[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Akuntansi Syariah Bab

TUGAS AKUNTANSI SYARIAH RESUME BAB 3 LARANGAN DALAM EKONOMI ISLAM DOSEN PEMBIMBING: ACHMAD SOEDIRO, SE, M.COMM, AK DR. INTEN MEUTIA, SE, M.ACC, AK EMYLIA YUNIARTIE, SE., M.SI,. AK DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 BUNGA AULIA 01031381520094 FARINDARANI KUSBARI 01031381520096 RISKA THARIKA 01031381520084 M.ALDI ARWIN 01031381520100 YOGI FIRMANSYAH 01031381520151 DEBY SUGIANTO 01031381520147 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KAMPUS PALEMBANG 2017 Riba Pengertian Riba Secara etimologis riba adalah pertumbuhan, naik, membengkak, dan tambahan atau sesuatu yang lebih sebagaimana terdapat dalam Q.S Al-haji (22):5., QS. An-Nahl (16): 92, QS. Ar-Rum (30):39, dan QS. Fushilat (41):39. Dalam Al- Qur’an riba dapat dipahami dalam delapan arti, salah satunya yaitu meningkat baik menyangkut kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain riba artinya tumbuh dan membesar. Secara terminologi riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok secara bathil, sehingga hukumnya diharamkan. Menurut ulama Hanafiah riba adalah nilai lebih yang tidak dapat pada barang yang ditukar berdasarkan ukuran syar’i yang dipersyaratkan kepada salah satu pihak yang berakad pada saat transaksi. Dasar Hukum Pengharaman Riba Sesungguhnya bunga (riba) telah dianggap penting demi keberhasilan pengoprasian sistem ekonomi yang ada dimasyarakat. Tetapi Islam mempertimbangkan bunga itu suatu kejahatan yang menyebarkan kesengsaraan kehidupan, oleh karna itu Al-Qur’an menyatakan haram terhadap bunga bagi kalangan masyarakat Islam. Perintah –perintah untuk meninggalkan riba (bunga) dalam Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, yaitu: Tahap Pertama, QS. Ar-Rum (30):39 ayat ini turun di Makkah, pada saat itu jumlah kaum muslim sedikit dan mereka telah berusaha payah dalam berhijaddan membela Islam. Gaya komunikasi seperti inilah yang dipakai Allah untuk kaum muslim, yaitu gaya argumen bahwa riba tidak akan menambah harta disisi Allah. Tahap Kedua, kaum muslimin diperingati untuk mematuhi larangan memungut bunga seperti terdapat dalam Al-Qur’an. Jika tidak, mereka akan mendapat nasib yang buruk seperti yang dialami kaum Yahudi yang telah dilarang tetapi mereka masih terus menerus memungutnya. QS. An – Nisa (4):161. Dalam QS. Asy - Syura (42):13 disimpulkan bahwa riba diharamkan bagi kaum yahudi, Nasrani, dan kaum Muslim. Tahap Ketiga, QS. Ali- Imran (3): 130 ayat ini diturun ke-2 hijriah, disekitar perang Uhud berlangsung. Beberapa pengamat memberikan argument mengapa ayat ini turun disekitar perang Uhud, hal ini desebabkan kaum kafir membiayai persenjataan mereka melalui pinjaman berbunga. Ayat ini turun untuk mencegah kaum muslim membiayai persenjataannya dengan pola yang dilakukan kaum kafir tersebut. Tahap Keempat, membedakan antara perdagangan dengan riba dan menunjukan bahwa sesungguhnya riba itu menghancurkan kesejahteraan suatu bangsaa. Perintah itu juga member nasihat kepada orang beriman untuk menjauhkan diri dari pungutan bunga yang dapat mengakibatkan kesengsaraan bagi mereka baik didunia maupun di akhirat QS. Al – Baqarah (2):275-276. Tahap Kelima, perintah terakhir dalam Al-Qur’an melarang bunga dan menyataka sebagai perbuatan terlarang dikalangan masyarakat Islam yang mewahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. QS. Al-Baqarah (2):278-279. Dua keluarga muslim berdebat tentang riba dan Gubernur Mekkah membawa kasus ini ke Rasulullah Saw dan Allah Swt., sendiri yang menjawab dan menurunkan ayat ini. Ayat ini juga menjawab bahwa riba dengan segala bentuknya dilarang. Sebab-sebab Diharamkannya Riba Sebab-sebab riba diharamkan, di antaranya yaitu: Karena Allah dan Rasul-Nya melarang atau mengharamkannya, yaitu terdapat dalam QS.Al-Baqarah (2):275, QS. Ali Imran (3):130, QS.An-Nisa (4):161, QS.Al-Baqarah (2):276, QS.Al-Baqarah (2):278, dan QS.Ar-Rum (30):39. Selain itu terdapat juga dalam beberapa hadis Rasulullah Saw., sebagai berikut: “Riba memiliki 60 pintu dosa, dosa yang paling ringan dari riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya”. (HR.Ibnu Jarir) “Emas dengan emas sama berat, sebanding dan perak dengan perak, sama berat dan sebanding”. (HR.Ahmad) Karena riba menghendaki mengambil harta orang lain tanpa ada imbangannya Dengan melakukan riba, orang tersebut menjadi malas berusaha yang sah menurut syara’. Riba menyebabkan putusnya berbuat baik terhadap sesama manusia dengan cara piutang atau menghilangkan faedah utang piutang . Hikmah Diharamkannya Riba Hikmah Riba Dayn (utang piutang) diharamkan Riba diharamkan karena mendatangkan dampak negatif terhadap individu dan masyarakat. Dampak negatif terhadap individu yaitu kebutaan nurani pelaku riba dengan keegoisan,keserakahan, kikir, dan menjadi budak harta. Dampak negatif terhadap masyarakat adalah bila mana riba telah menjalar pada kehidupan masyarakat akan tampak efek negatifnya dari sisi sosial dan ekonomi. Dari segi sosial, masyarakat akan dipenuhi rasa egois, dengki, serta benci dan bukan saling kasih-mengasihi dan tolong menolong. Dari segi ekonomi, riba menyebabkan dampak negatif terhadap ekonomi sebuah negara diantaranya: Riba menyebabkan berkurangnya proyek di bidang produksi barang. Riba menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Riba menyebabkan tingginya harga barang dan jasa. Hikmah Riba Ba’i (jual beli/tukar menukar) Diharamkan Riba Ba’i diharamkan dalam rangka menutup celah terjadinya riba dayn. Karena riba fadhl ukurannya berbeda namun tunai dan riba nasi’ah tidak tunai namun umurannya sama. Hakikat riba dayn adalah kumpulan dari fadhl dan nasi’ah di mana terdapat ukuran yang tidak sama dan tidak tunai. Riba Ba’i diharamkan agar tidak terjadi riba yang lebih besar yaitu riba dayn. 5. Macam – macam Riba Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang (riba dayn) dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qadh dan riba jahiliyah. Kelompok riba tersebut adalah: Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (mutharidh) Riba jahiliyah terjadi karena adanya utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena peminjam tidak mampu melunasi utangnya setelah jatuh tempo. Riba fadhl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk jenis ribawi. Riba Nasi’ah merupakan riba yang timbul karena adanya utang piutang yang tidak memenuhi kriteria utang muncul bersama resiko (al-ghamu bil ghunmi) dan hasil usaha yang muncul bersama biaya (al- kharaj bi dhaman) 6. Perbedaan Antara Riba Dayn dengan Riba Ba’i Perbedaan antara Riba Dayn dan Riba Ba’i yaitu: Riba ba’i diharamkan untuk sad az-zari’ah, sedangkan riba dayn diharamkan karena zatnya. Riba ba’i dalam 6 (enam) jenis harta, sedangkan riba dayn berlaku pada seluruh jenis harta sesuai dengan ijma para ulama. Indikasinya bahwa riba yang dilakukan orang jahiliyah yang kemudian diharamkan Al-Quran objek transaksinya adalah unta. Dan unta tidak termasuk salah satu dari 6 (enam) harta riba. Pengaruh Riba dalam Transaksi Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa transaksi yang bercampur dengan riba adalah batal, tidak sah dan tidak boleh diteruskan. Larangan dalam riba menunjukkan hukum haram dan rusak. Rasulullah Saw., telah bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak berdasarkan pada agama kami, maka perbuatannya itu ditolak”. (HR. Muslim). Hanafiyah berpendapat bahwa masyarakat adanya riba dalam jual beli merusak transaksi tersebut. Barang dagang dalam jual beli yang fasid (rusak) dapat memiliki setelah diterima. Jual beli yang mengandung riba termasuk jual beli yang fasid (rusak), maka seseorang dapat memilikinya setelah menerimanya dan ia wajib mengembalikannya kelebihan harga atau nilainya jika barangnya telah rusak. Fatwa Ulama Tentang Bunga Hampir semua majelis fatwa ormas Islam berpengaruh di Indonesia, telah membahas tentang riba. Untuk itu kedua organisasi tersebut memiliki lembaga ijtihad, yaitu : Majelis Tarjih Muhammadiyah Berpendapat bahwa hakikat riba yang dilarang Al-Qur’an adalah riba yang mengarah kepada pemasaran terhadap debitur. Dalam menetapkan hukum bunga bank, Muhammadiyah ‘illat diharamkan riba adalah adanya penghisapan / penganiayaan terhadap pihak pinjaman konsekuennya kalau ‘illat itu ada dibunga bank, maka bunga bank sama dengan riba hukumnya haram. Sebaliknya kalau ‘illat tidak ada pada bunga bank, maka bunga bank bukan riba, dan tidak haram. Nahdhatul Ulama Menurut lajnah, hukum bank dan hukum bunga bank sama seperti hukum gadai. Terdapat tiga pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini : Haram, sebab termasuk hutang yang dipungut rente Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad Syubhat (tidak tentu halal-haramnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat. Meskipun ada selisih pendapat, Lajnah memutuskan yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, bunga bank adalah haram. Majelis Ulama Indonesia Dalam keputusan ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tentang bunga : Pengertian Bunga dan Riba Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan manfaat/hasil pokok tersebut berdasarkan tempo waktu. Riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya dan inilah disebut riba nasi’ah Hukum Bunga Praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman rasulullah Saw., Ya ini riba nasi’ah. Dengan demikian praktik pembungaan ini termasuk riba. Praktik penggunaan tersebut hukumnya haram, baik dilakukan oleh bank,asuransi,pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun maupun individu. Bermuamallah dengan Lembaga Keuangan Konvensional Untuk wilayah yang sudah ada kantor lembaga keuangan syariah, tidak boleh melakukan transaksi yang berdasarkan kepada perhitungan bunga. Untuk yang belum ada kantor lembaga keuangan syariah diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi dilembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat. Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga Perbedaan konsep bunga dan bagi hasil dalam perbankan sebagai berikut: No. Bunga Bagi Hasil 1 Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi 2 Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh 3 Pembayaran Bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama 4 Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meski jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ‘booming’ Jumlah pembayaran laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan 5 Eksistensi bunga dikecam oleh semua agama, bukan hanya Islam Tidak ada yang meragukan keabsahan keuntungan bagi hasil Perbedaan investasi dan Membungakan Uang Ada 2 perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang: Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembalinya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Menyimpan uang di bank syariah termasuk kategori investasi karena perolehan kembaliannya dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Perbedaan Antara Utang Uang dan Utang Barang Utang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan ada alasan yang pasti dan jelas. Uang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Gharar Pegertian Gharar Secara etimologis berarti risiko, tipuan dan menjatuhkan diri atau harta pada jurang kebinasaan. Sedangkan secara terminologis gharar adalah sebagai berikut: Menurut UU No. 21 Tahun 2008, gharar yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaanya atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Menurut Racmadi Usman, gharar yaitu transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan. Penyebab terjadinya Gharar Penyebab terjadinya gharar adalah ketidakjelasan. Kejelasan itu bisa terjadi pada barang atau harga. Ketidakjelasan pada barang disebabkan oleh barang disebabkan beberapa hal : Fisik Barang tidak jelas Sifat barang tidak jelas Ukurannya tidak jelas Barang bukan milik penjual Barang yang tidak dapat diserahterimakan Ketidak jelasan pada harga disebabkan beberapa hal : Penjual tidak menentukan harga Penjual memberikan dua pilihan dan pembeli tidak menentukan salah satunya Tidak jelas jangka waktu pembayaran. Berdasarkan penjelasan diatas, maka gharar ada 3 macam yaitu : Jual beli sesuatu yang tidak ada Jual beli sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan Jual beli sesuatu yang tidak dapat diketahui secara mutlak. C. Maisir 1. Pengertian Maisir Secara etimologis maisir yaitu memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Sedangkan secara terminologis maisir adalah sebagai berikut: Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Maisir adalah transkasi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Menurut Muhammad Ayub, baik maisir maupun qimar dimaksudkan sebagai pemain untung-untungan (game of chance). Menurut Racmadi Usman, maisir adalah barang yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau spekulasi yang tinggi. Menurut Ascarya, maisir adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berisiko. 2. Dalil Tentang Haramnya Maisir Judi dengan segala bentuknya dilarang dalam syariat Islam secara bertahap. Tahap pertama, judi merupakan kejahatan yang memiliki mudharat (dosa) lebih besar daripada manfaatnya QS. Al-Baqarah (2): 219. Tahap Kedua, judi dan taruhan dengan segala bentuknya dilarang dan dianggap sebagai perbuatan zalim yang sangat dibenci. Firman Allah dalam QS. AL-Maidah (5): 90. D. Haram Barang yang diharamkan dilarang dijualbelikan. Dalam Islam, barang haram diklasifikasikan kepada dua macam, yaitu: Haram karena zat (substansi) nya, misalnya: Babi, anjing, dan anak yang lahir dari perkawinan keduanya. Bangkai, kecuali ikan dan belalang. Binatang yang menjijikan seperti cacing,kutu, lintah dan sebagainya. Binatang yang mempunyai taring. Binatang yang berkuku pencakar yang memakan mangsanya dengan cara menerkam dan menyambar. Binatang yang dilarang oleh Islam untuk membunuhnya seperti lebah, burung hud-hud, kodok, dan semut. Daging yang dipotong dari binatang halal padahal binatang tersebut masih hidup. Binatang yang beracun dan membahayakan bila dimakan. Binatang yang hidup di dua alam seperti kura-kura, buaya, biawak dan sebagainya. Darah, urine, feses, dan plasenta. Minyak, lemah, dan tulang dari binatang telah disebutkan di atas. Binatanag yang disembelih bukan atas nama Allah. Khamr (minuman keras). Hal ini bersumber kepada: a. QS. Al-Baqarah (2): 173 b. QS. Al-Maidah (5): 3 c. QS. Al-An’am (6): 145 d. QS. Al-An’am (6): 118-121 e. QS. Al-Maidah (5): 0-91: 90 f. Hadis: “ Sesuatu (daging) yang dipotong/ diambil dari hewan yang masih hidup adalah bangkai” (HR. Tirmidzi) g. Hadis: “Rasulullah Saw., melarang (memakan) setiap binatang yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar”. (HR. Muslim) h. Hadis: “ada lima jenis binatang fasik yang dibunuh ketika ihram yaitu tikus, kalajengking, burung gagak, burung rajawali, dan anjing gila”. (HR. Tirmidzi) 2. Barang yang diharamkan bukan karena zat (substansi) nya, tetapi karena cara memperolehnya dengan jalan yang diharamkan seperti mencuri, merampok, begal, menipu, menyuap, dan korupsi. Hal ini terdapat dalam beberpa ayat Al-Quran: QS. Al- Maidah (5): 38 QS. Al- Muthafifin (83): 1-3 QS. Al- Baqarah (2): 188 E. Zalim Secara etimologis, zalim mempunyai arti bertindak lali, atau aniaya, mengurangi, menyimpang, menindas, bertindak sewenang-wenang, dan tidak adil. Secara terminologis, zalim yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. Perbuatan yang mengandung kezaliman, misalnya: Memakan harta anak yatim secara zalim Mengurangi timbangan (takaran) Jual beli paksa (ba’i al- ikrah) Memakan harta orang lain secara batil Memakan riba (bunga/ interest) Menimbun barang (ihtikar) Hal ini terdapat dalam beberapa ayat dalam A-Quran sebagai berikut: QS. Al-An’am (6): 152 QS. Asy-Syura’ (26): 181 QS. Asy-Syura’ (26): 182 QS. Asy-Syura’ (26): 183 QS. Ar-Rahman (55): 9 QS. An-Nisa (4): 29 QS. Al-Baqarah (2): 275 QS. Al-Baqarah (2): 276 QS. Al-Baqarah (2): 278 QS. Al-Baqarah (2): 279 Hadis: “Dari Ma’mar bin Abdullah ra., dari Rasulullah Saw., beliau bersabda: “Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang berdosa. Hadis: “Rasulullah Saw., melaknat pemakan riba, yang mewakilkannya, yang mencatatnya, yang menjadi saksinya, Rasulullah mengatakan, mereka itu semuanya sama”. (HR. Muslim) Hadis: “Dari Abu Said al-Khudhri ra., Rasulullah Saw., bersabda: “Tidak boleh merugikan diri sendiri maupun orang lain”. (HR. Ibnu Majah dan Dar al-Quran)