[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

MENGENAL RIBA, GHARAR, TADLIS DAN MAYSIR.doc

2018, Rizkaul H.

Seiring dengan berjalannya waktu maka globalisasi pun kini hadir di tengah masyarakat kita, globalisasi ini melahirkan berbagai sistem tatanan hidup yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan gaya hidup masyarakat yang semakin modern. Dengan kecanggihan teknologi maka banyak dampak positif yang di dapat oleh masyarakat, namun sisi negatif pun tetap mengiringi perjalanan dari sebuah kemajuan teknoligi. Terdapat berbagai kemajuan dalam gaya hidup masyarakat modern mulai dari gaya hidup menabung yang sudah beralih ke bank-bank konvensional,cara menjual dan membeli barang yang haram, hal ini memiliki dampak yang negatif yang sangat dikhawatirkan oleh setiap umat karena bertentangan dengan al-quran dan sunnah. Sistem bunga yang ada di bank konvensional, jual beli barang yang tidak jelas, gaya hidup yang suka berjudi, dan penipuan yang marak terjadi di tengah masyarakat saat ini sungguh menjadi hal yang patut di perangi. Salah satu cara nya adalah dengan mensosialisasikan apa saja hal-hal yang bertentangan itu. Mulai dari menjelaskan sistem bunga yang ada di bank itu seperti apa, jual beli apa saja yang diperbolehkan dan diharamkan dalam islam, hingga mengapa berjudi dan riba itu diharamkan, permasalahan seperti ini patut untuk dijelaskan kepada masyarakat agar mereka mengetahui dan sadar akan imbas negatif yang akan didapat.

MENGENAL RIBA, GHARAR, TADLIS DAN MAYSIR Seiring dengan berjalannya waktu maka globalisasi pun kini hadir di tengah masyarakat kita, globalisasi ini melahirkan berbagai sistem tatanan hidup yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan gaya hidup masyarakat yang semakin modern. Dengan kecanggihan teknologi maka banyak dampak positif yang di dapat oleh masyarakat, namun sisi negatif pun tetap mengiringi perjalanan dari sebuah kemajuan teknoligi. Terdapat berbagai kemajuan dalam gaya hidup masyarakat modern mulai dari gaya hidup menabung yang sudah beralih ke bank-bank konvensional,cara menjual dan membeli barang yang haram, hal ini memiliki dampak yang negatif yang sangat dikhawatirkan oleh setiap umat karena bertentangan dengan al-quran dan sunnah. Sistem bunga yang ada di bank konvensional, jual beli barang yang tidak jelas, gaya hidup yang suka berjudi, dan penipuan yang marak terjadi di tengah masyarakat saat ini sungguh menjadi hal yang patut di perangi. Salah satu cara nya adalah dengan mensosialisasikan apa saja hal-hal yang bertentangan itu. Mulai dari menjelaskan sistem bunga yang ada di bank itu seperti apa, jual beli apa saja yang diperbolehkan dan diharamkan dalam islam, hingga mengapa berjudi dan riba itu diharamkan, permasalahan seperti ini patut untuk dijelaskan kepada masyarakat agar mereka mengetahui dan sadar akan imbas negatif yang akan didapat. RIBA Pengertian Riba Riba dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai bunga uang. Ada banyak sekali literatur yang memberikan arti dari riba. Secara sederhana, kita dapat mengartikan riba sebagai tambahan pendapatan yang tidak sah. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan pengertian riba sebagai pelepas uang, lintah darat, bunga uang, dan rente. Sedangkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa: “riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah)”. Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Bank Syariah mengatakan bahwa: “riba adalah tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam”. Permadi, Kangmas Galih, “Riba, Maysir, dan Gharar”, KangmasGalihPermadi, diakses dari http://kangmasgalihpermadi.blog spot.com/2011, pada tanggal 25 Maret 2015 11.21 Defenisi riba yang banyak digunakan dalam literature ekonomi syariah adalah defenisi yang dirumuskan oleh Imam Sarakhsi sebagai berikut “Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.” Akun, Ari, “LARANGAN TERHADAP TRANSAKSI YANG DIHARAMKAN SISTEM DAN PROSEDUR PEROLEHAN KEUNTUNGANNYA”, AKUNTANSI SYARIAH, diakses dari http://susiari-n10tangsel.blogspot.com/2010/06/larangan-terhadap-transaksi-yang_30.html pada tanggal 25 Maret 2015 11.18 Hukum Riba Riba diharamkan dalam semua agama samawi. Riba dilarang dalam Yahudi, Nasrani, dan Islam. Dalam perjanjian lama disebutkan , “Jika engkau meminjamkanuang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih utang terhadapnya. Janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya,” (keluaran 22:25) Dalam perjanjian lama juga disebutkan, ”Apabila saudaramu membutuhkan maka pikullah dia. Janganlah kamu meminta keuntungan atau manfaat darinya.” (lewi 25: 35) Hanya saja orang-orang Yahudi memandang tidak adanya penghalang untuk mengambil riba dari selain orang Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam pasal 23 ayat 20 dari kitab Ulangan. Dan Al-Qur’an telah membantah pandangan mereka ini. Dalam surah an-Nisa’, Allah swt. Berfirman, “....dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya...”(an-Nisa’[4]: 161) Dalam perjanjian baru disebutkan, “dan jikalah kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu?” (lukas 6: 34) “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar.” (Lukas 6: 35) Para tokoh gereja menyepakati pengraman riba secara tegas dengan bersandar pada nash-nash ini. Al-Qur’an berbicara tentang riba dalam beberapa tempat sesuai dengan urutan waktu. Pada periode Mekah, turunlah firman Allah swt. “Dan sesuatu riba(tambahan) yagng jamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” Pada periode Madinah, turunlah pengharaman riba secara jelas dalam firman Allah swt., ‏‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬ “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”(Ali ‘imran [3]: 130) Dan, ayat yang dengannya penyariatan ditutup adalah firman Allah swt. ‏‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‭ ‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba(yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkan perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan)dan tidak di zalimi(dirugikan).” (Al-Baqarah [2]: 278-279) Ayat ini adalah bantahan yang tegas bagi orang yag mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali apabila berlipat ganda karena Allah tidak membolehkan selain pengembalian pokok harta tanpa tambahan. Dan, ini adalah ayat terakhir yang diturunkan berkaita dengan perkara ini. Allah melaknat semua orang yang terlibat dalam akad riba Allah melaknat kreditor(pemberi utang) yang mengambil riba, debitor(pemilik utang) yang memberikan riba, juru tulis yang menulis riba, da dua saksi yang menyaksikan riba. Sabbiq sayyid,fiqh sunnah ,cetakan II,(Jakarta Timur,PT.Tinta Abadi Gemilang,2013) hal 103-105 Selain dalam Al-Qur’an, larangan melakukan riba juga diatur dalam hadits Nabi Muhammad SAW seperti yang diriwayatkan kembali oleh Ubadah bin Samit yang terdapat dalam Abu Daud hadits nomor 3343 dan dalam At-Tirmidzi hadits nomor 2819, seperti yang ditulis oleh Rizal Yaya dkk. dalam bukunya Akuntansi Perbankan Syariah, yang isinya sebagai berikut: “Emas dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung gandum dengan tepung gandum dalam ukuran yang sama. Jika seseorang memberi lebih atau meminta lebih, ia telah berhubungan dengan riba. Tetapi tidak diharamkan penjualan emas dengan perak dan perak dengan emas dalam berat yang tidak sama. Pembayaran dilakukan pada saat itu juga dan janganlah menjual jika dibayar belakangan. Dan tidak diharamkan menjual gandum dengan tepung gandum dan tepung gandum (dengan gandum) dalam ukuran yang berbeda, pembayaran dilakukan pada saat itu. Jika pembayaran dilakukan kemudian, janganlah menjualnya.” Jenis-Jenis Riba Berdasarkan ayat suci Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW, kita bisa mengkategorikan riba, berdasarkan cara terjadinya, menjadi dua jenis yaitu: Riba akibat jual-beli Riba akibat jual beli dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu: Riba fadl, disebut juga riba buyu’ yaitu riba yang terjadi akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadin bi yadin). Contoh : menukar emas seberat 15 gram dengan emas 17 gram; atau menukar emas 15 gram dengan 15 gram emas tidak tunai. Pertukaran sejenis yang tidak sama waktu penyerahannya selain menimbulkan riba juga mengandung gharar karena mengandung unsur ketidakjelasan wujud barang yang ditukarkan. Riba nasi’ah, disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dan barang yang diserahkan kemudian. Contoh riba nasi’ah dapat kita lihat pada transaksi bank konvensional, di mana bank sebagai pemberi pinjaman atau kreditur menetapkan jumlah tertentu sebagai bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada debitur yang sifatnya tetap padahal nasabah yang meminjam atau debitur belum tentu memperoleh keuntungan dengan jumlah yang tetap, karena bisnis selalu ada kemungkinan untung atau rugi.  Riba akibat utang-piutang. Riba akibat utang-piutang dibagi menjadi dua jenis yaitu: Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba qardh ini adalah jenis riba yang terjadi pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari, dimana atas utang yang dimiliki si peminjam, diharuskan membayar sejumlah  tertentu yang disebut bunga sebagai balas jasa atas uang yang dipinjamnya. Riba jahiliyyah. Menurut buku pintar ekonomi syariah, ada dua pengertian riba jahilliyyah, yang pertama adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Pengertian yang kedua adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyyah dilarang karena pelanggaran kaedah kullu qardin jarra manfaah fahuwa riba (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyyah tergolong riba nasi’ah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong riba fadl. Contoh riba jahiliyyah pada perbankan konvensional dapat dilihat dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh pada saat jatuh tempo penagihannya.  Pelaksanaan riba terjadi pada hampir semua kegiatan perbankan dan lembaga keuangan konvensional. Pada saat kita menabung, membuka deposito, meminjam dana dari bank bunga yang dibayarkan atau yang diterima oleh nasabah merupakan contoh riba nasi’ah. Riba fadl dapat kita lihat pada transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai. Sedangkan riba jahiliyyah dapat kita lihat pada transaksi pembayaran bunga atas tagihan kartu kredit yang tidak dibayar seluruhnya pada saat jatuh tempo. Walaupun jelas-jelas riba itu dilarang oleh berbagai agama, tetapi praktik riba sangat marak di dalam perekonomian dunia. Riba terjadi hampir dalam semua transaksi keuangan. Dilarangnya riba oleh Tuhan tentu karena praktik riba itu tidak baik bagi kehidupan manusia, bahkan akan menyebabkan kehancuran umat manusia seperti yang sudah pernah terjadi pada jaman krisis ekonomi global (great depression) baik tahun 1930-an maupun pada tahun 2008 yang lalu yang disebabkan maraknya praktik riba, maysir, dan gharar dalam perekonomian dunia pada saat itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa praktik riba yang terjadi saat ini berdampak secara negatif baik terhadap perekonomian maupun terhadap sosial masyarakat. Demi kesejahteraan bersama umat manusia, Islam menawarkan solusi atas semua permasalahan perekonomian yang diakibatkan oleh riba yang tentunya sesuai dengan syariat yaitu sistem bagi hasil. Dengan sistem bagi hasil ini, pemberi pinjaman dan peminjam akan sama-sama diuntungkan. Op. cit Perbedaan antara sistem riba dengan bagi hasil dapat disarikan sbb: Riba Bagi Hasil Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi Besarnya persentase bunga didasarkan pada jumlah uang yang ditanamkan/ dipinjamkan Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan atau pendapatan usaha yang diperoleh Pembayaran bunga adalah tetap, seperti yang dijanjikan, tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. Bagi hasil tergantung pada keuntungan atau pendapatan usaha yang dijalankan. Bila usaha mengalami kerugian. Kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkatkan jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming dan juga tidak menurun ketika usaha merugi Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan dan bisa menurun ketika usaha merugi Hikmah Diharamkannya Riba Riba menimbulkan permusuhan dan menghancurkan ruh tolong menolong diantara manusia. Sementara semua agama, terutama islam, menyeru kepada tolong-menolong dan altruisme, serta membenci egoisme dan eksploitasi jerih payah orang lain. Riba mengakibatkan terciptanya kelas borjuis yang tidak bekerja sedikitpun, sebagaimana mengakibatkan penumpukan harta di tangan mereka tanpa ada usaha yang mereka kerahkan, sehingga mereka menjadi seperti tumbuhan parasit yang tumbuh di atas tumbuhan lain. Sementara islam menggunakan kerja, memuliakan para pekerja, dan menjadikan kerja sebagai sarana terbaik untuk memperoleh penghasilam karena dapat menciptakan keterampilan dan meninggikan spirit dalam diri seseorang. Riba adalah sarana imperialisme. Oleh karena itu, dikatakan bahwa imperialisme berjalan dibelakang pedagang dan pendeta. Kita pun telah melihat riba dan pengaru-pengaruhnya dalam penjajah negeri kita. Sabbiq sayyid,fiqh sunnah ,cetakan II,(Jakarta Timur,PT.Tinta Abadi Gemilang,2013) hal. 106-107 Riba adalah bencana besar serta malapetaka yang menghancurkan masyarakat. Ia ibarat penyakit ironis dan bakteri yang mematikan. Sehingga, seseorang yang mngambil riba,dengan seketika ia akan mnjadi miskin, terjerat dalam kesusahan, dan tergolek dalam kehinaan. Al –jarawi ali ahmad, Indahnya syarit islam,(Jakarta,Pustaka Al-Husna,2006), hal.439 GHARAR Pengertian Gharar Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan). Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-‘aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan dapat dikatakan bahwa gharar adalah jual-beli yang mengandung usur-unsur penipuan dan pengkhianatan, baik karena ketidajelasan dalam objek jual-beli atau ketidakpastian dalam cara pelaksanaannya. Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm 201 Dalam syari’at Islam, jual beli /gharar ini terlarang dengan dasar sabda Rasulullah SAW dalam hadits Abu Hurairah yang berbunyi: “Rasulullah SAW melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar.” Dalam sistem jual beli gharar ini terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara batil padahal Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara batil sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: ‏‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‭ ‮ “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah 2: 188). Sedangkan jula-beli gharar, menurut keterangan Syaikh As-Sa’di, termasuk dalam katagori perjudian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sendiri menyatakan, semua jual beli gharar, seperti menjual burung di udara, onta dan budak yang kabur, buah-buahan sebelum tampak buahnya, dan jual beli al-hashah, seluruhnya termasuk perjudian yang diharamkan Allah di dalam Al-Qur’an. Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur taruhan di dalamnya. Imam Nawawi mengatakan: “Larangan jual beli gharar merupakan pokok penting dari kitab jual-beli. Oleh karena itu Imam Muslim menempatkannya di depan. Permasalahan yang masuk dalam jual-beli jenis ini sangat banyak, tidak terhitung.” Jenis-Jenis Gharar Dilihat dari peristiwanya, jual beli gharar yang diharamkan bisa ditinjau dari tiga sisi, yaitu: Jual-beli barang yang belum ada (ma’dum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak). Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang mutlak, seperti pernyataan seseorang: “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah,” tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: “Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta,” namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui. Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya. Ketidakjelasan pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam dinar. Sedangkan ketidakjelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun ketidakjelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 dinar bila kontan dan 20 dinar bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai pembayarannya. Selain gharar yang diharamkan, ada pula gharar yang diperbolehkan atau dimaafkan. Ibnul Qayyim juga mengatakan: “Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli. Karena, gharar (ketidakjelasan) yang ada pada pondasi rumah, dalam perut hewan yang mengandung, atau buah terakhir yang tampak menjadi bagus sebagiannya saja, tidak mungkin lepas darinya. Sehingga keduanya tidak mencegah jual beli. Hal ini tentunya tidak sama dengan gharar yang banyak, yang mungkin dapat dilepas darinya.” Dari sini dapat disimpulkan, gharar yang diperbolehkan adalah gharar yang ringan, atau gharar-nya tidak ringan namun tidak dapat melepasnya kecuali dengan kesulitan. Oleh karena itu, Imam An-Nawawi menjelaskan bolehnya jual beli yang ada ghararnya apabila ada hajat untuk melanggar gharar ini, dan tidak mungkin melepasnya kecuali dengan susah, atau ghararnya ringan. Di luar gharar yang diharamkan dan yang diperbolehkan, terdapat gharar yang masih diperselisihkan para ulama. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual-beli tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka, diantaranya Imam Malik, memandang gharar-nya ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya. Sebagian yang lain, di antaranya Imam Syafi’i dan Abu Hanifah, memandang gharar-nya besar, dan memungkinkan untuk dilepas darinya sehingga mengharamkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim menguatkan pendapat yang membolehkan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan: “Dalam permasalahan ini, madzhab Imam Malik adalah madzhab terbaik, yaitu diperbolehkan melakukan jual beli perihal ini dan semua yang dibutuhkan, atau sedikit gharar-nya, sehingga memperbolehkan jual-beli yang tidak tampak di permukaan tanah, seperti wortel, lobak dan sebagainya”. Sedangkan Ibnul Qayyim menyatakan, jual beli yang tidak tampak din permukaan tanah tidak memiliki dua perkara tersebut, karena gharar-nya ringan dan tidak mungkin dilepas. Syamhudi, Abu Asma Kholid, “Jual Beli Gharar”, Al Manhajj :berjalan di atas as-salafus-salih, diakses dari http://almanhaj.or.id/2010 pada tanggal 25 Maret 2015 11.05. TADLIS Pengertian Tadlis Tadlis (Unknown to One Party) Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai informasi yang sama tentang barang akan diperjualbelikan. apabila salah satu pihak tidak mempunyai informasi seperti yang dimiliki oleh pihak lain, maka salah satu pihak lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi kecurangan/penipuan. Macam-macam Tadlis Tadlis dalam Kuantitas Tadlis (penipuan) dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan harga barang kuntitas banyak. Misalnya menjual baju sebanyak satu container karena jumlah banyak dan tidak mungkin untuk menghitung satu persatu penjual berusaha melakukan penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli. Perlakuan penjual yang tidak jujur selain merugikan pihak penjual juga merugikan pihak pembeli. Apapun tindakan penjual maupun pembeli yang tidak jujur akan mengalami penurunan utility. Tadlis dalam Kualitas Tadlis (penipuan) dalam kualitas termasuk juga menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang tidak sesuai dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Contoh tadlis dalam kualitas adalah pada pasar penjualan computer bekas. Pedagang menjual computer bekas denagn kualifikasi Pentium III dalam kondisi 80% baik dengan harga Rp. 3.000.000,- pada kenyataanya tidak semua penjual menjual computer bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual menjual computer dengan kualifikasi dengan kualifikasi yang lebih rendah tetapi menjualnya dengan harga yang sama, pembeli yidak dapat membedakan mana computer denagn kualitas rendah mana computer dengan kulaitas yang lebih tinggi, hanya penjual saja yang mengetahui dengan pasti kualifikasi computer yang dijualnya. Tadlis dalam Harga Tadlis (penipuan) dalam harga ini termasuk menjual harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena ketidaktahuan pembeli atau penjual. Telah terjadi di zaman Rasulullah SAW terhadap tadlis dalam harga yaitu: diriwayatkan oleh Abdullah Ibnu Umar “ kami pernah keluar mencegat orang-orang yang datang membawa hasil panen mereka dari luar kota, lalu kami mmembelinya dari mereka. Rasulullah SAW melarang kami membelinya sampai nanti barang tersebut dibawa kepasar”. Maxzhum, “Distorsi Pasar Dalam Islam”, Tentang Ekonomi Islam, diakses dari http://masmashum.students.uii.ac.id/2009/06/11/distorsi-pasar-menurut-perspektif-islam/ pada tanggal 25 Maret 2015 10.37 Diharamkannya Tadlis Berdasarkan Firman Allah SWT Al-Qur’an Surat al-An’am ayat 152: ‏.........‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‭ ‮ ‬...‮ “...dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya”. Berdasarkan hadits “Orang muslim adalah bersaudara. Tidak halal bagi seseorang menjual barang yang cacat kepada saudaranya, tanpa menerangkan cacat benda itu”. (H.R. Ahmad). “Barang siapa menjual barang yang ada cacatnya, tetapi tidak diterangkannya kepada pembeli, maka ia senantiasa dalam kebencian Allah, dan malaikat senantiasa mengutuknya (H.R. Ibnu Majah) Kareinadesu, Nida, “Tadlis dan Ghisy”, Nida’ Ekonom Rabbani, diakses dari http://nidaekonomrabbani.blogspot.com/2013/01/tadlis.html pada tanggal 25 Maret 2015 10.06 MAYSIR Pengertian Maysir Kata maysir dalam arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Oleh karena itu disebut berjudi. Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali. Dalam berjudi kita menggantungkan keuntungan hanya pada keberuntungan semata, bahkan sebagian orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Kata azlam dalam bahasa arab yang di gunakan dalam Al Qur’an juga berarti praktek perjudian. Sementara itu maysir, menggunakan segala bentuk harta dengan maksud untuk memperoleh suatu keuntungan misalnya , lotre, bertaruh, atau berjudi dan sebagainya. Judi pada umumnya dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian adalah haram dalam Islam. Dalam peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 dalam penjelasan  pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa  maysir  adalah  transaksi  yang mengandung perjudian, untung-untungan  atau spekulatif  yang tinggi. Beberapa dalil yang menjelaskan keharaman berjudi adalah sebagai berikut : ‏‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬...‮ ‬‮ “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan maysir. Katakanlah, ”Pada keduanya terdapat dosa yang besar  dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada  manfaatnya….” ( QS Al-Baqarah  2:219). ‏‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ ‬‮ “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan  setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”  (QS Al-Maidah 5:90). Ayat-ayat tersebut secara tegas menunjukkan keharaman judi. Selain judi itu rijs yang berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, sampai budaya. Bahkan, pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sebab setiap perbuatan yang melawan perintah Allah SWT pasti akan mendatangkan celaka. Selain itu di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) pasal 303 ayat 3, ditegaskan bahwa “permainan judi ialah permainan yang kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga apabila kemungkinan itu makin besar karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir”. Dari beberapa dalil di atas maka  para ulama sepakat bahwa perjudian adalah haram. Akan tetapi, mereka terkadang berbeda pendapat apakah sebuah produk yang diciptakan  itu mengandung unsur maysir ataukah tidak. Maysir dalam Bisnis Modern Bisnis modern sekarang ini banyak sekali mengandung tiga unsur yang sangat dilarang dalam perekonomian Islam, yakni riba, maysir dan gharar. Hal ini terjadi tidak lepas dari keinginan pelaku bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang besar, cepat dan mudah. Berikut ini sebuah contoh maysir dalam bisnis modern yang kami dapatkan dari sebuah artikel mengenai maysir yaitu pada industri asuransi. Suatu penyelidikan sementara terhadap bisnis asuransi konvensional menunjukkan bahwa asuransi tersebut sangat menyerupai perjudian dan perusahan-perusahan asuransi sama halnya dengan ‘bank taruhan’ karena menerima premi dari peserta asuransi, membayar klaim kerugian resiko atau kematian pada penderita. Dan sejumlah ahli ekonomi telah menyatakan bahwa asuransi konvensional adalah suatu bentuk perjudian atau spekulasi. Oleh karena itu, asuransi konvensional tidak dapat dianggap sebagai aktivitas yang berlatar belakang kerja sama. Kontrak asuransi mempunyai mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut: Adanya sejumlah pembayaran dari peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. Kesanggupan membayar sejumlah keuntungan yang belum pasti dari perusahaan asuransi kepada peserta asuransi. Peristiwa yang dimaksud bersifat tidak pasti, jumlah kerugian yang dialami juga tidak diketahui jumlahnya. Mohd. Fadzli Yusof menjelaskan bahwa unsur maysir dalam asuransi konvensional terjadi karena di dalamnya terdapat faktor gharar, beliau mengatakan: “adanya unsur al-maysir (perjudian) akibat adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang asuransi jiwa meninggal dunia, sebelum akhir periode polis asuransi, namun telah membayar sebagian preminya, maka tertanggungnya akan menerima sejumlah uang tertentu. Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang polis. Hal inilah yang dipandang sebagai al-maysir (perjudian) dalam asuransi konvensional”. Syafi`i Antonio menjelaskan tentang maysir dalam asuransi konvensional sebagai berikut: Maysir adalah suatu bentuk kesepahaman antara beberapa pihak, namun ending yang dihasilkan hanya satu atau sebagian kecil saja yang diuntungkan. Maysir (gambling/untung-untungan) dalam asuransi konvensional terjadi dalam tiga hal: Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan. Sebaliknya jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penuh/lunas, maka perusahaanlah yang diuntungkan. Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja, bahkan uangnya dianggap hangus. Permadi, Kangmas Galih, “Riba, Maysir, dan Gharar”, KangmasGalihPermadi, diakses dari http://kangmasgalihpermadi.blogspot.com/2011,, pada tanggal 25 Maret 2015 11.21 KESIMPULAN Riba diharamkan dalam semua agama samawi. Riba dilarang dalam Yahudi, Nasrani, dan Islam. Allah melaknat semua orang yang terlibat dalam akad riba Allah melaknat kreditor(pemberi utang) yang mengambil riba, debitor(pemilik utang) yang memberikan riba, juru tulis yang menulis riba, da dua saksi yang menyaksikan riba. Riba menimbulkan permusuhan dan menghancurkan ruh tolong menolong diantara manusia. Sementara semua agama, terutama islam, menyeru kepada tolong-menolong dan altruisme, serta membenci egoisme dan eksploitasi jerih payah orang lain. Gharar adalah jual beli yang memuat ketidaktahuan atau memuat pertaruhan da perjudian, syariat telah melarang dan mecegahnya. Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur taruhan di dalamnya Tadlis adalah kecurangan atau penipuan, karena dalam berjual beli ada salah satu pihak yang tidak mendapatkan informasi mengenai suatu barang yang diperjual belikan. Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali. Dalam berjudi kita menggantungkan keuntungan hanya pada keberuntungan semata, bahkan sebagian orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. DAFTAR PUSTAKA Al-Jarawi,Ali Ahmad,2006, Indahnya syarit islam,Jakarta:Gema Insani Akun, Ari. 2010. Larangan Terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem Dan Prosedur Perolehan Keuntungannya. AKUNTANSI SYARIAH, (online), (http://susiari-n10tangsel.blogspot.com/2010/06/larangan-terhadap-transaksi-yang_30.html, diakses 25 Maret 2015 11.18) Kareinadesu, Nida. 2009. Tadlis dan Ghisy. Nida’ Ekonom Rabbani, (online), (http://nidaekonomrabbani.blogspot.com/2013/01/tadlis.html, diakses 25 Maret 2015 10.06) Maxzhum. 2009. Distorsi Pasar Dalam Islam. Tentang Ekonomi Islam, (online), (http://masmashum.students.uii.ac.id/2009/06/11/distorsi-pasar-menurut-perspektif-islam/, diakses 25 Maret 2015 10.37) Permadi, Kangmas Galih. 2011. Riba, Maysir, dan Gharar. KangmasGalihPermadi, (online), (http://kangmasgalihpermadi.blogspot.com, diakses 25 Maret 2015 11.21) Sabbiq,sayyid,2013,Fiqh Sunnah, Jakarta:PT. Tinta Abadi Gemilang Syamhudi, Abu Asma Kholid. 2010. Jual Beli Gharar. Al Manhaj : Berjalan di atas as-salafus-shalih, (online), (http://almanhaj.or.id, diakses 25 Maret Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media PAGE \* MERGEFORMAT 12