[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

AKT PAJAK

AKUNTANSI PERPAJAKAN DISUSUN OLEH : FADEL PERMATA (01031181520031) JANUARLY RAHMADIANA SYAFITRI (01031381520160) REIVANDY TJAHYA WIRA WICAKSANA (01031181520016) RISKA THARIKA (01031381520084) UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS PALEMBANG FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI PALEMBANG 2015/2016 PENDAHULUAN Latar Belakang Akuntansi Perpajakan, merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari unsur spesialisasi yang menuntut keahilan dalam bidang tertentu. Akuntansi Pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam UU perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Akuntansi Perpajakan atau akuntansi pajak (tax accounting) merupakan bidang akuntansi yang bertujuan untuk menetapkan besar kecilnya jumlah pajak. Sederhananya, akuntansi pajak bertugas menangani, mencatat, meng-kalkulasi dan menganalisa serta membuat strategi pajak berkaitan dengan kejadian/transaksi ekonomi perusahaan. Laporan Akuntansi Pajak disusun serta disajikan dengan berdasar pada peraturan perpajakan yang berlaku walaupun ada ketidak cocokan aturan antara akuntansi pajak dengan pedoman laporan keuangan. Akuntansi menyajikan informasi keuangan secara kuantitatif dan relevan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pemakai informasi tersebut) dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Baik dalam keberhasilan operasi perusahaan, maupun membuat rencana di masa akan datang. Akuntansi perpajakan memiliki peranan dalam membuat sebuah rencana dan strategi perpajakan,memberikan analisan dan perkiraan suatu potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang,membuat arsip dan dokumentasi perpajakan dengan baik sebagai bahan melaksanakan pemeriksaan dan evaluasi,menerapkan perlakuan akuntansi atas pajak dan bisa menyajikannya dalam sebuah laporan komersial ataupun fiskal perusahaan. Akuntansi Perpajakan semakin luas peranannya dalam menyajikan informasi ekonomi, sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di masyarakat. Rumusan masalah Apa sajakah prinsipdasarakuntansiperpajakan ? Apa sajakah peranakuntansidalamperpajakan ? Apa sajakah kewajibanpembukuan.danpencatatan ? Apa yang dimaksud dengan norma perhitunganpenghasilan ? Tujuan makalah Mampu memahami prinsipdasarakuntansiperpajakan. Mampu memahami peranakuntansidalamperpajakan. Mampu memahami kewajibanpembukuan.danpencatatan. Mampu memahami norma perhitunganpenghasilan. PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI Prinsip prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli. Tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, Yaitu dasar Akrual (accrual basis) dan kelangsungan usaha (Going Concern). APB Statement no.4 menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi, yaitu : 1. Cost Principle Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga pertukaran pada tanggal perolehan. 2. Revenue Principle Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan sifat dan komponen pengukuran maupun pengakuan pendapatan sebagai salah satu komponen penyusunan laporan laba rugi. 3. Matching Principle Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (Matching) menjelasakan masalah pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan hasil, sehingga hasil akan diakui pada periode menurut prinsip dasar pengakuan hasil, sedangkan pembebanan biaya dibebankan sesuai periode tersebut. 4. Objectivity Principle Masalah Objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda. Sebagai contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga yang independen (misalnya laporan rekening koran dari bank), Objektivitas dianggap sebagai hasil konsensus kelompok yang mengukur ataupun objektivitas diukur dengan penentuan batas atau limit baru 5. Consistency Principle Pada prinsip konsistensi (Consistency Principle) ini, prosedur dan prinsip akuntansi yang sama harus diterapkan dalam periode yang bersangkutan, sehingga peristiwa ekonomis yang sejenis akan dicatat dan dilaporkan secara konsisten. Oleh karena itulah laporan keuangan akan dapat diperbandingkan. 6. Disclosure Principle Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengharuskan laporan keuangan dibentuk dan disajikan dari peristiwa ekonomi yang memengaruhi perusahaan dalam suatu periode. Laporan keuangan diharapkan cukup informatif sehingga para pengguna dapat memperoleh manfaat dan informasi dari laporan keuangan tersebut. Penyajian laporan keuangan tersebut haruslah lengkap, jujur dan memadai (mencakup informasi minimal yang harus disajikan 7. Concervatism Principle Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian.Prinsip Konservatism (conservatism principle) umumnya digunakan untuk hal yang sifatnya tidak menentu atau di tengah kondisi ketidakpastian. Tetapi dengan semakin banyaknya pihak yang mengutamakan penyajian jujur (fair) dan dapat diandalkan (reliable), prinsip konservatism semakin berkurang penekanannya. Salsh satu contoh penerapan prinsip konservatism adalah penyajian persediaan pada nilai terendah antara harga perolehan dan harga pasar (lower of cost or market –LOCOM) yang bertentangan dengan konsep biaya historis 8. Materiality Principle Seperti prinsip koservatism, prinsip materialitas (materiality) juga termasuk dalam pengecualian. Accountants international study group memberikan pengertian materialitas sebagai “persoalan pertimbangan profesional penting. Pos pos tertentu dianggap material bila pengetahuan tertentu diangap secara wajar menimbulkan pengaruh bagi pengguna laporan keuangan”. Menurut APB Statement no. 4 prinsip materialitas mengandung arti bahwa laporan keuangan hanya menyangkut informasi yang dianggap penting (material) dalam memengaruhi penilaian. 9. Uniformity and Comparability Principle Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan dapat diperbandingkan, yang merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan prinsip akuntansi. Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya dipengaruhi oleh fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Kewajiban pembukuan, seperti telah dijelaskan merujuk pada penjelasan Pasal 13 Undang-undang Pajak penghasilan dengan prinsip dasar pembukuan, haruslah diselenggarakan dengan caara atau sistem yang lazim dipakai di indonesia, yaitu Standar Akuntansi Keuangan, kecuali perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Terdapat 4 prinsip prinsip dasar akuntansi perpajakan, yaitu : 1. Kesatuan Akuntansi Suatu perusahaan / entitias ekonomi adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pihak yang berkepentingan dengan sumber daya perusahaan 2. Prinsip Kesinambungan Prinsip ini berasumsi bahwa suatu perusahaan tidak akan dibubarkan dan akan melanjutkan aktivitas ekonominya secara terus menerus selama waktu yang tidak ditentukan. 3. Harga Pertukaran Yang Objektif Pada prinsip yang satu ini yaitu Transaksi keuangan harus dinyatakan dengan nilai uang. Obyektif berarti yaitu sebagai berikut: tidak dipengaruhi oleh adanya sebuah hubungan istimewa Bisa diuji oleh pihak independen, Tidak adanya transfer pricing tidak terdapat mark-up, tidak ada KKN, dan lain sebagainya. 4. Konsistensi Prinsip yang satu ini mengatakan bahwa penggunaan metode dalam suatu pembukuan tidak boleh berubah-ubah. Misalnya : Pada penentuan tahun buku Pada perhitungan penyusutan Pada perhitungan persediaan Pada pengakuan nilai kurs valuta asing PERAN AKUNTANSI DALAM PERPAJAKAN INDONESIA Pemungutan pajak di Indonesia dapat dibagi kedalam dua periode, yaitu periode sebelum tahun 1984 dan periode tahun 1984 sampai sekaran. Perkembangan tersebut berdasarkan pada reformasi perundang-undangan perpajakan yang mengacu pada lahirnya undang-undang perpajakan setelah kemerdekaan. Dalam kurun waktu kemerdekaan sejak 17 agustus 1945 sampai akhir tahun 1983, prinsip perpajakan masih menggunakan undang-undang perpajakan produk masa penjajahan Belanda dengan disertai beberapa penyempurnaan. Pajak dipungut dari rakyat untuk kepentingan pembangungan di negeri Belanda sehingga sistem pemungutan pajak yang dianut adalah sistem yang meletakan dasar kekuatan administrasi perpajakan. Namun tidak demikian halnya, karena pada masa sekarang lebih mengedepankan transparasi dan akuntabilitas agar tercipta tata kelola yang baik. Pemerintah ingin meningkatkan penerimaan pajak, maka pada tahun 1967 diperkenalkan sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang Lain (MPO) dengan Undang-undang No. 867 juncto PP No.11 Tahun 1967. Melalui Inpres No 6 Tahun 1979 yang dikenal dengan Paket 27 Maret 1979 dan keputusan Menteri Keuangan Nomor 108/KMK/077/79, wajib pajak diberikan keringanan dalam penetapan pajak apabila yang bersangkutan menggunakan laporan pemeriksaan akuntan publik. Peraturan baru ini sekaligus membatasi kewenangan aparat perpajakan dalam menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Laporan keuangan yang dibuat oleh akuntan publik, tidak dikoreksi, kecuali apabila laporan tersebut tidak benar. Dengan demikian, sejak tahun 1979 peranan akuntansi semakin meningkat dalam perpajakan. Sejak Reformasi undang-undang perpajakan tahun 1983, babak baru perpajakan Indonesia ditandai dengan asas perpajakan Indonesia ditandai dengan asas perpajakan berikut : Asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk membayar pajak Asas Keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak lagi diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar Asas Kepastian Hukum, Wajib Pajak diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak birokratis KEWAJIBAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN Kewajiban Pembukuan bagi Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Dalam Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tersirat perlunya pembukuan karena direksi wajib menyusun laporan tahunan untuk diajukan ke Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang memuat sekurang-kurangnya perhitungan tahunan yang terdiri atas neraca akhir tahun dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dan juga UU Tentang Pasar Modal mensyaratkan diperlukannya laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu SAK yang ditepakan oleh IAI. Ketentuan diatas membuktikan pentingnya pembukuan ini untuk kepentingan perusahaan maupun pihak lain yang membutuhkan informasi, seperti pemegang saham, Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain. Menurut Undang-Undang KUP Pasal 1 angka 29 menyatakan bahwa, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi aset, kewajiban, modal, penghasilan, biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Undang-undang pajak menggunakan istilah pembukuan tetapi dalam akuntansi komersil seperti dalam SAK tidak menggunakan istilah pembukuan. Di dalam buku teks akuntansi, Pembukuan adalah kegiatan mengumpulakm, mencatat, dan menganalisis data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang telah diarsipkan serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip pengendalian internal, pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan penyajian hasil transaksi keuangan menjadi informasi keuangan yang bermanfaaat untuk pengambilan keputusan yang bentuknya disebut dengan laporan keuangan. Dari kedua definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Pembukuan akan menghasilkan laporan keuangan dan lebih mengacu pada kebutuhan informasi keuangan sebagai pertanggung jawaban Wajib Pajak yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Laporan keuangan yang dihasilkan harus mampu mendukung atau membuktikan kebenaran angka-angka yang dilaporkan dalam SPT pada saat dilakukan pemeriksaaan atau penyidikan yang disebut sebagai Akuntabilitas Pajak. Berbeda dengan pembukuan, pengertian Pencatatan dimaksudkan sebagai kegiatan pengumpulan data secara teratur tentang peredaran/penerimaan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terhutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final. Pasal 13 Undang-undang Pajak Perseroan tahun 2007 juga menyatakan bahwa pihak pengurus perseroan, perhimpunan, maskapai, lembaga, dan badan yang menjalankan perusahaan yang labanya dikenakan pajak harus menyelenggarakan pembukuan di Indonesia dengan cara sedemikian rupa sehingga dari pembukuan tersebut dapat diketahui laba yang dikenakan pajak. Pada Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa jumlah peredaran usaha yang menjadi batas kewajiban penyelenggaraan pembukuan sebesar Rp 4.800.000.000 setahun bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, sedangkan bagi WP yang peredaran usahanya kurang dari batas tersebut wajib menyelenggarakan pencatatan secara teratur terhadap seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut akan diperbolehkan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dengan syarat memberitahukan kepada Direktorat Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak bersangkutan. Undang-Undang KUP No. 28 2007 dan Undang-undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (1) diatur bahwaWajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini bertujuan agar dengan melakukan pembukuan maka WP dapat menghitung besarnya PPh maka besarnya pajak dapat diketahui. Ketentuan pembukuan dalam Pasal 28 UU KUP mengatur masalah pembukuan secara umum dan pembukuan untuk keperluan menghitung pajak penghasilan. Ketentuan pembukuan dalam Pasal 6 Undang-Undang PPN dan PPnBM juga mewajibkan Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, bahwa setiap Wajib Pajak yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban memungut PPN, menghitung PPN Masuka, menyetor PPN yang terutang dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ditempat Wajib Pajak terdaftar, serta mencatat semua jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam pembukuannya. Secara umum, setiap Wajib Pajak yang memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan melainkan cukup mencatat nilai peredaran bruto secara teratur yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pembukuan menurut ketentuan perpajakan Pasal 28 ayat (3) (4) (5) dan (7) UU KUP memiliki syarat-syarat sebagai berikut: Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau penctatan atau dokumen lain wajib disimpan di Indonesia selama 10 tahun yaitu ditempat kegiatan atau ditempat tinggal bagi WP Orang Pribadi atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak Badan Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel akrual atau stelsel kas. Apabila terjadi perubahan metode pebukuan dan/atau tahun buku harus mendpat persetujuan dari DJP. Setiap WP seharusnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila kewajiban pembukuan tidak dipenuhi yang berakibat pajak tidak diketahui, tidak dapat menyampaikan SPT walaupun telah ditegur dan dari hasil pemeriksaaan PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%, maka WP dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan (Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang KUP) : 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan 100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Menurut UU KUP NO. 16 Tahun 2009 Pasal 38-39 sanksi bagi WP yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan adalah : Perhitungan pajaknya akan akandilakukan dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto Ditambah sanksi kenaikan 50% dari pajak yang kurang dibayar. Sanksi pidana bagi WP yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau menyelenggarakan pembukuan dengan tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara paling sedikit 6 (enam) bulan dan paling lama (6) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang tidak/kurang bayar Kewajiban Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang KUP menyatakan pengecualian penyelenggaraan pembukuan bagi WP Orang Pribadi tetapi tetap menyelenggarkan pencatatan. Sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 28 ayat (12) jo. Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi mengatur kewajiban pencatatan Wajib Pajak Orang Pribadi, yang diwajibkan menyelenggarakan pencatatan adalah : Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilannya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang peredaran bruto nya dalam satu tahun kurang dari Rp 4,8 miliar) Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Apabila WP orang pribadi menginginkan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto maka WP Orang Pribadi tersebut harus memberitahukan kepada DJP dalam jangka waktu 3 (tuga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak, maka WP OP tersebut dianggap melakukan pembukuan. Kewajiban pencatatan untuk WP orang pribadi ini diatur dalam SE-1/PJ//2009 yang mulai berlaku pada Januari 2009 Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan yaitu sebagai berikut. Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dengan bahasa indonesia. Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis Catatan atau dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekeraan bebas dilakukan selama 10 tahun. Pencatatan harus dapat menggambarkan, antara lain : Perseroan/penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima/diperoleh Penghasilan yang bukan objek pajak/ penghasilan yang pengenaan pajakya bersifat final. Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu usaha dan tempat usaha pencatatannya harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat bersangkutan. Wajib Pajak yang diwajibkan menyelenggarkan pencatatan atas harta dan kewajiban. Mata Uang Pembukuan atau Pencatatan Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam standar akuntansi, Undang-undang Perpajakan mengalami reformasi, antara lain perubahan atas Undang-Undang 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan menjadi Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Dengan perubahan tersebut terdapat banyak perbedaaan antara PSAK dan SAK ETAP hasil konvergensi dengan Undang-Undang KUP dan Undang-Undang Pajak Pengasilan sebagai berikut : Sesuai PSAK No. 10 bahwa pembukuan dilakukan dengan menggunakan uang fungsional dan tidak mengatur mengenai mata uang pelaporan tetapi dianjurkan menggunakan mata uang rupiah Dalam SAK ETAP dijelaskan bahwa semua entitas yang akan menggunakan atau telah menggunakan mata uag selain rupiah sebagai mata uang pelaporan diatur sebagai berikut : Mata uang pencatatan yaitu mata uang yang digunakan oleh entitas untuk membukukan transaksi terhadap mata uang pencatatan haruslah sama dengan mata uang pelaporan Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan (pembukuan). Mata uang pelaporan yang digunakan oleh entitas di Indonesia adalah mata uang rupiah. Pihak entitas dapat menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya bila mata uang tersebut memenuhi kriteria mata uang fungsional. Mata uang fungsional yaitu mata uang utama dalam arti substansi ekonominya, sebagai mata uang yang dicerminkan dalam kegiatan operasi entitas Laporan keuangan pada umumnya dilaporkan dalam mata uang lokal, tetapi bila entitas menggunakan mata uang selain mata uang lokal seperti dolar Amerika maka mata uang pelaporan harus merupakan mata uang fungsional. Mata uang fungsional dimaksud dapat merupakan mata uang rupiah atau selain rupiah tergantung pada substansi ekonominya yang memenuhi indikator-indikator secara menyeluruh. Indikator arus kas Arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama entitas didominasi mata uang tertentu Indikator harga jual Harga jual produk entitas dalam jangka pendek sangat dipengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang tertentu atau produk entitas secara dominan dipasarkan untuk ekspor Indikator biaya Biaya-biaya entitas secara dominan sangat dipengaruhi pergerakan mata uang tertentu. Pasal 28 ayat (4) Undang-undang KUP bahwa mata uang pelaporan yaitu mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan menggunakan satuan mata uang rupiah Pasal 28 ayat (8) Undang-Undang KUP menyatakan bahwa pembukuan menggunakan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan Pengecualian dan Sanksi dari Kewajiban Pembukuan Mengacu pada Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap orang yang sengaja : Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnnya. Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Apabila seseorang melakukan tindak pidana lagi sebelum lewat waktu 1 tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan maka pidananya dilipat-dua-kan. Penyelenggaraan Pembukuan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.24/PMK.011/2012 dan ditindaklanjutkan dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER111/Pj/2010 Tanggal 10 April 2012. Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan ata uang selain rupiah yaitu bahasa inggris dan satuan mata uang solar Amerika Serikat, yang meliputi : WP dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan PMA; WP dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi; WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait; WP yang mendaftarkan sebagian maupun seluruhnya emisi sahamnya di bursa efek luar negeri Kontrak Investasi Kolektif yang menerbitkan reksa dana dalam denominasi satuan mata uang dolar AS dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal; WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri yaitu perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempyunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) huruf a dan hruf b Undang-Undang PPh. Penyelenggaraan Pembukuan dengan Satuan Mata Uang Asing Penyelenggaraan pembukuan dengan mata uang dolar Amerika Serikat dibagi dalam kondisi awal dan tahun berjalan. Awal Tahun Buku Penyelenggaraan pembukuan yang pertama kali dilakukan bertitik tolak pada neraca akhir tahun buku sebelumnya (dalam satuan mata uang rupiah) yang dikonversikan ke satuan mata uang dolar AS menggunakan kurs: Untuk harga perolehan aset/harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut. Untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana dimaksudkan pada huruf a menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut Untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada kahir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas Apabila terjadi revaluasi aset tetap disamping menggunakan nilai historis atau nilai selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang dolar Amerika Serikat dengan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi Untuk saldo laba/sisa kerugian dalam satuan mata uang rupiah dan tahun-tahun sebelumnya takni kurs tengah Bank Indonesia berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas. Untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi Dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata uang ruupiah ke satuan mata uang dolar AS sebagaimana dimaksud pada poin diatas maka selisih laba/rugi tersebut dibebankan pada rekening saldo laba/retained earnings. Tahun Berjalan Untuk kondisi tahun berjalan : Transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang dolar AS, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan. Transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan satuan mata uang selain dolar AS, dikonversikan ke satuan mata uang dolar AS menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu : Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut Apabila dari dikumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku berdasarkan sistem oembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas. Persyaratan Administratif dalam Pembukuan Dengan Bahasa dan Mata Uang Asing Dalam penyelenggaraan pembukuaan dengan Bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS, diperlukan syarat sebagai berikut : WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau WP dengan surat permohonan kepada kepala kantor wilayah paling lambat 3 bulan : Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan ,enggunakan bahasa inggirs dan satuan mata uang dolar AS tersebut dimulai Sejak taggal pendirian bagi WP baru unruk bagian tahun pajak atau tahun pajak pertama Kepala kantor wilayah atas nama Kementrian Keuangan memberikan keputusan atas oermohonan tersebut paling lama 1 bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap, yang selanjutnya akan diterbitkan keputusan pemberian ijin untuk menyelenggarakan pembukuan menggunakan bahasa inggris dan satuan mata uang dolar AS. Khusus WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP Kontraktor KKS yang sejak pendiriannya menyelenggarakan pembukuan dengan bahsa inggris dan stuan mata uang dolar AS , wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar paling lambat 3bulan sejak tanggal pendirian dan bagi WP yang akan menyelenggarakan pembukuan tersebut diatas wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan bahas inggris dan satuan mata uang dolat AS tersebut dimulai. Kerahasiaan Pembukuan Pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak bersifat rahasia. Namun pada saat dilakukan pemeriksaaan oleh pihak Pemeriksa Pajak, maka kerahasiaan/kewajiban untuk merahasiakan pembukuan tersebut ditiadakan/gugur. Pembukuan dengan Komputer Ketentuan yang harus dipenuhi sehubungan dengan penggunaaan komputer dalam Pembukuan Wajib Pajak, adalah sebagai berikut : Pembukuan tersebut memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP Hasil cetak (print-out) komputer berkenaan dengan pembukaan perusahaan dapat tersedia dengan vepaty bila diperlukan dalam pemeriksaan Kewajiban bagi WP memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan dan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (30 huruf a Undang-Undang KUP berlaku pula untuk memperlihatkan dan meminjamkan semua sarana atau perangkat sehubungan dengan kegiatan penyelenggaraan pembukuan dengan komputer, sebagai contoh : memberikan jenis program komputer yang digunakan menjelaskan mekanisme sistem pembukuan dan prosedur/arus dokumen memberitahukan kata sandi (password) yang digunakan memperlihatkan dan meminjamkan segala dokumen yang dipakainsebagai masukan (input) komputer, termasuk keluaran (output) program dalam bentuk kartu punch (punch card), floppy disket, maupun dalam bentuk pita (tape). NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN Norma perhitungan digunakan sebagai pedoman menentukan besarnya penghasilan neto dan pedoman tersebut dilakukan dalam hal : tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik yaitu pembukuan yang lengkap atau, pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar. Norma penghitungan penghasilan neto hanya boleh digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran bruto nya kurang dari jumlah Rp. 4.800.000.000,00. Dari pengertian pembukuan tersebut, sasaran terakhir yang hendak dicapai adalah menyusun laporan keuangan,tetapi tidak diberikan dasar yang digunakan sebagaimana dalam undang-undang lainnya seperti SAK yang ditetapkan oleh IAI. Dalam rangka penyelenggaraan pembukuan ini, setiap wajib pajak wajib memenuhi ketentuan pasal 28 undang-undang KUP, yaitu sebagai berikut : pembukuan atau pencatatan haruslah diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh menteri keuangan. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel Akrual atau stelsel kas Prinsip taat asas mengharuskan wajib pajak menggunakan prinsip yang sama dalam metode pembukuan yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya. Tujuan nya adalah mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dapat diterapkan dalam hal : Pengakuan penghasilan Tahun buku Metode penilaian persediaan Metode penyusutan dan amortisasi Stelsel akrual adalah metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang, sehingga tidak bergantung pada kapan penghasilan diterima dan kapan biaya dibayar secara tunai. Stelsel kas adalah metode yang perhitungan nya berdasarkan pada penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayarkan secara tunai, sehingga penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam periode tertentu dan biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam periode tertentu. Perubahan yang terjadi terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan direktur jenderal pajak. Perubahan mungkin dapat terjadi dalam hal metode pembukuan atau tahun pajak, tetapi prinsip dasar yang harus dianut adalah taat asas, yaitu konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh adalah dalam pemilihan metode pengakuan penghasilan dan biaya, apakah dengan metode kas atau metode akrual, pemilihan metode penilaian, pemilihan metode penyusutan aset tetap, dan lain-lain. Pembukuan yang diselenggarakan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pembukuan sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang perpajakan ini adalah pembukuan yang diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di indonesia, yaitu SAK, kecuali perundang-undangan perpajakan menetukan lain. Perubahan tahun buku juga harus mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Pada prinsipnya, tahun takwim atau tahun kalender sama dengan tahun pajak (tahun fiskal), tetapi wajib pajak dapat pula menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Apabila terjadi demikian, maka penyebutan tahun pajak yang bersangkutan menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih. Contoh : Pembukuan 1 juli 2011 samapi 30 juli 2012 termasuk dalam tahun pajak 2011 (enam bulan pertama jatuh pada tahun 2011) Pembukuan 1 oktober 2011 sampai 30 september 2012, tahun pajaknya adalah tahun 2012, karena bulan terbanyak pada kurun waktu tahun 2012. Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun. Penyimpanan ini diletakkan di tempat kegiatan atau ditempat tinggal bagi wajib pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan bagi wajib pajak badan. KESIMPULAN Prinsip prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli. Tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, Yaitu dasar Akrual (accrual basis) dan kelangsungan usaha (Going Concern). APB Statement no.4 menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi, yaitu : 1. Cost Principle 2. Revenue Principle 3. Matching Principle 4. Objectivity Principle 5. Consistency Principle 6. Disclosure Principle 7. Concervatism Principle 8. Materiality Principle 9. Uniformity and Comparability Principle Akuntansi perpajakan sangatlah penting karena menekankan perlunya pemahaman perpajakan yang baik oleh WP (terutama WP Badan) agar jangan sampai terjadi kesalahan dalam perhitungan pajaknya karena dapat saja sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan pajak oleh fiskus dengan menunjukkan pembukuan/pencatatan terhadap transaksi kegiatan WP yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pasal 28 Undang-undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (1) diatur bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini bertujuan agar dengan melakukan pembukuan maka WP dapat menghitung besarnya PPh maka besarnya pajak dapat diketahui. Sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 28 ayat (12) jo. Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2007 kewajiban yang melakukan pencatatan adalah : Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilannya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang peredaran bruto nya dalam satu tahun kurang dari Rp 4,8 miliar) Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Norma perhitungan digunakan sebagai pedoman menentukan besarnya penghasilan neto dan pedoman tersebut dilakukan dalam hal : tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik yaitu pembukuan yang lengkap atau, pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar. DAFTAR PUSTAKA Agoes Sukrisno, Trisnawati Estralita, 2014. Akuntansi Perpajakan. Edisi 3, jilid 1, 318 hlm, Salemba Empat. Waluyo, 2016. Akuntansi Pajak. Edisi 6, Jilid 1, 470 hlm, Salemba Empat