LAPORAN TUGAS BESAR
PERENCANAAN BANGUNAN IRIGASI
PERENCANAAN DAERAH IRIGASI SUNGAI ANCAR
Diajukan untuk memenuhi syarat ujian mata kuliah Perencanaan Bangunan Irigasi
Dosen :
Salehuddin, S.T.,M.T
Disusun Oleh :
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2017
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Irigasi dan Bangunan Air ini telah diperiksa dan disetujui serta memenuhi ketentuan layak untuk dikumpulkan guna memenuhi syarat ujian mata kuliah Perencanaan Bangunan Irigasi semester V pada tahun ajaran 2017/2018.
Mataram, 25 Desember 2017
Mengetahui dan menyetujui,
Dosen Pembimbing tugas,
Salehuddin, S.T.,M.T
KATA PENGANTAR
Pertama – tama penyusun mengucapkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat izin-Nya tugas besar Perencanaan Bangunan Irigasi ini dapat disusun. Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat ujian mata kuliah Perencanaan Bangunan Irigasi pada semester 5 tahun ajaran 2017/2018.
Adapun tujuan dari diberikannya tugas besar ini adalah untuk lebih memahami dan mengetahui penerapan dari mata kuliah Perencanaan Bangunan Irigasi. Tugas ini merupakan perencaanaan sistem jaringan Irigasi sampai merencanakan dimensi saluran serta tinggi muka air di saluran irigasi.
Tak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang telah banyak membantu terselesaikannya tugas besar ini, yaitu :
Bapak Salehuddin, S.T., M.T selaku dosen Perencanaan Bangunan Irigasi.
Teman – teman, selaku pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Tugas ini pun masih banyak memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik kepada semua pihak agar tugas ini menjadi contoh yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga tugas besar ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhir kata saya ucapkan selamat membaca dan terima kasih telah meluangkan waktunya untuk membaca laporan ini.
Mataram, 25 Desember 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 1
1.3 Ruang Lingkup 2
1.4 Metodologi Penyusunan Tugas 2
1.5 Sistematika Penyusunan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Sistem Irigasi 5
2.2 Teori Perencanaan Petak, Saluran dan Bangunan Air 7
2.2.1 Teori perencanaan petak 7
2.2.2 Teori perencanaan saluran 8
2.2.3 Teori perencanaan bangunan air 11
2.3 Teori Perhitungan Ketersediaan Air 12
2.4 Teori Perhitungan Kebutuhan Air 13
2.5 Teori Keseimbangan Air 20
2.6 Sistem Tata Nama (Nomenklatur) 21
BAB III KONDISI DAERAH ALIRAN SUNGAI
3.1 Lokasi Daerah Aliran Sungai 23
3.2 Luas Daerah Aliran Sungai 23
3.3 Stasiun Pengukuran Curah Hujan dan Klimatologi
3.3.1 Stasiun pengukuran curah hujan
3.3.2 Stasiun pengukuran klimatologi
3.4 Data Pengukuran Hidrometeorologi DAS
BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN 25
BAB V STABILITAS BENDUNG 53
LAMPIRAN 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi 6
Tabel 2.2 Nilai n dan m dari Fungsi Q 10
Tabel 2.3 Kekasaran Saluran 11
Tabel 2.4 Nilai W 11
Tabel 2.5 Urutan Pola Tanam 15
Tabel 2.6 Koefisien Tanaman Padi dan Kedelai 16
Tabel 2.7 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan 19
Tabel 5.1 Kemiringan Talud
Tabel 5.2 Koefisien Strickler
Tabel 5.3 Freeboard
Tabel 5.4 Pintu Romijn
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Daerah Irigasi Bantimurung 23
Gambar 3.2 DAS dan Polygon Thiessen daerah irigasi Bantimurung
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air adalah material yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan akan mati bila kekurangan air. Di banyak tempat di dunia terjadi kekurangan persediaan air akibat dari pengelolaan sumber daya air yang kurang baik. Hal ini dapat menimbulkan konflik, mengingat bahwa kersediaan pangan di suatu daerah memiliki kaitan erat dengan ketersediaan air di daerah tersebut.
Jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat dari hari ke hari mengakibatkan kebutuhan akan bahan pangan juga terus menerus bertambah. Untuk itu diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian yang ada. Salah satu cara adalah dengan pemenuhan kebutuhan pengairan yang merupakan hal terpenting dalam pertanian sebab tidak semua daerah mendapatkan pengairan yang mencukupi.
Kebutuhan air untuk tanaman pada dasarnya dapat diperoleh secara langsung dari air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalir dari hulu ke hilir, meresap kedalam tanah atau menjadi air permukaan, dan dimanfaatkan oleh tanaman disekitarnya. Indonesia, yang merupakan negara tropis, hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dapat dipastikan, curah hujan tiap musimnya tidak akan sama. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara untuk mengelola air dengan optimal, salah satunya ialah dengan penggunaan sistem irigasi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari tugas besar ini adalah :
Mengetahui tentang proses penentuan lahan pertanian dan pengairannya hingga menghasilkan suatu area pertanian yang dapat berfungsi;
Menyelesaikan berbagai masalah yang biasa ditemukan di lokasi daerah pertanian.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penyusunan karya tulis ini adalah perencanaan bendung dan sistem irigasi di suatu wilayah studi, yaitu Sungai Bantimurung, Sulawesi Selatan. Teori-teori yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut.
Teori Hidrologi
Teori-teori hidrologi digunakan dalam melakukan analisis data hidrologi dan klimatologi wilayah studi.
Teori Irigasi
Teori irigasi digunakan dalam penentuan sistem irigasi secara keseluruhan pada wilayah studi.
Teori Bangunan Air
Teori bangunan air digunakan dalam penentuan jaringan irigasi secara keseluruhan pada wilayah studi.
1.4 Metodologi Penyusunan Tugas
Metodologi yang digunakan dalam laporan ini agar dapat mencapai tujuan yang tertulis diatas adalah sebagai berikut :
Melakukan Studi Literatur
Studi yang dilakukan didasarkan pada konsep-konsep Pengembangan Sumber Daya Air yang merupakan bagian dari Jurusan Teknis Sipil. Konsep utama yang digunakan adalah Hidrologi, Irigasi, dan Bangunan Air.
Mengumpulkan Data Wilayah, Hidrologi, dan Klimatologi
Data yang dikumpulkan merupakan data yang merepresentasikan keadaan wilayah studi, yaitu Daerah Irigasi Bantimurung, Sulawesi Selatan. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis antara lain :
Data curah hujan untuk menghitung curah hujan efektif regional yang didapat dari empat stasiun disekitar daerah irigasi, yaitu Stasiun Hasanuddin, Stasiun Malino, dan Stasiun Camba.
Peta topografi daerah hilir Sungai Bantimurung
Data klimatologi yang mencakup kecepatan angin rata-rata, penyinaran matahari dalam %, kelembapan rata-rata, dan temperatur udara rata-rata
3. Analisis Hidrologi dan Klimatologi
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan konsep hidrologi dan klimatologi untuk selanjutnya digunakan dalam analisis irigasi dan bangunan air.
4. Analisis Irigasi dan Bangunan Air
Hasil analisis hidrologi dan klimatologi selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis irigasi dan bangunan air. Analisis ini merupakan tahap pengolahan data terakhir dan digunakan untuk menentukan seluruh bagian dari sistem irigasi pada daerah pertanian wilayah studi.
5. Kesimpulan dan Saran
Pada bagian ini kesuluruhan metode yang telah digunakan beserta hasilnya akan dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan laporan dan hubungannya dengan hasil analisis.
1.5 Sistematika Penyusunan
Sistematika penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Maksud dan Tujuan
Ruang Lingkup
Metodologi Penyusunan Tugas
Sistematika Penyusunan
Bab II Tinjauan Pustaka
Sistem Irigasi
Teori Perencanaan Petak, Saluran, dan Bangunan Air
Teori Perencanaan Petak
Teori Perencanaan Saluran
Teori Perencanaan Bangunan Air
Teori Perhitungan Ketersediaan Air
Teori Perhitungan Kebutuhan Air
Teori Keseimbangan Air
Sistem Tata Nama (Nomenklatur)
Bab III Data Awal Lapangan
Lokasi Daerah Aliran Sungai
Luas Daerah Aliran Sungai
Bab IV Perencanaan dan Perhitungan Dimensi Saluran
Bab V Stabilitas Bendung
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Irigasi
Irigasi merupakan suatu usaha teknis untuk mengontrol kandungan air pada tanah di dalam zona akar dengan maksud agar tanaman dapat tumbuh secara baik. Dimana usaha teknis yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasarana irigasi untuk membawa, membagi air secara teratur dengan jumlah yang cukup, waktu yang tepat ke petak irigasi untuk selanjutnya diberikan dan dipergunakan oleh tanaman.
Dalam perkembangannya sampai saat ini, ada 4 jenis sistem irigasi yang biasa digunakan. Keempat sistem irigasi itu adalah sebagai berikut :
Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air. Bentuk rekayasa ini tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air sampah ke petak sawah.
Irigasi Bawah Tanah
Tanah akan dialiri dibawah permukaannya. Saluran yang ada disisi petak sawah akan mengalirkan air melalui pori-pori tanah. Sehingga air akan sampai ke akar tanaman.
Irigasi Siraman
Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan bantuan pompa air. Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat dikontrol dengan sangat mudah.
Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung diteteskan/ disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk mengalirkan air.
Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-hal seperti dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi
Jaringan Irigasi Sederhana
Prasarana yang ada seperti bangunan pengatur debit atau pembagi sama sekali tidak ada. Hal ini terjadi karena sumber air sangat berlimpah sehingga hampir sama sekali tidak diperlukan rekayasa irigasi. Jaringan utama air hanya perlu disadap sesuai keinginan sehingga petak-petak sawah dapat tergenangi air. Selain itu tidak ada pembagi antara saluran pembuang dan irigasi.
Kelemahan dari tipe jaringan ini adalah pemborosan air, karena penyadapan yang sesuka hati. Selain itu biaya untuk penyadapan sangat mahal karena saluran tersebut harus dapat mengairi seluruh petak sawah tanpa sebelum direkayasa sehingga efisiensinya sangat rendah.
Jaringan Irigasi Semi Teknis
Tidak banyak perbedaan dengan jaringan sederhana kecuali bangunan-bangunan irigasi mulai digunakan pada jaringan ini. Jaringan pembuangan dan irigasi masih menyatu. Akan tetapi sudah dapat mengairi petak sawah yang lebih besar daripada irigasi sederhana.
Jaringan Irigasi Teknis
Jaringan ini jauh lebih maju daripada 2 jaringan lainnya dalam hal rekayasa irigasi. Bangunan air banyak digunakan pada jaringan ini. Sepenuhnya saluran irigasi dan pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga pembagian air dan pembuangan air optimum. Selain itu ada petak tersier yang menjadi ciri khas jaringan teknis. Petak tersier kebutuhannya diserahkan petani dan hanya perlu disesuaikan dengan saluran primer dan sekunder yang ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan efisien, menekan biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan. Kelemahannya adalah biaya pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang tidak mudah.
2.2 Teori Perencanaan Petak, Saluran dan Bangunan Air
2.2.1 Teori perencanaan petak
Petak irigasi adalah petak sawah atau daerah yang akan dialiri dari suatu sumber air, baik waduk maupun langsung dari satu atau beberapa sungai melalui bangunan pengambilan bebas. Petak irigasi dibagi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya yang tergolong kecil maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk eksploitasinya. Idealnya daerah yang ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas petak lebih dari itu dikhawatirkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas 8-15 Ha. Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi empat.
Petak tersier haruslah juga berbatasan dengan petak sekunder. Yang harus dihindari adalah petak tersier yang berbatasan langsung dengan saluran irigasi primer. Selain itu disarankan panjang saluran tersier tidak lebih dari 1500 m.
Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier yang berhubungan langsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder mendapatkan airnya dari saluran primer yang airnya dibagi oleh bangunan bagi dan dilanjutkan oleh saluran sekunder. Batas sekunder pada umumnya berupa saluran drainase. Luas petak sekunder berbeda-beda tergantung dari kondisi topografi.
Petak Primer
Petak primer merupakan gabungan dari beberapa petak sekunder yang dialiri oleh satu saluran primer. Dimana saluran primer menyadap air dari sumber air utama. Apabila saluran primer melewati daerah garis tinggi maka seluruh daerah yang berdekatan langsung dilayani saluran primer.
2.2.2 Teori perencanaan saluran
Dalam mengalirkan dan mengeluarkan air ke dan dari petak sawah dibutuhkan suatu saluran irigasi. Saluran pembawa itu dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan fungsinya, saluran pembawa yang membawa air masuk ke petak sawah dan saluran pembuang yang akan mengalirkan kelebihan air dari petak-petak sawah.
Saluran Pembawa
Berfungsi untuk mengairi sawah dengan mengalirkan air dari daerah yang disadap. Berdasarkan hierarki saluran pembawa dibagi menjadi 3, yaitu :
Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya. Dan selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini dapat menyadap dari sungai, waduk, atau waduk. Bangunan sadap terakhir yang terdapat di saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini
Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran sekunder nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan sangat baik jika saluran sekunder dibuat memotong atau melintang terhadap garis tinggi tanah. Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari saluran.
Saluran Tersier
Merupakan hierarki terendah yang berfungsi mengalirkan air yang disadap dari saluran sekunder ke petak-petak sawah. Saluran ini dapat mengairi kurang lebih 75-125 Ha.
Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang terjadi pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran lembah. Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik terendah daerah sekitar.
Dimensi Saluran
Pada saluran terbuka dikenal berbagai macam bentuk saluran seperti persegi, setengah lingkaran, elips , dan trapesium. Untuk pengaliran air irigasi, penampang saluran yang digunakan adalah trapesium karena umum dipakai dan ekonomis. Dalam mendesain saluran digunakan rumus-rumus sebagai berikut.
Debit rencana (Q)
Q = A*a/(1000*eff.) m3/dt
Rumus Strickler
V = k.R2/3.S1/2
Keterangan :
V = Kecepatan aliran
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan saluran
K = Koefisien saluran
Nilai V diperoleh melalui persamaan
V = 0,42.Q0,182 m/dt
Luas penampang basah
A = Q/V m2
Kemiringan talud (m) diperoleh dari table
Nilai perbandingan b/h (n)
N = (0,96*Q0,25)+m
Ketinggian air (h)
h = 3*V1,56 m
Lebar dasar saluran
b = n*h m
Lebar dasar saluran di lapangan (b’) dengan pembulatan 5 cm dari b
Luas basah rencana (A’)
A’ = (b+t*h)h m2
Keliling basah
P = b+(2*h((1+m2)0,5) m
Jari-jari hidraulis
R = A’/P m
Koefisien Strickelr diperoleh melalui tabel
Kecepatan aliran rencana (V’)
V’ = Q/A’ m/s
Kemiringan saluran pada arah memanjang (i)
I = V2/(k2*R4/3)
Tinggi jagaan diperoleh melalui tabel
Tinggi saluran ditambah freeboard (H)
H = h + W
Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)
B = b+2*(h+W) m
Tabel 2.2 Nilai n dan m dari Fungsi Q
Tabel 2.3 Kekasaran Saluran
Tabel 2.4 Nilai W
Dalam merencanakan debit rencana efisiensi yang digunakan untuk saluran tersier adalah 80%, sekunder 70%, dan primer 70%. Dalam penggunaan a (kebutuhan air) dihitung berdasarkan pada perhitungan yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Dalam merencanakan lebar saluran yang dipergunakan di lapangan, dari b (b perhitungan), dibulatkan 5 cm terdekat. Perhitungan dimensi saluran dimaksudkan untuk memperoleh dimensi dari saluran yang dipergunakan dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan tinggi muka air yang harus ada pada bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah irigasi dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi untuk setiap ruas saluran dan tahan perhitungan ketinggian muka air pada tiap-tiap ruas saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan perkolom.
2.2.3 Teori perencanaan bangunan air
a. Bangunan Utama
Bangunan bagi adalah bangunan yang terletak di saluran utama yang membagi air ke saluran sekunder atau tersier. Dan juga dari saluran sekunder ke tersier. Bangunan ini dengan akurat menghitung dan mengatur air yang akan dibagi ke saluran-saluran lainnya
Bangunan sadap adalah bangunan yang terletak di saluran primer ataupun sekunder yang member air ke saluran tersier
Bangunan bagi-sadap adalah bangunan bagi yang juga bangunan sadap. Bangunan ini merupakan kombinasi keduanya.
Bangunan Pelengkap
Bangunan pengatur
Bangunan/pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air yang melaluinya di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan bangunan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil, bangunan pengatur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai + 1,5 m/dt. Bangunan pengatur tingggi muka air terdiri dari jenis bangunan dengan sifat sebagai berikut :
Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan tinggi muka air di saluran. Contoh : pintu schot balk, pintu sorong.
Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air. Contoh : merce tetap, kontrol celah trapesium.
Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan untuk membawa air melewati bawah saluran lain, jalan, sungai, ataupun dari suatu ruas ke ruas lainnya. Bangunan ini dibagi menjadi 2 kelompok :
Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang, dan sipon.
Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan pengatur debit, bangunan terjun, dan got miring
2.3 Teori Perhitungan Ketersediaan Air
Sumber air yang digunakan untuk pengairan atau untuk irigasi umumnya berasal dari sungai. Sungai tersebut memperoleh tambahan air dari air hujan yang jatuh ke sungai dan daerah di sekitar sungai tersebut. Daerah di sekitar sungai yang mempengaruhi jumlah air yang ada di sungai dan bilamana curah hujan yang jatuh di daerah tersebut mengalir ke sungai, maka daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Untuk menganalisis ketersediaan air diperlukan data-data curah hujan selama beberpa tahun minimal dari tiga stasiun pengamat hujan yang ada di daerah aliran sungai. Dari data-data tersebut dapat diketahui debit air yang dapat mengairi luas daerah aliran sungai. Debit tersebut merupakan sejumlah air yang tersdia dan dapat dimanfaaatkan manusia sesuai kebutuhan. Ada 3 metode yang biasa digunakan dalam menentukan hujan regional, yaitu;
Metoda Thiessen
Metoda Arithmatik
Metoda Isohyet
Dalam studi ini, ketersediaan air dihitung menggunakan metoda poligon thiessen untuk mencari curah hujan regional dan metoda FJ Mock untuk menghitung debit air di daerah aliran sungai yang menjadi objek studi.
Metoda Poligon Thiessen :
Dimana :
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas poligon/wilayah pengaruh masing-masing stasiun
N = jumlah stasiun yang ditinjau
RH = Curah hujan rata-rata.
2.4 Teori Perhitungan Kebutuhan Air
Penentuan kebutuhan air ditujukan untuk mengetahui berapa banyak air yang diperlukan lahan agar dapat menghasilkan produksi optimum. Dalam penentuan kebutuhan air diperhitungkan juga efisiensi saluran yang dilalui. Kebutuhan air untuk setiap jenis tanaman adalah berbeda tergantung koefisien tanaman.
Berikut adalah hal yang mempengaruhi kebutuhan air :
Evapotranspirasi potensial
Evapotranspirasi adalah banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air yang dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Dalam penentuan besar evapotranspirasi terdapat banyak metoda yang dapat dilakukan. Pada laporan ini digunakan metoda Penman Modifikasi. Metoda tersebut dipilih karena perhitungan yang paling akurat. Akurasinya diindikasikan melalui parameter-parameter penentuan besarnya evapotranspirasi yang menggunkan data temperatur, kelembapan udara, persentase penyinaran matahari, dan kecepatan angin.
Rumus metoda Penman Modifikasi adalah sebagai berikut :
ET = c.(w.Rn + (1-w).f(u).(ea-ed))
Keterangan :
ET = Evapotranspirasi (mm/hari)
c = Faktor koreksi akibat keadaan iklim siang dan malam
w = Faktor bobot tergantung dari temperature udara dan ketinggian tempat
Rn = Radiasi netto ekivalen dengan evapotranspirasi (mm/hari) = Rns – Rnl
Rns = Gelombang pendek radiasi yang masuk = (1-α).Rs = (1-α).(0,25+n/N).Ra
Ra = Radiasi ekstraterestrial matahari
Rnl = Gelombang panjang radiasi netto = ft(t).f(ed).f(n/N)
N = Lama maksimum penyinaran matahari
1-w = Faktor bobot tergantung pada temperature udara
f(u) = Fungsi kecepatan angin = 0,27.(1 + u/100)
f(ed) = Efek tekanan uap pada radiasi gelombang panjang
f(n/N) = Efek lama penyinaran matahari pada radiasi gelombang panjang
f(t) = Efek temperature pada radiasi gelombang panjang
ea = Tekanan uap jenuh tergantung temperature
ed = ea.Rh/100
Rh = Curah hujan efektif
Curah hujan efektif
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil 80% dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak terpenuhi 20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah bulanan diambil P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan. Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :
Curah hujan efektif, yang digunakan untuk menentukan kebutuhan air irigasi
Curah hujan lebih, yang digunakan untuk menentukan besar kebutuhan pembuangan dan debit banjir
Cara mencari curah hujan efektif adalah sebagai berikut :
Menentukan stasiun hujan yang paling dekat dengan bending
Mengurutkan data curah hujan dari yang terkecil sampai terbesar
Menentukan tingkat probabilitas terlampaui tiap data
Mencari nilai curah hujan dengan P=50% dan P=80%
Jika tidak adalah curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan interpolasi menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas terdekat.
Pola tanam
Untuk memenuhi kebutuhan air bagin tanaman, penentuan pola tanam merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Tabel di bawah merupakan contoh pola tanam yang biasa digunakan.
Tabel 2.5 Urutan Pola Tanam
Pola tanam yang digunakan pada laporan ini adalah padi-padi-palawija karena ketersediaan air diasumsikan cukup banyak
Koefisien tanaman
Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi dengan evapotranspi tanaman dan dipakai dalam rumus Penman Modifikasi. Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman dalam tempo panjang dari proyek irigasi di daerah tersebut. Harga koefisien tanaman padi diberikan pada tabel berikut :
Tabel 2.6 Koefisien Tanaman Padi dan Kedelai
Perkolasi
Perkolasi adalah peristiwa meresapnya air ke dalam tanah dimana tanah dalam keadaan jenuh. Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitiian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah akan merupakan bagian dari penyelidikan ini. Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek maka pengukuran laju perkolasi dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Didaerah-daerah miring, perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air. Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan rembesan. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi.
Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolaasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Pada laporan ini digunakan nilai perkolasi rata-rata yaitu 2 mm/hari
Penggantian Lapisan Air Tanah (WLR)
Penggantian lapisan air tanah dilakukan setengah bulan sekali. Di Indonesia besar penggantian air ini adalah 3,3 mm/hari.
Masa penyiapan lahan
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka waktu 1 bulan dapat dipertimbangkan.
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm. Ini meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada awal transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi.
Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat, cocok digenangi dan bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi maka diambil 250 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa penyiapan lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai berikut
Kebutuhan air pada masa penyiapan lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan. Yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah :
Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah.
Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Kondisi sosial budaya yang ada di daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah-daaerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daeah-daerah sekitaarnya. Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1.5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak tersier. Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai mesin secara luas maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil 1 bulan.
Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah.
Untuk perhitungan kebutuhan air total selama penyiapan lahan digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air yang konstan l/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
IR = M.ek / (ek - 1)
dimana :
IR : Kebutuhan aiir total dalam mm/hari
M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensari kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan .
M = Eo + P
Eo = 1.1 * Eto
P = perkolasi
K = M.T/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air
50 mm yakni 200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas.
Kebutuhan total tersebut bisa ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 2.7 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Penggunaan tabel tersebut mempercepat perhitungan di lapangan. Interpolasi selalu digunakan untuk perhitungan yang tidak ada di tabel.
Kebutuhan air pada masa tanam untuk padi sawah
Secara umum unsur-unsur yang mempengaruhi kebutuhan air pada masa tanam adalah sama dengan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan. Hanya ada tambahan yaitu :
Penggantian lapisan air
Setelah pemupukan, diusahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air meurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu maka dilakukan penggantian air sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm ( atau 3.3 mm/hari selama 0.5 bulan ) selama sebulan dan 2 bulan setelah transplantasi.
Perhitungan kebutuhan pada masa tanam diuraikan secara mendetail secara berikut sehingga dapat dilihat perbedaannya pada perhitungan kebutuhan air pada masa penyiapan lahan, yaitu :
Menghitung curah hujan efektif (Re) dengan cara seperti yang sudah diterangkan diatas.
Menghitung evapotranspirasi potensial dengan metoda penman modifikasi yang sudah diterangkan diatas.
Mencari data perkolasi (P) dan Penggantian lapisan air (WLR)
Menghitung ETc = Eto * c
dimana c adalah koefisien tanaman
Menghitung kebutuhan air total (bersih) disawah untuk padi
NFR = Etc + P + WLR - Re
Menghitung kebutuhan air irigasi untuk padi(IR)
IR = NFR/0.64
Menghitung kebutuhan air untuk irigasi (DR=a)
DR(a) = IR/8.64
Untuk keperluan perencanaan jaringan irigasi maka harga “a” yang diambil adalah harga “a” yang terbesar.
Penentuan Kebutuhan Air Untuk palawija
Kebutuhan air untuk palawija diperhitungkan dari harga Etc dan Re, dimana langkah pengerjaannya sama seperti pada padi. Jadi yang sangat mempengaruhi adalah evapotranspirasi dan curah hujan efektif saja.
2.5 Teori Keseimbangan Air
Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas daerah yang bisa diairi.
Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas maksinum daerah layanan (command area) dan proyek akan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
Luas daerah irigasi dikurangi
Bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah layanan) tidak akan diairi.
Melakukan modifikasi dalam pola tanam
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia.
Rotasi teknis golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau lebih.
2.6 Sistem Tata Nama (Nomenklatur)
Pemberian nama pada daerah, petak, bangunan dan saluran irigasi haruslah jelas, pendek, dan tidak multitafsir. Nama-nama dipilih sedemekian sehingga jika ada penambahan bangunan baru tidak perlu untuk mengganti nama yang telah diberikan.
Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sebaiknya menggunakan nama daerah atau desa terdekat dengan bangunan air atau dapat juga menggunakan nama sungai yang airnya disadap. Akan tetapi ketika sumber air yang disadap lebih dari satu maka sebaiknya menggunakan nama daerah.
Jaringan Irigasi Utama
Saluran primer sebaiknya dinamai dengan nama daerah irigasi yang dilayani. Saluran sekunder menggunakan nama desa yang dialiri airnya. Petak sekunder sebaiknya menggunakan nama saluran sekunder.
Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi tersier sebaiknya dinamai sesuai dengan bangunan bagi air tersier.
Syarat-syarat dalam menentukan indeks adalah sebagai berikut :
Sebaiknya terdiri dari satu huruf,
Huruf itu dapat menyatakan petak, saluran atau bangunan,
Letak objek dan saluran beserta arahnya,
Jenis saluran pembawa atau pembuang,
Jenis bangunan untuk membagi atau member air, sipon, talang dan lain-lain,
Jenis petak, primer atau sekunder.
Cara pemberian nama :
Bangunan utama diberi nama sesuai dengan desa terdekat daerah irigasi yang sungainya disadap.
Saluran induk diberi nama sungai atau desa terdekat dengan diberi indeks 1,2,3 dan seterusnya yang menyatakan ruas saluran.
Saluran sekunder diberi nama sesuai kampong terdekat.
Bangunan bagi/sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di hulu dengan diberi indeks 1,2,3 dan seterusnya.
Bangunan silang seperti sipon, talang jembatan, dan sebagainya diberi indeks 1a, 1b, 2a, 2b, dan seterusnya
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam kotak ini diberi kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran tersier kanan/kiri dari bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2, atas dan bawah. Bagian atas dibagi kanan dan kiri. Bagian kiri menunjukan luas petak (Ha) dan bagian kanan menunjukan besar debit (l/dtk) untuk menentukan dimensi saluran tersier.
BAB III
DATA AWAL LAPANGAN
3.1 Lokasi Daerah Aliran Sungai
Sungai ancar merupakan sebuah sungai di kota Mataram, NTB.
Gambar 3.1 Daerah Irigasi Sungai Ancar
3.2 Luas Daerah Aliran Sungai
Sesuai dengan namanya, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan area dimana seluruh air akan mengalir ke sungai yang dimaksudkan. Penentuan DAS dilakukan dengan memperhitungkan kontur tanah dimana air mengalir dari kontur yang lebih tinggi ke kontur yang lebih rendah. Luas DAS Bantimurung, yang dipengaruhi oleh tiga daerah stasiun hujan, adalah 300 Ha. Luas ini sudah di berikan di soal.
3.3 Data awal
a) Elevasi sawah tertinggi : +37 mdpl
b) Tinggi genangan : 0.1 m
c) Kehilangan tekanan
- Pada bangunan pelimpah : 0.1 m
- Dari saluran tersier ke sawah : 0.1 m
- Dari saluran induk ke tersier : 0.2 m
- Sepanjang saluran : 0.2 m
- Pada bangunan ukur : 0.1 m
- Pada bangunan pengambilan : 0.1 m
- Untuk ekploitasi : 0.1 m
d) Jenis tanah pada lokasi bendung : cadas
e) Bahan pembentuk tubuh bendung : batu kali, beton, beton bertulang
f) Berat jenis bahan
- Batu kali : 2200 kg/m3
- Beton massa : 2300 kg/m3
- Beton bertulang : 2400 kg/m3
g) Luas daerah irigasi : 300 Ha
h) Kebutuhan air tanaman : 1.2 l/dt/Ha
i) Diameter partikel sedimen : 0.001 gr/cm
j) Elevasi dasar sungai : 35.355
k) Q100 : 10 m3/s
k) Koefisien kekasaran strikler : 70
BAB IV
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN
4.1 Perencanaan Saluran
Pada pelaksanaannya, perencanaan saluran perlu ditinjau terlebih dahulu dari beberapa segi, yaitu:
Ditinjau dari segi ekonomis, untuk saluran irigasi umumnya dipergunakan saluran tanah meskipun demkian pada tempat-tempat tertentu dimana tidak memungkinkan dipergunakan saluran tanah, maka saluran tanah tersebut diproteksi dengan cara-cara perbaikan tanah (pudel,blanket) diberi pasangan batu atau beton.
Penampang saluran biasanya berbentuk trapesium.
Kecepatan aliran yang dipergunakan adalah:
v = 0,25 -0,70 m/det. (untuk saluran tanah)
v = 0,25 -3,00 m/det. (untuk saluran pasangan)
Lebar dasar saluran minimum (b) = 0,3 meter.
Perbandingan antara lebar dasar saluran (b), dalamnya air (h), kecepatan (v), minimum freeboard /waking (f), talud saluran serta koefisien kekasaran saluran tergantung dari besarnya debit yang akan dialirkan.
Lengkung saluran yang diperkenankan sebenarnya tergantung dari:
ukuran dan kapasitas saluran
jenis tanah
kecepatan aliran
Untuk saluran tanah, minimum radius kelengkungan pada as saluran diambil tujuh kali lebar permukaan air rencana.
Freeboard/waking pada saluran harus diperhitungkan agar kapasitas saluran cukup untuk menampung debit rencana maksimum.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah:
Dimensi saluran didasarkan pada kapasitas terbesar, yaitu kapasitas pada musim kemarau.
Letak saluran pembuangan sedemikian rupa sehingga seluruh areal dapat dialiri. Untuk itu sedapat mungkin saluran diletakkan di punggung bukit.
Saluran pembawa sedapat mungkin dipisah dari saluran pembuang. Kecepatan saluran pembawa kecil, sedangkan pada saluran pembuang kecepatannya besar.
Saluran primer mempunyai syarat:
panjang maksimum 5 kilometer
kemiringannya kecil dan lurus.
4.2 Pendimensian Saluran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendimensian saluran :
Dalam penggunaanan (kebutuhan air) dihitung berdasarkan pada perhitungan yang sudah dibahas pada bab sebelumnya.
Dalam merencanakan lebar saluran yang dipergunakan di lapangan, dari b’ (b perhitungan), dibulatkan ke 5 centimeter terdekat.
Perhitungan dimensi saluran dimaksudkan untuk memperoleh dimensi dari saluran yang akan dipergunakan dalam jaringan irigasi serta untuk menentukan tinggi muka air yang harus ada pada bendung agar kebutuhan air untuk seluruh wilayah cakupan pengairan dapat terpenuhi.
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan dimensi untuk setiap ruas saluran dan tahap perhitungan keetinggian muka air pada tiap-tiap ruas saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam bentuk tabel dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan per kolom.
Tujuan perencanaan saluran adalah untuk mengetahui dimensi saluran yang akan dibangun. Saluran yang direncanakan adalah saluran pasangan dengan jalan inspeksi. Hal ini akan mempengaruhi lebar tanggul. Dari petak yang telah direncanakan dan penentuan dimensi saluran rencana yang telah dilakukan di atas, maka tinggi muka air yang akan melewati saluran bisa dihitung.
4.3 Perhitungan Mercu Bendung.
4.3.1 Kemiringan dasar sungai
9.228
4.000
4.3.2 Pendimensian
2.616 m
4.00 m
9.228 m
m : 0.654
4.3.3 Luas penampang basah (A)
4.3.4 Keliling basah (p)
4.3.5 Jari- jari hidrolis (R)
4.3.6 Kecepatan (V)
4.3.7 Volume (Q)
4.3.8 Perhitungan tabel
(Tabel 4.1 Perhitungan)
Karena Q100 = 15 m3/s berada diantara Q = 12.233 m3/s dan Q = 15.233 m3/s, maka digunakan interpolasi.
Q1 = 12.233 m3/s h1 = 0.7 m
Q2 = 15.233 m3/s h1 = 0.8 m
X = 0.792249081
Lebar sungai saat Q100 = 10.2618 m
4.3.9 Perhitungan Elevasi Mercu Bendung
a) Elevasi sawah tertinggi : +37 mdpl
b) Tinggi genangan : 0.1 m
c) Kehilangan tekanan
- Pada bangunan pelimpah : 0.1 m
- Dari saluran tersier ke sawah : 0.1 m
- Dari saluran induk ke tersier : 0.2 m
- Sepanjang saluran : 0.2 m
- Pada bangunan ukur : 0.1 m
- Pada bangunan pengambilan : 0.1 m
- Untuk ekploitasi : 0.1 m
+
: 1.0 m
d) Elevasi dasar di tempat bendung : +35.355
e) Sehingga elevasi bendung : +37.00 mdpl + 1 m
: +38.00 mdpl
f) Sehingga ketinggian mercu bendung : +38.00 mdpl – (+35.355 mdpl)
: 2.645 m
4.3.10 Perhitungan lebar bendung
a) Lebar sungai pada saat Q100 = 30.3924 m
b) Lebar bendung = 1.2 x 30.3924 m
= 36.47088 m
c) Lebar pembilas
d) Lebar mercu
e) Lebar efektif bendung
f) Tinggi air maksimum diatas mercu (H)
Dengan (direncanakan)
*Dengan menggunakan aplikasi Microsoft Math Version 4.0 didapatkan angka
H = 0.384
g) Koefisien debit
R
Maka diapatkan parameter Cd :
Sehingga nilai Cd :
(Sesuai)
Gambar 4.1 Penentuan Co,C1,C2
Sehingga lebar efektif bendung (Be) adalah :
1
4.3.11 Perhitungan muka air dihulu mercu
a) Data perencanaan
P : 2.645 m
H1 : 0.384
Q100 : 15 m3/s
Be : 29.51584
g : 9.81 m/s2
b) Kecepatan air (Vo)
Dengan menggunakan Microsoft Math Version 4.0 didapatkan Vo = 0.167 m/s
Sehingga :
m
c) Elevasi muka air banjir : Elv Mercu + Hd
: +38.00 + 0.382
: +38.382 mdpl
d) Elevasi garis energi : Elv mercu + H1
: +38.00 + 0.384
: +38.384 mdpl
e) Elevasi dasar hulu : Elevasi mercu - P
: +38.00 – 2.645
: +35.355 mdpl
4.3.12 Perencanaan tampang lintang mercu bendung
Untuk merencanakan bagian hilir mercu bendung OGEE digunakan rumus :
Dengan
Hd : 0.382 m
K : 2
n : 1.85
P : 2.645 m
n-1 : 0.85
Tabel 4.2 Nilai K dan n
*Perhitungan ditabelkan
Tabel 4.3 Perhitungan cekungan mercu
R1 = 0.5 Hd
= 0.5 x 0.382
= 0.191 m
R2 = 0.2 Hd
= 0.2 x 0.382
= 0.0764 m
0.175 Hd = 0.175 x 0.382
= 0.06685 m
0.237 Hd = 0.237 x 0.382
= 0.090534 m
4.4 Desain Kolam Olak (Peredam Energi)
Aliran air yang melewati mercu pelimpah mempunyai kecepatan yang sangat tinggi, dengan kondisi aliran sangat kritis. Dalam kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan akibat enggerusan pada bagian belakang pelimpah, hingga menyebabkan terganggunya kestabilan bendung tersebut. Untuk menghindari hal tersebut dilakukan upaya dalam mengubah kondisi aliran superkritis menjadi subkritis yaitu dengan meredam energi eliran tersebut, dengan mendesain kolam olak.
Tipe- tipe yang digunakan untuk meredam energi :
1. Tipe loncatan (Jump Bazin)
2. Tipe kolam olak (Shilling Bazin)
3. Tipe bak pusaran (Roller busket)
Adapun tipe kolam olak berdasarkan bilangan Froude (KP.04)
1. Untuk Fr < 1.7, tidak diperlukan kolam olak, pada saluran tanah bagian hilir harus dilindungi dari bahaya erosi, saluran pasangan bata atau beton tidak memerlukan perlindungan khusus.
2. Bila 1.7 < Fr < 2.5, maka kolam olak diperlukan meredam energi secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan mukan air < 1.5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
3. Jika 2.5 < Fr < 4.5, Maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak berbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh. Digunakan blok yang berukuran besar (Tipe IV).
4. Jika Fr > 4.5, ini merupakan kolam olak paling ekonomis karena kolam olak ini pendek, termasuk kolam olak Tipe III yang dilengkapi blok depan dan blok penghalang.
Data perancangan desain kolam olak :
P = 2.645
H1 = 0.384 m
Q100 = 400 m3/dt
Be = 29.51584
g = 9.81 m2/dt
4.4.1. Kecepatan Air Mula- mula (Vo)
Dengan menggunakan Ms. Math Versi 4.0 didapatkan Vo = 0.1678630717143 m/dt
Dan
4.4.2. Kecepatan Air Meluncur Dari Mercu
Dengan
Yu = Tinggi air setelah meluncur sebelum olakan.
Dengan menggunakan Ms. Math Versi 4.0 didapatkan Yu = 0.0666625163212 m
Maka
Dan
Sehingga Fr
Maka tidak diperlukan kolam olak (Fr < 1.7) dan tidak memerlukan perlindungan khusus pada saluran karena saluran terbuat dari beton.
4.4.3 Tinggi Loncatan Air (y2)
4.4.4 Kecepatan Aliran Di Penampang II (V2)
m/dt
4.4.5 Persamaan Energi Pada Penampang II
4.5 Desain pintu pengambilan
Pintu pengambilan adalah pintu tempat masuknya air ntuk di alirkan ke saluran primer. Ukuran dari pintu harus sesuai dengan debit rencana saluran irigasi. Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan memberikan ancang- ancang diambil beberapa langkah perencanaan untuk membangun sebuah pengambilan dengan baik . partikel- partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen laying atau tersear merata diseluruh kedalaman aliran.
Bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu pengambilan dan bagian bebannya, terbuka untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir. Besarnaya bukaan pintu bergantung pada kecepatan aliran yang diizinkan. Kecepatan ini tergantung bahan yang diangkat (ukuran partikel).
Kapasitas pengambilan harus sekurang- kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan guna menambah fleksiilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
4.5.1. Bangunan pengambilan
Dengan :
Q1 = Debit rencana irigasi (m3/dt)
C = Koefisien pengurangan karena adanya system golongan ( C=1)
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan
A = Luas daerah yang diairi (Ha)
NFR = Kebutuhan air tanaman
Data perencanaan :
C = 1
e = 0.9 (rencana)
A = 300 Ha
NFR = 1.2 l/dt/Ha = 0.0012 m3/dt/Ha
4.5.2. Tinggi bukaan pintu pengambilan
Data perencanaan :
Qp = 0.6 m3/dt
M = 0.8 (KP 02. 158)
b = 3m (rencana)
g = 9.81 m/s2
z = 0.50 m (rencana)
4.6 Desain Pintu Pembilas
Air yang mengalir pada sungai yang akan dbendung benyak membawa sedimen. Sungai sedimen ini tidak memasuki intake maka perlu diadakan pembilasan. Dalam pembilasan ini sedimen yang mengendap dibuang ke sungai utama. Untuk melaksanakan pembilasan ini diperlukan bangunan pembilas.
Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaik- baiknya 1/6 – 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkalnya) untuk sungai- sungai yang lebarnya kurang dari 100 m (KP 02 Hal 160)
Data perancangan
B = 29.51584 m
Qp = 0.6 m3/dt
g = 9.81 m/s2
Q100 = 15 m3/dt
b = 1/6 B = 1/6 29.51584 = 4.919306 m
b = 1/10 B = 1/10 29.51584 = 2.951584 m
digunakan b = (4.919306+2.951584) /2 = 3.9354 m ≈ 4 m
4.6.1 Debit Pintu Pembilas
Debit rencana tiap meter lebar
4.6.2 Kecepatan Pembilas
Kecepatan rencana yang diperlukan selama pembilasan dapat diambil = 3 m/dt (KP 04 Hal 134) dan kecepatan hendaknya dibawah kecepatan kitis, karena superkritis akan mengurangi efektifitas proses pemilihan (KP 02. Hal 148)
4.6.2.1 Kedalaman Kritis
4.6.2.2 Kecepatan Kritis
4.6.2.3 Kemiringan Lantai Penguras
Untuk mempertahankan kenyataan yang ada maka kemiringan lantai penguras hendaknya dihitung dengan menggunakan rumus strikler :
R = hc V = Vc
4.7 Desain Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan pada bagunan pelimpah atau bendung direncanakan menghindari adanya limpasan ombak maupun benda- benda padat yang terapung pada aliran. Tinggi jagaan adalah jarak vertical dari muka air sampai ke ujung dinding.
Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan, digunakan rumus :
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/dt)
Fb = Tinggi jagaan (m)
d = Kedalaman air (m)
4.7.1 Tinggi Jagaan Pada Up Stream Bendung
4.7.2 Tinggi Jagaan Pada Penampang I
4.7.3 Tinggi Jagaan Pada Penampang III
4.8 Kantong Lumpur
Kantung lumpur adalah bangunan pelengkap yang mempunyai fungsi untuk mengendapkan lumpur yang masuk ke saluran. Kantong lumpur ditempatkan di belakang pintu intake kemudian hasil pembilas lumpur dibuang melalui saluran pembuang.
Luas rata- rata kantong lumpur :
Dengan d = 0.001 mm
Partikel berupa pasir alamiah, sehingga fb = 0.7mm, dari grafik didapatkan nilai w = 0.004 m
Qn = 0.6 m3/dt
w = 0.004 m
Vn = 0.5 m/s
K = 70
L/B > 8 maka L = 8B
4.8.1 Menentukan kemiringan energi (h)
Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0.3 m/dt guna mencegah timbulnya vegetasi.
Digunakan Vn = 0.5 m/dt
Dengan B = 4.5 m, maka kedalaman air adalah :
Direncanakan kemiringan talud 2:1 , maka lebar dasar saluran (ba)
Keliling basah (Pn)
Jari- jari Hidraulis
Jadi, kemiringan energi In jika saluran terbuat dari batu kali :
4.8.2 Menentukan Kemiringan Energi Selama Pembilasan (Is)
Penentuan Is pada saat pengambilan, kantong lumpur dalam keadaan kosong. Kecatan rata- rata yang diperlukan selama pembilasan untuk pasir kasar.
Vs = 1.5 m/dt (KP 02 Hal 219)
Luas penampang basah saat pengambilan (Ps)
Lebar dasar kolam (bs)
Kedalaman Air
Keliling Penampang Basah Pada Saat Pembilas (Ps)
Jari- jari hidraulis
Untuk pembilas, koefisien kekasaran digunakan 40, maka kemiringan saluran pada saat pembilas :
Pada saat pembilasan harus diusahaka kecepatan aliran dalam kondisi subkritis (Fr<1), hal ini untuk menghindari tergerusnya saluran akibat kecepatan air:
Kata Pengantar
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Daftar Isi
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Daftar Tabel
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Daftar Gambar
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Bab I : Pendahuluan
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Bab II : Tinjauan Pustaka
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Bab III : Data Awal Lapangan
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Bab IV : Perencanaan dan Perhitungan Dimensi Saluran
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Bab V : Stabilitas Bendung
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Daftar Pustaka
Laporan Tugas Besar Perencanaan Bangunan Irigasi
Lampiran A : Data Hujan
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran B : Analisis Kebutuhan Air
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran B : Analisis Kebutuhan Air
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran C : Analisis Ketersediaan Air
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran C : Analisis Ketersediaan Air
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran C : Analisis Ketersediaan Air
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Lampiran D : Saluran Irigasi
Laporan Tugas Besar SI-3131 Irigasi dan Bangunan Air
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
8
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
47
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?
Kurniawan Hadi Sutomo ( F1A 015 064 )
?