RANCANGAN PRAKTIKUM
FISIKA EKSPERIMEN
EFEK FOTOLISTRIK
Disusun Oleh:
NAFISA TRI SEPTIAN
15330033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA, ILMU
PENGETAHUAN ALAM, DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
DESEMBER, 2018
I.
JUDUL PERCOBAAN
Efek Fotolistrik.
II.
TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah menghitung konstanta Planck dan
memahami fenomena efek fotolistrik.
III.
DASAR TEORI
Efek fotolistrik adalah pengeluaran elektron dari suatu permukaan
(biasanya logam) ketika dikenai, dan menyerap, radiasi elektromagnetik
(seperti cahaya tampak dan radiasi ultra ungu) yang berada di atas frekuensi
ambang tergantung pada jenis permukaan. Istilah lama untuk efek fotolistrik
adalah efek Hertz (yang saat ini tidak digunakan lagi). Hertz mengamati dan
kemudian menunjukkan bahwa elektrode diterangi dengan sinar ultraviolet
menciptakan bunga api listrik lebih mudah. Efek fotolistrik merupakan
proses perubahan sifat¬-sifat konduksi listrik di dalam material karena
pengaruh cahaya atau gelombang elektromagnetik lain. Efek ini
mengakibatkan terciptanya pasangan elektron dan hole di dalam
semikonduktor, atau pancaran elektron bebas dan ion yang tertinggal di
dalam metal.
Banyak orang berkontribusi terhadap penemuan dan penjelasan efek
fotolistrik. Pada tahun 1865 James Clerk Maxwell meramalkan adanya
gelombang elektromagnetik dan menyimpulkan bahwa cahaya itu sendiri
hanyalah gelombang seperti itu. Eksperimental mencoba untuk
menghasilkan dan mendeteksi radiasi elektromagnetik dan usaha pertama
yang jelas berhasil dilakukan pada tahun 1886 oleh Heinrich Hertz. Di
tengah eksperimennya, ia menemukan bahwa percikan yang dihasilkan oleh
penerima elektromagnetik lebih kuat jika terkena sinar ultraviolet. Pada
tahun 1888 Wilhelm Hallwachs menunjukkan bahwa elektroskop daun
emas bermuatan negatif akan keluar lebih cepat dari biasanya jika disk seng
bersih yang terhubung ke elektroskop terkena sinar ultraviolet. Di 1899, J.J.
Thomson menentukan bahwa sinar ultraviolet menyebabkan elektron
dipancarkan dari logam.
Pada tahun 1902, Phillip Lenard, asisten Heinrich Hertz,
menggunakan lampu busur karbon intensitas tinggi untuk menerangi pelat
emitor. Dengan menggunakan pelat kolektor dan ammeter sensitif, ia
mampu mengukur arus kecil yang dihasilkan saat pelat emitor terkena
cahaya. Untuk mengukur energi elektron yang dipancarkan, Lenard
membebankan pelat kolektor secara negatif sehingga elektron dari pelat
emitor akan ditolak. Dia menemukan bahwa ada potensi "penghentian"
minimum yang membuat semua elektron tidak sampai ke kolektor. Dia
terkejut saat mengetahui bahwa potensi "penghentian", V, - dan karena itu
energi elektron yang dipancarkan - tidak bergantung pada intensitas cahaya.
Dia menemukan bahwa energi maksimum elektron yang dipancarkan
memang bergantung pada warna, atau frekuensi cahaya.
Pada tahun 1901 Max Planck menerbitkan teorinya tentang radiasi.
Di dalamnya ia menyatakan bahwa sebuah osilator, atau sistem fisik serupa,
By Nafisatriseptian
1
memiliki serangkaian nilai energi atau tingkat energi yang berbeda; energi
antara nilai-nilai ini tidak pernah terjadi. Planck kemudian menyatakan
bahwa emisi dan penyerapan radiasi dikaitkan dengan transisi atau lompatan
di antara dua tingkat energi. Energi yang hilang atau diperoleh oleh osilator
dipancarkan atau diserap sebagai kuantum energi radiasi, yang besarnya
dinyatakan oleh persamaan: E = h dimana E sama dengan energi radiasi,
adalah frekuensi radiasi, dan h adalah konstanta dasar alam. (Konstanta, h,
dikenal sebagai konstanta Planck.
Pada tahun 1905, Albert Einstein memberikan penjelasan sederhana
tentang penemuan Lenard dengan menggunakan teori Planck. Model
berbasis 'kuantum' yang baru memperkirakan bahwa frekuensi yang lebih
tinggi akan menghasilkan elektron yang dipancarkan energi lebih tinggi
(fotoelektron), tidak bergantung intensitasnya, sedangkan intensitas yang
meningkat hanya akan meningkatkan jumlah elektron yang dipancarkan
(atau arus fotolistrik). Einstein berasumsi bahwa cahaya yang berkilau pada
bahan emitor dapat dianggap sebagai 'kuanta' energi (disebut foton) dengan
jumlah energi sama dengan h dengan sebagai frekuensi. Dalam efek
fotolistrik, satu 'kuantum' energi diserap oleh satu elektron. Jika elektron
berada di bawah permukaan material emitor, sebagian energi yang diserap
hilang saat elektron bergerak ke arah permukaan. Ini biasanya disebut
'fungsi kerja' (Wo). Jika 'kuantum' lebih daripada 'fungsi kerja', maka
elektron dipancarkan dengan sejumlah energi kinetik tertentu. Einstein
menerapkan teori Planck dan menjelaskan efek fotolistrik dalam kaitannya
dengan model kuantum yang digunakannya persamaan yang terkenal
dimana ia menerima hadiah Nobel pada tahun 1921:
𝐸 = ℎ𝜈 = 𝐾𝐸𝑚𝑎𝑥 + 𝑊0
dimana KEmax adalah energi kinetik maksimum dari fotoelektron yang
dipancarkan. Dalam hal energi kinetik,
𝐾𝐸𝑚𝑎𝑥 = ℎ𝜈 − 𝑊0
Jika pelat kolektor dibebankan secara negatif pada potensi
'penghentian' sehingga elektron dari emitor tidak mencapai kolektor dan
arus fotokopi adalah nol, elektron energi kinetik tertinggi akan memiliki
energi eV dimana e adalah muatan pada elektron dan V adalah potensial
'penghenti’
𝑒𝑉 = ℎ𝜈 − 𝑊0
𝑊0
ℎ
𝑉= 𝜈−
𝑒
𝑒
Teori Einstein memprediksi bahwa jika frekuensi cahaya kejadian
bervariasi, dan potensial 'henti', V, diplot sebagai fungsi frekuensi,
kemiringan garis adalah h / e. (Arthur Beiser:1987)
Karakteristik efek fotolistrik, yaitu sebagai berikut :
1.
Hanya cahaya yang sesuai yang memiliki frekuensi yang lebih besar
dari frekuensi tertentu saja yang memungkinkan lepasnya elektron
dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang
ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi
tertentu dari cahaya dimana elektron terlepas dari permukaan logam
disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk
setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam itu.
2. Ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik,
penambahan intensitas cahaya dibarengi pula dengan pertambahan
jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai dengan
By Nafisatriseptian
2
arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek fotolistrik tidak terjadi
untuk cahaya dengan frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang
meskipun intensitas cahaya diperbesar.
3. Ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian
kawat segera setelah cahaya yang sesuai disinari pada pelat logam. Ini
berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari permukaan
logam setelah logam disinari cahaya.
Penerapan Efek Fotolistrik dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu penerapan efek fotolistrik dalam kehidupan adalah dalam dunia
hiburan. Dengan bantuan alat elektronika saat itu, suara dubbing film
direkam dalam bentuk sinyal optik disepanjang pinggiran keping film. Pada
saat film diputar, sinyal ini dibaca kembali melalui proses efek fotolistrik
dan sinyal listriknya diperkuat dengan menggunakan amplifier tabung
sehingga menghasilkan film bersuara.
IV.
V.
Alat dan Bahan
• Photodiode (2 mm, 4 mm, 5 mm)
• Power supply
• Kabel penghubung secukupnya
• Lampu mercury
• Mercury light source enclosure
• Photoelectric Effect Apparatus
• Dudukan base
• Filter Optik (Filter: 365 nm, 405 nm, 436 nm, 546 nm, 577 nm)
• Kabel banana 2 buah
• Kabel BNC Connector
LANGKAH PERCOBAAN
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam percobaan
2. Merangkai alat seperti gambar di bawah ini
3. Memposisikan Mercury Lamp tertutup dengan Lampu Mercury Cap
dari kotak Filter Optical.Dan Photodiode dengan Photodiode tersebut
Cap dari kotak Filter Optical.
4. Menyalakan tombol POWER pada posisi ON kemudian tombol
Mercury Lamp di power suplly di posisi ON
5. Menyalakan power pada Photoelektric Efek Apparatus
6. Mengatur posisi pada current rangepada posisi 10-13dan volatage pada
posisi Rentang ke -2 - 0 V.
7. Biarkan sumber cahaya dan peralatan untuk pemanasan selama
beberapa menit.
8. Kalibrasi arus Photoelektric Efek Apparatus
a. Sebelum mengkalibrasi kita mencabut dahulu kabel yang
terpasang yaitu kabel K, A dan Ground
b. Mengatur nilai arus dengan menggunakan current calibration pada
posisi nol
c. Lalu kemudian memsang kembali ke-3 kabel
By Nafisatriseptian
3
Pengukuran
A. Untuk lubang bidik 2 mm
1. Pada jendela photo dioda, kita Menempatkan lubang bidik 2 mm
diameter aperture dan filter 365 nm
2. Membuka Cap pada Mercury Lamp. Sehingga cahaya merkuri
akan masuk pada photo dioda.
3. Menyusuaikan arus pada tombol current menunjukan angka nol
4. Mencatatat besarnya potensial yang terjadi pada tabel
pengamatan.
5. Menutup jendela Mercury Lamp dengan cap
6. Mengganti filter 365 nm dengan filter 405 nm.
7. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
8. Mengganti filter 405 nm dengan filter 436 nm.
9. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
10. Mengganti filter 436 nm dengan filter 546 nm.
11. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
12. Mengganti filter 546 nm dengan filter 577 nm.
13. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
14. Menutup Mercury lamp dengan cap
B. Untuk lubang bidik 4 mm
1. Pada jendela photo dioda, kita Menempatkan lubang bidik 4 mm
diameter aperture dan filter 365 nm
2. Mengulangi langkah ke-2 s/d 14 pada perlakuan di lubang bidik
2 mm.
C. Untuk lubang bidik 8 mm
1. Pada jendela photo dioda, kita Menempatkan lubang bidik 8 mm
diameter aperture dan filter 365 nm.
2. Mengulangi langkah ke-2 s/d 14 pada perlakuan di lubang bidik
2 mm.
By Nafisatriseptian
4