasa kurang mengerti untuk melakukannya, takut salah, bagaimana kalau tidak mempunyai roti, atau anggur, bagaimana ini, bagaimana itu. Saudara tidak perlu khawatir dan takut. TUHAN tidak menghukum kita karena kekurangan kita dalam hal ini. Ia lebih memperhitungkan hati kita. Ia jauh lebih mengetahui kondisi kita. Apa yang saudara harus lakukan adalah berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk menyambut Sabat-Nya, sebisa-bisa, sekuat-kuat kemampuan kita. Bukankah kita diminta untuk mengasihi TUHAN dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu? Saran saya bagi yang baru pertama kali mencobanya, mulailah dengan hal-hal yang sederhana dahulu, yakni sediakan dua buah lilin dan nyalakan mereka untuk menandakan hari Sabat. Buatlah kemajuan di hari-hari Sabat berikutnya jika saudara sudah merasa cukup terbiasa, misalkan dengan menambahkan roti atau berkat-berkat lain, dan seterusnya. Bila ada pertanyaan atau hal-hal yang kurang jelas lainnya, jangan ragu-ragu untuk bertanya. I wish you all the best. Shabbat Shalom! MENGAPA ALKITAB SEMITIK ? Kedudukan Bahasa Ibrani Dalam Masyarakat Yahudi Bahasa Ibrani tergolong ke dalam rumpun bahasa Semitik, yakni rumpun bahasa yang dipakai oleh keturunan Sem anak Nuh (Kej 10). Pada umumnya jika kita menyebut bahasa Ibrani maka kita tengah mengacu kepada bahasa yang dipakai untuk menyusun Taurat. Oleh para pakar Alkitab bahasa Ibrani ini dinamakan bahasa Ibrani klasik. Sejak kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babylon, bahasa ini mulai ditinggalkan sebagai bahasa sehari-hari dan digantikan dengan bahasa Aramaic-Hebrew dialekto (Kis.21:40;22:2) yang kemudian dinamakan bahasa Ibrani Mishnah (sebab dipakai untuk menyusun Mishnah). Ada pula pakar Alkitab yang menyebutnya sebagai bahasa Neo-Ibrani. Bahasa ini sangat dipengaruhi oleh bahasa Aramaik, bahkan kemudian digantikan olehnya pada abad keempat Masehi. Bahasa Aramaik telah menjadi bahasa lingua franca di daerah Timur sejak abad ketujuh sebelum Masehi sampai dengan pemunculan agama Islam di abad ketujuh Masehi. Bahasa ini pada gilirannya digantikan oleh bahasa Arab, yang juga masih termasuk dalam rumpun bahasa Semitik. Classic Hebrew 1800 BCE to 400 BCE. Mishnah Hebrew 400 BCE to 400 CE. Modern Hebrew 1800 CE to present. Bahasa Aramaik sendiri terdiri atas dua rumpun besar: Aramaik Barat dan Aramaik Timur, dimana kedua rumpun tersebut masih terbagi lagi atas sub-sub rumpun. Bahasa Ibrani Mishnah yang dipakai oleh orang Yahudi misalnya merupakan subrumpun Aramaik Barat Tengah. Oleh sebab itu untuk selanjutnya kita akan menyebutnya sebagai bahasa Aramaik saja. Old Aramaic 1000 BCE to 700 BCE. Imperial (Official) Aramaic 700 BCE to 200 BCE. Middle Aramaic 200 BCE to 200 CE. Late Aramaic 200 CE to 700 CE. Modern Aramaic 700 CE to present Yeshua berbicara dalam bahasa Aramaik dialek Galilea (bd. Kis 26:14). Dialek ini mudah dikenali oleh orang-orang Yudea seperti halnya logat Queen English mudah dikenali oleh penduduk New York. Hal ini juga menjelaskan mengapa Kefas (Petrus) mudah dikenali sebagai orang Galilea pengikut Mesias di luar rumah Kayafas (Mat 16:73). Meski begitu, Yeshua tidak diragukan lagi juga dapat berbicara dalam bahasa Yunani dan Latin seperti misalnya dalam percakapan dengan prajurit Romawi. Lalu bagaimana dengan nasib bahasa Ibrani klasik ? Walaupun bahasa ini tidak lagi menjadi bahasa aktif, bahasa ini tetap digunakan sebagai bahasa peribadatan dan liturgi. Tetapi kemudian timbul persoalan bagaimana supaya Tanakh tetap dapat dimengerti oleh masyarakat. Untuk itu para ahli Taurat membuat terjemahan Tanakh ke dalam bahasa Aramaik yang kita kenal sebagai Targum. Jadi di dalam kebaktian Sabat, setelah Taurat dibacakan dalam bahasa Ibrani klasik, seorang rabbi akan membacakan ulang dari Targum dan menjelaskannya kepada jemaat. Hal yang sama pula yang dilakukan oleh Yeshua ketika Ia mengajar di sinagoga-sinagoga. Yang jelas Yesus tidak memakai Septuaginta seperti yang dipercaya selama ini. Ada dua alasan untuk itu: 1) Septuaginta adalah Tanakh terjemahan Yunani yang ditolak dan tidak pernah dipakai atau dimengerti bahasanya oleh orang Yahudi di Palestina. 2) Masyarakat Yahudi pada zaman itu hanya menguasai bahasa Aramaik oleh sebab itu para rabbi Yahudi bekerja keras menghasilkan Targum. Jika Septuaginta dipakai dengan asumsi masyarakat Yahudi adalah penutur bahasa Yunani maka untuk apa mereka mengusahakan terjemahan Targum ? Adapun bahasa Yunani pada masa itu (Koine) meski dipaksakan untuk menjadi bahasa formal oleh penguasa Yunani (dalam usaha Hellenisasi) tidak mendapat tempat di dalam masyarakat Yahudi yang sangat anti budaya asing (bandingkan Kis 21:2). Bahasa Yunani hanya dipakai oleh orang-orang Yahudi di diaspora, atau orang-orang Yahudi yang sudah ter-Hellenisasi (berpendidikan di sekolah Yunani) yang mana jumlahnya sangat kecil. Sayangnya banyak pengajar Kristen yang mengabaikan realitas sejarah dan kondisi sosiologis pada masa itu. Berapa Banyak Orang Yahudi Yang Mengerti Bahasa Yunani ? Mari kita baca keterangan Flavius Josephus, seorang sarjana Yahudi kenamaan yang hidup pada masa Perjanjian Baru. "I have proposed to myself, for the sake of such as live under the government of the Romans, to translate those books into the Greek tongue, which I formerly composed in the language of our country, and sent to the Upper Barbarians; Joseph, the son of Matthias, by birth a Hebrew, a priest also, and one who at first fought against the Romans myself, and was forced to be present at what was done afterwards, [am the author of this work]." (Preface to Wars Against the Jews, 1.1-2) "And I am so bold as to say, now I have so completely perfected the work I proposed to myself to do, that no other person, whether he were a Jew or foreigner, had he ever so great an inclination to it, could so accurately deliver these accounts to the Greeks as is done in these books. For those of my own nation freely acknowledge that I far exceed them in the learning belonging to Jews; I have also taken a great deal of pains to obtain the learning of the Greeks, and understand the elements of the Greek language, although I have so long accustomed myself to speak our own tongue, that I cannot pronounce Greek with sufficient exactness; for our nation does not encourage those that learn the languages of many nations, and so adorn their discourses with the smoothness of their periods." (Antiquities, 20.11.2) Josephus mengakui bahwa ia menulis semua buku-bukunya dalam bahasa ibunya Ibrani dan kemudian merasa perlu untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Yunani. Bahkan sarjana sekelas Josephus pun mengakui bahasa Yunaninya kurang fasih sebab bangsanya memang tidak menganjurkan seseorang untuk mempelajari bahasa asing. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Yunani merupakan bahasa yang sedikit penuturnya di dalam masyarakat Yahudi. Pemakaian Bahasa Ibrani Dalam Literatur Yahudi Ketika Mattityahu (Matius) menuliskan Injil Mesias, ia mempergunakan bahasa Ibrani. Hal ini dikonfirmasi oleh keterangan Bapa-bapa Gereja seperti Papias (Eusebius, H.E. 3.39.16), Irenaeus (Adv. Haer. 3.1.1), Origen (Eusebius, H.E. 6.25.4), Eusebius (H.E. 3.24.6), Epiphanius (Panarion 30. 13.1-30.22.4) dan Yerome (Epist. 20.5). Hal ini dimengerti sebab baik Mattityahu maupun pembacanya adalah penutur bahasa tersebut. Demikian pula dengan surat Ibrani, surat Yakobus, surat Petrus, surat Yudas, surat Yohanes, dan Wahyu. Baru setelah itu karena dirasa perlu maka beberapa orang menyalin tulisan-tulisan kanonikal tersebut ke dalam bahasa lain. Pernyataan Papias yang terkenal, bahwa Matius mencatat pengajaran Mesias (ta logia) dalam bahasa Ibrani dan ia berusaha untuk menerjemahkannya dengan sebaik-baiknya, memberikan implikasi bahwa hasil terjemahannya itu boleh jadi merupakan teks Injil Matius yang sekarang kita pakai. Peranan penerjemah juga terlihat pada tulisan kanonikal Yochanan (Yohanes). Kita dapat melihat perbedaan menyolok dari kualitas grammar Yunani yang dipakai dalam Injil Yohanes dengan grammar Yunani dari Wahyu Yohanes. Hal ini membuktikan bahwa Yochanan mula-mula menulis keduanya dalam bahasa Aramaik kemudian dua orang yang berbeda, pada tahun yang berbeda, menerjemahkannya ke dalam bahasa Yunani. (Sumber: The Semitic Origin of The New Testament, James Trimm). Sebenarnya bukan hanya Injil saja yang ditulis dalam bahasa Aramaik tetapi juga seluruh literatur Yahudi yang sezaman dengan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Aramaik, seperti Talmud dan Gemara. Tidak ada satupun yang ditulis dalam bahasa Yunani. Peninggalan-peninggalan historis lainnya juga membuktikan hal tersebut seperti misalnya temuan manuskrip Laut Mati, manuskrip Damaskus, surat Bar Kochba, semuanya ditulis dengan menggunakan huruf Ibrani. Dalam Bahasa Apa Paulus Menulis Suratnya ? Surat-surat Rav Sha’ul (Paulus) ditujukan kepada orang-orang Yunani dan Yahudi di diaspora sehingga masuk akal bila ia menuliskannya dalam bahasa Yunani. Tetapi mari kita pelajari dahulu beberapa aspek: Paulus adalah seorang penutur Ibrani asli (native speaker). Sebagai orang Farisi ia tidak memperoleh pendidikan di sekolah Yunani sebab sekte Farisi tidak memperbolehkan pengikutnya bersekolah Yunani. Ia tidak dapat menulis Yunani dengan baik (Gal 6:11), selalu bepergian dengan ditemani penerjemah (Roma 16:22, 1Tes 1:1, 2Tes 1:1) dan sering menemukan kesulitan untuk menerangkan teologi kelas tinggi di hadapan para pendengarnya orang Yunani (2Pet 3:15-16). Besar kemungkinan surat-surat Paulus ditulis dengan bantuan seorang penerjemah. Menurut keterangan St. Yerome (Ad Hebidiam, Epistula 120, 11 (c. 406/7), walaupun Paulus menguasai beragam bahasa, ia tidak dapat berkhotbah dengan fasih dalam bahasa Yunani sehingga ia memakai Titus sebagai penerjemahnya (Lukas penulis Injil juga diketahui sebagai salah seorang rekan penerjemah). Jadi kemungkinan besar Paulus menuliskannya terlebih dahulu ke dalam bahasa Ibrani baru kemudian diterjemahkan oleh orang lain di bawah pengawasannya ke dalam bahasa Yunani. Hanya bagian-bagian tertentu seperti salam ditulis dengan tangannya sendiri sebagai tanda keaslian (1Kor 16:21-23, 2Tes 3:17). Pada bagian yang ia tulis sendiri, ia kerap menyisipkan terminologi Aramaik yang amat diragukan dimengerti oleh pembaca Yunani seperti misalnya Maranatha (Mar=Master, Marana=Our Master, Maranatha = "Our Master comes!"). Kebiasaan seperti ini, yakni menulis surat dalam bahasa Aramaik untuk diantarkan kepada jemaat-jemaat di kota lain dalam bahasa-bahasa lokal, sampai hari ini masih dipelihara oleh Patriach Holy Catholic Assyrian Church of The East (Gereja Suryaya Timur) yang berkedudukan di Irak. Keberadaan Gereja Suryaya Timur ini dapat ditelusuri berasal dari zaman para rasul. Sampai hari ini mereka terus memelihara Alkitab mereka yang ditulis dalam bahasa Aramaik Timur. Kita mengenalnya sebagai Peshitta yang secara harfiah artinya "sederhana", sederhana karena jelas ia tidak memerlukan proses penerjemahan. Alkitab Teks Semitik Pada Masa Kini Sayangnya pengetahuan akan hal ini tidak dimiliki oleh para pengajar Kristen yang banyak dipengaruhi oleh ajaran Kristen dari Barat (Eropa). Mereka mengira bahwa satu-satunya manuskrip Perjanjian Baru yang ada di dunia ini hanya manuskrip Yunani. Di bawah saya kutip salah satu posting mail dari seorang pengajar Kristen senior: "...Alkitab Perjanjian Baru ditulis aslinya dalam bahasa Yunani Koine. Tidak satupun naskah Perjanjian Lama dalam bahasa Aram atau Ibrani yang ditemukan tetapi ribuan naskah bahasa Yunani dengan mudah ditemukan." Ia tidak mengetahui bahwa sedikitnya kita mempunyai empat versi Perjanjian Baru dalam bahasa Semitik yang merupakan turunan dari teks Semitik yang asli: Injil Matius dalam bahasa Ibrani versi Shem Tov dan DuTillet, Empat Injil dalam bahasa Aramaik versi Old Syriac Aramaic, Wahyu dalam bahasa Aramaik versi Crawford dan Perjanjian Baru Peshitta dalam bahasa Aramaik. Yang terakhir ini digunakan secara luas oleh Gereja Suryaya Timur. Teks Yunani Merupakan Terjemahan Dari Teks Semitik Berikut ini adalah kutipan dari pakar-pakar linguistik yang mendalami soal orginalitas Perjanjian Baru: ...certain linguistic proofs... seem to show that the Hebrew text [DuTillet] underlies the Greek, and that certain renderings in the Greek may be due to a misread Hebrew original. (An Old Hebrew Text of St. Matthew's Gospel; 1927, p. 17) ...this Gospel of St. Matthew [Old Syriac] appears at least to be built upon the orginal Aramaic text which was the work of the Apostle himself. (Remains of a Very Ancient Recension of the Four Gospels in Syriac;1858;p. vi) When we turn to the New Testament we find that there are reasons for suspecting a Hebrew or Aramaic original for the Gospels of Matthew, Mark, John and for the apocalypse. (Hugh J. Schonfield; An Old Hebrew Text of St. Matthew's Gospel; 1927; p. vii) The material of our Four Gospels is all Palestinian, and the language in which it was originally written is Aramaic, then the principle language of the land... (C. C. Torrey; Our Translated Gospels; 1936 p. ix) Mereka semua sepakat bahwa teks-teks Semitik di atas bukan merupakan terjemahan dari teks Yunani tetapi sebaliknya merupakan sumber bagi teks Yunani itu sendiri. Hal ini antara lain dibuktikan dengan banyaknya idiom-idiom Aramaik yang salah diterjemahkan ke dalam teks Yunani (Sumber: On announcement of The Hebraic Roots Version New Testament, James Trimm). Beberapa Contoh Ketidak-Akuratan Terjemahan PB Berikut ini saya mencoba menyajikan contoh-contoh yang sederhana dimana sebuah kalimat di dalam Perjanjian Baru terbaca janggal di dalam bahasa Yunani, tetapi baru menjadi masuk akal jika kita membacanya dalam bahasa Ibrani dan Aramaik. KIS 11:27-30 "Pada waktu itu datanglah beberapa nabi dari Yerusalem ke Antiokhia. Seorang dari mereka yang bernama Agabus bangkit dan oleh kuasa Roh ia mengatakan, bahwa SELURUH DUNIA bahaya kelaparan yang besar. Hal itu terjadi juga pada zaman Klaudius. Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam DI YUDEA. Hal itu mereka lakukan juga dan mereka mengirimkannya kepada penatua-penatua dengan perantaraan Barnabas dan Saulus." Ayat di atas menimbulkan kejanggalan, mengapa orang-orang di Antiokhia mengirimkan bantuan kepada orang-orang DI YUDEA padahal SELURUH DUNIA sedang ditimpa bahaya kelaparan. Mereka tentunya juga sedang menghadapi bahaya kelaparan. Solusinya terletak pada kata DUNIA yang digunakan dalam manuskrip Aramaik adalah A'RA (Strong's #772) yang merupakan bentuk Aramaik dari kata Ibrani ERETZ (Strong's 776). Kata ini dapat diartikan sebagai "dunia" (seperti dalam Amsal 19:4), "bumi" (seperti dalam Dan 2:35) atau "tanah" (seperti dalam Dan 9:15) dan sering digunakan sebagai eufemisme untuk "Negeri Israel" (seperti dalam Dan 9:6). Jelas bahwa kata ini disini tidak dimaksudkan sebagai "dunia" tetapi "Negeri Israel". MAT 26:6 = MRK 14:3 "Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta,..." Kita ketahui bahwa penyandang kusta tidak diperbolehkan menetap di dalam kota (lihat Ima 13:46). Karena bahasa Ibrani dan Aramaik kuno ditulis tanpa huruf hidup, maka tidak ada perbedaan antara kata Aramaik GAR'BA (kusta) dan GARABA (pembuat atau penjual buli-buli pualam/tembikar). Karena kisah tersebut menceritakan tentang seorang wanita membawa buli-buli pualam, maka amat jelas bahwa Simon adalah seorang penjual atau pembuat buli-buli, bukan seorang penyandang kusta. MAT 19:24 = MRK 10:25 = LUK 18:25 "..., lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Elohim." Kata "unta" dalam teks Aramaik adalah GAMLA yang dapat berarti "unta" tetapi juga dapat berarti "tali tambang". Dalam perkataan ini tentunya yang dimaksud oleh Yeshua adalah "tali tambang". Kesalahan-kesalahan kecil ini sebenarnya membuktikan dengan sangat jelas dan tidak terbantahkan bahwa teks Yunani yang dipakai sekarang merupakan hasil terjemahan dari teks asli yang berbahasa Semitik. Terjemahan Buruk Menjadi Alat Pembenaran Teologi Yang Keliru Contoh-contoh ketidak-akuratan terjemahan di atas merupakan hal yang remeh yang tidak menghasilkan akibat yang signifikan. Tetapi marilah saya tunjukkan dua dari contoh terjemahan yang buruk yang dipakai sebagai pembenaran terhadap teologi yang keliru. YOH 1:17 For the law was given by Moses, but grace and truth came by Jesus Christ. (John. 1:17 King James Bible Version) Jika anda mempunyai KJV, tolong perhatikan kata "but" adalah dalam cetak miring. Kata-kata yang dicetak miring di dalam KJV adalah kata-kata yang ditambahkan oleh penerjemah. Biasanya ditujukan supaya menghaluskan terjemahan sehingga terdengar "enak" dalam bahasa Inggris. Akan tetapi pada ayat-ayat tertentu (seperti ayat di atas), bias penerjemah sangat jelas terlihat. Jika kita belajar dan percaya bahwa tidak ada pertentangan antara "hukum Taurat" dan "kasih karunia" maka tidak ada alasan bagi kita untuk menempatkan kata "but" disini. Kata "and" seharusnya lebih cocok di dalam konteks ini kecuali kalau kita masih menganut teologi anti-Taurat. Dan sesungguhnya di dalam teks kuno Aramaik "Old Syriac", Yoh 1:17 tertulis sebagai berikut: "in that the Torah through Moshe was given, and grace and truth through Yeshua the Messiah came to pass." (John 1:17 dari teks Aramaik "Old Syriac") EFE 2:15 "Having abolished in his flesh the enmity, even the law of commandments contained in ordinances" (Ephesus 2:15a King James Bible Version) Perhatikan kata "even " dan "contained" di dalam KJV adalah dua kata yang ditambahkan untuk memberikan arti terhadap teks Yunani dari ayat tersebut. Tanpa kedua kata tersebut, teks Yunani yang ada akan sulit dimengerti. Akan halnya, di dalam teks Aramaik hal ini tidak terjadi. Kata kerja pasif "ditiadakan" (abolished) dalam teks Aramaik adalah dalam bentuk singular sehingga tidak mungkin mempunyai dua subyek. Jadi yang ditiadakan adalah hanya rasa permusuhan. Anak kalimat berikutnya merupakan sebuah klausa dalet yang dapat diartikan "of", "that", "which", atau "because". Dalam ayat ini artinya adalah "because" seperti halnya dalam Daniel 3:29, 4:9, 6:3, 23 dan 7:11 sehingga kemudian dapat diterjemahkan menjadi: "Dan rasa permusuhan telah ditiadakan, dengan jadinya Ia sebagai manusia dan dengan hukum Taurat, karena perintah di dalam ketetapan-Nya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera." (Efesus 2:15 dari teks Aramaik) ACTS 18:21 “but took leave of them, saying,”I must by all means keep this coming feast in Jerusalem: but I will return again to you, God willing,”And he sailed from Ephesus. (NKJV) Dalam terjemahan lain dan LAI kalimat awal yang menunjuk pentingnya memelihara perayaan-perayaan Ibrani di tiadakan. Mattiyahu (Mattew) 7: 23 Then I will tell them to their face,”I never kew you ! Get away from me, you workers of lawlessness !”. ( Complete Jewish Bible by David H Stern). LAI menterjemahkan PEMBUAT KEJAHATAN. Dalam bahasa Ibrani ANOMOS, yang berarti tanpa TORAT. Penutup Berikut ini kata pengantar dari Kitab Kebijaksanaan Yesus Ben-Sirakh (c. 200-100 BCE) yang terdapat di dalam Deuterokanonika: "Para pembaca dipersilakan mengadakan pembacaan karangan ini dengan rela hati dan penuh minat, lagi pula menaruh kemurahan hati, andai kata kami sendiri, meskipun sedapat-dapatnya mengusahakan terjemahannya, kurang teliti menyalin beberapa kalimat. Sebab sesuatu tidak sama daya artinya kalau dibaca dalam bahasa aslinya, yaitu Ibrani, atau diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Dan tidak hanya karangan ini saja, tetapi juga Taurat sendiri, para nabi dan kitab-kitab lain itu tidak kecil perbedaannya, apabila orang membaca dalam bahasa aslinya." (Sir 1:1) Kutipan dari pengantar Kitab penerjemahan buku tersebut dari dinyatakan manfaat membaca terjemahan - walaupun seteliti sesuatu yang ada dalam aslinya Bahasa Ibrani, Dr. DL Bakker) Yesus bin Sirakh, yang menyinggung proses bahasa aslinya ke dalam bahasa Yunani. Sekaligus Alkitab dalam bahasa aslinya, karena setiap mungkin - tidak dapat mengungkapkan segala tanpa perbedaan apapun. (Dikutip dari Pengantar Kesimpulan Bahasa yang dipakai untuk menyusun Perjanjian Baru adalah bahasa AramaikHebrew dialekto yang dipakai oleh masyarakat Yahudi pada masa itu. Dari bahasa ini kemudian kelak diusahakan terjemahan-terjemahan ke dalam bahasa-bahasa lain. Dalam suatu proses penerjemahan, bukan tidak sedikit terjadi perbedaan daya arti antara bahasa sumber dan bahasa target. Oleh sebab itu untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap apa yang disampaikan oleh para penulis Perjanjian Baru, penulis menyarankan untuk memakai Alkitab dalam bahasa aslinya, Ibrani. Semoga tulisan ini bermanfaat. Makanan Halal dan Haram dalam Alkitab Dalam Imamat 11, TUHAN telah memberikan seperangkat aturan mengenai makanan. Set peraturan ini dikenal sebagai hukum Kashrut yang berakar dari kata Kaf-Shin-Resh yang artinya sesuai, tepat atau benar. Ada dua hal utama yang diatur di dalamnya: 1. Penentuan hewan mana yang boleh menjadi makanan dan mana yang tidak (Im 11:1-47, Ul 14:1-21, juga bd. Kej 7:8). 2. Cara pemotongan hewan. Dari antara hewan yang diperbolehkan, mamalia dan burung harus dipotong menurut metode penjagalan yang telah ditetapkan (shechitah). Petugas jagal (disebut shocket) harus menguasai metode penjagalan tersebut, yang cepat dan mematikan, sehingga tidak menyebabkan kesakitan pada hewan yang dipotong. Hukum ini menyangkut rasa kemanusiaan kita terhadap hewan ciptaan Elohim oleh sebab kita tidak diperkenankan untuk menyiksa hewan. Makanan yang memenuhi kedua standar di atas dikatakan sebagai kosher (dari akar yang sama kaf-shin-resh). Bangkai atau hewan yang mati tercekik, mati terbakar, mati karena penyakit, atau mati dengan cara-cara lain di luar metode penjagalan adalah tidak kosher. Ayat-ayat Perjanjian Baru pembatalan hukum Kashrut yang sering dipakai sebagai Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang. (Mat 15:11) Masalah yang tengah diperdebatkan disini sebenarnya adalah masalah kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Anda perlu membaca seluruh perikop mulai dari 15:1. Kisah ini dimulai dengan kedatangan serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat menemui Yeshua. Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Mereka kemudian mempersoalkan hal ini di depan Yeshua. Mengapa mereka mempersoalkannya ? Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. Jadi ini adalah persoalan tentang puritas atau pentahiran. Dalam perkembangan tatanan sosial dan budaya orang Yahudi, muncul banyak sekali adat-istiadat yang ditambahkan ke dalam religi Yahudi. Salah satunya adalah aturan tentang cuci-mencuci ini. Di dalam Torah memang terdapat tata-cara pentahiran yakni membasuh diri dengan air (Im 13:15). Tetapi tata-cara ini dikembangkan dan ditambahkan dengan perintah-perintah buatan manusia sehingga lambat-laun menjadi adat-istiadat. Contohnya kebiasaan mencuci cawan, kendi dan perkakas seperti yang disebutkan oleh Markus sebenarnya berangkat dari pemikiran Farisi bahwa setiap rumah orang Yahudi adalah cerminan dari Bait Elohim, kepala keluarga mencerminkan imam, meja makan mencerminkan altar persembahan. Jadi sebagaimana imam Bait Elohim membasuh diri (t'villa) sebelum menjalankan persembahan, maka setiap individu diminta pula untuk mencuci tangan mereka sebelum makan. Di samping itu praktek pembasuhan diri ini juga berkembang menjadi semacam ritual inisiasi yang lazim di masa itu. Rabbi Hillel (30 SM-10 M) berkata bahwa bukan sunat yang menjadi inisiasi konversi seseorang ke dalam agama Yahudi, melainkan ritual pembasuhan (b.Yebamot 47a). Ritual ini diketahui dijalankan pula oleh komunitas Qumran (1Qs Col. 3 line 4f; Col 5 line 13; Damascus Document Col. 10,lines 10-13), dan juga oleh Yohanan Pembaptis. Adakah Yeshua menentang seluruh adat-istiadat ? Tidak. Sepanjang ia tidak bertentangan dengan Taurat dan perintah TUHAN selalu ditempatkan pada prioritas tertinggi. Perhatikan bagaimana Ia menerima ritual pembasuhan sebagai inisiasi konversi (Mar 16:15, Mat 28:19). Yang dikecam oleh Yeshua adalah mereka yang sering kali mengabaikan perintah Taurat supaya bisa memenuhi hal-hal yang diatur oleh adat-istiadat, contohnya tentang pengabaian perintah hormati orang-tuamu untuk memenuhi terlebih dahulu perintah adat-istiadat. Ia juga mengecam adatistiadat yang menambahkan beban kepada umat, seperti membayar persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, yang semuanya tidak diperintahkan di dalam Taurat. Yang dihendaki oleh Yeshua ialah supaya kita senantiasa menempatkan perintah TUHAN pada prioritas tertinggi. Kembali ke masalah semula yang dibicarakan, yakni perihal puritas, menurut Yeshua bukan soal cuci-mencuci tangan yang membuat makanan menjadi najis sehingga menajiskan orang yang memakannya. Tetapi menurut-Nya, hati seseorang-lah yang menentukan kepuritasan orang itu. Jadi sepanjang hati kita masih menghasilkan segala pikiran jahat, itulah yang menajiskan orang. "...tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.", demikian Yeshua menutup pembicaraan-Nya (Mat 15:20). Sekarang menjadi jelas bahwa apa yang sedang mereka (orang-orang Farisi dan Yeshua) bicarakan adalah isu tentang kepuritasan, BUKAN isu tentang makanan halal atau haram. Tetapi pembaca PB masa kini yang dibesarkan dalam teologi anti-Taurat sering kali menganggapnya begitu dan menjadikannya sebagai alat pembenaran bagi teologi mereka. Karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. (Mat 7:19) Perikop Mrk 7:1-23 mengisahkan kisah yang sama dengan Mat 15:1-20. Tetapi disini ditambahkan kalimat: "dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal." Kita akan menemukan terjemahan yang berbeda-beda untuk kalimat tersebut. RSV menulisnya dalam tanda kurung. Since it enters, not his heart but his stomach, and so passes on?" (Thus he declared all foods clean.) (Revised Standard Version) Because it entereth not into his heart, but into the belly, and goeth out into the draught, purging all meats? (King James Version) Dalam teks Yunani kalimat tersebut terbaca kataríxon pánta ta bdómata yang dalam KJV diterjemahkan menjadi "purging (kataríxon) all (panta) foods (ta bdómata)". Sehingga terjemahan bahasa Indonesia seharusnya berbunyi: "Karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban, amblas semua makanannya ?" Sekarang apakah "makanan" itu ? Untuk memahami lebih jauh apa yang dibicarakan oleh-Nya, marilah kita mengetahui definisi "makanan" menurut pemahaman audiens Yeshua, yang adalah orang-orang Yahudi. TUHAN telah menentukan hewan-hewan tertentu untuk menjadi makanan bagi manusia melalui hukum Kashrut. Hukum ini kemudian membentuk cara berpikir orang Yahudi tentang makanan. Unta, kelinci, babi, tikus, kecoa tidak tergolong sebagai "makanan". Kita mesti memahami terminologis ini ketika membaca Perjanjian Baru yang berbicara tentang Mesias Yahudi dan ditulis oleh orang-orang Yahudi semacam Ya'akov (Yakobus), Mattityahu (Matius), Kefa (Petrus) dan Sha'ul (Paulus). Adapun disini mereka tidak sedang membicarakan makanan yang halal dan yang haram sebab audiens Yeshua mengerti benar mana yang disebut sebagai makanan dan mana yang tidak. Tetapi mereka sedang berargumen tentang masalah puritas. Maksud dari perkataan Yeshua adalah bahwa makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak membuat makanan menjadi najis. Jadi semua makanan halal - meski dimakan tanpa mencuci tangan. Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: "Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!" Tetapi Petrus menjawab: "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir." Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: "Apa yang dinyatakan halal oleh Elohim, tidak boleh engkau nyatakan haram." (Kis 10:13-15) Ayat di atas bercerita tentang penglihatan yang dilihat oleh Petrus ketika ia ada di Yope dan hal itu terjadi sampai tiga kali. Apakah arti dari penglihatan tersebut ? Teologi anti-Taurat sering kali memakainya sebagai pembenaran bahwa hukum Taurat telah dibatalkan sendiri oleh Elohim dan dengan begitu tidak mengikat lagi. Ini adalah salah satu contoh bagaimana firman Tuhan dimengerti dengan mengabaikan konteks keseluruhan. Jika begitu mudah mereka mengartikannya bahwa Tuhan sekarang mengizinkan kita untuk makan babi, tikus atau kecoa, tidak demikian halnya dengan Petrus sendiri. Akan tetapi Petrus bertanya-tanya di dalam hatinya, apa kiranya arti penglihatan yang telah dilihatnya itu (ayat 17). Ia mulamula tidak mengetahui arti dari penglihatan itu. Jika Yeshua benar menyatakan "semua makanan halal" seperti dalam pengajaran Kristen, mengapa Petrus terusmenerus menolak dengan berkata: "Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir." Nyata-nyata Petrus adalah seorang Yahudi yang taat akan firman TUHAN. Addendum : Bila ada 2 pertentangan yang tertulis dan didengar/dilihat (dalam penglihatan), mana yang harus diambil ? Apabila diperhadapkan dua hal yang bertolak belakang, maka kita seharusnya meneliti sampai ke-akar-nya. Petrus mengerti bahwa yang dilihat bukan makanan kosher, tetapi suatu Suara penglihatan itu menyuruhnya makan ! Sikap apakah yang diperlihatkan Petrus ? Ia memilih yang tertulis dalam Tourat yang dilakukan. Banyak Hamba Tuhan apabila diperhadapkan dengan pilihan seperti ini mereka memilih yang didengar atau yang dilihat. Akan tetapi arti dari penglihatan Petrus BUKAN tentang makanan halal dan haram. Penglihatan Petrus adalah suatu perumpamaan. Petrus tahu benar akan hal itu sehingga ia bertanya-tanya dalam hatinya, apakah arti DIBALIK itu. Dan ketika Petrus sedang berpikir tentang penglihatan itu datanglah utusan Kornelius kepadanya dan memintanya untuk datang ke rumah Kornelius. Kornelius adalah seorang perwira Italia yang saleh dan takut akan Elohim (ayat 1-2). Maka mengertilah Petrus akan arti dari penglihatannya dan ia menerangkannya sendiri di depan seisi rumah Kornelius. Katanya kepada mereka: "Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Elohim tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. Itulah firman yang Ia suruh sampaikan kepada orang-orang Israel, yaitu firman yang memberitakan damai sejahtera oleh Yeshua HaMashiakh, yang adalah Adon dari semua orang." (Kis 10:34-36). Penglihatan itu tidak berbicara soal makanan tetapi perumpamaan bahwa setiap orang sama di hadapan Elohim dan Injil harus diwartakan pula kepada mereka. Sebab Kerajaan Tuhan bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Elohim oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! (Rom 14:17,20) Jika anda mulai membaca mulai dari ayat di atasnya, 14:2, masalah yang sedang dibicarakan Paulus adalah tentang vegetarianisme. Masalah disini adalah bukan tentang makan hewan halal atau haram melainkan tentang orang-orang yang menolak makan daging dan hanya memilih sayur-sayuran. Jika seorang saudara hanya makan sayur-sayuran saja karena ia menganggap memotong hewan untuk dimakan dagingnya itu dosa, maka Paulus menasehatkan agar kita tidak membesarbesarkan hal ini sehingga menjadi batu sandungan untuk mereka. Walaupun kita tahu bahwa TUHAN telah memberikan kepada kita hewan untuk menjadi makanan (Kej 9:3), kita hendaknya tidak menghakimi mereka hanya karena mereka lemah imannya. Paulus sebenarnya tengah menyinggung tentang sekelompok orang dalam tubuh jemaat yang mempraktekkan vegetarianisme. Tetapi kelompok ini malah terus berkembang lebih jauh menjadi kelompok yang murtad, dapat disebut sebagai proto-Ebionisme, yakni dengan ciri-ciri utama antara lain hidup selibat dan menolak makan daging (vegetarian). Kelompok yang sama ini yang kembali disinggung oleh Paulus dalam suratnya yang berikut. Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setansetan oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Elohim supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenaran. Karena semua yang diciptakan Elohim itu baik dan suatupun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Elohim dan oleh doa. (1Tim 4:1-5) Dalam ayat di atas justru Paulus menegaskan bahwa hukum Kashrut adalah hukum TUHAN. Kita tidak boleh menolak apa yang sudah dinyatakan kosher bagi kita. Karena semua yang diciptakan TUHAN itu baik dan tidak boleh ditolak JIKA semuanya itu dikuduskan oleh firman Elohim dan oleh doa. Dan apakah firman Elohim itu? Kamu harus membedakan binatang yang tidak haram dari yang haram, dan burung-burung yang haram dari yang tidak haram, supaya kamu jangan membuat dirimu jijik oleh binatang berkaki empat dan burung-burung dan oleh segala yang merayap di muka bumi, yang telah Kupisahkan supaya kamu haramkan. Kuduslah kamu bagi-Ku, sebab Aku ini, TUHAN, kudus dan Aku telah memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain, supaya kamu menjadi milik-Ku. (Im 20:25-26, lihat juga Im 11:1-47 dan Ul 14:1-21) Kita hendaknya tidak membantah apa yang sudah difirmankan oleh-Nya dan lebih mengikuti jalan kita sendiri. Pembedaan antara hewan yang halal (tahor) dan haram (asher lo tahor) senantiasa dinyatakan sepanjang Alkitab, mulai dari Kejadian 7:2 "dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil tujuh pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya" hingga Wahyu 18:2 "...tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci.". Pada tahun 95, ketika kitab Wahyu ditulis, hewan yang halal masih dibedakan dengan yang haram. TUHAN tidak pernah membatalkan firman-Nya. TUHAN tidak berubah (Mal 3:6). Untuk orang-orang yang terus-menerus mengeraskan hati mereka untuk mengabaikan firman-Nya itu, untuk mereka yang lebih menyukai jalan mereka sendiri, nabi Yeshayahu (Yesaya) mempunyai beberapa firman TUHAN yang bisa dibagikan kepada mereka: Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: "Ini Aku, ini Aku!" kepada bangsa yang tidak memanggil nama-Ku. Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak, yang menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri; suku bangsa yang menyakitkan hati-Ku senantiasa di depan mata-Ku, dengan mempersembahkan korban di taman-taman dewa dan membakar korban di atas batu bata; yang duduk di kuburan-kuburan dan bermalam di dalam gua-gua; yang memakan daging babi dan kuah daging najis ada dalam kuali mereka; yang berkata: "Menjauhlah, janganlah meraba aku, nanti engkau menjadi kudus olehku!" Semuanya ini seperti asap yang naik ke dalam hidung-Ku, seperti api yang menyala sepanjang hari. Sesungguhnya, telah ada tertulis di hadapan-Ku: Aku tidak akan tinggal diam, malah Aku akan mengadakan pembalasan, ya, pembalasan terhadap diri mereka, atas segala kesalahan mereka sendiri, maupun atas kesalahan nenek moyangnya, semuanya serentak, firman TUHAN. Sebab mereka telah membakar korban di atas gunung-gunung dan mengaibkan Aku di atas bukit-bukit. Memang Aku akan menakar ke dalam jubah mereka upah untuk perbuatanperbuatan mereka yang dahulu!" (Yes 65:1-7) Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? Bukankah tangan-Ku yang membuat semuanya ini, sehingga semuanya ini terjadi? demikianlah firman TUHAN. Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku. Orang menyembelih lembu jantan, namun membunuh manusia juga, orang mengorbankan domba, namun mematahkan batang leher anjing, orang mempersembahkan korban sajian, namun mempersembahkan darah babi, orang mempersembahkan kemenyan, namun memuja berhala juga. Karena itu: sama seperti mereka lebih menyukai jalan mereka sendiri, dan jiwanya menghendaki dewa kejijikan mereka, demikianlah Aku lebih menyukai memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang dan mendatangkan kepada mereka apa yang ditakutkan mereka; oleh karena apabila Aku memanggil, tidak ada yang menjawab, apabila Aku berbicara, mereka tidak mendengarkan, tetapi mereka melakukan yang jahat di mataKu dan lebih menyukai apa yang tidak Kukehendaki." (Yes 66:1-4) Sebab TUHAN akan menghukum segala yang hidup dengan api dan dengan pedangNya, dan orang-orang yang mati terbunuh oleh TUHAN akan banyak jumlahnya. Mereka yang menguduskan dan mentahirkan dirinya untuk taman-taman dewa, dengan mengikuti seseorang yang ada di tengah-tengahnya, yang memakan daging babi dan binatang-binatang jijik serta tikus, mereka semuanya akan lenyap sekaligus, demikianlah firman TUHAN. (Yes 66:16-17) Tentang Hari Sabat "Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat!" (Kel 20:8) "Peliharalah dan kuduskanlah hari Sabat, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Elohimmu." (Ul 5:12) TUHAN memberikan kita dua perintah mengenai hari Sabat: Ingat (zakor) dan pelihara (shomer). Perintah pertama: Ingatlah! Maksud dan tujuan dari perintah tersebut adalah supaya setiap hari Sabat yang dirayakan setiap minggunya, kita terus-menerus menegaskan iman kita bahwa TUHAN adalah Sang Pencipta, bahwa Ia menciptakan dunia dalam enam hari, bahwa Ia berhenti pada hari ketujuh, dan bahwa Ia terus menuntun dan mengawasi segala sesuatunya. Di tempat lain Taurat menyatakan (Kel 31:12-17) bahwa hari Sabat adalah menjadi peringatan untuk selama-lamanya antara TUHAN dan umat-Nya Israel. Perintah kedua: Peliharalah! Perintah “memelihara” (shomer) disini berkaitan dengan “pengunduran diri kita dari segala aktivitas keduniawian”, sehingga Sabat menjadi hari yang kudus. Kata “kudus” dalam bahasa Ibrani mengandung pengertian “memisahkan” (to set apart). Menguduskan Sabat artinya kita memisahkan hari Sabat menjadi satu hari yang spesial, khusus. Berbeda dengan hari-hari lainnya, kita menjadikan Sabat menjadi satu hari yang khusus untuk TUHAN. Kita menjadikan Sabat sebagai satu hari yang suci, satu hari yang berbeda, satu hari dimana kita meninggalkan segala aktivitas keduniawian kita dan mengarahkan hati kita hanya kepada TUHAN. Itulah makna dari “menguduskan”, yakni supaya kita memisahkan Sabat dari hari-hari lainnya dan menjadikannya suci. Memelihara Sabat adalah dasar dan fundamental dari ketaatan dalam memelihara seluruh hukum-Nya, seperti yang dikatakan di dalam Talmud Yerushalmi (Brachot 1:5): “ketaatan memelihara Sabat adalah sebanding dengan ketaatan memelihara seluruh Taurat”. Di tempat lain Talmud (Chulin 5a) juga mengatakan: “orang yang secara sengaja meninggalkan Sabat tidak bedanya seperti orang yang menyembah berhala”. Sabat: Beban atau Sukacita ? Pertama-tama perlu dimengerti bahwa perintah Taurat bukanlah sebuah beban, bukan sebuah belenggu. Bukan demikian tujuan Taurat diberikan. TUHAN memberikan Taurat bukan untuk menyusahkan umat-Nya dengan memberikan perintah-perintah yang sulit dengan ketentuan siapa yang melanggarnya akan binasa. TUHAN bukanlah elohim yang sadis itu. "Sebab perintah ini, yang Kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh...Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu...Maksudnya supaya kamu menjadi kudus bagi Elohimmu." (Ul 30:11,Ul 6:3,Bil 15:40) Yeshua berkata: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat." (Mrk 2:27) Rabbi Yonatan Ben Yosef berkata: "Hari Sabat diserahkan ke dalam tanganmu, bukan kamu ke dalam hari Sabat." (Talmud Yoma 85b) "Hari Sabat diberikan kepadamu, bukan kamu kepada hari Sabat." (Mekilta on Exodus 31:13 (109b)) Banyak orang berpikir bahwa hari Sabat adalah menyusahkan. Contohnya seperti kisah berikut ini. Seorang anak kecil menanyai ibunya apakah ia dapat pergi bermain. Lalu ibunya menjawab, "kamu tidak boleh pergi bermain, sebab seseorang tidak boleh melakukan hal itu pada hari Sabat." Namun anak itu tetap mendesak, "Ibu, izinkanlah aku pergi." Akhirnya, ibunya menyerah sembari menjawab, "baiklah, kamu bisa pergi dan bermain, namun dengan satu syarat, jangan bersenang-senang sambil bermain, sebab bagaimanapun hari ini adalah hari Sabat." Pengertian Sabat disini terlanjur diartikan sebagai hari yang penuh beban karena kita dituntut untuk tidak boleh ini, tidak boleh itu. Sabat telanjur dibayangkan sebagai hari yang penuh aturan yang membuahkan hukuman bagi para pelanggarnya. Padahal dalam kitab nabi Yesaya hari Sabat dinamakan sebagai "hari kenikmatan" dan "hari yang mulia". Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat "hari kenikmatan", dan hari kudus TUHAN "hari yang mulia"; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya. (Yesaya 58:13-14). Dalam sebuah midrash, TUHAN digambarkan berbicara tentang hari Sabat seperti berikut: Mungkin kamu mengira bahwa Aku memberikan kepadamu hari Sabat untuk menyusahkanmu; Aku sesungguhnya memberimu Sabat untuk menyenangkan kamu. Menguduskan hari ketujuh bukan berarti kamu mesti menyengsarakan dirimu, tetapi sebaliknya engkau harus menguduskannya dengan seluruh hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan seluruh perasaanmu. Sucikanlah hari itu dengan memilih makananmu, dengan memakai pakaian yang indah; penuhilah jiwamu dengan kesenangan dan Aku akan memberi upah untuk kesenangan itu. (Midrash Rabba Ulangan 3,1) Dalam pemahaman Ibrani, ketika kita merayakan Sabat kita seolah-olah seperti tengah menyambut kedatangan seorang mempelai, yakni mempelai Sabat, yakni Mesias. Hari Sabat adalah gambaran dari apa yang akan datang itu, yakni Hari TUHAN yang dashyat itu. Menyambut Sabat sama seperti menyambut Hari TUHAN itu. Ketika Ia datang di dalam awan-awan, segenap orang percaya segera meninggalkan pekerjaan mereka dan mereka pergi menyambut-Nya. Melakha dan Eruvs Dalam Taurat dikisahkan bagaimana Elohim senantiasa mengingatkan umat-Nya untuk tidak melakukan sesuatu "melakha" pada hari Sabat (Kel 16:23,Kel 16:29,Kel 20:9,Kel 23:12,Kel 31:14-15,Kel 31:17,Kel 34:21,Im 23:3,Ul 5:13-15). "...hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Elohimmu; maka jangan melakukan sesuatu melakha..." (Kel 20:9,Ul 5:14) Melakha biasanya diterjemahkan sebagai "pekerjaan", yang mana adalah terjemahan yang kurang tepat. Definisi atau konsep Ibrani tentang melakha sebetulnya tidak benar-benar identik dengan "pekerjaan" sebab itu sebaiknya melakha dimengerti sebagai "aktivitas-aktivitas yang dilarang pada hari Sabat" (Pekerjaan/rutinitas yang menghasilkan nafkah). Gunanya "melakha" adalah supaya konsentrasi kita tetap berpusat kepada pengudusan hari Sabat. Kata "kudus" dalam bahasa Ibrani mengandung pengertian "memisahkan" (to set apart). Menguduskan Sabat artinya kita memisahkan hari Sabat menjadi satu hari yang spesial, khusus. Berbeda dengan hari-hari lainnya, kita menjadikan Sabat menjadi satu hari yang khusus untuk TUHAN. Kita menjadikan Sabat sebagai satu hari yang suci, satu hari yang berbeda, satu hari dimana kita meninggalkan segala aktivitas keduniawian kita dan mengarahkan hati kita hanya kepada TUHAN. Itulah makna dari "menguduskan", yakni supaya kita memisahkan Sabat dari hari-hari lainnya dan menjadikannya suci. Mencari uang di hari Sabat jauh dari semangat untuk menguduskan Sabat. Mencari uang tergolong aktivitas keduniawian sementara Sabat adalah rohani. Istilah "pekerjaan" normalnya mengimplikasikan (a) suatu aktivitas yang dikerjakan seseorang berhubungan dengan profesinya atau pekerjaannya; atau (b) suatu aktivitas yang membutuhkan pengeluaran tenaga yang besar. Tidak satu pun dari kedua definisi di atas membentuk suatu pengertian terhadap melakha di dalam Taurat. Jika "perhentian pada hari Sabat" diartikan sebagai menghentikan aktivitas yang termasuk dalam dua kategori di atas maka "istirahat pada hari Sabat" menjadi bervariasi pada masing-masing orang. Jika menuruti definisi di atas maka tidak ada seorang Rabbi pun yang diperbolehkan untuk mengajar pada hari Sabat, padahal itu adalah salah satu pekerjaannya! Juga, artinya seorang yang lemah tidak diperbolehkan untuk memindahkan lemari yang berat karena ia mesti mengerahkan tenaga yang kuat (sementara seorang yang kuat boleh mengerjakannya karena baginya lemari itu ringan). Tetapi nyatanya tidak satu pun yang dipandang sebagai melakha. Bekerja melayani Tuhan menggunakan kata ”avodah” Maka menjadi pertanyaan tindakan-tindakan apa saja yang bisa digolongkan sebagai melakha ini. Oleh sebab itu kemudian dikenal yang namanya Eruvs, yakni perangkat yang mengatur bagaimana kehidupan normal dapat berlangsung sementara pada saat yang bersamaan tetap menghormati kekudusan Sabat. Di dalam Eruvs ini selanjutnya dikenal adanya beberapa melakha yang diperbolehkan pada kondisikondisi tertentu dimana pada kondisi yang normal tidak diperbolehkan. Hal ini ditentukan dengan prinsip Kal v'chomer. Artinya kira-kira "menimbang berat dan ringan". Misalkan menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat diperbolehkan sebab perintah untuk menyelamatkan jiwa seseorang lebih besar nilainya. Kal v'chomer merupakan salah satu dari tujuh aturan dalam menafsirkan firman TUHAN yang dikumpulkan oleh Rabbi Hillel (30 SM-10 M). Pemikiran kal v'chomer dapat diterangkan dalam ekspresi demikian: Jika X benar terhadap Y dan Z benar terhadap Y maka betapa lebih benarnya lagi X terhadap Z. Sebuah argumen kal v'chomer sering, meski tidak selalu, ditandai dengan ungkapan "lebih-lebih" atau "betapa lebih besarnya". Contohnya seperti di dalam Alkitab: Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan orang berdosa! (Ams 11:31) Yeshua pun memakai argumen kal v'chomer ini seperti yang kita baca berikut ini: "Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari Sabat." (Yoh 7:23) "Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat." (Mat 12:11-12) Tempat-tempat lainnya dimana Yeshua menggunakan kal v'chomer: Mat. 6:26, 30 = Luk. 12:24, 28 Mat. 7:11 = Luk. 11:13 Mat. 10:25 & Yoh. 15:18-20 Mat. 12:12 & Yoh. 7:23 Rav Sha'ul (Paulus) yang dididik langsung oleh Rabbi Gamaliel, cucunya Hillel, juga memakai argumen kal v'chomer serupa dalam surat-suratnya: Rom. 5:8-9, 10, 15, 17; 11:12, 24 1Kor. 9:11-12; 12:22 2Kor. 3:7-9, 11 Fil. 2:12 Fil. 1:16 Ibr. 2:2-3; 9:13-14; 10:28-29; 12:9, 25 Misnah Shabbat 7:2 mencatat 39 kategori aktivitas yang dipandang sebagai "melakha", antara lain mengangkut barang (Yer 17:21), menyalakan api (Ul 35:3), membajak dan menuai (Kel 34:21). Kata "melakha" jarang dipakai di tempat lain di Alkitab selain dalam konteks yang berhubungan dengan Sabat. Satu-satunya tempat lain dimana kata "melakha" dipakai berulang-ulang adalah dalam pembangunan Kemah Suci (Kel 31,35,38). Dari sana kita membaca bahwa pekerjaan membangun Kemah Suci berhenti pada hari Sabat. Dengan demikian Musa dan orang tua-tua menghubungkan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang pada hari Sabat dengan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan Kemah Suci. Bagaimana kemudian daftar "melakha" itu bisa sampai kepada kita sampai hari ini didasarkan atas Ulangan 17:9-11 "Dan haruslah engkau pergi...kepada hakim yang ada pada waktu itu, dan meminta putusan...Dan engkau harus melakukan dengan setia segala yang ditunjukkan mereka kepadamu." Hal-hal yang sudah ditetapkan ini kemudian diwariskan generasi demi generasi seperti yang dikatakan dalam pembukaan Mishna: Musa menerima Taurat di Sinai dan menurunkannya kepada Y'hoshua, Y'hoshua kepada orang tua-tua, dan orang tua-tua kepada para nabi, dan para nabi kepada orang-orang dalam Majelis Besar. (Mishna Avot 1:1) Hal serupa juga ditegaskan oleh Yeshua: "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu TURUTILAH dan LAKUKANLAH segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu..." (Mat 23:1) Yeshua tidak meminta kita untuk bersikap antipati terhadap semua pengajaran ahliahli Taurat dan orang Farisi. Tetapi Ia meminta kita untuk waspada terhadap ragi Farisi, artinya kita diminta untuk pandai memilah-milah pengajaran Farisi mana yang adalah Taurat Tuhan, mana yang cuma tradisi manusia. Amatlah menarik apabila kita membandingkan persamaan antara apa yang diajarkan oleh Yeshua dengan Rabbi Hillel: Menyembuhkan orang sakit diperbolehkan pada hari Sabat (Mrk 3:2-4; Tosefta Shabat 7:14) Mengangkat sebuah barang diperbolehkan pada hari Sabat (Yoh 5; Betzah 26b) Ketika orang Farisi mengecam Yeshua karena menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat, orang-orang itu berasal dari Madrasah Rabbi Shammai. Perlu diketahui bahwa di zaman Yeshua ada dua madrasah (sekolah agama) Farisi yang paling terkemuka, satu yang dipimpin oleh Rabbi Shammai dan satunya lagi oleh Rabbi Hillel. Keduanya saling berlomba-lomba untuk menghasilkan pengajaran yang terbaik tentang aplikasi Taurat dalam kehidupan sehari-hari. Madrasah Rabbbi Shammai melarang orang untuk menyembuhkan orang sakit di hari Sabat, tetapi Madrasah Rabbi Hillel membolehkannya (Tosefta Shabat 7:14; Betzah 26b). Yeshua dalam hal ini membenarkan pendapat Madrasah Rabbi Hillel. Tentang perbandingan antara pengajaran Yeshua dengan kedua madrasah Farisi ini lebih jauh telah dibahas dalam buku "Tidak Tunduk Kepada Hukum Tuhan ?" Bagaimana dengan hari Minggu ? Hari Minggu tidak diperuntukkan sebagai pengganti hari Sabat. Jemaat Nasrani yang mula-mula tidak merayakan hari Minggu (SUN-day) sebagai pengganti hari Sabat. Mereka berkumpul di sinagoga-sinagoga pada hari Sabat seperti yang kita baca dalam keseluruhan Kisah Para Rasul. Tidak ada satu pun ayat dalam Perjanjian Baru yang berbicara tentang perayaan hari Minggu (SUN-day). Bagaimana dengan Kis 20:7-8 ? Bukankah mereka berkumpul pada hari pertama, yaitu hari Minggu ? "Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecahmecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam. Di ruang atas, di mana kami berkumpul, dinyalakan banyak lampu. " (Kis 20:7-8) Dalam perhitungan hari orang Ibrani, sebuah hari dimulai pada saat matahari terbenam, bukan pada jam 12 tengah malam seperti yang kita pakai saat ini. Sehingga hari Sabtu malam dikatakan sebagai hari pertama dalam satu minggu. Perhatikan pertemuan dalam Kis 20:7 diceritakan banyak lampu (artinya pertemuan terjadi di malam hari), dan Paulus berbicara sampai tengah malam. Jelas ini bukanlah pertemuan Kebaktian Hari Minggu! Orang-orang Ibrani ini berkumpul memecah roti masih dalam rangka perayaan hari Sabat. Pertemuan macam ini dinamakan "Havdalah" yang sampai hari ini masih dilakukan oleh orang Yahudi. Havdalah dapat dipandang sebagai ekstension dari hari Sabat. Karena hari Sabat begitu manis untuk dikenang sehingga waktu yang sudah berlalu tidaklah cukup untuk mempelajari dan merenungi firman Elohim, maka dilanjutkanlah dengan Havdalah ini yang biasanya berlangsung sampai Sabtu tengah malam, yang mana sudah memasuki hari pertama dalam satu minggu. Sayangnya sedikit orang Kristen yang berusaha untuk mencermati tradisi Ibrani ini. Ibadah Hari Minggu (SUN-day) menjadi hari ibadah utama orang Kristen setelah masa para rasul berlalu. Hari Minggu (SUN-day) adalah Sol-Dei, hari dewanya orang Romawi, dewa matahari. Ketika orang Romawi pelan-pelan masuk Kristen, lambat laun perayaan mereka dikristenkan menjadi hari pengganti Sabat. Bukan itu saja, perubahan dari Sabat ke SUN-day ini juga didasari oleh undang-undang yang dikeluarkan oleh Kaisar Konstantinus (325 M) yang melarang pengikut Kristus untuk merayakan hari Sabat seperti orang Yahudi. Hanya di negeri-negeri yang berada di luar kekuasaan Romawi, para pengikut Kristus masih setia memelihara hari Sabat, seperti yang kita temukan sampai hari ini di beberapa komunitas terasing di Ethiopia dan India. Lalu apakah kita masih boleh beribadah pada hari Minggu ? Jemaat Nasrani bebas beribadah pada hari apapun. Bahkan sesungguhnya kami melakukannya setiap hari. Akan tetapi jika pengertian ibadah hari Minggu diartikan sebagai ibadah pengganti hari Sabat maka hal ini tidak dibenarkan. Dengan memelihara hari Sabat kita menjadi saksi yang benar dan terang yang bersinar di hadapan segala bangsa, sehingga semua orang mengetahui bahwa TUHAN adalah Elohim kita. "Akulah TUHAN, Elohimmu: Hiduplah menurut ketetapan-ketetapan-Ku dan lakukanlah peraturan-peraturan-Ku dengan setia, kuduskanlah hari-hari SABAT-Ku, sehingga itu menjadi peringatan di antara Aku dan kamu, supaya orang mengetahui bahwa Akulah TUHAN, Elohimmu." (Yehezkiel 20:19-20). Tentang Persembahan Korban Kata "korban" dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang merupakan padanan dari kata Ibrani, "qorban". Dalam bahasa Ibrani kata "qorban" berakar dari kata "qarab" yang berarti "datang mendekat". Jadi salah satu fungsi korban (persembahan) adalah untuk membawa kita orang berdosa menjadi dekat dengan-Nya. Yeshua memenuhi fungsi tersebut seperti yang dikatakan dalam Alkitab: Consequently he is able for all time to save those who draw near to God through him, since he always lives to make intercession for them (Ibr 7:25 Revised Standard Version). Penulis Surat Ibrani selanjutnya menerangkan: "But in those sacrifices there is a reminder of sins every year." (Ibr 10:3 New King James Version) Jadi fungsi korban persembahan dalam diri orang percaya adalah: 1. untuk menjadi peringatan bagi dosa-dosa kita. 2. untuk menguduskan kita dan membawa kita dekat kepada-Nya. Imamat 1:1-8:36 memuat daftar lima macam korban persembahan, sebagai berikut:      Olah (korban bakaran) Minchah (korban sajian) Shlamim (korban pendamaian) Chatat (korban penebus dosa) Asham (korban penebus salah) Satu lagi korban persembahan adalah bersifat tidak wajib, yakni:  Todah (korban pujian) Apakah persembahan korban masih berlaku ? Ya dan Tidak. Ya jika Bait Elohim masih berdiri. Tidak karena Bait Elohim tidak lagi berdiri. Sebab dalam Ul 12:11, 13-14 TUHAN menyatakan bahwa persembahan korban hanya boleh dilakukan dalam tempat suci-Nya. Ia melarang kita untuk mengadakan persembahan korban seperti cara-cara yang dilakukan oleh orangorang yang menyembah berhala. Apakah para rasul dan jemaat mula-mula memandang Yeshua telah meniadakan persembahan kurban ? Jawabannya adalah TIDAK. Mari kita lihat apa yang dilakukan oleh Paulus, orang yang selalu dituduh telah mengajarkan pembatalan hukum Taurat: "Sebab itu, lakukanlah apa yang kami katakan ini: Di antara kami ada empat orang yang bernazar. Bawalah mereka bersama-sama dengan engkau, LAKUKANLAH PENTAHIRAN DIRIMU bersama-sama dengan mereka dan TANGGUNGLAH BIAYA mereka, sehingga mereka dapat MENCUKURKAN RAMBUTNYA; maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat. Pada hari berikutnya Paulus membawa orang-orang itu serta dengan dia, dan ia mentahirkan diri bersama-sama dengan mereka, lalu masuk ke Bait Elohim untuk memberitahukan, bilamana PENTAHIRAN akan selesai dan PERSEMBAHAN akan dipersembahkan untuk mereka masing-masing." (Kis 21:23,24,26) Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak meninggalkan hukum Taurat, Paulus melakukan pentahiran dan persembahan bersama-sama orang yang bernazar seperti yang diperintahkan dalam Taurat: TUHAN berfirman kepada Musa: "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila seseorang, laki-laki atau perempuan, mengucapkan nazar khusus, yakni nazar orang nazir, untuk mengkhususkan dirinya bagi TUHAN. (5) Selama waktu nazarnya sebagai orang nazir janganlah pisau cukur lalu di kepalanya; sampai genap waktunya ia mengkhususkan dirinya bagi TUHAN, haruslah ia tetap kudus dan membiarkan rambutnya tumbuh panjang. (13) Dan inilah hukum tentang seorang nazir. Apabila waktu kenazirannya genap, ia harus dibawa ke pintu Kemah Pertemuan, dan ia harus mempersembahkan sebagai PERSEMBAHANNYA {qorban} kepada TUHAN seekor domba jantan berumur setahun yang tidak bercela untuk KORBAN BAKARAN {olah} dan seekor domba betina berumur setahun yang tidak bercela untuk KORBAN PENGHAPUS DOSA {chatat} dan seekor domba jantan yang tidak bercela untuk KORBAN KESELAMATAN {shalmim}, juga sebakul roti yang tidak beragi, yakni roti bundar dari tepung yang terbaik, yang diolah dengan minyak, dan roti tipis yang tidak beragi diolesi dengan minyak, serta dengan KORBAN SAJIAN {minchah} dan KORBAN-KORBAN CURAHANNYA {nehsek}. Lalu haruslah imam membawa semuanya itu ke hadapan TUHAN dan mengolah korban penghapus dosa dan korban bakarannya; domba jantan itu haruslah diolahnya sebagai korban keselamatan bagi TUHAN, beserta sebakul roti yang tidak beragi itu; juga haruslah imam mengolah korban sajian dan korban curahannya. Maka haruslah orang nazir itu MENCUKUR RAMBUT kenazirannya di depan pintu Kemah Pertemuan, lalu mengambil rambut kenazirannya itu dan melemparkannya ke dalam api yang di bawah korban keselamatan." (Bil 6:1-2,5,13-18) Perhatikan, total ada lima macam korban persembahan dalam ritual yang dijalankan oleh Paulus itu! Andaikan Paulus berpikiran bahwa Yeshua telah meniadakan korban persembahan, serta mengajarkan demikian kepada orang lain, ia tidak melawan ucapannya sendiri dengan turut serta dalam ritual tersebut! Alkitab berkata sebaliknya. Paulus menunjukkan ketaatannya kepada Torah TUHAN dengan tidak meninggalkan satu pun perintah di dalamnya. Alkitab berkata bahwa persembahan korban akan dilaksanakan kembali dalam Kerajaan Messias 1000 Tahun. Pada waktu itu akan tertulis pada kerencingan-kerencingan kuda: "Kudus bagi TUHAN!" dan kuali-kuali di rumah TUHAN akan seperti bokor-bokor penyiraman di depan mezbah. 14:21 Maka segala kuali di Yerusalem dan di Yehuda akan menjadi kudus bagi TUHAN semesta alam; SEMUA ORANG YANG MEMPERSEMBAHKAN KORBAN akan datang mengambilnya dan memasak di dalamnya. Dan tidak akan ada lagi pedagang di rumah TUHAN semesta alam pada waktu itu. (Zakharyah 14:20-21) Kelak pada zaman Kerajaan 1000 tahun, persembahan korban akan dilaksanakan kembali di Bait Elohim. Yehezkiel 46 berbicara lebih detail lagi mengenai itu. Pada masa itu Mesias sendiri-lah yang akan menjadi Imam Besar (Kohen HaGadol) bagi kita, Imam Elohim yang Maha Tinggi. MENGAPA ORANG PERCAYA HARUS MEMELIHARA TAURAT ? Kebanyakan orang Kristen, tanpa ragu-ragu, akan menjawab, TIDAK! Kita tidak lagi berada di bawah hukum Taurat oleh karena iman kepada Kristus. Nah, jawaban seperti ini memicu banyak pertanyaan tentang siapa Yesus dan apa yang diajarkanNya, serta bagaimana Ia mengamanatkan murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil kepada segala bangsa. Hukum Taurat adalah seperangkat aturan, perintah, dan ketetapan yang diajarkan TUHAN kepada umat-Nya supaya mereka hidup kudus, sebab Ia pun kudus (Im 19:2). Para rabbi telah menghitung ada 613 buah perintah secara keseluruhan di dalam Taurat, termasuk 10 Perintah yang tersohor itu. Yeshua (Yesus) adalah seorang Yahudi yang taat, Ia disunat pada hari kedelapan (Luk 2:21), memberikan korban persembahan (Luk 2:22-24), dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang religius, yang mempunyai kebiasaan berziarah ke Yerusalem setiap tahun pada hari raya Paskah (Luk 2:41). Yeshua hidup dalam gaya hidup yang religius, bahkan sekalipun orang-orang Farisi, sebuah kelompok Yahudi yang paling religius di masa itu, tidak dapat menemukan kesalahan pada diriNya. Ia dapat berkata kepada mereka, “Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yoh 8:46). Salah satu masalah yang dihadapi dewasa ini ialah bagaimana kita gagal memahami kitab suci karena kurangnya pengetahuan kita akan konteks yang berlaku pada masa itu. Disini pemahaman orang Yahudi terhadap kata “dosa” adalah “pelanggaran terhadap Taurat” (bd. 1 Yoh 3:4). Jadi ketika mereka tidak dapat menunjukkan kesalahan-Nya, artinya mereka tidak menemukan satu pun perintah Taurat yang dilanggar-Nya. Yeshua adalah seorang rabbi yang berkelana dari satu tempat ke tempat lain, sambil diikuti oleh murid-murid-Nya. Istilah “Rabbi” adalah sebuah sebutan resmi bagi seorang guru atau pengajar Taurat. Yeshua tidak akan dipanggil sebagai rabbi jika apa yang Ia ajarkan bukan Taurat. Pada masa itu memang banyak sekali rabbi-rabbi yang berkelana sambil diikuti oleh muridmuridnya. Tujuan dari seorang murid adalah mempelajari segala hal yang diajarkan oleh rabbinya, mengikuti contoh-contoh dari rabbinya, dan pada gilirannya ia pun menjadi seorang rabbi (bd. 1 Kor 11:1). Jadi ketika kita mendengar panggilan-Nya, “Ikutlah Aku”, supaya kita menjadi murid-Nya, kita hendaknya mau mengikuti apa yang sudah diajarkan dan dicontohkan oleh-Nya. Ia berkata bahwa Ia tidak datang untuk meniadakan Taurat, atau kitab para nabi, tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17). Pernyataan ini sering disalah-pahami bahwa artinya Yeshua telah menggantikan Taurat. Padahal tidak demikian. Yeshua mengetahui semua itu sehingga Ia memulainya dengan kata “Janganlah kamu menyangka”. Artinya jika engkau berpikiran demikian, engkau salah. Yeshua melanjutkan perkataannya dengan berkata, “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu yot atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Mat 5:18). “Yot” adalah huruf Ibrani yang terkecil sedangkan titik adalah sebuah tanda baca di sudut sebuah huruf, yang bahkan lebih kecil dari “yot”. Yeshua menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk mengajari murid-murid-Nya tentang pengajaran dan aplikasi Taurat yang benar, kemudian Ia mengamanatkan mereka untuk pergi dan mengajarkan demikian kepada orang lain. Dalam Matius 28:19-20 Ia berkata: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Ketika murid-murid-Nya mendengar amanat “ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu”, mereka tahu bahwa maksudnya adalah “untuk mengajar segala bangsa untuk melakukan perintah Taurat”. Inilah konteks dan cara pikir dimana mereka hidup pada masa itu. Seperti rasul Yochanan (Yohanes) menulis dalam 1 Yoh 2:7, “Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar.” Kesulitan yang dialami pada masa kini ialah kita telah kehilangan konteks dan cara pikir seperti mereka yang hidup di abad pertama. Ketika kita mendengar perintah Yesus, pikiran kita akan mengacu kepada suatu set perintah yang baru. Jadi ada perintah yang lama dan perintah yang baru. Lebih kacau lagi kalau kita sampai terpengaruh Marcionisme sehingga tanpa sadar kita mempunyai dua Tuhan yang berbeda, Tuhan Perjanjian Lama dan Tuhan Perjanjian Baru. Dengan begitu perintah tuhan Perjanjian Lama tidak sama dengan perintah Tuhan Perjanjian Baru. Atau bisa jadi kita mendapati Tuhan yang suka berubah pikiran. Ini adalah bukan Tuhan yang kita sembah. Jika perintah yang harus dilakukan itu adalah Taurat, bagaimana jemaat mula-mula menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari ? Dalam Lukas 24:53 dan Kisah Para Rasul 2:46 kita menyaksikan bagaimana mereka dengan bertekun berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. Para Bapa Gereja di abad kedua hingga kelima seringkali mencap Bait Elohim sebagai lambang kebobrokan Yudaisme yang sudah sewajarnya diratakan dengan tanah oleh bangsa Roma. Itu ada benarnya. Institusi Bait Elohim yang berada di bawah kekuasaan kaum Saduki memang sudah bobrok tetapi Alkitab berkata hal ini tidak menghalangi mereka untuk memuja Elohim di Bait-Nya itu. Dalam keterangan Bapa Gereja lainnya kita bisa membaca gaya hidup Ya’aqov (Yakobus), saudara Yeshua, yang luar biasa taatnya sehingga ia dijuluki Tzaddik atau Orang Benar. Ia dikenal mempunyai kebiasaan untuk masuk seorang diri di ruangan paling suci dalam Bait Elohim, berlutut berdoa kepada Tuhan sehingga kulit-kulit lututnya menjadi tebal (Eusebius, Historia Ecclesia II,23:4-7). Kembali dalam Kisah Para Rasul 21:20 kita membaca bahwa pada masa itu ada puluhan ribu orang Yahudi menerima Yeshua sebagai Mesias mereka. Kata puluhan ribu yang digunakan dalam teks Yunani adalah murias (No. Strong: 3461) yang mengandung pengertian “suatu jumlah yang tak terhingga”. Lalu apa yang dilakukan mereka setelah percaya? Mereka menjadi semakin rajin memelihara Taurat. Kata rajin yang dipakai disini adalah zelotes (No. Strong: 2207) yang bisa mengandung pengertian “fanatik” (i.e orang Zelot). Jadi Lukas benar-benar memberikan penekanan kuat disini ketika ia menuliskan kesaksiannya. Luar biasa! Bahkan rasul Sha’ul (Paulus) membuktikan isu bahwa dirinya mengajarkan, tidak memelihara Taurat adalah tidak benar. Ia membawa serta empat orang yang bernazar dan melakukan pentahiran diri yang diakhiri dengan memberikan korban persembahan (Kis 21:21-26). Lalu apa gunanya memelihara Taurat bagi orang percaya ? Menurut Surat Roma, hal tersebut tidak menyelamatkan, jadi mengapa dilakukan ? Jawabannya adalah bahwa Taurat merupakan masalah gaya hidup, bukan masalah keselamatan. Karena Taurat tidak membawa keselamatan bukan berarti kita boleh beralasan untuk tidak melakukannya. Teolog Kristen sering mengklaim bahwa kebiasaan untuk beribadah di hari Minggu, bukan di hari Sabat, sudah menjadi kebiasaan jemaat mula-mula. Mereka mengutip Kisah Para Rasul 20:7 yang berbunyi, “Pada hari pertama dalam minggu itu, ketika kami berkumpul untuk memecahmecahkan roti, Paulus berbicara dengan saudara-saudara di situ, karena ia bermaksud untuk berangkat pada keesokan harinya. Pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam.” Sayangnya mereka memahami ayat ini di luar konteks yang berlaku di dalamnya. Disana dikatakan bahwa mereka berkumpul untuk memecah-mecahkan roti (yang mana merupakan adat istiadat orang Yahudi) pada hari pertama dalam minggu itu. Ini artinya mereka berkumpul di hari Minggu. Beberapa terjemahan Perjanjian Baru bahkan secara langsung menerjemahkannya sebagai hari Minggu. Benarkah demikian ? Tunggu dulu. Dalam konteks Yahudi, sebuah hari dimulai dan berakhir pada saat matahari terbenam. Dalam budaya orang Yahudi kita juga menjumpai adanya sebuah kebiasaan yang dinamakan Havdallah yakni perpanjangan dari kebaktian Sabat. Jadi ketika hari Sabat selesai, yakni dengan ditandai oleh matahari terbenam, mereka memperpanjang pertemuan mereka untuk mendiskusikan apa-apa saja hikmah yang telah mereka petik dalam hari Sabat yang baru saja usai. Dan hal ini terjadi pada hari pertama dalam minggu itu – menurut konteks Yahudi, sebab hari baru telah dimulai seiring dengan tenggelamnya matahari. Hal ini menjadi semakin jelas dalam perkataan “pembicaraan itu berlangsung sampai tengah malam”, artinya saking begitu bersemangatnya mereka dalam mempelajari firman Tuhan, mereka melakukannya sampai tengah malam. Juga dalam ayat selanjutnya (ayat 8) dikatakan “banyak lampu” yang menandakan bahwa pertemuan mereka itu terjadi pada malam hari, jadi bukan merupakan kebaktian Minggu pagi seperti yang diklaim oleh teolog Kristen. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa jemaat mula-mula memelihara Taurat. Permasalahan muncul ketika begitu banyak orang bukan Yahudi turut menjadi percaya. Mereka berlatar-belakang dari suatu budaya asing yang tidak menyukai agama dan adat-istiadat orang Yahudi. Mereka adalah para penyembah berhala. Mereka tidak mengenal Taurat. Mereka buta sama sekali. Lalu apa yang harus dilakukan ? Beberapa orang pengikut Yeshua ada yang masih kental dengan tradisi Farisi mereka. Mereka kurang berkenan dengan cara “pindah agama” instan seperti ini. Bagi mereka adalah hal yang mengerikan jika Taurat dilakukan dengan tidak benar sebab dosa satu orang berakibat kepada seluruh umat. Mereka mengajarkan bahwa “jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” Sha’ul dan Bar-Nabbas pergi ke Yerusalem untuk mendiskusi hal ini dengan para tua-tua. Dan mereka sampai pada ketetapan demikian untuk orang bukan Yahudi. Mereka harus menjauhkan diri dari empat hal (Kis 15:20): 1. 2. 3. 4. Makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala Percabulan Daging binatang yang mati dicekik Darah. Apa yang tidak diketahui oleh orang Kristen masa kini adalah bahwa ketetapan mereka pada dasarnya sesuai dengan konteks yang berlaku dalam Yudaisme yaitu bangsa-bangsa yang belum mengenal Taurat diwajibkan untuk memelihara tujuh perintah untuk Bani Nuh. Keempat perintah di atas adalah bagian daripada ketujuh perintah tersebut, yang pada hakekatnya merupakan subset dari keseluruhan Taurat. Namun demikian, ceritanya belum berakhir disini, sebab ayat berikutnya berkata: “Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat (Greek: sunagoge).” (Kis 15:21) Dengan kata lain, empat perintah tersebut adalah untuk para pemula. Mereka diharapkan untuk bertumbuh dalam iman mereka terhadap Yeshua di dalam sinagoga. Dan satu-satunya tempat dimana mereka belajar Taurat firman TUHAN di zaman itu adalah di sinagoga. Jangan bayangkan seperti sekarang anda bisa membeli Alkitab di toko buku dan pergi belajar di mana saja. Sekali lagi disini diperlukan pemahaman akan konteks yang sesungguhnya terjadi di masa itu. Jika ada yang masih berpikir bahwa Kisah Para Rasul 15 ini membicarakan tentang pencabutan hukum Taurat, ia bisa menengok awal paragraf dari Kisah Para Rasul 16. Seorang percaya bernama Timotius lahir dari seorang ibu Yahudi dan ayah Yunani. Lihat apa yang dilakukan Paulus terhadapnya ? Ia menyunat Timotius menurut hukum Taurat. Ini menunjukkan bahwa baik Paulus maupun para penatua yang hadir di dalam sidang itu tidak membicarakan tentang pencabutan hukum Taurat. Saat kita membayangkan tentang kewajiban kita terhadap perintah Taurat, kita tidak boleh memandangnya dari sudut pandang kewajiban semata, tetapi lebih dari itu untuk menemukan apa yang TUHAN kehendaki terhadap diri kita melalui perintah-perintah tersebut. Hukum Taurat bukanlah sebuah beban melainkan kegembiraan bagi setiap orang yang mendapati Taurat tertulis di dalam hatinya (Yer 31:33). Mari kita lihat Daud sebagai teladan kita ketika ia berkata: “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.” (Mzm 119:35). Daud yang sama pula yang menyatakan nubuat tentang imamat Mesias “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.” (Mzm 110:4). Daud mempunyai karunia bernubuat seperti demikian sebab ia dipenuhi oleh Roh Kudus. (Mzm 51:11). Bagaimana supaya kita dipenuhi Roh Kudus seperti Daud ? Apakah dengan pergi ke persekutuan dimana semua orang tergelepar di lantai ? Bukan, tetapi dengan taat menjalankan perintah Taurat sebab Yeshua berfirman: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh 14:15-16) Jadi yang pertama-tama adalah iman kepada Mesias, kemudian taat kepada perintah-perintah Taurat-Nya, maka Roh Kudus akan berdiam di dalam hati kita. Ini bukan berarti kita harus berhasil mengerjakan seluruh perintah terlebih dahulu agar menerima Roh Kudus. Kita hanya perlu menjadi taat sebatas apa yang kita telah pelajari – dengan catatan kita mau terus bertumbuh dan mempunyai keinginan untuk terus belajar apa yang menjadi kehendak TUHAN melalui perintah-perintah-Nya itu. Seperti Daud bermazmur “Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.” (Mzm 119:34) Suka Cita Taurat Anda sebagai umat Kristen selama ini diajarkan bahwa anda "tidak lagi berada di bawah hukum". Anda tidak lagi berada di bawah kutuk Taurat dimana kematian adalah hukuman bagi pelanggar. Lalu kemudian anda mendengar bahwa ada sekelompok orang pengikut ajaran Yesus yang tetap melakukan perintah-perintah Taurat. Bukankah dengan melakukan Taurat berarti kita mengembalikan diri kita di bawah kuk ? Bukankah kita sudah dimerdekakan oleh darah Yesus ? Bukankah kita sudah diselamatkan oleh karena iman kepada Yesus ? Lalu untuk apa lagi kita meneruskan hukum Taurat ? Pertanyaan-pertanyaan ini menggiring kita kepada suatu sikap penolakan atau bahkan anti Taurat. Tulisan ini dibuat untuk meluruskan miskonsepsi tersebut. Taurat adalah pengajaran untuk umat Elohim Selama berabad-abad Taurat lebih banyak diterjemahkan sebagai hukum atau perintah. Sebenarnya terjemahan ini tidak begitu tepat. Taurat dalam bahasa Ibrani berarti pengajaran atau instruksi. Jadi seharusnya kita lebih melihat Taurat sebagai alat pendidikan Tuhan ketimbang sebuah hukum yang berbuahkan penalti bagi para pelanggarnya. Melalui Taurat Tuhan hendak mengajarkan umatNya mana yang boleh dan mana yang tidak dan mana yang benar mana yang tidak. Ibarat seorang bapa yang mengajarkan anaknya, kadang memang dengan keras misalkan menghukum dengan rotan, begitu pula dengan Bapa di surga. Ia kadang bagi kita kelihatan keras tapi tentunya semua itu demi kebaikan kita. "Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia." (II Samuel 7:14) Taurat diberikan kepada umat yang diselamatkan Mengerjakan Taurat sama sekali tidak membawa kita kepada keselamatan. Mengerjakan hukum Taurat lebih dipandang sebagai kewajiban moral kita untuk menyatakan cinta kasih kita kepada Tuhan. Ingat, bukankah bangsa Israel terlebih dahulu diselamatkan Tuhan dari perbudakan di Mesir sebelum mereka diberikan Taurat ? Jadi adakah mereka diselamatkan oleh Taurat ? Sama sekali tidak. Namun karena mereka sudah diselamatkan dan dipilih menjadi umat Tuhan, maka mereka harus hidup kudus. Semua aturan, cara, dan pengajaran bagaimana untuk hidup kudus di hadapan Tuhan ditulis lengkap di dalam Taurat. Untuk itulah Taurat diberikan. Sama seperti bangsa Israel di masa itu, kita juga telah diselamatkan oleh Tuhan. Oleh sebab itu sebagai umat Tuhan kita harus hidup kudus di hadapanNya yakni dengan melaksanakan Taurat yang telah diberikanNya. Kita adalah umat yang diselamatkan Kita mengerjakan Taurat bukan untuk mencari respon Elohim. Tetapi karena Elohim telah memilih kita menjadi umatNya maka kita harus meresponiNya (disini Elohim yang memegang inisiatif). Dipilih menjadi umatNya artinya kita sudah masuk ke dalam karya penyelamatanNya. TUHAN sendiri telah berfirman : "Kuduslah kamu sebab Aku, TUHAN, Elohimmu kudus." (Imamat 19:2) Ya, karena kita telah menjadi umatNya maka kita diminta untuk meresponiNya dengan hidup kudus. Selanjutnya bagaimana cara untuk hidup kudus ? Semuanya itu ada dan hanya ada di dalam Taurat. Saya punya satu ilustrasi. Ada dua orang anak. Anak yang pertama memberikan bunga kepada ibunya karena hari itu adalah hari Ibu. Anak yang kedua juga memberikan bunga kepada ibunya supaya ibunya membelikannya sepeda baru. Begitu pula dalam kehidupan beragama kita. Hendaklah kita meniru sikap anak yang pertama tadi. Ia memberikan bunga kepada ibunya karena ia sayang dan menyatakan terima kasihnya kepada sang ibu. Jadi kita melakukan Taurat karena kita sayang dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah memilih kita sebagai umatNya dan dengan demikian pula masuk ke dalam karya penyelamatanNya. Karena kita umatNya maka kita harus kudus. Akan tetapi sebaliknya kita jangan meniru anak yang kedua itu. Ia memberikan hadiah kepada ibunya karena ada maunya. Kalau kita mengerjakan Taurat untuk memperoleh suatu keselamatan atau pahala, itu adalah kesalahan besar. Inilah yang dikritik oleh Yeshua terhadap kehidupan beragama masyarakat Yahudi pada masaNya. Observing Torah may not save us, but it make us worth being saved. Taurat : beban atau sukacita ? Namun dalam prakteknya di kemudian hari, banyak orang merasakan melaksanakan Taurat bagaikan suatu beban yang diberikan Tuhan. Taurat ibarat sebuah kuk yang sangat berat. Padahal bukan demikian tujuan Taurat diberikan. Taurat boleh diibaratkan sebagai kontrak-nikah atau ketubah antara Elohim dan Israel, sang pengantin wanita. Adakah seorang pengantin pria berusaha menyusahkan pengantin wanitanya ? Tentu tidak kecuali pengantin pria berhati jahat. Akan tetapi kita tahu bahwa Elohim adalah pengantin pria yang baik. Elohim memberikan Taurat bukan untuk menyusahkan umatNya. Ambil contoh perintah untuk mengingat dan menguduskan hari Sabat. Banyak orang menafsirkan perintah ini secara harafiah belaka. Contohnya seperti kisah berikut ini. Seorang anak kecil menanyai ibunya apakah ia dapat pergi bermain. Lalu ibunya menjawab, "kamu tidak boleh pergi bermain, sebab seseorang tidak boleh melakukan hal itu pada hari Sabat." Namun anak itu tetap mendesak, "Ibu, izinkanlah aku pergi." Akhirnya, ibunya menyerah sembari menjawab, "baiklah, kamu bisa pergi dan bermain, namun dengan satu syarat, jangan bersenang-senang sambil bermain, sebab bagaimanapun hari ini adalah hari Sabat." Pengertian Sabat disini terlanjur diartikan sebagai hari yang penuh beban karena kita dituntut untuk tidak boleh ini, tidak boleh itu. Padahal dalam kitab nabi Yesaya hari Sabat dinamakan sebagai "hari kenikmatan" (Yesaya 58:13-14). Mungkin kamu mengira bahwa Aku memberikan kepadamu hari Sabat untuk menyusahkanmu; Aku sesungguhnya memberimu Sabat untuk menyenangkan kamu. Menguduskan hari ketujuh bukan berarti kamu mesti menyengsarakan dirimu, tetapi sebaliknya engkau harus menguduskannya dengan seluruh hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan seluruh perasaanmu. Sucikanlah hari itu dengan memilih makananmu, dengan memakai pakaian yang indah; penuhilah jiwamu dengan kesenangan dan Aku akan memberi upah untuk kesenangan itu. (Deuteronomy Rabba 3,1) Pandangan Yesus terhadap Taurat Selama berabad-abad umat Kristen memahami bahwa kedatangan Yesus membawa mereka ke dalam suatu perjanjian yang baru dimana mereka tidak lagi dibenarkan karena melakukan hukum Taurat melainkan karena iman semata (Roma 3:28). Padahal kalau saja mereka mau lebih mendengar ucapan dari mulut Yesus sendiri ketimbang buah pikir atau buah tulisan manusia, mereka akan tahu bahwa ajaran Yesus sama sekali bukan ajaran pengganti Taurat melainkan justru untuk membantu kita, mengarahkan kita ke dalam pemahaman yang lebih baik tentang Taurat. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17) Yesus memulai perkataanNya mengenai hukum Taurat dengan kata-kata "janganlah kamu menyangka". Yesus tahu sejak mula bahwa akan ada banyak pengikutNya yang bakal menyalahpahami ajaran-ajaranNya. Oleh sebab itu Ia memakai kata "janganlah kamu menyangka". Ia menegaskan bahwa kedatanganNya adalah untuk menggenapi Taurat. "Menggenapi" dalam perkataan Yesus tersebut artinya hukum Taurat tetap terus diberlakukan dengan berdasarkan pemanduan dari pengajaran Yesus. "Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi." (Matius 5:18) Kemudian Yesus melanjutkan penegasanNya bahwa seluruh hukum Taurat sampai bagian yang terkecil sekalipun akan terus diberlakukan. Sampai kapan ? Sampai langit dan bumi lenyap. Sampai Hari Tuhan yang luar biasa itu datang. Kita menantikan Hari Tuhan itu. Datanglah Tuhan Yesus ! Namun dalam masa penantian ini, kita harus tetap melaksanakan hukum Taurat. Demikian supaya genap apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri. Akan tetapi apa yang kita saksikan saat ini ? Hukum Taurat tidak diberlakukan lagi dalam jemaat Kristus. Apakah ini kiranya yang dimaksud Yesus lewat ucapanNya di atas ? Big NO ! Banyak orang Kristen mengatakan, siapa bilang kami meniadakan hukum Taurat ? Kami tetap melakukannya kok. Kami menghormati ayah dan ibu kami, kami tidak mencuri, kami tidak membunuh, bahkan kami saling mengasihi sesama kami manusia. Itu benar. Anda menghormati orang tua, anda tidak mencuri, membunuh, dan anda mengasihi sesama manusia. Tetapi dimana perayaan hari Sabatnya ? Dimana pengucapan Shema yang harus dilakukan dua kali sehari ? Dimana jubah berjumbai yang Tuhan perintahkan supaya kita kenakan untuk mengingat segala perintahNya ? Dimana hari raya Roti Tidak Beragi, hari raya Pendamaian, hari raya Pondok Daun ? Padahal Yesus berkata satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat. Itu artinya tidak ada perintah yang dikecualikan untuk tidak dilakukan. "Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." Bukankah demikan kata Yesus dalam Matius 23:23 ? "Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang paling tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:19) Yesus selanjutnya menawarkan dua pilihan : meniadakan Taurat dan mengajarkannya demikian kepada orang lain atau melakukan Taurat dan mengajarkannya demikian kepada orang lain. Tempat yang akan disediakan untuk kita nanti tergantung oleh pilihan yang kita ambil. Sekarang marilah anda mau jujur kepada diri anda sendiri, apakah selama ini sudah melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum Taurat ? Hmm..sepertinya tidak. Bahkan sebaliknya ! Anda bukan saja meniadakan banyak sekali perintah-perintah hukum Taurat tetapi juga mengajarkannya demikian kepada orang lain, kepada anak-anak anda, kepada sahabat-sahabat anda, kepada anggota-anggota pelayanan anda. Bukankah ini berarti anda lebih memilih untuk menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga ? "Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:20) Ini adalah sebuah pernyataan yang tegas. Do it or perish ! Lakukan dengan lebih benar atau anda tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Apa yang dimaksud oleh Yesus dengan hidup keagamaan yang lebih benar ? Apakah dengan demikian berarti hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebenarnya sudah benar ? Justru tidak. Yesus mengecam mereka dengan keras seperti yang bisa kita baca dalam Matius 23:1-36. Yesus mengecam kemunafikan mereka dan mengingatkan kita supaya tidak meniru perbuatan mereka. Oleh sebab itu kalau hidup keagamaan kita masih juga tidak lebih benar dari mereka, apa yang membuat kita layak untuk masuk dalam KerajaanNya ? Hal lain yang menarik di dalam Matius 23:1-36 adalah pernyataan Yesus dalam kalimat-kalimat pertamanya. Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: "Ahliahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (Matius 23:1-3) Disini ucapan Yesus kadang disalah-mengertikan oleh umat Kristen sebagai perintah untuk tidak melakukan hukum Taurat lagi. Padahal bukan demikian maksud Yesus. Yesus mengakui otoritas ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap pengajaran Taurat. Oleh karena itu Yesus mempersilakan kita untuk menuruti dan melakukan apa yang diajarkan oleh mereka. Namun Yesus memberikan catatan agar kita jangan sampai berlaku munafik seperti mereka. "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:28) Pandangan jemaat pertama terhadap Taurat Sepeninggal Yesus, murid-murid dan para pengikutNya tetap setia melakukan hukum Taurat. Hal ini bisa kita lihat dari cara hidup mereka dan tulisan-tulisan mereka seperti yang dikutip di bawah ini : Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. (Kisah Para Rasul 2:46). [Kata Yakobus:] "Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat." (Kisah Para Rasul 21:20) Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar. (I Yohanes 2:7) Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari mulanya, itu harus tetap tinggal di dalam kamu. Jika apa yang telah kamu dengar dari mulanya itu tetap tinggal di dalam kamu, maka kamu akan tetap tinggal di dalam Anak dan di dalam Bapa. (I Yohanes 2:24) Selebihnya mengenai hidup keagamaan mereka dapat anda baca dalam tulisan saya yang berjudul : Kaum Miskin Yang Terbuang. Kesimpulan Selama berabad-abad para pengikut Yesus telah dijauhkan dari pengajaran Elohim yang telah diberikan kepada kita melalui Musa. Mereka menyangka bahwa Yesus datang dengan membawa ajaran baru yang berfungsi menggantikan yang lama. Padahal tidak demikian. Pada masa lampau, Elohim berulang kali mengutus nabi-nabi untuk membantu kita dalam memahami dan melaksanakan Taurat dengan benar. Namun manusia bukan saja tidak mampu tetapi juga tidak mau untuk memahami dan melakukannya dengan benar. Mereka telah menjadi bebal. Oleh sebab itu Elohim membuat janji baru untuk kita. "Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu", demikianlah firman Tuhan : "Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Elohim mereka dan mereka akan menjadi umatKu." (Yeremia 31:33) Janji itu sudah digenapi oleh Yesus. Ia datang bukan untuk meniadakan Taurat melainkan justru menggenapinya. Ia datang untuk melengkapi pemahaman kita akan Taurat Pengajaran TUHAN. Ia sendiri adalah Taurat yang hidup (1). Ia akan senantiasa hidup di hati kita apabila kita mau menerimaNya. Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup – itulah yang kami tuliskan kepda kamu. (I Yohanes 1:1) Catatan Kaki 1. Lihat tulisan saya yang berjudul "Yesus Sang Firman". Kaum Miskin Yang Terbuang Tulisan ini adalah tulisan kedua dari dua rangkaian tulisan : 1. Nabi dari Nazaret 2. Kaum Miskin Yang Terbuang Kaum Miskin Pengikut Yesus Menyambung isi tulisan saya yang pertama, setelah Yesus terangkat ke sorga di hadapan mereka, murid-murid dan para pengikutNya kemudian berkumpul di ruang atas sebuah rumah di Yerusalem. Mereka menantikan Roh Kudus yang dijanjikan Yesus sebelumnya. Akhirnya tepat pada hari raya Pentekosta, ketika mereka sedang berdoa, mereka merasakan kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah mereka. Setelah itu mulailah mereka memberikan kesaksian kepada orang banyak. Kehadiran Roh Kudus ini dibuktikan mereka lewat serangkaian mukjizat penyembuhan, berbicara dalam berbagai bahasa, dan penglihatan-penglihatan. Ajaran mereka dengan cepat menarik perhatian orang banyak. Adapun murid-murid Yesus sama sekali tidak berpikir bahwa mereka telah mendirikan agama baru. Mereka tetap meneruskan cara hidup mereka sebagai Yahudi dan pergi setiap hari bersembahyang di Bait Elohim (Kis 2:46). Seperti halnya kelompok Essenes, mereka menyebut diri mereka Evionim yang dalam bahasa Yahudi berarti Kaum Miskin (bahasa Yunani : Ebionaioi). Mereka memberikan semua harta kekayaan mereka dan hidup bersama-sama (Kisah Para Rasul 2:4447), percaya bahwa Tuhan akan memelihara mereka sama seperti Tuhan memelihara burung di udara dan bunga bakung di ladang (Matius 6:25-34). Mereka percaya bahwa bagian mereka bukanlah di dalam dunia ini karena Yesus, yang akan datang kembali, telah menyediakan tempat buat mereka di dalam Kerajaan Tuhan. Gerakan ini menyebar cepat ke seluruh negeri, di Yerusalem, Lydda, Joppa (Yope), Kaisarea, Galilea, dan Damaskus (Damsyik) dan di kota-kota lainnya. Jemaat di Yerusalem berada di bawah pimpinan tiga orang murid utama Yesus – Petrus, Yakobus dan Yohanes – yang juga dikenal sebagai Sokoguru (Galatia 2:6). Salah seorang pengikut yang paling penting adalah Yakobus, saudara Yesus, yang dijuluki Tzaddik yang artinya Orang Saleh.(1) Ia hidup sangat keras dan teliti dalam menaati hukum agama, sehingga dikabarkan bahwa ia diperbolehkan untuk memakai jubah imam dan berdoa di Ruang Imam dalam Bait Elohim. Ia juga memiliki hubungan yang baik dengan orang Farisi dan dihormati pula oleh kelompok Esseni. Yakobus Tzaddik membuktikan betapa akrabnya hubungan antara pengikut Yesus dengan komunitas agama Yahudi lainnya di Yerusalem. Hubungan baik ini mungkin diawali oleh nasihat Rabbi Gamaliel di hadapan Mahkamah Agama Yahudi sehubungan dengan aksi Petrus dan kawankawan. Sesudah itu ia berkata kepada sidang : "Hai orang-orang Israel, pertimbangkanlah baikbaik, apa yang hendak kamu perbuat terhadap orang-orang ini ! Sebab dahulu telah muncul si Teudas, yang mengaku dirinya seorang istimewa dan ia mempunyai kira-2 400 orang pengikut; tetapi ia dibunuh dan cerai-berailah seluruh pengikutnya dan lenyap. Sesudah dia, pada waktu pendaftaran penduduk, muncullah si Yuada, seorang Galilea. Ia menyeret banyak orang dalam pemberontakannya, tetapi ia juga tewas dan cerai-berailah seluruh pengikutnya. Karena itu aku berkata kepadamu : Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap. Tetapi kalau berasal dari Elohim, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini. Mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Elohim." (Kisah Para Rasul 5:35-39) Yakobus Tzaddik dan Kaum Miskinnya sama sekali tidak mengabaikan Taurat bahkan sebaliknya sangat taat dalam menjalankan setiap hukum (mitzvah) yang ada. Karena Yesus sendiri berkata bahwa Ia bukan datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi melainkan untuk menggenapinya. (Matius 5:17-20). Para pengikut Yesus diharapkan untuk memiliki kehidupan beragama yang melebihi orang-orang Farisi, mereka harus lebih sempurna : jika Taurat berkata "Kamu tidak boleh membunuh" mereka bahkan dilarang untuk marah sekalipun; jika Taurat melarang perzinahan, mereka malah tidak diperbolehkan untuk memandang wanita dengan penuh nafsu. Mereka hidup sangat sederhana, terus berdoa seperti orang-orang Yahudi lainnya, hingga kedatangan Yesus yang kedua kali. Orang-orang ini tidak lebih merupakan sebuah sekte dalam agama Yahudi, seperti halnya sekte Farisi, Saduki, dan Esseni. Mereka kemudian dinamakan sekte orang Nasrani (natzerim dalam bahasa Ibrani) – diambil dari nama kota asal Yesus, Nazaret (Kisah Para Rasul 24:5).(2) Baru kemudian di Antiokhia, para pengikut Yesus dinamakan Kristen berdasarkan gelar yang dimiliki Yesus, Christos atau Messias (Kisah Para Rasul 11:26). Jemaat Antiokhia inilah yang kemudian menerima Paulus, seorang Yahudi yang kemudian bertobat untuk mengikuti Yesus (40 M). Paulus dikenal sebagai rasul bagi orang-orang bukan Yahudi. Ia terkenal oleh pelayanan penginjilannya yang menjangkau daerah-daerah Asia Kecil, Yunani, hingga Roma. Sayangnya ajaran Paulus sering kali disalah-pahami oleh orang-orang.(3) Mereka mengira Paulus mengajarkan untuk melepas hukum Taurat. Konflik pertama Paulus dengan “mereka” terjadi ketika ada sekelompok orang Yahudi yang sudah percaya mengajarkan bahwa tanpa sunat maka orang-orang bukan Yahudi tidak akan memperoleh keselamatan. Paulus terangterangan tidak setuju akan hal ini. Tetapi hal ini bisa diselesaikan dalam konsili yang pertama di Yerusalem pada tahun 50 M (Kisah Para Rasul 15). Para Sokoguru telah menetapkan bahwa setelah menerima Yesus, orang-orang non-Yahudi harus menjauhkan diri dari empat hal : dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati tercekik, dan dari percabulan. Tetapi untuk selanjutnya mereka diminta untuk terus belajar Taurat bersama-sama orang Yahudi di sinagoga setiap hari Sabat. Inilah yang dimaksud dalam ayat 15:21. Demikian kesimpulan dari konsili yang pertama. Dan semua permasalahan nampak selesai. Tetapi ternyata tidak demikian. Ketika Paulus kembali ke Yerusalem delapan tahun kemudian, ajaran dan pelayanannya kembali dipertanyakan. Para penatua di bawah pimpinan Yakobus menyarankan Paulus untuk melakukan upacara pentahiran diri seperti yang tertulis dalam Taurat (4). Paulus menurut. Ia lalu mengikuti saran mereka untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa ia tetap memelihara hukum Taurat (Kisah Para Rasul 21:15-26). Tetapi kehadirannya di Bait Elohim kemudian mengundang keributan massa karena ketahuan telah membawa orang non-Yahudi ke dalam Ruang Israel di dalam Bait Elohim. Massa lalu meminta ia supaya ditangkap oleh pasukan Romawi karena telah membuat resah masyarakat. Setelah menjalani hukuman penjara dan banding beberapa kali, ia akhirnya dikirim ke Roma untuk naik banding ke hadapan Kaisar. Menurut tradisi Paulus menjalani martir di kota Roma pada tahun 64. Kehancuran Yerusalem Negeri Yudea sendiri tidak pernah berhenti bergolak. Sekali lagi kesucian Bait Elohim terancam. Pada tahun 41, kaisar Gaius Kaligula telah memerintahkan untuk membangun patungnya di tempat suci Yerusalem. Puluhan ribu orang Yahudi berusaha menghalangi rencana itu sampaisampai Kaligula mengancam akan menawan seluruh bangsa bila mereka tidak bisa diatur lagi. Tetapi sebelum sempat melaksanakan ancaman itu, Kaligula terburu terbunuh di Roma. Teudas, seseorang yang mengaku sebagai nabi, kemudian muncul dan membujuk empat ratus orang untuk mengikutinya ke padang gurun dimana Tuhan akan menghantarkan pembebasan dan kemerdekaan bagi bangsa Yahudi.(5) Fadus, wali negeri Yudea saat itu mengirim pasukan berkuda dan membantai habis pengikut Teudas serta membawa kepala Teudas ke Yerusalem. Seorang nabi lain, seorang Yahudi Mesir, muncul pada masa wali negeri Feliks (52-59). Ia meramalkan akan kehancuran Yerusalem seperti Tuhan telah menghancurkan Yerikho. Ia dan pengikutnya akan menjadi tentara Elohim dan akan meraih kemenangan terhadap setiap musuhmusuhnya. Orang Mesir ini kemudian berhasil membawa sekitar 4000 orang ke bukit Zaitun. Feliks tidak mau ambil resiko. Ia segera melakukan aksi penumpasan.(6) Sekali lagi pemberontakan ini bisa ditangani oleh Romawi. Tetapi situasi bisa meledak kembali sewaktu-waktu, terutama pada musim perayaan. Ketika Geius Florus (64-66) menjabat wali negeri, ia berkehendak untuk menarik uang persembahan yang terdapat di Bait Elohim demi kepentingan Romawi. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan rakyat. Florus terpaksa meminta pertolongan Cestius Gallus, wali negeri Suriah. Hebatnya kali ini, orang Yahudi berhasil memberi pelajaran bagi Romawi – 5000 pasukan Romawi habis dibantai. Perang melawan Romawi benar-benar tidak terelakkan lagi. Mungkin di saat inilah kaum Nasrani mulai meninggalkan Yerusalem. Tanda-tanda kehancuran telah diberikan yakni martirnya Yakobus Tzaddik pada tahun 62. Ananus, Imam Besar saat itu membawa Yakobus ke hadapan Sanhendrin dan imam-imam Saduki. Oleh hasutan Ananus pula mereka menjatuhkan tuduhan pelanggaran Taurat terhadap Yakobus karena bersikeras bahwa Yesus adalah Sang Mesias. Mereka berseru, "Oh, Si Saleh ini juga ikut-ikutan salah !" Kemudian mereka menyeretnya untuk dirajam. Peristiwa martirnya Yakobus memang lain dari yang lain karena Yakobus yang satu ini tidak pernah dibedakan dalam kalangan Yahudi. Mereka mengenal Yakobus sebagai orang yang sangat saleh dan sebab itu ia dijuluki Tzaddik, Orang Benar. Beberapa orang Farisi berusaha membela Yakobus dan memrotes tindakan Ananus kepada raja Agrippa dan Albinus, wali negeri yang baru. Akibat protes orang-orang Farisi tersebut, Ananus kemudian dicopot dari jabatan yang baru disandangnya selama tiga bulan (Antiquities 20:9:1). Dengan wafatnya Yakobus, maka kepemimpinan jemaat pun dialihkan ke Simeon, saudara Yesus. Ia memimpin jemaat untuk pindah ke Pella, sebuah kota di seberang sungai Yordan. Mungkin saat itu mereka teringat akan ramalan Yesus mengenai Yerusalem. Tetapi sebagian lainnya tetap berada di Yerusalem. Tahun 67, Vespasianus tiba di Palestina untuk mempersiapkan perang. Akan tetapi tahun 70, ia dipanggil pulang ke Roma untuk dijadikan kaisar, sehingga ia terpaksa menyerahkan tugas ke anaknya Titus. Tugas berat dipikul oleh Titus sebab ia sekarang berhadapan dengan sebuah bangsa yang sangat fanatik dengan agama mereka. Puluhan ribu orang Yahudi maju berperang mempertahankan Yerusalem, termasuk pula di antaranya orang-orang Nasrani. Setelah mengepung Yerusalem selama enam bulan, akhirnya Titus berhasil meratakan seluruh kota termasuk Bait Elohim. Sejarahwan Yunani, Dio Cassius melaporkan bahwa 6000 orang Yahudi Zealot bertempur dengan gagah berani mempertahankan tempat suci mereka itu.(7) Dengan hancurnya Yerusalem, habis pula riwayat peribadatan Yahudi di Yerusalem dan terbukti pula ramalan Yesus empat puluh tahun yang lampau. Sisa-sisa Nasrani terakhir Apa yang terjadi setelah kehancuran Yerusalem terhadap kaum Nasrani hanya bisa kita ketahui lewat keterangan Bapa-Bapa Gereja zaman dahulu seperti Yustinus Martyr, Irenaeus, Hyppolytus, Tertullianus, Origenes, Yerome, Eusebius, dan Epifanius, di samping pula keterangan dari seorang penulis Nasrani bernama Heggesipus. Kira-kira beginilah menurut keterangan mereka. Setelah situasi tenang, kaum Nasrani kembali dari Pella dan tinggal berbarengan dengan orang-orang Yahudi lainnya di bukit Sion. Mereka menggunakan sebuah rumah yang masih tersisa untuk berkumpul. Kelak rumah ini dianggap sebagai rumah tempat berkumpulnya para rasul ketika menantikan Roh Kudus, yang kemudian dijuluki Ruang Loteng.(8) Epifanius juga menceritakan bahwa sebagian lainnya menempati tujuh sinagoga di sekitarnya. Epifanius menyebut mereka Nazoraioi. Hingga masa pemerintahan Kaisar Aelius Hadrianus, ada lima belas orang yang pernah menjabat sebagai uskup dan semuanya adalah orang Yahudi.(9) Di sekitar tahun-tahun inilah Matius, salah seorang murid Yesus, menulis sebuah Injil yang ditujukan untuk kaum tersebut. Mereka menyebutnya "Injil Orang Ibrani", versi pertama dalam bahasa Ibrani dari Injil Matius yang kita miliki sekarang (yang kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani). Di saat yang bersamaan kaum percaya dari kalangan bukan Yahudi – setelah ini saya sebut dengan Kristen saja – semakin berkembang meski berada di bawah tekanan situsini. Mereka tidak lagi berkiblat ke Yerusalem yang telah hancur. Yerusalem adalah kota terhukum. Untuk itu mereka memilih Roma sebagai gantinya. Disinilah bibit-bibit perbedaan mulai menjurus ke arah perselisihan antara kaum Nasrani dengan kaum Kristen. Pada tahun 130, Kaisar Hadrian tiba di Yerusalem, ia memutuskan untuk membuat sebuah kota metropolis baru di atasnya. Ia menamakannya Aelia Kapitolina, berasal dari kombinasi antara namanya dengan penghormatan terhadap dewa-dewa Roma (Kapitol=ibukota). Rencana Hadrian ini memancing kegeraman di kalangan Yahudi. Biar bagaimanapun mereka tidak rela kota mereka dipenuhi kuil-kuil Yupiter dan Aphrodite. Seorang bernama Simon Bar Koseba segera membunyikan genderang perang. Mula-mula pemberontakan ini mampu menguasai kota dengan mendepak Legion Kesepuluh dari sana. Orang-orang memandangnya sebagai Mesias dan menyebutnya "Putra Bintang". Tetapi keberuntungan Bar Koseba terlalu cepat berbalik. Pasukan Yahudi terlalu kecil untuk menghadapi raksasa Romawi. Dio Cassius menceritakan pasukan Romawi secara sistematis telah menghancurkan 50 benteng, membumi-hanguskan 985 desa, dan membantai 580.000 pasukan Yahudi. Terakhir, pada tahun 135 Bar Koseba berhasil didepak dari Yerusalem dan terbunuh di benteng terakhirnya di Bethar. Seluruh orang Yahudi diusir dan untuk selanjutnya dilarang memasuki Yerusalem. Begitu pula dengan kaum Nasrani karena mereka juga dipandang sebagai Yahudi. Mereka kemudian hidup berpencar di kota-kota sekitar Galilea. Rencana Hadrian berlanjut, sebuah kota baru berdiri dan bernama Aelia Kapitolina. Hadrian mendatangkan orang-orang Yunani dan Suriah untuk mengisi kota tersebut. Tidak dapat disangkal, beberapa di antara orang-orang itu adalah orang Kristen.(10) Mereka juga mengambil alih Ruang Loteng dan menyebutnya "Ibu dari segala gereja". Kehidupan kaum Nasrani pun makin lama makin tersisih. Di satu pihak mereka tidak lagi diterima oleh orang Yahudi, di pihak lain mereka juga tidak diterima oleh orang Kristen. Mulai kira-kira tahun 90, kaum Nasrani tidak diperbolehkan lagi untuk bersembahyang di sinagoga-sinagoga Yahudi. Bagaimana keadaan mereka dapat dilihat dalam surat Yerome kepada Agustinus pada tahun 404. "…Pada zaman kita ada sebuah sekte di kalangan orang Yahudi di seluruh sinagoga-sinagoga di Timur, yang disebut Minnim, dan sekarang dicap bidah pula oleh orang Farisi. Pengikut sekte ini dikenal luas sebagai kaum Nasrani, mereka percaya kepada Kristus, anak Elohim, lahir dari perawan Maria, dan mereka berkata bahwa Ia yang menderita di bawah Pontius Pilatus, dan bangkit lagi, adalah orang yang sama seperti yang kita percayai. Tetapi sementara mereka ingin menjadi Yahudi dan Kristen sekaligus, mereka akhirnya tidak tergolong ke dalam salah satu pun…" (Surat Yerome kepada Agustinus) Perlakuan dari orang Kristen sendiri bahkan lebih garang. Mereka mencap kaum Nasrani sebagai kaum tersesat. Karena jumlah mereka lama-kelamaan jauh lebih banyak, maka segera saja mereka mulai melakukan tekanan-tekanan dan penganiayaan terhadap kaum Miskin tersebut. Semua tulisan-tulisan buatan kaum Nasrani banyak yang dihancurkan karena dianggap palsu dan sesat. Mereka juga mengarang sebuah tokoh fiktif bernama Ebion (Evion dalam bahasa Ibrani yang berarti Miskin). Ebion dituduh sebagai dalang dibalik kesesatan orang-orang ini. Memang pada masa itu bukan main banyaknya ajaran sesat yang muncul. Sintesis antar agama bukanlah barang aneh. Ajaran Gnostisme banyak merasuk ke dalam kekristenan sehingga muncul aliran aneh-aneh yang bertentangan baik dengan kaum Kristen maupun dengan kaum Nasrani. Dari Babylonia, muncul Mani (215-276) yang mengaku sebagai nabi penerus Zoroaster, Buddha, dan Yesus serta mengklaim menerima wahyu Tuhan yang lebih lengkap. Ajaran Mani ini luar biasa perkembangannya hingga di suatu masa ia bahkan jauh melampaui kekristenan dan ajarannya ini dipeluk orang mulai dari negeri China hingga Spanyol. Di samping itu paganisme Roma dan Babylon juga masih populer. Dan di antara penyesatpenyesat itu, ada juga yang mengaku-ngaku sebagai bagian dari kaum Miskin. Kebanyakan ajaran mereka merupakan sintesis antara Yudaisme dan Gnostisme seperti ajaran Kerinthus, ajaran Elkhasai (11) dan aliran Nasoræan (yang disebut juga Sabian atau Mandæan). Mungkin inilah yang dimaksud dengan ajaran Ebionite oleh para Bapa Gereja.(12) Untuk mereka tidak disediakan tempat sama sekali. Mereka dikejar dan dihajar. Banyaknya ajaran-ajaran sesat ini membuat orang sulit membedakan mana ajaran yang sebenarnya dan ikut-ikutan menuduh kaum Nasrani sebagai bidah. Catatan peristiwa terakhir yang kita ketahui tentang kaum Nasrani adalah sekitar pertemuan antara Paus Silvester dengan kaum Nasrani pada tahun 318. Tidak ada catatan tentang apa yang dibicarakan pada waktu itu tetapi yang diketahui adalah Yoses, seorang anggota jemaat tertua, menjadi juru bicara mewakili para desposyni. Dalam jemaat Nasrani ini ada sekelompok orang yang disebut desposyni, yang dalam bahasa Yunani berarti "kepunyaan Tuhan". Kata ini ditujukan secara khusus untuk sanak-saudara Yesus, yang secara tradisional diakui berasal dari tiga garis keturunan, pertama dari Yusuf dan Maria – kedua orangtua Yesus menurut hukum manusia –, kedua dari Elisabeth, sepupu Maria – yang bersuamikan Zakharia, ayah dari Yohanes Pembaptis –, ketiga dari Maria, juga sepupu Maria – istri Klopas atau yang disebut pula dengan Alfeus – ayah dari Yakobus Kecil (Tzaddik), murid Yesus. Para desposyni selama beberapa generasi telah menjadi gembala jemaat Nasrani. Meski apa yang dibicarakan tidak kita ketahui, tetapi yang kita ketahui adalah tindakan Silvester setelah itu yang mengambil alih hak-hak perwalian jemaat para desposyni dan menyerahkannya pada uskup-uskup Yunani. Dengan dukungan Kaisar Konstantinus (kaisar Romawi pertama yang memeluk Kristen) Silvester menjadikan kaum Nasrani kehilangan peranan strukturalnya di dalam “Gereja”. Dalam bukunya Tathbit Dala'il Nubuwwat Sayyidina Muhammad, `Abd al-Jabbar – seorang penulis Arab dari abad ke-10 – mengisahkan bahwa kaum Nasrani masih bisa dijumpai hingga abad kelima. Setelah itu, kita tidak tahu persis bagaimana nasib kaum Nasrani. Nampaknya banyak di antara mereka yang terpaksa beralih kembali ke Yudaisme atau memilih untuk menjadi Kristen. Kesimpulan Sejarah adalah rekaman peristiwa. Melalui sejarah kita dapat menoleh apa yang telah terjadi di masa lampau. Akan tetapi sejarah juga bisa dimanipulasi menjadi alat pembenaran dari suatu keyakinan. Apa yang telah mendarah-daging dalam sejarah Gereja saat ini adalah sebuah cerita yang lain. Mereka telah mengarang sebuah tokoh fiktif bernama Ebion sebagai tokoh penyesat dari golongan kaum Miskin. Apa yang terjadi sebenarnya tidak demikian. Kaum Miskin justru berangkat dari jemaat yang mula-mula, ketika Petrus dan kawan-kawan pertama kali berkhotbah dan langsung mendapatkan 3000 orang bertobat hari itu. Di antara orang-orang yang bertobat itu banyak yang melepaskan harta dan ladangnya untuk mengikut Yesus karena Yesus telah bersabda, "Berbahagialah orang yang miskin." Oleh sebab itu pula mereka dipanggil sebagai kaum Miskin. Tetapi para hipokrit justru sebaliknya mengatakan bahwa mereka mendapatkan nama itu karena kemiskinan rohani mereka. Padahal dalam Kisah Para Rasul kita mengetahui bahwa mereka sama sekali tidak miskin rohani. Mereka digambarkan sebagai jemaat ideal. Yakobus, pemimpin mereka yang mula-mula, yang juga dikenal sebagai Tzaddik atau Orang Benar adalah salah satu bukti dari kekayaan rohani mereka. Catatan Kaki 1. Ada dua Yakobus dalam permulaan sejarah Nasrani. Pertama adalah Yakobus bin Zebedeus, saudara Yohanes dan Yakobus yang disebut Tzaddik, saudara Yesus. Setelah kematian Yakobus bin Zebedeus, Yakobus Tzaddik kelihatannya menggantikan posisi yang ditinggalkan Yakobus bin Zebedeus (martir tahun 41 M) sebagai salah satu 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Sokoguru. Klemens melaporkan dalam bukunya Hypotyposes bahwa kelak Yakobus Tzaddik diangkat menjadi uskup Yerusalem yang pertama pada tahun 50 Masehi. Menurut Klemens pula, Yakobus Tzaddik adalah orang yang sama dengan murid Yesus yang bernama Yakobus bin Alfeus atau yang sering disebut Yakobus Kecil. Menurut tradisi Alfeus atau yang disebut juga dengan Klopas adalah saudara Yusuf, ayah Yesus sehingga dengan demikian Yakobus Kecil masih tergolong saudara sepupu Yesus. Kata natzerim ini mungkin juga berasal dari kata natsar yang artinya menaati atau menjaga yang dapat diasosiasikan dengan istilah dalam bahasa Ibrani Natsray Hatorah yang berarti Penjaga atau Pemegang Perjanjian (lihat Yeremia 31:6). Kata natzerim digunakan oleh orang Yahudi sampai saat ini untuk menyebut Kristen. Islam juga mengadopsi hal yang sama. Mereka menyebutnya Nasrani (jamak : Nasâra) seperti yang kita gunakan saat ini. Adapun Lukas lebih menyukai pengunaan istilah "Jalan Tuhan" (lihat Kisah Para Rasul 18:25,22:4,24:22). Sedangkan Petrus dalam suratnya menggunakan istilah "Jalan Kebenaran".(II Petrus 2:2). Lihat tulisan saya yang berjudul "Agama Baru". Lihat Bilangan 6:13-21. Pemberontakan Teudas yang satu ini tidak sama dengan yang dimaksud oleh Gamaliel dalam Kisah Para Rasul 25:37. Lihat pula tulisan saya yang berjudul "Nabi dari Nazaret". Paulus sempat disangka sebagai orang Mesir itu ketika ia ditahan di Yerusalem. (Kisah Para Rasul 21:38). Sisa-sisa orang Zealot tidak mau menyerah. Di benteng terakhir mereka di Masada, mereka memilih untuk bunuh diri daripada ditangkap dan dijual sebagai budak (73 M). Sekarang merupakan tempat ziarah dan ibadah yang dinamakan Coenaculum. Pertama adalah Yakobus, yang disebut saudara Yesus, kemudian berturut-turut Simeon, Yustus, Zakheus, Tobias, Benyamin, Yohanes, Matias, Filipus, Seneka, Yustus, Lewi, Efres, Yusuf, dan Yudas (Ecclesiastical History 4:5). Eusebius melaporkan adanya sebuah gereja non-Yahudi di masa itu (Ecclesiastical History 4:6). Seorang bernama Alkibiades – pada masa kaisar Kallistus (217-222) – datang ke Roma membawa sebuah buku suci yang katanya diterimanya di Parthia oleh seorang saleh bernama Elkhasai. Ajaran ini merupakan ajaran gnostisme yang sesat. Pengikut Elkhasai sebenarnya tidak boleh disamakan dengan kaum Nasrani. Beberapa pendapat mengatakan mungkin ada dua golongan dalam komunitas Yahudi Messianis saat itu : pertama yang disebut Nasrani atau Nazoraioi, kedua adalah Ebionites, yang menolak ketuhanan Yesus dan mencap Paulus sebagai rasul palsu. Daftar Pustaka Catholic Encyclopedia. Electronic Version. New Advent , Inc. 1998. Amstrong, Karen. Jerusalem – One City Three Faiths. Alfred A. Knopf. New York. 1996. Eusebius. Ecclesiastical History.* Schaff Edition. Electronic Bible Society. 325. Josephus, Flavius. Antiquities of The Jews.* 93. Josephus, Flavius. The Wars of The Jews (The History of The Destruction of Jerusalem).* 75. *) Terjemahan dalam bahasa Inggris. Tujuh Hari Raya Mesias Memahami Hari Raya Hari-hari Raya TUHAN yang terdapat di dalam Imamat (Vayikra) 23 diberikan kepada kita oleh TUHAN supaya umat-Nya dapat memahami kedatangan Mesias (Mashiach) dan peranan yang akan dijalankan oleh Mesias (Mashiach) dalam karya penebusan dan pemulihan manusia setelah kejatuhan manusia di Taman Eden (Gan Eden). Walaupun kebanyakan orang percaya bukan Yahudi telah mendengar tentang harihari raya itu, mereka hampir sama sekali tidak memahami makna yang dalam dan kepentingan dari hari-hari raya itu. Rasul Paulus (Rav Sha'ul) menulis kepada orang-orang percaya bukan Yahudi di Kolose bahwa hari-hari raya TUHAN, bulan baru dan hari-hari Sabat adalah bayangan dari apa yang akan datang yakni untuk mengajarkan kita tentang Mesias (Kolose 2:16-17). Yeshua (nama Ibrani dari Yesus, yang berarti "keselamatan") merupakan hakikat atau kegenapan dari rencana besar yang dinyatakan dan dipertandakan oleh TUHAN di dalam ketujuh hari raya yang penting ini. Kepada semua pembaca yang sudah akrab dengan hari-hari raya ini, anda akan terpesona menemukan bahwa empat hari raya yang pertama, yakni Paskah (Pesach), Hari raya Roti Tidak Beragi (Hag HaMatzah), Hari raya Buah Sulung (Bikkurim), dan Hari raya Tujuh Minggu (Shavuot), memberikan pengajaran yang berpusat kepada peristiwa-peristiwa penting dalam kedatangan Mesias yang pertama dan mengapa peristiwa-peristiwa ini merupakan bagian penting dari karya penebusan manusia. Di samping itu, anda akan menemukan bahwa tiga hari raya yang berikutnya, yakni Hari raya Serunai (Yom Teruah, juga dikenal sebagai Rosh HaShanah), Hari raya Pendamaian (Yom Kippur), dan Hari raya Pondok Daun (Sukkot), memberikan pengertian yang luar biasa mengenai peristiwa-peristiwa penting sekitar kedatangan Mesias yang kedua kalinya. Mengapa kita perlu mempelajari hari-hari raya ? Orang-orang percaya bukan Yahudi sering kali mempertanyakan mengapa mereka perlu mempelajari dan memelihara hari-hari raya itu ?. Saya percaya ada dua alasan yang baik mengapa kita perlu melakukan hal itu. Pertama, walaupun semua orang percaya mengasihi TUHAN dengan segenap hati mereka dan datang kepada-Nya setiap hari, kebanyakan orang percaya tidak mempunyai pemahaman yang mendalam tentang Alkitab dan tidak mengerti tentang kedalaman dari sebuah hubungan pribadi yang TUHAN kehendaki dari kita. Kebanyakan cara orang percaya dalam memahami hubungan pribadi mereka dengan TUHAN adalah sama dengan cara saya memandang hubungan pribadi saya dengan TUHAN selama bertahun-tahun silam: Hadir secara teratur dan setia dalam kebaktian lokal yang sesuai dengan pilihan anda, berlaku dan berakhlak baik, jujur dan berbudi dalam kehidupan anda sehari-hari. Karena hanya itulah yang saya ketahui, dan hanya itulah yang diajarkan kepada saya. Namun demikian, TUHAN mulai mengajarkan dan memperlihatkan kepada saya hal-hal yang lebih dalam mengenai hubungan saya dengan-Nya, dan pemahaman rohani terhadap harihari raya-Nya telah menjadi sebuah kunci untuk menyingkap rahasia tersebut. Jika anda orang percaya dan anda berkeinginan untuk memahami kehendak TUHAN dengan cara yang lebih baik daripada yang anda lakukan hari ini, hari-hari raya-Nya akan mengungkapkan kepada anda hal-hal yang mendalam mengenai hubungan pribadi anda dengan-Nya. Kedua, hari-hari raya tersebut merupakan hari-hari-Nya dan waktu yang telah Ia tetapkan supaya dirayakan oleh kita (Imamat [Vayikra] 23:1-2,4). TUHAN memberikan hari-hari raya tersebut untuk mengajarkan kepada kita tentang kematian, penguburan dan kebangkitan Mesias, pencurahan Roh Kudus (Ruach HaKodesh), kebangkitan orang mati, pemahkotaan Mesias, perkawinan Mesias, masa sengsara (Chevlai shel Mashiach), kedatangan Mesias yang kedua kalinya, Kerajaan Seribu Tahun (Era Mesianis atau Athid Lavo), dan masih banyak lagi. Alkitab menunjukkan beberapa alasan-alasan yang kuat untuk mempelajari dan memahami ketujuh hari raya Mesias ini:           Hari-hari raya tersebut dinyatakan dalam Alkitab, dan seluruh Alkitab diilhami oleh TUHAN (2 Tim 3:16-17). Hari-hari raya tersebut adalah bayangan dari apa yang akan datang, yang mengajarkan kepada kita tentang Mesias (Kol 2:16-17; Ibr 10:1). Hari-hari raya tersebut merupakan nubuatan dan peringatan dari peristiwaperistiwa penting dalam rencana penebusan TUHAN (1 Kor 10:1-6,11). TUHAN memberikan hari-hari raya tersebut supaya kita dapat belajar dan memahami rencana penebusan TUHAN untuk dunia dan hubungan pribadi kita dengan-Nya (Rom 15:4). Hari-hari raya tersebut, sebagai bagian dari Torah (yang berarti "pengajaran"), bertindak sebagai penuntun atau pembimbing yang membawa kita sampai kepada Mesias (Gal 3:24). Hari-hari raya tersebut mengarah kepada Mesias dan rencana TUHAN untuk dunia melalui Mesias (Maz [Tehillim] 40:6-8; Ibr 10:7) Yeshua datang untuk menggenapi segala yang tertulis di dalam Perjanjian Lama (Tanach), yang terdiri atas tiga bagian: Torah, Kitab Para Nabi (Nevi'im) dan Tulisan-tulisan (Ketuvim), tentang diri-Nya (Luk 24:26-27,4445; Yoh [Yochanan] 5:46-47). Hari-hari raya tersebut merupakan gambaran dan bayangan dari apa yang ada di sorga (Ibr 8:1-2,5; 9:8-9,23; Kel [Shemot] 25:8-9,40; 26:30; Bil [Bamidbar] 8:4; Yeh 43:1-6,10-12). TUHAN memberikan yang alamiah untuk menjelaskan yang rohani (1 Kor 15:46-47). Dengan mempelajari yang alamiah, kita dapat memahami yang rohani (1 Kor 2:9-13; 2 Kor 4:18). Apakah arti dari kata "Hari Raya" dalam Alkitab ? Dua kata penting dalam bahasa Ibrani muncul dalam Imamat (Vayikra) pasal 23, dan keduanya diterjemahkan menjadi "hari raya". Dalam ayat 2, kata untuk "hari raya" adalah kata Ibrani mo'ed, seperti tertulis, "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Hari-hari raya [mo'ed] yang ditetapkan TUHAN..." Kata mo'ed dapat mempunyai arti "suatu janji pertemuan, suatu masa atau musim yang tetap, suatu siklus atau peristiwa tahunan, suatu perkumpulan, suatu waktu yang sudah ditetapkan." Dengan memahami pengertian Ibrani dari kata "hari raya" tersebut, kita dapat melihat bahwa TUHAN memberitahukan kepada kita bahwa Ia tengah menetapkan "sebuah masa yang tetap atau sebuah waktu yang ditetapkan" dimana Ia mempunyai sebuah janji pertemuan dengan umat manusia, yakni untuk menggenapi peristiwa-peristiwa dalam karya penebusan. Sesungguhnya, Yeshua datang ke dunia pada waktu yang sudah ditetapkan TUHAN (Galatia 4:2,4), dan TUHAN juga telah menetapkan waktunya ketika, di masa depan, Ia akan menghakimi dunia (Kis 17:31). Dalam ayat 6, ada satu lagi kata Ibrani yang juga diterjemahkan sebagai "hari raya", seperti tertulis, "Dan pada hari yang kelima belas bulan itu ada hari raya [hag] Roti Tidak Beragi..." Kata Ibrani hag, yang berarti sebuah "perayaan", berasal dari akar kata Ibrani hagag, yang berarti "bergerak dalam suatu lingkaran, berjalan beriringan dalam sebuah prosesi suci, merayakan, menari, menyelenggarakan hari besar yang khidmat." Dari sini kita dapat melihat bahwa TUHAN memberikan hari-hari raya itu sebagai suatu siklus yang harus dipelihara setiap tahun sehingga, dengan melakukannya, kita dapat memahami rencana penebusan TUHAN untuk dunia, peranan yang akan dijalankan oleh Mesias (Yeshua) dalam penebusan itu, serta hubungan pribadi kita dengan TUHAN, yang pada akhirnya menjadikan kita tumbuh dari seorang percaya "pemula" menjadi seorang percaya yang "matang". Walaupun TUHAN memberikan kita hari-hari raya untuk dipelihara, TUHAN tidak pernah memberikan hari-hari raya ini supaya kita memperoleh keselamatan dari memeliharanya karena keselamatan hanya diperoleh lewat iman (emunah); namun demikian, TUHAN sungguh-sungguh memberikan hari-hari raya itu untuk tujuan mengajar dan menuntun umatNya mengenai rencana penebusan-Nya dan hubungan pribadi kita denganNya. Tempat yang ditetapkan Hari-hari raya tersebut bukan saja merupakan waktu-waktu yang ditetapkan TUHAN, tetapi juga dirayakan di tempat yang ditetapkan-Nya. TUHAN berfirman bahwa Ia akan memilih sebuah tempat dan bahwa tempat itu akan menjadi pula tempat yang ditentukan dimana karya penebusan-Nya akan diselesaikan. Paskah (Pesach), Hari raya Tujuh Minggu atau Pentakosta (Shavuot), dan Hari raya Pondok Daun (Sukkot) mesti dirayakan di tempat yang ditentukan (Ulangan [Devarim] 16:2,6,9-11,13-16). Tempat tersebut adalah Yerusalem (Yerushalayim) (2 Raja [Melachim] 21:4). Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa Yerusalem telah ditetapkan oleh TUHAN sebagai tempat dimana peristiwa-peristiwa penting seputar karya penebusan-Nya akan diselesaikan. Yeshua wafat, dikuburkan, dan dibangkitkan di Yerusalem. Pencurahan Roh Kudus (Ruach HaKodesh) kepada orang-orang percaya terjadi di Yerusalem. Mesias (Yeshua) akan kembali dan menjejakkan kaki-Nya di atas Bukit Zaitun di Yerusalem (Zak 14:4) dan Yerusalem akan menjadi pusat perhatian dan pertikaian dunia sebelum kedatangan Mesias (Zak 12:2-3, 14:2-4). Tiga kali dalam setahun mereka harus berkumpul Meskipun secara keseluruhan ada tujuh hari raya (angka bagi kesempurnaan atau kegenapan dalam Alkitab), TUHAN membagi ketujuh hari raya tersebut ke dalam tiga musim perayaan. Hari raya Paskah (Pesach), hari raya Roti Tidak Beragi (Hag HaMatzah), dan Hari raya Buah Sulung (Bikkurim) ada di bulan Ibrani Nisan, yang adalah bulan pertama dalam kalendar TUHAN, berbarengan dengan musim semi (Kita akan mempelajari kalendar ini sebentar lagi). Hari raya Tujuh Minggu (Shavuot), atau Pentakosta (bahasa Yunani untuk "hari kelima-puluh"), dirayakan di bulan ketiga, yakni bulan Ibrani Sivan. Hari raya Serunai (Yom Teruah), Hari raya Pendamaian (Yom Kippur), dan Hari raya Pondok Daun (Sukkot) dirayakan pada bulan ketujuh Tishrei, yang berbarengan dengan musim gugur (Keluaran [Shemot] 23:14-17; 34:22-23; Ulangan [Devarim] 16:16-17). Tiga merupakan angka kelengkapan dan kesempurnaan sebuah kesaksian (Ulangan [Devarim] 17:6; 19:15; Matius [Mattityahu] 18:19-20; Lukas 24:44-45; 2 Korintus 13:1; 1 Timotius 5:19; 1 Yohanes [Yochanan] 5:8)[1]. Jadi hari-hari raya tersebut adalah saksi bagi rencana suci TUHAN dan peranan Mesias (Yeshua) dalam penggenapan rencana tersebut. Ini adalah pesan yang hendak disampaikan kepada orang-orang percaya melalui tiga musim perayaan dalam setahun itu. Menurut kebiasaan, orang-orang percaya bukan Yahudi memahami hari-hari raya ini sebagai hari raya milik orang Yahudi semata. Akan tetapi, Imamat (Vayikra) 23:12,4 mengatakan kepada kita dengan jelas bahwa ini semua adalah hari-hari raya milik TUHAN. Bahkan sesunguhnya, TUHAN melalui firman-Nya mengajarkan kepada kita bahwa hari-hari raya ini diperuntukkan bagi orang Yahudi dan bukan Yahudi, dan harus dirayakan secara bersama oleh keduanya (Ulangan [Devarim] 16:10-11, 14-16). Dalam Ulangan (Devarim) 16:11, 14, kata yang diterjemahkan menjadi "orang asing" adalah kata Ibrani ger, yang berarti orangorang [percaya] bukan Yahudi yang menggabungkan dirinya dengan bangsa Yahudi. Maka TUHAN adalah Tuan rumah dari perayaan-perayaan tersebut dan segenap orang percaya menjadi tamu-tamu undangan-Nya. Kalendar Alkitab Supaya benar-benar memahami dan menghargai hari-hari raya ini sebagai waktuwaktu yang ditetapkan oleh TUHAN, adalah penting buat kita untuk mengenal kalendar Alkitab yang diberikan TUHAN kepada kita. Ada dua kalendar utama dalam Alkitab. Pertama disebut kalendar sipil dan digunakan mulai dari Kejadian (Bereshit) 1:1 sampai Keluaran (Shemot) 12. Bulan pertama dalam kalendar sipil adalah Tishrei. Rosh HaShanah (Tahun Baru Yahudi), hari pertama dalam kalendar sipil, adalah awal dari tahun yang baru. Kalendar kedua dalam Alkitab adalah kalendar religi. Kalendar ini dipakai mulai dari Keluaran (Shemot) 12 sampai Wahyu 22. TUHAN mendirikan kalendar religi dalam Keluaran (Shemot) 12:2, seperti tertulis, "Bulan inilah akan menjadi permulaan segala bulan bagimu; itu akan menjadi bulan pertama bagimu tiap-tiap tahun." Bulan yang dibicarakan oleh TUHAN adalah bulan Aviv (Keluaran 13:4), yang sekarang disebut sebagai bulan Nisan. Sebelum TUHAN menjadikan bulan Nisan sebagai bulan pertama dalam kalendar religi, ia merupakan bulan ketujuh dalam kalendar sipil. TUHAN memberikan kalendar religi supaya kita dapat memahami bahwa hari-hari raya ini, yang Ia berikan dan yang merupakan waktu-waktu yang ditetapkan-Nya sebagai bayangan dari peristiwa-peristiwa penting dalam karya penebusan, akan dilaksanakan pada hari-hari dalam kalendar-Nya. Hari-hari penting dalam kalendarNya ini merupakan hari-hari yang sama yang Ia berikan sebagai hari-hari raya dalam Imamat (Vayikra) 23. Pengertian lain sebabnya TUHAN memberikan kalendar sipil dan kalendar religi adalah setiap orang yang menerima Mesias (Yeshua) ke dalam hatinya dengan iman (emunah) mengalami dua hari kelahiran. Seperti halnya tanggal 1 Tishrei adalah hari pertama dalam kalendar sipil dan 1 Nisan hari pertama dalam kalendar religi, setiap orang yang menerima Mesias (Yeshua) mempunyai satu tanggal lahir alamiah (sipil) ketika ia dilahirkan ke dalam dunia dan satu tanggal lahir rohani (religi) hari ketika ia menerima Mesias ke dalam kehidupannya. Daftar berikut ini menyajikan dua tipe kalendar tersebut, dengan nama-nama bulan yang ada di dalam kalendar Alkitab. Kalendar Alkitab Kalendar Sipil 1. Tishrei 2. Cheshvan 3. Kislev 4. Tevet 5. Shevat 6. Adar 7. Nisan (Aviv) 8. Iyar 9. Sivan 10. Tammuz 11. Av 12. Elul Kalendar Religi 1. Nisan (Aviv) 2. Iyar 3. Sivan 4. Tammuz 5. Av 6. Elul 7. Tishrei 8. Cheshvan 9. Kislev 10. Tevet 11. Shevat 12. Adar Catatan Kaki: 1. Pandangan lain membagi tujuh hari raya TUHAN ke dalam dua musim besar. Paskah (Pesach), Hari raya Roti Tidak Beragi (Hag HaMatzah), Hari raya Buah Sulung (Bikkurim), dan Hari raya Tujuh Minggu (Shavuot) adalah perayaanperayaan di musim semi. Hari raya Tujuh Minggu dikatakan sebagai "Atzeret shel Pesach", hari selesainya perayaan Paskah. Sementara Hari raya Serunai (Yom Teruah, juga dikenal sebagai Rosh HaShanah), Hari raya Pendamaian (Yom Kippur), dan Hari raya Pondok Daun (Sukkot) adalah perayaanperayaan di musim gugur. Diterjemahkan dari: "The Seven Festivals of Messiah" (Bab 1), Eddie Chumney, Hebraic Heritage Ministries International, 1996. Kanon Perjanjian Lama Kata kanon merupakan sebuah kata Yunani yang diserap dari kata Ibrani "kane" yang berarti tongkat pengukur. Dalam bahasa Yunani kata ini kemudian mempunyai arti pengukur atau patokan. Sejak abad ke-4 Masehi kata kanon dipergunakan untuk menunjuk kepada daftar kitab-kitab suci dalam Alkitab. Sebuah kitab dikatakan kanonik (berwibawa) dalam pengertian ia diakui sebagai kitab yang diilhami Roh Kudus. Imam besar Ezra (c. 400 SM) mungkin adalah orang yang pertama kali bertanggung jawab dalam penyusunan kanon Alkitab. Pada masa itu memang istilah kanon belum dikenal tetapi adalah Ezra orang yang melakukan penyusunan kitab-kitab Taurat ke dalam bentuknya sekarang (Pentateuch, lima kitab pertama dalam Alkitab). "Kalau Taurat tidak diberikan kepada Musa," kata seorang rabbi, "Ezra layak menerimanya." Pada masa yang bersamaan, berlangsung pula penyusunan kitab para nabi (Nevi'im). Kitab para nabi dibedakan ke dalam dua kelompok, Nevi'im Rishonim (nabi-nabi yang terdahulu) dan Nevi'im Akharonim (nabinabi yang terkemudian). Yang tergolong ke dalam Nevi'im Rishonim adalah kitab Yehoshua (Yosua), Shofetim (Hakim-hakim), Sh'muel (I dan II Samuel) dan Melakhim (I dan II Raja-raja). Sedangkan yang tergolong ke dalam Nevi'im Akharonim adalah kitab Yeshayahu (Yesaya), Yirmiyahu (Yeremia), Yekhezkiel, dan Teree Asar (12 nabi kecil). Kitab yang terakhir terdiri atas 12 buah kitab. Disebut sebagai nabi kecil bukan karena nabi-nabi tersebut dipandang kurang pengaruhnya tetapi karena isi kitab-kitab tersebut pendek-pendek. Keduabelas kitab tersebut adalah Hoshea, Yoel, Amos, Ovadyah (Obaja), Yonah (Yunus), Mikha, Nakhum, Khabakuk, Tsefanyah, Khagai, Zekharyah dan Mal'akhi. Pada masa sesudah Ezra, kemudian muncul apa yang dinamakan sebagai sastra hikmat. Yang tergolong ke dalamnya adalah kitab Tehilim (Mazmur), Misyle (Amsal), Iyob (Ayub), Syir Hashirim (Kidung Agung), Rut, Ekha (Ratapan), Kohelet (Pengkhotbah) dan Esther. Di samping itu disusun pula sebuah kitab apokalipse Daniel dan dua buah kitab sejarah yakni kitab Dibre Hayamim (I dan II Tawarikh) dan kitab Ezra-Nekhemiyah (Ezra dan Nehemia). Kesemua kitab tersebut lalu dikelompokkan sebagai kitab Kethuvim (tulisan-tulisan). Jadi Alkitab orang Yahudi tersusun atas tiga kelompok besar yakni Torah (Taurat), Nevi'im dan Kethuvim (Mesias juga memakai pengelompokkan yang sama, lihat Luk 24:44-45). Seluruhnya ada 24 buah kitab (ada yang menyebut angka 22 karena Rut dimasukkan ke dalam Hakim-hakim dan Ratapan ke dalam Yeremia). Mereka kemudian menyebutnya sebagai Tanakh (mengambil huruf-huruf depan dari ketiga kelompok) sedangkan orang Kristen menyebutnya sebagai kitab Perjanjian Lama. Kira-kira sejak abad ketiga SM, orang Yahudi nampaknya telah menerima kitab-kitab tersebut sebagai kitab suci. Mereka menggunakan dua macam cara untuk memutuskan apakah sebuah kitab benar-benar adalah tulisan yang diilhami. Yang pertama apakah kitab tersebut ditulis oleh seorang nabi atau seorang yang mempunyai karunia bernubuat. Musa jelas adalah seorang nabi besar, begitu pula halnya dengan Yesaya dan Yeremia. Penulis-penulis lain meski tidak dipandang sebagai nabi, dipercaya mempunyai karunia bernubuat. Daud dan Salomo adalah raja-raja Israel, Daniel pejabat pemerintah di Babel, Ezra seorang imam besar dan ahli Taurat, dan Nehemia seorang gubernur sipil. Pada umumnya orang Yahudi memandang kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai Kitab Suci sejak dituliskan. Tetapi para sarjana liberal tidak melihat adanya pengilhaman secara kata demi kata dalam kitab-kitab tersebut. Mereka memandang Perjanjian Lama merupakan suatu himpunan tulisan orang-orang Yahudi yang berasal dari pengalaman dan pemahaman spiritual mereka terhadap Elohim. Yang lainnya berpendapat bahwa Perjanjian Lama tidak hanya memuat "Firman Tuhan" tetapi juga "tradisi-tradisi dan takhayul-takhayul" manusia yang telah ditambahkan ke dalamnya oleh penulis Alkitab. Sehingga menurut mereka kita harus dapat memisahkan mana yang merupakan "amanat sejati" Tuhan dan mana yang merupakan perkataan-perkataan tambahan saja. Akan tetapi para sarjana yang konservatif merasa keberatan atas "penilaian kritis" tersebut. Pemikiran yang liberal itu jelas merupakan tantangan bagi kewibawaan Alkitab. Para sarjana konservatif percaya akan pengilhaman Alkitab sepenuhnya kata demi kata. Artinya Tuhan bekerja dalam pikiran dan kemampuan para penulis itu dalam satu dan lain cara, sehingga kata-kata yang mereka gunakan mengutarakan pikiran dan kemauan Tuhan. Dengan kata lain pengawasan Roh Kudus membuat para penulis Alkitab itu sempurna dalam penyampaian kebenaran. Inilah maksud dari perkataan Petrus: "oleh Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Elohim" (2Pet 1:21). Mesias sendiri percaya bahwa Kitab Suci (Tanakh) adalah Firman Tuhan. Sebagai contoh, Ia percaya akan kekekalan Taurat, dengan berkata tegas: "satu yot atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi" (Mat 5:18). Mesias juga percaya bahwa seluruh isi Tanakh itu kudus, ketika Ia berkata: "Kitab Suci tidak dapat dibatalkan" (Yoh 10:35). Mesias menggunakan Tanakh dengan penuh kewenangan pada banyak kejadian, ketika dicobai oleh Iblis (Mat 4:1-10), ketika mengajar (Luk 4:16-21), mengoreksi (Mrk 7:6-7), mengutip Mazmur (Mrk 12:35-37), dan terutama sekali menjelang penyaliban-Nya, ketika Ia tahu apa yang harus dilakukan-Nya agar "segala sesuatu yang ditulis...akan digenapi" (Luk 18:31). Tanakh yang sama pula yang dikatakan oleh Paulus sebagai "tulisan yang diilhamkan Elohim" (2Tim 3:15-16). Tanakh yang dibicarakan setidaknya telah selesai disusun pada masa kekuasaan Persia. Sarjana Yahudi terkenal yang hidup pada zaman Perjanjian Baru, Flavius Josephus (100 M) dalam bukunya menerangkan bahwa semua kitab suci bangsa Yahudi ditulis antara zaman Musa sampai zaman Artahsasta, raja Persia yang memerintah dari tahun 465-424 SM. Berikut ini adalah sebagian dari keterangan Josephus: Karena kita tidak mempunyai banyak sekali buku yang tidak bersesuaian dan bertentangan satu sama lain (seperti yang dipunyai oleh orang Yunani) melainkan hanya 22 buku yang memuat catatan sepanjang waktu; yang dengan tepat dipercayai sebagai suci. Dan di antara buku-buku ini, lima buah adalah buku Musa, yang memuat hukum dan kisah asal mula manusia hingga kematiannya. Jarak waktu ini kurang sedikit dari 3000 tahun. Akan tetapi mengenai waktu antara kematian Musa dengan pemerintahan Artahsasta, raja Persia yang memerintah setelah Xerxes (mungkin Ahasyweros), nabi-nabi sesudah Musa menuliskan apa yang dilakukan dalam zaman mereka ke dalam 13 buah buku. Buku yang empat lagi memuat nyanyian-nyanyian pujian bagi Tuhan dan peraturan-peraturan tentang tingkah laku manusia (etika/susila)... belum ada satu orang pun yang berani menambahkan sesuatu ke dalam buku-buku itu, atau pun mengubah sesuatu dalam buku-buku itu... (Josephus, Against Apion I.8) Tetapi di luar itu masih terdapat kitab-kitab lain, yang ditulis pada masa sesudahnya, yang dipandang berwibawa juga oleh sebagian orang. Orang-orang Yahudi di Palestina biasanya hanya menerima kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani atau Aram tetapi komunitas Yahudi di Alexandria menerima yang lain yang ditulis dalam bahasa Yunani. Akhirnya para rabbi Yahudi yang berkumpul di Yavneh, pusat rohani Yahudi pada masa itu, sepakat untuk menutup kanon secara definitif pada tahun 90 M dan inilah kanon yang diterima sampai sekarang. Sesudah itu tidak pernah ada penambahan atau pengurangan, atau keberatan-keberatan atasnya. (Perhatikan bahwa meski orang Kristen menerima kanon yang ditetapkan oleh rabbi-rabbi Yahudi tersebut, mereka mengikuti urutan dan pengelompokkan kitab yang berbeda. Pihak Protestan biasanya mengikuti susunan Septuaginta sedangkan pihak Katolik mengikuti Vulgata). Sedangkan kitab-kitab yang tidak termuat ke dalam kanon dinamakan Sefarim Khitsonim. Dalam bahasa Yunani disebut sebagai kitab apokrifa (artinya yang tersembunyi) dan pseudopigrafa (artinya menurut dugaan kitabkitab ini memakai nama orang yang sebenarnya bukan penulisnya). Istilah yang terakhir ini sebenarnya kurang tepat sebab ada beberapa kitab suci, yang menurut batasan ini, juga dapat disebut sebagai pseudopigrafa, misalnya Ezra dan Nehemia. Istilah pseudopigrafa sebaiknya dimengerti sebagai kitab-kitab yang kewibawaannya setingkat lebih rendah dari kitab apokrifa. Di antara kitab-kitab yang dimuat dalam Septuaginta, yakni Tanakh terjemahan Yunani (c.270 SM) ada beberapa kitab yang tidak dimuat dalam kanon yang dikeluarkan di Yavneh. Pihak Katolik mengikuti Septuaginta tersebut dan menerima kitab-kitab yang tidak dimuat itu sebagai kitab deuterokanonika, maksudnya kitab dengan tingkat kewibawaan kedua. Pihak Protestan pada beberapa waktu sempat menerima hal yang sama tetapi sekarang mereka lebih mengikuti kanon Ibrani. Kitab-kitab deuterokanonika tersebut adalah Tobit, Yudit, Tambahan Ester, Kebijaksanaan Salomo, Kebijaksanaan Yesus bin Sirakh, Barukh, Surat Yeremia, Tambahan Daniel serta I dan II Makabe. Pihak Protestan menyebut mereka sebagai kitab apokrifa. Perbedaan pandangan antara Gereja Katolik dan Protestan terhadap tingkat kewibawaan kitab tercermin pula dalam daftar kitab-kitab yang menurut Katolik sebagai apokrifa sedangkan menurut Protestan pseudopigrafa. Mereka adalah kitab Yobel, Surat Aristeas, I Henokh, Perjanjian Ke-12 Bapa Leluhur, Mazmur Salomo, Kenaikan Musa, Kenaikan Yesaya, Wahyu Barukh dan Sibil. Tetapi ada pula beberapa kitab yang disetujui bersama oleh orang Katolik dan Protestan sebagai kitab apokrifa seperti misalnya kitab III dan IV Makabe, III dan IV Ezra, dan Doa Manasye. Berbeda halnya dengan kitab-kitab kanonik yang jumlahnya sudah tetap, kitab-kitab apokrifa dan pseudopigrafa dapat bertambah jumlahnya jika ada penemuanpenemuan baru, misalnya dalam gua-gua di sekitar Laut Mati. Alkitab mencatat setidaknya ada dua buah kitab suci yang hilang yakni kitab Yasher (Yos 10:13, 2Sam 1:18, diterjemahkan oleh LAI sebagai kitab Orang Jujur, lebih tepatnya kitab Kebenaran) dan kitab Peperangan Yahweh (Ul 21:14). Sekitar tahun 1750 ditemukan sebuah manuskrip berbahasa Ibrani di Gazna (Persia) yang kemudian diketahui sebagai salah satu kitab yang hilang tersebut, kitab Yasher. Jika ditengok dari bahasa yang dipakai (yang lebih maju), memang amat diragukan bahwa kitab tersebut adalah kitab Yasher yang sesungguhnya. Sehingga hal tersebut masih menjadi kontroversi sampai hari ini. Namun terlepas dari penemuanpenemuan yang ada, proses kanonisasi pada dasarnya sudah ditutup dan selesai sehingga tertutup kemungkinan adanya penambahan kitab-kitab baru ke dalam daftar kanon. Kanon Perjanjian Baru Pada awalnya kumpulan narasi dan logia (perkataan Mesias) disebar-luaskan secara lisan oleh para murid (talmidim). Kemudian pada tahapan selanjutnya para rasul merasa perlu untuk menuliskan semuanya itu ke dalam bentuk tulisan. Apa yang ditulis oleh para rasul itu kemudian disirkulasikan kepada jemaat-jemaat di berbagai kota secara berantai. Mattityahu (Matius) adalah rasul pertama yang menuangkan logia ke dalam bentuk tulisan. Ia menuliskannya dalam bahasa Ibrani antara tahun 40-44. Sedangkan kitab yang terakhir ditulis adalah Wahyu kepada Yokhanan (Yohanes), yakni antara tahun 90-95. Jadi masa penulisan Perjanjian Baru adalah kira-kira 50 tahun. Secara prinsip kewibawaan sebuah tulisan dilihat dari adanya pengakuan bahwa penulisnya adalah seorang dari antara para rasul. Jemaat mula-mula memandang bahwa para rasul, dengan satu dan lain cara, telah mewarisi "karunia bernubuat" seperti yang dimiliki oleh para nabi pada zaman dahulu, sehingga para rasul itu senantiasa dibimbing oleh Inspirasi Ilahi ketika mereka menulis atau berbicara. Karunia ini diberikan kepada mereka melalui penyertaan Roh Kudus (Mat 10:19-20; Kis 15:28; I Kor 2:13; II Kor 13:3; I Tes 2:13). Walau demikian prinsip ini tidak selalu menjadi patokan. Markus, yang menulis salah satu Injil, dan Lukas yang menulis satu Injil dan satu Kisah Para Rasul, tidak termasuk ke dalam para rasul. Tetapi tradisi menghubungkan pekerjaan mereka dengan para rasul, Markus dengan Kefa (Petrus) dan Lukas dengan Shaul (Paulus). Bahkan pada abad kedua ada kitabkitab yang tidak ditulis oleh rasul tetapi sangat populer dipakai seperti kitab Gembala yang dikarang oleh Hermas (100-125) dan 1&2 Klemen (90-100). Sebaliknya beberapa tulisan yang menyandang nama seorang rasul sebagai penulisnya tidak serta merta diterima karena pada masa itu sering terjadi pencatutan nama rasul. Kitab-kitab yang mencatut nama rasul itu, yang pada masanya sangat populer dipakai, tetapi pada akhirnya disingkirkan, antara lain Didache (Ajaran 12 Rasul), Surat Barnabas dan Wahyu kepada Petrus. Jemaat mula-mula tidak mengenal istilah "Perjanjian Baru". Mereka menyebut kumpulan kitab-kitab tersebut sebagai "Injil dan tulisan para rasul", Besorah (Evangelium) dan Shaliachim (Apostolicum). Jemaat Nasrani masa kini mempertahankan cara penamaan ini dengan menyebut "Perjanjian Baru" sebagai Kethuvim Netzarim atau tulisan-tulisan Nasrani. Istilah "Perjanjian Baru" secepat-cepatnya baru muncul pada akhir abad kedua, yakni pada masa Tertullianus (150-225) dan Melito dari Sardis (170). Besorah (Injil) merupakan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan kehidupan dan pengajaran Mesias. Besorah terdiri atas empat buah kitab, masing-masing ditulis oleh Mattityahu (40-44), Markos (60-70), Lukas (70-80) dan Yokhanan (90-100). Tiga Injil yang pertama sering dikelompokkan sebagai Injil Sinoptik karena kesamaan narasinya, sedangkan isi Injil yang keempat adalah melengkapi tiga Injil sebelumnya. Dapat dipastikan bahwa pada perempat abad terakhir dari abad kedua keempat Injil ini telah diterima sebagai Empat Injil (Tetramorph) dengan uruturutan yang sama seperti saat ini (Irenæus, Against Heresies, 182-188). Sedangkan Shaliachim (Apostolicum) adalah berisikan surat-surat para rasul. Surat Yaaqov (Yakobus) merupakan salah satu tulisan yang tertua, yang ditulis pada masa-masa yang paling awal (40-50 M). Kemudian terdapat dua buah surat Kefa, tiga surat Yokhanan dan satu buah surat Yehudah (Yudas). Disusul kemudian dengan surat- surat Shaul (Paulus) yang ditulis antara tahun 52-62. Surat-surat Shaul seluruhnya terdiri atas 13 surat tetapi ada pula yang memasukkan Surat kepada orang Ibrani sebagai karya Shaul, yakni berdasarkan keterangan Klemen dari Alexandria (150212) dan Eusebius (315). Selain ke-21 surat-surat tersebut, juga dimasukkan ke dalam golongan Shaliachim adalah Kisah Para Rasul (yang ditempatkan persis setelah Besorah) dan Wahyu kepada Yokhanan sebagai kitab penutup. Mulanya belum ada orang yang berinisiatif untuk menyusun kanon. Setiap jemaat di setiap kota bisa mempunyai daftar kitab yang tidak sama. Sebuah kitab bisa saja dihormati di suatu tempat tetapi kurang di tempat lainnya. Misalnya Surat Ibrani dan Surat Yakobus sangat dihormati di Yerusalem dan Antiokhia sebagai tulisan yang rasuli sejak mulanya, tetapi tidak demikian di Roma. Sementara itu Jemaat Nasrani dilaporkan memakai pula Injil Ibrani, sebuah injil yang lewat analisa modern diduga merupakan versi yang lebih pendek dari Injil Matius. Kini fragmen injil tersebut hanya dapat kita temukan dalam tulisan-tulisan Bapa Gereja. Ironisnya orang yang pertama kali menyusun kanon adalah Marcion (140), yang mengajarkan gagasan tentang dua Tuhan yang berbeda, Tuhan Yahudi yang kejam dan Tuhan Kasih yang dinyatakan oleh Yesus. Marcion menentang segala hal yang berhubungan dengan tata cara dalam Perjanjian Lama, seperti sunat dan Sabat. Ia menolak seluruh karya rasul-rasul lain, kecuali Paulus. Menurutnya hanya Paulus yang dapat dipercaya sebagai rasul Kristus sedangkan rasul-rasul lainnya adalah agen Tuhan Yahudi. Oleh sebab itu Marcion merasa perlu untuk menyusun injilnya sendiri, yang sebenarnya adalah Injil Lukas yang disunting disana-sini dengan menghilangkan bagian-bagian yang menggambarkan "keyahudian". Ia memberi nama injilnya, Injil Tuhan, dan injil ini dipakai luas oleh para pengikutnya sampai akhir abad kelima. Kanon Marcion kemudian hanya terdiri atas satu injil dan 10 surat Paulus: Galatia (yang dipandangnya sebagai landasan dasar), 1&2 Korintus, 1&2 Roma, Tesalonika, Laodikia, Kolose, Filipi dan Filemon. Origen dari Alexandria (185-224) membagi kitab-kitab ke dalam tiga golongan: (1) Kitab-kitab yang sudah diterima tanpa syak wasangka (Homologoumena), yakni keempat Injil, Kisah Para Rasul, 13 surat Shaul, 1 Kefa, 1 Yokhanan dan Wahyu kepada Yokhanan. (2) Kitab-kitab yang diterima dengan pertimbangan (Antilegomena), yakni Surat Ibrani, 2 Petrus, 2&3 Yohanes, Yakobus, Yudas, Barnabas, Gembala Hermas, Didache dan Injil Ibrani. (3) Kitab-kitab yang diragukan (notha). Cara pemilahan kitab versi Origen ini kemudian diikuti oleh Eusebius dari Kaisarea (Historia Ekklesia, 325). Tetapi Athanasius, uskup Alexandria, pada masa berikutnya membuat suatu daftar yang lebih pasti dengan meniadakan pemilahan seperti Origen (Epistola Festalis, 367). Kanon Alexandria akhirnya memuat 27 kitab dan menyingkirkan lain-lainnya seperti Barnabas, Gembala Hermas, Didache dan Injil Ibrani. Pada mulanya orang-orang di barat (baca: Roma) kelihatannya mengikuti suatu daftar seperti yang terdapat di dalam manuskrip Muratorian (dinamakan demikian karena ditemukan oleh L.A. Muratori, 1672-1750). Daftar ini menyebut semua kitab kecuali Surat Ibrani, Yakobus, Yudas, 2 Petrus dan 2&3 Yohanes. Baru kemudian dalam sinode di Roma (382) mereka memutuskan untuk mengikuti kanon Alexandria. Kanon ini kemudian dikenal sebagai Kanon Barat yang sekarang diterima secara universal. Akan tetapi proses penerimaan kanon ini sebagai kanon yang universal tidaklah berlangsung mulus. Tantangan terhadap integritas kanon ini setidaknya pernah terjadi pada zaman gerakan Protestan (abad ke-16). Martin Luther, tokoh gerakan "pembaharuan" tersebut, membuat kanon versinya sendiri dengan menyingkirkan Surat Ibrani, Yakobus, Yudas dan Wahyu Yohanes. Salah satu alasan di belakang tindakan ini nampaknya adalah untuk memuluskan doktrin-doktrin Luther. Misalnya Luther sangat keberatan dengan perkataan semacam "apakah iman itu menyelamatkan dia?" dalam Surat Yakobus. Jadi selama ia tidak dapat menerima perkataan semacam itu, maka cara terbaik baginya adalah dengan menyingkirkan saja kitab-kitab itu dari daftar kitab suci. Konsili di Trent (1546) sebaliknya mempertahankan kanon yang sudah ada. Selama berabad-abad kaum Lutheran mengikuti kanon Luther dan baru pada abad ke-18 mereka akhirnya kembali kepada kanon yang semula. Sementara itu orang-orang di belahan Timur menerima seluruh kitab seperti yang terdapat dalam Kanon Barat, kecuali 2 Petrus, 2&3 Yohanes, Yudas dan Wahyu Yohanes. Ini kemudian yang dikenal sebagai Kanon Timur (22 kitab) dan sampai sekarang menjadi pegangan Jemaat Suryaya Timur di Irak dan di Trichur (India), serta Jemaat Malankara di Kottayam (India). Walaupun kanon yang dipakai pada masa kini diputuskan oleh Gereja, kita harus memandang kanon Perjanjian Baru bukan sebagai sebuah produk Gereja. Sama halnya seperti kanon Perjanjian Lama yang juga bukan produk para rabbi di Yavneh. Kanon pada dasarnya dihasilkan dari suatu daftar yang sebenarnya sudah eksis dalam jemaat, jauh sebelum kanon itu dibuat. Dr Ernest Martin dalam bukunya Restoring The Original Bible memperlihatkan bahwa pilihan terhadap kitab-kitab yang berwibawa itu sudah terbentuk pada abad pertama. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Josh McDowell dalam bukunya Evidence That Demands a Verdict bab 3. Jemaat Nasrani masa kini mengikuti suatu daftar kitab yang sama seperti yang terdapat di dalam kanon gereja, tetapi dengan pengurutan yang berbeda (mengikuti pengurutan dalam teks-teks Aramaik kuno), yakni dengan menempatkan surat-surat umum (Yaaqov, Kefa, Yokhanan dan Yehudah) sebelum surat-surat Shaul. Pengurutan ini sangat penting. Ia menunjukkan kepada pengertian bahwa Yaaqov, Kefa dan Yokhanan adalah rasul-rasul sebelum Shaul (Gal 1:17) dan bahwa mereka disebut sebagai sokoguru yang mana pengajaran Shaul dibangun di atasnya (Gal 2:9) dan tidak sebaliknya. Pembaca Perjanjian Baru diharapkan untuk mengerti terlebih dahulu surat-surat "Yahudi" ini baru kemudian berusaha membaca suratsurat Shaul. Pembaca Perjanjian Baru diharapkan untuk membaca tulisan Yaaqov tentang iman dan perbuatan (Yaaqov 2) dan pesan Kefa tentang Shaul yang sukar dipahami dan sering diputar-balikkan (1Kefa 3:15-16) sebelum mereka mencoba untuk memahami tulisan-tulisan Shaul. Jemaat Nasrani mula-mula dan masalah yang dihadapi Siapa pengikut Yesus yang mula-mula ? Bila kita hendak mencari tahu apa dan siapa “pengikut Yesus yang mula-mula”, tidak ada sumber lain yang lebih terpercaya selain Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Lukas. Ketika Yesus terangkat ke surga (Kis 1:9), Ia meninggalkan pengikut yang jumlahnya lebih dari lima ratus orang (I Kor 15:6). Seperti biasanya, pada musim-musim perayaan seperti Shavuot (Yunani: Pentakosta), ribuan orang-orang Yahudi dari segala penjuru datang beribadah ke Yerusalem, dan termasuk pula di antara mereka orang-orang bukan Yahudi yang menganut kepercayaan Yahudi (proselutos). Lukas menyebut mereka “orang-orang Yahudi yang saleh” (Kis 2:5). Di hadapan mereka inilah, para rasul - di bawah karunia Roh Kudus memberitakan Injil Mesias. Dengan cepat pengikut Yesus bertambah menjadi tiga ribu orang hanya dalam satu hari (Kis 2:41). Jumlah ini menjadi berlipat-lipat dalam tempo tiga puluh tahun. Yakobus berkata: “Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat.” (Kis 21:20). Kita tidak mengetahui persis berapa banyak jumlah para pengikut Yesus yang mula-mula ini, tetapi mungkin ditaksir lebih dari seratus ribu jiwa (kata Yunani yang dipakai dalam 21:20 “murias” juga dapat diartikan “tidak terhitung”!). Bagaimana cara mereka beribadah ? Mari kita tengok kembali apa yang terjadi setelah 3000 orang peziarah di Yerusalem menyerahkan diri mereka dibaptis dan menerima Mesias. Lukas menulis: “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Elohim.” (Kis 2:46). Well, this is a Jewish things! Memecah roti merupakan istilah yang kerap muncul di dalam Perjanjian Baru, tetapi sedikit yang mengetahui bahwa memecah roti adalah sebuah kebiasaan yang umum di dalam suatu komunitas Yahudi. Di dalam Talmud istilah yang sama juga kerap kali digunakan (Rosh HaShana 29b, Chullin 7b, Berachoth 39b, Berachoth 46a). Dan jika kita perhatikan sekali lagi, dimanakah mereka berkumpul untuk belajar firman Tuhan ? Bait Elohim. Mereka sama sekali tidak berpikir bahwa para rasul sedang mengajarkan kepada mereka sebuah konsep teologi yang “baru”. Mesias, Injil, Penebusan dan Keselamatan, semuanya adalah konsep Yudaisme. Mereka tetap menjalankan hidup sebagaimana layaknya seorang Yahudi yang saleh. Hal ini juga terungkap dalam pernyataan Yakobus: “Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat.” (Kis 21:20). Ini pernyataan luar biasa. Puluhan bahkan ratusan ribu orang Yahudi menerima Yesus sebagai Mesias mereka dan…apa yang terjadi setelah mereka percaya ? Mereka menjadi “zelotes”. Kata rajin saja tidak cukup untuk menerjemahkan kata Yunani tersebut. Zelotes adalah suatu sikap bertekun yang disertai oleh hasrat dan keinginan yang membara, “zealous” dalam bahasa Inggrisnya. Apakah setelah menjadi percaya mereka berpikir bahwa kini mereka adalah bukan penganut Yahudi ? Justru sebaliknya, setelah mengundang Yesus di dalam hati mereka, mereka beroleh pemahaman yang benar akan firman Elohim, akan Taurat-Nya. Yesus telah memperbaharui kavanah (motivasi/hasrat) dan hati mereka dalam beribadah kepada Elohim. Jika dahulu mereka bermalas-malasan dalam beribadah, jika semula mereka berlaku munafik dalam memberi sedekah, kini semuanya berubah oleh karena Yesus. Yesus membawa mereka kepada pemahaman dan praktek yang benar akan Taurat-Nya. Mereka mengerti akan kalimat di bawah ini: “It is not the Law that must be changed but it is your heart that must be changed.” Proses transisi ? Beberapa orang mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan ini seperti yang terbaca di dalam sebuah pamflet ini: "Jelas Tuhan membolehkan peribadatan Yahudi diteruskan selama tigapuluh tahun setelah Kristus menggenapinya oleh karena kesabaran-Nya, Tuhan secara pelan-pelan memperlihatkan kepada orang Yahudi bagaimana program-Nya sedang berubah…Maka setelah Tuhan secara perlahan membimbing orang Kristen keluar dari agama Yahudi, Ia pada akhirnya mengutus Paulus untuk menulis kebenaran mulia yang memerdekakan ini." (Saved By "Dry" Baptism; Maurice Johnson; pp.9-10) Menurut pandangan orang-orang ini, para pengikut Yesus memang pada mulanya tidak meninggalkan peribadatan Yahudi mereka tetapi secara perlahan-lahan mereka dibimbing Tuhan untuk meninggalkan hal tersebut. Mereka tengah berada dalam “proses transisi”. Lambat laun mereka ini menyadari bahwa ibadah Yahudi yang selama ini mereka lakukan telah menjadi “usang” setelah kedatangan Mesias. Kedengarannya seperti kebenaran. Tetapi jika kita menuruti skenario orang-orang ini maka setidaknya kita mempunyai pasal tambahan di dalam Kisah Para Rasul, “pasal 29” yang bercerita: “dan setelah pelayanan Paulus yang luar biasa, ribuan orang Yahudi dengan pelan-pelan mulai meninggalkan ibadah mereka. Mereka menyadari bahwa setelah hidup di bawah karunia Elohim, tidak ada gunanya lagi mereka rajin memelihara Taurat.” Nothing, nothing like that! Ingat, Lukas menyelesaikan Kisah Para Rasul sekitar tahun 70-80 Masehi. Tidak ada satu pun petunjuk dari Lukas yang mengarah kepada skenario tersebut, kecuali anda menghayal injil anda sendiri. Sampai akhir abad pertama dapat dipastikan bahwa para pengikut Yesus sama tidak meninggalkan agama Yahudi mereka. "Sepeninggal Dia [Yeshua] murid-muridnya ada bersama-sama dengan orang Yahudi dan Bani Israel di sinagoga-sinagoga, bersembahyang dan berpuasa di tempat yang sama. Tetapi ada perbedaan pendapat antara mereka dan orang Yahudi mengenai Mesias." (Toldot Yeshu – literatur Yahudi, abad keenam) Masalah apa yang terdapat dalam komunitas Nasrani mula-mula ? Penerimaan Injil oleh bangsa-bangsa lain yang belum mengenal Elohim dan Hukum-Nya menimbulkan beberapa masalah yang harus diselesaikan, seperti yang dialami oleh Paulus dalam pelayanannya kepada jemaat di Korintus dan Galatia. Paulus mengingatkan mereka mengapa begitu mudahnya mereka berbalik kepada elohim-elohim lain yang pada hakekatnya bukan Elohim (Gal 4:8-11). Paulus mengingatkan mereka yang masih saja terus memelihara peribadatan mereka yang lama, hari-hari raya mereka yang lama. Paulus berkata: “Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat.” (1 Kor 10:21). Juga ketika mereka melaksanakan Perjamuan Tuhan (yang pada hakekatnya adalah Perjamuan Paskah14), mereka melakukannya seperti dahulu mereka melakukan Perjamuan Omophagia bagi Dewa Dionysus, yang dikatakan oleh Paulus: “seperti orang lapar dan orang mabuk”. Paulus menegaskan bahwa Perjamuan Tuhan bukan merupakan 14 Lihat artikel “Memecah Roti (dalam pemahaman Ibrani)” perjamuan hura-hura seperti perjamuan berhala. Tambahnya, Perjamuan Tuhan juga tidak boleh diikuti oleh orang-orang yang belum percaya (1 Kor 11:20-31, Kel 12:43-49). Perlu diingat bahwa bangsa-bangsa ini adalah bagian dari tatanan masyarakat Romawi yang membenci dan memandang rendah agama orang Yahudi. Menurut mereka tidak masuk akal menyembah Elohim yang tidak kelihatan, juga sama tidak masuk akalnya untuk tidak berdagang dan bekerja di hari Sabat. Menjadi Yahudi adalah hal yang memalukan bagi penduduk Romawi. Setidaknya ada DUA pengajaran sesat yang menyusup ke dalam komunitas Nasrani mula-mula pada zaman para rasul. Yang pertama mengajarkan bahwa orang-orang non-Yahudi harus menjadi Yahudi terlebih dahulu (disunat), menjalankan semua perintah Taurat, sebelum mereka beroleh keselamatan. Ini adalah persoalan pertama yang timbul, datangnya dari "kelompok Yahudi" yang notabene adalah orang-orang yang pertama kali menerima pengajaran Yeshua. Mereka sulit menerima “konversi instan” yang diterapkan oleh para rasul sebab dalam pandangan Farisi mereka, seseorang diharuskan menguasai dahulu keseluruhan Taurat baru kemudian boleh masuk menjadi umat Elohim. Kebanyakan orang Kristen mengenal "kelompok Yahudi" ini.15 Namun apa yang tidak diterangkan dalam dunia Kristen adalah pengajaran sesat yang belakangan muncul dan berasal dari "orang-orang tidak bersunat dari seberang lautan". Mereka ini mengajarkan bahwa orang bukan Yahudi tidak perlu memelihara Taurat setelah mereka beroleh keselamatan. Latar belakang persoalan kedua ini sama sekali berbeda dengan yang pertama karena yang kedua ini disokong oleh budaya paganisme darimana orang-orang bukan Yahudi itu berasal. Mayoritas orang Kristen saat ini tidak pernah mempelajari sejarah abad pertama dan mereka tidak mengetahui bahwa orang-orang percaya yang bukan Yahudi, berasal dari masyarakat Romawi yang tidak bersahabat dengan orang Yahudi. Padahal ini penting untuk memahami Alkitab dengan baik (terutama surat-surat Paulus). Jauh-jauh hari, Petrus telah mengingatkan kita terhadap bahaya laten orang-orang ini dalam suratnya: “Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar dipahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.” (2 Pet 3:15-16). Paulus juga menulis: “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.” (2 Tim 4:3). Apakah ajaran “yang memuaskan telinga” itu ? Kebanyakan dari mereka akan sangat puas mendengar jika mereka tidak harus mengikuti cara peribadatan orang Yahudi yang memalukan itu. Masih dalam kelanjutan suratnya, Petrus menerangkan siapakah pengajar-pengajar sesat ini: “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, kamu telah mengetahui hal ini 15 Buku “Tidak Tunduk Kepada Hukum Tuhan?” membahas mengenai pengajaran yang tidak benar tersebut dan bagaimana para rasul menyelesaikan permasalahan ini dalam konsili pertama di Yerusalem (50 M). sebelumnya. Karena itu waspadalah, supaya kamu jangan terseret ke dalam kesesatan orang-orang yang tak mengenal hukum, dan jangan kehilangan peganganmu yang teguh.” (II Pet 3:17) Mereka yang “tidak mengenal hukum” adalah mereka yang tidak pernah mau belajar, memahami dan mempraktekkan Taurat dalam hidup mereka. Mereka yang menyesatkan orang dengan ajaran-ajaran yang memuaskan telinga, bahwa “sekali kamu diselamatkan dalam Yesus, kamu dibebaskan dari belenggu hukum Taurat.” Istilah belenggu hukum sama sekali tidak dikenal dalam Alkitab. Bagaimana bisa seorang Daud bersuka-cita atas Taurat-Nya jika itu membuatnya terbelenggu ? Yesus datang bukan untuk membebaskan kita dari hukum-Nya sendiri, tetapi membebaskan kita dari “belenggu dosa”. And the beat goes on…. Dan ibarat lagu yang mengalir, menghanyutkan dan memuaskan telinga, ajaran para penyesat itu jauh mengungguli ajaran para rasul yang sesungguhnya. Penduduk Romawi yang menjadi percaya di masa itu sebenarnya buta akan pengetahuan tentang Taurat, kecuali bahwa Taurat merupakan hukum bangsa Yahudi, sehingga mereka mudah sekali untuk disesatkan. Dan sekali mereka disesatkan, mereka menurunkannya kepada anak mereka, anak mereka kepada anaknya lagi, demikian seterusnya sehingga kesesatan yang tadinya 1 senti berkembang menjadi 1 meter. Setelah generasi para rasul lewat, maka semakin berkembang pula pengajaran-pengajaran yang anti-Taurat dan anti-Yahudi. Pernyataan-pernyataan para tokoh gereja semakin bernada sinisme, seperti yang saya kutip di bawah ini: "Jika kita masih saja menjalankan Yudaisme, kita mengakui bahwa kita belum menerima karunia Tuhan…Adalah salah berbicara tentang Yesus namun hidup seperti orang Yahudi. Karena Kristen tidak percaya Yudaisme tetapi Yudaisme di dalam Kristen." (Surat kepada Jemaat Magnesia - St. Ignatius, uskup Antiokhia (98-117 M))16 Sementara uskup Sinope yang bernama Marcion (84-160) jauh lebih berani mengajarkan teologianya. Ia mengajarkan bahwa seluruh kitab Perjanjian Lama harus dibuang karena berasal dari kuasa jahat, yakni Tuhannya orang Yahudi, Tuhan yang lebih rendah, bukan Tuhan yang dinyatakan oleh Yesus Kristus. Jadi keduanya adalah Tuhan yang berbeda. Yang satu jahat dan yang satu baik. Marcion jelas adalah seorang anti Yahudi. Ia tidak segan-segan membuang semua tulisan dalam Perjanjian Baru yang menurutnya menganjurkan “peribadatan Yahudi” (i.e memelihara hukum Taurat seperti yang tercantum dalam Perjanjian Lama). Marcion-lah orang yang pertama kali menetapkan kanonisasi Perjanjian Baru (140). Setelah ia selesai melakukan editing terhadap isi Perjanjian Baru, “kitab suci”-nya hanya terdiri atas Injil Lukas (yang telah disensor dari unsurunsur Yahudi) dan sepuluh buah surat Paulus. Ia menolak semua rasul yang lain, kecuali Paulus, sebab menurutnya hanya Paulus yang bisa dipercaya. Gereja Marcion yang anti Yahudi ini kemudian berkembang pesat menyebar ke seluruh kerajaan Romawi dan selama berabad-abad 16 Lihat artikel “Sikap Anti-Semitik Para Bapa Gereja” mempunyai pengikut tersendiri. Baru pada abad kelima pengikut Marcion pelan-pelan menghilang, lenyap berbaur dengan lautan kekristenan. Tetapi apakah benar pengaruh Marcion benar-benar musnah di dalam gereja ? Sering kita menemukan orang Kristen yang mengadakan perbedaan antara sifat hukum dalam Perjanjian Lama dengan kasih karunia dalam Perjanjian Baru, sebab mereka memandang hukum Taurat sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kasih karunia. Hukum Taurat dipandang sebagai sesuatu yang usang dan sedikit manfaatnya bagi seorang Kristen. Jika Tuhan Perjanjian Lama dikesankan sebagai tuhan yang gemar mengadili, menghukum dan pemarah sementara itu Tuhan Perjanjian Baru dikesankan sebagai Tuhan yang lemah lembut, cinta kasih dan damai, sehingga keduanya nampak seperti dua Tuhan yang berlawanan. Dengan demikian kita akan mendapati Tuhan yang mengidap schizophrenic atau kembali kepada paham dua Tuhan-nya Marcion. Pandangan bahwa Paulus mengajarkan kita untuk tidak memelihara Taurat jelas berawal dari ulah Marcion ini. Jelas sekali bahwa Paulus tidak mengajarkan demikian sebagaimana ia membuktikan hal itu dengan nazar (Kis 21:26). Apa yang kita terima sekarang pada hakekatnya merupakan warisan dari pengaruh Marcion di masa silam, yang diturunkan generasi demi generasi sehingga tanpa disadari hal tersebut diyakini sebagai kebenaran. Legalisasi Kristen Tetapi Kristen tidak mencapai bentuknya yang sekarang tanpa legalisasi dari Kaisar. Ketika Konstantinus (280-337) memutuskan untuk menjadikan “agama Kristen” sebagai agama kerajaan (Dekrit Milan), dapat dikatakan keputusannya itu demi pertimbangan stabilitas kerajaan semata. Konstantinus sendiri tetap bertahan sebagai penyembah Dewa Saturnalia (dewa matahari) dan baru bersedia dibaptis ketika hendak menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebagai agama resmi kerajaan Romawi, agama Kristen harus punya daya pikat terhadap penduduk Romawi yang mayoritas adalah para penyembah berhala (paganisme). Kristen harus menjadi agama pembauran antara kepercayaan berhala Roma dengan kepercayaan Ibrani. Agama baru ini perlu menggantikan budaya Ibrani, budaya yang ada di dalam Alkitab, dengan sesuatu yang dimengerti oleh penduduk Romawi. Sinkretisme ini diantaranya adalah dengan mengKristen-kan tradisi dan hari-hari raya berhala Roma (i.e Omophagia menjadi Komuni, Sol Ivictus menjadi Natal 25 Desember, Ishtar menjadi Easter, Sol Dei (Sun-Day) menjadi Sabat yang baru). Usaha Konstantinus untuk memaksa “Gereja Baru” melupakan akar Yahudi-nya ini membawa perubahan kataklismik terhadap semua orang percaya, Yahudi atau bukan. Dengan kata lain, hal ini berusaha untuk menghancurkan cara hidup jemaat mula-mula. Sebagai contoh, Kaisar Konstantinus menetapkan pernyataan berikut untuk diucapkan oleh orang Kristen: “Saya meninggalkan semua budaya, adat-istiadat, hukum, hari raya Roti Tidak Beragi dan Paskah Yahudi, korban persembahan, doa-doa, upacara pentahiran, nyanyian dan kidung, sinagoga, minuman dan makanan Yahudi. Dengan kata lain saya sungguh-sungguh meninggalkan semua yang berbau Yahudi, setiap Hukum, adat-istiadat dan budaya…(Stefano Assemani, Acta Sanctorum Martyrum Orientalium at Occidentalium, Vol 1 ,Rome 1748, page 105.) Aturan main Kaisar ini sebenarnya memperlihatkan kondisi di masa itu bahwa masih banyak “orang Kristen” yang memelihara Taurat seperti halnya jemaat mula-mula. Aturan tersebut diperlukan untuk menyatukan “dunia Kristen”, seperti juga yang ia lakukan untuk menyatukan dua kubu yang berselisih, antara Athanasius melawan Arius (Konsili Nicea). Sekali lagi yang dilakukan Kaisar semata-mata demi stabilitas kerajaannya saja. Di luar itu ia sama sekali awam terhadap hal-hal teologia semacam ini. Sekarang, jika anda seorang Yahudi, dan ingin "menerima Yesus sebagai Mesias", anda harus menyatakan diri meninggalkan keyahudian anda dan menjadi "Kristen". Sedangkan orang-orang non-Yahudi yang menggabungkan dirinya dalam ibadah orang Yahudi akan dihukum karena melanggar hukum Kaisar. Sekarang bagaimana ? Seribu sembilan ratus tahun bukanlah sebuah masa yang singkat. Ada beberapa hal yang perlu diingatkan. Agama Yahudi sekarang telah berkembang jauh dan sangat mungkin tidak sama seperti yang dipraktekkan oleh Yesus. Begitu pula, agama Kristen yang kita kenal sekarang berbeda dengan ajaran-ajaran Yesus yang dipercaya dan dijalankan oleh para pengikutnya mulamula. Jelas sekali bahwa banyak hal telah terjadi sepeninggal Yesus dan para rasul-Nya yang mengakibatkan terpisahnya Kristen dari Yahudi. Sangat penting bagi keduanya, baik umat Kristen maupun umat Yahudi untuk memahami perubahan-perubahan yang ada. Anda harus mengetahui kapan perubahan itu dibuat, siapa orang yang bertanggung jawab membuat perubahan itu, dan mengapa mereka melakukannya. Selidikilah mana perubahan yang terjadi karena inspirasi Roh Kudus, mana yang dibuat karena nafsu keduniawian atas kekuasaan dan kekayaan, dan mana yang dibuat atas dasar rasa amarah, benci, penolakan, dan ketakutan. MENYINGKAP IDENTITAS ANTI-MESIAS Rencana TUHAN adalah indah dan terangkum ke dalam dua kata ini: “TUHAN menyelamatkan” (Ibrani: Yah’shuah). Tetapi tujuan Satan adalah untuk menggagalkan semuanya itu. Salah satu cara yang dipakai oleh Satan adalah dengan menciptakan Anti-Mesias. Siapakah Anti-Mesias itu ? Bagaimanakah kita bisa mengenalinya ? Apakah yang diajarkan olehnya ? Tulisan ini mencoba untuk membantu anda menemukan jawabannya. Peringatan: Tulisan ini mungkin berisi perkataan yang ofensif untuk sebagian orang. Jika anda merasa tersinggung terhadap isi tulisan ini segera berhenti membaca. BAGIAN SATU: ANTI-MESIAS DAN HARI KELAHIRANNYA Setelah manusia jatuh ke dalam dosa oleh tipu-daya Satan, maka TUHAN berfirman bahwa Mesias akan datang dari keturunan perempuan dan Satan akan dikalahkan oleh-Nya (Kej 3:15). Satan tentu saja tidak tinggal diam. Ia berusaha untuk menggagalkan rencana TUHAN itu. Salah satunya adalah gagasan tentang menciptakan mesias tandingan, Anti-Mesias. Ketika umat manusia masih berkumpul di satu tempat – Babylon, Satan mulai mewujudkan gagasannya ini. Mesias yang palsu harus sebisa mungkin identik dengan yang asli. Oleh sebab itu Satan selalu menirukan apa yang menjadi rencana TUHAN, pertama-tama tentunya dengan menghadirkan mesias palsu itu juga dari “keturunan perempuan”. Satan menerapkan gagasannya itu terhadap diri seorang perempuan yang ambisius bernama Semeramis, janda Nimrod, “pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN” (Kej 10:9). Dengan kekuatan dan kekuasaannya yang besar, Nimrod memerintah atas seluruh manusia di muka bumi dan menjadikan dirinya sebagai elohim atas rakyatnya. Ia kemudian dikenal dan disembah sebagai Dewa Matahari. Setelah kematian Nimrod, Semeramis berusaha untuk mempertahankan kekuasaan suaminya itu. Dan seperti suaminya ia juga menginginkan dirinya menjadi elohim. Ia menipu rakyatnya dengan melacurkan diri dan mengatakan bahwa ia telah mengandung secara ajaib. Ia kemudian mengatakan suaminya Nimrod telah berinkarnasi kembali dengan menjadi anak yang ada di dalam kandungannya itu. Semeramis kemudian disembah sebagai Dewi Ishtar yang digelari Ratu Surga dan Bunda Tuhan. Anak yang dilahirkannya itu kemudian dinamakan Tammuz, yang artinya “Sang Tunas”, raja Babylon yang baru, elohim yang gagah-perkasa, yang disembah dengan simbol pohon. Ungkapan “Sang Tunas” ini mengingatkan kita akan berbagai nubuatan Alkitab tentang bagaimana Mesias akan dipanggil (Yes 11:1; 53:2; Yer. 23:5; Zak 6:12). Jelas sekali Satan menghadirkan Tammuz untuk menjadi mesias tandingan – jauh mendahului kehadiran Mesias yang sebenarnya. Inilah sumber dari segala penyembahan berhala di dunia. Seluruh berhala di muka bumi, baik yang diceritakan di dalam Alkitab maupun yang terdapat di dalam berbagai mitologi, dengan perubahan dan variasi nama, dapat ditelusuri berasal dari penyesatan Babylon ini. Dua perayaan besar diadakan di Babylon berkaitan dengan kisah tersebut. Perayaan pertama adalah perayaan musim dingin yang diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Tammuz sebagai inkarnasi dewa matahari. Kelahirannya ini dirayakan pada saat titik-balik matahari di musim dingin (winter solstice), yang setiap tahunnya jatuh pada tanggal 25 Desember. Perayaan yang kedua adalah perayaan musim semi (spring equinox) untuk memperingati kebangkitan Nimrod. Perayaan ini berlangsung selama 40 hari dimana setiap harinya pada saat matahari terbit mereka akan menaikkan puji-pujian kepada Nimrod yang telah bangkit dari kematiannya. 17 Seperti yang sudah ditunjukkan dalam artikel yang lain , bahwa Alkitab mengatakan secara implisit bahwa Yesus lahir pada hari raya Sukkot (Pondok Daun) yang jatuh pada musim gugur. Sebaliknya tidak satu pun ayat Alkitab yang mengatakan Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Secara logika juga sulit untuk menjelaskan bagaimana para gembala bisa berbaring di tengah padang rumput di malam hari pada bulan Desember yang dingin dan bersalju. Pertanyaannya adalah jika Yesus tidak dilahirkan pada musim dingin, dan tidak ada satu pun firman TUHAN yang menyatakan kita harus merayakannya pada tanggal 25 Desember, lalu apa yang menjadikan manusia menetapkan hari itu sebagai hari kelahiran-Nya ? Dalam karya monumentalnya, The Two Babylons, Rev. Alexander Hislop (1858) menulis: “Bahwa hari Natal berasal-usul dari perayaan berhala sangat tidak diragukan lagi. Penentuan waktu dan upacara-upacara di dalamnya, yang masih dirayakan sampai hari ini, membuktikan asal-usulnya itu. Di Mesir, anak Isis, dewi yang dikenal sebagai Ratu Surga, dilahirkan tepat pada masa-masa Natal, “sekitar saat titik-balik matahari di musim dingin”. Nama mula-mula hari Natal yang populer dikenal di antara kita – Yule-day – membuktikan pada awalnya berasal dari berhala Babylonia. “Yule” adalah kata dalam bahasa Khaldea yang berarti “bayi” atau “anak kecil”, dan tanggal 25 Desember disebut oleh bangsa Anglo-Saxon nenek-moyang kita sebagai “Yule-day” atau “Hari Anak”, dan malam sebelum hari itu disebut dengan “Hari Bunda”, jauh sebelum mereka mengenal agama Kristen, cukup menjadi bukti seperti apa wujud aslinya. Hari raya kelahiran ini telah lama 18 dan secara luas dirayakan dalam paganisme.” Alexander Hislop lebih jauh menerangkan bahwa jauh sebelum adanya kekristenan, penduduk Roma telah mengadaptasi perayaan-perayaan Babylon itu menjadi hari-hari raya utama mereka. Mereka terbiasa untuk merayakan perayaan itu secara besar-besaran setiap tahunnya. Ketika orang-orang Roma menciptakan sistem kalendar mereka sendiri, mereka lalu menetapkan penanggalan yang pasti untuk hari-hari raya mereka itu. Menurut penanggalan mereka saat terjadinya titik-balik matahari di musim dingin selalu jatuh pada tanggal 25 Desember, dan itulah hari dimana penduduk Roma merayakannya sebagai hari kemenangan tuhan yang terlahir kembali ke dunia. Nama hari itu ialah “Natalis Invicti Solis” – “Hari kelahiran [Dewa] Matahari yang tak terkalahkan”. Dari nama inilah kita memperoleh istilah Hari Natal. Orang-orang Roma menyebut dewa matahari ini dengan sebutan Saturnus dan perayaan ini kemudian dikenal sebagai Perayaan Saturnalia. Tetapi ketika penduduk Roma secara perlahan-lahan menjadi pengikut Yesus Mesias, mereka tidak mudah untuk meninggalkan tradisi dan hari-hari raya mereka begitu saja. Setidaknya sejak abad pertama, rasul Paulus telah mengecam orang-orang bukan Yahudi yang mencoba untuk menyesuaikan tradisi dan hari-hari raya berhala mereka yang lama ke dalam kepercayaan mereka yang baru (Gal 4:8-11). Kecaman serupa juga kita temukan dalam tulisan Bapa Gereja Tertullianus (sekitar tahun 230) yang mengecam ketidak-konsistenan orang Kristen dibandingkan dengan ketaatan para penyembah berhala: “Kita [orang bukan Yahudi] yang asing terhadap Sabat, bulan baru dan hari-hari raya [Tuhan], ketika dijadikan layak di hadapan Tuhan, [mengapa] terus memelihara Perayaan Saturnalia, Perayaan Januari, Perayaan Brumalia, dan Matronalia; persembahan dibawa kesana-kemari, hadiah tahun baru dibuat dengan penuh hiruk-pikuk, permainan dan perjamuan pesta dirayakan dengan hingar-bingar; oh alangkah jauh lebih taatnya para penyembah berhala itu terhadap agama mereka, yang dengan teliti tidak mencampurkan peribadatan mereka dengan peribadatan Kristen.” 17 Lihat artikel yang berjudul “Menggugat 25 Desember” Komunitas Nasrani menyediakan salinan buku The Two Babylons karangan Rev. Alexander Hislop (1858) bagi yang berminat. 18 Istilah "Christmas" itu sendiri baru muncul tahun 450 ketika Paus Yulius mengeluarkan dekrit bahwa seluruh umat Kristen harus merayakan hari kelahiran Mesias pada saat yang bersamaan dengan perayaan Saturnalia. Ini untuk menandakannya sebagai "Christe-masse", atau massa pengikut Kristus. Seribu tahun kemudian "Christe-masse" sudah menjadi perayaan terbesar, tidak terpisahkan dan identik dengan kekristenan. Tidak ada satu pun orang yang tahu tentang asal-usulnya itu sehingga Martin Luther, karena ketidak-tahuannya, meneruskan saja tradisi ini. Sedikit pula yang mengetahui pohon Natal berasal-mula dari agama berhala Babylon itu, yang dulunya dipakai sebagai simbol Tammuz yang tidak lain tidak bukan adalah mesias palsu bikinan Satan. Pohon Natal dahulu dipakai sebagai redivivus Nimrod – tuhan yang lahir kembali dari kematian. Orang Mesir memakai pohon palem, orang Roma memakai pohon cemara. Pohon palem itu melambangkan mesias palsu, Baal-Tamar dan pohon cemara melambangkan Baal-Berith. Orang-orang Anglo-Saxon dan Druid juga menggunakan pohon sebagai simbol berhala mereka. Pohon-pohon berhala inilah yang dikatakan dalam Alkitab sebagai “kesia-siaan” (Yeremia 10:1-4). Tidak ada keragu-raguan lagi bahwa perayaan berhala pada tanggal 25 Desember – dengan kata lain hari Natal – diadakan untuk menghormati hari kelahiran Anti-Mesias dari Babylon. Perayaan besar lainnya yang memperkuat kesimpulan ini adalah perayaan yang disebut sebagai “Lady-day” yang diselenggarakan pada tanggal 25 Maret setiap tahun oleh Gereja Katolik sebagai hari dimana malaikat mengabarkan kepada Maria bahwa ia tengah mengandung Mesias. Darimana tanggal ini berasal ? Mengapa tanggal ini yang dipilih ? Ternyata perayaan ini dulunya merupakan perayaan Roma untuk menghormati Cybele, istri Saturnus, ibu segala dewa. Cybele ini bisa diidentifikasikan sebagai Rhea atau Semiramis, yang digelari Ratu Surga dan Bunda Tuhan. Di Mesir, perayaan di bulan Maret ini dikenal sebagai perayaan yang berhubungan dengan dewi Isis yang juga dipuja sebagai Ratu Surga. Fakta lainnya adalah bahwa gelar yang paling lazim dipakai oleh penduduk Roma untuk menghormati Cybele adalah Domina atau “Sang Bunda” (OVID, Fasti), sedangkan di Babylon sendiri disebut dengan Beltis (EUSEB. Praep. Evang.), dan dari sini, tanpa keraguan, terjawab mengapa perayaan ini sekarang dinamakan “Lady-day”. Sekarang teramat jelas bahwa antara hari Natal dan Lady-day ini terdapat hubungan yang erat satu sama lain. Antara tanggal 25 Maret dan 25 Desember adalah tepat sembilan bulan. Selama sembilan bulan itulah Mesias Babylon dikandung. BAGIAN DUA: YESUS YANG LAIN Rencana TUHAN adalah indah dan terangkum ke dalam dua kata ini: “TUHAN menyelamatkan” (Ibrani: Yah’shuah). Tetapi tujuan Satan adalah untuk menggagalkan semuanya itu. Dengan menghasut manusia untuk berbuat kejahatan tidaklah cukup bagi Satan. Ia menemukan cara yang jauh lebih efektif. Caranya ialah dengan menyerongkan umat manusia dengan menciptakan mesias tandingan. Kata Satan, “Biarkan manusia mengira mereka telah beribadah kepada TUHAN dengan mengikuti jalan mesias-ku, jalan kesia-siaan.” Banyak orang berpikir bahwa AntiMesias atau Antikris itu adalah seorang penjahat yang kejam, berkelakuan buruk, dan bertampang sangar, sehingga dari wajah dan perbuatannya saja kita dapat mengenalinya sebagai Anti-Mesias. Mungkin ada benarnya, tetapi kita juga mengetahui bahwa Satan adalah bapa dari segala pendusta. Ia teramat mahir dengan segala tipu-muslihatnya. Jika mesias palsunya itu berwajah dan berperangai seram maka ia akan mudah dikenali dan rencana Satan pun pasti gagal. Tetapi mesias palsunya itu adalah Anti-Mesias yang tidak kita duga-duga – ia adalah manusia yang penuh wibawa, penuh cinta-kasih, baik hati, lemah-lembut, dan rupawan. Inilah dia “Yesus yang lain” yang disinggung oleh Paulus dalam 2 Korintus 11:4. Jika kita tidak jeli maka kita sulit untuk membedakan mana Mesias yang asli dan mana yang gadungan. Marilah kita simak tabel di bawah ini: MESIAS ASLI Lahir pada hari raya TUHAN Sukkot (15 Tishri). Hari-hari Raya-Nya adalah Paskah (14 Nissan) , Shavuot, Yom Kippur, Sukkot. Ia bukan datang untuk meniadakan hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya. Pengikut-Nya dilarang untuk mempergunakan simbol, ikon atau patung dalam ibadah. Beribadah hanya kepada TUHAN Elohim. MESIAS PALSU Lahir pada tanggal 25 Desember. Hari-hari Rayanya adalah Natal dan Easter. TAMMUZ Lahir pada tanggal 25 Desember. Hari-hari Rayanya adalah Natalis Invicti Solis dan Ishtar. Ia datang untuk meniadakan hukum Taurat dengan cara menggenapinya. Pengikutnya menggunakan simbol, ikon dan patung dalam ibadah. Anomos (2 Tesalonika). Yang meniadakan hukum Elohim. Ibadah dan devosi yang luar biasa terhadap ibundanya. Ibadah dan devosi yang luar biasa terhadap ibundanya. Pengikutnya menggunakan simbol, ikon dan patung dalam ibadah. Jika Mesias mengajarkan kebenaran (Yoh 8:31-32), maka Satan mengajarkan kebohongan (Yoh 8:44). Jika Mesias mengajarkan Taurat, maka Anti-Mesias mengajarkan bahwa kita tidak lagi berada di bawah hukum Taurat. Jika Mesias memberikan teladan di dalam hidup-Nya dengan merayakan hari-hari raya TUHAN, maka Roh Anti-Mesias sebaliknya berkata barangsiapa kedapatan masih merayakan hari-hari raya TUHAN akan menerima hukuman.19 Roh Anti-Mesias telah memperdaya orang percaya dengan meyakinkan mereka bahwa “sah-sah saja” untuk mencampur peribadatan berhala mereka dengan kepercayaan baru mereka. Satu hal yang bahkan tidak pernah disetujui oleh para rasul. Taurat mengatakan dengan jelas bahwa kita tidak boleh beribadah kepada TUHAN dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal TUHAN. “Maka hati-hatilah, supaya jangan engkau kena jerat dan mengikuti mereka, setelah mereka dipunahkan dari hadapanmu, dan supaya jangan engkau menanya-nanya tentang elohim mereka dengan berkata: Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada elohim mereka? Akupun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Elohimmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi TUHAN, apa yang dibenci-Nya, itulah yang dilakukan mereka bagi elohim mereka.” (Ul 12:30-31) Paulus juga mengulangi hal tersebut dalam suratnya: “Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu.” (Ef 5:11) Kasus Samaria adalah kasus yang nyata. Orang Samaria merupakan hasil pembauran antara sisasisa orang Israel yang tidak turut dalam pembuangan dengan orang-orang asing yang didatangkan ke sana. Ketika orang Samaria mencampur peribadatan Taurat dengan peribadatan berhala yang dibawa oleh orang-orang asing itu, mereka menjadikan peribadatan mereka tidak kudus di hadapan TUHAN. Yesus berkata, “Kamu [orang Samaria] menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami [orang Yahudi] menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari 19 Kaisar Konstantinus melalui dekrit Milan (313) menyatakan bahwa barangsiapa [di antara orang Kristen] yang kedapatan masih merayakan hari-hari raya Ibrani akan dihukum. bangsa Yahudi.” (Yoh 4:22). Jadi kenalilah apa yang kamu sembah itu dan janganlah kamu campurkan peribadatanmu dengan peribadatan mereka yang merupakan kekejian di mata TUHAN. Tetapi Satan berulang-kali menggunakan kaki-tangannya untuk menggagalkan semua rencana TUHAN yang luar biasa itu. “Ia akan mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi, dan akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi; ia berusaha untuk mengubah WAKTU DAN HUKUM [yang sudah ditetapkan TUHAN].” (Dan 7:25) Tujuan Satan adalah mengubah semua hari-hari raya yang telah ditetapkan TUHAN dengan harihari raya berhala buatannya. Ia akan sangat gembira jika tidak ada lagi orang yang ingat akan hari-hari raya TUHAN, jika tidak ada lagi suka cita menyambut hari-hari-Nya, jika semua orang berpaling dari hari-hari TUHAN kepada hari-hari berhala. Dan sejauh ini Satan boleh dibilang cukup berhasil. Tetapi dengan begitu apakah rencana TUHAN Elohim menjadi gagal ? Rencana TUHAN tidak pernah gagal. Nabi Zakharia telah menyatakan nubuatnya tentang keadaan di akhir zaman: “Maka semua orang yang tinggal dari segala bangsa yang telah menyerang Yerusalem, akan datang tahun demi tahun untuk sujud menyembah kepada Raja, TUHAN semesta alam, dan untuk merayakan hari raya Sukkot (Pondok Daun).” (Zak 14:16) Alkitab tidak pernah mengatakan apapun tentang hari Natal tetapi sebaliknya Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa akan tiba masanya ketika segala bangsa datang untuk merayakan hari raya Pondok Daun, yaitu hari kelahiran Mesias yang sesungguhnya – yang lahir dalam rencana TUHAN yang sempurna. Terjadilah apa yang menjadi rencanaMu TUHAN, amin. Rasul Yohanes juga memberikan kesaksiannya tentang akhir zaman bahwa akan tiba masanya Babylon dihancurkan oleh kuasa TUHAN. Dan pada dahinya tertulis suatu nama, suatu rahasia: "Babylon besar, ibu dari wanita-wanita pelacur dan dari kekejian bumi."… Yang penting di sini ialah akal yang mengandung hikmat: ketujuh kepala itu adalah tujuh gunung, yang di atasnya perempuan itu duduk...Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: "Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya… Dan seorang malaikat yang kuat, mengangkat sebuah batu sebesar batu kilangan, lalu melemparkannya ke dalam laut, katanya: "Demikianlah Babylon, kota besar itu, akan dilemparkan dengan keras ke bawah, dan ia tidak akan ditemukan lagi." (Wah 17:5,17:9,18:4,18:21) Kita tidak perlu untuk menjadi jenius untuk mengenali kota apa yang berdiri di atas tujuh gunung itu. Firman TUHAN berkata “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya…”. Dan sekali lagi Paulus menulis: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Elohim: apa yang baik, yang berkenan kepada Elohim dan yang sempurna.” (Rom 12:2) Apakah gereja anda memperbolehkan anda mengikuti cara hidup Yesus ? Apakah kepercayaan orang ini bila ia melakukan hal-hal berikut :          Disunat pada hari kedelapan. Memelihara Sabat pada hari Sabtu. Menghadiri sinagoga secara teratur. Merayakan hari raya Pesach, Hag ha-Matzah, Sukkot dan Hanukkah. Mengenakan tzitzit (jumbai pada jubah) seperti yang diperintahkan dalam Taurat (Bil 15:37-41). Adalah warganegara Israel. Kitab sucinya terdiri atas Taurat dan kitab para nabi. Mengerjakan perintah-perintah yang ada di dalam Taurat. Mengajarkan bahwa Shema (Ul 6:4-5) adalah hukum yang paling utama. Saya bisa menebak bahwa kebanyakan dari anda pasti akan dengan mudah menjawab – Yahudi. Nah sekarang mari kita lihat apakah anda juga dapat menebak apakah kepercayaan orang ini.       Tidak memelihara Sabat tetapi merayakan hari Minggu sebagai hari Tuhan. Datang ke gereja. Merayakan hari raya Easter (Paskah) dan Natal 25 Desember. Kitab sucinya terdiri atas "Perjanjian Lama" dan "Perjanjian Baru". Mengajarkan bahwa mereka tidak lagi di bawah hukum Taurat. Mengajarkan bahwa Gereja adalah pengganti Israel sebagai umat Elohim. Saya yakin jawaban anda tepat sekali lagi – Kristen. Sekarang mari kita lanjutkan pembicaraan kita lebih dalam lagi dengan menjawab pertanyaan ini — Jika seorang Yahudi ingin menjadi seorang Kristen, dapatkah ia tetap melanjutkan tata-cara ibadah Yahudinya ? Jawabannya 100% – TIDAK! Bagaimana bila sebaliknya ? Jika seorang Kristen ingin menjadi seorang Yahudi, dapatkah ia tetap melanjutkan tata-cara ibadah Kristennya ? Sekali lagi jawabannya 100% – TIDAK! Sangat jelas sekali bahwa bukan saja Yahudi dan Kristen merupakan agama yang berbeda, tetapi juga mereka saling berlawanan satu dengan yang lain dalam banyak hal. Ini merupakan fakta yang sangat mengherankan bila kita mencoba mengajukan lagi satu pertanyaan sederhana – tata-cara ibadah apakah yang dipraktekkan oleh Yesus selama hidupnya, Kristen, Yahudi, atau kedua-duanya ?        Yesus disunat pada hari kedelapan (Luk 2:27). Yesus memelihara Sabat pada hari Sabtu. Yesus datang dan mengajar di sinagoga secara teratur (Mat 4:23, Mrk 1:21, Luk 4:16,31). Yesus merayakan Pesach, Hag ha-Matzah (Mat 26:17; Mrk 14:12; Luk 2:41-42; 22:7-8; Yoh 2:13,23;), Sukkot (Yoh 7:1-44) dan Hanukkah (Yoh 10:22-23). Yesus mengenakan tzitzit (Mrk 6:56). Yesus adalah warganegara Israel (Mat 2:2; 27:37; Yoh 4:9). Kitab suci yang dipergunakan Yesus terdiri atas Taurat dan kitab para nabi.  Yesus mengajarkan bahwa Shema adalah hukum yang paling utama (Mrk 12:29-30). Jawaban dari pertanyaan di atas merupakan sebuah fakta biblikal bahwa Yesus adalah seorang Yahudi, hidup menurut tata-cara orang Yahudi, bukan menurut tata-cara Kristen, atau gabungan dari keduanya. Adalah sangat jelas bahwa Yesus adalah seorang Yahudi orthodoks yang amat taat dalam menjalankan agama (sebab jika Ia sendiri tidak memberikan teladan yang baik, tiada gunanya kita percaya Dia sebagai Mesias). Penemuan terpenting buat umat Kristen adalah kenyataan bahwa tidak ada bukti Yesus telah meninggalkan tata-cara hidup orang Yahudi dan berhenti menjadi orang Yahudi. Juga ajaran-Nya sama sekali tidak menunjukkan bahwa Ia ingin menciptakan agama baru – sebuah agama yang berbeda dengan tata-cara ibadah yang Ia sendiri praktekkan semasa hidup-Nya. Bagaimana mungkin Ia kemudian disebut-sebut sebagai pendiri agama baru ? Terutama sebuah agama yang bertentangan dengan agama dan tata-cara hidup yang Ia jalani ? Dapatkah anda menjawab YA pada pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ?         Mungkinkah seorang rabbi melarang ibadah sunat ? Mungkinkah seorang rabbi memindahkan hari Sabat ke hari lain ? Mungkinkah seorang rabbi menciptakan tempat ibadah baru selain sinagoga ? 20 Mungkinkan seorang rabbi memindahkan hari raya Pesach (Paskah) ke hari raya dewi Ishtar (Easter) ? Mungkinkah seorang rabbi menginginkan para pengikutnya untuk melestarikan perayaan Natalis Sol Ivictus (25 Desember, hari kelahiran dewa Saturnalia) sebagai hari lahirnya ? Mungkinkah seorang rabbi mengajarkan murid-muridnya supaya tidak lagi memelihara hukum Taurat ? Mungkinkah seorang rabbi mengajarkan supaya Shema tidak perlu lagi dipanjatkan ? Mungkinkah seorang rabbi mengajarkan pengikutnya untuk membenci Yahudi ? Jawaban atas semua pertanyaan di atas adalah: TIDAK MUNGKIN ada seorang rabbi yang melakukannya, termasuk juga seorang rabbi bernama Yesus! Jika Yesus tidak menciptakan sebuah agama baru yang anti-Yahudi, jadi siapa yang melakukannya ? Apakah itu pekerjaan pengikut-pengikut-Nya ? Apakah mereka tetap meneruskan cara hidup seperti yang dicontohkan Yesus atau mereka mengubahnya ? Kitab Kisah Para Rasul menyediakan banyak sekali informasi yang berharga bagi kita. Dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 kita melihat bagaimana cara hidup jemaat yang pertama. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Elohim. (Kisah Para Rasul 2:46). Perhatikan bahwa mereka sama sekali tidak merasa bahwa Yesus mengajarkan supaya mereka berhenti menjadi Yahudi. Berilah perhatian pada ayat di atas. Tidakkah anda melihat bahwa mereka tetap mendatangi Bait Elohim setiap hari ? Dari sini saja kita dapat melihat dengan jelas bahwa Yesus tidak menginginkan pemisahan para pengikut-Nya dari orang-orang Yahudi lainnya.21 20 Kata rumah ibadat (tempat ibadat) muncul berpuluh-puluh kali dalam "Perjanjian Baru". Kata tersebut diterjemahkan dari kata Yunani synagoge yang secara harafiah memang berarti rumah ibadat. Adalah menarik jika kita menggunakan kata sinagoga ketimbang rumah ibadat karena hal ini akan memunculkan nuansa yang berbeda. Pembaca akan merasakan hawa Yudaisme yang begitu kental dalam seluruh kitab "Perjanjian Baru" ! 21 Catatan-catatan sejarah juga membuktikan bahwa para pengikut Yesus mula-mula tetap beribadah bersama-sama dengan orang Yahudi di sinagoga, seperti contoh berikut: Kisah Para Rasul 21:17-26 mencatat kisah kembalinya Paulus ke Yerusalem dan pertemuannya dengan para penatua jemaat. Ingat baik-baik bahwa yang disebut dengan para penatua ini adalah orang-orang yang secara langsung diajar dan hidup bersama-sama dengan Yesus. Dan pimpinan mereka sendiri adalah Yakobus, saudara Tuhan Yesus (Gal 1:19). Kata-kata yang diucapkan Yakobus di depan Paulus mengandung informasi yang sangat berharga. "Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita…bawalah mereka bersama-sama dengan engkau…maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat." (Kisah Para Rasul 21:20-24) Sekali lagi anda bisa membaca sendiri bahwa jemaat yang mula-mula sama sekali tidak meninggalkan tata-cara hidup Yahudi yang selama ini mereka jalani. Bahkan sebaliknya, setelah mereka percaya kepada Yesus mereka menjadi semakin rajin (zealous) memelihara hukum Taurat. Ayat-ayat di atas memberikan kita gambaran bagaimana kehidupan jemaat yang mulamula. Apakah gereja anda menghasilkan buah yang sama: "rajin memelihara hukum Taurat" ? Perhatikan pula bahwa Paulus mengerjakan apa yang diminta oleh para penatua – untuk membuktikan bahwa ia tidak mengajarkan untuk melepaskan hukum Taurat. Dan itu dilakukannya menurut aturan di dalam Taurat yaitu bernazar dan melakukan persembahan (Bil 6:13-21). Paulus tetap hidup menurut hukum Taurat dan ia juga seorang yang taat. Bagaimana mungkin ia menjadi pembuat doktrin yang menganjurkan supaya kita tidak lagi melakukan hukum Taurat ? Hal ini akan dibahas lebih jauh di dalam buku ini, untuk saat ini mari kita simpulkan saja hal-hal yang pokok.    Pelayanan para rasul menyebabkan ribuan orang-orang Yahudi menjadi taat dalam memelihara Taurat. Jelas mereka sama sekali tidak mengajarkan bahwa "kita tidak lagi memelihara hukum Taurat karena kita sudah memperoleh kasih karunia" seperti yang sekarang dianut sebagai doktrin oleh Gereja masa kini. Jemaat yang mula-mula tetap menyunatkan anak-anak mereka dan meneruskan tata-cara hidup Yahudi. Mereka tidak berpindah ke sebuah agama baru. Jika kita menengok tindakan Paulus, setelah diminta untuk membuktikan bahwa ia tidak mengajarkan pembatalan Taurat, kita dihadapkan kepada dua kemungkinan : (a) Paulus dengan sengaja berpura-pura di hadapan para penatua dan jemaat di Yerusalem; atau (b) ajaran dan tulisan-tulisan Paulus telah dimanipulasi dan direkayasa oleh Bapa-bapa Gereja pada abad kedua hingga keenam. Apakah Paulus benar-benar hendak membohongi para penatua dengan berpura-pura di hadapan mereka ? Ingat, para penatua adalah orang-orang yang telah bersama-sama dan secara langsung diajar oleh Rabbi Yesus selama tiga tahun. Jika Paulus telah membohongi mereka, apakah anda tetap bersikeras meyakini ajaran dan tulisan-tulisannya ? Dan sebaliknya, jika perkataan Paulus "Sepeninggal Dia [Yeshua] murid-muridnya ada bersama-sama dengan orang Yahudi dan Bani Israel di sinagoga-sinagoga, bersembahyang dan berpuasa di tempat yang sama. Tetapi ada perbedaan pendapat antara mereka dan orang Yahudi mengenai Mesias." (Toldot Yeshu – abad keenam) telah diubah atau salah ditafsirkan oleh para Bapa Gereja, dapatkah kita mempertahankan iman dan kepercayaan kita kepada ajaran-ajaran palsu ? Bagaimana ajaran Yesus dan para pengikutnya bisa berubah dan berkembang seperti sekarang ini ? Untuk mulai menjawabnya, pertama-tama mari kita bertanya bagaimana sebuah agama yang mengajarkan pengikutnya untuk "memelihara hukum" menjadi sebuah agama yang mengajarkan "kita tidak lagi di bawah hukum". Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa hukum Taurat telah digenapi dengan kedatangan Yesus ke dunia. "Digenapi", menurut mereka, berarti Taurat telah dibatalkan dan pelaksanaan Taurat tidak memiliki arti penting dalam kekristenan. Itulah sebabnya mereka memakai istilah "Perjanjian Lama" dan "Perjanjian Baru". Sangat jelas, yang satu adalah lama dan yang satunya lagi baru sehingga yang lama sudah tidak berlaku lagi dan yang berlaku sekarang adalah yang baru. Akan tetapi menurut Yesus, "digenapi" berarti (1) tetap memelihara Taurat; dan (2) menafsirkan dan melaksanakannya secara benar sesuai dengan petunjuk dan bimbingan-Nya. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orangorang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:17-20) Para Bapa Gereja dan para pemikir-pemikir Kristen lainnya (yang notabene adalah orang-orang bukan Yahudi) terus menerus mengembangkan doktrin-doktrin mereka sepanjang abad kedua hingga abad keenam Masehi. Selama itu pula pernyataan-pernyataan mereka semakin bernada sarkasme terhadap Yahudi. Saya kutip satu di antaranya: "Jika kita masih saja menjalankan Yudaisme, kita mengakui bahwa kita belum menerima karunia Tuhan…Adalah salah berbicara tentang Yesus namun hidup seperti orang Yahudi. Karena Kristen tidak percaya Yudaisme tetapi Yudaisme di dalam Kristen." (St. Ignatius, uskup Antiokhia (98-117 M) – Surat kepada Jemaat Magnesia) Semangat anti Yahudi kemudian berkembang hampir di seluruh dunia kekristenan – dari mulai komunitas Kristen di Afrika, diwakili oleh Tertullianus (160-220 M), pendeta Persia Aphrahat (300-350 M) dari gereja Suriah, St. Yohanes Krisostomus (349-400 M) di Antiokhia, hingga Martin Luther (1483-1546) dan masih banyak lagi. Karya-karya tulis mereka banyak yang menyerang umat Yahudi dengan meneriaki mereka "budak-budak yang terbelenggu oleh hukum". Mereka mengklaim bahwa agama Yahudi dibiarkan terus berlanjut hanya untuk menjadi contoh sebuah degradasi moral dan menyebut orang-orang Yahudi "Christ Killer" ! Menurut anda bagaimana reaksi Yesus melihat tindakan mereka ini ?22 Menarik untuk menyimak perkataan Roland Knox: "Betapa anehnya Tuhan memilih orang Yahudi! Tetapi lebih aneh lagi orang-orang yang memilih Tuhan-nya orang Yahudi tetapi menolak lalu menghina orang Yahudi!" Ada beberapa hal yang perlu diingatkan. Agama Yahudi sekarang telah berkembang jauh dan sangat mungkin tidak sama seperti yang dipraktekkan oleh Yesus. Begitu pula, agama Kristen yang kita kenal sekarang berbeda dengan ajaran-ajaran Yesus yang dipercaya dan dijalankan oleh para pengikutnya mula-mula. Jelas sekali bahwa banyak hal telah terjadi sepeninggal Yesus dan para rasul-Nya yang mengakibatkan terpisahnya Kristen dari Yahudi. Sangat penting bagi keduanya, baik umat Kristen maupun umat Yahudi untuk memahami perubahan-perubahan yang ada. Anda harus mengetahui kapan perubahan itu dibuat, siapa orang yang bertanggung jawab membuat perubahan itu, dan mengapa mereka melakukannya. Selidikilah mana perubahan yang terjadi karena inspirasi Roh Kudus, mana yang dibuat karena nafsu keduniawian atas kekuasaan dan kekayaan, dan mana yang dibuat atas dasar rasa amarah, benci, penolakan, dan ketakutan. Saat ini terdapat sekitar 1,6 milyar umat Kristen di seluruh dunia – seorang raksasa yang tengah tertidur dan menunggu untuk dibangunkan. Jika mereka semua kembali kepada ajaran dan tatacara hidup seperti yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul, kita akan melihat revolusi moral dan spiritual yang akan mengguncang dunia. Apakah gereja anda memperbolehkan anda meniru cara hidup Yesus ? 22 Bd. Efesus 2:14 Memahami Panggilan Untuk Orang Bukan Yahudi Kita sering kali dihadapkan kepada pertanyaan, apakah perbedaannya antara menjadi orang Yahudi dengan bukan Yahudi dalam rencana keselamatan Elohim ? Apakah orang Yahudi mempunyai posisi yang lebih menguntungkan di dalamnya ? Apakah orang-orang bukan Yahudi perlu menjadi Yahudi untuk 'diselamatkan' ? Apa sebenarnya rencana TUHAN bagi orang-orang bukan Yahudi ? Bagaimana kita mesti memahami panggilan untuk orang bukan Yahudi ? Abraham Memasuki Perjanjian Semua orang yang ingin mempelajari Yudaisme dapat memulainya dengan mempelajari Kitab Suci, yang disebut dengan Perjanjian Lama. Kitab Suci tidak dimulai dengan kisah orang Yahudi atau agama orang Yahudi (Yudaisme). Sebelas bab pertama dari Perjanjian Lama sama sekali tidak berbicara tentang orang Yahudi. Seluruh Perjanjian Lama bahkan tidak juga berbicara tentang apa nama kepercayaan mereka itu. Perjanjian Lama tidak menyebutnya sebagai agama orang Yahudi karena bukan orang Yahudi yang menciptakan "agama" tersebut. Istilah Yudaisme dipakai hanya dalam pengertian bahwa bangsa Yahudi adalah satu-satunya bangsa yang diberikan hukum Elohim (Maz 147:19-20). Ada banyak generasi antara Adam, manusia pertama, dengan Abraham, bapa moyang orang Yahudi. Abraham ini dilahirkan dari orang-tua yang bukan Yahudi. Ia bukanlah orang Yahudi. Namun Abraham telah memperoleh panggilan khusus dari TUHAN. Abraham telah dipilih. Abraham telah dipanggil keluar. Itulah sebabnya ia dikatakan "orang Ibrani" (Kej 14:13), orang yang dipanggil keluar. Abraham kemudian menjadi pemeluk Yudaisme. Yudaisme dimulai dengan seorang imigran yang meninggalkan semuanya di belakangnya, rumahnya, orangtuanya dan keluarganya. Setiap orang yang masuk ke dalam Yudaisme adalah bagaikan Abraham, yang mempunyai orangtua yang bukan Yahudi. Tradisi mempunyai kisah tentang Terah, ayah Abraham, yang bekerja sebagai tukang pembuat patung berhala. Kita tidak tahu apa yang menjadi kepercayaan Abraham sebelumnya. Tradisi mengatakan bahwa Abraham mengenal TUHAN dari tenda Sem, kakek buyutnya. Tetapi Kitab Suci jelas mengisahkan bagaimana TUHAN memanggil dan Abraham mendengar. Mendengar disini tidak sama artinya dengan sekedar mendengar. Mendengar disini adalah responsif. Abraham percaya dan TUHAN memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran (Kej 15:6). Tetapi Abraham tidak sekadar percaya tanpa disertai oleh perbuatan (Yak 2). Iman Abraham adalah iman yang aktif (emunah). "Karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan Torah-Ku." (Kej 26:5). Orang yang bergabung ke dalam Yudaisme mengikuti jalan yang sama seperti Abraham, dan karena itu ia akan disebut Ben Avraham, anak Abraham. Israel Memasuki Perjanjian di Sinai Melalui Abraham, orang Yahudi memasuki perjanjian dengan Elohim. Mereka dituntut untuk "hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN dengan melakukan kebenaran dan keadilan" (Kej 18:19). Dan selanjutnya "olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kej 12:3). Ketika TUHAN memilih orang Yahudi sebagai umat yang diikatkan ke dalam perjanjian dengan-Nya, memang kesan yang ditimbulkan adalah seputar isu "umat pilihan" dan keistimewaan tertentu yang terdapat di dalamnya. Ini tentunya adalah suatu kesan yang keliru yang sering kali dicapkan pada diri orang Yahudi. Tetapi orang Yahudi sendiri jarang sekali memahami pemilihan itu sebagai pengistimewaan. Tradisi orang Yahudi mengisahkan bahwa Elohim telah berjalan menghampiri 70 bangsa di dunia dan menawarkan kepada mereka Torah, yang merupakan kontrak dari perjanjian itu. Mereka semua diberikan kesempatan yang sama. Namun akhirnya orang Yahudilah yang menerima perjanjian itu. Jadi Yudaisme tidak memiliki teologi yang didasari pada prinsip umat yang diistimewakan. Umat tidak dipilih karena mereka memiliki kualitas tertentu. Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga, maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu--bukankah kamu ini yang paling kecil dari segala bangsa? -- tetapi karena TUHAN mengasihi kamu...(Ul 7:78) Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu TUHAN, Elohimmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk! (Ul 9:6) Jadi umat Yahudi dipilih karena pertama-tama TUHAN mengasihi mereka. Sebagai umat-Nya mereka tidak sekedar diberikan hak istimewa tetapi justru tanggungjawab khusus. Mengutip perkataan Abraham J. Heschel, "Israel diciptakan untuk menjadi umat yang kudus. Inilah inti martabat dan hakikat hidup Israel". Bangsabangsa dalam bahasa Ibrani adalah goyim. Pada mulanya bangsa Yahudi juga merupakan bagian daripada bangsa-bangsa itu (goyim). Tetapi mereka kemudian terikat kepada suatu perjanjian yang memisahkan mereka dari goyim yang lain. Salah satu peranan yang harus dipikul Israel adalah menjadi bangsa imam (Kel 19:6). TUHAN telah menunjukkan kekudusan-Nya kepada bangsa Israel di hadapan bangsabangsa (Yeh 20:41). Untuk membuktikannya, Ia telah melakukan perbuatanperbuatan yang ajaib, seperti yang belum pernah diperbuat-Nya di antara bangsabangsa lain (Kel 34:10). Ia memberikan Israel Torah, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak mengenal hukum-Nya (Maz 147:19-20). Israel diberikan milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa (Yer 3:19). Bagi Israel ini merupakan hak yang sangat istimewa sekaligus tanggung-jawab yang sangat besar. Mereka harus mempengaruhi dunia, bukan dunia yang mempengaruhi mereka. Israel dilarang untuk berjalan menurut kebiasaan bangsa-bangsa lain (Im 20:23, Yer 10:2), menyembah elohim-elohim mereka (Ul 29:17) atau belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa-bangsa itu (Ul 18:9,14). Mereka harus dipisahkan dari apa yang disebut TUHAN sebagai kenajisan bangsa-bangsa (Yos 23:7, Ezr 6:21). Jika Israel berjalan dalam segala ketetapan dan perintah TUHAN tersebut, maka mereka akan menjadi berkat bagi segala banga (Yer 4:1-2, Zak 8:13). Janji TUHAN kepada Abraham, bahwa segala bangsa akan memperoleh berkat melaluinya dan keturunannya (Kej 18:18), bukan hanya berkat keselamatan dari Mesias, tetapi berkat itu adalah juga firman TUHAN yang dipercayakan kepada mereka untuk diberitakan kepada bangsa-bangsa lain (Rom 3:2). Mesias berkata kepada seorang perempuan Samaria, "Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi." (Yoh 4:22) Dan salah satu fungsi dari seorang imam adalah mengajarkan manusia lainnya tentang jalan TUHAN. Israel sebagai sebuah bangsa harus mengajarkan kepada bangsa-bangsa lain tentang jalan TUHAN, tentang kebajikan dan kebenaran. Mereka harus menjadi terang bagi segala bangsa (Yes 49:6). Orang Yahudi terikat kepada perjanjian di Sinai. Perjanjian itu melibatkan 613 perintah di dalamnya, sebanyak jumlah perintah yang terdapat di dalam kitab Taurat. Ke-613 perintah ini sama sekali tidak berhubungan dengan isu keselamatan atau hidup yang kekal. Teologi Kristen sering kali salah memahami Torah dan memahaminya sebagai hukum. Torah dipandang sebagai sesuatu yang membuahkan hukuman yang mematikan. Disini Yudaisme kemudian dipandang sebagai agama legalistis, dimana seseorang mesti berusaha untuk menghindari hukuman yang mematikan itu dengan mengerjakan segala perintah dengan teliti, yang pada akhirnya berlawanan dengan Kristen yang ditandai dengan "anugerah" itu. Torah bukanlah hukum, tetapi adalah pengajaran dan pengarahan hidup. Orang Yahudi memandang perintah-perintah tersebut, mitsvot tersebut, berhubungan dengan keseluruhan hidup mereka. Perintah itu seharusnya menjadi pemandu hidup orang Yahudi sepanjang hayatnya. Mitsvot tersebut pertanda bahwa ada TUHAN yang memperhatikan umat-Nya. Hidup sebagai umat-Nya mewajibkan mereka untuk menjadi kudus. Kudus disini mempunyai pengertian "dipisahkan dan selanjutnya dipakai untuk tujuan khusus". TUHAN telah memisahkan umat Israel untuk dipakai demi tujuan khusus yaitu menjadi saksi-saksi TUHAN. Menjadi Yahudi lebih sekedar memiliki iman atau kepercayaan tertentu. Iman menurut Yudaisme, bukanlah soal meyakini ada Tuhan atau tidak. Iman Yahudi, emunah, adalah suatu kerinduan untuk melayani TUHAN melalui praktik keadilan dan belas-kasih. Iman adalah suatu tindakan moral. Iman selalu berhubungan dengan upaya imitatio Dei, yaitu menjadikan Tuhan itu nyata dalam dunia ini. Tuhan adalah transenden dan tugas orang Yahudilah untuk menjadikan-Nya imanen. Pandangan Yudaisme Terhadap Goyim Tetapi Kitab Suci tidak berbicara tentang orang Yahudi saja. Kitab Suci juga berbicara tentang bangsa-bangsa lain, tentang goyim. Tidak ada perbedaan antara keduanya, kecuali ikatan perjanjian yang diadakan TUHAN dengan bangsa Yahudi. Kitab Suci dimulai dengan kisah penciptaan manusia. Mengapa TUHAN menciptakan seorang manusia dan bukan sekelompok manusia, seperti yang Ia lakukan terhadap ciptaan lainnya ? Dalam Yudaisme tindakan TUHAN ini dipahami untuk mencegah satu manusia berkata, "Aku lebih hebat dari engkau, ayahku lebih hebat dari ayahmu," oleh sebab kita semua berbagi nenek moyang yang sama, yaitu Adam. Jadi Kitab Suci dan Yudaisme sama sekali tidak mendukung gagasan rasisme. Tidak ada keistimewaan seseorang yang lahir sebagai Yahudi. Orang Yahudi adalah juga anak Adam seperti halnya goyim. Semua orang dapat menjadi Yahudi, semua orang dapat masuk (agama) Yahudi. Yudaisme terbuka bagi siapa saja yang mau masuk. Namun akan tertutup bagi siapa saja yang mau meninggalkannya. Secara halakha, seseorang tidak bisa berhenti menjadi Yahudi. Setiap orang Yahudi, yang lahir dari ibu Yahudi atau yang masuk ke dalam (agama) Yahudi, adalah seorang Yahudi dan akan tetap begitu. Ia tidak dapat membatalkan kontrak perjanjian dengan TUHAN, sebagaimana TUHAN tidak pernah membatalkan perjanjian-Nya. Seandainya seseorang Yahudi berpindah ke agama lain, ia tetap saja adalah orang Yahudi walau kini ia akan dipandang sebagai orang Yahudi yang murtad. Yudaisme sering kali memahami posisi goyim dalam terang perjanjian antara Elohim dan Nuh. Melalui Nuh setiap goy terikat ke dalam perjanjian tersebut. Dalam tulisantulisan rabbinik (t.Avod. Zarah 8:4; b.Avod. Zarah 64b; j.Avod. Zarah 2:1; b.San. 56-60; b.Yoma 28b; Midrash Rabbah Kej. 34) perjanjian ini disarikan ke dalam tujuh perintah, mulai dari perintah kepada Adam sampai kepada Nuh: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jangan menyembah berhala Jangan menghujat Tuhan Jangan membunuh Jangan berbuat cabul Jangan mencuri Jangan memakan hewan dengan cara-cara yang tidak layak Mendirikan tatanan masyarakat yang berdasarkan hukum dan keadilan Nilai perjanjian Nuh adalah "humanisme", yang juga memasukkan kemanusiaan orang Yahudi ke dalamnya. Tujuh perintah di atas menjadi dasar atau standar minimum nilai-nilai kehidupan umat manusia. Setiap orang yang hidup dalam ketaatan menjalani perintah-perintah ini akan memiliki tempat di olam haba, "dunia akan datang" itu. Jadi sejak mulanya Goyim telah memiliki hubungan yang dinamis dengan TUHAN. Dalam Kitab Suci kita banyak menjumpai goyim yang mempunyai hubungan yang indah dengan TUHAN. Mereka ini sering kali disebut sebagai "anak Nuh", "geir toshav", "takut akan TUHAN", contohnya:          Ayub, lelaki dari negeri Us (Ayub 1:1) adalah "orang yang takut akan TUHAN" (Ayub 1:1, 5, 8; 2:3) Abimelekh (Kej 20:4) Yithro imam Midian (Kel. 18:1, 2-27) Sebuah angkatan orang Niniwe (Yunus 1:1-2; 3:1-10) Nebukadnezzar pada akhirnya menerima Elohim Israel (Dan.4:33-37) Uria orang Het (2Sam. 11:6-13) Seorang perwira Romawi (Lk. 7:2-10; Mt. 8:5-10) Kornelius, perwira Romawi (Kis 10:1-48) Orang-orang di Tesalonika (Kis 17:4, 17) Goyim Memasuki Perjanjian Melalui Mesias Tetapi kita mengetahui pula bahwa hampir seluruh goyim gagal untuk mempunyai hubungan yang seperti ini, seperti yang diterangkan Rav Shaul (Paulus) dalam Roma 1:18-32. Kekejian mereka menyebabkan mereka jauh dari TUHAN dan dekat dengan penghukuman-Nya. Tetapi TUHAN bukanlah Elohim yang kejam. Adalah rencana TUHAN untuk tidak membinasakan mereka tetapi menarik mereka menjadi dekat kepada-Nya. TUHAN tidak membeda-bedakan manusia. Ia juga memperkenalkan keselamatan-Nya dan menyatakan keadilan-Nya di hadapan goyim (Maz 98:2). Sebab Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat (2 Pet 3:9). Mereka yang dahulu tidak termasuk kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Elohim di dalam dunia (ayat 11-13), telah dijadikan - bukan lagi sebagai orang asing (nokrim) tetapi - kawan sewarga dari Israel (ayat 19-20). Sekarang mereka adalah anak-anak Abraham, orang-orang yang mengikuti panggilan yang sama seperti Abraham, dan dengan begitu turut mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan TUHAN kepada Abraham (Kej 18:18). Shaul menegaskan pula bahwa orang-orang percaya yang bukan Yahudi itu, sebagai cabang dari pohon zaitun liar, telah dicabut dari pohon mereka untuk dicangkokkan pada pohon zaitun sejati, dimana orang Yahudi menjadi cabang utamanya (Roma 11:18-19,24). Perintah Mesias, "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan basuhlah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan (Torah) kepadamu." (Mat 28:19-20) Kedatangan Mesias merupakan perwujudan dari kehendak tersebut yakni untuk menyelamatkan umat-Nya, Yahudi atau bukan (Rom 1:16). Shaul menerangkan hal tersebut sepanjang Efesus 2:11-20. Sekarang tidak ada lagi perbedaan antara yang Yahudi dengan yang bukan Yahudi karena kedua pihak telah dipersatukan oleh Mesias dengan merubuhkan tembok pemisah yang membatasi mereka (ayat 14). Dalam Bait Elohim pada zaman itu, terdapat tembok yang memisahkan antara ruangan untuk orang Yahudi dengan ruangan untuk orang bukan Yahudi. Orang bukan Yahudi tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam ruangan orang Yahudi. Shaul menerangkan bahwa tembok pemisah itu sekarang telah dirubuhkan oleh Mesias (ingat pada waktu itu Bait Elohim masih berdiri). Orang-orang bukan Yahudi diundang untuk bergabung ke dalam persemakmuran Israel, ke dalam ruangan yang sama dengan Israel, untuk beroleh jalan masuk kepada Bapa (ayat 17-18). Orang-orang bukan Yahudi dipanggil untuk bergabung ke dalam sistem kepercayaan Israel dan bukan sebaliknya. Jika kita menyelidiki Kitab Suci maka kita akan menemukan bahwa Kitab Suci selalu berbicara dengan konsisten tentang pesan ini seperti dalam Yes 14:1, Yes 56:6 dan Zak 8:23. Sebab TUHAN akan menyayangi Yakub dan akan memilih Israel sekali lagi dan akan membiarkan mereka tinggal di tanah mereka, maka orang asing akan menggabungkan diri kepada mereka dan akan berpadu dengan kaum keturunan Yakub. (Yes 14:1) Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama TUHAN dan untuk menjadi hamba-hamba-Nya, semuanya yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang berpegang kepada perjanjian-Ku. (Yes 56:6) Beginilah firman TUHAN semesta alam: "Pada waktu itu sepuluh orang dari berbagaibagai bangsa dan bahasa akan memegang kuat-kuat punca jubah seorang Yahudi dengan berkata: Kami mau pergi menyertai kamu, sebab telah kami dengar, bahwa Elohim menyertai kamu!" (Zak 8:23) Goyim Diundang Masuk Ke Dalam Kerajaan Imam Istilah yang sering dipakai di dalam Kitab Suci untuk goyim yang bergabung ini adalah geir (tunggal) atau geirim (jamak). Geir adalah sebuah kata Ibrani yang berarti "orang asing". Dalam Kitab Suci, geir dibedakan dengan nokrim. Jika nokrim mengacu kepada orang asing yang tinggal sementara di tengah-tengah Israel atau kepada orang Kanaan asli, geir mengacu kepada orang bukan Israel asli yang menetap bersama-sama orang Israel. Dalam perkembangannya kata geir kemudian menunjuk kepada orang yang masuk untuk memeluk kepercayaan yang sama dengan Israel. Mereka kemudian disebut sebagai geir toshav (untuk wanita geirah toshevet), secara harafiah artinya "geir yang baik". Menjadi geir toshav membuat orang tersebut terhitung bersama-sama sebagai orang Israel dan dengan demikian memperoleh bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Satu hukum berlaku bagi orang Israel asli dan bagi mereka geirim toshavim (Kel 12:49, Im 24:22, Bil 15:15-16). Dan satu keselamatan bagi orang Israel asli dan bagi mereka geirim toshavim (Ul 30:19-20, Yes 56). Namun menjadi geir toshav tidak sama artinya telah menjalani konversi menjadi Yahudi. Geir toshav tetap adalah secara lahiriah bukan Yahudi (geir arel). Tetapi kebanyakan geir toshav melakukan konversi di kemudian hari. Ritual konversi ini meliputi permandian dan sunat (b.Yebamot 47a). Mereka yang melakukan konversi dan memelihara Torah secara penuh (Gal 5:2) kemudian disebut sebagai geir tseddek atau geir emet, "geir yang benar", sedangkan mereka yang tidak melakukan konversi dinamakan geir sha'ar, artinya "geir di pintu gerbang" sebab mereka memilih tidak masuk dan hanya berdiam di pintu gerbang. Konversi disini adalah BUKAN untuk tujuan keselamatan (sebab keselamatan hanya melalui iman) melainkan untuk bergabung ke dalam Am-Yisrael, untuk menerima tanggung-jawab khusus sebagai mamlekhet kohanim ve-goy kadosh, "kerajaan imam dan bangsa yang kudus". Konversi sama sekali di luar isu keselamatan. Seseorang yang tidak mengikuti konversi tetap memperoleh keselamatan dan tidak kehilangan tempat di olam haba. Tetapi mereka tidak akan terhitung ke dalam kerajaan imam. Mereka tidak boleh masuk ke dalam tempat kudus-Nya (Yeh 44:9). Mereka tidak dapat berpartisipasi dalam Perjamuan Tuhan (Kel 12:48). Mereka tidak akan menjadi pengantin Mesias dan mereka tidak akan memerintah bersama-sama Mesias. Mungkin kemudian orang menjadi bertanya-tanya apakah sebenarnya keselamatan itu ? Banyak orang mungkin menjawab keselamatan itu adalah masuk surga dan terhindar dari neraka. Jawaban tersebut benar tetapi tidak lengkap. Keselamatan TUHAN lebih dari sekedar menyelamatkan orang dari api neraka. Keselamatan TUHAN pada hakikatnya adalah mengembalikan manusia ke dalam tujuannya yang mula-mula sewaktu ia diciptakan yaitu sebagai imam. Setiap orang dapat menjadi imam melalui Yahushua Ha-Mashiach. Peran imam ini bukan saja memberikan hak istimewa, tetapi juga membutuhkan tanggung-jawab dan pengorbanan, kerelaan untuk "membedakan" diri dari gaya hidup yang dianut dunia. Inilah jalan hidup Torah di dalam Mesias. Supaya orang mengetahui bahwa Ialah TUHAN, Elohim kita (Yeh 20:20). SATU TUHAN, SATU UMAT, SATU PENGAJARAN (AJARAN KETAUHIDAN DI DALAM ALKITAB) Tauhid adalah ajaran yang menekankan kepada keesaan Elohim. Dalam pemahaman Ibrani keesaan Elohim merupakan hal yang mutlak dan tidak dapat digugat. Oleh sebab itu sistem kepercayaan Ibrani dikatakan sebagai "agama monotheisme" murni. Apabila kita membaca Alkitab maka kita akan menemukan ajaran ketauhidan ini di dalam setidaknya tiga pernyataan: satu Tuhan, satu umat dan satu pengajaran. Tulisan ini akan mengulas tentang ketiga macam tauhid tersebut. SATU TUHAN Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian, tidak ada Elohim selain daripadaKu." (Yesaya 44:6) Berulang kali Alkitab menegaskan bahwa hanya ada satu Elohim yang benar (Kel 20:1,3; Ul 4:35,39; 1 Sam 2:2; 1 Raj 8:60; Yes 45; Yes 46:9; Yoel 2:27; Yoh 17:3; 1 Kor 8:4-6; Ef 4:6) dan supaya manusia hanya menyembah kepada-Nya saja. Ini adalah doktrin fundamental dan senantiasa menjadi landasan dari monotheisme Ibrani. Doktrin ini ditegaskan ke dalam bentuk doa syahadat iman yang dinamakan Shema (dengarlah). "Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN Elohim kita, TUHAN itu esa (Shema Yisra`el, Adonai eloheynu, Adonai echad)." (Ulangan 6:4) Shema kemudian menjadi landasan utama monotheisme orang Israel. Shema telah menjadi nafas bagi kepercayaan mereka, pengakuan iman mereka, doa dan perintah yang paling utama. Dimana pun dan kapan pun mereka berada, mereka harus membicarakannya dan mengimaninya. Mereka diperintahkan untuk mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak mereka, membicarakannya baik di rumah maupun di dalam perjalanan dan mengucapkannya dua kali sehari, pagi dan petang (Ul 6:7). Dalam penekanan yang lebih kuat, mereka juga diperintahkan untuk menjadikan Shema sebagai "tanda di tangan dan lambang di dahi" serta menuliskannya pada tiang-tiang pintu rumah dan pintu gerbang (Ul 6:8-9). Shema lantas dipandang sebagai perintah yang paling utama di dalam Taurat dan berfungsi sebagai fondasi bagi perintah-perintah lainnya. Pandangan yang sama ditegaskan pula oleh Mesias, 1400 tahun kemudian, ketika diri-Nya ditanya oleh seorang ahli Taurat : "Hukum manakah yang paling utama ?" Jawab Yesus : "Hukum yang terutama ialah : Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN Elohim kita, TUHAN itu esa." (Markus 12:29) Jawaban tersebut serta merta diamini oleh ahli Taurat itu: "Tepat sekali, Guru, benar kataMu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain [allos] kecuali Dia." (Markus 12:32) Kata allos yang digunakan dalam teks Yunani mempunyai arti "yang lain dari yang sejenis". Jadi tidak ada Elohim lain yang seperti Dia dan tidak ada suatu apapun yang serupa dengan-Nya. TUHAN adalah Satu. Ia begitu uniknya sehingga kita tidak dapat membandingkan-Nya dengan apapun. Selain esa dan unik, TUHAN adalah kekal (Ul 33:27; Mzm 93:2; Yes 40:28; Yer 10:10). Dari sini kita memahami bahwa TUHAN adalah tak terhingga atau tak terbatas. Dalam mistisisme Yahudi istilah Eyn Sof digunakan untuk menerangkan TUHAN sebagai yang kekal, tak terhingga dan tak terbatas. Eyn adalah kata Ibrani yang berarti "tidak ada" atau "tanpa", sementara Sof berarti "akhir, batas, atau definisi". Jadi TUHAN adalah Eyn Sof, TUHAN adalah tidak terdefinisi. Tidak ada satu pun cara bagi manusia untuk menerangkan Eyn Sof, menerangkan TUHAN atau memberikan Dia gambaran sesuai dengan khayalan kita. TUHAN senantiasa tidak dapat ditangkap oleh daya pikir manusia. Sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan untuk itu. Di samping menerangkan tentang keesaan dan ketidak-terbatasan TUHAN, ajaran tauhid ini juga menegaskan bahwa TUHAN tidak berubah (Mal 3:6). Dia tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 13:8). SATU UMAT "Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa." (Yesaya 42:6) TUHAN telah memilih satu bangsa, bangsa Israel, dalam rancangan keselamatanNya bagi seluruh umat manusia (Mzm 135:4; Yoh 4:22). Bangsa Israel dipilih bukan karena mereka adalah bangsa yang terbaik atau yang terbesar di dunia tetapi karena kasih-Nya dan janji-Nya di depan nenek moyang Israel (Ul 7:6-8). Sebagai umatNya, TUHAN memisahkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal Elohim. Hal ini sama sekali bukan untuk menciptakan semacam eklusifisme. Maksudnya adalah supaya mereka tidak mengikuti kelakuan bangsa-bangsa lain tetapi sebaliknya untuk menjadi terang, teladan atau patron bagi bangsa-bangsa lain. Mereka harus menjadi bangsa imam, bangsa yang mendorong bangsa-bangsa lain untuk datang mengenal Elohim (Zak 8:23). Rancangan keselamatan-Nya adalah untuk segala bangsa. TUHAN bukanlah milik tunggal bangsa Israel tetapi Ia adalah yang empunya segala bangsa (Mzm 82:8). Alkitab mengajarkan bahwa TUHAN adalah Elohim bagi segala bangsa (Mzm 86:9) dan Elohim dari satu umat (Yes 66:23). Ia akan mengumpulkan seluruh bangsa di dunia untuk masuk menjadi umat-Nya (Yes 66:18). Kedatangan Mesias merupakan perwujudan dari kehendak tersebut yakni untuk menyelamatkan umat-Nya, Yahudi atau bukan (Rom 1:16). Paulus menerangkan hal tersebut sepanjang Efesus 2:1120. Sekarang tidak ada lagi perbedaan antara yang Yahudi dengan yang bukan Yahudi karena kedua pihak telah dipersatukan di dalam Mesias. Orang-orang bukan Yahudi itu diundang masuk ke dalam persemakmuran Israel untuk memperoleh jalan masuk kepada Bapa. Mereka memang tidak dilahirkan sebagai orang Yahudi tetapi kini mereka juga adalah anak-anak Abraham – dengan begitu mereka turut mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan oleh TUHAN kepada Abraham (Kej 18:18). Paulus menegaskan pula bahwa orang-orang percaya yang bukan Yahudi itu dicangkokkan pada pohon zaitun sejati, dimana orang Yahudi menjadi cabang utamanya. "Janganlah kamu bermegah terhadap cabang-cabang itu! Jikalau kamu bermegah, ingatlah, bahwa bukan kamu yang menopang akar itu, melainkan akar itu yang menopang kamu. Mungkin kamu akan berkata: ada cabang-cabang yang dipatahkan, supaya aku dicangkokkan di antaranya sebagai tunas. Sebab jika kamu telah dipotong sebagai cabang dari pohon zaitun liar, dan bertentangan dengan keadaanmu itu kamu telah dicangkokkan pada pohon zaitun sejati, terlebih lagi mereka ini, yang menurut asal mereka akan dicangkokkan pada pohon zaitun mereka sendiri." (Roma 11:18-19,24) Ketika TUHAN merubuhkan tembok pemisah antara orang Yahudi dan bukan Yahudi, Ia tidak mengundang orang Yahudi untuk menjadi seperti orang bukan Yahudi. Sebaliknya Ia mengundang orang-orang bukan Yahudi untuk bergabung bersama umat-Nya, orang Yahudi. Sedangkan pohon zaitun sejati itu sendiri adalah Mesias yang menjadi sumber kehidupan kita – Ia adalah akar tersebut, dan jika Ia berangkat dari akar Ibrani, begitu pula kita. Pohon zaitun sejati mengingatkan kita akan kasih Elohim dan kehendak-Nya agar semua cabang-cabang-Nya itu berkelimpahan buah. SATU PENGAJARAN TUHAN memilih bangsa Israel dan mempercayakan firman-Nya kepada mereka (Rom 3:2). Ketika Ia menghendaki umat-Nya untuk hidup kudus di hadapan-Nya, Ia menurunkan Taurat-Nya sebagai pedoman hidup, "supaya baik keadaanmu" (Ul 4:40). Supaya kita mengerti bagaimana hidup kudus di hadapan-Nya (Im 19:2). Kata Taurat itu sendiri dalam bahasa Ibrani artinya "pengajaran". Yang mengajar disini adalah TUHAN dan yang diajar adalah umat yang sudah ditebus oleh-Nya. Seluruh Taurat-Nya itu yang dikatakan oleh Daud sebagai firman-Nya, perintah-Nya, titah-Nya, aturan-Nya, peringatan-Nya, ketetapan-Nya, jalan-Nya dan hukum-Nya (Mzm 119). Jadi Taurat adalah hukum Elohim. Dan sama seperti TUHAN menghendaki satu umat, Ia juga menghendaki seluruh umat-Nya itu berjalan dalam satu hukum, satu pengajaran, satu sumber yaitu TUHAN semesta alam. Alkitab berungkali menegaskan perihal kesatuan hukum ini. "Satu hukum saja akan berlaku untuk orang asli dan untuk orang asing yang menetap di tengah-tengah kamu." (Ulangan 12:49) "Satu hukum berlaku bagi kamu, baik bagi orang asing maupun bagi orang Israel asli, sebab Akulah TUHAN, Elohimmu." (Imamat 24:22) Keseluruhan Yesaya 56 juga berbicara tentang hal ini. Dalam frase tersebut dikisahkan bagaimana orang asing dan orang kebiri mempertanyakan nasib mereka setelah bergabung menjadi umat-Nya (ayat 3). Terhadap pertanyaan itu TUHAN telah memberikan jawaban yang tegas bahwa mereka mempunyai kesamaan status di hadapan-Nya. Jikalau mereka senantiasa memelihara hari Sabat-Nya dan selalu berpegang kepada perjanjian-Nya maka mereka akan turut mendapat bagian dalam perjanjian tersebut. Kesamaan status ini juga mencerminkan bagaimana rencana Elohim bekerja sama persis, baik untuk orang Yahudi maupun bukan Yahudi. Sehingga sama seperti bangsa Israel dahulu dibebaskan dari belenggu perbudakan untuk menjadi umat-Nya, sekarang kita telah dibebaskan oleh-Nya dari belenggu dosa untuk menjadi umat-Nya. Dan sebagai umat-Nya kita juga diminta untuk hidup kudus dengan menuruti pedoman Taurat-Nya (Mat 5:17-20; 1 Yoh 2:3-7). Sekarang, mari kita lihat lebih dekat apakah yang terjadi di Zaman Messianis kelak. Segala ujung bumi akan ingat dan berbalik kepada TUHAN dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya (Maz 22:27, 72:11). TUHAN akan menyatakan diri-Nya di hadapan bangsa-bangsa yang banyak (Yeh 38:23) dan segala bangsa akan datang dan melihat kemuliaan-Nya (Yes 66:18, Yeh 39:21). TUHAN akan ditinggikan di antara bangsa-bangsa (Maz 46:10, 113:4) dan nama-Nya besar di antara bangsa-bangsa (Mal 1:11). Dan akhirnya TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu TUHAN adalah satu-satunya dan nama-Nya satusatunya." (Zak 14:9). RAHASIA JUBAH DOA IBRANI TALLIT Mengapa dikatakan Rahasia Jubah Doa Ibrani ? Selama 2000 tahun Gereja telah menyembunyikan Jubah Doa Ibrani ini. Manakala kita memperhatikan gambar Yeshua (Yesus) yang sedang mengetuk pintu atau gambar-gambar Yeshua lainnya, maka kita akan melihat bahwa Yeshua menggunakan pakaian terusan putih. Gambaran bahwa Yeshua menggunakan Jubah Doa Ibrani (Tallit) tidak pernah dilukiskan bahkan dalam khotbah-khotbah selalu disembunyikan. Apabila kita melihat Lukas 8: 43-48, perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan yang menjamah Jumbai Jubah-Nya dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya. Apakah yang dimaksud dengan Jumbai Jubah-Nya ? Bilangan 15 : 37-41 Tuhan berfirman kepada Mose:”Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka, bahwa mereka harus membuat jumbai-jumbai pada punca jubah mereka, turun temurun, dan dalam jumbai-jumbai itu haruslah dibubuh benang ungu kebirubiruan. Maka jumbai itu akan mengingatkan kamu apabila kamu melihatnya, kepada segala perintah Tuhan, sehingga kamu melakukannya dan tidak lagi menuruti hatimu atau matamu sendiri, seperti biasa kamu perbuat dalam ketidaksetiaanmu terhadap Tuhan. ……. Ulangan 22 : 12 Haruslah engkau membuat tali yang terpilin pada keempat punca kain penutup tubuhmu Tallit (Jubah doa Ibrani) adalah mantel segi empat yang menyerupai selendang/selimut yang digunakan pria sebagai syal diatas jubahnya. Ayat tersebut menunjukan kekhususan, kudus, terpisah dari mantel/jubah sejenisnya. Tallit memiliki empat sudut yang disebut Punca yang diikatkan benang putih dan benang biru keunguan yang disebut Tzitzit. Pada satu sisi panjang dari Tallit ini terdapat Atarah (Mahkota). Oleh karena kedua unsur ini, Tallit dipandang sebagai tanda kerajaan dan keimaman. Atarah adalah hiasan sisi panjang Tallit yang dibuat dari bordiran berkat yang diucapkan ketika Tallit dikenakan, yaitu Barukh ata Adonai, Eloheinu melekh ha ‘olam asher kid’shanu b’mitsvotav v’tzivanu l’hitateif b’tzitzit l yang artinya Diberkatilah Engkau YHWH Tuhan kami, Raja semesta alam, Yang menguduskan kami dengan perintahperintahNya dan yang memerintahkan kami untuk mengenakan Tzitzit. Mengapa kerah Tallit ini disebut Atarah (Mahkota) : Pertama ketika kita berdoa perlu perhatian penuh kepada HaShem. Pada waktu Tallit ditaruh diatas kepala, bagian Atarah ini terlihat seperti mahkota. Apabila kita mengingini mahkota dikepala kita, cara terbaik adalah berdoa. Kedua Atarah mengingatkan kita kepada perintah Taurat pada Bilangan 15 : 3741 dan Ulangan 22 :12 Tzitzit (tzadi-yod-tzadi-yod-tav) merupakan jumbai panda punca jubah doa yang berjumlah empat buah (pl tzitziyot). Tzizit terdiri dari 4 benang,satu yang panjang dan tiga yang lebih pendek. Benang yang lebih panjang disebut shamash atau pelayan; warnanya pun tekhelet, biru ungu yang menyatakan langit atau surga. Benang shamash menggambarkan Mesias. Setelah Bait Suci kedua runtuh mereka memakai warna hitam. Tetapi sejak abad 18 warna tekhelet mulai dipakai kembalai setelah ditemukan zat warna tekhelet dalam kerang Meditranea.Saat ini warna tekhelet dapat di buat dari zat warna kuning dengan bantuan sianar matahari Keempat benang tersebut dimasukan kedalam lubang pada tiap punca. Kemudiaan diikat sehingga menjadi jumbai yang terdiri dari 8 benang. Ikatan benang pada setiap jumbai berjumlah 5 buah. Benang dan ikatannya berjumlah 13. Dalam abjad ibrani, huruf juga merupakan angka. Karenanya setiap kata mempuyai angka tertentu yang disebut gematria. Gematria untuk kata tzittzit adalah 600 (tzadi=90, yod=10, tav=400). Ketiga komponen ini dijumlahkan 8 benang + 5 ikatan + 600 grematria Tzitzit = 613. Inilah jumlah perintah-perintah YHWH Elohim dalam torah! Sebelum ada mesin cetak Tuhan telah mempublikasikan perintah-perintahNya melalui tzittzit! Luar biasa. Masih ada rahasia lain yang dahsyat. Dalam tzittzit terdapat 4 kumparan benang. Kumparan yang pertama terdiri dari 7 lilitan, kedua 8 lilitan, ketiga 11 lilitan, keempat 13 lilitan. Jumlah dua lilitan pertama adalah 15 yang dalam alfabet Ibrani menunjukan huruf YOD (10) dan HE (5). Kumparan ketiga bernilai 11 yang menunjuk pada huruf WAW (6) dan HE (5). Kumparan keempat bernilai 13 yang menunjuk pada huruf ALEF (1) dan KHET (8) dan DALET (4). Bila di baca menjadi YHWH EKHAD! Tzittzit menginginkan umat Tuhan akan Nama yang kudus, akan imam kepada Tuhan yang Ekhad ! untuk arti yang sama, ada juga model kumparan lain. Tallit adalah rancangan Tuhan sendiri, bukan rumah mode dari Italia atau Paris. Tallit terdapat diseluruh Kitab Suci, Tanakh dan Kitab Rasuli,antara lain : 1. Daud memotong tzitzit saul di En Gedi ( 1 Sam 24:1-8) Daud tidak mau menjamah orang yang telah diurapi, tetapi tidakan memotong tzitzit mempuyai arti yang dalam, Nama YHWH yang adalah Raja Israel yang sesungguhnya tidak menyertai Saul lagi. Orang Israel yang meninggal tzitzitnya dilepas menyatakan tugas telah selesai. 2. Wanita dengan pendarahan itu memegang tzitzit Yesua (Lk 8 :43-48) Sebagai umat Israel, perempuan yang melleh darah selama 12 tahun itu tahu bahwa jumbai tzitzit menyatakan Nama YHWH berfirman, ‘Akulah YHWH yang menyembuhkan engkau.” Kehadiran Yeshua telah menggugah imannya sehingga ia berkata. “Kalau saja kupegang jumbai jubahNya. Aku sembuh” artinya “kalau saja kupegangs Nama YHWH, aku sembuh”. Yeshua berkata imammu menyembuhkan engkau. 3. Bangsa-bangsa akan menghargai Nama YHWH, akan memakai tzitzit (Zak 8:20-23). Diakahir zaman bangsa-bangsa akan menyadari bahwah keselamatan berasal dari Tuhan yang disembah Israel dan bahwah Tuhan menyertai Israel. Sepuluh orang dari berbagai-bagai bangsa memegang puncah jubah seorang yahudi. Simbolisme ini berati mereka memegang Nama YHWH semesta alam, Tuhan Israel. Bangsa-bangsa ini adalah mereka yang percaya pada Yeshua yang datang dalam Nama YHWH, bukan Yesus Yunani. Mereka adalah orang yang menghormati Nama YHWH. Bangsabangsa (ibrani : goyim) yang memakai tallit menggenapi nubuat ini. Angka 10 menunjukan pada jumlah orang benar (ibrani : minyan) untuk memulai pelayanan umum. 4. Paulus memasukan makna Tallit dalam pengajarannya. Paulus bersama Akila dan Priskila adalah pembuat tallit dari pada kemah (Kis: 18:3). Murid-murid rabbinik umumnya belajar membuat tallit untuk mendukung kehidupan mereka. Paulus memakai makna tallit bagai pemakainya, tubuh orang percaya adalah Bait Roh Kudus (I Kor 6:19). Tallit ditaruh diatas jenazah pria Yahudi yang meninggal, setelah tzitzitnya dilepaskan, sebagai tanda tugasnya selesai. Yeshua dikuburkan dengan tallit,”kain peluh” yang demikian (Yoh 20 :6-7). Gambaran ini digunakannya paulus ketika ia menjelaskan arti kematian bagi orang percaya, kemahnya dibongkar (II Kor 5: 1-2) 5. Yeshua akan mengenakan Tallit pada kedatangan yang kedua. Yeshua akan menunggang seekor kuda putih, pada jubah dan paha Nya tertulis satu nama, Raja segala raja, Tuan atas sekalian tuan (Wah 19 : 16). Bagaimana ini dapat terjadi ? Ada yang menafsirkan bahwa paha Yeshua di tatoo, ini tafsir liar, melawan Taurat YHWH (Ul 14 :1). Ia memakai Tallit ketika menunggang kuda dan Tzitzit yang tergantung pada pahaNya. Ia datang dengan Nama YHWH, Ia adalah Firman YHWH. Apa saudara siap menyambut kedatanganNya ? Terimalah Dia sebagai Juru Selamatmu sekarang. Perjalanan Yesus Ke Negeri Timur Historikal atau Fiksi ? Ketika saya masih duduk di bangku SMP, saya menemukan sebuah buku agama Buddha di perpustakaan sekolah saya yang menyinggung bagaimana Yesus menghabiskan masa mudanya dengan bermeditasi dan mempelajari berbagai macam ilmu spritualitas dari dunia Timur. Hal ini sangat menarik bagi saya sebab Perjanjian Baru tidak ada mengisahkan hal tersebut. Perjanjian Baru menulis bahwa Yesus memulai pelayananNya pada usia 30 tahun (Lukas 3:23). Sedangkan catatan terakhir tentang kehidupan Yesus sebelum Ia memulai pelayananNya adalah pada saat Yesus berusia 12 tahun, yakni ketika orangtuaNya kehilangan Dia pada saat perayaan Paskah dan menemukanNya sedang berdiskusi dengan para alim ulama di Bait Elohim. Jadi memang ada rentang waktu 18 tahun dalam masa hidup Yesus yang tidak diceritakan dalam Perjanjian Baru. Apa yang dilakukan Yesus selama tahun-tahun tersebut ? Benarkah Ia melakukan semacam meditasi dan mempelajari berbagai macam ilmu spiritualitas dari dunia Timur ? Pertanyaan ini memenuhi pemikiran saya di masa itu. Untuk menjawab hal tersebut ternyata adalah sangat mudah. Alkitab menyediakan jawabannya ! Saya menemukan jawaban tersebut dalam Injil Markus 6:1-6a. Dan apa yang saya tulis waktu itu mungkin adalah salah satu karya apologetika saya yang pertama. Tidak saya sangka saya harus mengulanginya lagi sepuluh tahun kemudian. Semuanya ini saya lakukan sebab rasul Petrus pernah berpesan demikian dalam I Petrus 3:15-16. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang memnita pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah-lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka tersebut (I Petrus 3:15-16) Apa yang mendorong saya untuk menulis kembali adalah karena terbitnya sebuah buku berjudul "Isa : Hidup dan Ajaran Sang Masiha" karangan Anand Krishna. Apa yang saya tulis disini bukan merupakan resistansi atau penolakan terhadap apa yang dipahami dan dipercaya oleh Anand Krishna. Saya percaya bahwa setiap orang berhak mempunyai interpretasi masing-masing dan bukan pula hak saya untuk memaksakan pembaca mana interpretasi yang paling benar. Yang saya lakukan melalui tulisan ini adalah pertama untuk meluruskan hal-hal yang bersifat kontradiktif terhadap apa yang telah tertulis dalam Alkitab dan kedua untuk menyampaikan fakta sejarah dengan sebenar-benarnya. Saya sangat setuju dengan hal yang terpikir oleh Anand Krisha bahwa bangsa Indonesia berhak atas "the best available source" dan yang paling otentik. Kenyataannya adalah jarang sekali ada orang mau menulis mengenai hal ini. Oleh sebab itu sekarang-lah saatnya bangsa Indonesia dibukakan matanya. Tetapi masalahnya adalah "the best available source" tidak identik dengan sumber yang paling otentik. Disini kita harus pandai-pandai memilah mana sumber yang bisa dipercaya dan mana yang tidak. Mana yang merupakan karya isap jempol dan mana yang bukan. Dan itu pula yang menjadi alasan saya untuk menulis ini. Kisah Kehidupan Saint Issa Temuan manuskrip Himis pertama kali dipublikasikan oleh Nicholas Notovitch, seorang koresponden kelahiran Russia, dalam sebuah buku berbahasa Prancis La vie inconnue de Jesus pada tahun 1894.[1] Notovitch mengisahkan penemuannya ini sebagai berikut. Pada tahun 1887, ketika tengah melakukan perjalanan menuju India, ia mengalami patah kaki dan mendapat perawatan di sebuah biara di Leh, ibukota Ladakh (sebuah daerah di utara India - sekarang Kashmir). Disanalah ia pertama kali mendengar dari seorang lama (semacam biarawan) Tibet tentang seorang suci bernama Issa. Notovitch menjadi tertarik akan hal ini. Ia minta diantarkan ke biara Himis (25 mil dari Leh) yang dikatakan menyimpan manuskrip-manuskrip kuno yang mengisahkan Issa. Di biara Himis inilah Notovitch kemudian menjumpai manuskrip yan dimaksud. Kepala lama disana menceritakan pula bahwa manuskrip yang mereka miliki merupakan terjemahan dari bahasa Pali dan aslinya konon ada tersimpan dalam perpustakaan sebuah biara di Lhasa, Tibet. Notovitch selanjutnya membujuk sang lama untuk membacakan manuskrip itu kepadanya, dan meminta seorang penerjemah untuk menerjemahkannya dari bahasa Tibet. Menurut Notovitch, isi dari manuskrip tersebut "tidak saling menyambung dan tercampur-baur dengan kisah-kisah lain yang tidak berhubungan sama sekali," dan ia harus menyusun "semua fragmen yang menyangkut kisah kehidupan Issa dalam susunan yang kronologis dan dengan susah payah membentuk kesatuan karakter, yang mana tidak ada pada fragmen-fragmen tersebut".[2] Ia tidak tidur selama beberapa hari supaya ia bisa membentuk dan menyusun apa yang telah ia dengar. Dari manuskrip itu, Notovitch belajar bahwa "Yesus telah berkelana ke India dan ke Tibet sebagai seorang anak muda sebelum ia memulai pekerjaannya di Palestina."[3] Awal perjalanan Yesus dikisahkan dalam manuskrip tersebut sebagai berikut : Ketika Issa telah mencapai usia 13 tahun, usia ketika seorang Israel harus mengambil seorang istri, rumah dimana orangtuanya tinggal mulai menjadi tempat pertemuan orangorang kaya dan para bangsawan, yang menginginkan Issa muda menjadi menantu mereka, yang telah terkenal karena khotbah-khotbahnya yang menyejukkan. Maka Issa meninggalkan rumah orangtuanya dengan diam-diam, pergi dari Yerusalem, dan bersama-sama dengan para saudagar berangkat menuju negeri Sind, dengan tujuan menyempurnakan dirinya dalam Firman Tuhan dan mendalami ajaran-ajaran dari para Buddha.[4] Masih menurut Notovitch, manuskrip tersebut menjelaskan pula bagaimana, setelah secara singkat mengunjungi para penganut agama Jain, Issa muda belajar selama enam tahun dengan para penganut Brahma di Juggernaut, Rajagriha, Benares, dan kota-kota suci India lainnya. Pendeta-pendeta Brahma "mengajarnya cara membaca dan memahami kitab Veda, cara penyembuhan dengan doa, cara menyampaikan dan menerangkan ajaran-ajaran suci kepada orang banyak, cara mengusir roh-roh jahat dari tubuh manusia serta mengembalikan kewarasan mereka."[5] Selama disana, ceritanya terus berlanjut, Issa mulai mengajar kitab suci kepada orang banyak di India – termasuk para penyandang kasta rendah. Kaum Brahma dan Kshatriyas (kasta tinggi) menentang dia karena hal ini, dan memberitahunya bahwa kaum Sudra (kasta rendah) dilarang membaca atau bahkan melihat isi kitab Veda. Issa sangat tidak setuju dengan mereka akan hal ini. Karena pengajaran Issa yang kontroversial itu, sebuah rencana pembunuhan disiapkan untuknya. Tetapi kaum Sudra terlebih dahulu memperingatkannya dan lalu Issa meninggalkan Juggernaut dan menetap di Gautamides (kota kelahiran Buddha Sakyamuni) dimana ia mempelajari kitab suci Sutra. "Enam tahun setelah itu, Issa, yang telah dipilih Sang Buddha untuk menyebarkan ajaran sucinya, telah menjadi seorang yang sangat menguasai kitab-kitab suci." Kemudian ia meninggalkan Nepal dan pengunungan Himalaya, turun kembali ke lembah Rajputana, dan pergi ke arah barat, mengajari orang-orang banyak tentang pencapaian kesempurnaan manusia."[6] Setelah ini, dikisahkan Issa mengunjungi Persia dimana ia mengajar di hadapan para penganut Zoroaster. Lalu pada usia 29 tahun, ia kembali ke Israel dan mulai mengajar semua yang telah ia pelajari. Menurut manuskrip Himis ini, mendekati akhir tahun ketiga pengajaran Issa di Israel, Pilatus menjadi begitu khawatir akan popularitas Issa yang menyebar bak jamur di musim hujan sehingga ia menyuruh salah seorang mata-matanya untuk melemparkan tuduhan terhadap Issa. Issa kemudian dipenjara dan disiksa oleh para prajurit supaya mengakui apa yang mereka tuduhkan itu. Para ulama Yahudi tidak dapat berbuat banyak untuk menolong Issa. Issa tetap dikenakan tuduhan dan Pilatus menjatuhkan hukuman mati terhadapnya. Menjelang matahari terbenam penderitaan Issa berakhir. Jiwanya meninggalkan tubuhnya, kembali berkumpul dengan keilahiannya. Sementara itu Pilatus menjadi takut karena perbuatannya itu dan menyerahkan jenazah orang suci itu kepada orangtuanya, yang kemudian menguburkannya di dekat tempat penyaliban itu. Tiga hari kemudian gubernur itu memerintahkan para prajuritnya untuk memindahkan jenazah Issa untuk dikuburkan di lain tempat. Ia khawatir kuburan Issa akan menjadi tempat ziarah yang ramai. Hari berikutnya orang-orang menemukan kuburan itu terbuka dan kosong. Seketika itu pula kabar burung menyebar bahwa Hakim Agung telah mengirim malaikatmalaikatnya membawa jenazah Issa dimana Roh Tuhan pernah bersemayam dalam dirinya semasa hidupnya.[7] Selanjutnya, beberapa pedagang dari Palestina yang singgah di India bertemu dengan sekelompok orang tertentu yang mengenali Issa sebagai seorang murid biasa yang mempelajari bahasa Sansekerta dan Pali selama masa mudanya di India. Pedagangpedagang itu lalu menceritakan bagaimana kematian Issa di tangan Pilatus. Dan bila cerita ini disimpulkan, kisah kehidupan Saint Issa ditulis dalam sebuah gulungan lontar – oleh penulis tidak dikenal – kira-kira tiga atau empat tahun kemudian. Gulungan lontar inilah yang ditemukan oleh Notovitch di Biara Himis. Setelah dikerjakan oleh Notovitch, Kisah kehidupan Saint Issa – demikian ia menyebutnya – mengandung 244 paragraf pendek yang tersusun ke dalam 14 bab. Reaksi awal terhadap Notovitch Penerbitan buku Notovitch ini keruan saja mendapatkan reaksi yang keras dari banyak pihak. Kritikus yang pertama kali mengecam Notovitch adalah F. Max Muller, seorang orientalis senior dari Universitas Oxford. Muller adalah seorang pecinta filosofi Timur dan pernah tinggal di India selama beberapa tahun. Pada bulan Oktober 1894, Muller menulis The Nineteenth Century, sebuah paper akademistik yang berisi penolakan terhadap temuan Notovitch. Muller menelurkan empat argumen yang patut disimak : Pertama, Muller mengatakan bahwa manuskrip tua semacam itu seharusnya terdapat dalam Kanjur dan Tanjur yakni katalog atau daftar yang mencantumkan seluruh karya literatur Tibet. Kenyataannya, manuskrip yang dimaksud Notovitch sama sekali tidak tercantum dalam katalog tersebut dan sama sekali tidak dikenal sebelumnya. Kedua, Muller menolak pendapat Notovitch tentang asal mula manuskrip itu. Ia menanyakan bagaimana para pedagang Yahudi itu secara kebetulan bertemu, di antara jutaan penduduk India, orang-orang yang mengenal Issa sebagai seorang murid biasa, dan tambah lagi "bagaimana orang-orang yang mengetahui Issa itu bisa segera mengenali ia sebagai orang yang sama dengan yang baru saja dibunuh Pilatus."[8] Ketiga, Muller menunjukkan sebuah surat dari seorang wanita Inggris (bertanggal 29 Juni 1894) yang mengunjungi Biara Himis dan menanyakan tentang Notovitch di hadapan 800 lama biara tersebut. Tulisnya, "tidak ada satu kata kebenaran pun dari seluruh cerita itu ! Tidak pernah ada orang Rusia disini. Tidak ada cerita tentang Kristus sama sekali !"[9] Keempat, Muller mempertanyakan kebebasan Notovitch dalam mengedit dan menyusun ulang tiap-tiap ayat sekehendak hatinya yang mana hal ini tidak akan dilakukan oleh seorang sarjana literatur. Dalam hal ini memang Notovitch bukanlah seorang sarjana literatur. J. Archibald Douglas, seorang professor di Government College di Agra, India, juga penasaran dengan temuan Notovitch ini. Ia mengambil jatah liburan tiga bulan dengan mengadakan perjalanan ke Biara Himis dengan mengikuti rute yang digunakan Notovitch. Ia menerbitkan catatan perjalanannya itu dengan judul The Nineteenth Century (Juni 1895), yang kebanyakan berisi interview dengan kepala lama di biara tersebut. Sang lama mengaku bahwa ia telah menjadi kepala lama selama 15 tahun, yang berarti semestinya ia adalah kepala lama yang dijumpai Notovitch waktu itu. Namun kepala lama itu mengatakan bahwa selama 15 tahun itu, ia tidak pernah menjumpai seorang Eropa dengan kaki patah mencari pertolongan di biaranya (menurut Notovitch saat itu ia tengah menderita patah kaki dan berusaha mencari pertolongan terdekat). Ketika ditanya apakah ia tahu tentang buku-buku di dalam biara-biara Buddha di Tibet yang mengisahkan kehidupan Issa, ia menjawab "Saya tidak pernah mendengar adanya manuskrip yang memuat nama Issa, dan saya yakin dan mengatakannya dengan jujur bahwa yang seperti itu tidak pernah ada. Saya telah menanyakannya kepada lama senior kami di biara lain di Tibet, dan mereka tidak tahu menahu tentang buku atau manuskrip yang memuat nama Issa."[10] Ketika kutipan buku Notovitch dibacakan kepada lama tersebut, ia menanggapinya, "Bohong, bohong, bohong, semuanya bohong !"[11] Interview tersebut ditulis dan disaksikan oleh sang lama, Douglas, dan seorang penerjemah dan distempel dengan cap resmi biara. Kredibilitas Notovitch keruan saja menjadi rusak gara-gara investigasi Douglas tersebut. Waktu penulisan manuskrip Himis Manuskrip Himis menurut perkiraan Notvitch ditulis 3 atau 4 tahun setelah peristiwa penyaliban (30 M). Ini berarti manuskrip Himis ditulis jauh lebih awal daripada keempat Injil dalam Perjanjian Baru yang rata-rata ditulis 3 atau 4 dekade kemudian. Kapan manuskrip Himis ditulis sebenarnya jauh dari kepastian. Perkiraan Notovitch sama sekali tidak didukung bukti historis apa pun. Meski begitu dari isi manuskrip Himis itu sendiri kita bisa memperkirakan kapan ia ditulis. Manuskrip Himis menceritakan bahwa Issa lahir di tengah-tengah masa penjajahan kerajaan Romawi. Dalam manuskrip itu juga disebutkan secara jelas bagaimana bangsa penjajah itu menghancurkan Bait Elohim-nya orang Israel dan bagaimana mereka memperbudak bangsa Israel. Dan pada satu masa datanglah para penyembah berhala dari negeri Roma di seberang lautan. Mereka menaklukan bangsa Ibrani dan menunjuk dari antara mereka pemimpin militer untuk memerintah mereka di bawah wewenang Kaisar. Mereka menghancurkan bait suci, mereka memaksa penduduknya untuk berhenti memuja Elohim mereka yang tidak kelihatan itu, dan memaksa mereka untuk mengadakan korban persembahan untuk para berhala. Para bangsawan dipaksa untuk menjadi prajurit, perempuan-perempuan dipisahkan dari suaminya, dan masyarakat kelas bawah dijadikan budak, ribuan jumlahnya dikirim ke seberang lautan. (The Life of Saint Issa 3:8-10) Nah di tengah-tengah masa penderitaan inilah Issa justru dilahirkan, demikian menurut manuskrip Himis. Dalam sejarah kita mengetahui bahwa peristiwa penghancuran Bait Elohim di Yerusalem terjadi pada tahun 70 Masehi. Sedangkan pengusiran bangsa Israel dari Palestina (yang juga disertai dengan perbudakan) oleh otoritas Romawi baru dimulai setelah diberangusnya pemberontakan Bar Koseba pada tahun 135 Masehi. Jadi dengan demikian penulis Himis jelas telah salah menempatkan kejadian. Ia telah menggeser frame waktu masa hidup Issa tujuh sampai sepuluh dekade ke depan ! Disini kita menemukan kejanggalan. Apakah penulis Himis tidak tahu bahwa Yesus lahir sebelum Bait Elohim dihancurkan ? Apakah ia juga tidak tahu bahwa Yesus berulang-kali keluar masuk Bait Elohim untuk mengajar ? Dan mungkin juga ia tidak tahu bahwa di masa hidupnya Yesus telah meramalkan tentang kehancuran Bait Elohim (Bd. Mat 24:1-2, Mrk 13:1-2, Luk 21:5-6) Dengan demikian kita bisa mengambil kesimpulan bahwa manuskrip Himis paling awal ditulis pada abad kedua Masehi. Jadi tidak benar bahwa manuskrip itu ditulis 3 atau 4 tahun sesudah peristiwa penyaliban. Sumber cerita manuskrip Himis : sumber Yahudi ? Penulis Himis mengakui bahwa sumber cerita yang ia (atau mereka ?) tulis berasal dari para pedagang yang baru saja tiba dari Israel. Dalam kata pengantar edisi London Notovitch menolak anggapan Max Muller yang menyebut mereka adalah para pedagang Yahudi. Menurut Notovitch mereka boleh jadi adalah pedagang-pedagang India yang beroleh kesempatan menyaksikan peristiwa penyaliban Issa. Hal ini dikatakan Notovitch dalam menjawab pertanyaan Muller bagaimana bisa pedagang-pedagang itu bertemu – di antara jutaan penduduk India – dengan orang-orang yang mengenal Issa muda yang tengah menimba ilmu. Muller juga mempertanyakan bagaimana pula orang-orang itu bisa segera memastikan bahwa Issa yang disalib adalah orang yang sama dengan Issa yang mereka kenal dulu. Zaman dahulu tidaklah sama seperti zaman sekarang yang merupakan era informasi dimana satu peristiwa dengan cepat dapat diketahui di seluruh dunia. Pada masa itu sangat diragukan sekali bagaimana orang-orang itu mengenali Issa. Janganjangan Issa yang mereka kenal adalah orang yang berbeda dengan yang disalibkan Pilatus. Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila nanti kita temui banyak kejanggalan-kejanggalan dalam manuskrip Himis. Pembelaan Notovitch ini sebenarnya juga tidak mampu menjawab pertanyaan Muller bagaimana bisa kedua pihak itu bertemu di tengah jutaan penduduk India. Seandainya perkiraan Notovitch ini benar, itu adalah sebuah faktor kebetulan yang luar biasa. Sebagai perbandingan, kira-kira pada masa hidup Yesus hiduplah seorang filosof Yahudi yang paling terkenal, Philo dari Alexandria (15 SM – 50 M). Jadi dalam satu masa hiduplah dua orang terkemuka. Tetapi keduanya sangat diragukan pernah saling bertemu. Philo tidak pernah menulis tentang Yesus dalam buku-bukunya dan dalam Perjanjian Baru juga tidak ada catatan tentang Philo. Hal ini bisa dimengerti karena baik Philo maupun para penulis Perjanjian Baru hidup di zaman belum ada radio, belum ada televisi, belum ada telepon. Namun bukan berarti mereka tidak pernah berhubungan sama sekali. Disini saya hanya hendak mengajak pembaca membandingkan bagaimana kecilnya peluang di masa itu untuk saling berhubungan satu sama lain. Apalagi jika hal itu terjadi di India, negeri yang dipadati oleh jutaan penduduk – bahkan pada masa itu. Saya sendiri menduga bahwa penulis Himis setidaknya mempunyai atau dipengaruhi oleh sumber literatur Yahudi. Hal ini nampak dari bagaimana manuskrip Himis menuturkan cerita tentang Musa. Kisah tentang kepangeranan Musa kemungkinan besar diambil dari kisah-kisah yang terdapat dalam kitab-kitab talmud dan targum Yahudi atau setidaknya penulis Himis pernah mendengarnya dari seorang Yahudi. Kisah kepangeran Musa bukanlah hal yang baru. Jadi keliru bila Anand Krishna memandangnya sebagai suatu temuan baru dan menarik (Isa : Hidup dan Ajaran Sang Masiha, p.35). Nama Musa dalam bahasa Mesir, moshe artinya seorang anak. Yang menarik adalah potongan kata moshe banyak ditemukan (dan hanya ditemukan) pada nama-nama Firaun dari Dinasti ke-18, seperti Ra-moshe ("putra Ra Yang Mulia"), Achmoshe (Ahmose; "putra bulan," atau "sang bulan telah lahir") dan Toth-moshe (Thutmose; "putra Toth"). Disini kita melihat bahwa penamaan Musa ini dilatarbelakangi oleh proses pengadopsian Musa yang dilakukan oleh putri Firaun, Bithiah [12]. Sumber lain menyebutkan nama putri Firaun itu adalah Tarmuth [13] atau Thermuthis [14]. Ini kemungkinan adalah putri Ne-termut dalam teks Mesir kuno. Dengan diangkatnya Musa menjadi anak putri Firaun itu, otomatis Musa memiliki hak-hak yang sama dengan para pangeran-pangeran Mesir lainnya. Musa dididik dan dibesarkan menurut aturan istana. Hal ini merupakan cerita yang sudah umum di kalangan orang Yahudi bahkan sejak zaman Yesus. Coba perhatikan bagaimana Stefanus mengisahkan riwayat Musa dalam Perjanjian Baru. Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya. (Kis 7:22) Dalam kitab Sephir ha-Yasher [15] juga dikisahkan secara detil bagaimana Musa hidup dan dibesarkan di antara putra-putra raja lainnya. Bahkan di usianya yang ke-27, Musa telah diangkat menjadi raja suku bangsa Kush, sebuah suku bangsa yang hidup di belahan selatan Mesir (Nubia ?). Jadi kisah-kisah kepangeranan Musa sebenarnya sudah merupakan kisah yang umum dan lazim di kalangan bangsa Yahudi. Berikut ini saya kutip ayat-ayat dari kitab tersebut. Dan Musa tinggal di istana Firaun dan menjadi putra Bathia, putri Firaun, dan Musa dibesarkan bersama-sama anak-anak raja. (Sephir ha-Yasher 68:32) Dalam tahun kelimapuluh-lima masa pemerintahan Firaun, raja Mesir, yaitu pada tahun keseratus-limapuluh-tujuh bangsa Israel menetap di Mesir, memerintahlah Musa di negeri Kush. Musa berumur duapuluh-tujuh tahun ketika ia mulai memerintah atas negeri Kush, dan empat puluh tahun lamanya ia memerintah. (Sephir ha-Yasher 73:1-2) Kisah-kisah kehidupan Yesus yang ganjil Masa-masa lowong kehidupan Yesus yang tidak pernah diceritakan dalam Injil, yakni mulai dari kunjungannya ke Yerusalem pada usia 12 hingga ia memulai pelayananNya di sekitar usia 30 seringkali memancing orang untuk berusaha mengisinya dengan kisahkisah karangan mereka sendiri. Notovitch jelas bukan satu-satunya orang yang melakukan hal itu. Sejak dari abad kedua Masehi, banyak orang berusaha membuat sendiri "injil menurut mereka". Puluhan injil gnostik bermunculan pada masa itu dengan membawa-bawa nama para rasul sebagai si pengarang, misalnya injil Petrus, injil Paulus, injil Bartolomeus, dan seterusnya. Disini saya tidak mungkin untuk menceritakannya satu per satu karena terlalu banyak, jadi baiklah kita lewati saja. Kisah kehidupan Yesus juga tidak saja menjadi bahan cerita milik orang Kristen semata. Dari kalangan masyarakat Yahudi sendiri timbul sebuah karya tulisan derogatori berjudul Toledoth Yeshu (Kisah kehidupan Yesus). Bila ditinjau dari bahasa dan gaya penulisan yang digunakan, Toledoth Yeshu ini kira-kira ditulis pada abad ke ke-enam Masehi. Isinya kurang lebih hanya berisi parodi dan pelecehan terhadap kisah kehidupan Yesus yang sebenarnya. Berikut ini saya sajikan penggalan awal dari Toledoth Yeshu : Pada tahun 3671 pada masa raja Jannaeus, kemalangan besar menimpa bangsa Israel ketika muncul seorang pria bermartabat rendah dari suku Yehudah bernama Yusuf Pandera. Ia tinggal di Betlehem, di Yudea. Di dekat rumahnya tinggallah seorang janda dan putrinya yang cantik dan masih perawan bernama Miriam. Miriam ini telah bertunangan dengan Yochanan, dari keturunan raja Daud, seorang yang takut akan Tuhan dan taat terhadap Torah. Suatu ketika menjelang hari Sabat, Yusuf Pandera, gagah bak seorang pahlawan dalam penampilannya memandang Miriam dengan penuh nafsu, mengetuk pintu kamar Miriam dan menipunya dengan berpura-pura menjadi tunangannya, Yochanan. Meskipun begitu, Miriam menjadi terkejut atas tingkah-laku yang tidak layak ini dan terpaksa menyerah di luar keinginannya. Setelah itu, ketika Yochanan datang menemuinya, Miriam menunjukkan keheranannya atas tingkah-laku Yochanan yang berbeda. Saat itulah mereka berdua sadar akan kejahatan yang telah dilakukan Yusuf Pandera dan kekeliruan besar yang telah dilakukan Miriam. Kemudian Yochanan datang menemui Rabbi Shimeon bin Shetah dan mengadukan masalah percabulan ini. Namun karena tidak adanya saksi mata untuk menghukum Yusuf Pandera dan Miriam yang hamil, Yochanan pergi menyingkir ke Babylonia. Miriam melahirkan anak itu dan menamainya Yehoshua, mengikuti nama saudara lelakinya. Nama ini kemudian dipelesetkan menjadi Yeshua. Pada hari kedelapan ia disunat. Ketika ia sudah cukup besar, anak laki-laki itu dibawa Miriam ke sebuah sekolah agama untuk belajar adat-istiadat Yahudi. Keakuratan Toledoth Yeshu dalam menyajikan data jelas sama sekali tidak dapat dipercaya. Toledoth Yeshu menulis bahwa Yesus dilahirkan pada masa pemerintahan raja Jannaeus yaitu pada tahun 3671 menurut kalendar Yahudi atau tahun 90 Sebelum Masehi, jadi hampir seabad sebelum kelahiran Yesus yang sebenarnya! Dalam Toledoth Yeshu setting kehidupan Yesus ini bergeser kepada zaman dinasti Hasmonea yakni pada masa pemerintahan ratu Helene (Salome). Jadi sama sekali tidak ada Herodes, tidak ada kaisar Agustus, dan tidak ada Pontius Pilatus! Pada abad kesembilanbelas (jadi hampir bersamaan dengan Notovitch) terbit sebuah "injil" yang dinamakan The Aquarian Gospel of Jesus The Christ yang ditulis oleh seorang pendeta militer yang pernah bertugas dalam Civil War, Levi Dowling (18441911). Judul halaman "injil" ini menyandang kalimat demikian : "Disalin dari Kitab Kenangan Ilahi yang dikenal sebagai Catatan Akasha". Disini, tidak seperti halnya Notovitch yang menyajikan kesimpulan berdasarkan manuskrip-manuskrip kuno, Dowling mengklaim bahwa bukunya berdasarkan suatu "inspirasi" atau "penerangan" yang di kalangan kaum New Age dikenal dengan sebutan Catatan Akasha.[16] Injil yang pertama kali diterbitkan tahun 1911 ini lebih banyak berfokus kepada pendidikan dan perjalanan Yesus. Setelah belajar dari Rabbi Hillel, Yesus menurutnya menghabiskan bertahun-tahun masa mudanya dengan belajar bersama-sama para Brahma dan kaum Buddhis. Yesus dikatakan menjadi tertarik untuk belajar di negeri Timur setelah Yusuf, ayahnya, menjamu Pangeran Ravanna dari India. Selama kunjungannya, Ravanna sangat terkesan dengan Yesus kecil dan ia memohon kepada Yusuf supaya ia boleh menjadi pelindung anak kecil itu, dan supaya ia boleh membawanya ke negeri Timur dimana Yesus bisa belajar banyak ilmu dari para Brahma. Sebaliknya Yesus kecil pun menunjukkan ketertarikkannya, dan setelah berhari-hari akhirnya orangtuanya memberi izin. Maka begitulah "Yesus diterima sebagai seorang murid di sebuah kuil di Jagannath, dan disitulah ia belajar kitab Veda dan hukum Mani."[17] Yesus kemudian mengunjungi kota Benares di tepi sungai Gangga. Selama disana, "Yesus berusaha mempelajari seni penyembuhan Hindu, dan menjadi murid Udraka, tabib Hindu yang paling ternama".[18] Dan Yesus "terus bersama Udraka sampai ia telah menguasai semua ilmu darinya yakni seni penyembuhan Hindu."[19] Levi melanjutkan kisah Yesus dengan mengisahkan perjalananNya ke Tibet dimana Yesus dikatakan bertemu dengan Meng-ste, orang bijak terbesar dari negeri Timur." Dan Yesus boleh mempergunakan seluruh manuskrip-manuskrip suci dan, dengan bantuan Meng-ste, membacanya semua."[20] Yesus akhirnya tiba di Mesir, dan - mungkin ini adalah puncak dari masa-masa lowong itu - ia bergabung dengan "Persaudaraan Suci" di Heliopolis. Selama disana, ia berhasil melalui tujuh tingkatan inisiasi - Ketulusan, Keadilan, Iman, Kecintaan Sesama Manusia, Kepahlawanan, Kasih Ilahi, dan KRISTUS. Setelah ditahbiskan menjadi Kristus barulah Yesus kembali ke Israel dan melayani disana selama 3 tahun sebelum akhirnya menjalani penyaliban. Selain Dowling, masih ada lagi seseorang yang mengaku mampu membaca Catatan Akasha. Edgar Cayce mengaku telah membaca 16000 catatan sepanjang hidupnya dimana 5000 di antaranya berbicara tentang agama. Dari catatan Akasha inilah Cayce mengisahkan masa-masa lowong kehidupan Yesus. Manusia yang kita kenal sebagai Yesus, kata Cayce, mempunyai 29 inkarnasi sebelumnya. "Ini termasuk seorang pemuja matahari, pengarang Kitab Kematian (Mesir Kuno), dan Hermes. Yesus juga adalah Zend (ayah Zoroaster), Amilius (seorang penduduk Atlantis), dan figur-figur sejarah masa lampau lainnya."[21] Inkarnasi lain termasuk adalah Adam, Yusuf, Yosua, Henokh, dan Melkisedek. Jiwa ini belum menjadi "Kristus" hingga inkarnasi ketiga-belasnya sebagai Yesus dari Nazaret. Alasan mengapa Yesus mesti melalui begitu banyak inkarnasi adalah bahwa ia – sebagaimana makhluk manusia lainnya mempunyai "hutang karma" (dosa) yang harus dibayar. Lanjutnya, Yesus mendapat pendidikan yang luas. Sebelum usia 12 tahun, ia telah belajar seluruh hukum Yahudi. "Mulai usia 12 hingga 15 atau 16 tahun, ia belajar ilmu kenabian dari Judy, seorang guru Essene di rumah sang guru di Karmel. Kemudian Yesus memulai pendidikannya di luar negeri, mula-mula di Mesir untuk beberapa waktu, lalu ke India selama tiga tahun, dan terakhir ke Persia. Dari Persia ia dipanggil pulang ke Yudea karena Yusuf wafat, selanjutnya pergi ke Mesir untuk menyelesaikan persiapannya sebagai seorang guru."[22] Selama pendidikannya itu, Yesus belajar dari banyak guru di antaranya Kahjian di India, Junner di Persia, dan Zar di Mesir. Ia juga mempelajari ilmu penyembuhan, pengontrolan cuaca, telepati, perbintangan, dan ilmu-ilmu cenayang lainnya. Ketika pendidikannya selesai, ia kembali ke negeri asalnya dimana ia melakukan "mukjizat-mukjizat" dan mengajar orang banyak selama tiga tahun. Kisah lain mengenai kehidupan Yesus juga dipublikasikan oleh sebuah organisasi Freemason bernama Rosicrucian AMORC (USA). Organisasi ini mengklaim menyimpan tradisi dan ajaran-ajaran kuno dari Persaudaraan Essene yang eksis di Palestina antara abad kedua Sebelum Masehi hingga abad kedua Masehi. Dr. Lewis Spencer, pimpinan Rosicrucian untuk Amerika Utara dan Selatan, dalam bukunya, The Mystical Life of Jesus, menuliskan kisah kehidupan Yesus pada masa-masa lowong itu. Ia mengatakan bahwa Yesus sebenarnya tidak mati di kayu salib tetapi jatuh pingsan dan tersadar dari pingsannya itu ketika berada di dalam kubur. Ia kemudian dengan diam-diam pergi ke sebuah tempat persembunyian di Galilea [23]. Ia naik ke surga bukan dalam bentuk fisik tetapi melalui pengalaman mistis dan kejiwaan. Ia kemudian dikuburkan di Gunung Karmel (Palestina). Jenazahnya tersimpan di dalam sebuah kubur selama beberapa abad hingga akhirnya dipindahkan ke sebuah makam rahasia, yang dijaga dan dilindungi oleh saudara-saudara Essene-Nya.[24] Satu lagi kisah tentang Yesus yang bersumber dari kaum Freemason adalah buku yang berjudul Crucifixion by An Eye Witness. Dalam kata pembukaannya tertulis : Ini adalah sebuah terjemahan dalam bahasa Inggris dari sebuah salinan kuno berbahasa Latin dari sebuah surat yang ditulis tujuh tahun setelah peristiwa penyaliban oleh seorang teman dekat Yesus di Yerusalem kepada seorang saudara Essene di Alexandria. Dalam buku itu ditulis jelas bahwa Yesus adalah seorang anggota dari Persaudaraan Essene. Ia ditolong dari penyalibannya dalam keadaan pingsan dan saudara-saudara Essene-nya itu membawaNya ke sebuah tempat yang aman. Nicodemus, seorang tabib, memberikan pengobatan dengan teknik pembalsaman untuk menyembuhkan luka-luka yang diderita Yesus. Setelah sembuh, Yesus diam-diam meninggalkan Yerusalem menuju ke suatu tempat di Bukit Zaitun. Enam bulan setelah itu Yesus akhirnya meninggal dunia dengan tenang di Palestina. Masih banyak lagi kisah-kisah kehidupan Yesus di luar Alkitab yang belum diceritakan disini dan apabila diceritakan semua akan membuat tulisan ini jadi begitu panjangnya. Memang hasrat manusia untuk mengetahui kehidupan masa muda Yesus seolah-olah tidak pernah mau padam. Tidak kurang sampai abad terakhir ini masih ada orang yang berusaha untuk menyingkapnya. Seorang penulis bernama Manuel Komroff pada tahun 1953 mengadakan penelitian untuk majalah American Weekly. Ia menyajikan suatu ringkasan dari kumpulan legenda-legenda Inggris abad pertengahan yang mengisahkan tentang kunjungan Yesus ke Inggris pada masa mudaNya! Tetapi tidak banyak orang yang menanggapi hasil penelitiannya tersebut. Makam Yesus di Kashmir Pada tahun 1891, Mirza Ghulam menyatakan dirinya Imam Mahdi. Gerakan spritualnya ini kelak kita kenal sebagai ajaran Ahmaddiyah. Ia mengajarkan bahwa kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali adalah dalam wujud manusia lain yang mempunyai karakteristik spritual yang sama denganNya. Ia mengatakan bahwa Yesus tidak wafat di kayu salib tetapi melarikan diri ke Khasmir untuk mengajarkan Injil kepada keturunan 10 suku Israel yang hilang. Semuanya ini diceritakan Mirza dalam buku-bukunya Fatah-iIslam, Tauzih-e-Maram dan Azala-e-Auham (1891). Mirza kemudian mengatakan telah menemukan makam Yesus menurut wahyu yang diperolehnya. Anehnya mula-mula ia mengatakan di Galilea, lalu di Tripoli, lalu di Suriah dan terakhir dikatakan di Srinagar, Khasmir.[25] Ratusan orang berbondong-bondong pergi ke Jalan Khanyar di Srinagar untuk melihat makam yang dikatakan Mirza itu. Mirza lebih jauh menyatakan bahwa Yesus memakai nama Yuz Asaf selama keberadaanNya di India. Hal ini menjadi semakin menarik karena Mirza menghubungkan nama ini dengan Yod Asaf, yang tidak lain tidak bukan menurutnya adalah Buddha Gautama. Ketika Buddha mencapai penerangan dan pencerahan sempurna, sesuai dengan tradisi Buddhis Lalitavastara, ia menjadi seorang Bodhisatva. Yod Asaf adalah pelesetan dari Bod Asaf, pelafalan Bodhisatva dalam bahasa Arab. Bagaimana kata Bod Asaf berasal bisa kita telusuri demikian. Kisah tentang Buddha Gautama pada satu masa sampai juga ke Timur Tengah (mungkin pada abad kedua). Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mansur, para sarjana Arab dari perguruan Al Mukafah banyak sekali menerjemahkan tulisan-tulisan dalam bahasa Pali, Sansekerta, dan Persia ke dalam bahasa Arab, di antaranya adalah kisah tentang Buddha. Seiring berlalunya waktu, kisah tentang Buddha ini akhirnya kembali lagi ke negeri asalnya India, tetapi dalam bentuk lain. Nama-nama para tokohnya sudah berganti dengan nama-nama berbau Arab dan cerita-cerita di dalamnya juga sedikit banyak berubah. Dalam seluruh karya tulis sarjanasarjana Arab seperti kitab Marroj-ul-Zahab (956 M) karangan Al Masudi, kitab Al Fahrist (988 M) karangan Ibn Nadim, Friq Bain ul Fariq (1023 M) karangan Bullazori dan Mufatih-ul-Alum karangan Al Khawarzamis, nama Buddha telah diarabkan menjadi Bodasaf atau Yud Asab. Ia diceritakan sebagai seorang pangeran atau nabi India yang diutus Tuhan untuk mengajarkan kebajikan. Makam Bodasaf terletak di Kushangar di Gorakhpur, India. Kata Kushangar ini juga telah diarabkan menjadi Qashmir atau Kashmir. Akan tetapi tidak ada petunjuk sama sekali yang dimaksud Bodasaf itu adalah Yesus. Jadi apa yang dikatakan Mirza sama sekali tidak didukung oleh bukti. Dan penemuan Mirza atas makam Yesus itu juga nampaknya merupakan hasil dari menghubunghubungkan antara Bodasaf tadi dengan seseorang yang bernama Yuz Asaf. Sebelum Mirza menyebut-nyebut makam Yesus, seorang ahli sejarah Kashmir yang terkenal Hasan Shah pernah menulis tentang makam tersebut. Menurut Hasan, makam yang letaknya bersebelahan dengan makam Khawaja Nasiruddin itu adalah makam Yuz Asaf yang datang ke Kashmir sebagai seorang duta Mesir selama masa pemerintahan Zainul Abidin (abad 15 Masehi). Yus Asap ini kemudian meninggal dan dikuburkan di Kashmir. Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yakni prasasti Takht-e-Suleman dan gaya penulisan Persia (Khat-e-Thulth) diperkirakan makam tersebut dibangun pada abad kelimabelas Masehi. Disini sudah terang sekali bahwa Yus Asap adalah manusia riil, manusia biasa yang hidup di abad pertengahan. Ia bukan Yesus dan dengan begitu makam tersebut juga adalah bukan makam Yesus. Kisah mana yang dapat dipercaya ? Keterangan yang berbeda-beda tentang masa muda Yesus membuat kita boleh mempertanyakan kembali realibilitas dari masing-masing sumber cerita tersebut. Adakah mereka benar-benar diilhami oleh "kebenaran sejati" ? Bila ya mengapa mereka saling berkontradiksi satu dengan yang lain ? Perbedaan itu bisa kita lihat sejak dari awal cerita, yaitu bagaimana Yesus berangkat melakukan perjalanan ke Timur (atau menurut Manuel Komroff ke arah Barat yakni ke Inggris). Dalam manuskrip Himis, Yesus dikatakan berangkat secara diam-diam dari rumah orangtuanya bersama-sama dengan para pedagang menuju negeri India. Tetapi menurut Injil Aquariannya Dowling, Pangeran Ravanna-lah yang meminta orangtua Yesus untuk mengizinkan Yesus berangkat bersama-sama dengannya. Sedang menurut Cayce lain lagi. Guru Essene Yesus-lah yang mengirimnya ke negeri India. Keterangan yang berbeda ini sungguh mengherankan mengingat baik Dowling dan Cayce ini samasama mengklaim bahwa cerita mereka itu dibaca dari Catatan Akasha dan kedua-duanya adalah tokoh teras dari kalangan New Age. Persoalan menjadi semakin kompleks jika kita membandingkan lagi dengan keterangan Mirza Ghulam yang konon memperoleh wahyu paling akhir. Menurutnya, Yesus datang ke Kashmir setelah peristiwa penyaliban. Nah lho, keterangan ini sama sekali tidak terdapat dalam manuskrip Himis dan Catatan Akasha-nya Dowling dan Cayce. Jadi keterangan mana yang benar kalau begitu ? Contoh lainnya adalah dalam hal bagaimana Yesus mencapai tingkatan Kristus. Menurut Dowling, Yesus meraihnya setelah melewati tujuh tingkatan inisiasi. Sedangkan Cayce mengatakan hal itu terjadi setelah Yesus berhasil melewati reinkarnasinya yang ketigabelas. Manakah yang benar di antara keduanya ? Bagaimana kita harus memilih keterangan siapa yang paling benar disini ? Bisakah mereka semua dipercaya ? Kisah-kisah mereka itu bukan saja bertentangan satu dengan yang lain namun juga bertentangan secara keseluruhan dengan Injil-injil Perjanjian Baru. Injil-injil Perjanjian Baru jelas sudah teruji oleh zaman dan waktu. Mereka ditulis langsung berdasarkan keterangan para saksi mata. Jelas sekali bahwa Injil-injil Perjanjian Baru adalah sumber cerita yang otentik dan bisa dipercaya. Namun sebaliknya, semua cerita tentang "perjalanan Yesus ke negeri Timur" mengandung keterangan sejarah yang jauh dari akurat. Manuskrip Himis, misalnya, menuliskan bahwa Yesus dilahirkan pada masa setelah kehancuran Bait Elohim. Dengan demikian penulis manuskrip Himis telah salah menempatkan waktu kelahiran Yesus sekitar 70 tahun ke depan ! Contoh lainnya adalah dalam Injil Aquarian dikatakan Herodes Antipas memerintah di Yerusalem. Padahal , dalam sejarah, Antipas tidak pernah memerintah di Yerusalem tetapi di Galilea. Kesalahan ini menjadi berarti sebab Dowling mengklaim bahwa Injilnya itu "benar sampai ke huruf-hurufnya"![26] Injil Aquarian juga mencatat pertemuan Yesus dengan Meng-ste. Mungkin yang dimaksud Meng-ste disini adalah filsuf besar China, Meng-tse (tse, bukan ste). Dowling jelas tidak menyadari, bahwa sebenarnya, Meng-tse meninggal pada tahun 289 SM. Perjanjian Baru, meski tidak pernah secara langsung menceritakan masa-masa lowong dalam kehidupan Yesus itu, memberikan banyak sekali keterangan bagi pembacanya mengenai latar belakang Yesus. Dalam Perjanjian Baru tidak ada petunjuk sama sekali tentang perjalanan yang dilakukan Yesus ke negeri Timur. Yesus digambarkan sebagai seorang tukang kayu (Markus 6:3) dan anak seorang tukang kayu (Matius 13:55).[27] Latar belakang pekerjaanNya sebagai tukang kayu ini jelas sekali membawa pengaruh dalam ajaran dan perumpaan-perumpaanNya, misalnya perumpamaan mendirikan rumah di atas batu dan bukan di atas pasir (Matius 7:24-27). Ditambah lagi, penduduk Nazaret, yakni kampung halaman Yesus, nampak benar sudah sangat mengenal Yesus jauh-jauh hari sebelum Yesus memulai pelayananNya. Di awal masa tiga tahun pelayananNya itu, Yesus "datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab" (Lukas 4:16). Setelah Ia selesai membaca, "semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf ?" (Lukas 4:22). Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang ada di rumah ibadat (sinagoga) itu mengenali Yesus sebagai penduduk setempat. Faktor ini pulalah yang menyebabkan sebagian besar penduduk Nazaret tidak dapat menerima bagaimana Yesus bisa berkata-kata sedemikian indahnya. Mereka bertanyatanya, "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. (Markus 6:2-3) Dan yang paling menentang ajaran-ajaran Yesus adalah dari kalangan pemimpin Yahudi. Mereka menuduhNya macam-macam, seperti meninggalkan Sabat (Matius 12:1-14), menghujat (Yohanes 8:58-59, 10:31-33), dan mengadakan mukjizat dengan kuasa Iblis (Matius 12:24). Namun mereka tidak pernah sekalipun melemparkan tuduhan bahwa Yesus mengajarkan atau mempraktekkan sesuatu yang dipelajari dari negeri India. Padahal bangsa Yahudi memandang ajaran-ajaran demikian sebagai ajaran sesat. Jika memang betul Yesus pernah pergi ke negeri India untuk belajar di bawah bimbingan "para maha Buddha", maka hal ini bisa dijadikan alasan bagi para pemimpin Yahudi itu untuk menolak klaimNya sebagai Mesias. Tetapi mereka tidak pernah memakai alasan tersebut. Mengapa ? Karena Yesus memang tidak pernah belajar dan mengajarkan apapun di luar sistem kepercayaan orang Yahudi yang berbasiskan Taurat. Penting pula untuk dicatat bahwa ketika Yesus berdiri hendak membaca di sinagoga, yang Ia bacakan adalah ayat-ayat dari Alkitab. Dan Alkitab yang sama itu pula yang memuat banyak sekali peringatan-peringatan dan pesan-pesan agar kita menghindari elohim-elohim palsu dan ajaran-ajaran palsu (Keluaran 20:2; 34:14; Ulangan 6:14; 13:10; 2 Raja-raja 17:35). Alkitab yang sama juga memisahkan dengan jelas antara Sang Pencipta dan ciptaanNya, berbeda dengan ajaran "Timur" yang sarat dengan unsur pantheisme. Alkitab juga mengajarkan bahwa manusia membutuhkan pengampunan, bukan pencerahan, penerangan, atau pengetahuan (gnosis). Bukanlah suatu kebetulan jika dalam setiap ucapan-ucapan dan ajaranNya, Yesus banyak sekali mengutip ayat-ayat Alkitab. Sebaliknya tidak satupun ayat-ayat kitab Veda yang pernah dikutip oleh Yesus. Yesus dalam ajaran New Age Satu ketika Yesus pernah menanyakan pertanyaan seperti ini di depan muridmuridNya."Menurut kamu, siapakah Aku ini?" (Lukas 9:20). Petrus, salah seorang muridNya menjawab, "Mesias dari Elohim". Jawaban Petrus ini seharusnya sudah mampu menjawab "teka-teki" siapakah Yesus. Namun manusia tidak pernah merasa puas dengan jawaban yang singkat itu. Manusia berulang-kali dalam sejarah berusaha melahirkan identitas baru buat Yesus. Yesus benar-benar begitu istimewa dan mempunyai daya-tarik yang luar biasa sehingga Ia selalu menjadi "milik" setiap kaum. Mereka selalu mengklaim bahwa Yesus adalah bagian dari sistem kepercayaan mereka. Mereka membentuk ulang Yesus dan mengubahNya sampai menjadi sosok yang diinginkan mereka. Pada akhir abad kesembilan-belas muncul apa yang dikenal dengan ajaran Theosophy. Ajaran yang penuh dengan unsur okultisme dan mistis ini pertama kali disebar-luaskan oleh Helene Petrovna Blavatsky pada tahun 1875. Ia mengajarkan bahwa setiap manusia berubah-kembang dalam tujuh piringan eksistensi: fisikal, astral, mental, dan seterusnya. Setiap tingkatan piringan ini membawa manusia semakin dekat kepada penyatuan dengan Sang Absolut (Tuhan). Kaum Theosophy ini percaya bahwa proses ini memakan waktu yang sangat lama sehingga membutuhkan reinkarnasi yang berulang-ulang. Menurut "wahyu" yang diterima oleh Blavatsky, bukan individu manusia saja yang berubah-kembang tetapi juga ras manusia itu sendiri ikut berubah-kembang. Sejauh ini sudah ada tiga ras manusia yakni Lemuria, Antlantis, dan Arya. Dalam setiap ras ini masih terdapat lagi sub-sub ras. Saat ini kita sedang berada pada ras ketiga – Arya – dan sedang memasuki sub-ras keenam dari ras Arya tersebut. Theosophy mengajarkan pada setiap permulaan sebuah sub-ras, Maha Guru Dunia (juga dikenal sebagai Kristus, pemberi kebijakan Ilahi) turun ke dunia dan masuk ke dalam tubuh seorang yang dipilih (the chosen one) untuk membantu dan membimbing perkembangan spritual umat manusia. Kelima inkarnasi Kristus dalam lima sub-ras Arya ini adalah Buddha (di India), Hermes (di Mesir), Zoroaster (di Persia), Orpheus (di Yunani), dan Yesus (ketika Ia dibaptis di sungai Yordan).[28] Yesus digambarkan sebagai seorang Master atau orang suci yang – sama seperti Buddha, Khrisna, Zoroaster dan lainnya – membimbing umat manusia ke dalam pencerahan dan harmoni Zaman Baru atau New Age. Oleh sebab itu gerakan spritual ini dinamakan pula New Age. Landasan pemikiran Kristologi dalam New Age adalah pembedaan antara Yesus, yakni tubuh seorang manusia dengan Kristus, suatu entitas Ilahi yang berdiam di dalam tubuh tersebut. Dalam konsep New Age ini, Yesus hanyalah manusia biasa yang menemukan pencerahan atau penerangan sempurna di negeri Timur, dan sampai kepada puncaknya Ia menjadi Kristus. Konsep ini jelas bertolak belakang dengan Perjanjian Baru yang menerangkan bahwa Ia sendiri adalah yang datang dan keluar dari Tuhan (Yohanes 8:58). Yesus dikatakan telah menyumbangkan tubuhnya untuk dipakai oleh Kristus. Annie Besant, yang menggantikan kepemimpinan Blavatsky, berkata : "Karena Ia [Kristus] membutuhkan sebuah tempat persemayaman dalam bentuk manusia, sebuah tubuh manusia. Manusia Yesus menyerahkan dirinya sebagai korban sukarela, menyerahkan dirinya tanpa pamrih kepada Tuhan Kasih, yang mengambil tubuhNya sebagai persemayaman yang suci, dan berdiam di dalamnya selama tiga tahun masa hidup fana. "[29] Kaum Theosophy menolak semua anggapan bahwa Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Manusia hanya dapat menyelamatkan dirinya melalui reinkarnasi yang berulang. Proses daur-hidup spritualitas ini membawa manusia jauh dan makin jauh dari piringan fisikal, sebaliknya dekat dan makin dekat menuju piringan spritual. Dalam proses ini, setiap manusia – tidak peduli dari agama atau ras mana ia berasal – mempunyai potensi untuk menjadi "Kristus". Manusia yang secara terus-menerus mengalami proses reinkarnasi pada akhirnya akan mencapai status "Master". Buddha, Khrisna, Zoroaster, Yesus masuk ke dalam kelompok manusia ini. Mereka telah mampu menyelesaikan dan mengakhiri proses reinkarnasi yang berulang-ulang itu dan kemudian tanpa pamrih berusaha menolong manusia-manusia lain dalam mencapai pencerahan seperti mereka. Ajaran ini tentu saja bertentangan dengan firman Tuhan yang berkata: "Aku, Akulah TUHAN dan tidak ada juruselamat selain dari pada-Ku." (Yesaya 43:11) Alkitab mengajarkan bahwa manusia membutuhkan kasih karunia Tuhan untuk memperoleh keselamatan dan bukannya melalui pencapaian penerangan atau pencerahan. Kesimpulan Banyak sudah usaha manusia sepanjang sejarah untuk membentuk sosok Yesus menjadi sosok yang sesuai dengan angan-angan dan pemikiran mereka. Usaha ini bahkan sudah dimulai sejak zaman para rasul. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Galatia memberi nasihat kepada kita demikian : Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima. (2 Korintus 11:4) Kisah mengenai perjalanan Yesus ke negeri India dan Tibet jelas sama sekali tidak bisa dipercaya. Pertama karena sumber-sumber kisah tersebut, mulai dari manuskrip Himis, injil Aquarian, dan catatan Edgar Cacye, banyak sekali mengandung ketidak-akuratan sejarah. Kedua, kisah tersebut bertentangan dengan keterangan yang terdapat di dalam Alkitab. Walaupun demikian, saya percaya bahwa berita tentang Yesus telah sampai ke negeri India dan Tibet sejak masa awal penyebaran agama Kristen.[30] Sangat mungkin terjadi bahwa beberapa orang yang menaruh minat terhadap Yesus mencoba menggubah sosok Yesus dan ajaranNya hingga sesuai dalam sudut pemikiran sistem kepercayaan mereka. Dan mungkin juga bahwa kemudian mereka menuliskannya dalam gulungangulungan lontar yang lalu tersebar di biara-biara di India. Seperti lazimnya yang terjadi di dunia, cerita dua senti bisa berkembang menjadi cerita lima senti. Begitu pula dengan apa yang mereka tulis tentang "Yesus" mereka. Maka itu tidaklah mengherankan apabila kita menemukan sosok Yesus yang berbeda dengan sosok Yesus yang kita kenal. Untuk menjadi sumber cerita yang bisa dipercaya, manuskrip-manuskrip tersebut haruslah mempunyai bukti-bukti penunjang yang tidak terbantahkan seperti layaknya manuskrip-manuskrip Perjanjian Baru. Apakah mereka juga ditulis oleh orang-orang yang terpercaya dimana kita mengenal mereka sebagai saksi mata kehadiran Yesus di muka bumi ? Justru faktor-faktor penting ini tidak dimiliki oleh manuskrip Himis. Dengan kata lain manuskrip Himis tidak memiliki otoritas seperti halnya Alkitab. Adapun Alkitab yang kita miliki telah lulus oleh ujian zaman dan waktu. Dalam hal ini biarkan kitab-kitab tersebut bersaing dengan Alkitab. Saya hendak menutup tulisan ini dengan meminjam perkataan Rabbi Gamaliel : "Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap."[31] (Contributed by: Armen Rizal, Published in Bahana Magazine 2000) Catatan Kaki 1 La vie inconnue de Jisus Christ diterbitkan oleh Ollendorf di Paris tahun 1894. Tiga terjemahan yang terpisah tiba di Amerika bulan Mei tahun itu, masing-masing diterbitkan oleh Macmillan di Washington; oleh G. W. Dillingham, di New York; dan oleh Rand, McNally & Co., di Chicago. Sebuah terjemahan Italia oleh R. Giovannini muncul di tahun yang sama dan sebuah versi Jerman, Die Luecke im Leben Jesu, dicetak tahun itu juga. Edisi London diterbitkan oleh Hutchinson pada tahun 1895. Pada tahun 1926 Dillingham kembali menerbitkan buku itu di New York, tetapi dengan hak cipta bertanggalkan tahun 1890! Sebuah versi Spanyol hasil terjemahan A. G. de Araujo Jorge terbit di Rio de Janeiro di tahun 1909. 2 Nicolas Notovitch, The Life of Saint Issa, dikutip oleh Joseph Gaer, The Lore of the New Testament (Boston: Little Brown and Co., 1952), 118. 3 Nicolas Notovitch, dikutip oleh Per Beskow, Strange Tales About Jesus (Philadelphia: Fortress Press, n.d.), 59. 4 Nicolas Notovitch, ed. The Life of Saint Issa, dalam Elizabeth Clare Prophet, The Lost Years of Jesus (Livingston, MT: Summit University Press, 1987), 218. 5 Ibid., 219. 6 Ibid., 222-23. 7 Ibid., 245-46. 8 Max Muller, "The Alleged Sojourn of Christ in India," The Nineteenth Century 36 (1894):515f., dikutip oleh Edgar J. Goodspeed, Modern Apocrypha (Boston: Beacon Press, 1956, 10. 9 Ibid., 11. 10 J. Archibald Douglas, "The Chief Lama of Himis on the Alleged 'Unknown Life of Christ'" The Nineteenth Century (April 1896) 667-77, dikutip dalam Prophet, 36-37. 11 Goodspeed, 13. 12 Targum ad loc. ; Sanhedrin 19b; Pirkey Rabbi Eliezer 48 13 Yov'loth 47:5 14 Josephus, Antiquities 2:9:5 15 Sephir Ha-Yasher atau Kitab Kebenaran adalah sebuah kitab yang hilang. Kitab ini ada disebut dua kali dalam Perjanjian Lama yaitu dalam Yosua 10:13 dan II Samuel 1:18. Keberadaan kitab ini sendiri tidak diketahui sampai kira-kira pada tahun 1750 terbit sebuah terjemahan Inggris atas sebuah manuskrip Ibrani kuno yang ditemukan di Gazna, Persia. Sephir Ha-Yasher yang saya gunakan adalah sebuah terjemahan Inggris tahun 1840 yang diterbitkan oleh J.H Parry & Co. Salt Lake City. 16 Kaum New Age percaya bahwa bumi ini diselubungi oleh medan spiritual Akasha yang mana mempengaruhi dorongan hati dan pikiran setiap manusia. Dengan begitu medan ini dipercaya pula menyimpan seluruh catatan sejarah umat manusia. 17 Dowling, The Aquarian Gospel of Jesus the Christ (London: L. N. Fowler & Co., 1947), 48. 18 Ibid., 50. 19 Dowling, dikutip oleh Gaer, 134. 20 Dowling, Aquarian Gospel, 66. 21 Philip J. Swihart, Reincarnation, Edgar Cayce, and the Bible (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1978), 18. 22 Anne Read, Edgar Cayce: On Jesus and His Church (New York: Warnera Books, 1970), 70. 23 Dr Lewis Spencer The Mystical life of Jesus, American Rosicrucian Series, Supreme Grand Lodge Am. 24 H , Spencer The Secret Doctrines of Jesus , Supreme Grand Lodge of Amorc, California America, 1954 (Edition keenam) 25 Mirza Ghulam Ahmad Sat Bachan Qadian, 1895 p. 164. Lihat pula Mirza Ghulam Ahmad Masih Hidustan Mein Qadian 1899 p. 3. dan Mirza Ghulam Ahmad Alhuda Qadian 1902 26 Dowling, Aquarian Gospel, 12. 27 Menurut keterangan St. Justin (138-161 M), Yesus adalah seorang pembuat bajak dan kuk. (Contra Tryph., 88) 28 H. P. Blavatsky, The Secret Doctrine (Wheaton, IL: Theosophical Publishing House, 1966), 168-89. 29 Annie Besant, Esoteric Christianity (Wheaton, IL: Theosophical Publishing House, 1953), 90-91. 30 The Malankara (Indian) Orthodox Church : A Historical Perspective. Oleh His Eminence Metropolitan Dr. Paulos Mar Gregorios. 31 Kisah Para Rasul 5:38 Frequently Asked Questions Theology 1. Apakah Nasrani percaya Yesus sebagai Tuhan atau manusia, atau kedua-duanya ? Bagaimana pula dengan Trinitas ? Soteriology 1. Bagaimana pandangan anda tentang Keselamatan ? Torah 1. 2. 3. Mengapa anda memelihara Taurat ? Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa kita sebagai orang percaya harus menjalankan semua perintah Taurat yang ada dan dengan begitu kembali menempatkan kita dalam belenggu hukum ? Bukankah Kristus telah meniadakan itu semua demi kita ? Orang Yahudi mengerjakan hukum Taurat supaya diselamatkan. Bukankah anda sama saja dengan mereka ? Anda keliru. Pandangan bahwa Yudaisme mengajarkan bahwa manusia diselamatkan karena mengerjakan Taurat adalah tidak benar. Sepanjang zaman tentu ada saja kelompok tertentu dalam tubuh Yudaisme yang mengajarkan hal yang tidak betul. Tetapi ajaran atau tingkah-laku dari kelompok itu tidak mengubah apa yang Yudaisme selalu ajarkan. Contoh kasus yang paling baik ditemukan dalam diri Daud. Tuhan menghakimi Daud atas dasar imannya dan keinginannya untuk melakukan Taurat, bukan atas dasar kemampuannya memegang setiap detil perintah. Tidak ada seorang pun yang pernah diselamatkan karena kemampuan mereka mengerjakan Taurat. (Untuk lebih jauh, anda dapat membacanya dalam buku yang diterbitkan oleh Komunitas Nasrani "Tidak Tunduk Kepada Hukum Tuhan?".) 4. Bukankah menjalankan setiap detil perintah Taurat adalah upaya sia-sia untuk memperoleh keselamatan ? Ini adalah suatu miskonsepsi. Orang Kristen telanjur memandang bahwa mengerjakan hukum Taurat adalah suatu upaya sia-sia untuk "memperoleh keselamatan". Yudaisme tidak memfokuskan diri kepada pertanyaan bagaimana cara untuk masuk surga. Yudaisme berfokus kepada kehidupan (sekarang) dan bagaimana menjalani hidup ini. Ketika kami menjalankan perintah Elohim, kami tidak memikirkan pahala apa yang bakal kami dapat. Ini semata-mata karena masalah kewajiban moral dan wujud pernyataan cinta kasih kami kepada Tuhan. Jika boleh saya kutip, salah satu kata bijak yang tercatat dalam Pirkei Avot adalah : "Be not like servants who serve their master for the sake of receiving a reward; instead, be like servants who serve their master not for the sake of receiving a reward, and let the awe of Heaven be upon you." (Mishnah Avos 1:3) 5. Bagaimana dengan perintah-perintah seperti sunat, memakai jumbai pada jubah kita, tidak makan babi, merajam orang-orang yang berzinah sampai mati, bukankah itu semua tidak relevan lagi dalam kehidupan modern ? Taurat mempunyai perintah-perintah di dalamnya yang hanya diterapkan di atas negeri Israel yang teokrasi (catatan: negara Israel modern bukanlah negara teokrasi). Taurat juga mempunyai aturanaturan yang hanya diterapkan untuk para imam, dan ada juga yang hanya untuk Imam Besar. Ada perintah-perintah khusus untuk pria dan khusus untuk wanita - dan juga untuk yang sudah menikah dan yang belum menikah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Taurat juga cukup fleksibel dan dinamis dengan memberikan ruang yang luas bagi terjadinya perubahan-perubahan atau amandemen menurut rencana Tuhan yang sempurna. Paulus mengajarkan hal yang sama. Ia juga mengajarkan Timotius untuk "bertekun" dalam kitab suci - artinya selalu ada cara untuk "memecahkan masalah" - menurut Taurat ! Beberapa perintah yang pada mulanya nampak "tidak berguna" seperti sunat misalnya, ternyata baru diketahui dampak positifnya dalam dunia kedokteran masa kini yakni dapat meniadakan resiko terkena kanker. Kelak pada masa 1000 tahun, ketika Mesias memerintah dan negara teokrasi kembali ditegakkan, seluruh perintah di dalam hukum Taurat akan diberlakukan kembali. 6. 7. 8. Bagaimana dengan perintah hari Sabat? Bagaimana dengan perintah persembahan korban? Bukankah dalam Perjanjian Baru sudah tidak ada lagi larangan terhadap makanan haram ? Kitab Suci 1. Apa kitab suci orang Nasrani itu? Kitab Suci Nasrani adalah TaNaKh yang terdiri atas tiga kelompok kitab: 1. 2. 3. Torah (Taurat) Neviim (kitab para nabi) Kethuvim (tulisan-tulisan), termasuk ke dalamnya adalah Kethuvim Netzarim atau yang lebih dikenal sebagai "Perjanjian Baru". Kethuvim Netzarim terdiri atas:  Besorah (Injil)  Shaliachim (Kisah dan Surat Para Rasul) Total kitab: 66 Pengelompokan di atas disusun berdasarkan tingkatan kewenangan kitab. Tingkatan kewenangan ini dibangun atas asas kitab yang datang kemudian harus mendukung kitab yang terdahulu. Torah berada pada tingkat teratas sebab ia adalah kitab yang pertama. Kitab para nabi harus mendukung Torah, sementara Kethuvim harus mendukung pertama-tama Torah dan kemudian kitab para nabi. Berdasarkan asas demikian maka penafsiran "Perjanjian Baru" haruslah berdasarkan Torah dan kitab para nabi, bukan sebaliknya. Untuk lebih jelasnya silakan lihat penggolongan Kitab Suci Nasrani. Messianica 1. Bagaimana anda bisa mengatakan Nasrani berbeda dengan Kristen ? Bukankah dalam Kis 11:26 para pengikut Yesus yang mula-mula juga disebut Kristen ? Pada mulanya memang tidak ada perbedaan antara istilah Nasrani dengan Kristen yang muncul belakangan di luar Yudea (c.58 M). Sebenarnya istilah yang digunakan oleh para pengikut Yesus yang mula-mula untuk menyebut diri mereka sendiri adalah pengikut "Jalan Tuhan" (Kis 9 : 2, 13 : 10, 18 : 25, 19 : 9, 19 : 23, 22 : 4-5, 24 : 14, 24 : 22) atau "Jalan Elohim" (Mat 22:16, Luk 20:21, Kis 18:26) atau "Jalan Kebenaran" (2 Pet 2:2,21). Selain itu juga dikenal istilah Evyonim (Kaum Miskin). Istilah Nasrani (Netzarim) sendiri berasal dari kalangan Yahudi untuk menyebut para pengikut Yesus sampai hari ini. Di awal dikatakan bahwa pada mulanya tidak ada perbedaan di antara istilah-istilah itu. Para pengikut Yesus yang mula-mula tetap beribadah menurut hukum Taurat dan tidak meninggalkan keyahudian mereka. Hal ini diperjelas dalam Kis 24:5 dan 24:14 bahwa orang Nasrani tidak lebih dan tidak bukan dari sekedar sekte dalam tubuh Yudaisme. 2. Mengapa Nasrani dikatakan sebagai sebuah sekte ? Sekte berasal dari kata cesare yang artinya "dipisahkan". Pemakaian kata "sekte" terhadap orang Nasrani berangkat dari keberadaan sektarianisme pada tubuh Yudaisme di masa Perjanjian Baru. Pada masa itu Yudaisme terbagi-bagi ke dalam beberapa sekte seperti: sekte Farisi yang adalah sekte paling besar; lalu ada sekte Saduki yang dipenuhi oleh pendukung Hellenis dan yang memegang otoritas atas Bait Elohim; dan terakhir adalah sekte Esseni yang berdiam di pedalamanpedalaman. Orang Nasrani dikatakan sebagai sebuah sekte oleh karena kekukuhan iman mereka terhadap Yeshua Ha-Mashiach sehingga membuat mereka "dipisahkan" (baca: dibedakan) dari golongan Yahudi lainnya. Setelah keruntuhan Bait Elohim (70 M), praktis hanya sekte Farisi dan sekte Nasrani yang dapat bertahan. Para pemuka Farisi yang berkedudukan di Javneh (90 M) kemudian mengklaim sebagai satu-satunya Yudaisme yang lurus (orthodoks) sekaligus memutuskan sekte rival mereka sebagai bidah. Sebuah benediction ditambahkan ke dalam doa Amidah untuk menghalangi orang Nasrani untuk dapat berpartisipasi di dalam sinagoga mereka. Keputusan ini kemudian turut mendorong orang Nasrani yang non-Yahudi untuk menciptakan "agama" baru yang benar-benar lepas dari Yudaisme. 3. Dapatkah anda menceritakan secara singkat bagaimana terjadinya perpisahan dan perbedaan antara Nasrani dengan Kristen ? Pewartaan Injil pada akhirnya sampai kepada orang-orang bukan Yahudi di luar Yudea. Keberadaan orang-orang bukan Yahudi ini kemudian menghantarkan Nasrani masuk ke dalam sebuah tahapan baru; yakni bagaimana mereka (para rasul dan orang-orang Yahudi lainnya) bersikap terhadap orang-orang asing tersebut. Dan hal ini diakui bukan tidak menciptakan persoalan. Konsili rasuli di Yerusalem (Kis 15) lalu diadakan untuk menyelesaikan persoalan ini. Tetapi sepeninggal para rasul, muncul oknum-oknum tertentu dalam komunitas orang percaya yang menyebarkan gagasan-gagasan anti Yahudi, seperti yang dilakukan oleh Marcion (c.84-160) yang mengeluarkan gagasan tentang dua tuhan (tuhan PL/tuhan Yahudi yang jahat dan tuhan PB/tuhan Kasih yang baik), atau Yustinus Martyr (c.138-161) yang menulis tentang keburukan syariat Taurat. Oknum-oknum demikian dengan cepat menempati posisi-posisi penting dalam tubuh jemaat. Perlu dimengerti bahwa mereka berasal dari dunia yang sangat membenci kepercayaan yang dianut oleh bangsa Yahudi. Menurut dunia Romawi sangat tidak masuk akal menyembah Elohim yang tidak kelihatan, tidak memakan daging babi dan tidak berdagang pada satu hari yang ditentukan (Sabat). Apion, sastrawan Romawi yang termasyhur pada masa itu bahkan menduga alasan bangsa Yahudi tidak memakan daging babi adalah karena Elohim mereka adalah seekor babi. Bangsa Yahudi dikatakan pula sebagai sebuah bangsa budak yang berhasil terlepas dari penyakit kusta. Mereka yang masih dipengaruhi oleh latar belakang ini kemudian menciptakan kesan keliru terhadap apa yang disampaikan oleh Mesias dan para rasul. Banyak sekali tulisan-tulisan Paulus (terutama surat Galatia) yang kemudian disalah-gunakan sebagai pembenaran untuk menyebut bangsa Yahudi sebagai "Christ Killer". Kekalahan bangsa Yahudi dalam dua kali perang melawan Roma (66-70 dan 130-135) membuat orang Yahudi menjadi sasaran kebencian di seluruh Romawi. Hal ini menciptakan peluang bagi golongan bukan Yahudi untuk meraih suara mayoritas di dalam tubuh jemaat sebab pemimpin-pemimpin jemaat yang kebanyakan adalah orang Yahudi sekarang tidak dapat berpartisipasi secara normal. Adalah berbahaya kini bagi seseorang untuk hidup sebagai Yahudi. Jauh lebih menguntungkan sekarang jika mereka memakai nama "Kristen". Mereka tidak akan lagi digolongkan sebagai Yahudi dan nama itu menolong mereka terlepas dari amukan kemarahan orang Romawi terhadap bangsa Yahudi. Sebagai "agama" bukan Yahudi tentunya mereka tidak lagi perlu mengikuti "kebiasaan" orang Yahudi dalam menjalankan syariat Taurat. Serangkaian gagasan teologi baru kemudian diperkenalkan untuk memperkuat argumen ini. Misalnya ide untuk tidak merayakan Paskah pada tanggal 14 Nissan seperti kebiasaan orang Yahudi (yang sebenarnya bukan kebiasaan Yahudi melainkan ketetapan TUHAN) dengan menggeser Paskah untuk selalu jatuh pada hari Minggu. Teologi baru ini juga melancarkan proses akulturisasi antara peribadatan Kristen dengan peribadatan paganisme mereka yang lampau, dimana hal ini tidak akan terjadi apabila mereka senantiasa berpegang kepada Taurat TUHAN. Namun tidak demikian halnya dengan komunitas orang percaya yang tetap setia kepada pesan Mesias. Mereka memilih untuk berpindah ke daerahdaerah Timur seperti Suriah, Irak, Arab, Ethiopia, Persia dan India demi menghindari jangkauan tangan Romawi. Selama berabad-abad mereka mempertahankan identitas mereka sebagai orang Nasrani. Mereka dikenal dengan sebutan Messiahan (pengikut Mesias) dan juga Beni-Israel. Menurut kesaksian Bapa-bapa Gereja (i.e. Epiphanius dan St. Jerome), orang Nasrani ini tetap menjalankan syariat Taurat dan memelihara Injil sebagaimana Injil itu pertama kali ditulis. Sekarang keturunan mereka dapat ditemukan dalam jemaat Assyrian Church of The East. 4. Apakah ini semacam gabungan kepercayaan antara Yudaisme dengan Kristen ? Tidak sama sekali. Kami percaya bahwa Yeshua ha-Mashiach tidak datang untuk membawa atau mendirikan agama baru melainkan datang untuk menghantarkan kita kepada pemahaman yang sempurna tentang Taurat-Nya. Pada zaman Perjanjian Baru, ada berbagai macam aliran Yudaisme seperti Farisi, Saduki dan Esseni. Masing-masing mempunyai seperangkat aturan dan ketetapan yang disebut dengan halakha (arti harafiah: jalan hidup) yang berlaku bagi para pengikut mereka. Halakha ini dirumuskan oleh Beit Din (mahkamah agama) masing-masing. Sama halnya pula dengan para pengikut Yeshua, mereka juga memiliki halakha tersendiri yakni halakha yang diajarkan langsung oleh Mashiach (Yoh 14:36). Jadi orang sekte Nasrani tidak tunduk kepada halakha sekte Farisi atau apalagi sekte Saduki, melainkan hanya tunduk kepada halakha Mashiach (Mat 23:8). Sepeninggal Yeshua, otoritas halakha ini dilimpahkan kepada Beit Din Nasrani di bawah karunia Roh Kudus. Seperti layaknya Beit Din pada masa itu, Beit Din Nasrani dipimpin oleh seorang Nasi dan seorang Av Beit Din. Nasi yang pertama adalah Yakobus, saudara Yeshua dan yang menjadi Av Beit Din-nya, rasul Petrus (Kis 15, Gal 2:9). Beribu-ribu orang Yahudi di masa itu masuk menjadi anggota sekte Nasrani (Kis 21:20). Mereka semua tunduk kepada apa yang ditetapkan oleh Beit Din ini, termasuk pula Paulus, yang disebut sebagai ring leader dari sekte tersebut (Kis 24:5). Berlawanan dengan itu, orang Yahudi pada masa sekarang tunduk kepada halakha Farisi yang didokumentasikan di dalam Talmud. Apa yang kita kenal sebagai Yudaisme masa kini adalah Yudaisme ala Farisi, "Rabbinic Judaism". Hendaknya saudara jangan keliru. Kami juga adalah penganut Yudaisme, bukan Rabbinic Judaism tetapi Yudaisme ala Mashiach: "Messianic Judaism". 5. Apakah ini merupakan aliran Ebionit ? Jawabnya adalah BUKAN. Ebionit atau Ebionisme berasal dari sekelompok jemaat mula-mula yang disesatkan sehingga mereka hanya mempercayai Yesus sebagai Mesias, tanpa predikat keTuhanan-Nya. Ebionisme juga menolak otoritas kerasulan Paulus dan tidak menggunakan Perjanjian Baru, melainkan Injil Matius versi mereka sendiri (minus kisah kelahiran perawan). Saya memahami jika banyak orang keliru dengan aliran ini. Bahkan pakar sejarah Israel terkenal seperti Hyam Maccobi pun bisa salah dengan menyamakan antara Nasrani dengan Ebionisme ini. Padahal keduanya adalah dua entitas yang berbeda. Untuk lebih jelasnya silakan baca artikel ini: Nazarenes were not Ebionism proven. 6. Saya tidak mengerti. Jika iman Kristen yang saya anut selama ini salah, mengapa Tuhan membiarkan kesalahan ini terus menerus kepada berjuta-juta orang selama berabad-abad ? Anda berpikir menurut logika kuantitas. Dalam Lukas 13:22-30, Yesus mengatakan bahwa jalan yang Ia tawarkan bukanlah jalan yang lebar melainkan jalan yang sempit. "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu", demikian kata Yesus. Sepanjang masa, ribuan orang berusaha untuk masuk tetapi mereka tidak dapat. Mengapa ? Karena mereka gagal bertumbuh dalam iman mereka dengan melupakan dan mengabaikan Taurat-Nya. "Blessed are they that do His commandments, that they may have right to the tree of life, and may enter in through the gates into the city." (King James Bible, Wahyu 22:14) 7. Apakah jemaat Nasrani boleh melakukan kebaktian pada hari Minggu ? Jemaat Nasrani bebas beribadah pada hari apapun. Bahkan sesungguhnya kami melakukannya setiap hari. Akan tetapi jika pengertian ibadah hari Minggu diartikan sebagai ibadah pengganti hari Sabat maka hal ini tidak dibenarkan. Untuk lebih jelasnya, Yudaisme menganut pandangan demikian: 1. 2. 3. 4. Hari Sabat dimulai pada Jum'at pk.6 petang dan berakhir pada hari Sabtu pk.6 petang. Kita tidak boleh menggantikannya dengan hari lain. Ini adalah perintah Elohim. Ibadah yang kita lakukan pada keenam hari lainnya harus berbasiskan konteks iman di dalam Taurat. Kita tidak diperbolehkan untuk beribadah di tempat peribadatan lain. Kita bebas beribadah kepada TUHAN pada hari apapun dan sesungguhnya kita beribadah kepada-Nya setiap hari. Namun demikian hari Sabat adalah Satu, dan konteks peribadatan harus berbasiskan Taurat. Benarkah Komunitas Nasrani merupakan penganjur gerakan "kembali ke akar Ibrani" ? Itu tergantung dari bagaimana yang anda maksudkan dengan "kembali ke akar Ibrani". Jika "kembali ke akar Ibrani" diartikan sebagai hendak mengikuti adat-istiadat dan budaya Yahudi, maka tuduhan tersebut sama sekali tidak benar. Mengutip pernyataan Avi Ben Mordechai, salah seorang pengajar Nasrani terdepan, yang juga terkenal dengan acara radionya "Torah Talk": "I am not a proponent of the "Jewish Roots" or "Hebraic Roots" movement as you or they define the terms. I am a proponent of Torah observance for both Jews and non-Jews..." Komunitas Nasrani tidak pernah menganjurkan adat-istiadat dan budaya Yahudi kepada orang bukan Yahudi. Yang dilakukan oleh Komunitas Nasrani adalah mendorong setiap orang percaya untuk menempatkan Taurat sebagai suatu standar hidup. Komunitas Nasrani mendefinisikan "kembali ke akar Ibrani" sebagai suatu upaya untuk memahami pengajaran Mesias dan para rasul menurut konteks budaya dan pola pikir di mana mereka hidup di dalamnya. Salah satu realisasinya adalah dengan menghadirkan terjemahan Perjanjian Baru yang lebih akurat berdasarkan teks-teks bahasa asli Ibrani dan Aramaik (lihat The Semitic New Testament Project by SANJ). Judaica 5. Situs web ini banyak mengutip Talmud dan literatur-literatur post-biblikal Yahudi lainnya. Apakah anda menganggap mereka sebagai juga kitab suci ? Literatur-literatur post-biblikal Yahudi adalah literatur yang dihasilkan setelah kitab-kitab Perjanjian Lama selesai ditulis (terakhir kitab Maleakhi c.425 SM). Salah satu contoh literatur tersebut adalah kitab Henokh (c.200 SM) yang dikutip oleh rasul Yehuda (Yudas) di dalam suratnya (Yud 1:9). Tetapi literatur post-biblikal yang paling penting adalah Talmud yang terdiri atas dua bagian: Mishnah dan Gemara. Di dalam Yudaisme Orthodoks, Talmud menempati posisi yang sama pentingnya dengan Taurat sebab Talmud dipandang berisikan "pengajaran lisan" (Torah She-be-al-peh) yang diwariskan oleh Musa kepada tua-tua Israel. "Pengajaran lisan" ini kemudian kelak dikodifikasikan oleh para rabbi Yahudi ke dalam Talmud. Masa penyusunan Talmud boleh dikatakan berbarengan dengan masa penyusunan Perjanjian Baru, tetapi Talmud berlangsung lebih lama (c.37 SM-220 M). Walaupun Komunitas Nasrani banyak sekali mengutip apa yang terdapat di dalamnya dan mengakuinya sebagai "kitab yang otoritatif" (karena disusun oleh orang-orang yang berwenang di dalamnya), Talmud sama sekali tidak boleh dipandang mempunyai kesetaraan dengan kitab suci. Talmud hanya dipergunakan sebatas untuk membantu kita memahami apa yang menjadi pemahaman orang Ibrani terhadap Taurat mereka, Elohim mereka, Mesias mereka. 6. Anda memakai pemahaman Kabbalah dalam artikel anda. Bagaimana pandangan anda terhadap Kabbalah ? Kabbalah adalah mistisisme Yahudi seperti halnya sufi di dalam Islam. Dalam Yudaisme Orthodoks masa kini, fondasi Kabbalah terdapat pada tiga kitab penting: Sefer Yetzirah, Bahir dan Zohar. Tetapi Kabbalah sebenarnya sudah ada jauh sebelum ketiga kitab itu ditulis. Kabbalah juga tercermin di dalam manuskrip-manuskrip Laut Mati serta di dalam tulisan-tulisan filsuf Philo. Mistisisme Yahudi ini setidaknya sudah berusia lebih dari 2000 tahun. Pada masa lampau Kabbalah disebut dengan sebutan lain, antara lain Sitrei Torah, Razei Torah dan Torat HaSod. Pada masa itu mistisisme Yahudi dibagi menjadi dua area, masing-masing adalah Ma’aseh Bereshit (berhubungan dengan Penciptaan) dan Ma’aseh Merkavah (berhubungan dengan Tahta-Kereta Ilahi). Sama halnya terhadap Talmud dan literatur post-biblikal Yahudi lainnya, Komunitas Nasrani tidak memandang kitab-kitab Kabbalah mempunyai kesetaraan dengan kitab suci. Namun demikian Kabbalah mewarisi apa yang menjadi pemahaman mistis orang Ibrani terhadap TUHAN dan kepercayaan mereka. Mengenal Kabbalah dalam konteks yang benar dapat membantu kita memahami bagaimana Yeshua dimengerti oleh saudara-saudara sebangsaNya pada masa itu sebagai Mesias, cahaya kemuliaan (zohar) Elohim dan gambar wujud Elohim.