Kode/ Nama Rumpun Ilmu: 742/Pendidikan Bahasa (Sastra) Inggris
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA
BAHASA INGGRIS SISWA KELAS X SMA HARAPAN 1
MEDAN MELALUI STORY TELLING
Tahun ke- 1 dari rencana 1 tahun
Dibiayai oleh:
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Sesuai dengan
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Dosen Pemula Usulan Baru
Bagi Dosen Universitas Potensi Utama
Tahun Anggaran 2018
Nomor : 211/K1.1/L.T.1/2018
TIM PENGUSUL :
Jabatan
Nama
NIDN
Ketua
FIRDAYANTI FIRDAUS, S.Pd., M.Hum.
0109058101
Anggota
DWI SUCI AMANIARSIH, S.Pd., M.Hum.
0109048601
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
2018
p
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) bagaimana
meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X di SMA
Harapan-I Medan melalui penerapan metode Storytelling, dan 2) bagaimana
respon siswa kelas X SMA Harapan-1 Medan terhadap storytelling sebagai salah
satu metode belajar. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Model
Kemmis Mc. Taggart yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari
empat tahapan: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subyek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas X-6 SMA Harapan-I Medan. Objek penelitian ini
adalah penerapan metode Storytelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa Inggris siswa. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa persentase
hasil ketuntasan nilai siswa antara pra-tindakan, siklus-I dan siklus-II mengalami
peningkatan. Persentase ketuntasan pada pra-tindakan sebesar 27%, pada Siklus-I
sebesar 47%, dan pada siklus-II sebesar 70%. Ada peningkatan 43% antara pratindakan dan siklus-II. Storytelling dengan variasi teknik bercerita dan berdiskusi
dalam kelompok kecil dapat meningkatkan antusiasme, keberanian, keaktifan, dan
kesempatan berbicara pada siswa.
Kata kunci: Kemampuan berbicara, Bahasa Inggris, Storytelling
ii
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala karena atas
berkat, rahmat, dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “UPAYA MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS X SMA
HARAPAN I MEDAN MELALUI METODE STORYTELLING”.
Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang mendukung dan membantu kelancaran penelitian ini, antara
lain :
1.
Keluarga penulis yang telah memberikan do’a dan dukungan kepada penulis.
2.
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan
Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi yang telah mendanai penelitian ini.
3.
Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan dan perhatian
terhadap penelitian ini.
4.
Ibu Dr. Rika Rosnelly, S.Kom, M.Kom selaku Rektor Universitas Potensi
Utama yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
5.
Bapak Bob Subhan Riza, ST, M.Kom selaku Ketua Yayasan Potensi Utama
Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan sehingga
pengembangan ilmu di Universitas Potensi Utama dapat terus maju dan
berkembang.
6.
Bapak Edy Victor Haryanto, M.Kom selaku Ketua LPPM Universitas Potensi
Utama yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
iii
7.
Bapak Ashari P. Suwondo, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Politik dan
Pendidikan Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan
kepada penulis.
8.
Ibu Eni Maisaroh, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris Fakultas Politik dan Pendidikan Universitas Potensi Utama yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
9.
Bapak Drs. Anwar, selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Harapan I Medan
beserta staf dan guru-guru yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk dapat melakukan riset dalam hal pengumpulan data yang
berkaitan dengan penelitian ini.
10. Serta rekan-rekan Universitas Potensi Utama dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan saran, kritik dan doa.
Tentu saja penelitian ini memiliki banyak kelemahan yang perlu
disempurnakan untuk masa yang akan datang. Saran dan kritik bagi penulis akan
sangat diperlukan dalam proses penyempurnaan maupun pengembangan bidang
keilmuan ini. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat membantu proses
pengembangan bidang keilmuan ini untuk waktu yang akan datang.
Medan,
2018
Peneliti,
Firdayanti Firdaus
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... i
RINGKASAN ............................................................................................. ii
PRAKATA .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ................................................................ 3
1.4. Luaran Penelitian ............................................................... 4
1.5. Kontribusi Keilmuan .......................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5
2.1. Kemampuan Berbicara....................................................... 5
2.1.1. Keterampilan Berbicara ......................................... 5
2.1.2. Tujuan Berbicara .................................................... 6
2.1.3. Tahap – Tahap Kemampuan Berbicara .................. 7
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Berbicara ................................................................ 8
2.1.5. Faktor Penentu Keberhasilan Berbicara ................. 9
2.1.6. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara ....................... 10
v
2.1.7. Penilaian Keterampilan Berbicara.......................... 11
2.2. Bahasa Inggris .................................................................... 12
2.2.1. Pembelajaran Bahasa Inggris ................................. 12
2.2.2. Keterampilan berbicara dalam Pembelajaran Bahasa
Inggris .................................................................... 13
2.3. Storytelling ......................................................................... 14
2.3.1. Pengertian Storytelling ........................................... 14
2.3.2. Tujuan Storytelling ................................................. 16
2.3.3. Jenis - Jenis Storytelling ......................................... 17
2.3.4. Generic Structure Storytelling ................................ 18
2.3.5. Hal – Hal Penting dalam Storytelling..................... 19
2.3.6. Manfaat Storytelling ............................................... 20
2.3.7. Kelebihan Storytelling ............................................ 21
2.3.8. Kelemahan Storytelling .......................................... 22
2.4. Kerangka Konseptual ........................................................ 22
2.5. Hipotesis Tindakan ............................................................ 24
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ......................... 25
3.1 Tujuan Penelitian ................................................................ 25
3.2 Manfaat Penelitian .............................................................. 25
BAB IV
METODE PENELITIAN ....................................................... 26
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 26
4.2 Subjek dan Objek Penelitian ............................................. 26
4.3 Metode dan Rancangan Penelitian .................................... 26
4.4 Sumber Data...................................................................... 31
vi
4.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................ 31
4.6 Instrumen Penelitian ......................................................... 32
4.7 Teknik Analisis Data ......................................................... 33
4.8 Validasi Data ..................................................................... 35
4.9 Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
BAB V
BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 37
5.1
Deskripsi Subjek Penelitian ............................................. 37
5.2
Deskripsi Kondisi Awal .................................................. 37
5.3
Deskripsi Siklus I ............................................................ 41
5.4
Deskripsi Siklus II ........................................................... 50
5.5
Pembahasan ..................................................................... 57
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA .................................... 60
6.1 Penyusunan Laporan Akhir................................................. 60
6 .2 Publikasi Paper .................................................................. 60
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 61
7.1
Kesimpulan ...................................................................... 61
7.2
Saran ............................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
LAMPIRAN. .............................................................................................. 65
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jenis Luaran ............................................................................. 4
Tabel 2.1 Model Penilaian Keterampilan Berbicara ................................. 12
Tabel 4.1 Pedoman Penilaian .................................................................... 34
Tabel 4.2 Kriteria Tingkat Keterampilan Berbicara Siswa ....................... 35
Tabel 5.1 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Tes Awal
(Pra Tindakan) ........................................................................... 38
Tabel 5.2 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Tes Awal (Pra-tindakan) .................................................. 39
Tabel 5.3 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus I ...... 46
Tabel 5.4 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Siklus I.............................................................................. 47
Tabel 5.5 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus II ..... 54
Tabel 5.6 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Siklus II ............................................................................ 55
Tabel 5.7 Persentase Hasil Ketuntasan Siswa Pada Pra Tindakan, Siklus I
dan Siklus II .............................................................................. 58
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1.
Siklus Penelitian Tindakan Kelas ...................................... 29
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1
Grafik Persentase Hasil Ketuntasan Kondisi Awal, Siswa
Siklus I dan Siklus II .......................................................... 59
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang telah menjadi bahasa
global yang digunakan hampir disegala bidang kehidupan dan mendominasi era
komunikasi dalam menghubungkan dan mentransfer ilmu ke seluruh dunia. Hal
ini memberikan asumsi bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan kebutuhan
yang sangat penting, karena penguasaan terhadap bahasa Inggris memudahkan
seseorang untuk memperluas pergaulannya di dunia internasional.
Di Indonesia, bahasa Inggris mempunyai kedudukan sebagai bahasa asing
pertama (the first foreign language). Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa
kedua. Mustafa (2010) dalam hal ini mengatakan bahwa bahasa kedua adalah
bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut
digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah
bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial.
Kedudukan bahasa Inggris tersebut mengakibatkan jarang digunakannya bahasa
Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat sehingga bahasa Inggris
merupakan bahasa yang sulit untuk dipelajari karena bahasa Inggris merupakan
bahasa asing yang tidak digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat di
Indonesia.
Oleh karena itu, bahasa Inggris djadikan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia mulai dari Sekolah
Menengah hingga Perguruan Tinggi. Hal ini tercantum dalam UU RI Nomor 20
Tahun 2003 bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib
memuat pendidikan bahasa”. Dan bahasa Inggris merupakan mata pelajaran
bahasa kedua yang wajib dipelajari setelah bahasa Indonesia (Mendikbud, 2013).
Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Inggris bertujuan untuk membuat
pelajar bahasa tersebut mampu menggunakan bahasa yang dipelajari dalam
komunikasi lisan dan tulisan (UU RI no 20 thn 2003).
Dalam mempelajari bahasa khususnya bahasa Inggris, ada empat
keterampilan yang harus dikuasai yaitu: mendengar (listening), berbicara
1
(speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Keterampilan berbicara
merupakan keterampilan yang fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari
karena dengan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi.
Namun bagi warga Indonesia, berbicara bahasa Inggris lancar merupakan
tantangan berat karena bahasa Inggris tidak digunakan sebagai bahasa komunikasi
sehari-hari.
Keterampilan berbicara adalah inti dari proses pembelajaran bahasa di
sekolah, karena dengan pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di
dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya (Galda dalam
Supriyadi, 2005). Pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena
dengan keterampilan itu seorang siswa mampu mengembangkan kemampuan
berfikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berfikir tersebut akan
terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan menyederhanakan
pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan.
Keterampilan berbicara bahasa Inggris bukanlah suatu hal yang sederhana
yang dapat dipelajari dengan mudah dalam waktu yang singkat, karena
keterampilan ini menuntut lebih dari sekedar pengetahuan tentang tata bahasa dan
kaidah-kaidah semantik tetapi juga menuntut banyak latihan dan kesempatan
berbicara. Keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris perlu dikuasai dengan
baik karena keterampilan ini juga merupakan suatu indikator bagi keberhasilan
seseorang dalam belajar bahasa Ingris.
Banyak siswa yang beranggapan bahwa berbicara merupakan salah satu
kemampuan yang sulit dilakukan mengingat bahwa masyarakat Indonesia tidak
menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.. Dalam pembelajaran,
guru seharusnya menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan dan
tidak membosankan bagi siswanya. Hal ini sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005,
yang menyatakan bahwa proses pembelajaran
diselenggarakan
pada satuan pendidikan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan , menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang bagi
prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
2
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru
Bahasa Inggris di SMA Harapan 1 Medan kelas X, banyak dari siswa yang belum
mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris. Ini terbukti ketika Guru
mengajak mereka berkomunikasi dengan hahasa Inggris, banyak dari mereka yang
tidak bisa menanggapi dan tidak paham akan apa yang disampaikan.
Ketidakmampuan ini diduga karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi dengan
bahasa Inggris, strategi dan metode pengajaran Guru yang kurang tepat, dan
lingkungan mereka yang tidak mendukung. Disamping itu, nilai rata-rata bahasa
Inggris siswa kelas X belum mencapai standar nilai minimal yang ditentukan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian tentang
peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa SMA Harapan 1 Medan
melalui storytelling.
1.2.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah metode storytelling dapat diterapkan sebagai upaya
meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X SMA
Harapan 1 Medan?
2. Bagaimanakah respon siswa kelas X SMA Harapan 1 Medan terhadap
storytelling sebagai salah satu metode belajar?
1.3.
Batasan Masalah
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa melalui
storytelling. Secara khusus, Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh
paparan yang jelas, rinci, dan mendalam tentang:
1. Upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas-X
SMA Harapan-1 Medan Melalui storytelling.
2. Respon siswa kelas-X SMA Harapan-1 Medan terhadap storytelling
sebagai salah satu metode belajar.
3
1.4.
Luaran Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelasX SMA Harapan-1 Medan melalui storytelling dan mengetahui respon siswa
terhadap storytelling sebagai metode belajar.
Luaran dari Penelitian Dosen Pemula dalam Upaya Meningkatkan
Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa Kelas-X SMA Harapan-I Medan
Melalui Metode Storytelling adalah seperti dalam table berikut :
Tabel 1.1
Jenis Luaran
No
Jenis Luaran
Indikator
Capaian
1
Publikasi ilmiah di jurnal nasional (ber ISSN)
Published
2
Publikasi ilmiah di jurnal nasional terakreditasi
Published
3
Luaran lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna,
Tidak ada
Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa Sosial)
4
1.5.
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)
3
Kontribusi Keilmuan
Kontribusi keilmuan dari diadakannya Penelitian Dosen Pemula dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa KelasX SMA Harapan-I Medan Melalui Storytelling” adalah:
1. Memberikan masukan tentang metode pembelajaran yang efektif untuk
peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris.
2. Membantu guru dalam mengajar di kelas dengan penggunaan metode
pembelajaran storytelling yang lebih mudah dan menarik.
3. Memberikan kontribusi terkait dengan upaya peningkatan keterampilan
berbicara bahasa inggris melalui storytelling dalam pengembangan
keilmuan di lingkungan akademisi dan praktisi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kemampuan Berbicara
2.1.1
Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam
kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyibunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan
akhirnya terampil berbicara. Tarigan (1990:15) mengatakan bahwa berbicara
adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan gagasan dan perasaan. Hal
senada dikemukakan oleh Semi (1990:99), yaitu berbicara merupakan
keterampilan memproduksi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, gagasan,
perasaan, dan pengalaman kepada orang lain.
Berbicara merupakan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati)
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud
tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Akhadiah dkk, 1984/1985:7). Irawati
(2014: 26) mendefinisikan berbicara sebagai kegiatan menghasilkan ucapan dalam
bentuk kata-kata dan kalimat secara lisan untuk tujuan berkomunikasi dengan
orang lain. Hal senada disampaikan oleh Zuhriyah (2017). berbicara adalah cara
orang mengungkapkan dan mengkomunikasikan ide kepada orang lain secara
lisan.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan
kemampuan mengucapkan kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan kehendak, gagasan (ide, pikiran), perasaan, dan
pengalaman kepada orang lain. Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu
proses komunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber
ke tempat yang lain. Proses komunikasi yang terjadi menggunakan bunyi-bunyian
berupa ujaran yang keluar melalui alat artikulasi manusia dan ditangkap oleh alat
dengar orang lain sehingga orang itu memahami maksud dari pesan yang
disampaikan.
5
Keterampilan berbicara dapat diperoleh melalui belajar dan banyak
latihan. Keterampilan ini harus terus digali dan diasah oleh guru. Semakin sering
seseorang itu berlatih berbicara yang baik dan teratur maka akan menjadi suatu
kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa dalam setiap komunikasi yang
dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2
Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai
maksud dan tujuan. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi
(Tarigan, 1983:15). Kegiatan berkomunikasi merupakan pengiriman dan
penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif,
pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan.
Menurut Och dan Winker (dalam Tarigan, 2008:16) pada dasarnya berbicara
memiliki tiga tujuan umum yaitu: (1) memberitahukan, melaporkan (to inform),
(2) Menjamu, menghibur (to entertain), dan (3) Membujuk, mengajak, mendesak,
meyakinkan (to persuade).
Sedangkan menurut Tarigan dkk. (1997:37) tujuan berbicara dapat
dibedakan atas lima golongan, yaitu: (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3)
menstimulasi, (4) meyakinkan, dan (5) menggerakkan. Tujuan menghibur
memberikan rasa senang ataupun suasana gembira pada orang lain. Untuk itu,
penuturannya berisi humor-humor, kisah-kisah jenaka, dongeng, cerita-cerita
ringan, dan sejenisnya. Tujuan menginformasikan terjadi ketika seseorang ingin
menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, menginterpretasi suatu hal,
atau memberi, menyebarkan, dan menanamkan pengetahuan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk
berkomunikasi dengan sesamanya yang ditopang alat komunikasi yaitu bahasa
untuk menyampaikan pesan. Sedangkan tujuan berbicara secara umum adalah
untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada pendengar, untuk
menghibur pendengar, untuk meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, untuk
mendorong atau menstimulasi dengan memberi semangat dan gairah hidup
6
sehingga menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi pendengar, dan
untuk menggerakkan pendengar agar melakukan tindakan atau perbuatan.
2.1.3 Tahap – Tahap Kemampuan Berbicara
Tahap-tahap keterampilan berbicara menurut Gleason dkk (1998), yaitu:
1. Kurang dari 1 tahun
a.
Belum dapat mengucapkan kata-kata
b.
Belum menggunakan Bahasa dalam arti sebenarnya.
c.
Dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa.
2. Usia 1 tahun
a.
Mulai mengoceh
b.
Bermain dengan bunyi (bermain dengan jari-jari tangan dan kakinya).
c.
Perkembangan pada tahap ini disebut pralinguistik.
d.
Ketika bayi dapat mengucapkan beberapa kata, mereka memiliki ciriciri perkembangan yang universal.
e.
Bentuk ucapan hanya satu kata, sederhana, mudah diucapkan dan
memiliki arti konkret (nama benda, kejadian, atau orang-orang
disekitar anak).
f.
Mulai pengenalan semantic (pengenalan makna).
3. Usia 2 tahun
a.
Mengetahui kurang lebih memiliki 50 kata.
b.
Kebanyakan
mulai
mencapai
kombinasi
dua
kata
yang
dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk,
kata depan atau bentuk lain yang seharusnya.
c.
Mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan
bentuk Bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu
terjadinya peristiwa.
d.
Mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek.
4. Usia Taman Kanak-Kanak
a.
Memiliki dan memahami sejumlah besar kosa kata.
b.
Mampu membuat pertanyaan, kalimat majemuk dan berbagai bentuk
kalimat.
c.
Dapat berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru
7
5. Usia Sekolah Dasar
a.
Peningkatan perkembangan bahasa, dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
b.
Peningkatan perkembangan penggunaan bahasa
6. Usia Remaja
a.
Penggunaan bahasa yang khas sebagai bagian dari terbentuknya
identitas diri.
b.
Usia ini merupakan usia yang sensitive untuk belajar berbahasa.
7. Usia Dewasa
a.
Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara individu yang satu
dengan yang lainnya dalam perkembangan bahasa sesuai dengan
tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat dan jenis pekerjaan.
2.1.4
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara
Kemampuan atau kelancaran seseorang dalam berbicara itu berbeda-beda
dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Pengetahuan
Semakin luas pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka semakin
kaya perbendaharaan kata yang dapat memberikan dorongan seseorang
berbicara lebih lancar.
2. Pengalaman
Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh seseorang akan
menyebabkan seseorang itu terbiasa menghadapi segala sesuatunya. Orang
yang sering berbicara di depan umum akan berbicara lancar dimanapun,
kapanpun, dan dengan siapapun.
3. Intelegensi
Orang yang intelegensinya rendah biasanya kurang lancar dalam berbicara
dan perbendaharaan bahasanya juga kurang baik.
4. Kepribadian
Sifat dan karakteristik orang akan membedakan dalam hal ia berbicara.
Orang yang mempunyai sifat pendiam, pemalu, tidak percaya diri biasanya
kurang lancar dalam berbicara.
8
5. Biologis
Faktor biologis juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
berbicara. Misal seseorang yang mempunyai kelumpuhan organ bicara,
akan timbul kelainan-kelainan, seperti:
a.
Sulit mengatakan desis (lisping), karena ada kelainan pada rahang dan
bibir atau gigi.
b.
Berbicara tidak jelas (slurring), yang disebabkan oleh bibir, rahang
dan lidah yang tidak aktif.
c.
Berbicara ragu-ragu, gagap disebabkan tidak biasa berbicara dengan
orang banyak.
2.1.5. Faktor Penentu Keberhasilan Berbicara
Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara,
dan (2) pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya
kegiatan berbicara (Hasan, 2011).
1. Pembicara
Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan
berbicara. Dan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara
untuk melakukan kegiatannya, yaitu: (1) pokok pembicaraan; isi atau
pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya bermanfaat, menarik,
dan sesuai dengan daya tangkap pendengar (2) metode (3) bahasa; sebagai
alat untuk menyampaikan pesan, pembicara harus menguasai faktor
kebahasaan (pelafalan, tekanan, nada, jangka, intonasi, ritme, diksi, dan
struktur) dan non-kebahasaan (sikap, pandangan, gerak dan mimik,
kelancaran, kenyaringan suara, penalaran dan relevansi, penguasaan
topik), (4) tujuan (5) sarana; mencakup waktu, tempat, suasana, dan media,
(6) interaksi; hubungan antara pembicara dan pendengar baik searah, dua
arah, bahkan multi arah.
9
2. Pendengar
Kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik bila pendengar memiliki
kondisi fisik mental yang baik, memiliki tujuan tertentu dalam
mendengarkan yang dapat mengarahkan dan mendorong kegiatan
mendengarkan, meminati isi pembicaraan yang didengar, dan memiliki
kemampuan linguistik dan non-linguistik yang dapat meningkatkan
keberhasilan mendengarkan, serta memiliki pengalaman dan pengetahuan
luas yang dapat mempermudah pengertian dan pemahaman isi
pembicaraan.
2.1.6. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara
Berdasarkan pihak yang tertujunya, berbicara terbagi ke dalam empat
jenis, yakni bicara pada diri sendiri, bicara empat mata, bicara dalam kelompok,
dan berbicara di depan umum.
1. Berbicara pada diri sendiri (monolog); dilakukan seseorang ketika
merenung atau memikirkan sesuatu, baik tentang dirinya sendiri ataupun
hal
yang diluar dirinya. Berbicara pada diri sendiri seolah-olah tidak
penting, padahal cara ini dapat melahirkan sikap bijak dan kecerdasan,
yang kemudian terekspresikan dengan budi bahasa dan perilaku.
2. Berbicara empat mata (dialog); dilakukan oleh dua orang dalam
percakapan sehari-hari, baik langsung bertatap muka ataupun melalui
media. Caranya dengan bergiliran, bersifat situasional, dan spontan.
Umumnya bersifat nonformal. Namun, ada pula dialog yang lebih tertata
dan formal, misalnya wawancara.
3. Berbicara dalam kelompok; dilakukan dengan melibatkan banyak orang.
Kegiatan semacam ini pada umumnya berlangsung dalam situasi formal,
seperti dalam forum diskusi. Keterfokusan topik dan keteraturan lalu lintas
pembicaraan sengaja diatur dengan perlunya kehadiran pihak moderator.
4. Berbicara di depan umum; bentuknya berupa ceramah, khotbah, atau
pidato. Kegiatan ini memerlukan kesiapan yang berlebih dibandingkan
dengan jenis berbicara lainnya, baik itu dalam penguasaan topik maupun
10
kesiapan mental. Disamping ilmu komunikasi massa, pemahaman atas
khalayak juga sangat diperlukan.
2.1.7 Penilaian Keterampilan Berbicara
Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran tertentu perlu
ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha
perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran
berikutnya. Penilaian keterampilan berbicara dalam pengajaran berbahasa
berdasarkan pada dua faktor, yaitu: faktor kebahasaan (linguistik) dan non
kebahasaan (non-linguistik). Faktor linguistik meliputi lafal, kosakata, dan
struktur. Sedangkan faktor non-linguistik meliputi materi, kelancaran dan gaya
(Haryadi, 1997:95). Kemudian Harmer (2001) mengatakan bahwa syarat
seseorang mempunyai keterampilan berbicara secara lancar tidak hanya dari
pengetahuan ciri-ciri bahasa saja, tetapi juga dari kemampuannya untuk
memproses informasi bahasa tersebut.
Nurgiyantoro (1995) membagi tugas kemampuan berbicara dalam
beberapa bentuk, yaitu: (1) berbicara berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3)
bercerita, (4) pidato, serta (5) diskusi. Selanjutnya masih menurut Nurgiyantoro
(2009) alat penilaian tugas berbicara terdiri atas keakuratan informasi, hubungan
antar informasi, ketepatan struktur dan kosa kata, kelancaran, kewajaran urutan
wacana, dan gaya pengucapan.
Penilaian keterampilan berbahasa menurut Brown (2004), yaitu bahwa
penilaian keterampilan berbicara terbagi dua bagian yaitu mikroskil dan
makroskill. Penilaian mikroskil berhubungan dengan bagian – bagian kecil dari
bahasa seperti fonem, morfem, kata, kolokasi, dan unit-unit frase. Penilaian
makroskil berhubungan dengan unsur-unsur yang lebih besar, seperti kelancaran,
wacana, fungsi, gaya, kohesi, komunikasi nonverbal, dan pilihan strategi.
Berdasarkan beberapa pendapat dan teori diatas, penilaian keterampilan
berbicara diuraikan dalam table 2.1.
11
Tabel 2.1 Model Penilaian Keterampilan Berbicara
No
1
Tingkatan
Aspek yang dinilai
Skala
Faktor Kebahasaan / Linguistik:
1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas–jelas sekali)
1 2 3 4
2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak
1 2 3 4
tepat – tepat sekali)
3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
1 2 3 4
ungkapan (tidak tepat – tepat sekali).
4. Kewajaran urutan wacana (tidak normal-normal).
2
1 2 3 4
Faktor Non-Kebahasaan / Non-Linguistik:
1. Keakuratan
informasi.
(sangat
buruk
–
akurat
1 2 3 4
–
1 2 3 4
sepenuhnya).
2. Hubungan
antar
informasi
(sangat
sedikit
berhubungan dengan sepenuhnya).
3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali)
1 2 3 4
4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah
1 2 3 4
(face expression), gerak tubuh (body language). (kakuwajar)
Total Skor
2.2
……
Bahasa Inggris
2.2.1 Pembelajaran Bahasa Inggris
Bahasa Inggris adalah media komunikasi utama hampir disemua benua,
dan menjadi bahasa pengantar di benua Asia. Di Indonesia, bahasa Inggris
dijadikan sebagai bahasa asing pertama baik dalam kegiatan formal maupun
nonformal. Kedudukan bahasa Inggris tersebut menjadikannya sebagai salah satu
mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia sejak dari
Sekolah Menengah Pertama hingga Perguruan Tinggi. Hal ini tercantum dalam
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 bahwa “dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat pendidikan bahasa”. Dan bahasa Inggris merupakan
12
mata pelajaran bahasa kedua yang wajib dipelajari setelah bahasa Indonesia
(Mendikbud, 2013).
Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI
Nomor 20 Tahun 2003). Pembelajaran adalah proses, cara, dan perbuatan
menjadikan orang belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran
bahasa Inggris adalah proses untuk membantu siswa atau peserta didik dalam
belajar bahasa Inggris. Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Inggris
bertujuan untuk membuat pelajar bahasa tersebut mampu menggunakan bahasa
yang dipelajari dalam komunikasi lisan dan tulisan (UU RI No 20 Tahun 2003).
Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
2.2.2. Keterampilan berbicara dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan
yang ada pada mata pelajaran bahasa Inggris selain mendengar, membaca dan
menulis. Dalam konteks pengajaran, mengajarkan keterampilan berbicara
sebagaimana dinyatakan Nunan (2003), adalah mengajar pembelajar bahasa
Inggris supaya mampu: (1) memproduksi pola bunyi dan bunyi ujaran bahasa
Inggris (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata, pola intonasi, dan irama
bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan konteks sosial,
pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir secara bermakna dan
logis, (5) menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan nilai dan
menyatakan pendapat, dan (6) menggunakan bahasa dengan cepat dan yakin tanpa
banyak jeda.
13
Untuk memperoleh keterampilan berbicara tersebut diatas, terdapat 13
jenis kegiatan berbicara, yakni: (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar, (3)
mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah
gagasan, (8) melengkapi kisah, (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar,
(11) celah informasi, (12) bermain kartu, (13) bermain peran. Ketigabelas jenis
kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga moda interaksi (interaction
mode), yakni: kegiatan individual, kegiatan berpasangan, dan kegiatan
berkelompok (Widiyanto, 2018). Kegiatan berbicara yang digunakan di dalam
penelitian
ini
adalah
mengisahkan
cerita
atau
dengan
kata
lain
bercerita/mendongeng.
2.3
Storytelling
2.3.1
Pengertian Storytelling
Storytelling terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling berarti
penceritaan. Jadi, storytelling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita.
Dalam Bahasa Indonesia storytelling memiliki arti bercerita atau mendongeng.
Bercerita atau mendongeng ialah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan
membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bachir, 2005:10).
Hal senada disampaikan pula oleh Hidayat (dalam Rahayu, 2013:80) bahwa
storytelling merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil
rekaan.
Sementara itu Pellowski (1991) mendefinisikan story telling sebagai
berikut:
“The art or craft of narration of stories in verse/ and or prose, as
performed or led by one person before a live audience; the stories
narrated may be spoken, chanted, or sung, with or without musical,
pictorial, and or other accompaniment and may be learned from
oral, printed or mechanically recorded sources; one of its purposes
may be that of entertainment.”
Dari pendapat Pellowski di atas dapat diartikan bahwa story telling
merupakan seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk
syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan
14
audiens secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara
diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan
iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber
tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik, yang salah satu tujuannya
adalah untuk hiburan.
Pengertian storytelling diungkapkan pula oleh Samantaray (2014:40), yang
menyatakan bahwa:
“Storytelling, the art of narrating a tale from memory rather than
reading is one of the oldest of all art forms. Story telling is the
original form of teaching and has the potential of fostering
emotional intelligence and helps the child gain insight into human
behavior. Moreover, Storytelling can provide a motivating and low
anxiety context for language learning.
Pendapat Samantaray di atas berarti bahwa story telling adalah seni
menceritakan sebuah cerita/kisah lebih dari sekedar membacakan cerita dan
merupakan salah satu seni tertua dari semua bentuk seni yang ada. Story telling
atau bercerita adalah bentuk asli dari pengajaran dan memiliki potensi untuk
membina kecerdasan emosional dan membantu anak memperoleh wawasan
tentang perilaku manusia. Selain itu, storytelling dapat meningkatkan motivasi
siswa dan mengurangi kebosanan dalam pembelajaran bahasa.
Storytelling
merupakan
suatu
proses
kreatif
anak
yang
dalam
perkembangannya senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja
tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan
imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga
otak kanan (Asfandiyar, 2007:19)
Sejalan dengan pendapat Asfandiyar, Majid (2013:28) mengungkapkan
bahwa storytelling (bercerita) merupakan seni yang alami sebelum menjadi
sebuah keahlian. storytelling (bercerita) berbeda dengan membacakan cerita.
Kegiatan Storytelling (bercerita) dapat menyebarkan ruh baru yang kuat dan
menampakkan gambaran yang hidup di hadapan pendengar, memberikan potret
yang jelas dan menarik, intonasi, gerakan-gerakan, dan emosinya. Bercerita dapat
menghidupkan setiap tokoh dengan karakter seperti dalam cerita. Sedangkan
membacakan cerita akan berlalu dengan cepat dalam benak pendengar, tanpa ada
kesan terhadap cerita.
15
Disamping itu, Priyono (dalam Latif, 2014:3) mengatakan bahwa kegiatan
bercerita atau mendongeng tidak sekedar hiburan belaka, melainkan memiliki
tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan
mendorong anak berperilaku positif.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
storytelling adalah sebuah seni menuturkan atau menceritakan sebuah cerita/kisah
tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian nyata atau tidak nyata yang
mengandung nilai luhur, budi pekerti, disampaikan secara lisan dengan tujuan
menghibur, menyampaikan informasi, pengalaman atau pengetahuan
kepada
orang lain.
2.3.2 Tujuan Storytelling
Storytelling atau bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara
yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dengan bercerita
seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai
perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan
kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperolehnya. Menurut
Musfiroh (2005), tujuan storytelling adalah mengembangkan beberapa aspek yaitu
aspek perkembangan bahasa, sosial, emosi, kognitif, dan moral. Storytelling juga
bertujuan menyampaikan pesan-pesan moral tanpa menggurui atau memaksakan
pendapat (Mal, 2012). Selanjutnya Setiawati (2016) menyatakan bahwa tujuan
storytelling adalah: (1) menciptakan suasana senang, (2) memberi kesenangan,
kegembiraan, kenikmatan dan mengembangkan imajinasi pendengar, (3) memberi
pengalaman baru dan mengembangkan wawasan pendengar, (4) dapat
memberikan pemahaman yang baik tentang diri mereka sendiri dan orang lain
disekitar mereka, (5) dapat memberi pengalaman baru termasuk didalamnya
masalah kehidupan yang ada di lingkungan, (6) membuat pembicara belajar
berbicara dalam gaya yang menyenangkan serta menambah perbendaharaan kata
dan bahasanya, (7) melatih daya tangkap dan daya konsentrasi pendengar, (8)
melatih daya fikir dan fantasi pendengar, (9) menanamkan nilai-nilai budi pekerti.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) menyatakan bahwa
storytelling bertujuan: (1) meningkatkan kemampuan literasi siswa, (2)
16
mengembangkan kreativitas dan daya fikir kritis siwa dalam menafsirkan isi
cerita, mengembangkan cerita, serta penampilan bercerita di depan publik, (3)
mengembangkan kemampuan penyampaian cerita berbahasa Inggris secara lisan
di depan publik dengan menggunakan kaidah bahasa Inggris yang baik dan benar,
(4) meningkatkan rasa percaya diri, sikap saling menghargai, totalitas, semangat
bekerja keras, dan melakukan kerja sama.
Menurut Kosasih (2009) cerita atau dongeng tidak hanya untuk hiburan.
Cerita atau dongeng juga berfungsi untuk media pendidikan. Menurut Hidayani
(2013:17), cerita atau dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang
suatu kejadian yang luar biasa dengan penuh khayalan. Cerita atau dongeng ini
diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga cerita atau dongeng
yang melukiskan kebenaran, yang berisi ajaran moral dan sindiran.
2.3.3 Jenis – Jenis Cerita dalam Storytelling
Salah satu teks yang menjadi bagian penting bagi pembangunan karakter
generasi penerus adalah cerita. Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya
serta adat istiadat adalah negara yang kaya akan cerita baik berupa dongeng,
mitologi maupun jenis cerita lainnya. Kekayaan ini sudah selayaknya
dipertahankan dan dilestarikan supaya peserta didik sebagai generasi penerus
tetap mengenal akar budayanya.
Menurut Asfandiyar (2007) berdasarkan isinya cerita/dongeng dapat
digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu: (1) Dongeng Pendidikan; yaitu dongeng
yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak, misalnya
menggugah sikap hormat kepada orang tua. (2) Fabel; yaitu dongeng tentang
kehidupan binatang yang digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita
fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat
manusia tersinggung, misalnya dongeng kancil, kelinci dan kura-kura.
Kemudian Kosasih (2009) menyebutkan bahwa ada 3 jenis cerita, yaitu:
(1) Dongeng binatang, (2) Cerita asal-usul atau Legenda, dan (3) Cerita Jenaka.
Selanjutnya Hidayani (2013:17) menyatakan, bahwa cerita atau dongeng terdiri
dari: (1) Fabel, (2) Legenda, (3) Sage, (4) Mite, (5) Parabel, (6) Dongeng orang
pandir, dan (7) Cerita Panji / Wira Cerita. Fabel adalah cerita rekaan yang semua
17
tokohnya terdiri atas binatang yang berperilaku seperti manusia, yaitu dapat
berkata-kata, dapat berfikir. Selain itu ceritanya berisikan ajaran hidup. Contoh: Si
Kancil. Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya
dengan peristiwa sejarah, dan dianggap benar-benar terjadi. Legenda ditokohkan
oleh manusia yang mempunyai sifat luar biasadan seringkali dibantu oleh
makhluk-makhluk ajaib. Contoh: terjadinya rawa pening, Malin Kundang,
Sangkuriang dll. Sage adalah dongeng yang mengandung unsur sejarah. Contoh:
Saur Sepuh, Ciung Wanara, Lutung Kasarung,dll. Mite adalah cerita rekaan yang
dihubungkan dengan kepercayaan yaitu tentang dewa-dewa dan roh-roh, yang
dianggap benar-benar terjadi. Contoh: Nyai Roro Kidul. Parabel adalah dongeng
perumpamaan yang didalamnya berisi kiasan-kiasan yang sifatnya mendidik.
Contoh: Bawang Putih dan Bawang Merah, Ande-Ande Lumut, Joko Kendil, dll.
Dongeng orang pandir adalah dongeng yang bercerita tentang para pelaku yang
konyol karena kebodohannya. Contoh: Pak Pandir. Cerita Panji atau Wira Cerita
adalah cerita kepahlawanan atau epos dari Jawa. Contoh: Nyi Ageng Serang,
Panji
Semarang,
dll.
Selanjutnya
Sugianto
(2015:
160)
membedakan
cerita/dongeng menjadi lima macam, yaitu: fabel, legenda, mite (mitos), sage, dan
dongeng jenaka (Sugianto, 2015: 160)
2.3.4. Generic Structure Storytelling
Secara garis besar, cerita harus terdiri dari tiga unsur: Orientation,
Complication dan Resolution.
1. Orientation
Orientasi berisi pesan tentang informasi What, Who, Where, dan When.
Pada orientation, story teller akan memberitahukan pembaca tentang apa
peristiwanya, siapa pelaku-pelakunya, dimana dan kapan peristiwa
tersebut terjadi.
2. Complication
Complication merupakan inti menceritakan apa yang terjadi dengan pelaku
dalam peristiwa tersebut. Umumnya complication ini berisi gesekan antar
pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan sebuah konflik atau
18
pertentangan. Dalam teori Literary, konflik umumnya dibedakan menjadi
tiga macam: natural conflict, social conflict, and psychological conflict.
3. Resolution
Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian. Penyelesaian
dalam cerita dapat berupa penyelesaian yang menyenangkan namun juga
dapat berakhir dengan penyelesaian yang menyedihkan (Setiawati, 2016).
2.3.5. Hal – Hal Penting dalam Storytelling
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, yaitu:
1. Kontak mata
Saat storytelling berlangsung, pencerita harus melakukan kontak mata
dengan audience. Dengan melakukan kontak mata, audience akan merasa
diperhatikan dan diajak untuk berinteraksi. Selain itu pencerita dapat
melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang diceritakan. Dengan
begitu pencerita dapat mengetahui reaksi dari audience.
2. Mimik wajah
Pada saat storytelling berlangsung, mimik wajah pencerita dapat
menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Pencerita
harus dapat mengekspresikan wajahnya sesuai dengan yang diceritakan.
3. Gerak tubuh
Gerak tubuh pencerita dapat mendukung menggambarkan jalan cerita yang
lebih menarik. Cerita akan terasa berbeda jika diceritakan dengan
melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikan apa yang dilakukan
tokoh-tokoh yang diceritakan.
4. Suara
Tinggi rendahnya suara yang diperdengarkan dapat membawa audience
merasakan situasi dari cerita yang diceritakan. Pencerita sebaiknya
meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan cerita yang mulai
memasuki tahap yang menegangkan, bahkan mampu menirukan suarasuara dari karakter tokoh yang diceritakan, misalnya suara ayam, suara
pintu terbuka dan lan-lain.
19
5. Kecepatan
Pencerita harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat bercerita.
Jika terlalu cepat dapat membuat pendengar menjadi bingung sedangkan
jika terlalu lambat dapat membuat pendengar menjadi bosan.
Sedangkan menurut Majid (2001:47) hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam storytelling, yaitu: a) tempat bercerita, b) posisi duduk, c) bahasa cerita d)
intonasi pencerita e) pemunculan tokoh-tokoh, f) penampakan emosi g) peniruan
suara h) penguasaan cerita. Menurut Madjid (2013) paling tidak ada 3 komponen
dalam bercerita, yaitu: (1) storyteller (pencerita), (2) cerita atau karangan yang
disampaikan, dan (3) penyimak.
2.3.6. Manfaat Storytelling
Storytelling memiliki banyak manfaat tidak hanya bagi pencerita tetapi
juga bagi orang yang mendengarkannya. Menurut Dhieni (2008: 6.8) manfaat
Storystelling (bercerita) antara lain: 1) melatih daya serap atau daya tangkap anak;
2) melatih daya pikir anak; 3) melatih daya konsentrasi anak; 4) mengembangkan
daya imajinasi anak; 5) menciptakan situasi yang menggembirakan; 6) membantu
perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi.
Menurut Hibana (dalam Kusmiadi, 2008), manfaat storytelling dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1
2
Manfaat untuk Pencerita
a.
Mengembangkan daya pikir dan imajinasi.
b.
Mengembangkan kemampuan berbicara.
c.
Mengembangkan daya sosialisasi.
d.
Sebagai sarana komunikasi.
e.
Media pembelajaran.
f.
Mengembangkan daya ingat.
Manfaat untuk Pendengar
a.
Mengembangkan fantasi, empati, dan berbagai jenis perasaan lain.
b.
Menumbuhkan minat baca.
c.
Membangun kedekatan dan keharmonisan.
d.
Media pembelajaran.
20
Menurut Moeslichaton (2004) selain mengembangkan bahasa dan kognitif
anak, storytelling/bercerita juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya: (1)
melalui cerita kita bisa menyisipkan sifat empati, kejujuran, kesetiaan dan
keramahan, ketulusan, (2) memberikan sejumlah pengetahuan sosial, moral, dan
lain sebagainya, (3) melatih anak mendengarkan apa yang disampaikan, (4)
membuat anak bisa mengembangkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif, (5)
mampu meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak. Selain itu (Musfiroh, 2005),
menyatakan bahwa manfaat storytelling yaitu untuk membantu pembentukan
pribadi, moral dan sosial, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu
kemampuan verbal, dan merangsang kecerdasan emosi.
Melalui storytelling (bercerita/ mendongeng) anak dapat melatih daya
serap, daya berpikir, serta konsentrasi pada saat menyimak cerita yang
disampaikan. Selain itu imajinasi atau daya khayal anak akan berkembang saat
menyimak cerita, yaitu anak dapat membayangkan atau menggambarkan suatu
situasi yang berada di luar jangkauan inderanya. Dengan penyampaian yang
menarik, kegiatan Storytelling dapat menciptakan situasi menggembirakan serta
mengembangkan hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kegiatan Storytelling akan membantu perkembangan bahasa anak dalam
berkomunikasi secara efektif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi
komunikatif.
Menurut Henny (2007) bercerita menimbulkan dampak positif, antara lain:
(1) melatih daya tangkap (2) melatih daya pikir, (3) melatih daya konsentrasi, (4)
membantu
perkembangan
imajinasi
(5)
menciptakan
suasana
yang
menyenangkan.
Dengan
bermanfaat
demikian
dalam
dapat
disimpulkan
mengembangkan
aspek
bahwa
kognitif,
storytelling/bercerita
intelegensi,
afektif,
psikomotor, dan sosial siswa.
2.3.7. Kelebihan Storytelling
Setiap metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran
sudah pasti memiliki berbagai kelebihan. Demikian pula dengan Storytelling.
Dhieni (2008: 6.9) mengungkapkan kelebihan Storytelling (bercerita) antara lain:
21
1) dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak; 2) waktu yang
tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien; 3) pengaturan kelas
menjadi lebih sederhana; 4) guru dapat menguasai kelas dengan mudah; dan 5)
secara relatif tidak banyak memerlukan biaya.
Dengan mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang ada tersebut,
peneliti menggunakan Storytelling dalam penelitian ini. Melalui penerapan
storytelling diharapkan dapat mewujudkan tujuan pembelajaran yang diinginkan
serta terwujudnya pembelajaran yang efektif dan efisien.
2.3.8. Kelemahan Storytelling
Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan. Demikian pula
storytelling (bercerita) juga memiliki kekurangan. Kekurangan storytelling antara
lain: 1) anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan; 2) kurang
merangsang
perkembangan
kreativitas
dan
kemampuan
siswa
untuk
mengutarakan pendapatnya; 3) daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda
dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita; dan 4) cepat
menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik (Dhieni,
2008: 6.9). Untuk mengatasi kekurangan tersebut, peneliti membuat beberapa
variasi didalam pembelajaran Storytelling ini.
2.4.
Kerangka Konseptual
Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran adalah proses, cara, dan perbuatan menjadikan orang belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan keterampilan,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Pembelajaran bahasa Inggris adalah proses untuk membantu siswa atau
peserta didik dalam belajar bahasa Inggris dengan tujuan membuat pelajar bahasa
tersebut mampu menggunakan bahasa yang dipelajari khususnya bahasa Inggris
dalam komunikasi lisan dan tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, ada
empat keterampilan yang harus dikuasai siswa, yaitu: mendengar, berbicara,
22
membaca, dan menulis. Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang
fungsional. Karena dalam berbicara dapat melibatkan berbagai aspek yaitu aspek
kognitif, intelegensi dan psikomotor.
Dalam konteks pengajaran, mengajarkan keterampilan berbicara adalah
mengajar pembelajar bahasa Inggris supaya mampu: (1) memproduksi pola bunyi
dan bunyi ujaran bahasa Inggris (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata, pola
intonasi, dan irama bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai
dengan konteks sosial, pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir
secara bermakna dan logis, (5) menggunakan bahasa sebagai alat untuk
mengungkapkan nilai dan menyatakan pendapat, dan (6) menggunakan bahasa
dengan cepat dan yakin tanpa banyak jeda.
Untuk memperoleh keterampilan berbicara tersebut diatas, terdapat 13
jenis kegiatan berbicara, yakni: (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar, (3)
mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah
gagasan, (8) melengkapi kisah, (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar,
(11) celah informasi, (12) bermain kartu, dan (13) bermain peran. Ketigabelas
jenis kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga moda interaksi
(interaction mode), yakni: kegiatan individual, kegiatan berpasangan, dan
kegiatan berkelompok. Kegiatan berbicara yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah mengisahkan cerita atau dengan kata lain bercerita (storytelling).
Storytelling atau bercerita adalah sebuah seni menuturkan atau
menceritakan sebuah cerita/kisah tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian
nyata atau tidak nyata yang mengandung nilai luhur dan budi pekerti, disampaikan
secara lisan dengan tujuan: menghibur, menyampaikan informasi, pengalaman
atau pengetahuan kepada orang lain. Secara praktis, storytelling sangat efektif
dalam meningkatkan kemampuan penguasaan bahasa, dalam hal ini bahasa
Inggris, terutama kemampuan berbicara. Selain itu, storytelling juga dimanfaatkan
oleh para pendidik sebagai salah satu metode pembelajaran bahasa asing yang
menarik dan tidak membosankan. Bercerita juga mengajarkan nilai-nilai dan
pelajaran hidup karena setiap cerita memiliki pesan moral tentang kebaikan dan
keburukan. Lewat storytelling siswa juga dididik untuk percaya diri dalam
mengekspresikan kemampuan verbal, kreatifitas dan imajinatif mereka.
23
Cerita adalah salah satu teks yang menjadi bagian penting bagi
pembangunan karakter generasi penerus. Indonesia yang terdiri dari beragam
suku, budaya, serta adat istiadat adalah negara yang kaya akan cerita baik berupa
dongeng, mitologi, legenda maupun jenis cerita lainnya. Kekayaan ini sudah
selayaknya dipertahankan dan dilestarikan supaya peserta didik sebagai generasi
penerus tetap mengenal akar budayanya. Sebagai bagian dari masyarakat global
yang juga bertanggung jawab terhadap masa depan bumi ini, generasi muda juga
perlu memiliki semangat untuk menjadikan cerita asli Indonesia dikenal luas di
dunia internasional agar nilai-nilai luhur bangsa ini dapat ditebarkan ke bangsabangsa lain. Caranya, antara lain, adalah dengan menyampaikan cerita-cerita asli
Indonesia dengan bahasa pengantar yang dikenal luas yaitu bahasa Inggris.
Dalam proses pembelajaran berbicara, tugas guru sebagai pengajar bukan
hanya untuk memindahkan pengetahuannya kepada siswa, akan tetapi guru harus
menjadi fasilitator, mediator, dan moderator bagi siswa ketika belajar. Dalam hal
ini siswa harus lebih banyak diberikan kesempatan dan praktek berbicara.
Kemudian guru harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif,
menyenangkan, dan dapat menjadikan siswa tidak merasa tertekan dan bosan
selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian keterampilan
berbicara siswa kelas X SMA Harapan-I Medan yang diajarkan dengan metode
story telling akan meningkat.
2.5.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan di atas, maka
hipotesis tindakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: penerapan strategi
pembelajaran storytelling dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas
X SMA Harapan-I Medan
24
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelasX SMA Harapan-1 Medan melalui storytelling.
3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat bagi Sekolah
Memberikan kontribusi bagi SMA Harapan 1 Medan terkait dengan
peningkatan keterampilan berbicara bahasa inggris melalui storytelling.
2. Manfaat bagi Guru
a. Memberikan masukan tentang metode pembelajaran yang baru
mengenai mata pelajaran bahasa Inggris melalui storytelling.
b. Membantu guru dalam mengajar di kelas dengan metode pembelajaran
yang lebih mudah dan menarik.
3. Manfaat bagi Siswa
Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa
Inggris melalui storytelling.
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Tempat dan Waktu Penelitian
4.1.1
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Harapan-I Medan yang beralamat di
Jalan Imam Bonjol No.35 Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun, Kota
Medan, Sumatera Utara.
4.1.2
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Semester II (Semester Genap) Tahun Pelajaran
2017-2018 pada tanggal 16 sampai dengan 28 April 2018.
4.2
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-6 yang terdiri dari 30
orang dengan komposisi 12 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Usia siswa
berkisar 15-16 tahun. Kelas ini dijadikan subjek penelitian karena mengalami
masalah pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian ini dilakukan oleh
peneliti dan dibantu oleh satu orang guru bahasa Inggris dikelas tersebut sebagai
kolaborator. Objek penelitian ini adalah penerapan metode Storytelling untuk
meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.
4.3
Metode dan Rancangan Penelitian
4.3.1
Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research) model Kemmis Mc. Taggart. Model ini mencakup
empat kegiatan, yaitu: (1) perencanaan (planning); yaitu merencanakan tindakan
untuk mengatasi masalah, atau untuk memperbaiki atau meningkatkan keadaan
sekarang, (2) tindakan (action); yaitu melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, (3) Pengamatan (observation); yaitu mengamati apakah tindakan
yang dilakukan itu (proses dan hasil) telah baik, dan (4) refleksi/pengkajian
26
(reflection); yaitu menelaah, mengkaji, merenungkan, atau mengevaluasi tindakan
yang sedang/sudah dilakukan itu sudah berhasil dengan baik atau belum.
Penelitian tindakan kelas dipilih karena:
1. PTK merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan
mutu proses belajar mengajar berdasarkan permasalahan yang ada.
2. Dengan melakukan PTK, kekurangan dan kelemahan yang terjadi pada
saat proses pembelajaran berlangsung dapat teridentifikasi dan terdeteksi
sehingga akan dicari solusinya.
3. Pelaksanaan PTK merupakan suatu penelitian yang dilakukan guru yang
bersangkutan, karena guru sendiri yang mengalami permasalahannya.
4. Guru dapat terlibat langsung secara aktif, partisipatif dalam penelitian dan
mengaplikasikan cara baru dalam praktek pembelajaran terhadap tindakan
yang diberikan.
5. PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran
di kelas sehari-hari sehingga tidak mengganggu tugas pokok guru.
6. Melalui PTK guru dapat meneliti aktivitasnya sendiri, di kelas sendiri, dan
dievaluasi sendiri melalui refleksi untuk merencanakan siklus berikutnya.
7. Dalam pelaksanaannya PTK adalah studi yang sistematis yang dilakukan
dalam upaya memperbaiki praktek-praktek dalam pembelajaran menjadi
lebih efektif, serta meningkatkan wawasan dan pemahaman guru tentang
hubungannya mengajar dan belajar.
8. Proses penelitian merupakan suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan
dan diantara siklus-siklus ada informasi yang berguna untuk dijadikan
sebagai perbaikan tindakan selanjutnya.
4.3.2 Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti sebagai perancang dan pelaksana
pembelajaran yang berkolaborasi dengan guru bahasa Inggris. Penerapan rencana
tindakan berdasarkan permasalahan yang ada, kemungkinan pemecahan masalah,
dan implementasinya di lapangan sampai pada tahap evaluasi dan perumusan
tindakan berikutnya.
27
Penelitian dilakukan dalam rangkaian siklus sebanyak dua siklus, dan
bergantung pada ketercapaian indikator keberhasilan tindakan. Kompetensi Dasar
(KD) pada siklus- I adalah “Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur
kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta
informasi
terkait
legenda
rakyat,
sederhana,
sesuai
dengan
konteks
penggunaannya” dan KD pada siklus-II adalah “Menangkap makna secara
kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks naratif,
lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat”.
Apabila pada siklus-I indikator keberhasilan tindakan belum mencapai
tingkat indikator keberhasilan, maka tindakan akan dilanjutkan pada siklus-II.
Tindakan yang diterapkan pada Siklus-II berdasarkan hasil refleksi pada
permasalahan yang muncul dalam siklus sebelumnya. Apabila indikator
keberhasilan pada siklus-II belum juga tercapai, siklus berikutnya tidak lagi
diteruskan, mengingat agar waktu dan jadwal pelaksanaan pembelajaran tidak
terganggu. Model ini menggunakan empat komponen penelitian tindakan, yaitu
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu sistem spiral yang
saling terkait.
Secara rinci desain dan prosedur kegiatan penelitian ini dapat
dideskripsikan sebagai berikut: yaitu:
1. Tahap perencanaan ( Planning )
Pada tahap perencanaan guru menyusun rancangan tindakan yang
menjelaskan tindakan atau hal-hal yang akan dilakukan didalam kelas.
Topik yang direncanakan meliputi:
a. Membuat rencana pembelajaran (RPP) dan Silabus
b. Penyajian materi pelajaran
c. Penerapan model pembelajaran
d. Menyusun Instrumen Observasi
2. Tahap pelaksanaan (Acting)
Tahap ini guru melaksanakan semua yang telah disiapkan pada tahap
perencanaan
yang
berhubungan
dengan
langkah–langkah
dalam
pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan bersama–sama dengan siswa.
28
3. Tahap pengamatan (Observing)
Pada tahap observasi ini observer yaitu kolaborator mengadakan
pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan hal–hal yang
terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4. Tahap refleksi (Reflecting)
Pada tahap ini guru memberikan soal-soal untuk dikerjakan siswa pada
setiap akhir siklus pada proses pembelajaran.
Desain Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model Arikunto pada
gambar 4.1.
Gambar 4.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
?
Sumber: Arikunto (2008:16)
29
Langkah-langkah atau tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Siklus I
a.
Perencanaan tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
1)
Melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengetahui kondisi
awal dan keadaan kelas penelitian.
b.
2)
Menyusun silabus dan rencana pembelajaran.
3)
Menyusun instrumen penelitian.
Pelaksanaan tindakan
Guru memberikan tindakan berupa pembelajaran pengalaman
langsung dengan berdasarkan skenario pembelajaran. Tahap-tahap
pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah disusun.
c. Pengamatan/Observasi
Selama tindakan dilaksanakan, peneliti dibantu oleh seorang guru
sebagai kolaborator.
d.
Refleksi
Dalam tahap ini peneliti bersama kolaborator melakukan evaluasi
pada semua tindakan yang sudah dilakukan selama proses
pembelajaran yaitu mengadakan kegiatan menganalisis, menjelaskan
dan menyimpulkan data yang sudah diperoleh. Hasil dari refleksi ini
digunakan untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya.
2. Siklus II
a.
Perencanaan tindakan II
Berdasarkan temuan pada refleksi-I, maka dilakukan perbaikan untuk
meningkatkan hasil belajar sains siswa. Rencana yang akan dilakukan
pada siklus II ini merupakan perbaikan dari tindakan siklus I. Untuk
itu peneliti dan kolaborator melakukan :
1) Penyusunan silabus dan rencana pembelajaran.
2) Penyusunan instrumen penelitian.
30
3) Memberikan pemahaman tentang model pembelajaran yang
diterapkan agar siswa tidak takut dan kebingungan pada saat
kegiatan belajar mengajar.
b.
Pelaksanaan tindakan II
Pada siklus II ini direncanakan tindakan yang telah disepakati dalam
refleksi siklus-I antara peneliti dan kolaborator yang merupakan
perbaikan terhadap kekurangan siklus I.
c.
Pengamatan/ Observasi II
Observasi pada siklus II dalam kegiatan pembelajaran ini, peneliti
mengadakan tes hasil belajar dan mengambil data dari aspek afektif
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, guru dibantu observer
mengamati aktivitas peserta didik dengan mengisi chek list.
d.
Refleksi II
Dari
pengamatan
siklus-II
dihimpun
dan
dianalisis
untuk
merefleksikan kemampuan peserta didik meningkat atau tidak.
4.4
Sumber Data
Data yang digunakan adalah data kualitatif berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil observasi, wawancara, dan
tes. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi yaitu dari sekolah yang
bersangkutan sebagai data tambahan.
4.5
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Tes
Penilaian
keterampilan
berbicara
dilakukan
dengan
penilaian
kinerja/performance. Penilaian ini berupa penilaian terhadap kemampuan
siswa dalam berbicara dalam bahasa Inggris. Dalam penilaian ini yang
perlu diukur adalah yang berkaitan dengan (1) ketepatan pelafalan, (2)
kejelasan pelafalan, (3) struktur kalimat, (4) pilihan kata yang tepat, (5)
intonasi, (6) kelengkapan, (7) keruntutan, (8) kesesaian dengan tema, (9)
31
volume, (10) ekspresi, (11) gaya ketika berbicara, dan (12) kelancaran
berbicara.
2. Observasi
Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu observasi
untuk keaktifan siswa dan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran
storytelling. Lembar observasi untuk siswa berupa lembar observasi
penilaian kinerja (proses) dan lembar observasi aktifitas belajar siswa.
Sedangkan lembar observasi pelaksanaan program adalah lembar
observasi yang digunakan untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang
dilakukan oleh Guru dan peneliti.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada Guru pengampu mata
pelajaran Bahasa Inggris dan para siswa mengenai pelaksanaan
storytelling di kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara
Bahasa Inggris.
4. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari hasil lembar observasi, lembar wawancara,
catatan lapangan, daftar mahasiswa dan foto-foto selama program berjalan.
4.6
Instrumen Penelitian
1. Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen karena peneliti
sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis
data, dan menjadi pelapor penelitian
2. Lembar Observasi
Metode observasi dilakukan untuk mengamati suasana kelas tempat
berlangsungnya pembelajaran. Mengamati antusias siswa dalam mengikuti
pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan strategi story telling di
kelas.
32
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau
tanggapan Guru dan siswa mengenai pembelajaran story telling dalam
rangka meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.
4. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana
pelaksanaan pembelajaran program, daftar nilai berbicara siswa pada mata
pelajaran, lembar observasi, dan hasil wawancara.
5. Catatan Lapangan
Metode catatan lapangan dipergunakan untuk mencatat suasana kelas pada
saat proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dicatat meliputi
keaktifan siswa pada proses pembelajaran
4.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian diolah secara kualitatif. Analisis data
dilakukan pada setiap refleksi sehingga diperoleh alternative solusi untuk
menentukan rencana tindakan yang akan diterapkan pada siklus penelitian
tindakan selanjutnya. Analisis data kualitatif untuk melihat perkembangan sikap
dan keterampilan motorik yang diperoleh dari hasil observasi keaktifan siswa dan
hasil keterampilan berbicara siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang
menggunakan metode pembelajaran story telling.
Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan
pemilihan data, penyederhanaan data serta transfomasi dari hasil catatan lapangan.
Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang
disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara
bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra
kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan
dan dicatat dalam penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Adapun
pedoman
penilaian
yang
digunakan
untuk
menentukan
keberhasilan siswa dalam berbicara dapat dilihat dalam tabel 4.1
33
Tabel 4.1 Pedoman Penilaian.
No
Aspek yang dinilai
Tingkatan
Skala
1
Faktor Kebahasaan:
1. Kejelasan lafal dan artikulasi.
1
2 3 4
1
2 3 4
1
2 3 4
1
2 3 4
1
2 3 4
(tidak jelas, kurang jelas, jelas, jelas sekali)
2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume
suara. (tidak tepat, kurang tepat, tepat, tepat
sekali)
3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
ungkapan.
(tidak tepat, kurang tepat, tepat, tepat sekali).
4. Kewajaran urutan wacana.
(sangat tidak normal, tidak normal, kurang
normal, normal).
2
Faktor Non-Kebahasaan
5. Keakuratan informasi.
(sangat buruk, kurang akurat, akurat, akurat
sepenuhnya).
6. Hubungan antar informasi
(sangat
sedikit,
kurang,
1 2 3 4
berhubungan,
berhubungan dengan sepenuhnya).
7. Kelancaran
(terbata-bata,
kurang
lancar,
1 2 3 4
8. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik
1 2 3 4
lancar, lancar sekali)
wajah (face expression), gerak tubuh (body
language). (tidak tepat, kurang tepat, tepat,
sangat tepat)
Jumlah skor
32
34
Analisis hasil tes secara kualitatif dihitung secara persentase dengan
langkah-langkah sebagai berikut: a) menerapkan nilai yang diperoleh siswa, b)
menghitung nilai masing-masing aspek, c) menghitung nilai rata-rata, d)
menghitung persentase nilai. Nilai dihitung dengan menggunakan persen atau
disebut dengan percentages correction dengan rumus:
Skor perolehan
Nilai Siswa =
x 100
Jumlah Skor
Maksimal
Berdasarkan pedoman penilaian keterampilan berbicara tersebut, dapat
diketahui kemampuan siswa dalam berbicara dengan sangat baik, berhasil baik,
berhasil cukup, kurang berhasil, dan tidak berhasil. Siswa yang berhasil sangat
baik adalah siswa yang memperoleh nilai 85-100, siswa yang berhasil dengan baik
adalah siswa yang memperoleh nilai 75-84, siswa yang berhasil dengan kategori
cukup adalah siswa yang memperoleh nilai 60-74, siswa yang berhasil dengan
kategori kurang baik yaitu siswa yang memperoleh nilai 50-59, dan siswa yang
tidak berhasil yaitu siiswa yang memperoleh nilai 0-49.
Hasil perhitungan kemampuan berbicara dengan storytelling dari masingmasing siklus akan dibandingkan untuk memberikan gambaran mengenai
persentase peningkatan keterampilan berbicara setelah menggunakan storytelling.
Tabel 4. 2 Kriteria Tingkat Keterampilan Berbicara Siswa
No
4.8
Rentang Nilai
Kategori
1
85 – 100
Sangat baik
2
75 – 84
Baik
3
60 – 74
Cukup
4
50 – 59
Kurang
5
0 – 49
Sangat Kurang
Validasi Data
Peneliti dalam memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan
menggunakan teknik triangulasi dan member check, triangulasi sebagai teknik
pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
35
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini
triangulasi dilakukan dengan pedoman observasi, pedoman wawancara dan
catatan lapangan (field note). Sedangkan membercheck dilakukan dengan
mengulang garis besar apa yang diungkapkan oleh informan pada akhir
wawancara guna memastikan kembali data yang diperoleh dari hasil wawancara
dan mengoreksi bila ada kesalahan serta menambah apabila terdapat beberapa
kekurangan.
4.9
Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk mencegah terjadinya penafsiran yang berbeda dan untuk
menyamakan persepsi tentang variable-variabel dalam penelitian ini, maka
peneliti merumuskan defenisi operasional setiap variable yang digunakan ke
dalam penelitian yakni sebagai berikut:
1
Variabel bebas (X), yaitu storytelling. Story telling adalah sebuah metode
pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara
siswa dengan brcerita atau mendongeng.
2
Variabel terikat (Y), yaitu hasil belajar siswa berupa keterampilan
berbicara. Keterampilan berbicara siswa merupakan kemampuan siswa
dalam mengungkapkan/mengekspresikan pengetahuan, pikiran, dan
perasaannya kepada orang lain secara lisan dengan kalimat yang runtut,
baik dan benar. Keterampilan berbicara dapat dilihat dari beberapa aspek
antara lain: diksi atau ketepatan dalam memilih kata, kemampuan
melafalkan kata, intonasi, kelancaran, kemampuan menata ide secara
sistematis, dan penampilan dalam berbicara.
36
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1
Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Harapan Medan Tahun
Ajaran 2017/2018. Jumlah siswa adalah 30 siswa yang terdiri dari 12 siswa lakilaki dan 18 siswa perempuan.
5.2
Deskripsi Kondisi Awal
Untuk mengetahui bagaimana kondisi awal kemampuan berbicara siswa
dalam berbahasa Inggris sebelum dilakukannya penerapan metode storytelling,
maka peneliti memberikan tes kepada para siswa. Pada kegiatan ini Peneliti
menggunakan cerita yang berbentuk teks naratif dengan menyiapkan beberapa
cerita. Siswa bebas memilih salah satu cerita untuk diceritakan kembali di depan
kelas menggunakan kata-kata sendiri dengan durasi kira-kira 3-5 menit.
Alasan mengapa menggunakan cerita dalam meningkatkan kemampuan
berbicara bahasa Inggris, hal ini karena siswa menyukai cerita. Cerita dapat
memberi kesempatan pada siswa untuk benar-benar menggunakan bahasa yang
sebenarnya. Menceritakan cerita bukanlah “membacakan cerita tanpa melihat
buku“, sehingga saat ia menceritakannya, cerita tersebut terlihat hidup, nyata, dan
seakan dapat dilihat dan dibayangkan oleh siswa. Bercerita juga melatih siswa
untuk terbiasa berbicara dan mendengarkan secara bersamaan sehingga menuntut
mereka untuk lebih berkonsentrasi, disamping juga melatih siswa untuk
bersosialisasi
melalui
kerja kelompok,
disamping itu storytelling
juga
membiasakan mereka untuk berpikir kreatif. Jadi, secara otomatis kemampuan
berbicara siswa dapat meningkat karena mereka terbiasa berkonsentrasi,
berkomunikasi, bersosialisasi dan berpikir secara kreatif.
Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti terhadap siswa Kelas X
diketahui bahwa keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa kurang jika
dibandingkan dengan keterampilan menulis dan membaca. Hal tersebut karena
kegiatan pembelajaran banyak fokus pada kegiatan menulis dan membaca.
37
Disamping itu ditemukan bahwa siswa kurang mampu apabila di minta untuk
memberikan tanggapan, dan mengkomunikasikan hasil pembelajaran. Siswa juga
kurang mampu apabila diminta untuk bercerita di depan kelas. Siswa cenderung
kurang mampu mengutarakan apa yang ada di pikiran mereka, mereka juga
kurang percaya diri. Hal ini terjadi karena kurangnya latihan pembiasaan bercerita
maupun mengungkapkan tanggapan di dalam kelas.
Dari hasil pra tindakan secara singkat dapat dilihat dalam tabel berikut ini,
yaitu:
Tabel 5.1. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa
Pada Tes Awal (Pra Tindakan)
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Persentase
1
Sangat baik
85 – 100
-
2
Baik
75 – 84
1
3%
3
Cukup
60 – 74
7
23,5%
4
Kurang
50 – 59
15
50%
5
Sangat kurang
0 – 49
7
23,5%
30
100%
Jumlah
Sumber : Hasil penelitian pra Siklus
Berdasarkan tabel 5.1. di atas menunjukkan bahwa dari 30 jumlah siswa
tidak ada yang masuk dalam kategori sangat baik, dan hanya ada 1 siswa (3%)
yang memiliki kemampuan berbicara dalam berbahasa Inggris dalam kategori
baik. Sedangkan yang berada pada kategori cukup hanya 7 siswa (23,5%).
Sedangkan pada kategori kurang ada sebanyak 15 siswa (50%), dan 7 siswa
(23,5%) berada pada kategori sangat kurang.
Secara rinci hasil nilai keterampilan berbicara siswa dalam berbahasa
Inggris pada tahap pra tindakan dapat dilihat pada tabel berikut:
38
Tabel 5.2 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Tahap Pratindakan (pra-siklus)
No
Tes Pra Tindakan
Urut Responden
KKM = 70
Skor
Nilai
Tuntas
√
Tidak Tuntas
1
1.1
23
72
2
1.2
17
53
√
3
1.3
15
47
√
4
1.4
10
31
√
5
1.5
23
72
6
1.6
17
54
√
7
1.7
12
38
√
8
1.8
12
38
√
9
1.9
16
50
√
10
1.10
17
53
√
11
1.11
17
53
√
12
1.12
23
72
13
1.13
19
59
√
14
1.14
12
38
√
15
1.15
19
59
√
16
1.16
25
78
17
1.17
16
50
√
18
1.18
10
31
√
19
1.19
18
56
√
20
1.20
24
72
21
1.21
16
50
22
1.22
23
72
23
1.23
17
53
24
1.24
23
72
25
1.25
16
50
26
1.26
23
72
27
1.27
17
53
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
39
28
1.28
13
41
√
29
1.29
17
53
√
30
1.30
16
50
√
Jumlah
1642
Rata-Rata
55
Persentase
8
22
27%
73%
Sumber : Hasil penelitian pra tindakan
Berdasarkan tabel 5.2. di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris hanya mencapai 55. Dari 30
jumlah siswa, hanya 8 siswa (27%) yang mengalami ketuntasan, sedangkan
sebanyak 22 siswa (73%) belum tuntas dengan Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal
70.
Dari hasil tes tersebut dapat diketahui dan disimpulkan sebagai berikut,
yaitu:
1. Kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris masih terlihat
sangat tersendat-sendat, lebih banyak pasif dan diam.
2. Siswa masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menggambarkan
adegan cerita dalam ingatan
3. Siswa masih banyak yang belum memahami alur cerita
4. Siswa masih banyak yang belum mampu mengekspresikan cerita dengan
gestur tubuh yang baik, sehingga siswa terlihat sangat kaku dan canggung
5. Siswa belum mampu memainkan intonasi suara dengan baik
6. Pemahaman kosa kata siswa masih belum memadai.
7. Masih banyak siswa yang belum mempersiapkan dirinya dengan baik,
bahkan terkadang terkesan malu.
Melihat hasil kondisi awal tersebut dimana hanya 27% siswa yang tuntas,
maka dianggap perlu untuk menindaklanjutinya pada Siklus I sebagai upaya
dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa, yaitu dengan
penerapan metode storytelling.
40
5.3
Deskripsi Siklus-I
Pada
Siklus-I
ini
pembelajaran
berbicara
menggunakan
metode
storytelling. Pembelajaran dilaksanakan dengan buku siswa dan sumber bacaan
siswa selama 2x pertemuan. Masing-masing berdurasi 2x45 menit. Pada siklus ini
ditampilkan Kompetensi Dasar “Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan
unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan
meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks
penggunaannya”.
a. Perencanaan tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:
1)
Melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengetahui kondisi
awal dan keadaan kelas penelitian.
2)
Menyusun scenario tindakan dan rencana pembelajaran.
3)
Menyusun instrumen penelitian.
b. Pelaksanaan tindakan
1. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama siklus-I dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17
April 2018 dengan durasi 2x45 menit. Guru memberikan tindakan
berupa pembelajaran pengalaman langsung dengan berdasarkan
skenario pembelajaran. Tindakan dilakukan dengan menerapkan
metode storytelling dan mengacu kepada rencana pelaksanaan
pembelajaran. Adapun tindakan yang dilakukan pada pertemuan ini,
yaitu:
1)
Pendahuluan
- Guru mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran.
- Guru membuka pelajaran dengan member salam, memimpin
do’a, dan mengecek kehadiran siswa.
- Guru memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan
mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi
yang akan dipelajari.
41
2)
Kegiatan inti
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tahapan- tahapan
kegiatan
dalam
pembelajaran
storytelling
dan
prosedur
penilaiannya. Kemudian menyampaikan cara berbicara dalam
storytelling, menjelaskan secara singkat tentang struktur umum
dalam teks narasi dan grammar simple past tense. Kemudian
memberikan siswa tema “Legenda Danau Toba” dan ide – ide
pokok yang akan dikembangkan oleh siswa menjadi sebuah
cerita.
Setelah
menyusun
cerita,
masing-masing
siswa
menceritakan cerita yang kelompok mereka buat di depan kelas.
Sementara itu guru menugaskan siswa yang lain untuk
mendengarkan, menyanggah, memberi komentar, memberikan
pertanyaan dan saran dengan cara yang baik. Seusai mereka
bercerita didepan kelas, Guru memberikan masukan dan
pertanyaan kepada tiap kelompok secara acak seputar watak,
karakter, setting, dan nilai moral yang dapat diambil dari cerita.
3)
Penutup
Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran kemudian
menutup pelajaran sekaligus memberikan
penilaian dan
apresiasi bagi siswa yang terbaik dari segi cerita dan cara
penyampaian cerita mereka di depan kelas.
2. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua pada siklus – I dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 19 April 2018. Pada tahapan ini, rancangan strategi dan
skenario pembelajaran diterapkan. Adapun tindakan yang dilakukan
yaitu:
1)
Pendahuluan
Kegiatan belajar mengajar diawali dengan berdoa bersama,
mengecek kesiapan siswa dalam belajar bahasa Inggris.
Selanjutnya guru mengapersepsi siswa dengan memberikan
pertanyaan seputar tema yang lalu seperti karakter, setting,
konflik, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat
42
Legenda Danau Toba. Setelah mengapersepsi siswa untuk
melihat kemampuan berbicara mereka, guru menjelaskan bahwa
kegiatan pembelajaran hari ini masih sama dengan pertemuan
yang sebelumnya.
2)
Kegiatan inti
Dalam kegiatan inti, guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
mengingatkan tahapan – tahapan kegiatan pembelajaran
storytelling dan prosedur penilaian. Kemudian menjelaskan
secara singkat mengenai Direct/ Indirect Speech, memberikan
tema “Tangkuban Perahu” dan ide – ide pokok yang akan
dikembangkan menjadi sebuah cerita. Kemudian siswa diminta
untuk menceritakan cerita yang telah mereka buat didepan kelas.
Selama pelaksanaan kegiatan ini guru membimbing dan
memotivasi siswa untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Dalam
kesempatan
ini
guru
kembali
meminta
siswa
untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Menguasai isi cerita
Setiap siswa dapat memilih caranya sendiri sesuai dengan
kebutuhannya
masing-masing.
Yang
penting
adalah
mengerti dan menguasai isi cerita yang akan disampaikan.
b) Menggambarkan adegan dan ide-ide pokok cerita dalam
ingatan.
Hal ini akan membantu dalam mengingat dan membangun
cerita. Beberapa bagian cerita mungkin dapat diingat kata
per kata, misalnya bagian awal atau akhir, percakapan
penting,
atau
ungkapan
yang
diulang-ulang.
Oleh
karenanya, menggambarkan adegan cerita dan ide-ide
pokok dalam ingatan merupakan cara untuk mengingat dan
membangun cerita agar tidak terjebak dalam kata-kata.
43
c) Memahami alur cerita.
d) Tekanan, volume suara, kecepatan suara, ritme, dan
artikulasi (halus atau tajam). Diam/hening juga diperlukan.
e) Gunakan gerakan tubuh (gesture)
Gunakan gerakan tubuh untuk mengekspresikan tindakan,
atau untuk memberi penekanan.
f)
Ketika menyampaikan bagian awal cerita bisa saja dikaitkan
dengan cerita itu sendiri atau dengan hal di sekitar kita,
namun harus tetap mengacu pada plot atau alur cerita.
Menyampaikan bagian akhir cerita harus jelas, sehingga
audience mengerti bahwa cerita telah selesai tanpa harus
mengatakannya.
Hal
ini
dapat
dilakukan
dengan
memperlambat atau memberi penekanan
g) Karakter harus ditampilkan dengan hidup, misalnya dengan
wajah, suara, atau gerakan tubuh. Diupayakan agar tiap
karakter ditampilkan secara berbeda sehingga mudah untuk
dimengerti.
h) Menyiapkan diri
Menyampaikan cerita dapat berhasil dengan baik jika
persiapan dilakukan tidak hanya berkaitan dengan cerita itu
sendiri tapi juga dengan diri kita sebagai orang yang akan
bercerita. Suara dan tubuh kita adalah alat yang dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya dalam menyampaikan
cerita.
i)
Melatih suara
Untuk mengetahui kondisi ini peneliti berjalan keliling dan
bertanya
kepada
masing-masing
kelompok.
Guru
melakukan pemantauan dan pendampingan pada setiap
kelompok secara bergiliran. Pada kegiatan diskusi, siswa
yang mendapatkan nilai dibawah nilai ketuntasan dilibatkan
secara aktif.
44
3)
Penutup
Guru memberikan kesimpulan dan menutup pelajaran sekaligus
memberikan apresiasi bagi siswa yang terbaik dari segi cerita
dan cara penyampaian cerita mereka di depan kelas. Kepada
siswa yang belum memiliki kemampuan berbicara berbahasa
Inggris, guru meminta agar siswa tersebut untuk terus rajin
melatih kemampuan berbahasa Inggrisnya.
4)
Observasi
Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku
siswa dan kegiatan
guru selama pembelajaran dengan
menggunakan metode storytelling ini. Kegiatan guru dan siswa
saat pembelajaran diamati oleh observer/peneliti. Kegiatan
observasi dilakukan pada setiap pertemuan selama pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah
disiapkan dan dengan membuat lembar catatan lapangan (field
note) dari kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar
observasi. Kegiatan observasi dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh informasi baik tidaknya tahapan-tahapan kegiatan
storytelling dilaksanakan. Sedangkan observasi yang dilakukan
terhadap guru bertujuan memperoleh informasi terhadap
keterlaksanaan
tindakan
semua
dengan
aktivitas,
rencana
kesesuaian
tindakan
yang
pelaksanaan
telah
disusun
sebelumnya, dan seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang
sedang berlangsung dapat diharapkan akan meningkatkan
keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa. Jadi, hal-hal yang
diamati selama pelaksanaan tindakan adalah aktivitas selama
pembelajaran
storytelling
dilaksanakan.
Selanjutnya
pengamatan difokuskan pada keaktifan dan kemampuan
berbicara siswa. Selain itu dilaksanakan juga wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilaksanakan
pada siswa-siswi yang mengikuti pembelajaran story telling
sesudah pelaksanaan tindakan.
45
Dalam kegiatan ini hampir seluruh siswa sudah mulai
serius memperhatikan penjelasan guru, walaupun masih ada
siswa yang tidak memperhatikan guru. Sebagian siswa sudah
tampak
mulai
antusias
dalam
mengikuti
pembelajaran
menggunakan storytelling, sementara sebagian lagi belum.
Namun demikian, Ada sedikit perubahan sikap siswa dari yang
tidak dan kurang antusias menjadi antusias dalam pembelajaran
ini. Beberapa siswa sudah mulai aktif berani bertanya dan
menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari teman mereka
dengan berbahasa Inggris.. Hampir seluruh siswa senang dengan
metode pembelajaran tersebut, walaupun ada juga siswa yang
berpendapat tidak senang. Hasil tentang aktivitas belajar siswa
pada pembelajaran tersebut pada Siklus I dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.3. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa
Pada Siklus I
No
Kategori
Rentang
Nilai
Frekuensi
Persentase
1
Sangat baik
85 – 100
-
-
2
Baik
75 – 84
5
17%
3
Cukup
60 – 74
9
30%
4
Kurang
50 – 59
14
46%
5
Sangat kurang
0 – 49
2
7%
30
100%
Jumlah
Sumber : Hasil penelitian Siklus-I
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 30 jumlah
siswa hanya ada 5 siswa yang memiliki kemampuan berbicara
dalam berbahasa Inggris dalam kategori baik, walaupun masih
sedikit namun jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan hasil pra penelitian dimana hanya 1 siswa yang masuk
dalam kategori baik. Sedangkan yang berada pada kategori cukup
46
juga mengalami kenaikan menjadi 9 siswa, dimana pada hasil tes
kondisi awal siswa sebelumnya ada 7 siswa yang berada pada
kategori cukup. Sedangkan pada kategori kurang mengalami
penurunan menjadi 14 siswa, dimana pada hasil tes kondisi awal
siswa sebelumnya, siswa yang berada pada kategori kurang
sebanyak 15 siswa. dan siswa yang berada pada kategori sangat
kurang juga mengalami penurunan menjadi 2 siswa, dimana pada
hasil tes kondisi awal siswa sebelumnya terdapat 7 siswa yang
berada pada kategori tersebut. Secara rinci hasil nilai keterampilan
berbicara siswa dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa
Inggris Pada Siklus I
No
Tes Siklus I
KKM = 70
Tidak
Urut
Responden
Skor
Nilai
Tuntas
1
1.1
23
72
√
2
1.2
23
72
√
3
1.3
17
53
√
4
1.4
10
31
√
5
1.5
25
78
6
1.6
17
53
7
1.7
22
69
√
8
1.8
23
72
√
9
1.9
16
50
10
1.10
23
72
11
1.11
17
53
12
1.12
23
72
13
1.13
19
59
√
14
1.14
17
53
√
15
1.15
19
59
√
16
1.16
25
78
Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
47
√
17
1.17
16
50
18
1.18
23
72
19
1.19
18
56
20
1.20
24
75
21
1.21
16
50
22
1.22
25
78
23
1.23
17
53
24
1.24
24
75
√
25
1.25
23
72
√
26
1.26
23
72
√
27
1.27
17
53
√
28
1.28
13
41
√
29
1.29
17
53
√
30
1.30
16
50
√
Jumlah
1846
Rata-Rata
62
Persentase
√
√
√
√
√
√
14
16
47%
53%
Sumber : Hasil penelitian Siklus-I
Dari tabel 5.4. di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kemampuan berbicara siswa mengalami kenaikan dari 55 menjadi 62
dan dari 30 jumlah siswa, sebanyak 14 siswa (47%) mengalami
ketuntasan, sedangkan sebanyak 16 siswa (53%) belum tuntas dari
nilai ketuntasan minimal 70. Dan rata-rata kelas 62.
5. Refleksi
Berdasarkan observasi, keaktifan dan kemampuan berbicara siswa
sudah ada sedikit kemajuan, yaitu para siswa sudah mulai berani
bertanya dan menjawab pertanyaan ke/dari guru dan teman
menggunakan bahasa Inggris.
Namun, pada siklus – I ini masih banyak ditemui kendala-kendala
antara lain: (1) siswa masih canggung dan malu berbicara terutama
ketika didepan kelas, (2) keterbatasan waktu dalam berlatih berbicara,
48
(3) guru harus menyiapkan pembelajaran secara matang, sehingga
membutuhkan dukungan fasilitas, alat, waktu, tenaga yang lebih
banyak.
Saat berbicara terlihat siswa mendapatkan kesulitan dalam menata
ide, menyusun kalimat dan mengekspresikan pikirannya dengan baik.
Hal ini disebabkan siswa belum memiliki kosa kata dan latihan yang
banyak dalam berbicara. Hasil pencapaian ketuntasan belajar pada
siklus – I belum banyak mengalami perkembangan, walaupun sudah
ada peningkatan akan tetapi belum significant terhadap peningkatan
kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris, oleh karena itu
peneliti akan melanjutkannya pada Siklus II sebagai tahapan lanjutan
dari siklus I.
Beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk siklus lanjutan adalah
mengenai teknik dan waktu. Tindakan-tindakan yang direncanakan
pada siklus II adalah:
Pertama, mengubah teknik yang dipakai agar lebih bervariasi yaitu
dengan menggunakan teknik bercerita dalam kelompok agar semua
siswa memperoleh kesempatan dalam bercerita. Tahapan kegiatannya
adalah: 1) Siswa diminta menyusun cerita secara kelompok sesuai
tema dan ide pokok yang diberikan, 2) berlatih bercerita dan tanya
jawab seputar tema dalam kelompok. Dengan demikian proses
pembelajaran akan lebih menarik dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk banyak berlatih dalam kelompok sebelum masing-masing
siswa menampilkan cerita di depan kelas secara individu.
Kedua, waktu yang digunakan benar-benar diatur sehingga
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Selain itu guru diharapkan dapat lebih memotivasi dan
menarik minat siswa agar lebih banyak lagi berlatih berbicara.
5.4
Deskripsi Siklus II
a. Perencanaan tindakan
Siklus II merupakan revisi dari siklus – I. Siklus ini berlangsung selama
dua kali pertemuan. Setiap pertemuan masing-masing 2x45 menit.
49
Perencanaan tindakan yang telah disusun oleh peneliti bersama rekan
kolaborator adalah dengan menggunakan metode storytelling dengan
variasi teknik dan pengaturan waktu yang efisien dan efektif. Pada
Siklus ini ditampilkan Kompetensi Dasar “Menangkap makna secara
kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan
teks naratif, lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat”
b. Pelaksanaan tindakan
1. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 24 April 2018. Adapun tindakan yang dilakukan pada
pertemuan ini yaitu:
1) Pendahuluan
Pada pertemuan ini, kegiatan pembelajaran diisi dengan
kegiatan pendahuluan, yaitu:
a) Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik
maupun psikologis.
b) Guru mengulas singkat materi/kegiatan di pertemuan
sebelumnya.
c) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi
yang akan dicapai.
d) Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan
penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa
untuk menyelesaikan latihan-latihan dan tugas dalam
pembelajaran.
e) Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya.
2)
Kegiatan inti
Selanjutnya pada kegiatan inti guru menjelaskan secara
singkat mengenai Past Continuous Tense, memberikan tema dan
gambar berseri tentang “Malin Kundang”. Kemudian guru
meminta siswa untuk:
a) Menyusun cerita dengan judul “Malin Kundang” secara
kelompok berdasarkan gambar.
50
b) Menyampaikan informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur
kebahasaan dari cerita Malin Kundang yang mereka buat.
c) Menceritakan cerita rakyat sederhana yang dibuat tersebut
dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur dan unsur
kebahasaannya dengan bergantian di dalam kelompok.
Setelah selesai bercerita, pendengar di dalam kelompok
menanggapi atau mengajukan pertanyaan kepada pencerita
tersebut dalam bahasa Inggris. Tahapan kegiatan diskusi
tanya jawab dalam kegiatan ini mendorong siswa untuk
merespon atau mengomentari bahkan memberi pertanyaan
untuk memperdalam pemahaman isi cerita, memberi
kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk berlatih dan
menginterpretasi cerita.
d) Kemudian siswa diminta bercerita didepan kelas.
3)
Penutup
Kegiatan
pembelajaran
diakhiri
dengan
memberikan
pertanyaan seputar tema, seperti: bagaimana karakter-karakter
tokoh dalam cerita, setting cerita, nilai moral yang disampaikan
dalam cerita, dan kata-kata khusus apa saja yang digunakan
dalam cerita. Kemudian guru menyimpulkan pembelajaran,
sekaligus guru meminta siswa untuk terus berlatih kemampuan
berbicara khususnya dalam berbahasa Inggris.
2. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26
April 2018. Pelaksanaan kegiatan ini sama seperti pada pertemuan
pertama yaitu kegiatan awal (pendahuluan), inti, dan akhir
(penutup).
a. Pelaksanaan tindakan
Adapun tindakan yang dilakukan pada pertemuan ini yaitu:
1) Pendahuluan
Pembelajaran diawali dengan memotivasi dan
mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan
51
tentang tema sebelumnya dan memberikan pertanyaan
tentang tema yang baru yaitu cerita rakyat Roro Jonggrang
selama 5 menit.
2) Kegiatan inti
Setelah siswa duduk dalam kelompok-kelompok dan sudah
mendapatkan tema dan melihat gambar, maka mereka
menyusun atau membuat sebuah cerita yang terkait dengan
tema yang telah diberikan. Guru memberi batasan waktu 10
menit pada tiap kelompok untuk menyusun cerita.
Gambar 4.1 Siswa menyusun cerita secara kelompok.
Setelah menyusun cerita, masing-masing anggota kelompok
bergantian berlatih bercerita dalam kelompok mereka. Masingmasing siswa memperoleh waktu 3 menit untuk bercerita dan 2
menit untuk tanya jawab dalam kelompoknya. Sementara itu
guru
menugaskan
pendengar
untuk
mendengarkan,
menyanggah, memberi komentar, memberikan pertanyaan dan
saran kepada pencerita. Dalam kegiatan ini juga, Guru (Peneliti)
menekankan pada siswa akan pelafalan, intonasi, gaya
pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression),
52
gerak tubuh (body language,) penggunaan struktur dan kosa
kata dalam bercerita.
Gambar 5.2 Saat siswa berlatih bercerita dan tanya jawab dalam
kelompoknya.
Tahap kegiatan berikutnya, guru menunjuk siswa dari tiap
kelompok secara acak untuk bercerita didepan kelas dengan
waktu 5 menit untuk tiap siswa. Kemudian Guru memberikan
masukan kepada mereka.
Gambar 5.3 Siswa bercerita di depan kelas
53
Hasil tentang aktivitas belajar siswa pada pembelajaran pada Siklus-II
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa
Pada Siklus II
No
Kategori
Rentang
nilai
Frekuensi
Persentase
1
Sangat baik
85 – 100
-
-
2
Baik
75 – 84
8
27%
3
Cukup
60 – 74
13
43%
4
Kurang
50 – 59
8
27%
5
Sangat kurang
0 – 49
1
3%
30
100%
Jumlah
Sumber : Hasil penelitian Siklus II
Berdasarkan tabel 5.5. di atas menunjukkan bahwa dari 30 jumlah siswa
belum ada yang memperoleh kategori sangat baik, hasil ini sama dengan hasil
Siklus I dimana tidak ada juga siswa yang memperoleh kategori sangat baik,
namun ada 8 siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam berbahasa Inggris
dalam kategori baik, jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
hasil siklus I dimana hanya 5 siswa yang masuk dalam kategori baik. Sedangkan
yang berada pada kategori cukup juga mengalami kenaikan menjadi 13 siswa,
dimana pada hasil Siklus I sebelumnya ada 9 siswa yang berada pada kategori
cukup. Sedangkan pada kategori kurang mengalami penurunan menjadi 8 siswa,
dimana pada hasil Siklus I sebelumnya, siswa yang berada pada kategori kurang
sebanyak 14 siswa. dan siswa yang berada pada kategori sangat kurang juga
mengalami penurunan menjadi 1 siswa, dimana pada hasil Siklus I sebelumnya
terdapat 2 siswa yang berada pada kategori tersebut.
Secara rinci hasil nilai keterampilan berbicara siswa dapat dilihat pada
tabel 5.6:
54
Tabel 5.6 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Siklus II
No
Tes Siklus II
KKM = 70
Urut
Responden
Skor
Nilai
Tuntas
1
1.1
27
84
√
2
1.2
25
78
√
3
1.3
19
59
4
1.4
23
72
√
5
1.5
25
78
√
6
1.6
19
59
7
1.7
23
72
√
8
1.8
25
78
√
9
1.9
23
72
√
10
1.10
23
72
√
11
1.11
23
72
√
12
1.12
23
72
√
13
1.13
23
72
√
14
1.14
23
72
√
15
1.15
19
59
16
1.16
27
84
17
1.17
19
59
18
1.18
23
72
19
1.19
19
59
20
1.20
24
75
21
1.21
19
59
22
1.22
25
78
23
1.23
19
59
24
1.24
24
75
√
25
1.25
23
72
√
26
1.26
23
72
√
27
1.27
19
59
Tidak Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
55
√
28
1.28
15
47
29
1.29
23
72
√
30
1.30
23
72
√
Jumlah
2085
21
9
Rata-Rata
70
70%
30%
Persentase
Sumber : Hasil penelitian Siklus II
Berdasarkan tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai
kemampuan berbicara siswa mengalami kenaikan menjadi 70, dan dari 30 jumlah
siswa, sebanyak 21 siswa (70%) mengalami ketuntasan, sedangkan sebanyak 9
siswa (30%) belum tuntas dari nilai ketuntasan minimal 70.
3) Penutup
Guru mengevaluasi, menilai, dan memberikan apresiasi bagi siswa yang
dinilai paling baik dari segi cerita dan cara penyampaian cerita mereka di
depan kelas.
4) Observasi
Berkaitan dengan hasil pada siklus II pada pertemuan kedua ini, diperoleh
beberapa hal yang cukup penting seperti berikut, yaitu:
1) Kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris sudah menunjukkan
peningkatan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kelancaran siswa berbicara.
2) Hampir seluruh siswa tampak antusias dan bahkan sangat antusias dalam
KBM menggunakan storytelling.
3) Semua siswa sudah mulai aktif dalam pembelajaran menggunakan
storytelling.
4) Sebagian siswa sudah mulai berani mengekspresikan cerita dengan gestur
tubuh yang baik, walaupun terkadang masih terlihat kaku dan canggung.
5) Sebagian besar siswa sudah mulai lancar dan banyak yang berbicara
dengan artikulasi yang jelas.
56
6) Beberapa siswa sudah bisa memainkan intonasi suaranya dengan baik,
sehingga
semakin
menarik
siswa
lain
untuk
mendengar
dan
memperhatikan.
7) Perbendaharaan kosa kata dan grammar siswa sudah menunjukkan adanya
peningkatan.
5) Refleksi
Hasil-hasil observasi dan hasil belajar siswa merupakan acuan dan bahan
refleksi. Peneliti bersama Guru melakukan analisis, interpretasi dan evaluasi
hasil observasi yang terkumpul. Interpretasi hasil observasi ini menjadi dasar
untuk melakukan pertimbangan akhir sehingga dapat digunakan sebagai bahan
penilaian yang menunjukkan beberapa karakter yang menjadi indikator lancar
berbahasa Inggris.
5.5
Pembahasan
Peningkatan kemampuan berbicara dalam pembelajaran bahasa Inggris
dengan metode storytelling pada siswa kelas-X SMA Swasta Harapan-I Medan
diperoleh perbandingan perolehan ketuntasan kemampuan siswa pada pratindakan, siklus-I dan siklus-II yang dapat dilihat dalam table 5.7.
Tabel 5.7 Persentase Hasil Ketuntasa Siswa
pada Pra- Tindakan, Siklus I, dan Siklus II
No
Penelitian
1
Pra Tindakan
2
Siklus I
3
Siklus II
Kategori
Jumlah
Siswa
Persentase
Tuntas
8
27%
Tidak Tuntas
22
73%
Tuntas
14
47%
Tidak Tuntas
16
53%
Tuntas
21
70%
Tidak Tuntas
9
30%
Sumber : Hasil penelitian 2018
57
Berdasarkan data dari tabel 5.6 tersebut, dapat diketahui bahwa persentase
hasil ketuntasan nilai siswa antara pra-tindakan, siklus I, dan siklus II mengalami
peningkatan. Pada kondisi awal yaitu pada pra-tindakan, persentase ketuntasan
nilai siswa hanya 27%, pada siklus-I persentase ketuntasan nilai siswa mengalami
peningkatan menjadi 47%, kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yang
cukup signifikan menjadi 70%. Jika diambil perbandingannya antara kemampuan
berbicara siswa pada saat kondisi awal dan setelah diterapkannya metode
storytelling, maka terdapat peningkatan sebesar 43% kemampuan berbicara
bahasa Inggris siswa dengan menggunakan metode storytelling. Dengan demikian
penelitian ini dinyatakan berhasil dan dapat dikatakan bahwa penggunaan metode
storytelling dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Grafik 5.1 Persentase Hasil Ketuntasan Kondisi Awal,
Siswa Siklus I
dan Siklus II
22
25
21
20
16
14
15
10
9
8
5
0
Tuntas
Tidak
Tuntas
Kondisi Awal
Tuntas
Tidak
Tuntas
Siklus I
Tuntas
Tidak
Tuntas
Siklus II
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan
storytelling dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat mengasah kemampuan
berbicara siswa. Hal ini memberikan hasil yang lebih baik bagi performance
bahasa Inggris siswa dari waktu ke waktu. Siswa mendapatkan motivasi selama
dan setelah mendengarkan cerita. Kondisi seperti ini sangat membantu mereka
untuk banyak berlatih berbicara menggunakan bahasa Inggris.
Berdasarkan temuan selama penelitian dapat disimpulkan perencanaan
yang efektif adalah Guru menyiapkan variasi teknik berdiskusi dan bercerita di
dalam kelompok yang dapat membuat semua siswa aktif dan memperoleh
kesempatan yang sama untuk berlatih berbicara.
58
Secara umum, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Storytelling
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil
pembelajaran dan nilai ketuntasan minimal dalam berbicara bahasa Inggris dapat
tercapai Hal ini dikarenakan metode ini dapat menawarkan banyak kesempatan
kepada siswa untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris di kelas. Namun
demikian, ada beberapa kendala yang masih dihadapi oleh guru dalam
menerapkan metode ini, diantaranya: tidak memadainya waktu untuk pelajaran
bahasa Inggris, kelas yang besar, dan target pencapaian materi yang ditentukan
oleh kurikulum dan silabus membuat guru kurang leluasa dalam menerapkan
metode ini. Oleh karena itu penambahan jam pelajaran, meningkatkan sarana dan
prasarana, dan partisipasi aktif dari siswa diharapkan dapat memaksimalkan
penerapan metode storytelling tersebut.
59
BAB VI
RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
6.1 Penyusunan Laporan Akhir
Penyusunan ini diperlukan sebagai bukti bahwa penelitian telah selesai
dilaksanakan. Laporan ini juga akan memuat hasil yang diperoleh selama
melakukan penelitian dan penyelesaian program secara keseluruhan.
6.2 Publikasi Paper
Setelah penelitian selesai maka rencana berikutnya publikasi paper akan
diterbitkan di Jurnal Nasional ber-ISSN dan Jurnal Terakreditasi Nasional. Jurnal
ini
diharapkan
sebagai
tambahan
bahan
referensi
bagi
peneliti
lain.
60
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut, yaitu:
1. Dari hasil tindakan sebanyak 2 (dua) siklus di kelas X SMA Harapan 1
Medan Tahun Pelajaran 2017/2018, disimpulkan bahwa penggunaan
metode storytelling dapat meningkatkan hasil belajar berbicara Bahasa
Inggris siswa kelas X.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hasil ketuntasan nilai
siswa antara kondisi awal dan siklus I serta siklus II mengalami
peningkatan. Pada kondisi awal persentase ketuntasan nilai siswa hanya
27%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I persentase ketuntasan nilai
siswa mengalami peningkatan menjadi 47%, kemudian mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II menjadi 70%. Jika
diambil perbandingannya antara kemampuan berbicara siswa pada saat
kondisi awal dan setelah diterapkannya metode storytelling, maka terdapat
peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa sebesar 43%.
3. Storytelling dengan variasi teknik bercerita dan berdiskusi dalam
kelompok kecil dapat meningkatkan respond dan antusiasme siswa
sehingga membuat siswa menjadi lebih aktif karena siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk berlatih berbicara.
4. Beberapa kendala yang masih dihadapi oleh guru dalam menerapkan
metode ini, diantaranya: tidak memadainya waktu untuk pelajaran bahasa
Inggris, kelas yang besar, dan target pencapaian materi yang ditentukan
oleh kurikulum dan silabus membuat guru kurang leluasa dalam
menerapkan metode ini.
61
7.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan,
maka
peneliti
memberikan
beberapa
rekomendasi sebagai berikut :
1. Bagi guru diharapkan dapat menerapkan metode Stoytelling pada aspek
berbicara, khususnya pada materi folklore / teks narasi. Karena metode ini
dapat menjadikan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan bagi siswa.
2. Bagi guru yang mengajarkan bahasa Inggris agar tidak mengajarkan
kebahasaan saja, tetapi lebih banyak memberi kesempatan pada siswa
untuk praktek dan berlatih berbicara.
3. Diharapkan para guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar
dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran
terutama aspek berbicara.
4. Diharapkan pihak sekolah secara konkrit dapat meningkatkan kualitas
proses belajar bagi siswa-siswanya melalui penelitian. Karena dengan
penelitian, segala permasalahan pembelajaran dapat dikaji, diteliti, dan
dituntaskan sehingga kualitas sekolah menjadi semakin baik.
62
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti M.K. dan Maidar G. Arsjad. (1993). Bahasa Indonesia 1.
Jakarta: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan.
Akhadiah, Sabarti MK, dan Maidar G Arsjad. (1993). Bahasa Indonesia 3.
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: Mizan.
Bachir, Bachtiar S. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.
Ellis, Arthur. (et. al). 1989. Elementary Language Arts Instruction. New Jersey:
Prentice Hall.
Gianchandani, Nitesh. 2014. Kemampuan Orang Indonesia Berbicara di Depan
Umum
Masih
Rendah.
Diakses
dari
http://beritasatu.com/nasional/334404-kemampuan-orang-indonesiaberbicara-di-depan-umum-masih-rendah.html. 1 April 2018, 10:38 WIB,
diupload oleh:Paulus Nitbani, senin 21 desember 2015 ,20:34 WIB
Gleason, J.B., et al. 1998. Psycholinguistics. 2nd Ed. New York: Harcourt Brace
College Publishers
Hasan2u.blogspot.co.id/2011/01/faktor-penentu-keberhasilan-berbicara.html?m=1
jan 29, 2011.
Henny, S. 2007. Cara Bercerita yang Efektif dan Menarik. Bandung: Disdik
Provinsi Jawa Barat.
Hidayani, Fika. 2013. Mengenal Sastra Indonesia. Bandung: Talenta Pustaka
Indonesia.
Hurlock, E.B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo).
Jakarta: Penerbit Erlangga
Irawati, I. (2014). Improving Student’s Speaking Ability throygh Communicative
Language Games. Magistra, No. 87 Th. XXV, 25-36.
Kosasih, E. (2009). Mantap Bersastra Indonesia. Bandung: C.V. Yrama Widya
Kusmiadi, A. dkk. (2008). Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode
63
Majid, A. & Azis, A. 2001. Al-Qissah fi Al-Tarbiyah (Mendidik dengan Cerita).
(alih Bahasa: Neneng Yanti KH& Iip Dzulkifli Yahya). Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Majid, A.A.A. 2013. Mendidik dengan cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mal, Kak. 2012.
The Miracle of Storytelling: Mencerdaskan Anak dengan
Dongeng dan Cerita. Jakarta: Zikrul
Menyuk, Paula. 1971. The Acquisition and Development of Language. London:
Prentice-Hall
Musfiroh, T. 2005. Cerita dan perkembangan anak. Yogyakarta: Navila.
Nurbiana, Dhieni, dkk. 2008. Metode pengembangan bahasa. Jakarta : Pusat.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE
Pellowski, A. (1991). The World of Storytelling. Revised Ed. Laramie: Wilson
Rahayu, Aprianti Yofita. 2013. Menumbuhkan kepercayaan Diri Melalui
Kegiatan Bercerita. Jakarta: PT INDEKS
Samantaray. 2014. Use of Story Telling Method to Develop Spoken English Skill.
International Journal of Language & Linguistics. Volume I, No.1 Juni
2014 hal. 40)
Semi, Atar. 1990. Racangan pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Setiawan,
D.
2013.
Storytelling.
Diakses
dari
http://dimassetiawan.blogspot.co.id/2013/06/story-telling.html?m=1 pada
tanggal 19 Maret 2018 jam 16.35 WIB
Setiawati, Neng. 2016. Storytelling: Pengertian, Tujuan, Dan Generic Structure
dalam
bahasa
Inggris
beserta
contohnya.
Diakses
dari
http://ilmubahasainggris.com/story-telling-pengertian-tujuan-dangeneric-structure-dalam-bahasa-inggris-beserta-contohnya/
Tarigan, Henry Guntur. (1990). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa
Tarigan, Djago. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:
Depdikbud.
64
Tarigan H.G. (2008) Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
__________. 2018. Olimpiade Literasi Siswa Nasional: Petunjuk Pelaksanaan
Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN). Jakarta: Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
Direktorat
Pendidkan
Dasar
dan
Menengah.
(pasal 37, UU RI. no 20 thn 2003 tentang sistem pendidikan
nasional)
Widiyanto, Gunawan. 2018. Mengajarkan keterampilan berbicara bahasa
inggris: konsep, strategi, dan jenis kegiatannya. Diakses dari
http://www.scribd.com/doc/36093837/keterampilan-berbicara-bahasainggris
Zuhriyah, Mukminatus. 2017. Storytelling to Improve student’s Speaking Skill.
English Education: Jurnal Tadris Bahasa Inggris, Vol 10 (1), 119-134.
65
Lampiran 1
SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS I PERTEMUAN I
Kompetensi Dasar
Membedakan fungsi
sosial, struktur teks,
dan unsur
kebahasaan
beberapa teks
naratif lisan dan
tulis dengan
memberi dan
meminta informasi
terkait legenda
rakyat, sederhana,
sesuai dengan
konteks
penggunaannya
Indikator
Materi
1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam
cerita rakyat
2 Mampu membuat
teks cerita rakyat
dengan mengembangkan ide-ide
3 Mampu menggunakan simple past
tense dalam cerita
dengan benar.
4 Mampu menceritakan cerita rakyat
yang dibaca atau
dibuat.
1 Teks narasi:
Orientation
Complication
Resolution
2 Vocabulary
(kata- kata terkait
karakter, watak,
dan setting dalam
cerita rakyat.
3 Grammar: simple
past tense.
4 Pronunciation
Aktivitas Tindakan
Guru
Pendahuluan
- Memprsiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Membuka pelajaran
dengan memberi salam,
memimpin doa, dan
mengecek kehadiran
siswa.
- Memberi apersepsi
dengan memberikan
pertanyaan mengenai
materi yang lalu dan
mengaitkannya dengan
materi yang akan dipelajari.
Siswa
- Membantu untuk
mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Menjawab salam, berdoa, memberitahukan
teman yang tidak hadir.
- Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan
menanyakan hal-hal
Output
- Siswa termotivasi
dan memahami
acuan proses
pembelajaran.
- Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam
pembelajaran
storytelling dan
prosedur penilaian.
Kegiatan Inti
-
Menjelaskan tujuan
Pembelajaran
-
Mendengarkan tujuan
pembelajaran yang di-
Siswa memahami
tujuan dari pem66
Sumber
belajar
-
Menjelaskan tahapan-
sampaikan oleh guru.
tahapan kegiatan pembelajaran storytelling
dan prosedur penilaian.
Menyampaikan
cara
berbicara yang baik dan
efektif.
Menjelaskan
singkat
mengenai teks narasi dan
struktur umumnya.
Menjelaskan
singkat
mengenai simple past tense
dan conjuction.
Menyimak penjelasan
guru dan mencatat halhal yang dianggap
-
Membagi siswa dalam
kelompok.
Siswa mengambil
tempat dan duduk
-
Memberikan tema cerita
berjudul
Legenda
Danau
Toba kepada siswa.
-
Memberikan ide-ide
-
-
-
-
penting.
belajaran
berbicara.
2 Siswa lebih bergairah mengikuti
pembelajaran bercara.
dalam kelompok.
-
Siswa membuat cerita
67
pokok
yang
akan
dikembangkan menjadi sebuah
cerita.
sesuai tema dan berdasar pada ide-ide
pokok yang diberikan.
Evaluasi
-
Meminta siswa untuk
-
menceritakan cerita
Yang kelompoknya
Telah buat di depan
Kelas.
Masing-masing kelompok
menunjuk
salah
satu siswa untuk menceritakan cerita versi
kelompok mereka di
depan kelas.
Siswa
memiliki
kemampuan
berbicara
di depan kelas.
Penutup
-
Memberikan pertanyaan seputar tokoh, karakter,
setting,
dan
moral
lesson dalama cerita
kepada tiap kelompok
secara acak
-
Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.
-
Menutup pelajaran
sambil memberikan
Siswa yang ditunjuk
menjawab pertanyaanpertanyaan guru
dengan baik dan benar.
68
pujian
terhadap
kelompok
maupun individu.
Penilaian
-
Memberikan penilaian
-
dan mengobservasi
hasil pembelajaran.
Mengetahui
tingkat
kmampuan
berbicara siswa
mulai mengalami
Sedikit
peningkatan
Refleksi
-
Melakukan refleksi terhadap hasil tindakan.
-
Kemampuan berbicara siswa mulai
meningkat.
69
SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS I PERTEMUAN II
Kompetensi Dasar
Membedakan fungsi
sosial, struktur teks,
dan unsur
kebahasaan
beberapa teks
naratif lisan dan
tulis dengan
memberi dan
meminta informasi
terkait legenda
rakyat, sederhana,
sesuai dengan
konteks
penggunaannya
Indikator
Materi
1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam
cerita rakyat
2 Mampu membuat
teks cerita rakyat
dengan mengembangkan ide-ide
3 Mampu menggunakan direct/indirect
speech dalam
cerita dengan
benar.
4 Mampu menceritakan cerita rakyat
yang dibaca atau
dibuat.
1 Teks narasi:
Orientation
Complication
Resolution
2 Vocabulary
(kata- kata terkait
karakter, watak,
dan setting dalam
cerita rakyat.
3 Grammar: Direct/
Indirect speech.
4 Pronunciation
Aktivitas Tindakan
Guru
Pendahuluan
- Mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Membuka pelajaran
dengan memberi salam,
memimpin doa, dan
mengecek kehadiran
siswa.
- Memberi apersepsi
dengan memberikan
pertanyaan mengenai
materi yang lalu dan
mengaitkannya dengan
materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
- Menyampaikan tujuan
Pembelajaran
- Mengingatkan tahapan-
Siswa
Output
- Membantu untuk
mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Menjawab salam, berdoa, memberitahukan
teman yang tidak hadir.
- Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan
menanyakan hal-hal
- Siswa termotivasi
dan memahami
acuan proses
pembelajaran.
- Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam
pembelajaran
storytelling dan
prosedur penilaian.
- Mendengarkan tujuan
pembelajaran yang di-
- Siswa memahami
tujuan dari pembelajaran
berbicara.
sampaikan oleh guru.
70
Sumber
belajar
tahapan kegiatan pembelajaran storytelling
dan prosedur penilaian.
- Menyimak penjelasan
guru dan mencatat halhal yang dianggap
-
Menjelaskan singkat
Direct/Indirect speech.
- Meminta siswa untuk
duduk dalam kelompok.
- Memberikan tema cerita
berjudul
“Tangkuban
Perahu” kepada siswa.
- Memberikan ide-ide
pokok yang akan dikembangkan menjadi
Sebuah cerita.
- Siswa membuat cerita
sesuai tema dan berdasar pada ide-ide
pokok yang diberikan.
Evaluasi
- Meminta siswa untuk
-
-
Siswa lebih bergairah mengikuti
Pembelajaran
penting.
menceritakan cerita
Yang kelompoknya
Telah buat di depan
Kelas.
Masing-masing kelompok
menunjuk
salah satu siswa untuk
Menceritakan cerita
Versi kelompok
mereka di depan kelas.
Siswa memiliki
kemampuan
berbicara
di depan kelas.
71
Penutup
- Memberikan pertanyaan
seputar tokoh, karakter,
setting,
dan
moral
lesson dalam cerita
kepada tiap kelompok
secara acak
- Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.
- Menutup pelajaran
sambil memberikan
pujian
terhadap
kelompok
maupun individu.
Penilaian
- Memberikan penilaian
dan mengobservasi
hasil pembelajaran.
Refleksi
- Melakukan refleksi
Terhadap hasil tindakan.
- Siswa yang ditunjuk
menjawab pertanyaanpertanyaan guru
dengan baik dan benar.
- Mengetahui
tingkat
kemampuan telah
meningkat melalui
melalui story
telling
Kemampuan berBicara siswa telah
meningkat.
- .
72
SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS II PERTEMUAN I
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi
Membedakan fungsi
sosial, struktur teks,
dan unsur
kebahasaan
beberapa teks
naratif lisan dan
tulis dengan
memberi dan
meminta informasi
terkait legenda
rakyat, sederhana,
sesuai dengan
konteks
penggunaannya
1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam
cerita rakyat
2 Mampu membuat
teks cerita rakyat
dengan mengembangkan ide-ide
3 Mampu menggunakan past continuous
tense dalam cerita
dengan benar.
4 Mampu menceritakan cerita rakyat
yang dibuat.
1 Teks narasi:
Orientation
Complication
Resolution
2 Vocabulary
(kata- kata terkait
karakter, watak,
dan setting dalam
cerita rakyat.
3 Grammar: Past
Continuous tense.
4 Pronunciation
Aktivitas Tindakan
Guru
Pendahuluan
- Mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Membuka pelajaran
dengan memberi salam,
memimpin doa, dan
mengecek kehadiran
siswa.
- Memberi apersepsi
dengan memberikan
pertanyaan mengenai
materi yang lalu dan
mengaitkannya dengan
materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
- Menyampaikan tujuan
Pembelajaran
- Menjelaskan tahapan-
Siswa
Output
- Membantu untuk
mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Menjawab salam, berdoa, memberitahukan
teman yang tidak hadir.
- Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan
menanyakan hal-hal
yang kurang atau
Belum dipahami.
- Siswa termotivasi
dan memahami
acuan proses
pembelajaran.
- Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam
pembelajaran
storytelling dan
prosedur penilaian.
- Mendengarkan tujuan
pembelajaran yang di-
- Siswa memahami
tujuan dari pembelajaran
berbicara.
sampaikan oleh guru.
73
Sumber
Belajar
tahapan kegiatan pembelajaran storytelling
dan prosedur penilaian.
- Menyimak penjelasan
guru dan mencatat halhal yang dianggap
-
Menjelaskan singkat
Past Continuous Tense.
- Meminta siswa untuk
duduk dalam kelompok.
- Memberikan tema cerita
berjudul “Malin
Kundang”
- Menunjukkan gambar
berseri cerita Malin
Kundang untuk dibuat
menjadi sebuah cerita.
-
Menceritakan cerita
Kelompok mereka di
Siswa sangat bergairah mengikuti
pembelajaran
penting.
- Siswa membuat cerita
sesuai tema dan
gambar.
Meminta siswa untuk
praktek
bercerita
di
dalam kelompoknya
masing- masing secara
bergantian.
- Meminta siswa untuk
-
-
Setiap anggota kelompok bergantian bercerita di dalam kelompoknya masingmasing dengan batasan
waktu yang ditentukan.
Masing-masing kelompok
menunjuk
salah satu siswa untuk
Menceritakan cerita
versi kelompok
Siswa memiliki
kemampuan
berbicara
di depan kelas.
74
depan kelas.
Penutup
- Memberikan pertanyaan
seputar tokoh, karakter,
setting, dan moral lesson
dalam cerita
kepada tiap kelompok
secara acak
- Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.
- Menutup pelajaran
sambil memberikan
pujian
terhadap
kelompok
maupun individu.
Penilaian
- Memberikan penilaian
dan mengobservasi
hasil pembelajaran.
Refleksi
- Melakukan refleksi
Terhadap Hasil
tindakan.
Mereka di depan kelas.
- Siswa yang ditunjuk
menjawab pertanyaanpertanyaan guru
dengan baik dan benar.
- Mengetahui
tingkat
kemampuan telah
meningkat melalui
melalui story
telling
Kemampuan berBicara siswa telah
meningkat.
- .
75
SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS II PERTEMUAN II
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi
Membedakan fungsi
sosial, struktur teks,
dan unsur
kebahasaan
beberapa teks
naratif lisan dan
tulis dengan
memberi dan
meminta informasi
terkait legenda
rakyat, sederhana,
sesuai dengan
konteks
penggunaannya
1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam
cerita rakyat
2 Mampu membuat
teks cerita rakyat
dengan mengembangkan ide-ide
3 Mampu menggunakan past continuous
tense dalam cerita
dengan benar.
4 Mampu menceritakan cerita rakyat
yang dibuat.
1 Teks narasi:
Orientation
Complication
Resolution
2 Vocabulary
(kata- kata terkait
karakter, watak,
dan setting dalam
cerita rakyat.
3 Grammar:
Adverb of time.
4 Pronunciation
Aktivitas Tindakan
Guru
Pendahuluan
- Mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Membuka pelajaran
dengan memberi salam,
memimpin doa, dan
mengecek kehadiran
siswa.
- Memberi apersepsi
dengan memberikan
pertanyaan mengenai
materi yang lalu dan
mengaitkannya dengan
materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
- Menyampaikan tujuan
Pembelajaran
- Menjelaskan tahapan-
Siswa
Output
- Membantu untuk
mempersiapkan kelas
untuk kegiatan pembelajaran.
- Menjawab salam, berdoa, memberitahukan
teman yang tidak hadir.
- Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan
menanyakan hal-hal
yang kurang atau
Belum dipahami.
- Siswa termotivasi
dan memahami
acuan proses
pembelajaran.
- Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam
pembelajaran
storytelling dan
prosedur penilaian.
- Mendengarkan tujuan
pembelajaran yang di-
- Siswa memahami
tujuan dari pembelajaran
berbicara.
sampaikan oleh guru.
76
Sumber
Belajar
tahapan kegiatan pembelajaran storytelling
dan prosedur penilaian.
- Menyimak penjelasan
guru dan mencatat halhal yang dianggap
-
Menjelaskan singkat
Adverb of time.
- Meminta siswa untuk
duduk dalam kelompok.
- Memberikan tema cerita
berjudul “Roro
Jonggrang”.
- Menunjukkan gambar
berseri cerita Roro
Jonggrang untuk dibuat
menjadi sebuah cerita.
-
Menceritakan cerita
Kelompok mereka di
Siswa sangat bergairah mengikuti
pembelajaran
penting.
- Siswa membuat cerita
sesuai tema dan
gambar.
Meminta siswa untuk
praktek
bercerita
di
dalam kelompoknya
masing- masing secara
bergantian.
- Meminta siswa untuk
-
-
Setiap anggota kelompok bergantian bercerita di dalam kelompoknya masingmasing dengan batasan
waktu yang ditentukan.
Masing-masing kelompok
menunjuk
salah satu siswa untuk
menceritakan cerita
versi kelompok
Siswa memiliki
kemampuan
berbicara
di depan kelas.
77
depan kelas.
Penutup
- Memberikan pertanyaan
seputar tokoh, karakter,
setting, dan moral lesson
dalam cerita
kepada tiap kelompok
secara acak
- Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran.
- Menutup pelajaran
sambil memberikan
pujian
terhadap
kelompok
maupun individu.
Penilaian
- Memberikan penilaian
dan mengobservasi
hasil pembelajaran.
Refleksi
- Melakukan refleksi
- Terhadap hasil tindakan.
mereka di depan kelas.
- Siswa yang ditunjuk
menjawab pertanyaanpertanyaan guru
dengan baik dan benar.
- Mengetahui
tingkat
kemampuan telah
meningkat melalui
melalui story
telling
Kemampuan ber- Bicara siswa telah
meningkat.
78
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(Siklus I Pertemuan I)
Sekolah
: SMA Harapan – I Medan
Mata Pelajaran
: Bahasa Inggris
Kelas/Semester
: X-MIA 6 / 2
Materi Pokok
: Folklores
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti (KI)
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social
dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam
semangat belajar
2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan cinta
damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional
3.8
Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan
beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta
informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks
penggunaannya
79
Indikator:
1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide
pokok utama yang diberikan.
3. Mampu menggunakan simple past tense dalam cerita dengan benar.
4. Mampu menggunakan conjunction dalam cerita dengan benar.
5. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide
pokok utama yang diberikan.
3. Siswa dapat menggunakan simple past tense dalam cerita dengan benar.
4. Siswa dapat menggunakan conjunction dalam cerita dengan benar.
5. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat.
D. Materi Pembelajaran
Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana.
Fungsi sosial
Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan menghargai
nilai - nilai budaya.
Struktur Teks
Teks Narasi:
1. Orientation
2. Complication
3. Resolution
Unsur
a. Vocabulary
Kebahasaan
Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam
cerita rakyat
b. Grammar
1. Simple Past Tense
2. Conjunction
c. Pronunciation.
Ide –ide Pokok -. A fisherman living in Batak land.
- One day, he caught an unusual fish.
- The fish begged him to free it back.
- The fish turned into a beautiful girl.
- They got married.
- The fisherman grew furious at his son.
- His wife was annoyed and could not forgive her husband.
- The earth began to shake and a volcano began to erupt.
- The lake becomes, in time, a famous place of interest.
80
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : scientifik
Strategi
: Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media
Power point presentation
Gambar
2. Alat/Bahan
Laptop
LCD
3. Sumber Belajar
Buku Teks Siswa
Buku cerita kumpulan cerita rakyat
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun
psikologis.
b. Guru menanyakan pengalaman siswa dalam berbahasa Inggris (social
chat);
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai;
d. Guru mengulas singkat mengenai Storytelling
e. Guru mengulas singkat mengenai Narrative Text
f. Guru mengulas singkat mengenai simple past tense.
g. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan
tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa untuk menyelesaikan
latihan-latihan dan tugas dalam pembelajaran
h. Guru membentuk kelompok dan meminta siswa untuk duduk dalam
kelompoknya.
i. Guru memberikan tema cerita kepada siswa.
j. Guru memberikan garis- garis besar atau ide – ide pokok yang akan
dikembangkan menjadi sebuah cerita.
2. Kegiatan Inti
Mengeksplorasi
a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan cerita rakyat
dengan tema Legenda Danau Toba berdasarkan ide-ide pokok utama
yang diberi dengan memperhatikan generic structure teks narasi dan
penggunaan simple past tense dan conjunction dengan benar.
81
Mengkomunikasikan
a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di depan kelas.
b. Siswa melakukan “class exhibition” untuk produk cerita rakyat
Legenda Danau Toba versi kelompoknya.
c. Siswa melakukan Tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi
sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita.
d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi
kelompok lain.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran.
b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran
c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa
d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya
H. Penilaian
1. Jenis/Teknik Penilaian
a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran)
b. Pengetahuan
: tes tertulis
c. Keterampilan
: perfomance
2. Bentuk instrumen
Instrumen penilaian sikap
Sikap
Keteranga
No Nama Tanggung Pedul Kerjasa
Cinta
n
jawab
i
ma
damai
1.
2.
3.
…
30.
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5
1 = sangat kurang;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4 = konsisten;
5 = selalu konsisten
82
Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan
No
1
2
Aspek yang dinilai
Tingkatan
Skala
Faktor Kebahasaan:
5. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas
sekali)
6. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara.
(tidak tepat – tepat sekali)
7. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
ungkapan (tidak tepat – tepat sekali).
8. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal).
Faktor Non-Kebahasaan
5. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat
sepenuhnya).
6. Hubungan antar informasi (sangat sedikit –
berhubungan dengan sepenuhnya).
7. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali)
8. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik
wajah (face expression), gerak tubuh (body
language). (kaku-wajar)
Jumlah skor
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
32
Medan, 17 April 2018
Peneliti
83
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(Siklus I Pertemuan II)
Sekolah
: SMA Harapan – I Medan
Mata Pelajaran
: Bahasa Inggris
Kelas/Semester
: X-MIA 6 / 2
Materi Pokok
: Folklores
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
A.
Kompetensi Inti (KI)
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong-royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan
B.
Kompetensi Dasar dan Indikator
1. Kompetensi Dasar
1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam
semangat belajar
2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan
cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional
3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan
beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta
informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks
penggunaannya
84
Indikator:
1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Mampu membuat teks cerita rakyat.
3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat.
4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita
rakyat
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat.
3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat.
4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita
rakyat
D. Materi Pembelajaran
Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana.
Fungsi sosial
Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan
menghargai nilai - nilai budaya.
Struktur Teks
Teks Narasi:
1. Orientation
2. Complication
3. Resolution
Unsur
a. Vocabulary
Kebahasaan
Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting
dalam cerita rakyat
b. Grammar
Direct / Indirect Speech
Ide –ide pokok - Dayang sumbi met with her future husband and got
married with him and
- Sangkuriang was born.
- Sangkuriang hunted and without realizing it he killed
a wild boar which was his father's incarnation.
- Sangkuriang was expelled by Dayang Sumbi.
- Sangkuriang grew up and became a tough soldier.
- Sangkuriang met a beautiful woman-Dayang Sumbiand fell in love with her.
- Dayang Sumbi rejected Sangkuriang's love because
he is her son.
- Dayang Sumbi submitted a condition to Sangkuriang
to make her a boat in one night and he agreed it.
85
-
Dayang Sumbi tried to thwart Sangkuriang's effort.
Sangkuriang was angry and kicked the boat he had
made.
The boat bounced and fell down and turned into a
mountain.
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : scientifik
Strategi
: Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media
Power point presentation
Gambar
2. Alat/Bahan
Laptop
LCD
3. Sumber Belajar
Buku Teks Siswa
Buku cerita kumpulan cerita rakyat
G.
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun
psikologis.
b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan
seputar tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai
moral yang terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya
“Legenda Danau Toba”.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang
akan dicapai;
d. Guru mejelaskan tentang Direct/Indirect Speech.
e. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Tangkuban Perahu”
f. Guru memberikan ide-ide pokok yang akan siswa kembangkan
menjadi sebuah cerita:
g. Guru mengingatkan siswa untuk menggunakan pengucapan,
artikulasi, dan intonasi yang jelas dan benar dan memperhatikan
sikap, gaya pengucapan, mimik, dan gerak tubuh yang baik dan
sesuai.
86
2. Kegiatan Inti
Mengeksplorasi
a. Secara kelompok, siswa membuat cerita rakyat dengan tema
“Tangkuban Perahu”.
Mengkomunikasikan
a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di depan kelas.
b. Siswa melakukan “class exhibition” untuk cerita rakyat
“Tangkuban Perahu” versi kelompoknya.
c. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi
sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita.
d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi
kelompok lain.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran.
b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran
c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa
d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya
H. Penilaian
1. Jenis/Teknik Penilaian
a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran)
b. Pengetahuan : tes tertulis
c. Keterampilan : perfomance
2. Bentuk instrumen
Instrumen penilaian sikap
Sikap
Keteranga
No Nama Tanggung Pedul Kerjasa
Cinta
n
jawab
i
ma
damai
1.
2.
3.
…
30.
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5
1 = sangat kurang;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4 = konsisten;
5 = selalu konsisten
87
Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan
No
1
2
Aspek yang dinilai
Tingkatan
Skala
Faktor Kebahasaan:
1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas
sekali)
2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara.
(tidak tepat – tepat sekali)
3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
ungkapan (tidak tepat – tepat sekali).
4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal).
Faktor Non-Kebahasaan
1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat
sepenuhnya).
2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit –
berhubungan dengan sepenuhnya).
3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali)
4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik
wajah (face expression), gerak tubuh (body
language). (kaku-wajar)
Jumlah Skor
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
12 3 4
12 3 4
1 2 3 4
32
Medan, 19 April 2018
Peneliti
88
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(Siklus II Pertemuan I)
Sekolah
: SMA Harapan – I Medan
Mata Pelajaran
: Bahasa Inggris
Kelas/Semester
: X-MIA 6 / 2
Materi Pokok
: Folklores
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti (KI)
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1. Kompetensi Dasar
1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam
semangat belajar
2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan
cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional
4.8 Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur
teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana
terkait legenda rakyat
89
Indikator:
1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Mampu membuat teks cerita rakyat singkat menggunakan past
continuous tense.
3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang benar.
4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan cerita rakyat.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat singkat dengan lafal yang benar.
3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang
benar..
4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita
rakyat
D. Materi Pembelajaran
Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana.
Fungsi sosial
Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan
menghargai nilai - nilai budaya.
Struktur Teks
Teks Narasi:
1. Orientation
2. Complication
3. Resolution
Unsur
a. Vocabulary
Kebahasaan
Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam
cerita rakyat
b. Grammar
Past Continuous Tense
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : scientifik
Strategi
: Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
a. Media
Power point presentation
Gambar
b. Alat/Bahan
Laptop
LCD
90
c. Sumber Belajar
Buku Teks Siswa Penerbit Yudisthira.
Buku cerita kumpulan cerita rakyat
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun
psikologis.
b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar
tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang
terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya “Tangkuban
Perahu”.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai;
d. Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya..
e. Guru mejelaskan tentang Past Continuous Tense.
f. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Malin Kundang”
g. Guru mengingatkan siswa untuk memperhatikan dan menggunakan
unsur-unsur kebahasaan dan non kebahasaan dalam bercerita.
2. Kegiatan Inti
Mengeksplorasi
a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan teks narasi
cerita rakyat dengan tema “Malin Kundang” berdasarkan gambar.
Mengkomunikasikan
a. Siswa mempraktekkan bercerita di dalam kelompoknya masing –
masing secara bergantian.
b. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi
sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita.
c. Siswa melakukan “class exhibition” untuk cerita rakyat “Malin
Kundang” versi kelompoknya di depan kelas.
d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi
kelompok lain.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran.
b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran
c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa
d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya
H. Penilaian
1. Jenis/Teknik Penilaian
a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran)
b. Pengetahuan
: tes tertulis
91
c. Keterampilan
: perfomance
2. Bentuk instrumen
Instrumen penilaian sikap
No
Nama
Tanggung
jawab
Sikap
Pedul Kerjasa
i
ma
Cinta
damai
Keteranga
n
1.
2.
3.
…
30.
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5
1 = sangat kurang;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4 = konsisten;
5 = selalu konsisten
Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan
No
Aspek yang dinilai
1
2
Faktor Kebahasaan:
1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas
sekali)
2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara.
(tidak tepat – tepat sekali)
3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
ungkapan (tidak tepat – tepat sekali).
4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal).
Faktor Non-Kebahasaan
1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat
sepenuhnya).
2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit –
berhubungan dengan sepenuhnya).
3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali)
4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik
wajah (face expression), gerak tubuh (body
language). (kaku-wajar)
Jumlah Skor
Tingkatan
Skala
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
32
92
93
94
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(Siklus II Pertemuan II)
Sekolah
: SMA Harapan – I Medan
Mata Pelajaran
: Bahasa Inggris
Kelas/Semester
: X-MIA 6 / 2
Materi Pokok
: Folklores
Alokasi Waktu
: 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti (KI)
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1. Kompetensi Dasar
1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam
semangat belajar
2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan
cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional
3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan
beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta
informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks
penggunaannya
4.8 Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur
teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana
terkait legenda rakyat
95
3. Indikator:
1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Mampu membuat teks cerita rakyat.
3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang
benar.
4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita
rakyat
C. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat.
2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat.
3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat dibuat dengan lafal yang benar.
4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur
kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita
rakyat
D. Materi Pembelajaran
Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana.
Fungsi sosial
Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan
menghargai nilai - nilai budaya.
Struktur Teks
Teks Narasi:
1. Orientation
2. Complication
3. Resolution
Unsur
a. Vocabulary
Kebahasaan
Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam
cerita rakyat
b. Grammar
Adverb of Time
E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : scientifik
Strategi
: Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media
Power point presentation
Gambar
2. Alat/Bahan
Laptop
96
LCD
3. Sumber Belajar
Buku Teks Siswa
Buku cerita kumpulan cerita rakyat
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun
psikologis.
b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar
tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang
terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya “Tangkuban
Perahu”.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai;
d. Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya..
e. Guru mejelaskan tentang Adverb of Time
f. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Malin Kundang”
g. Guru mengingatkan siswa untuk memperhatikan dan menggunakan
unsur-unsur kebahasaan dan non kebahasaan dalam bercerita.
2. Kegiatan Inti
Mengeksplorasi
a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan teks narasi
cerita rakyat dengan tema “Malin Kundang”.
Mengkomunikasikan
a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di dalam
kelompoknya.
b. Siswa melakukan “class exhibition” atau menceritakan cerita
rakyat “Malin Kundang” versi kelompoknya di depan kelas.
c. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi
sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita.
d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk penampilan kelompok
lain.
3. Kegiatan Penutup
a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran.
b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran
c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa
d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya
H. Penilaian
1. Jenis/Teknik Penilaian
a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran)
97
b. Pengetahuan
: tes tertulis
c. Keterampilan
: perfomance
2. Bentuk instrumen
Instrumen penilaian sikap
No
Nama
Tanggung
jawab
Sikap
Pedul Kerjasa
i
ma
Cinta
damai
Keteranga
n
1.
2.
3.
…
30.
Keterangan:
Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5
1 = sangat kurang;
2 = kurang konsisten;
3 = mulai konsisten;
4 = konsisten;
5 = selalu konsisten
Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan
No
Aspek yang dinilai
1
2
Faktor Kebahasaan:
1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas
sekali)
2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara.
(tidak tepat – tepat sekali)
3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan
ungkapan (tidak tepat – tepat sekali).
4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal).
Faktor Non-Kebahasaan
1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat
sepenuhnya).
2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit –
berhubungan dengan sepenuhnya).
3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali)
4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik
wajah (face expression), gerak tubuh (body
language). (kaku-wajar)
Jumlah skor
Tingkatan
Skala
1
2 3 4
1
2 3 4
1
2 3 4
1 2 3 4
1
2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4
32
98
99
100
Lampiran 3
Pedoman wawancara
Guru :
1. Bagaimana antusias para siswa ketika KBM mata pelajaran bahasa Inggris
berlangsung dengan menggunakan strategi pembelajaran storytelling?
2. Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam berbicara menggunakan Bahasa
Inggris ?
3. Bagaimana penggunaan grammar siswa dalam berbicara bahasa Inggris ?
4. Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara bahasa Inggris ?
5. Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam berbicara bahasa Inggris ?
6. Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara menggunakan bahasa
Inggris saat proses KBM ?
7. Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum dan sesudah adanya
storytelling ?
8. Menurut anda, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam
meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
Siswa :
1. Bagaimana kertertarikan Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas?
Apakah menyenangkan?
2. Menurut Saudara, lebih menyenangkan menggunakan storytelling atau
strategi pengajaran sebelumnya?
3. Seberani apakah Saudara berbicara menggunakan Bahasa Inggris pada saat
proses KBM ?
4. Bagaiamana kelancaran Saudara dalam berbicara bahasa Inggris setelah
mengikuti storytelling ?
5. Bagaimana antusias Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas?
6. Bagaimana pemahaman Saudara ketika mengikuti storytelling di kelas ?
7. Bagaimana nilai tes atau ujian Saudara setelah mengikuti storytelling ?
8. Menurut Saudara, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam
meningkatkan kemampuan berbicara siswa
101
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
A. Guru
1. Hari / Tanggal : Kamis, 19 April 2018
No Pertanyaan Wawancara
1
Respond
Bagaimana antusias para siswa ketika KBM Sebagian siswa antusias, sebagian
mata pelajaran bahasa Inggris berlangsung lagi belum antusias
dengan menggunakan strategi pembelajaran
storytelling?
2
Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam Beberapa aktif
berbicara menggunakan Bahasa Inggris ?
3
Bagaimana
penggunaan
grammar
siswa Baik
dalam berbicara bahasa Inggris ?
4
Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara Sebagian
bahasa Inggris ?
5
6
sebagian
lagi
masih tersendat – sendat
Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam Sebagian
berbicara bahasa Inggris ?
lancar,
siswa
mempunyai
artikulasi yang jelas
Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara Beberapa orang berani, beberapa
menggunakan bahasa Inggris saat proses kurang berani (malu- malu), dan
KBM ?
7
beberapa lagi tidak berani.
Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum Ada sedikit perubahan dari yang
dan sesudah adanya storytelling ?
tidak dan kurang antusias menjadi
antusias.
8
Menurut anda, sudah efektifkah penerapan Efektif
storytelling dalam meningkatkan kemampuan
berbicara siswa?
102
2. Hari/ Tanggal : Kamis, 26 April 2018
No
Pertanyaan Wawancara
1
Bagaimana antusias para siswa ketika KBM mata Hampir
pelajaran
bahasa
Respond
Inggris
berlangsung
seluruh
siswa
dengan antusias
menggunakan strategi pembelajaran storytelling?
2
Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam berbicara Semua siswa aktif
menggunakan Bahasa Inggris ?
3
Bagaimana penggunaan grammar siswa dalam berbicara Baik
bahasa Inggris ?
4
Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara bahasa Hampir semuanya lancar,
Inggris ?
namun masih ada yang
tersendat.
5
Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam berbicara Banyak siswa yang sudah
bahasa Inggris ?
mempunyai
artikulasi
yang jelas.
6
Bagaimana
keberanian
siswa
dalam
berbicara Hampir
menggunakan bahasa Inggris saat proses KBM ?
7
seluruh
sudah berani
Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum dan Hampir
sesudah adanya storytelling ?
siswa
antusias
semuanya
dan
bahkan
sangat antusias
8
Menurut anda, sudah efektifkah penerapan storytelling Sangat fektif
dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
103
B. Siswa
1. Bagaimana kertertarikan Saudara dalam mengikuti storytelling di
kelas? Apakah menyenangkan?
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Sangat
menyenangkan
menyenangkan
kurang
menyenangkan
Tidak
Menyenangkan
4
21
3
2
104
2. Menurut Saudara, lebih menyenangkan menggunakan
storytelling atau metode pengajaran sebelumnya?
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Storytelling
metode sebelumnya
17
3
105
3. Seberani apakah Saudara berbicara menggunakan Bahasa
Inggris pada saat proses KBM?
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Sangat
Berani
Berani
kurang
berani
Tidak
Berani
3
20
6
1
106
4. Bagaiamana kelancaran Saudara dalam berbicara bahasa
Inggris setelah mengikuti storytelling ?
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Sangat
Lancar
Lancar
kurang
Lancar
Tidak
Lancar
9
14
7
0
107
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
5. Bagaimana antusias Saudara dalam mengikuti storytelling
di kelas?
Sangat
Antusias
kurang
Tidak
Antusias
antusias
Antusias
13
15
2
0
108
6. Bagaimana pemahaman Saudara ketika mengikuti
storytelling di kelas?
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Sangat
Paham
Paham
kurang
paham
Tidak
Paham
6
24
109
7. Bagaimana nilai tes atau ujian Saudara setelah mengikuti
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Storytelling
Sangat
Baik
Baik
kurang
baik
Tidak
Baik
22
8
110
8. Menurut Saudara, sudah efektifkah penerapan storytelling
dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa
No
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Sangat
Efektif
efektif
kurang
Efektif
Tidak
Efektif
24
6
111
Lampiran 5
Pedoman Observasi
No
Aspek yang diamati
1
Belajar bahasa Inggris menarik
2
Belajar bahasa Inggris mudah
3
Dapat berbicara bahasa Inggris
4
Lancar berbicara bahasa Inggris
5
Memiliki
artikulasi
berbicara bahasa Inggris
6
Pemilihan kata mudah dipahami
7
Rajin berbicara Bahasa Inggris
saat KBM
Penggunaan grammar benar
8
9
selalu
Sering Kadang Tidak
pernah
Ket
jelas
Nilai speaking sesuai dengan
nilai standar minimal
112
Lampiran 6
Hasil Observasi
No
Urut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Responden
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1
a b c
1
1
1
1
1
2
d a b
1
1
1
1
1
c
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
c d a b
1
1
1
1
1
c
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
d a b
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Aspek yang Diamati
5
6
7
d a b c d a b c d a b
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
c d a b
1
1
1
1
9
c
1
1
1
1
a
1
1
b
c
d
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
d
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
113
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3 8 1
6
1
1
3 3 1
5
1
1
1
1
1
1
1 6 1
8
Keterangan:
1 : Belajar bahasa Inggris menarik
2 : Belajar bahasa Inggris mudah
3 : Dapat berbicara bahasa Inggris
4 : Lancar berbicara bahasa Inggris
5 : Memiliki artikulasi jelas berbicara bahasa Inggris
6 : Pemilihan kata mudah dipahami
7 : Rajin berbicara Bahasa Inggris saat KBM
8 : Penggunaan grammar benar
9 : Nilai speaking sesuai dengan nilai standar minimal
1
1
1
1
1
1
1
1
6 0 4 1
3
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3 0 2
3
1
1
1
1
1
1
1
1
7 0 0 2
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0 0 5 1
8
1
1
1
1
1
1
1
7 0 0 2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
3
3
1
1
5
a : Selalu
b : Sering
c : Kadang –kadang
d : Tidak Pernah
114
9
Lampiran 7
Pedoman Penilaian
No
Aspek yang dinilai
1
Faktor Kebahasaan:
9. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak
jelas –jelas sekali)
10. Ketepatan intonasi, tekanan, dan
volume suara. (tidak tepat – tepat
sekali)
11. Ketepatan penggunaan struktur, kosa
kata, dan ungkapan (tidak tepat –
tepat sekali).
12. Kewajaran urutan wacana (tidak
normal-normal).
2
Faktor Non-Kebahasaan
9. Keakuratan informasi. (sangat buruk
– akurat sepenuhnya).
10. Hubungan antar informasi (sangat
sedikit – berhubungan dengan
sepenuhnya).
11. Kelancaran (terbata-bata - lancar
sekali)
12. Gaya pengucapan, sikap, penampilan,
mimik
wajah (face expression),
gerak tubuh (body language). (kakuwajar)
Jumlah skor
Nilai Siswa =
No
1
2
3
4
5
Skor perolehan
Jumlah Skor Maksimal
Rentang Nilai
85 – 100
75 – 84
60 – 74
50 – 59
0 – 49
Tingkatan
Skala
12 3 4
12 3 4
12 3 4
12 3 4
2
2 3 4
12 3 4
12 3 4
1 2 3 4
32
X 100
Kategori
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
115
Lampiran 8
DATA PEROLEHAN SKOR SISWA
PADA PRA SIKLUS/PRA TINDAKAN
ASPEK
Lafal,
Intonasi,
Struktur,
Kewajaran
Isi
Hubungan
YANG
Artikulasi
tekanan,
kosa kata,
Urutan
Keakuratan
Antar
volume
ungkapan
Wacana
informasi
Informasi
2
3
4
5
6
DINILAI
No
1
Gaya
pengucapan
mimik wajah,
Kelancaran
SKOR
PEROLEHAN
gerak tubuh
7
8
Urut
Responden
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
1.1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
2
1.2
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
17
3
1.3
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
15
4
1.4
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
10
5
1.5
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
23
6
1.6
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
17
7
1.7
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
12
8
1.8
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
12
9
1.9
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
16
10
1.10
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
17
11
1.11
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
17
12
1.12
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
13
1.13
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
19
14
1.14
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
12
15
1.15
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
16
1.16
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
25
116
17
1.17
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
16
18
1.18
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
10
19
1.19
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
18
20
1.20
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
24
21
1.21
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
16
22
1.22
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
23
23
1.23
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
17
24
1.24
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
23
25
1.25
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
16
26
1.26
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
23
27
1.27
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
17
28
1.28
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
13
29
1.29
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
17
30
1.30
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
16
Jumlah
8
18
4
0
16
9
5
0
2
14
12
2
0
6
15
9
0
6
15
9
4
15
7
3
12
15
3
0
17
13
0
0
117
DATA PEROLEHAN SKOR SISWA
SIKLUS – I
ASPEK
Lafal,
Intonasi,
Struktur,
Kewajaran
Isi
Hubungan
YANG
artikulasi
tekanan,
kosa kata,
Urutan
Keakuratan
antar
Gaya
pengucapan
mimik wajah,
volume
Ungkapan
Wacana
Informasi
informasi
gerak tubuh
2
3
4
5
6
DINILAI
No
1
Kelancaran
7
SKOR
PEROLEHAN
8
Urut
Responden
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
1.1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
2
1.2
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
3
1.3
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
17
4
1.4
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
10
5
1.5
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
25
6
1.6
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
17
7
1.7
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
22
8
1.8
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
23
9
1.9
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
16
10
1.10
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
23
11
1.11
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
17
12
1.12
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
13
1.13
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
19
14
1.14
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
17
15
1.15
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
16
1.16
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
25
17
1.17
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
16
118
18
1.18
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
23
19
1.19
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
18
20
1.20
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
24
21
1.21
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
16
22
1.22
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
25
23
1.23
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
17
24
1.24
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
24
25
1.25
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
23
26
1.26
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
23
27
1.27
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
17
28
1.28
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
13
29
1.29
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
17
30
1.30
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
16
Jumlah
3
18
9
0
12
13
5
0
1
10
18
1
0
2
15
13
0
5
13
12
1
12
10
7
9
15
6
0
11
14
4
1
119
DATA PEROLEHAN SKOR SISWA
PADA SIKLUS – II
ASPEK
Lafal,
Intonasi,
Struktur,
Kewajaran
Isi
Hubungan
YANG
artikulasi
tekanan,
kosa kata,
Urutan
Keakuratan
antar
Gaya
pengucapan
mimik wajah,
volume
Ungkapan
Wacana
informasi
informasi
gerak tubuh
2
3
4
5
6
DINILAI
No
1
Kelancaran
7
SKOR
PEROLEHAN
8
Urut
Responden
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
1.1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
27
2
1.2
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
25
3
1.3
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
19
4
1.4
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
0
23
5
1.5
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
25
6
1.6
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
7
1.7
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
23
8
1.8
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
25
9
1.9
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
23
10
1.10
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
23
11
1.11
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
23
12
1.12
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
13
1.13
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
23
14
1.14
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
23
15
1.15
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
16
1.16
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
27
17
1.17
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
19
120
18
1.18
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
23
19
1.19
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
19
20
1.20
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
24
21
1.21
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
22
1.22
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
25
23
1.23
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
19
24
1.24
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
24
25
1.25
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
23
26
1.26
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
23
27
1.27
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
19
28
1.28
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
15
29
1.29
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
23
30
1.30
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
23
Jumlah
0
10
20
0
1
11
18
0
0
10
20
0
0
2
20
8
0
5
18
7
0
7
16
7
4
9
12
5
1
13
16
0
Nilai Siswa =
Skor perolehan
Jumlah Skor Maksimal
X 100
121
Lampiran 9
Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Tahap Pratindakan (pra-siklus)
Urut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
No
Tes Pra Tindakan
Responden
Skor
Nilai
1.1
23
72
1.2
17
53
1.3
15
47
1.4
10
31
1.5
23
72
1.6
17
54
1.7
12
38
1.8
12
38
1.9
16
50
1.10
17
53
1.11
17
53
1.12
23
72
1.13
19
59
1.14
12
38
1.15
19
59
1.16
25
78
1.17
16
50
1.18
10
31
1.19
18
56
1.20
24
72
1.21
16
50
1.22
23
72
1.23
17
53
1.24
23
72
1.25
16
50
1.26
23
72
1.27
17
53
1.28
13
41
1.29
17
53
1.30
16
50
Jumlah
1642
Rata-Rata
55
Persentase
KKM = 70
Tuntas
Tidak Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8
22
27%
73%
122
Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Siklus I
No
Tes Siklus I
Urut
Responden
Skor
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Rata-Rata
Persentase
23
23
17
10
25
17
22
23
16
23
17
23
19
17
19
25
16
23
18
24
16
25
17
24
23
23
17
13
17
16
72
72
53
31
78
53
69
72
50
72
53
72
59
53
59
78
50
72
56
75
50
78
53
75
72
72
53
41
53
50
1846
62
KKM = 70
Tidak
Tuntas
Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
14
16
47%
53%
123
Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris
Pada Siklus II
No
Tes Siklus II
Urut
Respond
Skor
Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
1.11
1.12
1.13
1.14
1.15
1.16
1.17
1.18
1.19
1.20
1.21
1.22
1.23
1.24
1.25
1.26
1.27
1.28
1.29
1.30
Jumlah
Rata-Rata
Persentase
27
25
19
23
25
19
23
25
23
23
23
23
23
23
19
27
19
23
19
24
19
25
19
24
23
23
19
15
23
23
84
78
59
72
78
59
72
78
72
72
72
72
72
72
59
84
59
72
59
75
59
78
59
75
72
72
59
47
72
72
2085
70
KKM = 70
Tidak
Tuntas
Tuntas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
21
9
70%
30%
124