PRESENTASI KASUS
ENCEPHALITIS TB
Disusun Oleh:
Giri Mahesa Putra Zatnika
110.2012.100
Pembimbing:
Dr. Dini Adriani SP.S
KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK 1 R. SAID SUKANTO
JANUARI 2019
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : NY. S
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Komplek Kostrad Dharma Putra X
Dirawat diruang : Edelweis II
Tanggal masuk : 27 Desember 2018
II. SUBJEKTIF
Auto dan allo anamnesis, tanggal : 4 Januari 2019 pukul :15.00 WIB
Keluhan utama :
Sakit gigi 1 Bulan SMRS
Keluhan tambahan:
Badan sebelah kiri terasa lemah, Penurunan Kesadaran demam (+), muntah
(-), nyeri kepala (-)
Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke IGD RS POLRI dibawa oleh keluarganya dengan keluhan Sakit Gigi 1 bulan SMRS Disertai Dengan Tidak Bisa Masuk Makanan Dan Penurunan Kesadaran, Anak os Mengaku Makanan Tidak Masuk Di Karenakan Pasien Mengeluh Sakit Gigi Yang sangat mengganggu pola makan os sehingga Os Susah untuk makan dan sering Tersendak karena makan tidak di kunyah oleh os
Anak os mengaku Bahwa Os mengalami Penurunan Kesadaran dan cenderung Tidur sejak Masuk Rumah sakit Penurunan Kesadaran nya perlahan sejak setelah di rawat di rumah sakit hingga os susah untuk di bangunkan anak Os mengaku Tidak ada riwayat Trauma kepala kepala sebelumnya dan Terkontrolnya Penyakit Gula Pada os Dan Tidak Mempunyai penyakit Ginjal sebelumnya
Anak os Mengatakan 2 bulan smsrs pasien sering kejang Kejang Dirasakan menyentak tetapi tidak terlalu kuat di badan terutama Pada Gigi sehingga gigi os rusak dan patah, disertai tangan dan kaki. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os Tidak sadar dan mata mendelik ke atas merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang tidak kambuh Dugaan pusing dan nyeri kepala disangkal. Mual dan muntah juga disangkal. Riwayat pernah kejang sebelumnya Sering Terjadi Sejak Serangan Stroke Pada Tahun 2013. Gerakan tersebut tidak terlalu kencang seperti sekarang yang Di Keluhkan Terakhir kali Kejang
Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya, dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu . Demam bersifat hilang timbul
Anak Os mengatakan Os pernah Terkena Serangan Stroke Pada Tahun 2013 dan Disertai dengan Ada nya Kelemahan di Bagian sisi Kiri Os
Os pernah berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dengan keluhan demam berulang dan kadang terasa sesak dan dinyatakan terkena penyakit Bronchophonomoni paru setelah dilakukan rontgen dada. Pemeriksaan kultur dahak disangkal. Riwayat batuk lama disangkal, Dan Ada nya Riwayat Diabetes melitus
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Stroke : (-)
Tuberkulosis : (-)
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Diabetes Mellitus : (+)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Stroke : (+)
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Cervical Syndrome : (-)
Riwayat Trauma Berulang : (-)
Riwayat Hipotensi : (-)
Riwayat kejang : (+)
Riwayat sosial, ekonomi, pribadi:
Os Tinggal Bersama suami dan anak yang paling kecil
tidak merokok
Tidak ada gangguan kepribadian
III. OBJEKTIF
Status presens
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E 4 V 5 M 6
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x / menit
Pernafasan : 20x / menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : normocephali,tidak tampak kelainan.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, simetris,
pupil isokor Ø 3mm +/+ RCL +/+ RCTL +/+
i. Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1
j. Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
k. Dada : Simetris, deformitas (-)
l. Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
m. Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
n. Perut : Datar, supel, nyeri tekan (-), normotimpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba membesar.
o. Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
p. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
q.Berat badan : 43 kg
r. Tinggi badan : 158 cm
Status psikikus
Cara berpikir : Baik,wajar sesuai umur
Perasaan hati : Wajar
Tingkah laku : Baik
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
Status neurologikus
Kepala
Bentuk : Normocephali
Nyeri tekan : -
Simetris : +
Pulsasi : +
Leher
Sikap : Simetris
Pergerakan : Bebas
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Laseque : >70 / >70
Kernig : >135/ >135
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
d. Neurologis
Pemeriksaan Saraf Kranialis
Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman : Tidak dilakukan
Nervus Optikus (N. II)
Kanan
Kiri
Tajam penglihatan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Pengenalan warna
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lapang pandang
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Fundus okuli
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Nervus Okulomotorius (N. III)
Kanan
Kiri
Kelopak mata
Terbuka
Terbuka
Gerakan mata:
Superior
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Inferior
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Medial
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Endoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Eksoftalmus
Tidak ada
Tidak ada
Pupil:
Diameter
Ø 3 mm
Ø 3 mm
Bentuk
Bulat
Bulat
Posisi
Sentral
Sentral
Refleks cahaya langsung
+
+
Refleks cahaya tidak langsung
+
+
Strabismus
-
-
Nistagmus
-
-
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateral :
Kanan Kiri
Bawah
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Strabismus
-
-
Diplopia
-
-
Nervus Trigeminus (N. V)
Membuka mulut
Tidak ada kelainan
Sensibilitas atas
Tidak dilakukan
Sensibilitas bawah
Tidak dilakukan
Refleks kornea
Tidak dilakukan
Refleks masseter
Tidak dilakukan
Trismus
Tidak dilakukan
Nervus Abducens (N. VI)
Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Strabismus divergen
-
-
Diplopia
-
-
Nervus Facialis (N. VII)
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi
(-)
(-)
Kerutan kulit dahi
Kerutan (-)
Kerutan (-)
Menutup mata
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial
(+)
(-)
Sudut mulut
(+)
(-)
Meringis
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigi
(+)
(-)
Bersiul
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Rasa lidah 2/3 depan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Nervus Vestibulochoclearis (N. VIII)
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Test Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Weber
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Test Shwabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Nervus Glossofarigeus (N. IX)
Arkus faring
Tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang
Tidak dilakukan
Refleks muntah
Tidak dilakukan
Sengau
(+)
Tersedak
(+)
Nervus Vagus (N. X)
Arkus faring
Tidak dilakukan
Menelan
(-)
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan, kiri, bawah
Tidak dapat dilakukan
Angkat bahu
Tidak dapat dilakukan
Atrofi otot bahu
Tidak ada kelainan
Nervus Hypoglossus (N. XII)
Sikap lidah dalam mulut
Tidak ada kelainan
Julur lidah
Tidak ada kelainan
Tremor
Tidak ada kelainan
e. Badan dan anggota gerak
Badan
Motorik
Respirasi : Spontan, simetris dlm keadaan statis dan dinamis
Duduk : Dapat duduk normal Dengan Bantuan
Bentuk columna verterbralis : Normal
Pergerakan columna vertebralis : Tidak dilakukan
Sensibilitas kanan kiri
Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan
c. Refleks
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Anggota gerak atas
Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5555 3333
Tonus Normotonus Hipertonus
Atrofi - -
Sensibilitas kanan kiri
Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan
Refleks kanan kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radius Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan
Tromner-hoffman - -
Anggota gerak bawah
Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5555 3333
Tonus Normotonus Hipertonus
Atrofi - -
Sensibilitas kanan kiri
Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi + +
Refleks kanan kiri
Patella + +
Achilles + +
Babinski - +
Chaddock - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterev - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus paha - -
Tes lasegue > 70° > 70 °
Tes kernig > 135 ° >135°
d. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak Bisa Berjalan Sendiri
TesRomberg : Tidak Dilakukan
Disdiadokokinesia : Tidak Dilakukan
Ataksia : Tidak Dilakukan
Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan
e. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : -
Miokloni : +
Khorea : -
f. Alat vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
PEMERIKSAAN LAB
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 27/12/2018)
Jenis
Hasil
Unit
Nilai Normal
Hemoglobin
12,1
g/dl
12-18
Leukosit
10,8*
ribu/mm3
5-10
Trombosit
201
ribu/mm3
150-450
Hematokrit
33*
%
38-47
MCV
78*
fl
82-92
MCH
36
pg
27-42
MCHC
36
g/dl
34-45
LED
30*
mm/jam
<20
Diff count
Basofil
Eosinofil
Neutrophil stab
Neutrophil segmen
Lymphosyte
Monosyte
KIMIA DARAH
DIABETES MELITUS
GULA DARAH (S)
Glucose Sewaktu
SGOT/ASAT
SGPT/ALAT
Ureum
Creatinine
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
0
2
1*
68*
29*
1*
236
23
22
110
0,5
137
3,3
102
%
%
%
%
%
%
Mg/dl
µ/L
µ/L
mg/dl
mg/dl
MEQ/L
MEQ/L
MEQ/L
0-1
1-3
3-5
54-62
25-33
3-7
< 180
< 35
< 40
10-50
0,5-1,5
135-146
3,5-5
98-107
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX (27/12/2018)
Kesan:
cor: Kardiomegali
Pulmoes: Bronchophopneuomonia
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA
Kesan:
RINGKASAN
Subjektif :
Seorang wanita usia 65 tahun datang dengan keluhan Sakit Gigi Sudah 1 Bulan SMRS Dan tidak Bisa Masuk makanan dan minuman di sertai Dengan Penurunan Kesadaran Penurunan Kesadaran cenderung Tidur sejak Masuk Rumah sakit Penurunan Kesadaran nya perlahan sejak setelah di rawat di rumah sakit hingga os susah untuk di bangunkan, Terdapat riwayat kejang terutama Gigi kaki dan tangan,menyentak tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os tidak sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang tidak kambuh. Keluhan ini lebih sering timbul dan dirasakan saat. Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya, dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu Demam bersifat hilang timbul dan tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os pernah memeriksa ke dokter dan diberitakan Bronchopnomonia dan Diabetes mellitus. Os tidak kontrol lagi ke dokter karena merasakan sudah sembuh. Os datang berobat setelah merasakan adanya kaitan antara penyakit flek paru Dan penurunan Kesadaran dengan keluhan kejang
Objektif :
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum tampak sakit sedang TD 110/80 mmHg, Nadi 80x / menit, Pernafasan 20x / menit, Suhu 36,5oC, BU(+) normal. Pada status neurologis didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 dengan E4V5M6. Pemeriksaan pupil reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif. Pada pemeriksaan motorik, didapatkan kekuatan ekstremitas atas sebelah kanan menurun 5555 dan kiri 5555 dan ekstremitas bawah sebelah kanan menurun 5555 dan sebelah kiri adalah 3333
Pada pemerikssan lab didapatkan Hemoglobin 12,1 g/dl, Leukosit 10,8 ribu/mm3, Trombosit 201 ribu/mm3, Hematokrit 33%,LED 30 mm/jam. Pemeriksaan fungsi ginjal,fungsi hati, gula darah dan elektrolit dalam batas normal.
Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan cor: tampak cardiomegaly, Pulmoes: sesuai gambaran Bronchopneomonia
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kontras didapatkan Kesan: abses di parietal dextra..
DIAGNOSIS
Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran dan kejang ec encephalitis Tb
Diagnosis topik : Serebral
Diagnosis etiologik : Infeksi TB
Diagnosis patologis : Inflamasi
RENCANA AWAL
Non medika mentosa:
Observasi Penurunan Kesadaran
Tirah baring
Memperbaiki status gizi
Medika mentosa: lumbal punksi
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia
FOLLOW UP
Tanggal 31-12-2018 ,
S : OS Terkesan tidur dan terdapat penurunan kesadaran dan sulit untuk dibangunkan
O: KU Tampak sakit berat
Kesadaran Delerium GCS 10 (E3M5V2)
Pupil bulat 3mm/3mm,
Hemiparesis duplex
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)
Bruzdinski I (-), II (-)
RF + + RP - -
+ + - -
A : Observasi Penurunan Kesadara suspect Ensefalitis TB
P :
Pro -Lumbal Punksi
PO
RHZE 450/300/1000/750
Dexamethason 4x1 amp
Tanggal 02-01-2019 ,
S : OS sudah Bisa Bangun
O: KU Tampak sakit berat
Kesadaran Apatis GCS 12 (E3M6V3)
A : Observasi Penurunan Kesadaran suspect Ensefalitis TB
P : Terapi lanjutkan
Tanggal 04-01-2019 , Jam 15.00 WIB
S : Kejang (-)
O: KU Tampak sakit ringan
Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5)
TD : 130/70mmHg
N : 88 kali/menit
S : 36,50C
RR: 20 kali/menit
N.cranialis : paresis (-)
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)
Bruzdinski I (-), II (-)
Motorik : 5555 3333 RF + + + + RP - -
5555 3333 + + + + - -
A : Ensefalitis TB
DD/ Toxoplasmosis serebral
Abses serebral
CAP
DM tipe 2
P :
Pro -Lumbal Punksi
-Sputum BTA
-Mantox Test
IV Citicoline 3X1
IV Cefotaxime 3X1
Nac 3x1 PO
AS Folat 2X1 PO
CPG 1X1 PO
Metformin 3x1 PO
RHZE 450/300/1000/750
Dexamethason 3x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ensefalitis Tuberkulosis
Definisi
Ensefalitis bacterial adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.1-7
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis biasa juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Ensefalitis, suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi difus dan atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meninges sering terlibat (meningoencephalitis).
Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku. Hal ini juga berbeda dari cerebritis . Cerebritis menjelaskan pembentukan abses tahap sebelumnya dan menunjukkan adanya infeksi bakteri yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut yang paling sering adalah infeksi virus dengan kerusakan parenkim yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.
Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis:
1. Bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut.
2. Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.
3. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a. Infeksi virus yang bersifat endemic
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersiat sporadik :
Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus, E.Colli, Mycobacterium tuberculosis, dan T. Pallidum. Sedangkan ensefalitis virus penyebab adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.
Patofisiologi
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang.
Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen dan parenkim otak.4-9
Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran dan membentuk tuberkel di selaput otak dan jaringan otak di bawahnya. Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang subarachnoid. 4
Tampak tuberkel kecil berukuran beberapa millimeter sampai 1 sentimeter, berwarna putih dan tersebar pada dasar otak, permukaan otak serta kadang-kadang pada selaput otak. Eksudat yang kental dan berwarna putih terdapat sebagian besar pada ruang subarachnoid di dasar otak dan sebagian kecil di permukaan otak serta medulla spinalis. Mungkin terjadi penyumbatan foramen Magendi dan foramen Luschka serta pelebaran ventrikel. Terdapat pembendungan pembuluh-pembuluh darah yang superficial. Pembuluh darah mengalami radang dan dapat tersumbat sehingga terjadi infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada bagian tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel plasma, sel raksasa serta kumannya.4
Gejala Klinis
Gejala klinik encephalitis mirip flu terutama dengan penyebab virus, mulai dengan sakit kepala, diikuti oleh perubahan keseadaran yang cepat dengan confusion, kejang dan koma. Gejala-gejala yang muncul juga termasuk gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala berat, vertigo, nausea, konvulsi dan mental confusion. Kemungkinan gejala lain yang bisa timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik dan kekakuan leher. Gejala epilepsi merupakan tanda gangguan neurologic dan kognitif bisa juga terbentuk.6,8
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan
Diagnosis
Secara umum diagnosis ensefalitis meliputi:
a. Cairan cerebrospinal:
Viral encephalomyelitis menunjukkan pleositosis (10-2000 sel/mm3), didominasi oleh sel Mononuclear.
Level CSF protein secara umum meningkat pada encephalomyelitis dan proporsi IgG meningkat.
Peningkatan atibodi spesifik CSF relatif terhadap serum menunjukkan adanya infeksi susunan saraf pusat dengan infeksi tertentu.
Analisis dengan Polymerase chain reaction cairan serebrospinal dapat digunakan me ndiagnosa beberapa infeksi virus, termasuk herpes simplex, Epstein-Barr, varicella zoster, cytomegalovirus, HIV, rabies dan tuberculosis.
Punksi lumbal merupakan satu cara untuk mendiagnosis dengan pasti tetapi tidak semua pasien dengan ensefalitis bisa di LP. Misalnya pada pasien ini, karena dari CT scannya dicurigai adanya abses serebral,ditakuti jika dilakukan LP akan terjadi herniasi. Kontraindikasi untuk dilakukan lumbal punksi antara lain adalah:
Trombositopenia (< 40,000)
Protrombin time ( <50%)
Adanya massa di posterior otak
Peninggian tekanan intracranial karena SOL
Infeksi local di tempat suntikan (dekubitus)
b. Hitung jenis darah dan hapusan: leukositosis. Dapat menunjukkan limfosit yang tidak khas pada infeksi Epstein-Barr viral, morulae pada Ehrlichia, trypanosomes pada trypanosomiasis borreliae pada relapsing fever, atau gamete pada Plasmodium falciparum malaria.
c.Tes darah yang lain termasuk, kultur darah, fungsi ginjal dan elektrolit, fungsi hati, glukosa, ESR dan CRP.
d.Kultur lain, misalnya, hapusan tenggorok dan kultur feces bila ada indikasi.
e. CT scan:
Dapat membantu menyingkirkan adanya space-occupying lesion, stroke, fraktur basiler tengkorak, dan mendeteksi CSF kebocoran cairan serebrospinal pada sisi fraktur.
CT scan juga digunakan mengidentifikasi peningkatan tekanan intracranial.
f. MRI scan:
Memberikan deteksi sensitive terjadinya demyelinisasi dan memberikan kemungkinan perubahan edematous yang terjadi pada stadium dini encephalitis.
g. Electroencephalogram (EEG):
Seringkali memberikan hasil abnormal (terjadi perlambatan difuse dengan periodic discharges) pada infeksi herpes simpleks akut dan kronik dan kadang-kadang dapat membantu menentukan lokasi stadium dini.
Lebih banyak memberikan hasil dibandingkan CT scan pada minggu pertama.7,8
Diagnosis Banding
Meningitis TB
Tumor Intraserebral
Toxoplasmosis
Abses serebral
Penatalaksanaan
Menurut consensus tatalaksana untuk infeksi TB di susunan saraf pusat adalah sama walaupun mengenai lokasi yang berbeza seperti meningens, jaringan otak atau bagian lain.
Sediaan OAT
Rifampicin : 10 mg/kgBB/hari po
Isoniazid : 5 mg /kgBB/hari po
Pyrazinamid : 25 mg/kgBB/hari po
Ethambutol : 20 mg/kgBB/hari po
Streptomycin : 20 mg/kgBB/hari po
OAT Kombo
Rimstar :Rifampicin 150 mg, INH 75 mg, Pyrazinamid 400 mg dan Ethambutol 275
Combipack : Rifampicin 150 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg
Lama pemberian: 2R-H-Z-E / S+7-10 R-H-Z
Stadium Meningitis TB 5
Grade I : GCS 15, tanpa defisit fokal
Grade II : GCS 11 – 14 / GCS 15 + defisit fokal
Grade III : GCS ≤ 10
Skoring Meningitis TB (5)
VARIABLE
SCORE
Age (years)
≥ 36
< 36
+ 2
0
Blood white cell count (103/mL)
≥ 15.000
< 15.000
+4
0
Duration of illness (days)
≥ 6
< 6
-5
0
CSF total white cell count (103/mL)
≥ 900
< 900
+3
0
CSF percentage neutrophils
≥ 75
< 75
+4
0
Total score ≤ 4 suggest tuberculous meningitis.
Total score > 4 is against tuberculous meningitis.
Deksametason pada Meningitis TB (Hanya direkomendasikan untuk pasien HIV Negatif) (5)
Meningitis TB Grade I
Minggu I : 0,3 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu II : 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu III-IV : mulai 4 mg / hari po dan diturunkan 1mg/hari tiap minggu
Meningitis TB Grade II / III
Minggu I : 0,4 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu II : 0.3 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu III : 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu IV : 0,1 mg / kg BB/ hari i.v
Minggu V-VIII : mulai 4 mg/hari po dan diturunkan 1 mg/hari tiap
Minggu
Perbandingan LCS pada masing-masing infeksi
LCS
Normal
Bakteri
Virus
TBC
Toxoplasma
Jamur
Warna
Jernih
Keruh/Purulen
Jernih
Normal-Keruh
Jernih
Normal- Keruh
Ʃ Sel
<4
100-100.000
-
10-500
-
25-500
Sel Dominan
Limfosit
PMN
M
L/M
M
M
Tekanan (mmH2O)
70-180
↑
N
N / ↑
N/↑↑
↑↑
Protein (mg/dl)
<50
↓
N/sedikit ↑
↓
Normal
↑↑
Glukosa (mg/dl)
50-75
↓
N/↓
↓
N
↓↓
Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.1,3-7
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik. 5,7
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan kasus, pasien diduga menderita ensefalitis TB berdasarkan beberapa faktor dan gejala yang ditemukan pada pasien. Pasien datang dengan keluhan Penurunan Kesadaran cendrung tidur dan Secara Perlahana penurunan kesdaranysa Dan kejang. Kejang dirasakan terutama kaki dan tangan,menyentak tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Pasien tidak sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rumah sakit, kejang tidak kambuh. Riwayat pernah kejang sebelumnya atau kejang demam saat kecil disangkal.
Terdapat berbagai faktor yang boleh menjadi penyebab kejang yaitu :
Circulation : gangguan vaskularisasi dan sirkulasi misalnya pada stroke dan perdarahan otak akibat trauma kepala dan lain-lain.
Ensephalomeningitis : gejala meningitis dan ensefalitis muncul bersamaan disebabkan infeksi
Metabolic : kejang disebabkan gangguan metabolic misalnya gagal ginjal hingga mengganggu hemodinamik tubuh
Electrolyte : gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh seperti kalium,natrium dan klorida mempengaruhi aktifitas sel-sel dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan kejang.
Neoplasma : adanya tumor atau massa dalam tubuh adalah sesuatu yang tidak normal sehingga apabila tumor ini membesar dan mengganggu aktifitas dan proses sel-sel lain.
Trauma : trauma kepala akibat benturan yang kuat hingga mengganggu aktifitas sel-sel otak
Epilepsy : bangkitan berulang yang disebabkan adanya gangguan fungsi otak sehingga terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan dan abnormal. Sering terjadi bangkitan berulang yang serupa minimal 2x setahun.
Drugs intoxication : pengambilan obat-obatan tertentu atau narkoba dalam dosis tinggi untuk jangka waktu yang lama sehingga merusak sel-sel di otak.
Pada pasien ini yang penyebab yang lebih mendekati adalah ensefalomeningitis disebabkan infeksi dengan adanya riwayat flek paru dengan pengobatan yang tidak tuntas memungkinkan kuman Mycobacterium tuberculosa menyebar hingga mencapai ke parenkim otak. Pengobatan paru yang tidak tuntas dan pasien tidak makan obat menurut jadwal menyebabkan kuman masih berada dalam tubuh malah menyebar ke organ tubuh yang lain. Kaku kuduk pada pasien ini negative dan diharapkan kuman TB ini tidak masuk ke meningen. Riwayat sering demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu menguatkan diagnosis bahwa pasien sedang dalam proses infeksi yang kronis. Leukosit darah meningkat sedikit tidak terlalu tinggi menandakan adanya proses infeksi dalam darah. Tindakan lumbal pungsi untuk menilai LCS pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena risiko terjadinya herniasi Dan Umur os Sudah Tua dan Keluarga Os Tidak Setuju Melakukan Lumbal LP
Dari Hasil skoring meningitis
VARIABLE
SCORE
Ny S
SCORE
Age (years)
≥ 36
< 36
+ 2
0
65 TH
+2
Blood white cell count (103/mL)
≥ 15.000
< 15.000
+4
0
10800
0
Duration of illness (days)
≥ 6
< 6
-5
0
>6 hari
-5
CSF total white cell count (103/mL)
≥ 900
< 900
+3
0
Tidak di lakukan lumbal Punksi
Anggap <900 = 0
CSF percentage neutrophils
≥ 75
< 75
+4
0
Tidak di lakukan lumbal Punksi
Anggap <75 = 0
Total score ≤ 4 suggest tuberculous meningitis.
Total score > 4 is against tuberculous meningitis.
Dari Hasil Penghitunga scoring meningitis os -3 menunjukan bahwa os Terkena Infeksi Tuberculosis yang menyebabkan Pasien Mengalami infeksi kronik yang menyebabkan demam yang hilang Timbul dan terdapat penurunan kesadaran secara perlahan , riwayat Kejang sebelumnya bisa Di sebabkan oleh infeksi yang sudah masuk kedalam parenkim otak
Pemeriksaan fisik pada pasien tidak dapat menegakkan diagnosis dengan tepat karena hampir kesemua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Hasil abnormal yang didapatkan adalah adanya Sakit Gigi Yang Sudah Lebih dari 1 bulan, Penurunan Kesadaran secara Perlahan Dan Cenderung Tidur dan kejang gerakan mioklonik juga merasa kelelahan setelah kejang. Ini disebabkan kontraksi otot yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama menyebabkan otot kelelahan. kemungkinan penyebab ensefalitis adalah dari TB selagi tidak ditegakkan dengan lumbal pungsi.
Pengobatan yang diberikan bersifat adjuvant. Dengan pemberian OAT diharapkan infeksi di parenkim otak dapat disembuhkan. Setelah 2 minggu pengobatan,pasien seharusnya dilakukan CT scan kepala sekali lagi untuk menilai perjalanan penyakitnya dan apakah dengan pemberian OAT mempunyai reaksi yang baik sehingga gejala ensefalitisnya membaik. Pasien diharapkan untuk terus mengkonsumsi OAT dengan patuh pada jadwal pengobatan supaya penyebaran kuman di parenkim otak dapat disekat dan dihilangkan sepenuhnya.
KESIMPULAN
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya. Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah ensefalitis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis. Komplikasi dari ensefalitis sendiri bisa menyebabkan kejang atau bangkitan kejang yang bersifat sekunder akibat adanya suatu penyakit akut pada otak. Jadi untuk sembuh dari kejang tersebut haruslah ditangani penyebab utama yang menganggu fungsi normal otak. Ensefalitis biasanya ditandai dengan perubahan status mental, kejang dan gangguan neurologis fokal seperti paralisis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis, Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis. NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014.
1