[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Kode/ Nama Rumpun Ilmu: 742/Pendidikan Bahasa (Sastra) Inggris LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS X SMA HARAPAN 1 MEDAN MELALUI STORY TELLING Tahun ke- 1 dari rencana 1 tahun Dibiayai oleh: Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Dosen Pemula Usulan Baru Bagi Dosen Universitas Potensi Utama Tahun Anggaran 2018 Nomor : 211/K1.1/L.T.1/2018 TIM PENGUSUL : Jabatan Nama NIDN Ketua FIRDAYANTI FIRDAUS, S.Pd., M.Hum. 0109058101 Anggota DWI SUCI AMANIARSIH, S.Pd., M.Hum. 0109048601 UNIVERSITAS POTENSI UTAMA 2018 p RINGKASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) bagaimana meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X di SMA Harapan-I Medan melalui penerapan metode Storytelling, dan 2) bagaimana respon siswa kelas X SMA Harapan-1 Medan terhadap storytelling sebagai salah satu metode belajar. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis Mc. Taggart yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-6 SMA Harapan-I Medan. Objek penelitian ini adalah penerapan metode Storytelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa persentase hasil ketuntasan nilai siswa antara pra-tindakan, siklus-I dan siklus-II mengalami peningkatan. Persentase ketuntasan pada pra-tindakan sebesar 27%, pada Siklus-I sebesar 47%, dan pada siklus-II sebesar 70%. Ada peningkatan 43% antara pratindakan dan siklus-II. Storytelling dengan variasi teknik bercerita dan berdiskusi dalam kelompok kecil dapat meningkatkan antusiasme, keberanian, keaktifan, dan kesempatan berbicara pada siswa. Kata kunci: Kemampuan berbicara, Bahasa Inggris, Storytelling ii PRAKATA Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala karena atas berkat, rahmat, dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS X SMA HARAPAN I MEDAN MELALUI METODE STORYTELLING”. Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang mendukung dan membantu kelancaran penelitian ini, antara lain : 1. Keluarga penulis yang telah memberikan do’a dan dukungan kepada penulis. 2. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini. 3. Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan dan perhatian terhadap penelitian ini. 4. Ibu Dr. Rika Rosnelly, S.Kom, M.Kom selaku Rektor Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 5. Bapak Bob Subhan Riza, ST, M.Kom selaku Ketua Yayasan Potensi Utama Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan sehingga pengembangan ilmu di Universitas Potensi Utama dapat terus maju dan berkembang. 6. Bapak Edy Victor Haryanto, M.Kom selaku Ketua LPPM Universitas Potensi Utama yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis. iii 7. Bapak Ashari P. Suwondo, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Politik dan Pendidikan Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 8. Ibu Eni Maisaroh, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Politik dan Pendidikan Universitas Potensi Utama yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 9. Bapak Drs. Anwar, selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Harapan I Medan beserta staf dan guru-guru yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan riset dalam hal pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini. 10. Serta rekan-rekan Universitas Potensi Utama dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan saran, kritik dan doa. Tentu saja penelitian ini memiliki banyak kelemahan yang perlu disempurnakan untuk masa yang akan datang. Saran dan kritik bagi penulis akan sangat diperlukan dalam proses penyempurnaan maupun pengembangan bidang keilmuan ini. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat membantu proses pengembangan bidang keilmuan ini untuk waktu yang akan datang. Medan, 2018 Peneliti, Firdayanti Firdaus iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... i RINGKASAN ............................................................................................. ii PRAKATA .................................................................................................. iii DAFTAR ISI............................................................................................... v DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR GRAFIK .................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah..................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 3 1.3. Batasan Masalah ................................................................ 3 1.4. Luaran Penelitian ............................................................... 4 1.5. Kontribusi Keilmuan .......................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5 2.1. Kemampuan Berbicara....................................................... 5 2.1.1. Keterampilan Berbicara ......................................... 5 2.1.2. Tujuan Berbicara .................................................... 6 2.1.3. Tahap – Tahap Kemampuan Berbicara .................. 7 2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara ................................................................ 8 2.1.5. Faktor Penentu Keberhasilan Berbicara ................. 9 2.1.6. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara ....................... 10 v 2.1.7. Penilaian Keterampilan Berbicara.......................... 11 2.2. Bahasa Inggris .................................................................... 12 2.2.1. Pembelajaran Bahasa Inggris ................................. 12 2.2.2. Keterampilan berbicara dalam Pembelajaran Bahasa Inggris .................................................................... 13 2.3. Storytelling ......................................................................... 14 2.3.1. Pengertian Storytelling ........................................... 14 2.3.2. Tujuan Storytelling ................................................. 16 2.3.3. Jenis - Jenis Storytelling ......................................... 17 2.3.4. Generic Structure Storytelling ................................ 18 2.3.5. Hal – Hal Penting dalam Storytelling..................... 19 2.3.6. Manfaat Storytelling ............................................... 20 2.3.7. Kelebihan Storytelling ............................................ 21 2.3.8. Kelemahan Storytelling .......................................... 22 2.4. Kerangka Konseptual ........................................................ 22 2.5. Hipotesis Tindakan ............................................................ 24 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ......................... 25 3.1 Tujuan Penelitian ................................................................ 25 3.2 Manfaat Penelitian .............................................................. 25 BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................... 26 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 26 4.2 Subjek dan Objek Penelitian ............................................. 26 4.3 Metode dan Rancangan Penelitian .................................... 26 4.4 Sumber Data...................................................................... 31 vi 4.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................ 31 4.6 Instrumen Penelitian ......................................................... 32 4.7 Teknik Analisis Data ......................................................... 33 4.8 Validasi Data ..................................................................... 35 4.9 Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 36 BAB V BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 37 5.1 Deskripsi Subjek Penelitian ............................................. 37 5.2 Deskripsi Kondisi Awal .................................................. 37 5.3 Deskripsi Siklus I ............................................................ 41 5.4 Deskripsi Siklus II ........................................................... 50 5.5 Pembahasan ..................................................................... 57 RENCANA TAHAP BERIKUTNYA .................................... 60 6.1 Penyusunan Laporan Akhir................................................. 60 6 .2 Publikasi Paper .................................................................. 60 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 61 7.1 Kesimpulan ...................................................................... 61 7.2 Saran ............................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63 LAMPIRAN. .............................................................................................. 65 vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Jenis Luaran ............................................................................. 4 Tabel 2.1 Model Penilaian Keterampilan Berbicara ................................. 12 Tabel 4.1 Pedoman Penilaian .................................................................... 34 Tabel 4.2 Kriteria Tingkat Keterampilan Berbicara Siswa ....................... 35 Tabel 5.1 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Tes Awal (Pra Tindakan) ........................................................................... 38 Tabel 5.2 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Tes Awal (Pra-tindakan) .................................................. 39 Tabel 5.3 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus I ...... 46 Tabel 5.4 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus I.............................................................................. 47 Tabel 5.5 Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus II ..... 54 Tabel 5.6 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus II ............................................................................ 55 Tabel 5.7 Persentase Hasil Ketuntasan Siswa Pada Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II .............................................................................. 58 viii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 4.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ...................................... 29 ix DAFTAR GRAFIK Grafik 5.1 Grafik Persentase Hasil Ketuntasan Kondisi Awal, Siswa Siklus I dan Siklus II .......................................................... 59 x BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang telah menjadi bahasa global yang digunakan hampir disegala bidang kehidupan dan mendominasi era komunikasi dalam menghubungkan dan mentransfer ilmu ke seluruh dunia. Hal ini memberikan asumsi bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan kebutuhan yang sangat penting, karena penguasaan terhadap bahasa Inggris memudahkan seseorang untuk memperluas pergaulannya di dunia internasional. Di Indonesia, bahasa Inggris mempunyai kedudukan sebagai bahasa asing pertama (the first foreign language). Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa kedua. Mustafa (2010) dalam hal ini mengatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial. Kedudukan bahasa Inggris tersebut mengakibatkan jarang digunakannya bahasa Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat sehingga bahasa Inggris merupakan bahasa yang sulit untuk dipelajari karena bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang tidak digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Inggris djadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia mulai dari Sekolah Menengah hingga Perguruan Tinggi. Hal ini tercantum dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan bahasa”. Dan bahasa Inggris merupakan mata pelajaran bahasa kedua yang wajib dipelajari setelah bahasa Indonesia (Mendikbud, 2013). Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Inggris bertujuan untuk membuat pelajar bahasa tersebut mampu menggunakan bahasa yang dipelajari dalam komunikasi lisan dan tulisan (UU RI no 20 thn 2003). Dalam mempelajari bahasa khususnya bahasa Inggris, ada empat keterampilan yang harus dikuasai yaitu: mendengar (listening), berbicara 1 (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari karena dengan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Namun bagi warga Indonesia, berbicara bahasa Inggris lancar merupakan tantangan berat karena bahasa Inggris tidak digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Keterampilan berbicara adalah inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah, karena dengan pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya (Galda dalam Supriyadi, 2005). Pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan keterampilan itu seorang siswa mampu mengembangkan kemampuan berfikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berfikir tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. Keterampilan berbicara bahasa Inggris bukanlah suatu hal yang sederhana yang dapat dipelajari dengan mudah dalam waktu yang singkat, karena keterampilan ini menuntut lebih dari sekedar pengetahuan tentang tata bahasa dan kaidah-kaidah semantik tetapi juga menuntut banyak latihan dan kesempatan berbicara. Keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris perlu dikuasai dengan baik karena keterampilan ini juga merupakan suatu indikator bagi keberhasilan seseorang dalam belajar bahasa Ingris. Banyak siswa yang beranggapan bahwa berbicara merupakan salah satu kemampuan yang sulit dilakukan mengingat bahwa masyarakat Indonesia tidak menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.. Dalam pembelajaran, guru seharusnya menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan bagi siswanya. Hal ini sesuai dengan PP No.19 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran diselenggarakan pada satuan pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan , menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2 Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru Bahasa Inggris di SMA Harapan 1 Medan kelas X, banyak dari siswa yang belum mampu berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris. Ini terbukti ketika Guru mengajak mereka berkomunikasi dengan hahasa Inggris, banyak dari mereka yang tidak bisa menanggapi dan tidak paham akan apa yang disampaikan. Ketidakmampuan ini diduga karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi dengan bahasa Inggris, strategi dan metode pengajaran Guru yang kurang tepat, dan lingkungan mereka yang tidak mendukung. Disamping itu, nilai rata-rata bahasa Inggris siswa kelas X belum mencapai standar nilai minimal yang ditentukan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa SMA Harapan 1 Medan melalui storytelling. 1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah metode storytelling dapat diterapkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X SMA Harapan 1 Medan? 2. Bagaimanakah respon siswa kelas X SMA Harapan 1 Medan terhadap storytelling sebagai salah satu metode belajar? 1.3. Batasan Masalah Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa melalui storytelling. Secara khusus, Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh paparan yang jelas, rinci, dan mendalam tentang: 1. Upaya meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas-X SMA Harapan-1 Medan Melalui storytelling. 2. Respon siswa kelas-X SMA Harapan-1 Medan terhadap storytelling sebagai salah satu metode belajar. 3 1.4. Luaran Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelasX SMA Harapan-1 Medan melalui storytelling dan mengetahui respon siswa terhadap storytelling sebagai metode belajar. Luaran dari Penelitian Dosen Pemula dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa Kelas-X SMA Harapan-I Medan Melalui Metode Storytelling adalah seperti dalam table berikut : Tabel 1.1 Jenis Luaran No Jenis Luaran Indikator Capaian 1 Publikasi ilmiah di jurnal nasional (ber ISSN) Published 2 Publikasi ilmiah di jurnal nasional terakreditasi Published 3 Luaran lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna, Tidak ada Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa Sosial) 4 1.5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 3 Kontribusi Keilmuan Kontribusi keilmuan dari diadakannya Penelitian Dosen Pemula dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa KelasX SMA Harapan-I Medan Melalui Storytelling” adalah: 1. Memberikan masukan tentang metode pembelajaran yang efektif untuk peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris. 2. Membantu guru dalam mengajar di kelas dengan penggunaan metode pembelajaran storytelling yang lebih mudah dan menarik. 3. Memberikan kontribusi terkait dengan upaya peningkatan keterampilan berbicara bahasa inggris melalui storytelling dalam pengembangan keilmuan di lingkungan akademisi dan praktisi. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Berbicara 2.1.1 Keterampilan Berbicara Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyibunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Tarigan (1990:15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan gagasan dan perasaan. Hal senada dikemukakan oleh Semi (1990:99), yaitu berbicara merupakan keterampilan memproduksi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, gagasan, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain. Berbicara merupakan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Akhadiah dkk, 1984/1985:7). Irawati (2014: 26) mendefinisikan berbicara sebagai kegiatan menghasilkan ucapan dalam bentuk kata-kata dan kalimat secara lisan untuk tujuan berkomunikasi dengan orang lain. Hal senada disampaikan oleh Zuhriyah (2017). berbicara adalah cara orang mengungkapkan dan mengkomunikasikan ide kepada orang lain secara lisan. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan kehendak, gagasan (ide, pikiran), perasaan, dan pengalaman kepada orang lain. Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ke tempat yang lain. Proses komunikasi yang terjadi menggunakan bunyi-bunyian berupa ujaran yang keluar melalui alat artikulasi manusia dan ditangkap oleh alat dengar orang lain sehingga orang itu memahami maksud dari pesan yang disampaikan. 5 Keterampilan berbicara dapat diperoleh melalui belajar dan banyak latihan. Keterampilan ini harus terus digali dan diasah oleh guru. Semakin sering seseorang itu berlatih berbicara yang baik dan teratur maka akan menjadi suatu kebiasaan, dan kebiasaan ini akan terbawa dalam setiap komunikasi yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.2 Tujuan Berbicara Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi (Tarigan, 1983:15). Kegiatan berkomunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Menurut Och dan Winker (dalam Tarigan, 2008:16) pada dasarnya berbicara memiliki tiga tujuan umum yaitu: (1) memberitahukan, melaporkan (to inform), (2) Menjamu, menghibur (to entertain), dan (3) Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade). Sedangkan menurut Tarigan dkk. (1997:37) tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima golongan, yaitu: (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan (5) menggerakkan. Tujuan menghibur memberikan rasa senang ataupun suasana gembira pada orang lain. Untuk itu, penuturannya berisi humor-humor, kisah-kisah jenaka, dongeng, cerita-cerita ringan, dan sejenisnya. Tujuan menginformasikan terjadi ketika seseorang ingin menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, menginterpretasi suatu hal, atau memberi, menyebarkan, dan menanamkan pengetahuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi dengan sesamanya yang ditopang alat komunikasi yaitu bahasa untuk menyampaikan pesan. Sedangkan tujuan berbicara secara umum adalah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada pendengar, untuk menghibur pendengar, untuk meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, untuk mendorong atau menstimulasi dengan memberi semangat dan gairah hidup 6 sehingga menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi pendengar, dan untuk menggerakkan pendengar agar melakukan tindakan atau perbuatan. 2.1.3 Tahap – Tahap Kemampuan Berbicara Tahap-tahap keterampilan berbicara menurut Gleason dkk (1998), yaitu: 1. Kurang dari 1 tahun a. Belum dapat mengucapkan kata-kata b. Belum menggunakan Bahasa dalam arti sebenarnya. c. Dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa. 2. Usia 1 tahun a. Mulai mengoceh b. Bermain dengan bunyi (bermain dengan jari-jari tangan dan kakinya). c. Perkembangan pada tahap ini disebut pralinguistik. d. Ketika bayi dapat mengucapkan beberapa kata, mereka memiliki ciriciri perkembangan yang universal. e. Bentuk ucapan hanya satu kata, sederhana, mudah diucapkan dan memiliki arti konkret (nama benda, kejadian, atau orang-orang disekitar anak). f. Mulai pengenalan semantic (pengenalan makna). 3. Usia 2 tahun a. Mengetahui kurang lebih memiliki 50 kata. b. Kebanyakan mulai mencapai kombinasi dua kata yang dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan atau bentuk lain yang seharusnya. c. Mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk Bahasa yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. d. Mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek. 4. Usia Taman Kanak-Kanak a. Memiliki dan memahami sejumlah besar kosa kata. b. Mampu membuat pertanyaan, kalimat majemuk dan berbagai bentuk kalimat. c. Dapat berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru 7 5. Usia Sekolah Dasar a. Peningkatan perkembangan bahasa, dari bahasa lisan ke bahasa tulis. b. Peningkatan perkembangan penggunaan bahasa 6. Usia Remaja a. Penggunaan bahasa yang khas sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri. b. Usia ini merupakan usia yang sensitive untuk belajar berbahasa. 7. Usia Dewasa a. Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam perkembangan bahasa sesuai dengan tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat dan jenis pekerjaan. 2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara Kemampuan atau kelancaran seseorang dalam berbicara itu berbeda-beda dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Pengetahuan Semakin luas pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka semakin kaya perbendaharaan kata yang dapat memberikan dorongan seseorang berbicara lebih lancar. 2. Pengalaman Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan seseorang itu terbiasa menghadapi segala sesuatunya. Orang yang sering berbicara di depan umum akan berbicara lancar dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun. 3. Intelegensi Orang yang intelegensinya rendah biasanya kurang lancar dalam berbicara dan perbendaharaan bahasanya juga kurang baik. 4. Kepribadian Sifat dan karakteristik orang akan membedakan dalam hal ia berbicara. Orang yang mempunyai sifat pendiam, pemalu, tidak percaya diri biasanya kurang lancar dalam berbicara. 8 5. Biologis Faktor biologis juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berbicara. Misal seseorang yang mempunyai kelumpuhan organ bicara, akan timbul kelainan-kelainan, seperti: a. Sulit mengatakan desis (lisping), karena ada kelainan pada rahang dan bibir atau gigi. b. Berbicara tidak jelas (slurring), yang disebabkan oleh bibir, rahang dan lidah yang tidak aktif. c. Berbicara ragu-ragu, gagap disebabkan tidak biasa berbicara dengan orang banyak. 2.1.5. Faktor Penentu Keberhasilan Berbicara Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara, dan (2) pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara (Hasan, 2011). 1. Pembicara Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Dan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya, yaitu: (1) pokok pembicaraan; isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya bermanfaat, menarik, dan sesuai dengan daya tangkap pendengar (2) metode (3) bahasa; sebagai alat untuk menyampaikan pesan, pembicara harus menguasai faktor kebahasaan (pelafalan, tekanan, nada, jangka, intonasi, ritme, diksi, dan struktur) dan non-kebahasaan (sikap, pandangan, gerak dan mimik, kelancaran, kenyaringan suara, penalaran dan relevansi, penguasaan topik), (4) tujuan (5) sarana; mencakup waktu, tempat, suasana, dan media, (6) interaksi; hubungan antara pembicara dan pendengar baik searah, dua arah, bahkan multi arah. 9 2. Pendengar Kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik bila pendengar memiliki kondisi fisik mental yang baik, memiliki tujuan tertentu dalam mendengarkan yang dapat mengarahkan dan mendorong kegiatan mendengarkan, meminati isi pembicaraan yang didengar, dan memiliki kemampuan linguistik dan non-linguistik yang dapat meningkatkan keberhasilan mendengarkan, serta memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan pemahaman isi pembicaraan. 2.1.6. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara Berdasarkan pihak yang tertujunya, berbicara terbagi ke dalam empat jenis, yakni bicara pada diri sendiri, bicara empat mata, bicara dalam kelompok, dan berbicara di depan umum. 1. Berbicara pada diri sendiri (monolog); dilakukan seseorang ketika merenung atau memikirkan sesuatu, baik tentang dirinya sendiri ataupun hal yang diluar dirinya. Berbicara pada diri sendiri seolah-olah tidak penting, padahal cara ini dapat melahirkan sikap bijak dan kecerdasan, yang kemudian terekspresikan dengan budi bahasa dan perilaku. 2. Berbicara empat mata (dialog); dilakukan oleh dua orang dalam percakapan sehari-hari, baik langsung bertatap muka ataupun melalui media. Caranya dengan bergiliran, bersifat situasional, dan spontan. Umumnya bersifat nonformal. Namun, ada pula dialog yang lebih tertata dan formal, misalnya wawancara. 3. Berbicara dalam kelompok; dilakukan dengan melibatkan banyak orang. Kegiatan semacam ini pada umumnya berlangsung dalam situasi formal, seperti dalam forum diskusi. Keterfokusan topik dan keteraturan lalu lintas pembicaraan sengaja diatur dengan perlunya kehadiran pihak moderator. 4. Berbicara di depan umum; bentuknya berupa ceramah, khotbah, atau pidato. Kegiatan ini memerlukan kesiapan yang berlebih dibandingkan dengan jenis berbicara lainnya, baik itu dalam penguasaan topik maupun 10 kesiapan mental. Disamping ilmu komunikasi massa, pemahaman atas khalayak juga sangat diperlukan. 2.1.7 Penilaian Keterampilan Berbicara Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian keterampilan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu: faktor kebahasaan (linguistik) dan non kebahasaan (non-linguistik). Faktor linguistik meliputi lafal, kosakata, dan struktur. Sedangkan faktor non-linguistik meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95). Kemudian Harmer (2001) mengatakan bahwa syarat seseorang mempunyai keterampilan berbicara secara lancar tidak hanya dari pengetahuan ciri-ciri bahasa saja, tetapi juga dari kemampuannya untuk memproses informasi bahasa tersebut. Nurgiyantoro (1995) membagi tugas kemampuan berbicara dalam beberapa bentuk, yaitu: (1) berbicara berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercerita, (4) pidato, serta (5) diskusi. Selanjutnya masih menurut Nurgiyantoro (2009) alat penilaian tugas berbicara terdiri atas keakuratan informasi, hubungan antar informasi, ketepatan struktur dan kosa kata, kelancaran, kewajaran urutan wacana, dan gaya pengucapan. Penilaian keterampilan berbahasa menurut Brown (2004), yaitu bahwa penilaian keterampilan berbicara terbagi dua bagian yaitu mikroskil dan makroskill. Penilaian mikroskil berhubungan dengan bagian – bagian kecil dari bahasa seperti fonem, morfem, kata, kolokasi, dan unit-unit frase. Penilaian makroskil berhubungan dengan unsur-unsur yang lebih besar, seperti kelancaran, wacana, fungsi, gaya, kohesi, komunikasi nonverbal, dan pilihan strategi. Berdasarkan beberapa pendapat dan teori diatas, penilaian keterampilan berbicara diuraikan dalam table 2.1. 11 Tabel 2.1 Model Penilaian Keterampilan Berbicara No 1 Tingkatan Aspek yang dinilai Skala Faktor Kebahasaan / Linguistik: 1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas–jelas sekali) 1 2 3 4 2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak 1 2 3 4 tepat – tepat sekali) 3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan 1 2 3 4 ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 4. Kewajaran urutan wacana (tidak normal-normal). 2 1 2 3 4 Faktor Non-Kebahasaan / Non-Linguistik: 1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat 1 2 3 4 – 1 2 3 4 sepenuhnya). 2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit berhubungan dengan sepenuhnya). 3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 1 2 3 4 4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah 1 2 3 4 (face expression), gerak tubuh (body language). (kakuwajar) Total Skor 2.2 …… Bahasa Inggris 2.2.1 Pembelajaran Bahasa Inggris Bahasa Inggris adalah media komunikasi utama hampir disemua benua, dan menjadi bahasa pengantar di benua Asia. Di Indonesia, bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa asing pertama baik dalam kegiatan formal maupun nonformal. Kedudukan bahasa Inggris tersebut menjadikannya sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia sejak dari Sekolah Menengah Pertama hingga Perguruan Tinggi. Hal ini tercantum dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 bahwa “dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan bahasa”. Dan bahasa Inggris merupakan 12 mata pelajaran bahasa kedua yang wajib dipelajari setelah bahasa Indonesia (Mendikbud, 2013). Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Pembelajaran adalah proses, cara, dan perbuatan menjadikan orang belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pembelajaran bahasa Inggris adalah proses untuk membantu siswa atau peserta didik dalam belajar bahasa Inggris. Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Inggris bertujuan untuk membuat pelajar bahasa tersebut mampu menggunakan bahasa yang dipelajari dalam komunikasi lisan dan tulisan (UU RI No 20 Tahun 2003). Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2.2.2. Keterampilan berbicara dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan yang ada pada mata pelajaran bahasa Inggris selain mendengar, membaca dan menulis. Dalam konteks pengajaran, mengajarkan keterampilan berbicara sebagaimana dinyatakan Nunan (2003), adalah mengajar pembelajar bahasa Inggris supaya mampu: (1) memproduksi pola bunyi dan bunyi ujaran bahasa Inggris (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata, pola intonasi, dan irama bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan konteks sosial, pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir secara bermakna dan logis, (5) menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan nilai dan menyatakan pendapat, dan (6) menggunakan bahasa dengan cepat dan yakin tanpa banyak jeda. 13 Untuk memperoleh keterampilan berbicara tersebut diatas, terdapat 13 jenis kegiatan berbicara, yakni: (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar, (3) mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah gagasan, (8) melengkapi kisah, (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar, (11) celah informasi, (12) bermain kartu, (13) bermain peran. Ketigabelas jenis kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga moda interaksi (interaction mode), yakni: kegiatan individual, kegiatan berpasangan, dan kegiatan berkelompok (Widiyanto, 2018). Kegiatan berbicara yang digunakan di dalam penelitian ini adalah mengisahkan cerita atau dengan kata lain bercerita/mendongeng. 2.3 Storytelling 2.3.1 Pengertian Storytelling Storytelling terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling berarti penceritaan. Jadi, storytelling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Dalam Bahasa Indonesia storytelling memiliki arti bercerita atau mendongeng. Bercerita atau mendongeng ialah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bachir, 2005:10). Hal senada disampaikan pula oleh Hidayat (dalam Rahayu, 2013:80) bahwa storytelling merupakan aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. Sementara itu Pellowski (1991) mendefinisikan story telling sebagai berikut: “The art or craft of narration of stories in verse/ and or prose, as performed or led by one person before a live audience; the stories narrated may be spoken, chanted, or sung, with or without musical, pictorial, and or other accompaniment and may be learned from oral, printed or mechanically recorded sources; one of its purposes may be that of entertainment.” Dari pendapat Pellowski di atas dapat diartikan bahwa story telling merupakan seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan 14 audiens secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik, yang salah satu tujuannya adalah untuk hiburan. Pengertian storytelling diungkapkan pula oleh Samantaray (2014:40), yang menyatakan bahwa: “Storytelling, the art of narrating a tale from memory rather than reading is one of the oldest of all art forms. Story telling is the original form of teaching and has the potential of fostering emotional intelligence and helps the child gain insight into human behavior. Moreover, Storytelling can provide a motivating and low anxiety context for language learning. Pendapat Samantaray di atas berarti bahwa story telling adalah seni menceritakan sebuah cerita/kisah lebih dari sekedar membacakan cerita dan merupakan salah satu seni tertua dari semua bentuk seni yang ada. Story telling atau bercerita adalah bentuk asli dari pengajaran dan memiliki potensi untuk membina kecerdasan emosional dan membantu anak memperoleh wawasan tentang perilaku manusia. Selain itu, storytelling dapat meningkatkan motivasi siswa dan mengurangi kebosanan dalam pembelajaran bahasa. Storytelling merupakan suatu proses kreatif anak yang dalam perkembangannya senantiasa mengaktifkan bukan hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, daya berfantasi, dan imajinasi anak yang tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri tetapi juga otak kanan (Asfandiyar, 2007:19) Sejalan dengan pendapat Asfandiyar, Majid (2013:28) mengungkapkan bahwa storytelling (bercerita) merupakan seni yang alami sebelum menjadi sebuah keahlian. storytelling (bercerita) berbeda dengan membacakan cerita. Kegiatan Storytelling (bercerita) dapat menyebarkan ruh baru yang kuat dan menampakkan gambaran yang hidup di hadapan pendengar, memberikan potret yang jelas dan menarik, intonasi, gerakan-gerakan, dan emosinya. Bercerita dapat menghidupkan setiap tokoh dengan karakter seperti dalam cerita. Sedangkan membacakan cerita akan berlalu dengan cepat dalam benak pendengar, tanpa ada kesan terhadap cerita. 15 Disamping itu, Priyono (dalam Latif, 2014:3) mengatakan bahwa kegiatan bercerita atau mendongeng tidak sekedar hiburan belaka, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan, budi pekerti, dan mendorong anak berperilaku positif. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa storytelling adalah sebuah seni menuturkan atau menceritakan sebuah cerita/kisah tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian nyata atau tidak nyata yang mengandung nilai luhur, budi pekerti, disampaikan secara lisan dengan tujuan menghibur, menyampaikan informasi, pengalaman atau pengetahuan kepada orang lain. 2.3.2 Tujuan Storytelling Storytelling atau bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperolehnya. Menurut Musfiroh (2005), tujuan storytelling adalah mengembangkan beberapa aspek yaitu aspek perkembangan bahasa, sosial, emosi, kognitif, dan moral. Storytelling juga bertujuan menyampaikan pesan-pesan moral tanpa menggurui atau memaksakan pendapat (Mal, 2012). Selanjutnya Setiawati (2016) menyatakan bahwa tujuan storytelling adalah: (1) menciptakan suasana senang, (2) memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan dan mengembangkan imajinasi pendengar, (3) memberi pengalaman baru dan mengembangkan wawasan pendengar, (4) dapat memberikan pemahaman yang baik tentang diri mereka sendiri dan orang lain disekitar mereka, (5) dapat memberi pengalaman baru termasuk didalamnya masalah kehidupan yang ada di lingkungan, (6) membuat pembicara belajar berbicara dalam gaya yang menyenangkan serta menambah perbendaharaan kata dan bahasanya, (7) melatih daya tangkap dan daya konsentrasi pendengar, (8) melatih daya fikir dan fantasi pendengar, (9) menanamkan nilai-nilai budi pekerti. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) menyatakan bahwa storytelling bertujuan: (1) meningkatkan kemampuan literasi siswa, (2) 16 mengembangkan kreativitas dan daya fikir kritis siwa dalam menafsirkan isi cerita, mengembangkan cerita, serta penampilan bercerita di depan publik, (3) mengembangkan kemampuan penyampaian cerita berbahasa Inggris secara lisan di depan publik dengan menggunakan kaidah bahasa Inggris yang baik dan benar, (4) meningkatkan rasa percaya diri, sikap saling menghargai, totalitas, semangat bekerja keras, dan melakukan kerja sama. Menurut Kosasih (2009) cerita atau dongeng tidak hanya untuk hiburan. Cerita atau dongeng juga berfungsi untuk media pendidikan. Menurut Hidayani (2013:17), cerita atau dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa dengan penuh khayalan. Cerita atau dongeng ini diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga cerita atau dongeng yang melukiskan kebenaran, yang berisi ajaran moral dan sindiran. 2.3.3 Jenis – Jenis Cerita dalam Storytelling Salah satu teks yang menjadi bagian penting bagi pembangunan karakter generasi penerus adalah cerita. Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya serta adat istiadat adalah negara yang kaya akan cerita baik berupa dongeng, mitologi maupun jenis cerita lainnya. Kekayaan ini sudah selayaknya dipertahankan dan dilestarikan supaya peserta didik sebagai generasi penerus tetap mengenal akar budayanya. Menurut Asfandiyar (2007) berdasarkan isinya cerita/dongeng dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu: (1) Dongeng Pendidikan; yaitu dongeng yang diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi dunia anak-anak, misalnya menggugah sikap hormat kepada orang tua. (2) Fabel; yaitu dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan dapat bicara seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung, misalnya dongeng kancil, kelinci dan kura-kura. Kemudian Kosasih (2009) menyebutkan bahwa ada 3 jenis cerita, yaitu: (1) Dongeng binatang, (2) Cerita asal-usul atau Legenda, dan (3) Cerita Jenaka. Selanjutnya Hidayani (2013:17) menyatakan, bahwa cerita atau dongeng terdiri dari: (1) Fabel, (2) Legenda, (3) Sage, (4) Mite, (5) Parabel, (6) Dongeng orang pandir, dan (7) Cerita Panji / Wira Cerita. Fabel adalah cerita rekaan yang semua 17 tokohnya terdiri atas binatang yang berperilaku seperti manusia, yaitu dapat berkata-kata, dapat berfikir. Selain itu ceritanya berisikan ajaran hidup. Contoh: Si Kancil. Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah, dan dianggap benar-benar terjadi. Legenda ditokohkan oleh manusia yang mempunyai sifat luar biasadan seringkali dibantu oleh makhluk-makhluk ajaib. Contoh: terjadinya rawa pening, Malin Kundang, Sangkuriang dll. Sage adalah dongeng yang mengandung unsur sejarah. Contoh: Saur Sepuh, Ciung Wanara, Lutung Kasarung,dll. Mite adalah cerita rekaan yang dihubungkan dengan kepercayaan yaitu tentang dewa-dewa dan roh-roh, yang dianggap benar-benar terjadi. Contoh: Nyai Roro Kidul. Parabel adalah dongeng perumpamaan yang didalamnya berisi kiasan-kiasan yang sifatnya mendidik. Contoh: Bawang Putih dan Bawang Merah, Ande-Ande Lumut, Joko Kendil, dll. Dongeng orang pandir adalah dongeng yang bercerita tentang para pelaku yang konyol karena kebodohannya. Contoh: Pak Pandir. Cerita Panji atau Wira Cerita adalah cerita kepahlawanan atau epos dari Jawa. Contoh: Nyi Ageng Serang, Panji Semarang, dll. Selanjutnya Sugianto (2015: 160) membedakan cerita/dongeng menjadi lima macam, yaitu: fabel, legenda, mite (mitos), sage, dan dongeng jenaka (Sugianto, 2015: 160) 2.3.4. Generic Structure Storytelling Secara garis besar, cerita harus terdiri dari tiga unsur: Orientation, Complication dan Resolution. 1. Orientation Orientasi berisi pesan tentang informasi What, Who, Where, dan When. Pada orientation, story teller akan memberitahukan pembaca tentang apa peristiwanya, siapa pelaku-pelakunya, dimana dan kapan peristiwa tersebut terjadi. 2. Complication Complication merupakan inti menceritakan apa yang terjadi dengan pelaku dalam peristiwa tersebut. Umumnya complication ini berisi gesekan antar pelaku peristiwa. Gesekan ini menimbulkan sebuah konflik atau 18 pertentangan. Dalam teori Literary, konflik umumnya dibedakan menjadi tiga macam: natural conflict, social conflict, and psychological conflict. 3. Resolution Sebuah pertentangan harus ditutup dengan penyelesaian. Penyelesaian dalam cerita dapat berupa penyelesaian yang menyenangkan namun juga dapat berakhir dengan penyelesaian yang menyedihkan (Setiawati, 2016). 2.3.5. Hal – Hal Penting dalam Storytelling Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, yaitu: 1. Kontak mata Saat storytelling berlangsung, pencerita harus melakukan kontak mata dengan audience. Dengan melakukan kontak mata, audience akan merasa diperhatikan dan diajak untuk berinteraksi. Selain itu pencerita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang diceritakan. Dengan begitu pencerita dapat mengetahui reaksi dari audience. 2. Mimik wajah Pada saat storytelling berlangsung, mimik wajah pencerita dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Pencerita harus dapat mengekspresikan wajahnya sesuai dengan yang diceritakan. 3. Gerak tubuh Gerak tubuh pencerita dapat mendukung menggambarkan jalan cerita yang lebih menarik. Cerita akan terasa berbeda jika diceritakan dengan melakukan gerakan-gerakan yang merefleksikan apa yang dilakukan tokoh-tokoh yang diceritakan. 4. Suara Tinggi rendahnya suara yang diperdengarkan dapat membawa audience merasakan situasi dari cerita yang diceritakan. Pencerita sebaiknya meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan cerita yang mulai memasuki tahap yang menegangkan, bahkan mampu menirukan suarasuara dari karakter tokoh yang diceritakan, misalnya suara ayam, suara pintu terbuka dan lan-lain. 19 5. Kecepatan Pencerita harus dapat menjaga kecepatan atau tempo pada saat bercerita. Jika terlalu cepat dapat membuat pendengar menjadi bingung sedangkan jika terlalu lambat dapat membuat pendengar menjadi bosan. Sedangkan menurut Majid (2001:47) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam storytelling, yaitu: a) tempat bercerita, b) posisi duduk, c) bahasa cerita d) intonasi pencerita e) pemunculan tokoh-tokoh, f) penampakan emosi g) peniruan suara h) penguasaan cerita. Menurut Madjid (2013) paling tidak ada 3 komponen dalam bercerita, yaitu: (1) storyteller (pencerita), (2) cerita atau karangan yang disampaikan, dan (3) penyimak. 2.3.6. Manfaat Storytelling Storytelling memiliki banyak manfaat tidak hanya bagi pencerita tetapi juga bagi orang yang mendengarkannya. Menurut Dhieni (2008: 6.8) manfaat Storystelling (bercerita) antara lain: 1) melatih daya serap atau daya tangkap anak; 2) melatih daya pikir anak; 3) melatih daya konsentrasi anak; 4) mengembangkan daya imajinasi anak; 5) menciptakan situasi yang menggembirakan; 6) membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi. Menurut Hibana (dalam Kusmiadi, 2008), manfaat storytelling dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1 2 Manfaat untuk Pencerita a. Mengembangkan daya pikir dan imajinasi. b. Mengembangkan kemampuan berbicara. c. Mengembangkan daya sosialisasi. d. Sebagai sarana komunikasi. e. Media pembelajaran. f. Mengembangkan daya ingat. Manfaat untuk Pendengar a. Mengembangkan fantasi, empati, dan berbagai jenis perasaan lain. b. Menumbuhkan minat baca. c. Membangun kedekatan dan keharmonisan. d. Media pembelajaran. 20 Menurut Moeslichaton (2004) selain mengembangkan bahasa dan kognitif anak, storytelling/bercerita juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya: (1) melalui cerita kita bisa menyisipkan sifat empati, kejujuran, kesetiaan dan keramahan, ketulusan, (2) memberikan sejumlah pengetahuan sosial, moral, dan lain sebagainya, (3) melatih anak mendengarkan apa yang disampaikan, (4) membuat anak bisa mengembangkan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif, (5) mampu meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak. Selain itu (Musfiroh, 2005), menyatakan bahwa manfaat storytelling yaitu untuk membantu pembentukan pribadi, moral dan sosial, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal, dan merangsang kecerdasan emosi. Melalui storytelling (bercerita/ mendongeng) anak dapat melatih daya serap, daya berpikir, serta konsentrasi pada saat menyimak cerita yang disampaikan. Selain itu imajinasi atau daya khayal anak akan berkembang saat menyimak cerita, yaitu anak dapat membayangkan atau menggambarkan suatu situasi yang berada di luar jangkauan inderanya. Dengan penyampaian yang menarik, kegiatan Storytelling dapat menciptakan situasi menggembirakan serta mengembangkan hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya. Kegiatan Storytelling akan membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif. Menurut Henny (2007) bercerita menimbulkan dampak positif, antara lain: (1) melatih daya tangkap (2) melatih daya pikir, (3) melatih daya konsentrasi, (4) membantu perkembangan imajinasi (5) menciptakan suasana yang menyenangkan. Dengan bermanfaat demikian dalam dapat disimpulkan mengembangkan aspek bahwa kognitif, storytelling/bercerita intelegensi, afektif, psikomotor, dan sosial siswa. 2.3.7. Kelebihan Storytelling Setiap metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran sudah pasti memiliki berbagai kelebihan. Demikian pula dengan Storytelling. Dhieni (2008: 6.9) mengungkapkan kelebihan Storytelling (bercerita) antara lain: 21 1) dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak; 2) waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien; 3) pengaturan kelas menjadi lebih sederhana; 4) guru dapat menguasai kelas dengan mudah; dan 5) secara relatif tidak banyak memerlukan biaya. Dengan mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang ada tersebut, peneliti menggunakan Storytelling dalam penelitian ini. Melalui penerapan storytelling diharapkan dapat mewujudkan tujuan pembelajaran yang diinginkan serta terwujudnya pembelajaran yang efektif dan efisien. 2.3.8. Kelemahan Storytelling Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan. Demikian pula storytelling (bercerita) juga memiliki kekurangan. Kekurangan storytelling antara lain: 1) anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan; 2) kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapatnya; 3) daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita; dan 4) cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik (Dhieni, 2008: 6.9). Untuk mengatasi kekurangan tersebut, peneliti membuat beberapa variasi didalam pembelajaran Storytelling ini. 2.4. Kerangka Konseptual Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, dan perbuatan menjadikan orang belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran bahasa Inggris adalah proses untuk membantu siswa atau peserta didik dalam belajar bahasa Inggris dengan tujuan membuat pelajar bahasa tersebut mampu menggunakan bahasa yang dipelajari khususnya bahasa Inggris dalam komunikasi lisan dan tulisan. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, ada empat keterampilan yang harus dikuasai siswa, yaitu: mendengar, berbicara, 22 membaca, dan menulis. Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang fungsional. Karena dalam berbicara dapat melibatkan berbagai aspek yaitu aspek kognitif, intelegensi dan psikomotor. Dalam konteks pengajaran, mengajarkan keterampilan berbicara adalah mengajar pembelajar bahasa Inggris supaya mampu: (1) memproduksi pola bunyi dan bunyi ujaran bahasa Inggris (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata, pola intonasi, dan irama bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan konteks sosial, pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir secara bermakna dan logis, (5) menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan nilai dan menyatakan pendapat, dan (6) menggunakan bahasa dengan cepat dan yakin tanpa banyak jeda. Untuk memperoleh keterampilan berbicara tersebut diatas, terdapat 13 jenis kegiatan berbicara, yakni: (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar, (3) mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah gagasan, (8) melengkapi kisah, (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar, (11) celah informasi, (12) bermain kartu, dan (13) bermain peran. Ketigabelas jenis kegiatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga moda interaksi (interaction mode), yakni: kegiatan individual, kegiatan berpasangan, dan kegiatan berkelompok. Kegiatan berbicara yang digunakan di dalam penelitian ini adalah mengisahkan cerita atau dengan kata lain bercerita (storytelling). Storytelling atau bercerita adalah sebuah seni menuturkan atau menceritakan sebuah cerita/kisah tentang perbuatan, pengalaman, atau kejadian nyata atau tidak nyata yang mengandung nilai luhur dan budi pekerti, disampaikan secara lisan dengan tujuan: menghibur, menyampaikan informasi, pengalaman atau pengetahuan kepada orang lain. Secara praktis, storytelling sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan penguasaan bahasa, dalam hal ini bahasa Inggris, terutama kemampuan berbicara. Selain itu, storytelling juga dimanfaatkan oleh para pendidik sebagai salah satu metode pembelajaran bahasa asing yang menarik dan tidak membosankan. Bercerita juga mengajarkan nilai-nilai dan pelajaran hidup karena setiap cerita memiliki pesan moral tentang kebaikan dan keburukan. Lewat storytelling siswa juga dididik untuk percaya diri dalam mengekspresikan kemampuan verbal, kreatifitas dan imajinatif mereka. 23 Cerita adalah salah satu teks yang menjadi bagian penting bagi pembangunan karakter generasi penerus. Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, serta adat istiadat adalah negara yang kaya akan cerita baik berupa dongeng, mitologi, legenda maupun jenis cerita lainnya. Kekayaan ini sudah selayaknya dipertahankan dan dilestarikan supaya peserta didik sebagai generasi penerus tetap mengenal akar budayanya. Sebagai bagian dari masyarakat global yang juga bertanggung jawab terhadap masa depan bumi ini, generasi muda juga perlu memiliki semangat untuk menjadikan cerita asli Indonesia dikenal luas di dunia internasional agar nilai-nilai luhur bangsa ini dapat ditebarkan ke bangsabangsa lain. Caranya, antara lain, adalah dengan menyampaikan cerita-cerita asli Indonesia dengan bahasa pengantar yang dikenal luas yaitu bahasa Inggris. Dalam proses pembelajaran berbicara, tugas guru sebagai pengajar bukan hanya untuk memindahkan pengetahuannya kepada siswa, akan tetapi guru harus menjadi fasilitator, mediator, dan moderator bagi siswa ketika belajar. Dalam hal ini siswa harus lebih banyak diberikan kesempatan dan praktek berbicara. Kemudian guru harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif, menyenangkan, dan dapat menjadikan siswa tidak merasa tertekan dan bosan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian keterampilan berbicara siswa kelas X SMA Harapan-I Medan yang diajarkan dengan metode story telling akan meningkat. 2.5. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: penerapan strategi pembelajaran storytelling dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas X SMA Harapan-I Medan 24 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelasX SMA Harapan-1 Medan melalui storytelling. 3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut : 1. Manfaat bagi Sekolah Memberikan kontribusi bagi SMA Harapan 1 Medan terkait dengan peningkatan keterampilan berbicara bahasa inggris melalui storytelling. 2. Manfaat bagi Guru a. Memberikan masukan tentang metode pembelajaran yang baru mengenai mata pelajaran bahasa Inggris melalui storytelling. b. Membantu guru dalam mengajar di kelas dengan metode pembelajaran yang lebih mudah dan menarik. 3. Manfaat bagi Siswa Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris melalui storytelling. 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Harapan-I Medan yang beralamat di Jalan Imam Bonjol No.35 Kelurahan Jati, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara. 4.1.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Semester II (Semester Genap) Tahun Pelajaran 2017-2018 pada tanggal 16 sampai dengan 28 April 2018. 4.2 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-6 yang terdiri dari 30 orang dengan komposisi 12 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Usia siswa berkisar 15-16 tahun. Kelas ini dijadikan subjek penelitian karena mengalami masalah pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh satu orang guru bahasa Inggris dikelas tersebut sebagai kolaborator. Objek penelitian ini adalah penerapan metode Storytelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 4.3 Metode dan Rancangan Penelitian 4.3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) model Kemmis Mc. Taggart. Model ini mencakup empat kegiatan, yaitu: (1) perencanaan (planning); yaitu merencanakan tindakan untuk mengatasi masalah, atau untuk memperbaiki atau meningkatkan keadaan sekarang, (2) tindakan (action); yaitu melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, (3) Pengamatan (observation); yaitu mengamati apakah tindakan yang dilakukan itu (proses dan hasil) telah baik, dan (4) refleksi/pengkajian 26 (reflection); yaitu menelaah, mengkaji, merenungkan, atau mengevaluasi tindakan yang sedang/sudah dilakukan itu sudah berhasil dengan baik atau belum. Penelitian tindakan kelas dipilih karena: 1. PTK merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses belajar mengajar berdasarkan permasalahan yang ada. 2. Dengan melakukan PTK, kekurangan dan kelemahan yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat teridentifikasi dan terdeteksi sehingga akan dicari solusinya. 3. Pelaksanaan PTK merupakan suatu penelitian yang dilakukan guru yang bersangkutan, karena guru sendiri yang mengalami permasalahannya. 4. Guru dapat terlibat langsung secara aktif, partisipatif dalam penelitian dan mengaplikasikan cara baru dalam praktek pembelajaran terhadap tindakan yang diberikan. 5. PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas sehari-hari sehingga tidak mengganggu tugas pokok guru. 6. Melalui PTK guru dapat meneliti aktivitasnya sendiri, di kelas sendiri, dan dievaluasi sendiri melalui refleksi untuk merencanakan siklus berikutnya. 7. Dalam pelaksanaannya PTK adalah studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktek-praktek dalam pembelajaran menjadi lebih efektif, serta meningkatkan wawasan dan pemahaman guru tentang hubungannya mengajar dan belajar. 8. Proses penelitian merupakan suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan dan diantara siklus-siklus ada informasi yang berguna untuk dijadikan sebagai perbaikan tindakan selanjutnya. 4.3.2 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran yang berkolaborasi dengan guru bahasa Inggris. Penerapan rencana tindakan berdasarkan permasalahan yang ada, kemungkinan pemecahan masalah, dan implementasinya di lapangan sampai pada tahap evaluasi dan perumusan tindakan berikutnya. 27 Penelitian dilakukan dalam rangkaian siklus sebanyak dua siklus, dan bergantung pada ketercapaian indikator keberhasilan tindakan. Kompetensi Dasar (KD) pada siklus- I adalah “Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya” dan KD pada siklus-II adalah “Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat”. Apabila pada siklus-I indikator keberhasilan tindakan belum mencapai tingkat indikator keberhasilan, maka tindakan akan dilanjutkan pada siklus-II. Tindakan yang diterapkan pada Siklus-II berdasarkan hasil refleksi pada permasalahan yang muncul dalam siklus sebelumnya. Apabila indikator keberhasilan pada siklus-II belum juga tercapai, siklus berikutnya tidak lagi diteruskan, mengingat agar waktu dan jadwal pelaksanaan pembelajaran tidak terganggu. Model ini menggunakan empat komponen penelitian tindakan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu sistem spiral yang saling terkait. Secara rinci desain dan prosedur kegiatan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: yaitu: 1. Tahap perencanaan ( Planning ) Pada tahap perencanaan guru menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tindakan atau hal-hal yang akan dilakukan didalam kelas. Topik yang direncanakan meliputi: a. Membuat rencana pembelajaran (RPP) dan Silabus b. Penyajian materi pelajaran c. Penerapan model pembelajaran d. Menyusun Instrumen Observasi 2. Tahap pelaksanaan (Acting) Tahap ini guru melaksanakan semua yang telah disiapkan pada tahap perencanaan yang berhubungan dengan langkah–langkah dalam pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan bersama–sama dengan siswa. 28 3. Tahap pengamatan (Observing) Pada tahap observasi ini observer yaitu kolaborator mengadakan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan hal–hal yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. 4. Tahap refleksi (Reflecting) Pada tahap ini guru memberikan soal-soal untuk dikerjakan siswa pada setiap akhir siklus pada proses pembelajaran. Desain Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan model Arikunto pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan Perencanaan Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan ? Sumber: Arikunto (2008:16) 29 Langkah-langkah atau tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Siklus I a. Perencanaan tindakan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengetahui kondisi awal dan keadaan kelas penelitian. b. 2) Menyusun silabus dan rencana pembelajaran. 3) Menyusun instrumen penelitian. Pelaksanaan tindakan Guru memberikan tindakan berupa pembelajaran pengalaman langsung dengan berdasarkan skenario pembelajaran. Tahap-tahap pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana yang telah disusun. c. Pengamatan/Observasi Selama tindakan dilaksanakan, peneliti dibantu oleh seorang guru sebagai kolaborator. d. Refleksi Dalam tahap ini peneliti bersama kolaborator melakukan evaluasi pada semua tindakan yang sudah dilakukan selama proses pembelajaran yaitu mengadakan kegiatan menganalisis, menjelaskan dan menyimpulkan data yang sudah diperoleh. Hasil dari refleksi ini digunakan untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya. 2. Siklus II a. Perencanaan tindakan II Berdasarkan temuan pada refleksi-I, maka dilakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar sains siswa. Rencana yang akan dilakukan pada siklus II ini merupakan perbaikan dari tindakan siklus I. Untuk itu peneliti dan kolaborator melakukan : 1) Penyusunan silabus dan rencana pembelajaran. 2) Penyusunan instrumen penelitian. 30 3) Memberikan pemahaman tentang model pembelajaran yang diterapkan agar siswa tidak takut dan kebingungan pada saat kegiatan belajar mengajar. b. Pelaksanaan tindakan II Pada siklus II ini direncanakan tindakan yang telah disepakati dalam refleksi siklus-I antara peneliti dan kolaborator yang merupakan perbaikan terhadap kekurangan siklus I. c. Pengamatan/ Observasi II Observasi pada siklus II dalam kegiatan pembelajaran ini, peneliti mengadakan tes hasil belajar dan mengambil data dari aspek afektif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran, guru dibantu observer mengamati aktivitas peserta didik dengan mengisi chek list. d. Refleksi II Dari pengamatan siklus-II dihimpun dan dianalisis untuk merefleksikan kemampuan peserta didik meningkat atau tidak. 4.4 Sumber Data Data yang digunakan adalah data kualitatif berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil observasi, wawancara, dan tes. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi yaitu dari sekolah yang bersangkutan sebagai data tambahan. 4.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Tes Penilaian keterampilan berbicara dilakukan dengan penilaian kinerja/performance. Penilaian ini berupa penilaian terhadap kemampuan siswa dalam berbicara dalam bahasa Inggris. Dalam penilaian ini yang perlu diukur adalah yang berkaitan dengan (1) ketepatan pelafalan, (2) kejelasan pelafalan, (3) struktur kalimat, (4) pilihan kata yang tepat, (5) intonasi, (6) kelengkapan, (7) keruntutan, (8) kesesaian dengan tema, (9) 31 volume, (10) ekspresi, (11) gaya ketika berbicara, dan (12) kelancaran berbicara. 2. Observasi Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu observasi untuk keaktifan siswa dan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran storytelling. Lembar observasi untuk siswa berupa lembar observasi penilaian kinerja (proses) dan lembar observasi aktifitas belajar siswa. Sedangkan lembar observasi pelaksanaan program adalah lembar observasi yang digunakan untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh Guru dan peneliti. 3. Wawancara Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada Guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris dan para siswa mengenai pelaksanaan storytelling di kelas dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris. 4. Dokumentasi Dokumentasi diperoleh dari hasil lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, daftar mahasiswa dan foto-foto selama program berjalan. 4.6 Instrumen Penelitian 1. Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan menjadi pelapor penelitian 2. Lembar Observasi Metode observasi dilakukan untuk mengamati suasana kelas tempat berlangsungnya pembelajaran. Mengamati antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan strategi story telling di kelas. 32 3. Pedoman wawancara Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau tanggapan Guru dan siswa mengenai pembelajaran story telling dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. 4. Dokumentasi Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran program, daftar nilai berbicara siswa pada mata pelajaran, lembar observasi, dan hasil wawancara. 5. Catatan Lapangan Metode catatan lapangan dipergunakan untuk mencatat suasana kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dicatat meliputi keaktifan siswa pada proses pembelajaran 4.7 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian diolah secara kualitatif. Analisis data dilakukan pada setiap refleksi sehingga diperoleh alternative solusi untuk menentukan rencana tindakan yang akan diterapkan pada siklus penelitian tindakan selanjutnya. Analisis data kualitatif untuk melihat perkembangan sikap dan keterampilan motorik yang diperoleh dari hasil observasi keaktifan siswa dan hasil keterampilan berbicara siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang menggunakan metode pembelajaran story telling. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data, penyederhanaan data serta transfomasi dari hasil catatan lapangan. Penyajian data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Adapun pedoman penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam berbicara dapat dilihat dalam tabel 4.1 33 Tabel 4.1 Pedoman Penilaian. No Aspek yang dinilai Tingkatan Skala 1 Faktor Kebahasaan: 1. Kejelasan lafal dan artikulasi. 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 (tidak jelas, kurang jelas, jelas, jelas sekali) 2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat, kurang tepat, tepat, tepat sekali) 3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan. (tidak tepat, kurang tepat, tepat, tepat sekali). 4. Kewajaran urutan wacana. (sangat tidak normal, tidak normal, kurang normal, normal). 2 Faktor Non-Kebahasaan 5. Keakuratan informasi. (sangat buruk, kurang akurat, akurat, akurat sepenuhnya). 6. Hubungan antar informasi (sangat sedikit, kurang, 1 2 3 4 berhubungan, berhubungan dengan sepenuhnya). 7. Kelancaran (terbata-bata, kurang lancar, 1 2 3 4 8. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik 1 2 3 4 lancar, lancar sekali) wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (tidak tepat, kurang tepat, tepat, sangat tepat) Jumlah skor 32 34 Analisis hasil tes secara kualitatif dihitung secara persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) menerapkan nilai yang diperoleh siswa, b) menghitung nilai masing-masing aspek, c) menghitung nilai rata-rata, d) menghitung persentase nilai. Nilai dihitung dengan menggunakan persen atau disebut dengan percentages correction dengan rumus: Skor perolehan Nilai Siswa = x 100 Jumlah Skor Maksimal Berdasarkan pedoman penilaian keterampilan berbicara tersebut, dapat diketahui kemampuan siswa dalam berbicara dengan sangat baik, berhasil baik, berhasil cukup, kurang berhasil, dan tidak berhasil. Siswa yang berhasil sangat baik adalah siswa yang memperoleh nilai 85-100, siswa yang berhasil dengan baik adalah siswa yang memperoleh nilai 75-84, siswa yang berhasil dengan kategori cukup adalah siswa yang memperoleh nilai 60-74, siswa yang berhasil dengan kategori kurang baik yaitu siswa yang memperoleh nilai 50-59, dan siswa yang tidak berhasil yaitu siiswa yang memperoleh nilai 0-49. Hasil perhitungan kemampuan berbicara dengan storytelling dari masingmasing siklus akan dibandingkan untuk memberikan gambaran mengenai persentase peningkatan keterampilan berbicara setelah menggunakan storytelling. Tabel 4. 2 Kriteria Tingkat Keterampilan Berbicara Siswa No 4.8 Rentang Nilai Kategori 1 85 – 100 Sangat baik 2 75 – 84 Baik 3 60 – 74 Cukup 4 50 – 59 Kurang 5 0 – 49 Sangat Kurang Validasi Data Peneliti dalam memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan menggunakan teknik triangulasi dan member check, triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik 35 pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan dengan pedoman observasi, pedoman wawancara dan catatan lapangan (field note). Sedangkan membercheck dilakukan dengan mengulang garis besar apa yang diungkapkan oleh informan pada akhir wawancara guna memastikan kembali data yang diperoleh dari hasil wawancara dan mengoreksi bila ada kesalahan serta menambah apabila terdapat beberapa kekurangan. 4.9 Variabel dan Defenisi Operasional Variabel Penelitian Untuk mencegah terjadinya penafsiran yang berbeda dan untuk menyamakan persepsi tentang variable-variabel dalam penelitian ini, maka peneliti merumuskan defenisi operasional setiap variable yang digunakan ke dalam penelitian yakni sebagai berikut: 1 Variabel bebas (X), yaitu storytelling. Story telling adalah sebuah metode pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan brcerita atau mendongeng. 2 Variabel terikat (Y), yaitu hasil belajar siswa berupa keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara siswa merupakan kemampuan siswa dalam mengungkapkan/mengekspresikan pengetahuan, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain secara lisan dengan kalimat yang runtut, baik dan benar. Keterampilan berbicara dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: diksi atau ketepatan dalam memilih kata, kemampuan melafalkan kata, intonasi, kelancaran, kemampuan menata ide secara sistematis, dan penampilan dalam berbicara. 36 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Harapan Medan Tahun Ajaran 2017/2018. Jumlah siswa adalah 30 siswa yang terdiri dari 12 siswa lakilaki dan 18 siswa perempuan. 5.2 Deskripsi Kondisi Awal Untuk mengetahui bagaimana kondisi awal kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris sebelum dilakukannya penerapan metode storytelling, maka peneliti memberikan tes kepada para siswa. Pada kegiatan ini Peneliti menggunakan cerita yang berbentuk teks naratif dengan menyiapkan beberapa cerita. Siswa bebas memilih salah satu cerita untuk diceritakan kembali di depan kelas menggunakan kata-kata sendiri dengan durasi kira-kira 3-5 menit. Alasan mengapa menggunakan cerita dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris, hal ini karena siswa menyukai cerita. Cerita dapat memberi kesempatan pada siswa untuk benar-benar menggunakan bahasa yang sebenarnya. Menceritakan cerita bukanlah “membacakan cerita tanpa melihat buku“, sehingga saat ia menceritakannya, cerita tersebut terlihat hidup, nyata, dan seakan dapat dilihat dan dibayangkan oleh siswa. Bercerita juga melatih siswa untuk terbiasa berbicara dan mendengarkan secara bersamaan sehingga menuntut mereka untuk lebih berkonsentrasi, disamping juga melatih siswa untuk bersosialisasi melalui kerja kelompok, disamping itu storytelling juga membiasakan mereka untuk berpikir kreatif. Jadi, secara otomatis kemampuan berbicara siswa dapat meningkat karena mereka terbiasa berkonsentrasi, berkomunikasi, bersosialisasi dan berpikir secara kreatif. Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti terhadap siswa Kelas X diketahui bahwa keterampilan berbicara Bahasa Inggris siswa kurang jika dibandingkan dengan keterampilan menulis dan membaca. Hal tersebut karena kegiatan pembelajaran banyak fokus pada kegiatan menulis dan membaca. 37 Disamping itu ditemukan bahwa siswa kurang mampu apabila di minta untuk memberikan tanggapan, dan mengkomunikasikan hasil pembelajaran. Siswa juga kurang mampu apabila diminta untuk bercerita di depan kelas. Siswa cenderung kurang mampu mengutarakan apa yang ada di pikiran mereka, mereka juga kurang percaya diri. Hal ini terjadi karena kurangnya latihan pembiasaan bercerita maupun mengungkapkan tanggapan di dalam kelas. Dari hasil pra tindakan secara singkat dapat dilihat dalam tabel berikut ini, yaitu: Tabel 5.1. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Tes Awal (Pra Tindakan) No Kategori Rentang nilai Frekuensi Persentase 1 Sangat baik 85 – 100 - 2 Baik 75 – 84 1 3% 3 Cukup 60 – 74 7 23,5% 4 Kurang 50 – 59 15 50% 5 Sangat kurang 0 – 49 7 23,5% 30 100% Jumlah Sumber : Hasil penelitian pra Siklus Berdasarkan tabel 5.1. di atas menunjukkan bahwa dari 30 jumlah siswa tidak ada yang masuk dalam kategori sangat baik, dan hanya ada 1 siswa (3%) yang memiliki kemampuan berbicara dalam berbahasa Inggris dalam kategori baik. Sedangkan yang berada pada kategori cukup hanya 7 siswa (23,5%). Sedangkan pada kategori kurang ada sebanyak 15 siswa (50%), dan 7 siswa (23,5%) berada pada kategori sangat kurang. Secara rinci hasil nilai keterampilan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris pada tahap pra tindakan dapat dilihat pada tabel berikut: 38 Tabel 5.2 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Tahap Pratindakan (pra-siklus) No Tes Pra Tindakan Urut Responden KKM = 70 Skor Nilai Tuntas √ Tidak Tuntas 1 1.1 23 72 2 1.2 17 53 √ 3 1.3 15 47 √ 4 1.4 10 31 √ 5 1.5 23 72 6 1.6 17 54 √ 7 1.7 12 38 √ 8 1.8 12 38 √ 9 1.9 16 50 √ 10 1.10 17 53 √ 11 1.11 17 53 √ 12 1.12 23 72 13 1.13 19 59 √ 14 1.14 12 38 √ 15 1.15 19 59 √ 16 1.16 25 78 17 1.17 16 50 √ 18 1.18 10 31 √ 19 1.19 18 56 √ 20 1.20 24 72 21 1.21 16 50 22 1.22 23 72 23 1.23 17 53 24 1.24 23 72 25 1.25 16 50 26 1.26 23 72 27 1.27 17 53 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 39 28 1.28 13 41 √ 29 1.29 17 53 √ 30 1.30 16 50 √ Jumlah 1642 Rata-Rata 55 Persentase 8 22 27% 73% Sumber : Hasil penelitian pra tindakan Berdasarkan tabel 5.2. di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris hanya mencapai 55. Dari 30 jumlah siswa, hanya 8 siswa (27%) yang mengalami ketuntasan, sedangkan sebanyak 22 siswa (73%) belum tuntas dengan Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 70. Dari hasil tes tersebut dapat diketahui dan disimpulkan sebagai berikut, yaitu: 1. Kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris masih terlihat sangat tersendat-sendat, lebih banyak pasif dan diam. 2. Siswa masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menggambarkan adegan cerita dalam ingatan 3. Siswa masih banyak yang belum memahami alur cerita 4. Siswa masih banyak yang belum mampu mengekspresikan cerita dengan gestur tubuh yang baik, sehingga siswa terlihat sangat kaku dan canggung 5. Siswa belum mampu memainkan intonasi suara dengan baik 6. Pemahaman kosa kata siswa masih belum memadai. 7. Masih banyak siswa yang belum mempersiapkan dirinya dengan baik, bahkan terkadang terkesan malu. Melihat hasil kondisi awal tersebut dimana hanya 27% siswa yang tuntas, maka dianggap perlu untuk menindaklanjutinya pada Siklus I sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa, yaitu dengan penerapan metode storytelling. 40 5.3 Deskripsi Siklus-I Pada Siklus-I ini pembelajaran berbicara menggunakan metode storytelling. Pembelajaran dilaksanakan dengan buku siswa dan sumber bacaan siswa selama 2x pertemuan. Masing-masing berdurasi 2x45 menit. Pada siklus ini ditampilkan Kompetensi Dasar “Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya”. a. Perencanaan tindakan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: 1) Melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengetahui kondisi awal dan keadaan kelas penelitian. 2) Menyusun scenario tindakan dan rencana pembelajaran. 3) Menyusun instrumen penelitian. b. Pelaksanaan tindakan 1. Pertemuan Pertama Pertemuan pertama siklus-I dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 April 2018 dengan durasi 2x45 menit. Guru memberikan tindakan berupa pembelajaran pengalaman langsung dengan berdasarkan skenario pembelajaran. Tindakan dilakukan dengan menerapkan metode storytelling dan mengacu kepada rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun tindakan yang dilakukan pada pertemuan ini, yaitu: 1) Pendahuluan - Guru mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Guru membuka pelajaran dengan member salam, memimpin do’a, dan mengecek kehadiran siswa. - Guru memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. 41 2) Kegiatan inti Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, tahapan- tahapan kegiatan dalam pembelajaran storytelling dan prosedur penilaiannya. Kemudian menyampaikan cara berbicara dalam storytelling, menjelaskan secara singkat tentang struktur umum dalam teks narasi dan grammar simple past tense. Kemudian memberikan siswa tema “Legenda Danau Toba” dan ide – ide pokok yang akan dikembangkan oleh siswa menjadi sebuah cerita. Setelah menyusun cerita, masing-masing siswa menceritakan cerita yang kelompok mereka buat di depan kelas. Sementara itu guru menugaskan siswa yang lain untuk mendengarkan, menyanggah, memberi komentar, memberikan pertanyaan dan saran dengan cara yang baik. Seusai mereka bercerita didepan kelas, Guru memberikan masukan dan pertanyaan kepada tiap kelompok secara acak seputar watak, karakter, setting, dan nilai moral yang dapat diambil dari cerita. 3) Penutup Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran kemudian menutup pelajaran sekaligus memberikan penilaian dan apresiasi bagi siswa yang terbaik dari segi cerita dan cara penyampaian cerita mereka di depan kelas. 2. Pertemuan Kedua Pertemuan kedua pada siklus – I dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 19 April 2018. Pada tahapan ini, rancangan strategi dan skenario pembelajaran diterapkan. Adapun tindakan yang dilakukan yaitu: 1) Pendahuluan Kegiatan belajar mengajar diawali dengan berdoa bersama, mengecek kesiapan siswa dalam belajar bahasa Inggris. Selanjutnya guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat 42 Legenda Danau Toba. Setelah mengapersepsi siswa untuk melihat kemampuan berbicara mereka, guru menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran hari ini masih sama dengan pertemuan yang sebelumnya. 2) Kegiatan inti Dalam kegiatan inti, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mengingatkan tahapan – tahapan kegiatan pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. Kemudian menjelaskan secara singkat mengenai Direct/ Indirect Speech, memberikan tema “Tangkuban Perahu” dan ide – ide pokok yang akan dikembangkan menjadi sebuah cerita. Kemudian siswa diminta untuk menceritakan cerita yang telah mereka buat didepan kelas. Selama pelaksanaan kegiatan ini guru membimbing dan memotivasi siswa untuk dapat menyelesaikan tugasnya. Dalam kesempatan ini guru kembali meminta siswa untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Menguasai isi cerita Setiap siswa dapat memilih caranya sendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Yang penting adalah mengerti dan menguasai isi cerita yang akan disampaikan. b) Menggambarkan adegan dan ide-ide pokok cerita dalam ingatan. Hal ini akan membantu dalam mengingat dan membangun cerita. Beberapa bagian cerita mungkin dapat diingat kata per kata, misalnya bagian awal atau akhir, percakapan penting, atau ungkapan yang diulang-ulang. Oleh karenanya, menggambarkan adegan cerita dan ide-ide pokok dalam ingatan merupakan cara untuk mengingat dan membangun cerita agar tidak terjebak dalam kata-kata. 43 c) Memahami alur cerita. d) Tekanan, volume suara, kecepatan suara, ritme, dan artikulasi (halus atau tajam). Diam/hening juga diperlukan. e) Gunakan gerakan tubuh (gesture) Gunakan gerakan tubuh untuk mengekspresikan tindakan, atau untuk memberi penekanan. f) Ketika menyampaikan bagian awal cerita bisa saja dikaitkan dengan cerita itu sendiri atau dengan hal di sekitar kita, namun harus tetap mengacu pada plot atau alur cerita. Menyampaikan bagian akhir cerita harus jelas, sehingga audience mengerti bahwa cerita telah selesai tanpa harus mengatakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperlambat atau memberi penekanan g) Karakter harus ditampilkan dengan hidup, misalnya dengan wajah, suara, atau gerakan tubuh. Diupayakan agar tiap karakter ditampilkan secara berbeda sehingga mudah untuk dimengerti. h) Menyiapkan diri Menyampaikan cerita dapat berhasil dengan baik jika persiapan dilakukan tidak hanya berkaitan dengan cerita itu sendiri tapi juga dengan diri kita sebagai orang yang akan bercerita. Suara dan tubuh kita adalah alat yang dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dalam menyampaikan cerita. i) Melatih suara Untuk mengetahui kondisi ini peneliti berjalan keliling dan bertanya kepada masing-masing kelompok. Guru melakukan pemantauan dan pendampingan pada setiap kelompok secara bergiliran. Pada kegiatan diskusi, siswa yang mendapatkan nilai dibawah nilai ketuntasan dilibatkan secara aktif. 44 3) Penutup Guru memberikan kesimpulan dan menutup pelajaran sekaligus memberikan apresiasi bagi siswa yang terbaik dari segi cerita dan cara penyampaian cerita mereka di depan kelas. Kepada siswa yang belum memiliki kemampuan berbicara berbahasa Inggris, guru meminta agar siswa tersebut untuk terus rajin melatih kemampuan berbahasa Inggrisnya. 4) Observasi Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku siswa dan kegiatan guru selama pembelajaran dengan menggunakan metode storytelling ini. Kegiatan guru dan siswa saat pembelajaran diamati oleh observer/peneliti. Kegiatan observasi dilakukan pada setiap pertemuan selama pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan dan dengan membuat lembar catatan lapangan (field note) dari kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi. Kegiatan observasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi baik tidaknya tahapan-tahapan kegiatan storytelling dilaksanakan. Sedangkan observasi yang dilakukan terhadap guru bertujuan memperoleh informasi terhadap keterlaksanaan tindakan semua dengan aktivitas, rencana kesesuaian tindakan yang pelaksanaan telah disusun sebelumnya, dan seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris siswa. Jadi, hal-hal yang diamati selama pelaksanaan tindakan adalah aktivitas selama pembelajaran storytelling dilaksanakan. Selanjutnya pengamatan difokuskan pada keaktifan dan kemampuan berbicara siswa. Selain itu dilaksanakan juga wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilaksanakan pada siswa-siswi yang mengikuti pembelajaran story telling sesudah pelaksanaan tindakan. 45 Dalam kegiatan ini hampir seluruh siswa sudah mulai serius memperhatikan penjelasan guru, walaupun masih ada siswa yang tidak memperhatikan guru. Sebagian siswa sudah tampak mulai antusias dalam mengikuti pembelajaran menggunakan storytelling, sementara sebagian lagi belum. Namun demikian, Ada sedikit perubahan sikap siswa dari yang tidak dan kurang antusias menjadi antusias dalam pembelajaran ini. Beberapa siswa sudah mulai aktif berani bertanya dan menjawab pertanyaan baik dari guru maupun dari teman mereka dengan berbahasa Inggris.. Hampir seluruh siswa senang dengan metode pembelajaran tersebut, walaupun ada juga siswa yang berpendapat tidak senang. Hasil tentang aktivitas belajar siswa pada pembelajaran tersebut pada Siklus I dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.3. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus I No Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase 1 Sangat baik 85 – 100 - - 2 Baik 75 – 84 5 17% 3 Cukup 60 – 74 9 30% 4 Kurang 50 – 59 14 46% 5 Sangat kurang 0 – 49 2 7% 30 100% Jumlah Sumber : Hasil penelitian Siklus-I Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 30 jumlah siswa hanya ada 5 siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam berbahasa Inggris dalam kategori baik, walaupun masih sedikit namun jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan hasil pra penelitian dimana hanya 1 siswa yang masuk dalam kategori baik. Sedangkan yang berada pada kategori cukup 46 juga mengalami kenaikan menjadi 9 siswa, dimana pada hasil tes kondisi awal siswa sebelumnya ada 7 siswa yang berada pada kategori cukup. Sedangkan pada kategori kurang mengalami penurunan menjadi 14 siswa, dimana pada hasil tes kondisi awal siswa sebelumnya, siswa yang berada pada kategori kurang sebanyak 15 siswa. dan siswa yang berada pada kategori sangat kurang juga mengalami penurunan menjadi 2 siswa, dimana pada hasil tes kondisi awal siswa sebelumnya terdapat 7 siswa yang berada pada kategori tersebut. Secara rinci hasil nilai keterampilan berbicara siswa dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus I No Tes Siklus I KKM = 70 Tidak Urut Responden Skor Nilai Tuntas 1 1.1 23 72 √ 2 1.2 23 72 √ 3 1.3 17 53 √ 4 1.4 10 31 √ 5 1.5 25 78 6 1.6 17 53 7 1.7 22 69 √ 8 1.8 23 72 √ 9 1.9 16 50 10 1.10 23 72 11 1.11 17 53 12 1.12 23 72 13 1.13 19 59 √ 14 1.14 17 53 √ 15 1.15 19 59 √ 16 1.16 25 78 Tuntas √ √ √ √ √ √ √ 47 √ 17 1.17 16 50 18 1.18 23 72 19 1.19 18 56 20 1.20 24 75 21 1.21 16 50 22 1.22 25 78 23 1.23 17 53 24 1.24 24 75 √ 25 1.25 23 72 √ 26 1.26 23 72 √ 27 1.27 17 53 √ 28 1.28 13 41 √ 29 1.29 17 53 √ 30 1.30 16 50 √ Jumlah 1846 Rata-Rata 62 Persentase √ √ √ √ √ √ 14 16 47% 53% Sumber : Hasil penelitian Siklus-I Dari tabel 5.4. di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan berbicara siswa mengalami kenaikan dari 55 menjadi 62 dan dari 30 jumlah siswa, sebanyak 14 siswa (47%) mengalami ketuntasan, sedangkan sebanyak 16 siswa (53%) belum tuntas dari nilai ketuntasan minimal 70. Dan rata-rata kelas 62. 5. Refleksi Berdasarkan observasi, keaktifan dan kemampuan berbicara siswa sudah ada sedikit kemajuan, yaitu para siswa sudah mulai berani bertanya dan menjawab pertanyaan ke/dari guru dan teman menggunakan bahasa Inggris. Namun, pada siklus – I ini masih banyak ditemui kendala-kendala antara lain: (1) siswa masih canggung dan malu berbicara terutama ketika didepan kelas, (2) keterbatasan waktu dalam berlatih berbicara, 48 (3) guru harus menyiapkan pembelajaran secara matang, sehingga membutuhkan dukungan fasilitas, alat, waktu, tenaga yang lebih banyak. Saat berbicara terlihat siswa mendapatkan kesulitan dalam menata ide, menyusun kalimat dan mengekspresikan pikirannya dengan baik. Hal ini disebabkan siswa belum memiliki kosa kata dan latihan yang banyak dalam berbicara. Hasil pencapaian ketuntasan belajar pada siklus – I belum banyak mengalami perkembangan, walaupun sudah ada peningkatan akan tetapi belum significant terhadap peningkatan kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris, oleh karena itu peneliti akan melanjutkannya pada Siklus II sebagai tahapan lanjutan dari siklus I. Beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk siklus lanjutan adalah mengenai teknik dan waktu. Tindakan-tindakan yang direncanakan pada siklus II adalah: Pertama, mengubah teknik yang dipakai agar lebih bervariasi yaitu dengan menggunakan teknik bercerita dalam kelompok agar semua siswa memperoleh kesempatan dalam bercerita. Tahapan kegiatannya adalah: 1) Siswa diminta menyusun cerita secara kelompok sesuai tema dan ide pokok yang diberikan, 2) berlatih bercerita dan tanya jawab seputar tema dalam kelompok. Dengan demikian proses pembelajaran akan lebih menarik dan memberi kesempatan kepada siswa untuk banyak berlatih dalam kelompok sebelum masing-masing siswa menampilkan cerita di depan kelas secara individu. Kedua, waktu yang digunakan benar-benar diatur sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu guru diharapkan dapat lebih memotivasi dan menarik minat siswa agar lebih banyak lagi berlatih berbicara. 5.4 Deskripsi Siklus II a. Perencanaan tindakan Siklus II merupakan revisi dari siklus – I. Siklus ini berlangsung selama dua kali pertemuan. Setiap pertemuan masing-masing 2x45 menit. 49 Perencanaan tindakan yang telah disusun oleh peneliti bersama rekan kolaborator adalah dengan menggunakan metode storytelling dengan variasi teknik dan pengaturan waktu yang efisien dan efektif. Pada Siklus ini ditampilkan Kompetensi Dasar “Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat” b. Pelaksanaan tindakan 1. Pertemuan Pertama Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 April 2018. Adapun tindakan yang dilakukan pada pertemuan ini yaitu: 1) Pendahuluan Pada pertemuan ini, kegiatan pembelajaran diisi dengan kegiatan pendahuluan, yaitu: a) Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun psikologis. b) Guru mengulas singkat materi/kegiatan di pertemuan sebelumnya. c) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai. d) Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa untuk menyelesaikan latihan-latihan dan tugas dalam pembelajaran. e) Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya. 2) Kegiatan inti Selanjutnya pada kegiatan inti guru menjelaskan secara singkat mengenai Past Continuous Tense, memberikan tema dan gambar berseri tentang “Malin Kundang”. Kemudian guru meminta siswa untuk: a) Menyusun cerita dengan judul “Malin Kundang” secara kelompok berdasarkan gambar. 50 b) Menyampaikan informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dari cerita Malin Kundang yang mereka buat. c) Menceritakan cerita rakyat sederhana yang dibuat tersebut dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur dan unsur kebahasaannya dengan bergantian di dalam kelompok. Setelah selesai bercerita, pendengar di dalam kelompok menanggapi atau mengajukan pertanyaan kepada pencerita tersebut dalam bahasa Inggris. Tahapan kegiatan diskusi tanya jawab dalam kegiatan ini mendorong siswa untuk merespon atau mengomentari bahkan memberi pertanyaan untuk memperdalam pemahaman isi cerita, memberi kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk berlatih dan menginterpretasi cerita. d) Kemudian siswa diminta bercerita didepan kelas. 3) Penutup Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan memberikan pertanyaan seputar tema, seperti: bagaimana karakter-karakter tokoh dalam cerita, setting cerita, nilai moral yang disampaikan dalam cerita, dan kata-kata khusus apa saja yang digunakan dalam cerita. Kemudian guru menyimpulkan pembelajaran, sekaligus guru meminta siswa untuk terus berlatih kemampuan berbicara khususnya dalam berbahasa Inggris. 2. Pertemuan Kedua Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 April 2018. Pelaksanaan kegiatan ini sama seperti pada pertemuan pertama yaitu kegiatan awal (pendahuluan), inti, dan akhir (penutup). a. Pelaksanaan tindakan Adapun tindakan yang dilakukan pada pertemuan ini yaitu: 1) Pendahuluan Pembelajaran diawali dengan memotivasi dan mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan 51 tentang tema sebelumnya dan memberikan pertanyaan tentang tema yang baru yaitu cerita rakyat Roro Jonggrang selama 5 menit. 2) Kegiatan inti Setelah siswa duduk dalam kelompok-kelompok dan sudah mendapatkan tema dan melihat gambar, maka mereka menyusun atau membuat sebuah cerita yang terkait dengan tema yang telah diberikan. Guru memberi batasan waktu 10 menit pada tiap kelompok untuk menyusun cerita. Gambar 4.1 Siswa menyusun cerita secara kelompok. Setelah menyusun cerita, masing-masing anggota kelompok bergantian berlatih bercerita dalam kelompok mereka. Masingmasing siswa memperoleh waktu 3 menit untuk bercerita dan 2 menit untuk tanya jawab dalam kelompoknya. Sementara itu guru menugaskan pendengar untuk mendengarkan, menyanggah, memberi komentar, memberikan pertanyaan dan saran kepada pencerita. Dalam kegiatan ini juga, Guru (Peneliti) menekankan pada siswa akan pelafalan, intonasi, gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), 52 gerak tubuh (body language,) penggunaan struktur dan kosa kata dalam bercerita. Gambar 5.2 Saat siswa berlatih bercerita dan tanya jawab dalam kelompoknya. Tahap kegiatan berikutnya, guru menunjuk siswa dari tiap kelompok secara acak untuk bercerita didepan kelas dengan waktu 5 menit untuk tiap siswa. Kemudian Guru memberikan masukan kepada mereka. Gambar 5.3 Siswa bercerita di depan kelas 53 Hasil tentang aktivitas belajar siswa pada pembelajaran pada Siklus-II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.5. Analisa Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Pada Siklus II No Kategori Rentang nilai Frekuensi Persentase 1 Sangat baik 85 – 100 - - 2 Baik 75 – 84 8 27% 3 Cukup 60 – 74 13 43% 4 Kurang 50 – 59 8 27% 5 Sangat kurang 0 – 49 1 3% 30 100% Jumlah Sumber : Hasil penelitian Siklus II Berdasarkan tabel 5.5. di atas menunjukkan bahwa dari 30 jumlah siswa belum ada yang memperoleh kategori sangat baik, hasil ini sama dengan hasil Siklus I dimana tidak ada juga siswa yang memperoleh kategori sangat baik, namun ada 8 siswa yang memiliki kemampuan berbicara dalam berbahasa Inggris dalam kategori baik, jumlah ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan hasil siklus I dimana hanya 5 siswa yang masuk dalam kategori baik. Sedangkan yang berada pada kategori cukup juga mengalami kenaikan menjadi 13 siswa, dimana pada hasil Siklus I sebelumnya ada 9 siswa yang berada pada kategori cukup. Sedangkan pada kategori kurang mengalami penurunan menjadi 8 siswa, dimana pada hasil Siklus I sebelumnya, siswa yang berada pada kategori kurang sebanyak 14 siswa. dan siswa yang berada pada kategori sangat kurang juga mengalami penurunan menjadi 1 siswa, dimana pada hasil Siklus I sebelumnya terdapat 2 siswa yang berada pada kategori tersebut. Secara rinci hasil nilai keterampilan berbicara siswa dapat dilihat pada tabel 5.6: 54 Tabel 5.6 Data Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus II No Tes Siklus II KKM = 70 Urut Responden Skor Nilai Tuntas 1 1.1 27 84 √ 2 1.2 25 78 √ 3 1.3 19 59 4 1.4 23 72 √ 5 1.5 25 78 √ 6 1.6 19 59 7 1.7 23 72 √ 8 1.8 25 78 √ 9 1.9 23 72 √ 10 1.10 23 72 √ 11 1.11 23 72 √ 12 1.12 23 72 √ 13 1.13 23 72 √ 14 1.14 23 72 √ 15 1.15 19 59 16 1.16 27 84 17 1.17 19 59 18 1.18 23 72 19 1.19 19 59 20 1.20 24 75 21 1.21 19 59 22 1.22 25 78 23 1.23 19 59 24 1.24 24 75 √ 25 1.25 23 72 √ 26 1.26 23 72 √ 27 1.27 19 59 Tidak Tuntas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 55 √ 28 1.28 15 47 29 1.29 23 72 √ 30 1.30 23 72 √ Jumlah 2085 21 9 Rata-Rata 70 70% 30% Persentase Sumber : Hasil penelitian Siklus II Berdasarkan tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa rata-rata nilai kemampuan berbicara siswa mengalami kenaikan menjadi 70, dan dari 30 jumlah siswa, sebanyak 21 siswa (70%) mengalami ketuntasan, sedangkan sebanyak 9 siswa (30%) belum tuntas dari nilai ketuntasan minimal 70. 3) Penutup Guru mengevaluasi, menilai, dan memberikan apresiasi bagi siswa yang dinilai paling baik dari segi cerita dan cara penyampaian cerita mereka di depan kelas. 4) Observasi Berkaitan dengan hasil pada siklus II pada pertemuan kedua ini, diperoleh beberapa hal yang cukup penting seperti berikut, yaitu: 1) Kemampuan berbicara siswa dalam berbahasa Inggris sudah menunjukkan peningkatan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kelancaran siswa berbicara. 2) Hampir seluruh siswa tampak antusias dan bahkan sangat antusias dalam KBM menggunakan storytelling. 3) Semua siswa sudah mulai aktif dalam pembelajaran menggunakan storytelling. 4) Sebagian siswa sudah mulai berani mengekspresikan cerita dengan gestur tubuh yang baik, walaupun terkadang masih terlihat kaku dan canggung. 5) Sebagian besar siswa sudah mulai lancar dan banyak yang berbicara dengan artikulasi yang jelas. 56 6) Beberapa siswa sudah bisa memainkan intonasi suaranya dengan baik, sehingga semakin menarik siswa lain untuk mendengar dan memperhatikan. 7) Perbendaharaan kosa kata dan grammar siswa sudah menunjukkan adanya peningkatan. 5) Refleksi Hasil-hasil observasi dan hasil belajar siswa merupakan acuan dan bahan refleksi. Peneliti bersama Guru melakukan analisis, interpretasi dan evaluasi hasil observasi yang terkumpul. Interpretasi hasil observasi ini menjadi dasar untuk melakukan pertimbangan akhir sehingga dapat digunakan sebagai bahan penilaian yang menunjukkan beberapa karakter yang menjadi indikator lancar berbahasa Inggris. 5.5 Pembahasan Peningkatan kemampuan berbicara dalam pembelajaran bahasa Inggris dengan metode storytelling pada siswa kelas-X SMA Swasta Harapan-I Medan diperoleh perbandingan perolehan ketuntasan kemampuan siswa pada pratindakan, siklus-I dan siklus-II yang dapat dilihat dalam table 5.7. Tabel 5.7 Persentase Hasil Ketuntasa Siswa pada Pra- Tindakan, Siklus I, dan Siklus II No Penelitian 1 Pra Tindakan 2 Siklus I 3 Siklus II Kategori Jumlah Siswa Persentase Tuntas 8 27% Tidak Tuntas 22 73% Tuntas 14 47% Tidak Tuntas 16 53% Tuntas 21 70% Tidak Tuntas 9 30% Sumber : Hasil penelitian 2018 57 Berdasarkan data dari tabel 5.6 tersebut, dapat diketahui bahwa persentase hasil ketuntasan nilai siswa antara pra-tindakan, siklus I, dan siklus II mengalami peningkatan. Pada kondisi awal yaitu pada pra-tindakan, persentase ketuntasan nilai siswa hanya 27%, pada siklus-I persentase ketuntasan nilai siswa mengalami peningkatan menjadi 47%, kemudian pada siklus II mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 70%. Jika diambil perbandingannya antara kemampuan berbicara siswa pada saat kondisi awal dan setelah diterapkannya metode storytelling, maka terdapat peningkatan sebesar 43% kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa dengan menggunakan metode storytelling. Dengan demikian penelitian ini dinyatakan berhasil dan dapat dikatakan bahwa penggunaan metode storytelling dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Grafik 5.1 Persentase Hasil Ketuntasan Kondisi Awal, Siswa Siklus I dan Siklus II 22 25 21 20 16 14 15 10 9 8 5 0 Tuntas Tidak Tuntas Kondisi Awal Tuntas Tidak Tuntas Siklus I Tuntas Tidak Tuntas Siklus II Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan storytelling dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat mengasah kemampuan berbicara siswa. Hal ini memberikan hasil yang lebih baik bagi performance bahasa Inggris siswa dari waktu ke waktu. Siswa mendapatkan motivasi selama dan setelah mendengarkan cerita. Kondisi seperti ini sangat membantu mereka untuk banyak berlatih berbicara menggunakan bahasa Inggris. Berdasarkan temuan selama penelitian dapat disimpulkan perencanaan yang efektif adalah Guru menyiapkan variasi teknik berdiskusi dan bercerita di dalam kelompok yang dapat membuat semua siswa aktif dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berlatih berbicara. 58 Secara umum, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Storytelling dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil pembelajaran dan nilai ketuntasan minimal dalam berbicara bahasa Inggris dapat tercapai Hal ini dikarenakan metode ini dapat menawarkan banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris di kelas. Namun demikian, ada beberapa kendala yang masih dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode ini, diantaranya: tidak memadainya waktu untuk pelajaran bahasa Inggris, kelas yang besar, dan target pencapaian materi yang ditentukan oleh kurikulum dan silabus membuat guru kurang leluasa dalam menerapkan metode ini. Oleh karena itu penambahan jam pelajaran, meningkatkan sarana dan prasarana, dan partisipasi aktif dari siswa diharapkan dapat memaksimalkan penerapan metode storytelling tersebut. 59 BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA 6.1 Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan ini diperlukan sebagai bukti bahwa penelitian telah selesai dilaksanakan. Laporan ini juga akan memuat hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian dan penyelesaian program secara keseluruhan. 6.2 Publikasi Paper Setelah penelitian selesai maka rencana berikutnya publikasi paper akan diterbitkan di Jurnal Nasional ber-ISSN dan Jurnal Terakreditasi Nasional. Jurnal ini diharapkan sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain. 60 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: 1. Dari hasil tindakan sebanyak 2 (dua) siklus di kelas X SMA Harapan 1 Medan Tahun Pelajaran 2017/2018, disimpulkan bahwa penggunaan metode storytelling dapat meningkatkan hasil belajar berbicara Bahasa Inggris siswa kelas X. 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hasil ketuntasan nilai siswa antara kondisi awal dan siklus I serta siklus II mengalami peningkatan. Pada kondisi awal persentase ketuntasan nilai siswa hanya 27%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I persentase ketuntasan nilai siswa mengalami peningkatan menjadi 47%, kemudian mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada siklus II menjadi 70%. Jika diambil perbandingannya antara kemampuan berbicara siswa pada saat kondisi awal dan setelah diterapkannya metode storytelling, maka terdapat peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa sebesar 43%. 3. Storytelling dengan variasi teknik bercerita dan berdiskusi dalam kelompok kecil dapat meningkatkan respond dan antusiasme siswa sehingga membuat siswa menjadi lebih aktif karena siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berlatih berbicara. 4. Beberapa kendala yang masih dihadapi oleh guru dalam menerapkan metode ini, diantaranya: tidak memadainya waktu untuk pelajaran bahasa Inggris, kelas yang besar, dan target pencapaian materi yang ditentukan oleh kurikulum dan silabus membuat guru kurang leluasa dalam menerapkan metode ini. 61 7.2 Saran Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut : 1. Bagi guru diharapkan dapat menerapkan metode Stoytelling pada aspek berbicara, khususnya pada materi folklore / teks narasi. Karena metode ini dapat menjadikan Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan bagi siswa. 2. Bagi guru yang mengajarkan bahasa Inggris agar tidak mengajarkan kebahasaan saja, tetapi lebih banyak memberi kesempatan pada siswa untuk praktek dan berlatih berbicara. 3. Diharapkan para guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran terutama aspek berbicara. 4. Diharapkan pihak sekolah secara konkrit dapat meningkatkan kualitas proses belajar bagi siswa-siswanya melalui penelitian. Karena dengan penelitian, segala permasalahan pembelajaran dapat dikaji, diteliti, dan dituntaskan sehingga kualitas sekolah menjadi semakin baik. 62 DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti M.K. dan Maidar G. Arsjad. (1993). Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan. Akhadiah, Sabarti MK, dan Maidar G Arsjad. (1993). Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: Mizan. Bachir, Bachtiar S. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud. Ellis, Arthur. (et. al). 1989. Elementary Language Arts Instruction. New Jersey: Prentice Hall. Gianchandani, Nitesh. 2014. Kemampuan Orang Indonesia Berbicara di Depan Umum Masih Rendah. Diakses dari http://beritasatu.com/nasional/334404-kemampuan-orang-indonesiaberbicara-di-depan-umum-masih-rendah.html. 1 April 2018, 10:38 WIB, diupload oleh:Paulus Nitbani, senin 21 desember 2015 ,20:34 WIB Gleason, J.B., et al. 1998. Psycholinguistics. 2nd Ed. New York: Harcourt Brace College Publishers Hasan2u.blogspot.co.id/2011/01/faktor-penentu-keberhasilan-berbicara.html?m=1 jan 29, 2011. Henny, S. 2007. Cara Bercerita yang Efektif dan Menarik. Bandung: Disdik Provinsi Jawa Barat. Hidayani, Fika. 2013. Mengenal Sastra Indonesia. Bandung: Talenta Pustaka Indonesia. Hurlock, E.B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga Irawati, I. (2014). Improving Student’s Speaking Ability throygh Communicative Language Games. Magistra, No. 87 Th. XXV, 25-36. Kosasih, E. (2009). Mantap Bersastra Indonesia. Bandung: C.V. Yrama Widya Kusmiadi, A. dkk. (2008). Strategi Pembelajaran PAUD Melalui Metode 63 Majid, A. & Azis, A. 2001. Al-Qissah fi Al-Tarbiyah (Mendidik dengan Cerita). (alih Bahasa: Neneng Yanti KH& Iip Dzulkifli Yahya). Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Majid, A.A.A. 2013. Mendidik dengan cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mal, Kak. 2012. The Miracle of Storytelling: Mencerdaskan Anak dengan Dongeng dan Cerita. Jakarta: Zikrul Menyuk, Paula. 1971. The Acquisition and Development of Language. London: Prentice-Hall Musfiroh, T. 2005. Cerita dan perkembangan anak. Yogyakarta: Navila. Nurbiana, Dhieni, dkk. 2008. Metode pengembangan bahasa. Jakarta : Pusat. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Pellowski, A. (1991). The World of Storytelling. Revised Ed. Laramie: Wilson Rahayu, Aprianti Yofita. 2013. Menumbuhkan kepercayaan Diri Melalui Kegiatan Bercerita. Jakarta: PT INDEKS Samantaray. 2014. Use of Story Telling Method to Develop Spoken English Skill. International Journal of Language & Linguistics. Volume I, No.1 Juni 2014 hal. 40) Semi, Atar. 1990. Racangan pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. Setiawan, D. 2013. Storytelling. Diakses dari http://dimassetiawan.blogspot.co.id/2013/06/story-telling.html?m=1 pada tanggal 19 Maret 2018 jam 16.35 WIB Setiawati, Neng. 2016. Storytelling: Pengertian, Tujuan, Dan Generic Structure dalam bahasa Inggris beserta contohnya. Diakses dari http://ilmubahasainggris.com/story-telling-pengertian-tujuan-dangeneric-structure-dalam-bahasa-inggris-beserta-contohnya/ Tarigan, Henry Guntur. (1990). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Tarigan, Djago. 1997. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Depdikbud. 64 Tarigan H.G. (2008) Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. __________. 2018. Olimpiade Literasi Siswa Nasional: Petunjuk Pelaksanaan Olimpiade Literasi Siswa Nasional (OLSN). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidkan Dasar dan Menengah. (pasal 37, UU RI. no 20 thn 2003 tentang sistem pendidikan nasional) Widiyanto, Gunawan. 2018. Mengajarkan keterampilan berbicara bahasa inggris: konsep, strategi, dan jenis kegiatannya. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/36093837/keterampilan-berbicara-bahasainggris Zuhriyah, Mukminatus. 2017. Storytelling to Improve student’s Speaking Skill. English Education: Jurnal Tadris Bahasa Inggris, Vol 10 (1), 119-134. 65 Lampiran 1 SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN SIKLUS I PERTEMUAN I Kompetensi Dasar Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya Indikator Materi 1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam cerita rakyat 2 Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide 3 Mampu menggunakan simple past tense dalam cerita dengan benar. 4 Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. 1 Teks narasi: Orientation Complication Resolution 2 Vocabulary (kata- kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat. 3 Grammar: simple past tense. 4 Pronunciation Aktivitas Tindakan Guru Pendahuluan - Memprsiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Membuka pelajaran dengan memberi salam, memimpin doa, dan mengecek kehadiran siswa. - Memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Siswa - Membantu untuk mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Menjawab salam, berdoa, memberitahukan teman yang tidak hadir. - Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan menanyakan hal-hal Output - Siswa termotivasi dan memahami acuan proses pembelajaran. - Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. Kegiatan Inti - Menjelaskan tujuan Pembelajaran - Mendengarkan tujuan pembelajaran yang di- Siswa memahami tujuan dari pem66 Sumber belajar - Menjelaskan tahapan- sampaikan oleh guru. tahapan kegiatan pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. Menyampaikan cara berbicara yang baik dan efektif. Menjelaskan singkat mengenai teks narasi dan struktur umumnya. Menjelaskan singkat mengenai simple past tense dan conjuction. Menyimak penjelasan guru dan mencatat halhal yang dianggap - Membagi siswa dalam kelompok. Siswa mengambil tempat dan duduk - Memberikan tema cerita berjudul Legenda Danau Toba kepada siswa. - Memberikan ide-ide - - - - penting. belajaran berbicara. 2 Siswa lebih bergairah mengikuti pembelajaran bercara. dalam kelompok. - Siswa membuat cerita 67 pokok yang akan dikembangkan menjadi sebuah cerita. sesuai tema dan berdasar pada ide-ide pokok yang diberikan. Evaluasi - Meminta siswa untuk - menceritakan cerita Yang kelompoknya Telah buat di depan Kelas. Masing-masing kelompok menunjuk salah satu siswa untuk menceritakan cerita versi kelompok mereka di depan kelas. Siswa memiliki kemampuan berbicara di depan kelas. Penutup - Memberikan pertanyaan seputar tokoh, karakter, setting, dan moral lesson dalama cerita kepada tiap kelompok secara acak - Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. - Menutup pelajaran sambil memberikan Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaanpertanyaan guru dengan baik dan benar. 68 pujian terhadap kelompok maupun individu. Penilaian - Memberikan penilaian - dan mengobservasi hasil pembelajaran. Mengetahui tingkat kmampuan berbicara siswa mulai mengalami Sedikit peningkatan Refleksi - Melakukan refleksi terhadap hasil tindakan. - Kemampuan berbicara siswa mulai meningkat. 69 SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN SIKLUS I PERTEMUAN II Kompetensi Dasar Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya Indikator Materi 1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam cerita rakyat 2 Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide 3 Mampu menggunakan direct/indirect speech dalam cerita dengan benar. 4 Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. 1 Teks narasi: Orientation Complication Resolution 2 Vocabulary (kata- kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat. 3 Grammar: Direct/ Indirect speech. 4 Pronunciation Aktivitas Tindakan Guru Pendahuluan - Mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Membuka pelajaran dengan memberi salam, memimpin doa, dan mengecek kehadiran siswa. - Memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan Inti - Menyampaikan tujuan Pembelajaran - Mengingatkan tahapan- Siswa Output - Membantu untuk mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Menjawab salam, berdoa, memberitahukan teman yang tidak hadir. - Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan menanyakan hal-hal - Siswa termotivasi dan memahami acuan proses pembelajaran. - Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Mendengarkan tujuan pembelajaran yang di- - Siswa memahami tujuan dari pembelajaran berbicara. sampaikan oleh guru. 70 Sumber belajar tahapan kegiatan pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Menyimak penjelasan guru dan mencatat halhal yang dianggap - Menjelaskan singkat Direct/Indirect speech. - Meminta siswa untuk duduk dalam kelompok. - Memberikan tema cerita berjudul “Tangkuban Perahu” kepada siswa. - Memberikan ide-ide pokok yang akan dikembangkan menjadi Sebuah cerita. - Siswa membuat cerita sesuai tema dan berdasar pada ide-ide pokok yang diberikan. Evaluasi - Meminta siswa untuk - - Siswa lebih bergairah mengikuti Pembelajaran penting. menceritakan cerita Yang kelompoknya Telah buat di depan Kelas. Masing-masing kelompok menunjuk salah satu siswa untuk Menceritakan cerita Versi kelompok mereka di depan kelas. Siswa memiliki kemampuan berbicara di depan kelas. 71 Penutup - Memberikan pertanyaan seputar tokoh, karakter, setting, dan moral lesson dalam cerita kepada tiap kelompok secara acak - Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. - Menutup pelajaran sambil memberikan pujian terhadap kelompok maupun individu. Penilaian - Memberikan penilaian dan mengobservasi hasil pembelajaran. Refleksi - Melakukan refleksi Terhadap hasil tindakan. - Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaanpertanyaan guru dengan baik dan benar. - Mengetahui tingkat kemampuan telah meningkat melalui melalui story telling Kemampuan berBicara siswa telah meningkat. - . 72 SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN SIKLUS II PERTEMUAN I Kompetensi Dasar Indikator Materi Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya 1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam cerita rakyat 2 Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide 3 Mampu menggunakan past continuous tense dalam cerita dengan benar. 4 Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat. 1 Teks narasi: Orientation Complication Resolution 2 Vocabulary (kata- kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat. 3 Grammar: Past Continuous tense. 4 Pronunciation Aktivitas Tindakan Guru Pendahuluan - Mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Membuka pelajaran dengan memberi salam, memimpin doa, dan mengecek kehadiran siswa. - Memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan Inti - Menyampaikan tujuan Pembelajaran - Menjelaskan tahapan- Siswa Output - Membantu untuk mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Menjawab salam, berdoa, memberitahukan teman yang tidak hadir. - Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan menanyakan hal-hal yang kurang atau Belum dipahami. - Siswa termotivasi dan memahami acuan proses pembelajaran. - Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Mendengarkan tujuan pembelajaran yang di- - Siswa memahami tujuan dari pembelajaran berbicara. sampaikan oleh guru. 73 Sumber Belajar tahapan kegiatan pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Menyimak penjelasan guru dan mencatat halhal yang dianggap - Menjelaskan singkat Past Continuous Tense. - Meminta siswa untuk duduk dalam kelompok. - Memberikan tema cerita berjudul “Malin Kundang” - Menunjukkan gambar berseri cerita Malin Kundang untuk dibuat menjadi sebuah cerita. - Menceritakan cerita Kelompok mereka di Siswa sangat bergairah mengikuti pembelajaran penting. - Siswa membuat cerita sesuai tema dan gambar. Meminta siswa untuk praktek bercerita di dalam kelompoknya masing- masing secara bergantian. - Meminta siswa untuk - - Setiap anggota kelompok bergantian bercerita di dalam kelompoknya masingmasing dengan batasan waktu yang ditentukan. Masing-masing kelompok menunjuk salah satu siswa untuk Menceritakan cerita versi kelompok Siswa memiliki kemampuan berbicara di depan kelas. 74 depan kelas. Penutup - Memberikan pertanyaan seputar tokoh, karakter, setting, dan moral lesson dalam cerita kepada tiap kelompok secara acak - Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. - Menutup pelajaran sambil memberikan pujian terhadap kelompok maupun individu. Penilaian - Memberikan penilaian dan mengobservasi hasil pembelajaran. Refleksi - Melakukan refleksi Terhadap Hasil tindakan. Mereka di depan kelas. - Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaanpertanyaan guru dengan baik dan benar. - Mengetahui tingkat kemampuan telah meningkat melalui melalui story telling Kemampuan berBicara siswa telah meningkat. - . 75 SKENARIO PELAKSANAAN TINDAKAN SIKLUS II PERTEMUAN II Kompetensi Dasar Indikator Materi Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya 1 Mampu mengidentifikasi karakterkarakter dalam cerita rakyat 2 Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide 3 Mampu menggunakan past continuous tense dalam cerita dengan benar. 4 Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat. 1 Teks narasi: Orientation Complication Resolution 2 Vocabulary (kata- kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat. 3 Grammar: Adverb of time. 4 Pronunciation Aktivitas Tindakan Guru Pendahuluan - Mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Membuka pelajaran dengan memberi salam, memimpin doa, dan mengecek kehadiran siswa. - Memberi apersepsi dengan memberikan pertanyaan mengenai materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan Inti - Menyampaikan tujuan Pembelajaran - Menjelaskan tahapan- Siswa Output - Membantu untuk mempersiapkan kelas untuk kegiatan pembelajaran. - Menjawab salam, berdoa, memberitahukan teman yang tidak hadir. - Menjawab pertanyaanpertanyaan guru dan menanyakan hal-hal yang kurang atau Belum dipahami. - Siswa termotivasi dan memahami acuan proses pembelajaran. - Siswa mampu memahami langkahlangkah dalam pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Mendengarkan tujuan pembelajaran yang di- - Siswa memahami tujuan dari pembelajaran berbicara. sampaikan oleh guru. 76 Sumber Belajar tahapan kegiatan pembelajaran storytelling dan prosedur penilaian. - Menyimak penjelasan guru dan mencatat halhal yang dianggap - Menjelaskan singkat Adverb of time. - Meminta siswa untuk duduk dalam kelompok. - Memberikan tema cerita berjudul “Roro Jonggrang”. - Menunjukkan gambar berseri cerita Roro Jonggrang untuk dibuat menjadi sebuah cerita. - Menceritakan cerita Kelompok mereka di Siswa sangat bergairah mengikuti pembelajaran penting. - Siswa membuat cerita sesuai tema dan gambar. Meminta siswa untuk praktek bercerita di dalam kelompoknya masing- masing secara bergantian. - Meminta siswa untuk - - Setiap anggota kelompok bergantian bercerita di dalam kelompoknya masingmasing dengan batasan waktu yang ditentukan. Masing-masing kelompok menunjuk salah satu siswa untuk menceritakan cerita versi kelompok Siswa memiliki kemampuan berbicara di depan kelas. 77 depan kelas. Penutup - Memberikan pertanyaan seputar tokoh, karakter, setting, dan moral lesson dalam cerita kepada tiap kelompok secara acak - Bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. - Menutup pelajaran sambil memberikan pujian terhadap kelompok maupun individu. Penilaian - Memberikan penilaian dan mengobservasi hasil pembelajaran. Refleksi - Melakukan refleksi - Terhadap hasil tindakan. mereka di depan kelas. - Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaanpertanyaan guru dengan baik dan benar. - Mengetahui tingkat kemampuan telah meningkat melalui melalui story telling Kemampuan ber- Bicara siswa telah meningkat. 78 Lampiran 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I Pertemuan I) Sekolah : SMA Harapan – I Medan Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Kelas/Semester : X-MIA 6 / 2 Materi Pokok : Folklores Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. Kompetensi Inti (KI) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam semangat belajar 2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional 3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya 79 Indikator: 1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Mampu membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide pokok utama yang diberikan. 3. Mampu menggunakan simple past tense dalam cerita dengan benar. 4. Mampu menggunakan conjunction dalam cerita dengan benar. 5. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat dengan mengembangkan ide-ide pokok utama yang diberikan. 3. Siswa dapat menggunakan simple past tense dalam cerita dengan benar. 4. Siswa dapat menggunakan conjunction dalam cerita dengan benar. 5. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. D. Materi Pembelajaran Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana. Fungsi sosial Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan menghargai nilai - nilai budaya. Struktur Teks Teks Narasi: 1. Orientation 2. Complication 3. Resolution Unsur a. Vocabulary Kebahasaan Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat b. Grammar 1. Simple Past Tense 2. Conjunction c. Pronunciation. Ide –ide Pokok -. A fisherman living in Batak land. - One day, he caught an unusual fish. - The fish begged him to free it back. - The fish turned into a beautiful girl. - They got married. - The fisherman grew furious at his son. - His wife was annoyed and could not forgive her husband. - The earth began to shake and a volcano began to erupt. - The lake becomes, in time, a famous place of interest. 80 E. Metode Pembelajaran  Pendekatan : scientifik  Strategi : Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran 1. Media  Power point presentation  Gambar 2. Alat/Bahan  Laptop  LCD 3. Sumber Belajar  Buku Teks Siswa  Buku cerita kumpulan cerita rakyat G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun psikologis. b. Guru menanyakan pengalaman siswa dalam berbahasa Inggris (social chat); c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai; d. Guru mengulas singkat mengenai Storytelling e. Guru mengulas singkat mengenai Narrative Text f. Guru mengulas singkat mengenai simple past tense. g. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa untuk menyelesaikan latihan-latihan dan tugas dalam pembelajaran h. Guru membentuk kelompok dan meminta siswa untuk duduk dalam kelompoknya. i. Guru memberikan tema cerita kepada siswa. j. Guru memberikan garis- garis besar atau ide – ide pokok yang akan dikembangkan menjadi sebuah cerita. 2. Kegiatan Inti Mengeksplorasi a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan cerita rakyat dengan tema Legenda Danau Toba berdasarkan ide-ide pokok utama yang diberi dengan memperhatikan generic structure teks narasi dan penggunaan simple past tense dan conjunction dengan benar. 81 Mengkomunikasikan a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di depan kelas. b. Siswa melakukan “class exhibition” untuk produk cerita rakyat Legenda Danau Toba versi kelompoknya. c. Siswa melakukan Tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita. d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi kelompok lain. 3. Kegiatan Penutup a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran. b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya H. Penilaian 1. Jenis/Teknik Penilaian a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran) b. Pengetahuan : tes tertulis c. Keterampilan : perfomance 2. Bentuk instrumen Instrumen penilaian sikap Sikap Keteranga No Nama Tanggung Pedul Kerjasa Cinta n jawab i ma damai 1. 2. 3. … 30. Keterangan: Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5 1 = sangat kurang; 2 = kurang konsisten; 3 = mulai konsisten; 4 = konsisten; 5 = selalu konsisten 82 Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan No 1 2 Aspek yang dinilai Tingkatan Skala Faktor Kebahasaan: 5. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas sekali) 6. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat – tepat sekali) 7. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 8. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal). Faktor Non-Kebahasaan 5. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat sepenuhnya). 6. Hubungan antar informasi (sangat sedikit – berhubungan dengan sepenuhnya). 7. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 8. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (kaku-wajar) Jumlah skor 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 32 Medan, 17 April 2018 Peneliti 83 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus I Pertemuan II) Sekolah : SMA Harapan – I Medan Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Kelas/Semester : X-MIA 6 / 2 Materi Pokok : Folklores Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. Kompetensi Inti (KI) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong-royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. Kompetensi Dasar 1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam semangat belajar 2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional 3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya 84 Indikator: 1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Mampu membuat teks cerita rakyat. 3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. 4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita rakyat C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat. 3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibaca atau dibuat. 4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita rakyat D. Materi Pembelajaran Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana. Fungsi sosial Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan menghargai nilai - nilai budaya. Struktur Teks Teks Narasi: 1. Orientation 2. Complication 3. Resolution Unsur a. Vocabulary Kebahasaan Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat b. Grammar Direct / Indirect Speech Ide –ide pokok - Dayang sumbi met with her future husband and got married with him and - Sangkuriang was born. - Sangkuriang hunted and without realizing it he killed a wild boar which was his father's incarnation. - Sangkuriang was expelled by Dayang Sumbi. - Sangkuriang grew up and became a tough soldier. - Sangkuriang met a beautiful woman-Dayang Sumbiand fell in love with her. - Dayang Sumbi rejected Sangkuriang's love because he is her son. - Dayang Sumbi submitted a condition to Sangkuriang to make her a boat in one night and he agreed it. 85 - Dayang Sumbi tried to thwart Sangkuriang's effort. Sangkuriang was angry and kicked the boat he had made. The boat bounced and fell down and turned into a mountain. E. Metode Pembelajaran  Pendekatan : scientifik  Strategi : Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran 1. Media  Power point presentation  Gambar 2. Alat/Bahan  Laptop  LCD 3. Sumber Belajar  Buku Teks Siswa  Buku cerita kumpulan cerita rakyat G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun psikologis. b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya “Legenda Danau Toba”. c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai; d. Guru mejelaskan tentang Direct/Indirect Speech. e. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Tangkuban Perahu” f. Guru memberikan ide-ide pokok yang akan siswa kembangkan menjadi sebuah cerita: g. Guru mengingatkan siswa untuk menggunakan pengucapan, artikulasi, dan intonasi yang jelas dan benar dan memperhatikan sikap, gaya pengucapan, mimik, dan gerak tubuh yang baik dan sesuai. 86 2. Kegiatan Inti Mengeksplorasi a. Secara kelompok, siswa membuat cerita rakyat dengan tema “Tangkuban Perahu”. Mengkomunikasikan a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di depan kelas. b. Siswa melakukan “class exhibition” untuk cerita rakyat “Tangkuban Perahu” versi kelompoknya. c. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita. d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi kelompok lain. 3. Kegiatan Penutup a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran. b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya H. Penilaian 1. Jenis/Teknik Penilaian a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran) b. Pengetahuan : tes tertulis c. Keterampilan : perfomance 2. Bentuk instrumen Instrumen penilaian sikap Sikap Keteranga No Nama Tanggung Pedul Kerjasa Cinta n jawab i ma damai 1. 2. 3. … 30. Keterangan: Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5 1 = sangat kurang; 2 = kurang konsisten; 3 = mulai konsisten; 4 = konsisten; 5 = selalu konsisten 87 Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan No 1 2 Aspek yang dinilai Tingkatan Skala Faktor Kebahasaan: 1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas sekali) 2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat – tepat sekali) 3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal). Faktor Non-Kebahasaan 1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat sepenuhnya). 2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit – berhubungan dengan sepenuhnya). 3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (kaku-wajar) Jumlah Skor 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 12 3 4 12 3 4 1 2 3 4 32 Medan, 19 April 2018 Peneliti 88 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus II Pertemuan I) Sekolah : SMA Harapan – I Medan Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Kelas/Semester : X-MIA 6 / 2 Materi Pokok : Folklores Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. Kompetensi Inti (KI) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. Kompetensi Dasar 1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam semangat belajar 2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional 4.8 Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat 89 Indikator: 1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Mampu membuat teks cerita rakyat singkat menggunakan past continuous tense. 3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang benar. 4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan cerita rakyat. C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat singkat dengan lafal yang benar. 3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang benar.. 4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita rakyat D. Materi Pembelajaran Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana. Fungsi sosial Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan menghargai nilai - nilai budaya. Struktur Teks Teks Narasi: 1. Orientation 2. Complication 3. Resolution Unsur a. Vocabulary Kebahasaan Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat b. Grammar Past Continuous Tense E. Metode Pembelajaran  Pendekatan : scientifik  Strategi : Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran a. Media  Power point presentation  Gambar b. Alat/Bahan  Laptop  LCD 90 c. Sumber Belajar  Buku Teks Siswa Penerbit Yudisthira.  Buku cerita kumpulan cerita rakyat G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun psikologis. b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya “Tangkuban Perahu”. c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai; d. Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya.. e. Guru mejelaskan tentang Past Continuous Tense. f. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Malin Kundang” g. Guru mengingatkan siswa untuk memperhatikan dan menggunakan unsur-unsur kebahasaan dan non kebahasaan dalam bercerita. 2. Kegiatan Inti Mengeksplorasi a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan teks narasi cerita rakyat dengan tema “Malin Kundang” berdasarkan gambar. Mengkomunikasikan a. Siswa mempraktekkan bercerita di dalam kelompoknya masing – masing secara bergantian. b. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita. c. Siswa melakukan “class exhibition” untuk cerita rakyat “Malin Kundang” versi kelompoknya di depan kelas. d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk cerita rakyat versi kelompok lain. 3. Kegiatan Penutup a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran. b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya H. Penilaian 1. Jenis/Teknik Penilaian a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran) b. Pengetahuan : tes tertulis 91 c. Keterampilan : perfomance 2. Bentuk instrumen Instrumen penilaian sikap No Nama Tanggung jawab Sikap Pedul Kerjasa i ma Cinta damai Keteranga n 1. 2. 3. … 30. Keterangan: Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5 1 = sangat kurang; 2 = kurang konsisten; 3 = mulai konsisten; 4 = konsisten; 5 = selalu konsisten Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan No Aspek yang dinilai 1 2 Faktor Kebahasaan: 1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas sekali) 2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat – tepat sekali) 3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal). Faktor Non-Kebahasaan 1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat sepenuhnya). 2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit – berhubungan dengan sepenuhnya). 3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (kaku-wajar) Jumlah Skor Tingkatan Skala 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 32 92 93 94 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Siklus II Pertemuan II) Sekolah : SMA Harapan – I Medan Mata Pelajaran : Bahasa Inggris Kelas/Semester : X-MIA 6 / 2 Materi Pokok : Folklores Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. Kompetensi Inti (KI) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotongroyong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsive, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. Kompetensi Dasar 1.1. Mensyukuri kesempatan dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar komunikasi internasional yang diwujudkan dalam semangat belajar 2.3. Menunjukkkan perilaku tanggung jawab, peduli, kerjasama, dan cinta damai, dalam melaksanakan Komunikasi fungsional 3.8 Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks naratif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait legenda rakyat, sederhana, sesuai dengan konteks penggunaannya 4.8 Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks naratif, lisan dan tulis sederhana terkait legenda rakyat 95 3. Indikator: 1. Mampu mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Mampu membuat teks cerita rakyat. 3. Mampu menceritakan cerita rakyat yang dibuat dengan lafal yang benar. 4. Mampu mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita rakyat C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mengidentifikasi karakter-karakter dalam cerita rakyat. 2. Siswa dapat membuat teks cerita rakyat. 3. Siswa dapat menceritakan cerita rakyat dibuat dengan lafal yang benar. 4. Siswa dapat mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan dalam cerita rakyat.karakter yang ada dalam suatu cerita rakyat D. Materi Pembelajaran Teks lisan dan tertulis berbentuk cerita rakyat sederhana. Fungsi sosial Meneladani nilai-nilai moral, cinta tanah air, dan menghargai nilai - nilai budaya. Struktur Teks Teks Narasi: 1. Orientation 2. Complication 3. Resolution Unsur a. Vocabulary Kebahasaan Kata-kata terkait karakter, watak, dan setting dalam cerita rakyat b. Grammar Adverb of Time E. Metode Pembelajaran  Pendekatan : scientifik  Strategi : Menyimak, diskusi kelompok, Storytelling F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran 1. Media  Power point presentation  Gambar 2. Alat/Bahan  Laptop 96  LCD 3. Sumber Belajar  Buku Teks Siswa  Buku cerita kumpulan cerita rakyat G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru mengecek kesiapan siswa belajar baik secara fisik maupun psikologis. b. Guru mengapersepsi siswa dengan memberikan pertanyaan seputar tema yang lalu seperti karakter, setting, konflik, dan nilai moral yang terkandung dalam cerita rakyat pertemuan sebelumnya “Tangkuban Perahu”. c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai; d. Guru meminta siswa duduk dalam kelompoknya.. e. Guru mejelaskan tentang Adverb of Time f. Guru memberikan tema cerita baru yaitu “Malin Kundang” g. Guru mengingatkan siswa untuk memperhatikan dan menggunakan unsur-unsur kebahasaan dan non kebahasaan dalam bercerita. 2. Kegiatan Inti Mengeksplorasi a. Secara kelompok, siswa membuat dan mengembangkan teks narasi cerita rakyat dengan tema “Malin Kundang”. Mengkomunikasikan a. Siswa menceritakan cerita yang telah dibuat di dalam kelompoknya. b. Siswa melakukan “class exhibition” atau menceritakan cerita rakyat “Malin Kundang” versi kelompoknya di depan kelas. c. Siswa melakukan tanya jawab untuk memperoleh informasi fungsi sosial, struktur, dan unsur kebahasaan dalam cerita. d. Siswa memberikan “peer assessment” untuk penampilan kelompok lain. 3. Kegiatan Penutup a. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran. b. Guru memberikan umpan balik pembelajaran c. Guru memberikan penilaian kegiatan siswa d. Guru menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya H. Penilaian 1. Jenis/Teknik Penilaian a. Sikap (melalui rubrik pengamatan sikap selama pembelajaran) 97 b. Pengetahuan : tes tertulis c. Keterampilan : perfomance 2. Bentuk instrumen Instrumen penilaian sikap No Nama Tanggung jawab Sikap Pedul Kerjasa i ma Cinta damai Keteranga n 1. 2. 3. … 30. Keterangan: Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1 s.d 5 1 = sangat kurang; 2 = kurang konsisten; 3 = mulai konsisten; 4 = konsisten; 5 = selalu konsisten Rubrik Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan No Aspek yang dinilai 1 2 Faktor Kebahasaan: 1. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas sekali) 2. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat – tepat sekali) 3. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 4. Kewajaran urutan wacana (tidak normalnormal). Faktor Non-Kebahasaan 1. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat sepenuhnya). 2. Hubungan antar informasi (sangat sedikit – berhubungan dengan sepenuhnya). 3. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 4. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (kaku-wajar) Jumlah skor Tingkatan Skala 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 32 98 99 100 Lampiran 3 Pedoman wawancara Guru : 1. Bagaimana antusias para siswa ketika KBM mata pelajaran bahasa Inggris berlangsung dengan menggunakan strategi pembelajaran storytelling? 2. Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris ? 3. Bagaimana penggunaan grammar siswa dalam berbicara bahasa Inggris ? 4. Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara bahasa Inggris ? 5. Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam berbicara bahasa Inggris ? 6. Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara menggunakan bahasa Inggris saat proses KBM ? 7. Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum dan sesudah adanya storytelling ? 8. Menurut anda, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa? Siswa : 1. Bagaimana kertertarikan Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas? Apakah menyenangkan? 2. Menurut Saudara, lebih menyenangkan menggunakan storytelling atau strategi pengajaran sebelumnya? 3. Seberani apakah Saudara berbicara menggunakan Bahasa Inggris pada saat proses KBM ? 4. Bagaiamana kelancaran Saudara dalam berbicara bahasa Inggris setelah mengikuti storytelling ? 5. Bagaimana antusias Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas? 6. Bagaimana pemahaman Saudara ketika mengikuti storytelling di kelas ? 7. Bagaimana nilai tes atau ujian Saudara setelah mengikuti storytelling ? 8. Menurut Saudara, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa 101 Lampiran 4 HASIL WAWANCARA A. Guru 1. Hari / Tanggal : Kamis, 19 April 2018 No Pertanyaan Wawancara 1 Respond Bagaimana antusias para siswa ketika KBM Sebagian siswa antusias, sebagian mata pelajaran bahasa Inggris berlangsung lagi belum antusias dengan menggunakan strategi pembelajaran storytelling? 2 Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam Beberapa aktif berbicara menggunakan Bahasa Inggris ? 3 Bagaimana penggunaan grammar siswa Baik dalam berbicara bahasa Inggris ? 4 Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara Sebagian bahasa Inggris ? 5 6 sebagian lagi masih tersendat – sendat Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam Sebagian berbicara bahasa Inggris ? lancar, siswa mempunyai artikulasi yang jelas Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara Beberapa orang berani, beberapa menggunakan bahasa Inggris saat proses kurang berani (malu- malu), dan KBM ? 7 beberapa lagi tidak berani. Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum Ada sedikit perubahan dari yang dan sesudah adanya storytelling ? tidak dan kurang antusias menjadi antusias. 8 Menurut anda, sudah efektifkah penerapan Efektif storytelling dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa? 102 2. Hari/ Tanggal : Kamis, 26 April 2018 No Pertanyaan Wawancara 1 Bagaimana antusias para siswa ketika KBM mata Hampir pelajaran bahasa Respond Inggris berlangsung seluruh siswa dengan antusias menggunakan strategi pembelajaran storytelling? 2 Bagaimana keaktifan siswa di kelas dalam berbicara Semua siswa aktif menggunakan Bahasa Inggris ? 3 Bagaimana penggunaan grammar siswa dalam berbicara Baik bahasa Inggris ? 4 Bagaimana kelancaran siswa dalam berbicara bahasa Hampir semuanya lancar, Inggris ? namun masih ada yang tersendat. 5 Bagaimana kejelasan artikulasi siswa dalam berbicara Banyak siswa yang sudah bahasa Inggris ? mempunyai artikulasi yang jelas. 6 Bagaimana keberanian siswa dalam berbicara Hampir menggunakan bahasa Inggris saat proses KBM ? 7 seluruh sudah berani Bagaimana antusias siswa jika dilihat sebelum dan Hampir sesudah adanya storytelling ? siswa antusias semuanya dan bahkan sangat antusias 8 Menurut anda, sudah efektifkah penerapan storytelling Sangat fektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa? 103 B. Siswa 1. Bagaimana kertertarikan Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas? Apakah menyenangkan? No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Sangat menyenangkan  menyenangkan kurang menyenangkan Tidak Menyenangkan                            4   21 3 2 104 2. Menurut Saudara, lebih menyenangkan menggunakan storytelling atau metode pengajaran sebelumnya? No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Storytelling metode sebelumnya                               17 3 105 3. Seberani apakah Saudara berbicara menggunakan Bahasa Inggris pada saat proses KBM? No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Sangat Berani  Berani kurang berani Tidak Berani                            3   20 6 1 106 4. Bagaiamana kelancaran Saudara dalam berbicara bahasa Inggris setelah mengikuti storytelling ? No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Sangat Lancar   Lancar kurang Lancar Tidak Lancar                           9   14 7 0 107 No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah 5. Bagaimana antusias Saudara dalam mengikuti storytelling di kelas? Sangat Antusias kurang Tidak Antusias antusias Antusias                               13 15 2 0 108 6. Bagaimana pemahaman Saudara ketika mengikuti storytelling di kelas? No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Sangat Paham   Paham kurang paham Tidak Paham                             6 24 109 7. Bagaimana nilai tes atau ujian Saudara setelah mengikuti No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Storytelling Sangat Baik Baik kurang baik Tidak Baik                               22 8 110 8. Menurut Saudara, sudah efektifkah penerapan storytelling dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa No Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Sangat Efektif   efektif kurang Efektif Tidak Efektif                            24 6 111 Lampiran 5 Pedoman Observasi No Aspek yang diamati 1 Belajar bahasa Inggris menarik 2 Belajar bahasa Inggris mudah 3 Dapat berbicara bahasa Inggris 4 Lancar berbicara bahasa Inggris 5 Memiliki artikulasi berbicara bahasa Inggris 6 Pemilihan kata mudah dipahami 7 Rajin berbicara Bahasa Inggris saat KBM Penggunaan grammar benar 8 9 selalu Sering Kadang Tidak pernah Ket jelas Nilai speaking sesuai dengan nilai standar minimal 112 Lampiran 6 Hasil Observasi No Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Responden 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1 a b c 1 1 1 1 1 2 d a b 1 1 1 1 1 c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 c d a b 1 1 1 1 1 c 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 d a b 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Aspek yang Diamati 5 6 7 d a b c d a b c d a b 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 c d a b 1 1 1 1 9 c 1 1 1 1 a 1 1 b c d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 113 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 8 1 6 1 1 3 3 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1 8 Keterangan: 1 : Belajar bahasa Inggris menarik 2 : Belajar bahasa Inggris mudah 3 : Dapat berbicara bahasa Inggris 4 : Lancar berbicara bahasa Inggris 5 : Memiliki artikulasi jelas berbicara bahasa Inggris 6 : Pemilihan kata mudah dipahami 7 : Rajin berbicara Bahasa Inggris saat KBM 8 : Penggunaan grammar benar 9 : Nilai speaking sesuai dengan nilai standar minimal 1 1 1 1 1 1 1 1 6 0 4 1 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 0 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 7 0 0 2 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 5 1 8 1 1 1 1 1 1 1 7 0 0 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 0 1 3 3 1 1 5 a : Selalu b : Sering c : Kadang –kadang d : Tidak Pernah 114 9 Lampiran 7 Pedoman Penilaian No Aspek yang dinilai 1 Faktor Kebahasaan: 9. Kejelasan lafal dan artikulasi. (tidak jelas –jelas sekali) 10. Ketepatan intonasi, tekanan, dan volume suara. (tidak tepat – tepat sekali) 11. Ketepatan penggunaan struktur, kosa kata, dan ungkapan (tidak tepat – tepat sekali). 12. Kewajaran urutan wacana (tidak normal-normal). 2 Faktor Non-Kebahasaan 9. Keakuratan informasi. (sangat buruk – akurat sepenuhnya). 10. Hubungan antar informasi (sangat sedikit – berhubungan dengan sepenuhnya). 11. Kelancaran (terbata-bata - lancar sekali) 12. Gaya pengucapan, sikap, penampilan, mimik wajah (face expression), gerak tubuh (body language). (kakuwajar) Jumlah skor Nilai Siswa = No 1 2 3 4 5 Skor perolehan Jumlah Skor Maksimal Rentang Nilai 85 – 100 75 – 84 60 – 74 50 – 59 0 – 49 Tingkatan Skala 12 3 4 12 3 4 12 3 4 12 3 4 2 2 3 4 12 3 4 12 3 4 1 2 3 4 32 X 100 Kategori Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang 115 Lampiran 8 DATA PEROLEHAN SKOR SISWA PADA PRA SIKLUS/PRA TINDAKAN ASPEK Lafal, Intonasi, Struktur, Kewajaran Isi Hubungan YANG Artikulasi tekanan, kosa kata, Urutan Keakuratan Antar volume ungkapan Wacana informasi Informasi 2 3 4 5 6 DINILAI No 1 Gaya pengucapan mimik wajah, Kelancaran SKOR PEROLEHAN gerak tubuh 7 8 Urut Responden 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1.1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 2 1.2 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 17 3 1.3 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 15 4 1.4 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 10 5 1.5 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 23 6 1.6 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 17 7 1.7 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 12 8 1.8 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 12 9 1.9 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 10 1.10 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 17 11 1.11 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 17 12 1.12 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 13 1.13 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 19 14 1.14 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 12 15 1.15 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 16 1.16 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 25 116 17 1.17 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 18 1.18 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 10 19 1.19 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 18 20 1.20 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 24 21 1.21 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 22 1.22 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 23 23 1.23 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 17 24 1.24 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 23 25 1.25 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 16 26 1.26 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 23 27 1.27 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 17 28 1.28 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 13 29 1.29 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 17 30 1.30 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 16 Jumlah 8 18 4 0 16 9 5 0 2 14 12 2 0 6 15 9 0 6 15 9 4 15 7 3 12 15 3 0 17 13 0 0 117 DATA PEROLEHAN SKOR SISWA SIKLUS – I ASPEK Lafal, Intonasi, Struktur, Kewajaran Isi Hubungan YANG artikulasi tekanan, kosa kata, Urutan Keakuratan antar Gaya pengucapan mimik wajah, volume Ungkapan Wacana Informasi informasi gerak tubuh 2 3 4 5 6 DINILAI No 1 Kelancaran 7 SKOR PEROLEHAN 8 Urut Responden 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1.1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 2 1.2 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 3 1.3 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 17 4 1.4 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 10 5 1.5 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 25 6 1.6 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 17 7 1.7 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 22 8 1.8 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 23 9 1.9 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 10 1.10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 23 11 1.11 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 17 12 1.12 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 13 1.13 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 19 14 1.14 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 17 15 1.15 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 16 1.16 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 25 17 1.17 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 16 118 18 1.18 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 23 19 1.19 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 18 20 1.20 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 24 21 1.21 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 16 22 1.22 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 25 23 1.23 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 17 24 1.24 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 24 25 1.25 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 23 26 1.26 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 23 27 1.27 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 17 28 1.28 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 13 29 1.29 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 17 30 1.30 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 16 Jumlah 3 18 9 0 12 13 5 0 1 10 18 1 0 2 15 13 0 5 13 12 1 12 10 7 9 15 6 0 11 14 4 1 119 DATA PEROLEHAN SKOR SISWA PADA SIKLUS – II ASPEK Lafal, Intonasi, Struktur, Kewajaran Isi Hubungan YANG artikulasi tekanan, kosa kata, Urutan Keakuratan antar Gaya pengucapan mimik wajah, volume Ungkapan Wacana informasi informasi gerak tubuh 2 3 4 5 6 DINILAI No 1 Kelancaran 7 SKOR PEROLEHAN 8 Urut Responden 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1.1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 27 2 1.2 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 25 3 1.3 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 19 4 1.4 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 23 5 1.5 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 25 6 1.6 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 7 1.7 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 23 8 1.8 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 25 9 1.9 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 23 10 1.10 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 23 11 1.11 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 23 12 1.12 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 13 1.13 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 23 14 1.14 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 23 15 1.15 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 16 1.16 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 27 17 1.17 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 19 120 18 1.18 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 23 19 1.19 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 19 20 1.20 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 24 21 1.21 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 22 1.22 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 25 23 1.23 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 19 24 1.24 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 24 25 1.25 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 23 26 1.26 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 23 27 1.27 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 19 28 1.28 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 15 29 1.29 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 23 30 1.30 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 23 Jumlah 0 10 20 0 1 11 18 0 0 10 20 0 0 2 20 8 0 5 18 7 0 7 16 7 4 9 12 5 1 13 16 0 Nilai Siswa = Skor perolehan Jumlah Skor Maksimal X 100 121 Lampiran 9 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Tahap Pratindakan (pra-siklus) Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 No Tes Pra Tindakan Responden Skor Nilai 1.1 23 72 1.2 17 53 1.3 15 47 1.4 10 31 1.5 23 72 1.6 17 54 1.7 12 38 1.8 12 38 1.9 16 50 1.10 17 53 1.11 17 53 1.12 23 72 1.13 19 59 1.14 12 38 1.15 19 59 1.16 25 78 1.17 16 50 1.18 10 31 1.19 18 56 1.20 24 72 1.21 16 50 1.22 23 72 1.23 17 53 1.24 23 72 1.25 16 50 1.26 23 72 1.27 17 53 1.28 13 41 1.29 17 53 1.30 16 50 Jumlah 1642 Rata-Rata 55 Persentase KKM = 70 Tuntas Tidak Tuntas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 8 22 27% 73% 122 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus I No Tes Siklus I Urut Responden Skor Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Rata-Rata Persentase 23 23 17 10 25 17 22 23 16 23 17 23 19 17 19 25 16 23 18 24 16 25 17 24 23 23 17 13 17 16 72 72 53 31 78 53 69 72 50 72 53 72 59 53 59 78 50 72 56 75 50 78 53 75 72 72 53 41 53 50 1846 62 KKM = 70 Tidak Tuntas Tuntas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14 16 47% 53% 123 Hasil Kemampuan Berbicara Siswa Berbahasa Inggris Pada Siklus II No Tes Siklus II Urut Respond Skor Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 Jumlah Rata-Rata Persentase 27 25 19 23 25 19 23 25 23 23 23 23 23 23 19 27 19 23 19 24 19 25 19 24 23 23 19 15 23 23 84 78 59 72 78 59 72 78 72 72 72 72 72 72 59 84 59 72 59 75 59 78 59 75 72 72 59 47 72 72 2085 70 KKM = 70 Tidak Tuntas Tuntas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 21 9 70% 30% 124