[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Kumpulan Pembahasan dari Pemaparan Bab 1 - Bab 4

1999, SomeTimes

masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai (.docx) berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan

1.1 Latar Belakang Masalah Banyak siswa yang mengalami masalah dalam proses pembelajaran matematika, salah satunya kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Masalah yang dialami siswa biasanya didasari oleh masalah dari soal-soal yang ada dalam pembelajaran dan masalah akibat kesalahan siswa dalam mengerjakan soal. Selain itu terdapat ciri-ciri suatu soal disebut problem (masalah) dalam perspektif ini terdiri dari 2 hal yaitu, pertama yakni soal tersebut menantang pikiran/challenging atau dengan kata lain, soal itu merangsang pengetahuan siswa, dan kedua yakni soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (Sumardyono, 2011). Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa soal rutin (sering dipelajari siswa) yang terdiri dari soal soal benar-salah (true-false choices), soal mencocokkan (matching test) atau biasanya disebut soal prosedural kurang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematis (mathematical problem solving). Selain itu, Soal-soal dengan tipe terbuka dan tipe situasi yang termasuk kelompok soal-soal tak rutin (non-routine problem) yang termasuk soal essay, soal pilihan ganda (multiple choices), dan soal crossword puzzle cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dari 2 kelompok soal-soal tersebut terdapat tipe soal yang digunakan untuk merangsang pengetahuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardyono (2011: 2-4) bahwa untuk pembahasan lebih lanjut, kita akan melihat sudut pandang dan klarifikasi berbagai macam soal yaitu sebagai berikut: Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku seseorang dapat diketahui dari usaha seseorang yang dilakukan secara berkelanjutan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk diketahui dan dipelajari dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dapat merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik melalui pembelajaran dan latihan. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik, serta terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja & Sulo, 2005). Pada pengertian ini, sistematis pada proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap berkesinambungan (procedural). Sedangkan sistemik pada proses pendidikan berlangsung dalam semua situasi kondisi, atau di semua lingkungan yang saling mengisi baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Belajar bukan suatu tujuan, akan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan (Hamalik, 2011). Belajar adalah kegiatan yang berproses dalam menghadapi suatu masalah dengan sikap dan tindakan terbaik bagi siswa. Selain itu, belajar merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan yang berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian dari tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa terhadap lingkungannya. Belajar tidak hanya suatu proses mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta dari pengajaran guru atau melalui buku pelajaran, melainkan belajar merupakan hasil pengalaman dan tahapan tingkah laku masing-masing siswa (Syah, 2010). Strategi pembelajaran merupakan upaya bagi guru dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri dari strategi pengorganisasian, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan. Menurut (Wena, 2011) strategi pembelajaran dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran, strategi pengorganisasian dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, strategi penyampaian dipengaruhi oleh kendala, dan strategi pengelolaan dipengaruhi oleh karakteristik siswa. Pada dasarnya, mengajar merupakan upaya guru dalam menciptakan situasi belajar yang efektif (Hamdayama, 2016). Oleh karena itu, metode mengajar yang terorganisir (terstruktur) adalah metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar bagi peserta didik (siswa). Upaya guru dalam memilih metode pengajaran yang baik merupakan salah satu cara meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya dan lingkungan sekolahnya. Matematika adalah bahasa simbol yaitu bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan ide atau peristiwa dalam bentuk atau makna yang mudah dipahami. Selain itu, matematika menggunakan ilmu deduktif yaitu ilmu yang memerlukan pembuktian dengan analisis materi hingga menentukan solusi penyelesaian yang tidak secara langsung menerima pembuktian secara induktif yaitu dalam pembelajaran matematika hanya menjelaskan definisi yang telah diketahui, mencari solusi secara tertulis, dan langsung membuat kesimpulan. Setiap konsep abstrak yang baru dipahami siswa pada matematika perlu diberi penguatan agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga dapat melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya (Heruman, 2012). Pada matematika, setidaknya harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan (Heruman, 2012). Oleh karena itu, seorang guru hendaknya melakukan pendekatan pembelajaran matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Selain itu, guru dapat memberikan wawasan dan pengetahuan siswa dengan cara menemukan sendiri ide-ide yang dimilikinya. Selain itu, guru tidak mengharuskan siswanya untuk mengingat berbagai contoh hafalan, tugas, atau mengingat fakta pembelajaran. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah sangat penting untuk diajarkan terhadap siswa. Selain itu, apabila siswa memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran pemecahan masalah terhadap siswa. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Mengingat jenis permasalahan yang akan diajarkan oleh siswa yang terdiri dari berbagai macam permasalahan, maka terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah. Terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah diantaranya: pemecahan masalah Solso, pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz, pemecahan masalah sistematis, pemecahan masalah IDEAL dan strategi belajar berbasis masalah (Wena, 2011). Strategi kemampuan pemecahan masalah IDEAL merupakan salah satu strategi yang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Strategi IDEAL pada pembelajaran terdiri dari lima tahap diantaranya: Identify the problem, Define the problem, Explore the solution Act on the strategy,dan Look back and evaluate the effect (Wena, 2011). Secara ringkas, strstegi IDEAL menerapkan pembelajaran terhadap siswa yang dimulai dengan identifikasi masalah dengan menganalisis suatu masalah, mendefinisikan masalah dengan merumuskan berbagai permasalahan, mencari solusi permasalahan terhadap sudut pandang siswa, melaksanakan strategi pemecahan masalah dengan berbagai variasi pembelajaran yang diterapkan, dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh yaitu guru mengoreksi kembali hasil pembelajaran siswa. Strategi pemecahan masalah IDEAL lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa Sekolah Menengah Atas dibandingkan dengan strategi pembelajaran lainnya (Wena, 2011). Hal tersebut dibuktikan pada siswa SMA pada umumnya berusia 15 sampai 19 tahun, dimana mereka terlibat secara berkelompok dalam pemahaman konsep dan pengerjaan soal-soal yang bersifat konkrit dan realistik. Banyak anak yang mengalami kesulitan di SMP justru berprestasi lebih baik di jenjang SMU, karena di SMU lebih banyak kelompok sosial yang dapat mereka ikuti, terutama teman-teman sekelas biasanya lebih toleran (Leonhardt dalam Pangestuningsih, 2002). Akan tetapi, siswa SMA pada kemampuan individunya berada pada tahap yang kurang jelas baik dalam mengendalikan emosi maupun egonya karena mereka belum memiliki daya analisis dan abstraksi yang sempurna. Selain itu, siswa SMA memerlukan bimbingan dan pembinaan dengan baik dan teratur. Oleh karena itu, sebagai guru yang mengajar langsung di kelas dan berhadapan langsung terhadap siswa SMA di dalamnya diperlukan profesionalitas dalam memahami dan memimbing para siswa. Dari berbagai uraian diatas, fokus penelitian yang peneliti ajukan adalah Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas XI pada Materi Matriks Ditinjau dari Strategi Pemecahan Masalah IDEAL di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti menetapkan batasan masalah yaitu sebagai berikut: Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan pemecahan masalah siswa ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL. Peneliti hanya membatasi masalah pada materi matriks kelas XI SMA/K sederajat dengan pedoman kurikulum 2013. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah siswa diterapkan pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang pada materi Matriks ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL? Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Manfaat Penelitian Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya dalam jurusan pendidikan Matematika, yaitu memberikan sumbangan terhadap pembelajaran Matematika terutama pada materi Matriks kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian, diantaranya: Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung dalam menerapkan kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL pada materi matriks kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi siswa, penelitian ini memberikan manfaat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan karakter masing-masing siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi guru, penelitian ini memberikan manfaat dalam mengembangkan berbagai metode dalam analisis kemampuan masalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi sekolah, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan stretegi dan desain pembelajaran, termasuk juga metode dan media pembelajaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Mengembangkan hipotesis. Definisi Operasional Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti memaparkan definisi operasioanal yaitu sebagai berikut. Analisis adalah cara atau usaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan berdasarkan data penelitian. (Mulyatiningsih, 2011) Masalah matematika dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu kesenjangan dalam persoalan mencari (problem to find), dan kesenjangan dalam persoalan membuktikan (problem to prove) dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dimiliki terhadap soal. (Yuwono, 2016) Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. (Wena, 2011) Strategi kemampuan pemecahan masalah IDEAL adalah salah satu strategi yang paling efektif digunakan pada kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima tahap diantaranya: Identify the problem, Define the problem, Explore the solution Act on the strategy,dan Look back and evaluate the effect. (Wena, 2011) BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pengertian Masalah dan ciri-ciri masalah Banyak siswa yang mengalami masalah dalam proses pembelajaran matematika, salah satunya kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Masalah yang dialami siswa biasanya didasari oleh masalah dari soal-soal yang ada dalam pembelajaran dan masalah akibat kesalahan siswa dalam mengerjakan soal. Ciri-ciri suatu soal disebut problem/masalah dalam perspektif ini paling tidak memuat 2 hal, yaitu soal tersebut menantang pikiran/challenging artinya soal itu merangsang pengetahuan siswa, serta soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (Sumardyono, 2011). Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa soal rutin yaitu soal-soal yang sering dikerjakan siswa kurang dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematis (mathematical problem solving). Selain itu, soal-soal pada kelompok soal-soal tak rutin (non-routine problem) cotohnya pada soal-soal dengan tipe terbuka dan soal-soal dengan tipe situasi, soal-soal uraian (essay) termasuk uraian terbatas dan uraian lengkap, soal-soal pilihan ganda (multiple choices), serta berbagai macam soal-soal teka-teki atau soal crossword puzzle cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Menurut Sumardyono (2011) untuk pembahasan lebih lanjut tentang permasalahan soal tersebut, kita akan melihat sudut pandang dan klarifikasi berbagai macam soal yaitu sebagai berikut: Tipe soal ingatan (recognition) yaitu tipe soal yang biasanya dilakukan dengan tindakan guru meminta kepada siswa untuk mengenali fakta-fakta matematika, definisi, serta pernyataan suatu teori (dalil). Tipe soal prosedural atau algoritma (algorithm) yaitu tipe soal yang biasanya dilakukan dengan tindakan guru menghendaki penyelesaian siswa berupa sebuah prosedur langkah demi langkah serta algoritma (prosedur pemecahan) hitung, Tipe soal terapan (application) yaitu penyelesaiannya memuat perumusan masalah ke model matematika dan biasanya memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau bebrapa algoritma atau prosedur pemecahan, Tipe soal terbuka (open search) yaitu tipe soal biasanya dilakukan dengan pemecahan masalah yang tidak tampak pada soal, umumnya soal tersebut membutuhkan kemampuan melihat pola dan membuat dugaan. Tipe soal situasi (problem situation) yaitu tipe soal yang biasanya dilakukan dengan tindakan guru memimbing siswa mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan siswa. Tidak hanya soal yang menjadi pemicu dari suatu masalah. Selain itu, masalah yang terjadi pada siswa biasanya didapati oleh pembelajaran yang keliru. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmaniah (2017) bahwa terdapat kesalahan langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam soal matematika antara lain: Kesalahan siswa dalam mengoperasikan proses langkah pengerjaannya (pengerjaan soal) tetapi jawaban akhirnya benar. Kesalahan siswa dalam menjawab, tetapi langkah pengerjaannya benar. Kesalahan dalam mengerjakan operasi dasar. (perkalian dan pembagian) Menurut Hamalik (2005) terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya masalah dalam belajar yaitu faktor internal siswa, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan keluarga dan masyarakat (faktor sosial). Faktor internal, dimana potensi yang ada dalam diri siswa seperti keadaan fisik dan kesehatan tubuh, kondisi mental, minat dan bakat, motivasi, dan kepribadian siswa berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah. Faktor lingkungan di sekolah, artinya kondisi di sekitar sekolah, penerangan di dalam kelas, serta sarana pendukung yang memadai disekitar sekolah sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah. Faktor sosial, dimana cara interaksi siswa terhadap orangtua siswa dan masyarakat disekitarnya, cara siswa bersikap dengan siswa lainnya, cara siswa patuh terhadap gurunya ataupun cara guru mengajar kepada para siswanya 2.1.2 Definisi masalah matematis Dalam pembelajaran matematika, suatu kondisi dikatakan sebagai masalah (problem) apabila penyelesaian kondisi tersebut tidak segera ditemukan. Kondisi tersebut bisa berupa soal-soal yang dipelajari siswa, namun tidak semua soal merupakan pemicu terjadinya masalah. Suatu masalah dapat dikatakan tertutup apabila memiliki satu jawaban atau satu cara penyelesaian, serta suatu masalah dapat dikatakan terbuka apabila memiliki beragam jawaban atau beragam solusi penyelesaian (Sumarmo, 2015). Masalah matematis (mathematical problem) adalah kondisi dimana seseorang mengalami suatu kesenjangan antara kenyataan dan harapan dalam memahami serta menyelesaikan materi matematika. Menurut Yuwono (2016) bahwa masalah matematika dapat diklasifikasikan dalam ciri-ciri yaitu sebagai berikut: Kesenjangan dalam persoalan mencari (problem to find) yaitu kesenjangan seseorang dalam mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai serta objek tertentu yang diketahui dalam soal yang merupakan hal terpenting dalam menyelesaikan suatu masalah matematis. Kesenjangan dalam persoalan membuktikan (problem to prove) yaitu kesenjangan seseorang dalam memberikan prosedur untuk menentukan apakah suatu pertanyaan atau persoalan bersifat benar atau tidak benar dengan melibatkan hipotesis dan menarik suatu kesimpulan. Dari masalah matematis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa masalah matematis didasari atas kesenjangan dan harapan siswa dalam menganalisis soal ataupun dalam memahami suatu materi. Oleh karena itu, sebagai guru hendaknya memberikan suatu alternatif solusi dalam menyelesaikan suatu materi pembelajaran dan tidak memberatkan siswa dalam menyelesaikan masalah dihadapannya. Suatu pertanyaan atau persoalan merupakan suatu masalah bagi siswa jika ia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan prosedur rutin yang telah diketahui (Fadillah, 2009). Dalam pembelajaran matematika, suatu kondisi dikatakan sebagai masalah (problem) apabila penyelesaian kondisi tersebut tidak segera ditemukan. Kondisi tersebut bisa berupa soal-soal yang dipelajari siswa, namun tidak semua soal merupakan pemicu terjadinya masalah. Masalah dapat bersifat tertutup (closed problem) dan dapat bersifat terbuka (open problem). Suatu masalah dapat dikatakan tertutup apabila memiliki satu jawaban atau satu cara penyelesaian, serta suatu masalah dapat dikatakan terbuka apabila memiliki beragam jawaban atau beragam solusi penyelesaian (Sumarmo, 2015). Terdapat empat jenis masalah matematika pada siswa yaitu masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki (Adjie & Maulana, 2006). Keempat jenis masalah tersabut sering dialami siswa dan perlu ada langkah yang efektif dalam menyelesaian masalah tersebut. Berikut ini adalah penjabarannya. Masalah translasi yaitu masalah yang dialami siswa tentang bagaimana cara melakukan dimana masalah tersebut membutuhkan kemampuan menafsirkan atau menerjemahkan kata yang sering didengar siswa ke dalam simbol matematika dan diselesaikan dengan menganalisisnya ke bentuk yang lebih sederhana. Masalah aplikasi yaitu masalah yang dialami siswa tentang bagaimana cara menerapkan berbagai teori serta konsep yang dipelajarinya, dimana masalah tersebut membutuhkan berbagai macam keterampilan dan prosedur matematis agar siswa dapat menyadari kegunaan maematika yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Masalah proses yaitu masalah yang dialami siswa tentang bagaimana cara menyusun langkah-langkah penyelesaian, merumuskan pola penyelesaian dan menemukan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah matematika, dimana proses tersebut membutuhkan peran siswa dalam menyeleksi masalah di berbagai situasi serta cermat dalam menyelediki suatu permasalahan matematika yang dihadapinya. Masalah teka-teki yaitu masalah yang dialmi siswa tentang bagaimana cara siswa menyelesaikan masalah berupa pertanyaan atau soal latihan yang bersifat tak rutin (non routine problems) agar siswa dapat mencapai tujuan afektif (sikap dan kepribadian) sesuai yang diharapkannya. 2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan pemecahan masalah adalah cara seseorang dalam mencari serta menemukan jawaban atau informasi dari pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pada dirinya. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah adalah suatu proses terencana sebagai usaha seseorang mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang didapatkannya. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk berpikir secara kompleks dan mendalam untuk memecahkan suatu masalah (Gunawan, 2007). Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika sangatlah penting dimiliki oleh siswa. Tujuannya agar siswa dapat mengasah pengetahuan dan keterampilan dalam pengerjaan soal tidak rutin ataupun soal-soal tantangan (challenging) yang terlihat baru olehnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Yarmayani (2016) ada beberapa manfaat yang akan diperoleh oleh siswa melalui pemecahan masalah, yaitu: Siswa akan belajar bahwa ada banyak cara untuk menyelesaikan suatu soal (dengan cara berpikir divergen) dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal. Siswa terlatih untuk melakukan eksplorasi dalam pembelajaran, mampu berpikir secara komprehensif danbernalar secara logis. Mampu mengembangkan kemampuan komunikasi, dan membentuk nilai-nilai sosial melalui kegiatan secara berkelompok. 2.1.4 Strategi Kemampuan pemecahan masalah IDEAL Mengingat jenis permasalahan yang ada dalam pengelolaan kelas dan pengelolaan siswa, terdapat juga strategi pemecahan masalah sebagai alternatif kemampuan pemecahan masalah siswa. Macam-macam pemecahan masalah yang dibahas antara lain pemecahan masalah yang dikembangkan Solso, pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz, strategi pemecahan masalah sistematis, inkuiri biologis, inkuiri jurisprudensial, inkuiri sosial, strategi latihan inkuiri, strategi pemecahan masalah ideal, dan strategi belajar berbasis masalah (Wena, 2011). Pada dasarnya, hasil akhir pembelajaran dengan penerapan kemampuan pemecahan masalah di kelas yaitu menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam memecahkan suatu masalah, dan siswa dapat meningkatkan hasil belajar sesuai jenjang sekolah mereka. Dalam pembelajaran di kelas terdapat permasalahan siswa, terutama saat dihadapkan dengan materi pelajaran yang cukup kompleks, rumit, dan abstrak untuk dipelajari siswa selama pembelajaran berlangsung. Permasalahan yang rumit dan kompleks untuk dikerjakan siswa akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya yang mengakibatkan proses pembelajaran yang kurang efektif, serta menyita waktu belajar di dalam kelas. Strategi pemecahan masalah ideal terdiri dari lima tahap pembelajaran, yaitu identifikasi masalah atau Identify the problem, mendefinisikan masalah atau Define the problem, mencari solusi permasalahan atau Explore the solution, melaksanakan strategi pembelajaran atau Act on the strategy, dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh belajar atau Look back and evaluate the effect (Wena, 2011). Pada siswa, strategi ini dapat membantu siswa dalam kemampuan pemecahan masalah serta peningkatan hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Wena (2011) bahwa beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap strategi pemecahan masalah IDEAL sebagai berikut: stategi pemecahan masalah IDEAL lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dibandingkan dengan strategi pemecahan lain, dan penerapan strategi pemecahan masalah IDEAL terbukti secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pemecahan masalah pada bidang (jurusan) IPA. Oleh karena itu, strategi pemecahan masalah ideal adalah alternatif terbaik bagi siswa yang dapat dipelajari oleh setiap karakter siswa, walaupun terdapat kendala dalam pengelolaan waktu pembelajaran. Namun, ada beberapa bagian yamg menjadi kendala (obstacles) sehingga strategi pemecahan masalah ideal sangat susah diterapkan siswa. Oleh karena itu, kreatifitas dalam kemampuan pemecahan masalah ideal haruslah berkaitan dengan indikator pemecahan masalah ideal agar tidak mengalami berbagai kendala yang dapat menganggu siswa dalam kegiatan pembelajaran. Berikut ini adalah penjabarannya. Tabel 2.1 – Indikator pemecahan masalah IDEAL dan bentuk kegiatan siswa Langkah Pemecahan Masalah IDEAL Bentuk Kegiatan Siswa Identifikasi masalah (Identify the problem) Memahami permasalahan (problems) secara umum.(general). Mencermati aspek-aspek yang berka- itan dengan permasalahan (problems) Mengembangkan/menganalisis permasalahan. Melakukan pemetaan permasalahan. Mengembangkan hipotesis. Mendefinisikan masalah (Define the problem) Mencermati data/hal yang sudah diketahui atau yang belum diketahui. Mencari dan Menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber.. Melakukan penyaringan berbagi informasi yang telah terkumpul. Merumuskan berbagai permasalahan. Mencari Solusi (Explore the solution) Mengembangkan solusi sesuai pemahaman siswa. Menentukan solusi pembelajaran. Melaksanakan Strategi (Act on the strategy) Melakukan pemecahan masalah secara bertahap (gradually). Mengkaji kembali dan mengevaluasi Pengaruhnya (Look back and evaluate the effect) Melihat dengan mengkoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah. Mengkaji pengaruh dan mengevaluasi di dalam pembelajaran. 2.1.5 Pengertian Matriks Kulikurum 2013 lahir sebagai jawaban dari berbagai kritikan pada kurikulum 2006 (KTSP) yang cenderung memberikan beban siswa untuk kemampuan berpikirnya, terutama pada kemampuan pemecahan masalah siswa. Dengan diterapkannya kurikulum 2013 berbasis karakter dan kompetensi pada pembelajaran diharapkan siswa dapat memberikan situasi belajar yang produktif, kreatif, dan inovatif pada dirinya dan kelompok siswa (Mulyasa, 2015). Matriks adalah salah satu materi pembelajaran untuk jenjang SMA dan SMK sederajat, namun fokus pembelajaran ini ditujukan pada kelas XI SMK dengan pendekatan kurikulum 2013. Berikut ini adalah kompetensi dasar dan indikator matriks pada tingkat pendidikan kelas XI SMK yaitu sebagai berikut. Tabel 2.2 – Kompetensi dasar dan indikator matriks pada kurikulum 2013 Melalui proses pengamatan, bertanya, mengumpulkan informasi dan diskusi, peserta didik dapat: (a) menjelaskan konsep matriks dan menentukan unsur-unsur matriks, serta (b) menyajikan masalah konstektual ke dalam bentuk matriks dengan terlibat secara aktif, bekerjasama, dan toleran pada proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif (Masriyati, 2015). Oleh karena itu, pada lembar kerja siswa ataupun buku pegangan guru terdapat peta konsep dan tujuan pembelajaran sebagai pendahuluan siswa sebelum memulai pelajaran. Pada desain penelitian, peneliti memulai dengan melakukan analisis matriks ditinjau dari strategi kemampuan masalah IDEAL. Peneliti beralasan karena strategi kemampuan masalah IDEAL dapat menjadi indikator dalam mengetahui kesalahan siswa pada materi matriks. Materi matriks di kelas XI merupakan materi yang baru dipelajari siswa pada jenjang SMA dan SMK sederajat. Karena sasaran materi tersebut difokuskan pada siswa SMK, maka pembelajaran secara realistik akan dilakukan selama kegiatan observasi di sekolah dan disesuaikan dengan kemampuan para siswa tersebut. 2.2 Studi Relevan Jurnal pendidikan matematika oleh Ali Shodikin, mahasiswa yang berjudul: Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Melalui Strategi Abduktif-Deduktif Pada Pembelajaran Matematika memiliki perbedaan terhadap studi yang akan peneliti lakukan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan fokus penelitian mengguanakan desain penelitian murni (true experimental design). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 34 siswa kelas XI di salah satu SMA di kabupaten Pati tahun 2013/2014. Sampel penelitian adalah seluruh populasi penelitian yang diteliti. Fokus materi yang dilakukan adalah materi suku banyak kelas XI pelajaran matematika. Instrumen penelitian yang dikembangkan adalah bahan ajar, instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis, lembar pengamatan kinerja guru, lembar penilaian aktivitas siswa, dan instrumen wawancara yang divalidasi oleh ahli. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, dokumentasi, angket, dan wawancara. Sedangkan teknik analisis data dilakukan menggunakan kemampuan awal matematis, penggunaan uji normalitas dan uji homogenitas, dan penggunaan uji t. Pada hasil penelitian, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa difokuskan pada empat indikator yaitu: kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, merumuskan masalah matematik yaitu dengan menyusun model matematik, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah yaitu dengan menerapkan strategi abduktif-deduktif, dan menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal. Anggota sampel penelitian dibagi berdasarkan kelas eksperimen dan kelas kontrol, serta kemampuan siswa dibagi dalam kategori KAM, yaitu pada tingkat tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan data penelitian terbukti bahwa secara keseluruhan siswa kelas eksperimen menunjukkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis yang meningkat dibandingkan dengan siswa kelas kontrol. Skripsi oleh Kartika Wulandari dengan judul: Implementasi Pendekatan Problem Solving Dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran KKPI memiliki perbedaan terhadap studi yang akan peneliti lakukan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan Kuantitatif. Desain penelitian dilakukan melalui perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dilakukan dalam 3 siklus pada penelitian tindakan. Populasi pada penelitian ini yaitu 32 siswa kelas X jurusan TGB-1 SMK Negeri 1 Seyegan. Sampel penelitian adalah seluruh populasi penelitian yang diteliti. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran KKPI berbentuk checklist, lembar observasi kemandirian belajar siswa berbentuk lampiran, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dilakuakan menggunakan data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran KKPI secara deskriptif, dan data hasil observasi kemandirian belajar siswa secara deskriptif kualitatif. Pada hasil penelitian didapatkan kegiatan dilaksanakan satu kali selama seminggu pada hari kamis jam pertama sampai jam kedua pelajaran (2 x 45 menit) dengan tenggat waktu 6 minggu serta materi setiap minggu berbeda pada mata pelajaran KKPI yang dibagi dalam 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam 2 pertemuan. Pada siklus tahap I, tindakan-tindakan penelitian yang ditempuh yaitu, melakukan kegiatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan dan observasi tindakan dengan pendekatan pemecahan masalah IDEAL, dan kegiatan penutup dengan memberikan kesimpulan dan refleksi. Selama pembelajaran, masih banyak permasalahan siswa diantaranya suasana kelas yang kurang kondusif, siswa asyik mengobrol dan tidak memperhatikan materi, siswa enggan untuk bertanya serta tak acuh terhadap materi yakni fokus menonton film dan bermain game. Akan tetapi, pada faktor guru dikarenakan guru terlalu ketat (detail) dalam membimbing siswa serta belum melibatkan siswa dalam pengambilan kesimpulan pada kegiatan penutup pembelajaran. Hal tersebut membuat peneliti melakuakan perbaikan terhadap siklus selanjutnya untuk menentukan indikator keberhasilan siswa. Pada hasil analisis lembar observasi kemandirian belajar siswa dengan pendekatan kemampuan pemecahan masalah siswa, didapatkan rata-rata keseluruhan siswa pada tahap awal yang meningkat dengan rata-rata keseluruhan siswa pada tahap berikutnya. Akan tetapi, dibutuhkan 3 siklus untuk mencapai indikator keberhasilan siswa dikarenakan pada siklus I dan siklus II, tingkat kemandirian siswa masih kurang yang ditunjukkan dengan kurang aktifnya siswa dalam bertanya, motivasi siswa masih kurang dalam kegiatan praktikum, dan sebagian siswa belum memahami langkah-langkah dalam penyelesaian masalah. Pada akhir kegiatan pembelajaran dilakukan refleksi untuk mengetahui kekurangan dalam tindakan di dalam kelas. Penerapan problem solving telah memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kemandirian belajar siswa. 2.3 Kerangka berpikir Secara umum, masalah dalam pembelajaran didefinisikan sebagai suatu kesenjangan antara materi pelajaran yang dihadapi siswa terhadap kondisi tertentu yang ada di sekolah sehingga menghambat kelancaran proses kemampuan para siswa dan menimbulkan kesulitan dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami suatu masalah di sekolah, yaitu: faktor internal siswa yaitu kondisi fisik dan kepribadian siswa, faktor lingkungan di sekolah yaitu sarana dan prasarana penunjang yang ada di sekitar sekolah, dan faktor sosial yaitu cara interaksi siswa terhadap masyarakat disekitarnya. Masalah matematis adalah masalah pada pembelajaran matematika yang terjadi akibat kondisi dimana siswa mengalami suatu kesenjangan antara kenyataan dan harapan dalam memahami serta menyelesaikan materi matematika. Kesenjangan tersebut bisa disebabkan pada proses mencari dan proses membuktikan suatu materi matematika. Selain itu, terdapat beberapa jenis masalah pada matematika yaitu masalah translasi (perpindahan) ke konsep matematika, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki. Keempat jenis masalah tersebut sering dialami siswa dan diperlukan langkah efektif dalam menyelesaikannya. Pemecahan masalah (problem solving) adalah usaha seseorang untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapinya agar seseorang tersebut dapat mencapai suatu tujuan dan hasil yang diharapkannya. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah diartikan sebagai usaha seseorang dalam mencari solusi penyelesaian dari materi matematika yang dipelajari saat itu agar ia mengerti dan memahami materi yang dipelajarinya sesuai apa yang diharapkannya. Tahap pemecahan masalah secara umum terdiri dari beberapa langkah yaitu tahapan memahami masalah, menyusun strategi, melaksanakan strategi dan memeriksa hasil pembelajaran yang diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah pada matematika sangatlah penting dipahami dan dimiliki oleh siswa, karena ada beberapa manfaat yang diperoleh siswa yaitu ada banyak cara yang dimiliki siswa dalam memecahkan suatu masalah serta menyelesaikan soal lebih dari satu solusi penyelesaian sesuai kemampuannya, siswa terlatih melakuakan eksplorasi lebih jauh tentang materi yang dipelajarinya serta mampu berpikir logis, dan siswa mampu meningkatkan komunikasi dan nilai-nilai social salah satunya pada kegiatan secara berkelompok. Secara umum, terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah yaitu pemecahan masalah Solso, pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz, pemecahan masalah sistematis, pemecahan masalah IDEAL dan strategi belajar berbasis masalah. Atas dasar ini, diperlukan strategi kemampuan pemecahan masalah IDEAL (ideal problem solving) sebagai suatu alternatif dalam memecahkan masalah yang bersifat kompleks dan rumit untuk diselesaikan karena terdapat beberapa tahapan pemecahan masalah yang bertujuan agar siswa dapat mendiskripsikan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Tahapan pemecahan masalah IDEAL terdiri dari 5 langkah penyelesaian, yaitu identifikasi masalah (Identify the problem), mendefinisikan masalah (Define the problem), mencari solusi permasalahan (Explore the solution), melaksanakan strategi pembelajaran (Act on the strategy), dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh belajar (Look back and evaluate the effect). Kelima tahapan tersebut tidak akan berjalan sesuai rencana apabila terdapat kendala dalam prosesnya serta menyita banyak waktu. Oleh karena itu, kreativitas siswa dalam memahami kemampuan pemecahan IDEAL harus disesuaikan dengan indikator pemecahan masalah yang diberikan. mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran di sekolah serta dapat diketahui kelemahan serta kekurangan para siswa dalam memecahkan suatu masalah yang diketahuinya. Sehingga pada penelitian selanjutnya peneliti dapat mengevaluasi kembali apakah strategi yang dilakukan sudahkah tepat atau efektif terhadap siswa. Kerangka berpikir yang telah dikemukakan di atas disajikan dalam bagan yaitu sebagai berikut. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pada penelitian ini, pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini adalah pendekatan tersebut memiliki beberapa ciri-ciri yang sangat jelas terhadap penelitian kualitatf. Desain penelitian bersifat lentur dan terbuka artinya penelitian tersebut disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lapangan studi atau kondisi saat observasi di sekolah. Selain itu, data penelitian diambil dari latar alami (natural setting) serta data yang dikumpulkan berupa data deskriptif/gambaran rinci dari kegiatan peneliti) dan data reflektif/hasil observasi peneliti (Nugrahani, 2014). Selanjutnya, penelitian kualitatif lebih meningkatkan proses dari pada hasil dan sangat mementingkan makna. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini tentang analisis kemampuan pemecahan masalah siswa ditinjau dari strategi kemampuan pemecahan IDEAL (IDEAL problem solving) dilakukan di SMK Negeri 1 Tanjungpinang yang beralamat di Jalan Pramuka, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti, Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang. Kegiatan penelitian ini dimulai sejak disahkannya proposal penelitian dan surat rekomendasi penelitian di sekolah yang dilaksanakan selama kurang lebih 3 minggu yang dimulai pada 26 November – 17 Desember 2018 atau pada tepatnya pada semester gasal tahun ajaran 2018/2019. 3.3 Instrumen Penelitian Keberadaan instrumen dalam penelitian sangatlah penting karena dapat digunakan sebagai alat bantu atau sarana dalam pengumpulan suatu data yang harus dijaga keabsahannya. Instrumen penelitian dalam pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar penelitian tersebut menjadi sistematis dan teratur (Arikunto, 2010). Dari berbagai definisi yang telah dijabarkan, instrumen penelitian yang akan digunakan adalah peneliti sebagai instrumen utama, instrumen tes, dan lembar observasi yang akan dijabarkan yaitu sebagai berikut. 3.3.1 Peneliti Peneliti sebagai intstrumen utama dalam penelitian sangatlah penting karena kedudukan peneliti dalam menjalankan suatu penelitian cukuplah rumit. Hal tersebut dikarenakan tindakan peneliti adalah seorang perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisis data, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor terhadap hasil penelitiannya (Moleong, 2014). Oleh karena itu diperlukan karakteristik yang dapat membangun sikap peneliti dalam melaksanakan penelitian yang mencakup ciri-ciri umum, kualitas dan profesioalitas yang dilakukan peneliti, serta kemungkinan peningkatan peneliti sebagai instrumen utama penelitian. Ciri-ciri umum peneliti sebagai instrumen mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, memproses data sesegera mungkin, mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, serta kemampuan idiosinkratik (Moleong, 2014). Berikut ini adalah penjabarannya, yaitu sebagai berikut. Responsif yaitu ciri-ciri peneliti yang selalu interaktif terhadap orang lain dan lingkungannya dengan peneliti memahami apa yang diharapkan subjek serta peneliti menyediakan objek yang bermanfaat selama penelitian berlangsung. Dapat menyesuaikan diri maksudnya peneliti hampir tidak terbatas dapat menyesuaikan dirinya pada keadaan dan situasi pengumpulan data. Selain itu, peneliti tersebut dapat melakukan beberapa tugas pengumpulan data sekaligus yaitu dengan membuat instrumen penelitian, serta membuat catatan/laporan penelitian dan mengamati ruangan di sekitarnya atau dengan kata lain ia bertugas ganda di lapangan. Menekankan keutuhan, yaitu peneliti memafaatkan imajinasi dan kreativitasnya, serta memandang dirinya dan kehidupannya sebagai suatu keutuhan, bersifat nyata (real), benar dan mempunyai arti. Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan yaitu peneliti tersebut membutuhkan pembekalan dengan pengetahuan dan latihan-latihan yang diperlukan baik secara sadar ataupun tidak. Pembekalan tersebut didapakan dari pengalaman praktik pengalaman sebelumnya ataupun pada kegiatan pra-penelitian sebagai pembekalan sebelum melakukan penelitian langsung di lapangan. Memproses data secepatnya yaitu tindakan peneliti setelah diperolehnya data tersebut, peneliti menyusunnya kembali dengan mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan hipotesis kerja sewaktu di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja tersebut kepada respondennya. Kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan yaitu kemampuan peneliti untuk menjelaskan sesuatu hal yang kurang dipahami oleh subjek/responden. Selain itu, peneliti tersebut berusaha untuk memperoleh kejelasan lagi ataupun menguji informasi yang mulanya meragukan baginya. Kemampuan mengikhtisarkan biasanya digunakan peneliti saat wawancara berlangsung. Selain itu, kemampuan mengikhtisarkan bermanfaat untuk mengecek kembali keabsahan data yang diperoleh, memperoleh persetujuan dari subjek/responden tentang apa yang dikemukakan sebelumnya, dan memberikan kesempatan subjek untuk mengemukakan pokok penting tentang apa yang belum tercakupi pada pengikhtisaran sumber. Kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik yaitu kemampuan peneliti untuk menggali informasi lain yang tidak direncanakan sebelumnya atau yang tidk terduga dengan mencari dan berusaha menggali lebih dalam, bukan menghindarinya. 3.3.2 Observasi Beberapa pokok persoalan yang akan dibahas mengenai observasi atau pengamatan mencakup alasan pemanfaatan pengamatan, macam-macam pengamatan, derajat peranan pengamat, dan berbagai kelebihan dan kelemahan pengamatan. Alasan mengapa pengamatan dilakukan dalam penelitian kualitatif, serta alasan pemanfaatan pengamatan yaitu dipaparkan sebagai berikut. Pertama yaitu teknik pengamatan didasarkan atas pengalaman secara langsung yang merupakan alat yang ampuh untuk mengetes/menguji suatu kebenaran, kedua yaitu teknik pengamatan memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri serta selanjutnya mencatat perilaku subjek dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya, ketiga yaitu pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan langsung diperoleh dari data, keempat yaitu sering terjadi keraguan pada peneliti serta kemungkinan keliru pada peneliti yang disebabkan adanya jarak (gap) anatara peneliti terhadap sunjek yang diwawancarai, kelima yaitu teknik pengamtan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit serta situasi perilaku/subjek penelitian yang kompleks, dan keenam yaitu pengamatan sebagai alat/instrumen penelitian yang bermanfaat dimana dalam kasus tertentu teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan (Moleong, 2014). Berdasarkan jenisnya terdapat macam-macam observasi/pengamatan yaitu pengamatan terbuka dan pengamatan tertutup. Pengamatan terbuka adalah tindakan seorang pengamatsecara terbuka diketahui oleh subjek, selain itu para subjek sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi sedangakan pengamatan tertutup yaitu tindakan pengamat beroperasi atau mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh para subjeknya yang biasanya dilakukan di tempat-tempat umum/publik (Moleong, 2014). Selain itu, berdasarkan latar penelitian observasi terdiri dari pengamatan pada latar alamiah yang dikehendaki pada penelitian kualitatif dan pengamatan pada latar buatan yang dikehendaki pada penelitian eksperimen. Dalam kepustakaan lain, observasi terdiri dari pengmatan terstruktur dan pengamatan tidak terstruktur. Derajat peranan pengamat menurut Moleong (2014) terdiri dari pertama, yaitu pengamat berperanserta secara lengkap maksudnya pengamat menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya.untuk dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya. Kedua, yaitu pemeranserta sebagai pengamat maksudnya peranan peneliti sebagai pengamat tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi dapat melakukan fungsi pengamatan dengan membatasi para subjek untuk menyerahkan dan memberikan informasi yang juga bersifat rahasia. Pengamat sebagai pemeranserta artinya peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum atau pengamat mungkin bisa disponsori oleh para subjek sehingga segala macam informasi termasuk informasi rahasia sekalipun dapat diperolehnya. Keempat, yaitu pegamat penuh maksudnya peneliti dengan bebas mengamati subjeknya sedangkan subjeknya sama sekali tidak mengetahui apakah mereka sedang diamati. Sebaiknya peneliti sebagai pengamat penelitian harus memiliki fokus dalam menjalankannya selain itu, peneliti harus memahami apa yang diamati dalam penelitian yang dijalankan atau ditujukan kepada siapa yang akan dijadikan subjek pengamatan. Selain itu, terdapat kelebihan dan kelemahan obervasi yaitu sebagai berikut. Kelebihan observasi diantaranya pengamat mempunyai kemungkinan untuk langsung mencatat hal-hal, perilaku pertumbuhan, dan sebagainya, dapat memperoleh data dan subjek baik dengan berkomunikasi verbal ataupun tidak (Ridwan, 2011). Selain itu terdapat beberapa kelemahan pengamatan dari berbagai segi penelitian yaitu sebagai berikut. Dari segi teknik pelaksanaan, kelemahan observasi/peamatan yaitu pengamat terbatas dalam mengamati karena kedudukan sebagai kelompok, anggota dan sebagainya, serta sukar dalam mengatasi suatu hal jika padanya tidak ada umpan balik (Moleong, 2014). Oleh karena itu, peneliti yang berkomitmen dalam menjalakan observasi harus memiliki tekad untuk memanfaatkan teknik penelitian yang baik, serta melakukan suatu latihan untuk menajamkan kemampuan peneliti yang diperlukannya. 3.3.3 Pedoman Wawancara Pada umumnya, pedoman wawancara diartikan sebagai kegiatan tatap muka atau dialog antar peneliti terhadap responden. Wawancara adalah dialog yang dilakukan pewawancara untuk mendapatkan informasi dari terwawancara (Ari). Dari pengertian tersebut terdapat beberapa makna yang perlu diperhatikan yakni pewawancara, terwawancara, dan dialog. Pewawancara adalah peneliti yang melakukan serangkaian wawancara, terwawancara adalah responden atau subjek penelitian yang akan menghadapi serangkaian pertanyaan wawancara, dan dialog pada instrumen ini adalah kegiatan percakapan dua orang yang dilakukan secara langsung atau jarak jauh (telepon, pesan suara). Peneliti membatasi kegiatan wawancara ini secara langsung (direct interview) dengan teknis kegiatannya adalah 3.3.4 Metode tes Pada umumnya, tes diartikan sebagai pengujian (testing). Tes adalah suatu cara ubtuk mengadakan penilain yang berbentuk tugas dan harus dikerjakan oleh individu maupun kelompok sehingga menghasilkan suatu penilaian baik tingkah laku maupun prestasi kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak lain atau melalui standar penilaian (Nurkancana & Sumartana, 1983). Suatu penilaian tes yang baik dapat diketahui dengan memiliki ciri-ciri atau karakteristik yaitu: reabilitas tes dapat dipercaya artinya situasi pada waktu pengujian/tes dilaksanakan, keadaan tes itu sendiri, serta hasil yang dicapai oleh tes itu konstan, tetap, ataupun reliable; validitas tes sah atau cocok artinya tes terdsebut dapat memberi gambaran tentang apa yang diinginkan peneliti serta responden untuk diukur sehingga valid atau tidak valid tes itu sangat bergantung pada tujuan dan keadaan objek tertentu; onyektivitas artinya tidak ada unsur pribadi dari peneliti atau pemeriksa dalam pengujian dengan melakukan beberapa hal diantaranya merumuskan pertanyaan tes secara spesifik dan tepat, menghindari pertanyaan yang bersifat ambigu atau adanya penafsiran, menyusun tes yang hanya memerlukan jawaban pendek/singkat, dan pemerikasaan hasil tes serta penentukan skor penilaian tes menggunakan kunci jawaban yang telah disediakan sebelumnya; Praktikabilitas artinya tes dilengkapi petunjuk-petunjuk yang jelas, mudah pelaksanannya atau mudah untuk dilakukan selama penelitian, dan memberikan kebebasan terhadap siswa untuk menegerjakan soal-soal tes yang mudah dipahami siswa terlebih dahulu dan; ekonomis yaitu adanya penghematan terkait biaya, waktu, dan pelaksanaannya (Basuki & Hariyanto, 2014). Pada standar penilaian pengujian (testing), menganalisis suatu tes terbagi dalam empat aspek yaitu validitas, reabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda yang akan dijabarkan sebagai berikut. A. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan timgkat kevalidan suatu instrumen. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melaksanakan fungsi ukurnya (Saifuddin, 2005). Tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi jika tes tersebut dapat mengukur apa yang sebenarnya akan diukur serta dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat, sedangkan jika tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya pengukuran dapat dikatakan tes tersebut memiliki validitas rendah. Secara garis besar ada tiga macam validitas yaitu validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria (Nasir, 2016). Berikut ini adalah penjabarannya. a.Validitas isi Validitas isi adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran, atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes atau hasil belajar tersebut. Validitas isi adalah validitas yang dilihat dari segi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar, yaitu sejauh mana tes sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, serta isinya dapat mewakili (representratif) terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran (Nasir, 2016). Validitas isi dibagi menjadi dua yaitu validitas muka dan validitas logis. Penjabarannya yaitu sebagai berikut. Validitas muka merupakan tingkat kecocokan antara tampilan (face) alat ukur dengan responden yang akan menganggapinya (Nasir, 2016). Kecocokan tampilan instrumen ini bermanfaat untuk meningkatkan minat responden dalam menanggapi pertanyaan Bukti validitas muka diperoleh melalui pemeriksaan terhadap item-item tes untuk membuat kesimpulan bahwa tes tersebut dapat mengukur aspek yang relevan. Oleh karena itu, peneliti haruslah mempunyai keyakinan bahwa dari segi isi, tes itu adalah valid untuk tujuan pengukuran tertentu. Validitas logis yang berasal dari kata logic artinya penalaran maksudnya validitas logis merujuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Dari penjelasan terebut dapat dipahami bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya, tetapi berlangsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai disusun (Nasir, 2016). b. Validitas konstruksi Validitas konstruksi yang berasal dari kata construction artinya susunan, kerangka. Suatu tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut dapat mengukur setiap aspek berpikir yang disebutkan atau tercantum dalam tujuan intruksional khusus (Nasir, 2016). Konstruksi pada definisi ini bukanlah berarti “susunan” yang sering dijumpai dalam berbagai bidang. Akan tetapi, terdapat makna lain berarti rekaan psikologis yaitu suatu rekaan dengan suatu cara tertentu yakni memerinci isi jiwa responden atas beberapa aspek seperti ingatan, pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya. c. Validitas kriteria Ada cara tertentu untuk menguji bahwa sebuah instrumen terbukti valid, diantaranya dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan criterium atau sebuah ukuran atau dengan kata lain yaitiu suatu alat banding. Dalam membandingkan hasil tes maka diperlukan suatu criterium tertentu juga. Ditinjau dari criterium dalam membandingkan kondisi instrumen, validitas kriteria terdiri dari dua bagian yaitu validitas empiris dan validitas prediksi (Nasir, 2016). Validitas empiris (concurrent validity) lebih dikenal dengan makna validitas yang ada sekarang atau validitas banding. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Pengalaman selalu mengenal hal yang telah lampau oleh subjek yang akan diteliti sehingga data pengalaman tersebut sudah ada sekarang (concurrent). Dalam hal ini, hasil tes pada validitas empiris dapat dipasangkan dengan hasil pengalaman. Validitas prediksi (predictive validity) yang berasal dari kata meramal. Sebuah alat evaluasi dikatakan memiliki validitas prediksi yang baik jika ia mempunyai kemampuan meramalkan hal-hal yang akan terjadi di masa yang akan datang (Partha, 2012). d. Cara Perhitungan Validitas Salah satu cara untuk mencari koefisien validitas sebagai alat evaluasi adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk momen memakai angka kasar atau raw score (Partha, 2012). Rumus korelasi produk momen sering juga dikenal dengan rumus Pearson. Rumusnya adalah: rxy= (1) dimana, rxy = Koefisien korelasi N = Jumlah responden uji coba X = Skor tiap item Y = Skor seluruh item responden uji coba Selain itu, terdapat cara perhitungan validitas lainnya yaitu menggunakan rumus korelasi produk momen memakai simpangan yaitu sebagai berikut. rxy= (2) x = X - (3) y = Y - (4) dimana rxy = Koefisien kolerasi x = Variabel skor tiap item y = Variabel skor seluruh item responden uji coba X = Skor (konstanta) tiap item Y = Skor (konstanta) seluruh item responden uji coba Rataan skor tiap item = Rataan skor seluruh item responden uji coba B. Reliabilitas Realiabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang (Sugiyono, 2005). Konsistensi tersebut didapatkan melalui alat ukur yang sama baik berupa tes terhadap tes ulang (pengayaan) akan memberikan hasil yang sama atau lebih subjektif. Hasil dari pengujian awal reliabilitas diharapkan akan konsisten terhadap pengujian-pengujian berikutnya. Reliabilitas selalu menunjukkan keandalan instrumen penelitian dalam berbagai bentuk. Hasilnya selalu berupa angka (numeric) dan tak boleh berubah-ubah, karena merupakan karakteristik dari proses ukuran. Ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan responden terhadap tes, yaitu sebagai berikut. a. Teknik test-retest adalah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu tes yang sama pada waktu yang berbeda. b. Teknik belah dua adalah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan dua kelompok item yang setara pada saat yang sama. c. Bentuk ekuivalen adalah pengetesan (pengukuran) yang dilakukan dengan menggunakan dua tes yang dibuat setara, kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, terdapat 3 macam-macam reliabilitas yaitu sebagai berikut. a. Reliabilitas stabil (stability reliability) Reliabilitas ini mengacu pada waktu. Untuk menentukan stabilitas, tes dilakukan ulang terhadap variabel yang sama di waktu yang berlainan. Hasil pengujian tersebut akan dibandingkan dan berkolerasi dengan pengujian awal untuk memberikan stabilitas. b. Reliabilitas terwakili (representative reliability) Reliabilitas ini mengacu pada keterandalan masing-masing grup (kelompok responden). Reliabilitas ini menguji apakah penyampaian indikator sama jawabannya saat diterapkan pada kelompok yang berbeda-beda. c. Reliabilitas seimbang (equivalence reliablility) Reliabilitas ini menerapkan banyak indikator yang dapat dioperasionalisasi ke semua konsepsi pengukuran. Kesetaraan keandalan akan menggunakan dua instrumen untuk mengukur konsep yang sama pada tingkat kesulitan yang sama. Reliabilitas atau tidaknya pengujian tersebut ditentukan dari hubungan dua skor instrumen, atau dikenal dengan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat (independent and dependent variable relations). d. Cara perhitungan reliabilitas Terdapat beberapa cara dalam menghitung uji reliabilitas yaitu dengan menggunakan 3 rumus yang dimungkinkan untuk dapat diujikan yaitu, rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan formula KR-20 dan KR-21, rumus koefisien Alpha atau Alpha Cronbach, rumus reliabilitas Hoyt yang menggunakan analisis varian, dan sebagainya (Hidayat, 2017). Ada tiga cara pelaksanaan untuk menguji reliabilitas suatu tes, yaitu tes tunggal, tes ulang, dan tes ekuivalen. Cara lainnya untuk mencari koefisien validitas sebagai alat evaluasi adalah dengan menggunakan rumus uji reliabilitas teknik belah dua yang dihitung menggunakan formula Spearmann-Brown yaitu: rii (5) dimana rii = Koefisien reliabilitas tes = Koefisien teknik belah dua reliabilitas tes C. Taraf kesukaran Menganalisis tingkat kesukaran instrumen artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk kategori mudah, sedang dan sulit/sukar (Nurkancana & Sumartana, 1983). Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas instrumen yang baik yaitu daya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksud adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar secara proposional. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan peneliti dalam menentukan proporsi soal berdasarkan kategori mudah, sedang, dan sukar yaitu adanya keseimbangan (balance), perhatikan proporsi jumlah soal dan biasanya menggunakan metode 3-4-3 artinya 30% soal mudah, 40% soal sedang, dan 30% soal sukar diupayakan untuk dibuat oleh peneliti tersebut. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus yaitu sebagai berikut. I = (6) dimana I = Indeks kesulitan atau taraf kesukaran untuk setiap butir soal B = Banyaknya siswa yang menjawab benar pada butir soal N = Banyaknya yang memberikan jawaban pada soal yang diberikan Untuk menentukan taraf kesukaran yang diperoleh, maka diklasifikasikan indeks yang diperoleh dari rumus di atas yaitu sebagai berikut. a. Soal dengan 0 < I < 0,30 adalah soal dengan kategori sukar. b. Soal dengan 0,30 < I < 0,70 adalah soal dengan kategori sedang. c. Soal dengan 0,70 < I < 1,00 adalah soal dengan kategori mudah. D. Daya Pembeda Menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam kategori rendah/lemah dan kategori tinggi/kuat (Nurkancana & Sumartana, 1983). Indeks yang digunakan dalam membedakan peserta tes berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah adalah indeks daya pembeda. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal dengan fungsi tes secara keseluruhan. Cara menghitung daya pembeda pada soal bergantung pada bentuk instrumen tes yang dibuat. Pada soal pilihan ganda, cara menghitung daya pembeda yaitu sebagai berikut. DP = (7) dimana DP = Daya pembeda soal BA = Jawaban benar pada kelompok atas BB = Jawaban benar pada kelompok bawah N = Jumlah siswa yang mengerjakan tes Pada soal esai atau uraian, cara menghitung daya pembeda yaitu sebagai berikut. DP = (8) dimana DP = Daya pembeda soal = Rata-rata kelompok atas yang menjawab soal dengan benar = Rata-rata kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar Selain itu terdapat klasifikasi daya pembeda (indeks diskriminasi) yang akan dijabarkan berikut ini. Indeks Diskriminasi Item (D) Keterangan D = Bertanda Negatif Daya pembedanya jelek sekali atau tidak memiliki daya pembeda yang baik. < 0,20 Daya pembedanya jelek atau dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik. 0,20 < D < 0,40 Butir item yang bersangkutan memiliki daya pembeda yang cukup (sedang). 0,40 < D < 0,70 Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik. 0,70 < D < 1,00 Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali (sempurna). 3.4 Data dan Sumber Data Data pada penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah informasi atau keterangan yang diperoleh langsung dari sumbernya, yaitu para pihak yang dijadikan informan penelitian. Data sekunder adalah berbagai teori dan informasi yang diperoleh tidak langsung dari sumber (informan). Sementara data yang dibutuhkan dalam penelitian ini hanyalah data primer. Selain itu, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, angket, tes kemampuan, wawancara, dan lain-lain (Moleong, 2014). Dari definisi tersebut dapat dikemukan bahwa kata-kata dan tindakan adalah sumber data utama yang dicatat melalui catatan tertulis melalui perkaman video, pengambilan foto/film, serta melalui observasi atau pengamatan berperan-serta. Selain itu, terdapat sumber kedua yaitu sumber terulis merupakan sumber di luar kata-kata dan tidakan yang dibagi atas berbagai sumber berupa buku, majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Setelah itu, terdapat sumber data tambahan yaitu data statistik yang bertujuan untuk membatu peneliti dalam memberi gambaran tentang kecenderungan subjek pada latar penelitian yang ia dapatkan Mempelajari statistik dapat membantu peneliti memahami persepsi subjeknya (Moleong, 2014). Walaupun membantu peneliti, namun harus diingat bahwa peneliti jangan terlalu banyak mendasarkan diri atas data statistik, akan tetapi ia hanya memanfaatkan data statistik sebagai pengantar dan mengarahkannya pada kejadian atau peristiwa yang ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan masalah serta tujuan penelitiannya. Pada penelitian ini, yang menjadi subjek atau informan adalah siswa kelas XI jurusan Multimedia 1 (XI-Multimedia 1) di SMK Negeri 1 Tajungpinang yang berjumlah 36 siswa. Pemilihan subjek ini dilakukan secara random sampling, informasi data siswa secara online, dan persetujuan pihak sekolah SMK Negeri 1 Tanjungpinang itu sendiri. Seluruh peserta didik yang dijadikan subjek penelitian ini akan diberikan 3 soal terkait kemampuan pemecahan matematis siswa. Selain itu, hasil penyelesaian peserta didik tersebut akan dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dianalisis secara bertahap. Teknik analisis data menggunakan bagan analisis data kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman pada tahun 1990-an. Bagan analisis data Miles dan Huberman terdiri dari koleksi data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan degan verifikasi yang dipisahkan oleh tanda panah searah dan tanda panah dua arah artinya terdapat analisis data yang berlanjut, berulang, atau terus-menerus, serta terdapat rangkaian analisis data yang saling susul-menyusul. Berdasarkan hasil soal tes kemampuan pemecahan masalah dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok pesereta didik yaitu kelompok peserta didik kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah yang ditentukan melalui standar deviasi dan uji data statistik. Selanjutnya berdasarkan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh melalui uji statistic dengan pengelompkan 3 rangking, maka dipilih setidaknya 12 subjek yang dipilih secara random sampling pada setiap kelompok peserta didik. Adapun pemilihan observasi pada penelitian ini adalah pengamatan terbuka dengan derajat peranan peneliti sebagai pengamat berperanserta secara lengkap. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu, 3.5.1 Metode Observasi Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematis. Pada dasarnya observasi digunakan untuk melihat dan mengamati perubahan fenomena – fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut (Margono, 2007). Observasi digunakan untuk melakukan pengamatan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung di sekolah. Oleh karena itu, observasi yang peneliti lakukan yaitu observasi terstruktur dengan tindakan pengamatan terbuka, dimana peranan peneliti melakukan tindakan berperanserta secara lengkap. 3.5.2 Metode Tes Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa berjalan sesuai yang diharapkan peneliti. Metode tes digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya kemampuan objek yang diteliti (Suharsimi, 2006). Dalam hal ini, soal merupakan bagian objek yang diteliti serta hasil yang didapatkan dari soal tersebut dapat menentukan ada atau tidaknya objek yang diteliti. Secara materi, tes harus sesuai indikator, pilihan jawab haruslah homogen dan logis. Selain itu, bentuk tes tersebut adalah uraian terbatas. Oleh karena itu, tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah IDEAL siswa diterapkan. 3.6 Teknik Analisis Data Analisis data dalam pengertian ini adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2013). Analisis data pada penelitian kualitatif sangatlah berbeda dari penelitian lainnya yang tidak memerlukan pendekatan statistik dan kerumitan uji statistik dalam menganalisis suatu data. Hal tersebut dibuktikan bahwa data kualitatif dilakukan dengan cara reduksi data yaitu proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi data, pemfokusan data, hingga membentuk hasil penelitian yang bermakna. Pada bagan yang akan dijelaskan berikut, aktivitas yang akan peneliti lakukan terdiri dari 4 tahapan yaitu koleksi data (data collection), reduksi data, penyajian data (display data), dan penarikan kesimpulan/verifikasi yang didukung oleh bukti data yang valid (Gunawan, 2013). Berikut ini adalah pemaparan bagan analisis data kualitatif di atas yaitu: Pada koleksi data, terdapat suatu tindakan peneliti yaitu mengumpulkan berbagai macam data berdasarkan instrumen penelitian yang didukung serta memiliki validasi terhadap instrumen penelitian tersebut. Koleksi data memungkinkan peneliti memilah manakah data yang dianggap penting atau tidak valid untuk kegiatan penelitian. Pada reduksi data, terdapat suatu tindakan peneliti diantaranya kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, serta mencari tema dan polanya. Data yang telah direduksi memudahkan untuk memungkinkan mencari temuan yang dipandang asing, tidak dikenal, dan belum memiliki pola. Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang disajikan dalam benuk uraian yang didukung matriks jaringan kerja berupa matriks (tabel baris dan kolom), jaringan pola (network), grafik (chart), dan sebagainya. Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data yang disajikan dalam bentuk deskriptif dengan berpedoman pada kajian penelitian. Verifikasi memungkinkan peneliti melihat kesimpulan yang kabur (tidak jelas) dan memperbaikinya sehingga kesimpulan tersebut menjadi jelas. Verifikasi didapatkan dari kesimpulan data yang semakin jelas dan terarah karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung. Verifikasi dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data baru secara ringkas. Pada bagan tersebut menjelaskan bahwa koleksi data, reduksi data, display data, serta kesimpulan dan verifikasi merupakan proses siklus serta rangkaian analisis yang saling susul-menyusul. Pada tanda panah yang diketahui terdapat upaya menganalisis data yang berlanjut, berulang, atau terus-menerus. Tanda panah searah menunjukkan bahwa tahapan pada tingkatan awal dapat berlanjut ke tingkatan berikutnya, sedangkan tanda 2 panah (seperti tanda biimplikasi) menunjukkan bahwa ada tahapan yang harus diulang/direvisi kembali sebelum dapat berlanjut ke tahapan berikutnya. Untuk penarikan kesimpulan, terdapat tanda panah ke koleksi data, artinya apabila pada tahapan analisis data tidak sesuai, haruslah diulang kembali ke tahapan pertama unuk mendapatkan kesesuaian data. 3.6 Pengecekan Keabsahan data Banyak hasil penelitian kualitatif yang diragukan kebenarannya karena beberapa hal yaitu subjektivitas peneliti, alat penelitian yang diandalkan, dan sumber data kualitatif yang kurang kredibel. Oleh karena itu, terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam pengecekan keabsahan data yaitu: 3.7.1 Memperpanjang masa pengamatan Peneliti memperpanjang masa pengamatan dari yang direncanakan 2 minggu menjadi 1 bulan dikarenakan dapat membangun kepercayaan diri peneliti, membangun kepercayaan subjek terhadap peneliti, serta memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Oleh karena itu, diperlukan tindakan peneliti yaitu dengan pengamatan yang terus-menerus. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan atau memusatkan diri pada hal-hal secra rinci. 3.7.2 Triangulasi Data Menurut Sugiyono (2013) triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang sifatnya menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan dan sumber data yang sudah ada. Peneliti beralasan bahwa dengan triangulasi, sebenarnya peneliti mengharapkan ada uji kredibilitas data dan uji sumber data. Peneliti menggunakan triangulasi sumber untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas data. Masalah didefinisikan sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan seseorang sehingga seseorang tersebut merasakan kesulitan saat melakukan suatu hal yang akan dicapainya. Sedangkan masalah dalam pembelajaran didefinisikan sebagai suatu kesenjangan antara materi pelajaran yang dihadapi siswa terhadap kondisi tertentu yang ada di sekolah sehingga menghambat kelancaran proses kemampuan para siswa dan menimbulkan kesulitan dalam kegiatan pembelajaran. Masalah dalam matematika terjadi akibat konsep pada setiap materi pelajaran tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh siswa. Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami masalah, khususnya masalah dalam pembelajaran matematika diantaranya sebagai berikut. Faktor kesulitan belajar, dimana siswa tersebut memiliki kesulitan saat memahami materi matematika yang dihadapinya. Faktor lingkungan di sekolah, artinya kondisi di sekitar sekolah, penerangan di dalam kelas, serta sarana pendukung yang memadai disekitar sekolah sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang diharapkan oleh siswa. Faktor sosial, dimana Pemecahan masalah (problem solving) adalah usaha seseorang untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapinya agar seseorang tersebut dapat mencapai suatu tujuan dan hasil yang diharapkannya. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah diartikan sebagai usaha seseorang dalam mencari solusi penyelesaian dari materi matematika yang dipelajari saat itu agar ia mengerti dan memahami materi yang dipelajarinya sesuai apa yang diharapkannya. Tahap pemecahan masalah secara umum terdiri dari beberapa langkah, yaitu tahapan memahami masalah, tahapan merencanakan penyelesaian yaitu dengan menjabarkan masalah pada materi yang dipelajari menjadi masalah yang lebih sederhana serta melakukan penyelesaian pada materi yang dipelajari dengan memperlihatkan ketelitian dan kejelian suatu masalah yang diketahui sesuai kemampuan siswa, dan tahapan mengecek kembali suatu hasil penyelesaian dengan melihat kelemahan dari masalah yang diketahui serta penyelesaian yang telah dijabarkan siswa. Oleh karena itu, seorang guru setidaknya mampu memahami kemampuan para peserta didik serta membimbing mereka dan memotivasinya untuk mencari jalan keluar dalam mempelajari dan memahami konsep pada materi matematika sesuai kemampuannya. masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan Desain penelitian adalah pedoman atau prosedur serta teknik dalam perencanaanpenelitian yang berguna sebagai panduan untuk membangun strategi yang menghasilkan model atau blue print penelitian. disebut juga dengan penelitian sebab akibat merupakan salah satu ide berpikir ilmiah untuk menyusun suatu riset metodologi. peneliti memfokuskan penelitian terhadap proses belajar siswa, bukan hasil akhir pembelajaran siswa. Selain itu, sasaran penelitian yang difokuskan adalah lembar analisis model matriks, lembar pengamatan dan aktivitas siswa, serta lembar tes kemampuan pemecahan masalah sebagai dasar dalam melaksanakan observasi di sekolah. Penelitian studi kasus adalah salah satu jenis penelitian yang memusatkan diri secara intensif pada suatu objek tertentu. . Selanjutnya, peneliti akan mengembangkan materi tersebut dengan analisis setiap soal matriks yang dibagi dalam 3 siklus pembelajaran. Setiap siklus pembelajaran terdiri dari 3 tahapan yaitu kegiatan pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Materi yang dianalisis meningkat setiap siklusnya, namun peneliti akan segera menyampaikan di akhir Akan tetapi, penelitian ini hanya membatasi pada kegiatan menganalisis soal terhadap materi yang dipelajari dengan analisis strategi kemampuan pemecahan IDEAL. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah cara guru dalam mengasah kemampuan para siswa untuk menganalisis permasalahan tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi mereka. Pada metode ini terdapat beberapa kelebihan diantaranya: meningkatkan keaktifan siswa, terutama saat proses pembelajaran berlangsung, dan siswa dapat mengasah kemampuan intelegensi yang dimilikinya. Selain itu, terdapat beberapa kelemahan dalam metode ini, yaitu kemampuan problem solving pada pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup lama, dan beberapa diantara metode ini dapat menyulitkan para siswa, khususnya dalam kemampuan memecahkan suatu masalah. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini melibatkan analisis setiap soal matriks. Kegiatan ini dibagi dalam 3 siklus dimana setiap siklus terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap pra-pelaksanaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Berikut ini adalah kegiatan yang akan dilaksanakan saat pelaksanaan penelitian di sekolah, yaitu sebagai berikut. Pada siklus 1, topik yang dipelajari tentang bentuk-bentuk matriks, operasi dan kesamaan matriks. Diharapkan siswa mampu mendeskripsikan serta memahami topik pada siklus ini Berikut ini adalah contoh peta konsep dari matriks menurut Suherman (2009: 183) yaitu sebagai berikut. , agar siswa dapat memahami setiap materi yang dipelajari tanpa paksaan atau tekanan yang berarti. Gambar 1 – Peta Konsep Matriks menurut Suherman (2009: 183) Matriks adalah susunan bilangan yang terdiri dari bilangan dan kolom. Notasi matriks ditulis dalam huruf besar dan anggota matriks ditulis dalam huruf kecil atau angka yang disusun dalam kurung siku atau kurung biasa. Selain itu, ordo (ukuran) matriks adalah banyaknya baris (garis horizontal) dan kolom (garis vertikal) yang terdapat dalam matriks yaitu, (ordo matriks) = (banyak baris pada matriks) x (banyak kolom pada matriks) Rumus 1 – Ordo matriks menurut Suherman (2009: 184) Secara umum, Matriks terdiri dari matriks baris, matriks kolom, matriks persegi dengan ordo yang sama, matriks identitas, matriks konstanta, matriks segitiga atas, dan matriks segitiga bawah. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada matriks adalah diagonal utama dan diagonal samping dimana pada determinan dan invers matriks diperlukan pengetahuan tentang diagonal utama dan diagonal samping. Selain itu, operasi matriks terdiri dari (a) operasi penjumlahan dan pengurangan dengan memperhatikan ordo, baris, dan kolom matriks, serta (b) perkalian matriks yang terdiri dari perkalian scalar dengan matriks dan perkalian matriks dengan matriks. Berikut ini adalah notasi matriks secara lengkap menurut Athari (2015: 3) yaitu sebagai berikut. Pada aplikasi matriks terdapat operasi baris elementer (OBE) dengan melihat persamaan matriks AB = C biasanya ditentukan nilai dari matriks A atau matriks B. Selain itu, terdapat aplikasi lainnya pada matriks dalam menyelesaikan persamaan linear. Terdapat berbagai strategi dalam menyelesaikan permasalahan pada matriks, sehingga strategi pemecahan masalah adalah salah satu solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan matriks. 56