[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
MAKALAH “TERJEMAH, TAFSIR, DAN TAKWIL” Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ULUMUL QUR’AN Dosen Pengampu : Ahmad Fauzi, Lc., M.H.I Disusun Oleh Kelompok 11 ES1-F : 1. Alif Muhammad Shodikin (12402183244) 2. M. Fahim Maulana Fajar (12402183245) JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG OKTOBER 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kepada Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sebagai hasil dari diskusi kami, dalam menyelesaikan tugas Ulumul Qur‟an dengan mengangkat tema Terjemah, Tafsir dan Ta‟wil. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Istitut Agama Islam Negeri Tulungagung. 2. Bapak Ahmad Fauzi, Lc., M.H.I selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah mendukung terselesikannya makalah ini. 3. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan serta bantuannya hingga terselesainya makalah ini. Penulis menyadari bahwa hasil daripada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kepada para pembaca bisa memaklumi makalah yang kami buat ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan diharapkan dapat mengambil intisari yang bermanfaat dari makalah kami. Sehingga dapat menjadi warga negara yang cerdas, kritis, dan aktif terutama bagi kalangan mahasiswa. Tulungagung, 08 Oktober 2018 Penulis i DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Terjemah ........................................................................................................ 3 B. Tafsir .............................................................................................................. 6 C. Ta‟wil ............................................................................................................. 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................... 19 B. Saran .............................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA ii BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala puji serta syukur hanyalah milik Allah, Yang Mahaperkasa lagi maha mengetahui; yang mmengampuni dosa dan menerima taubat; yang keras hukuman-Nya; yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain dia. Hanya kepadaNyalah kembali semua makhluk. Shalawat teriring salam buat Rasul tercinta, Nabi MuhammadShallallahu „Alaihi wa Sallam ,yang penuh perhatian terhadap umatnya; amat belas kasihan lagi penyayang terhadap keimanan dan keselamatan pengikutnya. Al-Qur‟an seperti diyakini kaum muslim merupakan kitab hidayah, petunjuk bagi manusia dalam membedakan yang haq dengan yang batil. Dalam Al-Qur‟an sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, di antaranya bersifat transformatif. Yaitu membawa misi perubahan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan, Zhulumat (di bidang akidah, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dll) kepada sebuah cahaya, Nur petunjuk ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia, dunia-akhirat. Dari prinsip yang diyakini kaum muslim inilah usaha-usaha manusia muslim dikerahkan untuk menggali format-format petunjuk yang dijanjikan bakal mendatangkan kebahagiaan bagi manusia. Nah dalam upaya penggalian prinsip dan nilai-nilai Qur‟ani yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah penafsiran dihasilkan. Maka dari diktum itu pulalah, konsep tentang manusia dan identitasnya dalam menjabarkan misi kekhalifahan dan ubudiyyah di muka bumi menjadi penentu yang determinan dalam proses mengkaji dan memahami teks suci yang diyakini akan memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. 1 B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian terjemah ? 2. Apakah pengertian tafsir ? 3. Apakah pengertian ta‟wil ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dosen pengajar. 2. Untuk memperluas pengetahuan bagi para mahasiswa khususnya penulis. 3. Untuk mengetahui apa itu pengertian terjemah, tafsir, dan ta‟ 2 BAB II PEMBAHASAN A. TERJEMAH 1. Pengertian Terjemah Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan yang dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang dikemukakan oleh ashshabuni; memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah. Kata terjemah dapat dipergunakan pada dua arti: a. Terjemah Maknawiyyah atau Tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau kalimat pembicaraaan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan klimatnya, melainkan oleh makna dan tujuan aslinya. b. Terjemah Harfiyyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. Terjemah harfiyyah dibagi menjadi dua: 1) Terjemah Harfiyyah bil-misli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari bahasa asli dengan sinonimnya (murodifnya) ke dalam bahasa baru dan terikat bahasa aslinya. 2) Terjemah harfiyyah bi dzuni al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata bahasa asli ke dalam beberapa bahasa lain dengan memperhaitkan urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru serta kemampuan penerjemahnya. Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah harfiyyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dicapai dengan baik. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian kalimat-kalimatnya. Contoh, jumlah fi‟liyyah dalam bahasa arab dimulai 3 dengan fi‟il kemudian fa‟il, baik dalam kalimat tanya maupun yang lainnya, mudlaf didahulukan atas mudhof ilaihi, dan mausuf atau sifat, kecuali dengan idhofah tasybih. Yang mana hal itu tidak dimilki oleh bahasa lain.1 Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah: a. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa terjemahnya; b. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari kedua bahasa tersebut; c. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki oleh bahasa pertama; d. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut. Menurut beberapa pandangan ulama, adapun fungsi dari terjemah itu sendiri dapat di jabarkan sebagai beriku: a. Menyampaikan berita kepada yang terhalang menerima berita. Ini berarti bahwa tindakan menyampaikan berita yang dilakukan oleh penerjemah terhadap orang yang sudah berusia 80-an tahun (mungkin karena orang tersebut sudah tuli), disebut terjemahan, dan orangnya dinamakan turjuman (penerjemah). b. Menjelaskan maksud kalimat dengan cara menggunakan bahasa aslinya. Dari pengertian ini, Ibn Abbas (w. 78 H.) yang mempunyai keahlian menafsirkan AlQur‟an dapat turjuman (penerjemah), Sehubungan dengan pengertian ini pula, Zamakhsyari (w. 538 H.) mengatakan bahwa penerjemah tentang sesuatu sama dengan penafsiran tentang sesuatu tersebut. Menurut pemahaman ini berarti mutarjim sama dengan mufassir (pemberi keterangan tentang maksud sesuatu kalimat) c. Menjelaskan maksud suatu kalimat dengan perantaraan bahasa di luar bahasa sumber. Bila bahasa sumbernya adalah bahasa Arab maka bahasa yang menjelaskannya harus bahasa lain. Untuk itu, dalam buku Mukhtar as-Sihhah dikatakan bahwa menerjemahkan artinya sama dengan memberikan penjelasan dengan cara memakai 1 Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 213. 4 bahasa di luar bahasa sumbernya. Ini berarti bahwa unsur penjelasan merupakan unsur yang dominan dalam kandungan makna terjemahan. Bahkan, kalau dilihat di dalam Tafsir Ibn Kasir tentang Abdullah bin Abbas yang mendapat julukan sebagai penerjemah, dapat dikatakan bahwa terjemahan menurut asal-usul kata bahasa Arab, mutlak mengandung arti menjelaskan tanpa mempersoalkan bahasa yang digunakan dalam memberikan penjelasan tersebut. Apabila ditinjau dari sudut pandang bahasa yang digunakan dalam memberikan penjelasan, pendapat Ibn Kasir (705 – 774 H.) lebih bersifat umum di bandingkan dengan pendapat ketiga ini, sebab dalam hal memberikan penjelasan dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa sumber atau bahasa lain. d. Alih bahasa, yaitu pengalihan makna atau amanat dari bahasa tertentu ke bahasa lain. Pelaku pekerjaan mengalihkan mkana atau amanat tersebut di beri nama penerjemah. Ibn Manzur menamakannya dengan tarjuman atau turjuman, yakni orang yang mengalihbahasakan; juru terjemah.2 2. Terjemah Menurut Paham Umum Paham umum dalam pernyataan ini ialah pendapat orang pada galibnya; kebanyakan bukan menurut sekelompok orang atau bangsa atau suku tertentu. Jadi, terjemahan menurut paham umum ialah ungkapan makna dari bahasa tertentu ke bahasa lain sesuai dengan maksud yang terkandung dalam bahasa tertentu tersebut. Yang dimaksud dengan makna dalam definisi ini bukan sekedar arti permukaan dari kata atau kalimat itu sendiri. Untuk itu seorang penerjemah perlu memperhatikan teks yang akan di terjemahkan, baik dari segi isi teks maupun ragam bahasanya.3 3. Syarat-Syarat Penerjemahan Baik untuk penerjemahan secara hafiah maupun maknawiah/tafsiriah diperlukan tiga persyaratan : a) Penerjemahan harus sesuai dengan konteks bahasa sumber dan konteks bahasa penerjemah. b) Penerjemahan harus sesuai dengan gaya bahasa sumber dan gaya bahasa penerima. Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Qur‟an: Depag Edisi 1990, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001), hlm. 59 3 Ibid., hlm. 60. 2 5 c) Penerjemahan harus sesuai dengan ciri khas bahasa sumber dan ciri khas bahasa penerima.4 B. TAFSIR 1. Pengertian Tafsir Menurut bahasa, tafsir besasal dari kata al-fasr yang berarti menjelaskan atau mengetahui maksud suatu kata yang sulit.5 Istilah tafsir di dalam al Qur‟an dapat dilihat pada surat al Furqan (25): 33 yang berbunyi: ‫ك ِب ْال َح ِّق َوأَحْ َس َن َت ْفسِ يرً ا‬ َ ‫ك ِب َم َث ٍل إِ اَل ِج ْئ َنا‬ َ ‫َو ََل َيأْ ُتو َن‬ Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.(QS. Al-Furqan (25): 33) Dari ayat di atas dapat dikatakan bahwa pengertian tafsir ialah upaya untuk mengungkap makna yang musykil dari suatu kosakata. Sementara itu, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa tafsir bersal dari kata safara yang artinya membuka.6 Sehubungan dengan itu, sebagian ulama menambahkan pengertian tafsir menjadi ilmu halal, haram, janji, kecaman, perintah, larangan, pelajaran, dan perumpamaan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an. Dengan demikian, seorang mufasir tidakpantas mengungkapkan pendapat hanya dengan berdasaarkan ra‟yu dan tidak dilandasi dengan dalil yang kuat.7 Menurut Abu Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan, menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih mudah, lebih jelas, serta menunjukkan tujuan dari interpretasi Al-Quran. Dinyatakan lebih jelas karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya Alquran, yaitu pertama, sebagai kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga apabila manusia mengikutinya, 4 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan ..., hlm. 62-63 Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9. 6 Ibid., hlm. 9. 7 Ibid., hlm. 11. 5 6 akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat; kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang masa.8 Sementara itu, menurut Abdullah Syahatah berpendapat bahwa tafsir ilah ilmu yang membahas tentang Al-Quran Al-Karim yang melihat sudut dalalahnya untuk mengetahui maksud Allah SWT dalam firman-Nya sesuai dengan kemampua yang dimiliki oleh manusia.9 Ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al Qur‟an ; kedua, ilmu-ilmu (pengetahuan) yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut ; ketiga, ilmu (pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketiga konsep diatas tidak dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang ingin di capai dalam tafsir.10 2. Pembagian Tafsir Tafsir di kelompokkan agar manusia lebih mudah mempelajarinya karena di sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Tafsir dapat di bagi menjadi beberapa golongan.11 a. Pembagian Menurut Pengetahuan Manusia. Berikut pembagian tafsir berdasarkn pengetahuan manusia. Ada empat kriteria yang tergabung di dalamnya.12 1) Tafsir yang diketahui dari kalam orang-orang Arab. Tafsir ini mencakup kosakata Alquran dan uslub. Hal itu karena Alquran diturunkan dengan menggunakan bahasa dan dialeg mereka. Meskipun demikian, setiap muslim tidak harus mengetahui seluruh makna uslub yang terdapat dalam Alquran. 2) Tafsir yang wajib diketahui semua orang Tafsir ini menyankut perintah, larangan, pokok-pokok, etika, dan kaidah, QS. AlBaqarah (2): 3, QS. Al-Baqarah (2): 183, dan QS. Ali Imran (3): 97 merupakan ayat-ayat yang tidak seorangpun diberi peluang untuk tidak mengetahuinya. 3) Tafsir yang hanya diketahui oleh ulama 8 Ibid., hlm. 12. Ibid., hlm. 16. 10 M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2005), hlm. 29 11 Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 27. 12 Ibid., hlm. 27-28. 9 7 Tafsir ini meliputi hal-hal samar dan sulit dibedakan oleh kebanyakan manusia. Dari hal-hal samar itu dihasilakan sejumlah manfaat hukum . hukum mempelajari tafsir ini adalah fardhu kifayah. 4) Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah Tafsir ini mencakup hakikat ghaib dan waktu terjadinya . tafsir ini tidak wajib bagi siapapun, bahkan orang yang engaku mengetahuinya berarti telah berbuat dosa dan berdusta terhadap Allah. b. Pembagian Menurut Cara Penafsiran Berikut ini pembagian tafsir menurut cara penafsiran. Ada 2 kelompok yang tergabung di dalamnya.13 1) Meengikuti atsar dan riwayat. Cara ini disebut tafsir bi alma‟tsur. Adalah tafsir yang menggunakan ayat atau riwayat sebagai alat bantu dengan berpedoman penjelasan sahabat. Meskipun demikian tidak jarang mufasir mengikut sertakan pendapatnya. 2) Mengikuti ijtihad. Cara ini disebut tafsir bi ar-ra‟yi Adalah tafsir yang menggunakan ijtihad untuk memahami Alquran dn menjadikan literatur yang ada sebagai bahan rujukan. Dengan demikian, musafir memahami kandungan ayat sesuai dengan pengetahuan. c. Pembagian Menurut Metodologi Penafsiran Metodologi adalah disiplin ilmu yang membahas tentang cara-cara yang digunakan untuk mengkaji sesuatu. Sementara itu metodologi tafsir ialah disiplin ilmu yang membahas tentang cara yang digunakan mufasir dalam menafsirkan Alquran. Adapun pembagian tafsir menurut metodologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi empat.14 1) Tafsir al-ijmali (global) Tafsir yang bersifat umum dan singkat. Mufasir tidak menjelaskan ayat secara mendetail. Metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan acra mengemukakan makna global. Dalam uraiannya penafsir membahas secara runtut berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang di maksud oleh ayat tersebut. 13 14 Ibid., hlm. 28 Ibid., hlm. 28-29. 8 2) Tafsir at-tahlili (analitis) Tafsir yang memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat. Tafsir ini adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat AlQur‟an dari seluruh aspeknya. Ditinjau dari kecenderungan penafsir metode tahlili dapat berupa : d) Tafsir bi al-ma‟tsur e) Tafsir bi al-ra‟y f) Tafsir al-Shufi g) Tafsir al-fiqhi h) Tafsir al-Falsafi i) Tafsir al-„ilmi j) Tafsir al-adab al-ijtima‟i 3) Tafsir al-muqaran (komparatif) Tafsir yang membandingkan ayat dengan ayat lain atau membandingkan ayat dengan hadits. Hal-hal yang dibandingkan adalah segi redaksi dan isi. Disamping iyu, mufasir juga membandingkan pendapat mufasir yang satu dengan pendapat mufasir yang lainnya. 4) Tafsir al-maudhu‟i (tematik) Tafsir yang mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki tema sama. Tafsir yang disebut juga metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Ada dua cara dalam tata kerja metode tafsir mawadu‟i : a) Dengan cara menghimpun ayat Al-Qur‟an yang berbicara tentang suatu masalah (mawdhu‟/tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai surah dalam AlQur‟an. b) Penafsiran yang dilakukan berdasarkan surah Al-Qur‟an. 9 d. Pembagian Menurut Tujuan Mufasir Tujuan mufasir dan tafsirnya dapat dilihat dari apa yang mendominasi. Berdasarkan hal itu, tujuan mufasir dibedakan menjadi dua.15 1) Tujuan yang mengacu kepada mazhab yang diyakini mufasir sehingga karya tafsirannya sesuai mazhab tersebut. Berikut ini contoh-contohnya. a) Tafsir As-Salaf (ulama salaf), seperti Tafsir Ath-Thabari, Tafsir ibn Katsir, dan Tafsir Asy-Syanqithi. b) Tafsir Al-Mu‟tazili (Mu‟tazilah), seperti Tafsir Az-Zamakhsyari dan Tafsir Tanzih Al-Qur‟an „an Al-Matha‟in. c) Tafsir Al-Asy‟ari (Asy‟ariyah), seperti Tafsir Al-Maturidi dan Tafsir Ar-Razi. d) Tafsir Asy-Syi‟i (Syiah), seperti Tafsir At-Tibyan fi At-Tafsir Al-Qur‟an dan Tafsir Ash-Shafi. e) Tafsir Ash-Shufi (tasawuf), seperti Tafsir Latha‟if Al-Isyarat dan Tafsir Haqa‟iq At-Tafsir. 2) Tafsir yang didominasi oleh suatu disiplin ilmu yang digeluti mufasir sehingga karya tafsirannya dapat disebut dengan disiplin ilmu tersebut. Berikut ini contohcontohnya. a) Tafsir Al-Lughawi, yaitu tafsir yang menekankan kepada segi bahasa, seperti Tafsir Ma‟ani Al-Qur‟an karya Imam Al-Farra‟ dan Majaz Al-Qur‟an Karya Abu Ubaidah. b) Tafsir An-Nahwi, yaitu tafsir yang menekankan kepada ilmu nahwu, seperti Tafsir I‟rab Al-Qur‟an karya An-Nuhasi. c) Tafsir Al-Balaghi, yaitu tafsir yang menekankan kepada balaghah, seperti Tafsir Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari. 15 Ibid., hlm. 29-30. 10 C. TA’WIL 1. Pengertian Ta’wil Kata ta‟wil terdapat dalam surat Ali Imran (3) : 7 , yang berbunyi sebagai berikut: ٌ ‫ب َوأ ُ َخ ُر ُم َت َش ِاب َه‬ ٌ ‫ات مُحْ َك َم‬ ٌ ‫اب ِم ْن ُه آ َي‬ ‫ات ۖ َفأَماا‬ ِ ‫ات هُنا أ ُ ُّم ْال ِك َتا‬ َ ‫ك ْال ِك َت‬ َ ‫ه َُو الاذِي أَ ْن َز َل َعلَ ْي‬ ‫ُون َما َت َشا َب َه ِم ْن ُه ا ْب ِت َغا َء ْال ِف ْت َن ِة َوا ْب ِت َغا َء َتأْ ِويلِ ِه ۗ َو َما َيعْ لَ ُم َتأْ ِويلَ ُه‬ َ ‫وب ِه ْم َز ْي ٌغ َف َي ات ِبع‬ َ ‫الاذ‬ ِ ُ ‫ِين فِي قُل‬ ‫إِ اَل ا‬ ‫ون آ َم انا ِب ِه ُك ٌّل مِنْ عِ ْن ِد َر ِّب َنا ۗ َو َما َي اذ اك ُر إِ اَل أُولُو‬ َ ُ‫ون فِي ْالع ِْل ِم َيقُول‬ َ ‫َّللا ُ ۗ َوالرا اسِ ُخ‬ ‫ب‬ ِ ‫ْاْلَ ْل َبا‬ Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayatayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.(QS. Ali-Imran (3) : 7) Menurut Dr. Abdullah Syabatah dalam Ulum At-Tafsir, takwil berasal dari kata awala-ya‟ulu-ta‟wilan yang bermakna merenungkan, memperkirakan, atau menjelaskan. Akan tetapi, jika berasal dari kata ala-aulan-ma‟alan (ilaihi), artinya kembali darinya. Sementara itu, secara istilah takwil ialah menjelaskan makna yang dimaksud suatu pembicaraan sehingga artinya hampir sama dengan arti tafsir. 16 Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan, memalingkan ayat dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima olehnya. Ta‟wil pada istilah mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian suatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau 16 Ibid., hlm. 32. 11 suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya‟ adalah amr (kata perintah).17 Adapun menurut Adz-Dzahibi, takwil ialah menguatkan salah satu kemungkinan makna dengan menggunakan dalil lalu menarjihnya dengan di dukung oleh pengetahuan mengenai kosakata dan maknanya, konteks serta gaya bahasa. Dengan kata lain, takwil ialah memilih makna kata atau kalimat dengan menggunakan ijtihad.18 Ta‟wil dalam arti secara istilah adalah sebagai berikut: a. Menurut Al-Jurzani: Ta‟wil ialah memalingkan lafazh dari maknanya yang dzohir kepada makna lain yang dipunyai lafazh itu, jika makna lain yang dilihat itu sesuai dengan al-Qur‟an dan Sunnah. b. Ta‟wil ialah mengembailkan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan apa yang dimaksudkannya. c. Menurut ulama khalaf ta‟wil ialah mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih kepada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.19 Karena fungsi keduanya sama-sama menjelaskan makna suatu ayat yang samar, maka ada kalangan ulama yang menyamakan maksud tafsir dengan ta‟wil. Di samping itu, terdapat pula ulama yang membedakannya, seperti al-Raghib al-Ashfahani, Ibn Manshur, al-Maturidi dan Abu Thalib al-Taghlibi. Mereka berpendapat bahwa tafsir lebih umum dibanding ta‟wil, sebab tafsir umumnya berfungsi menerangkan maksud yang terkandung dalam susunan kalimat. Ta‟wil digunakan untuk menjelaskan pengertian kitab-kitab suci, sedangkan tafsir selain fungsi demikian juga berfungsi demikian juga berfungsi menerangkan hal-hal yang lainnya.20 1. Takwil Al-Qur’an Takwil Al-quran ialah membawa makna tekstual ayat kepada makna lain yang tidk bertentangan. Hal yang masuk dalam pengertian ini adalah mengadaptasikan teks Al-quran ke dalam situasi kontemporer. Dengan demikian, disamping untuk memenuhi kebutuhan teoretis, yaitu memahami pesan-pesan Al-quran, takwil juga digunakan untuk memahami kebutuhan praktis, yaitu mengaplikasikan ayat-ayat Al-quran dalam Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211. Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 33. 19 Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211 20 M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu..., hlm. 29 17 18 12 kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:21 a. Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang harus disertai penjelasan dari Nabi. Alasanya sebagai berikut: 1) Ayat-ayat tersebut mengandung perintah, baik wajib maupun sunah, petunjuk, serta anjuran Nabi. 2) Ayat-ayat tersebut mengandung larangan, kewajiban, hak, dan hudud. Penjelasan tentang itu semua hanya didapat dari Nabi. b. Ada sebagian dari kandungan Al-quran yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah, seperti datangnya ajal dan hari kiamat. c. Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang takwilnya dapat diketahui oleh orang yang berilmu, seperti ilmu i‟rab sehingga dapat memahami ayat tersebut. Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!”Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”Ingantlah, sesungguhnya merekalah yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari. (QS. Al-Baqarah (2): 11-12) Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa al-ifsad adalah sesuatu yang sepantasnya tidak dilakukan karena memiliki mudharat, sedangkan as-shalah adalah sesuatu yang sepantasnya dilakukan arena memiliki nilai manfaat. Jika dilihat dari kacamata takwil, ayat yang dapat dijadikan media berijtihad adalah ayat yang takwilnya diketahui oleh orang-orang yang berilmu. Sementara itu untuk ayat-ayat Al-Quran yang takwilnya yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah dan harus menggunakan penjelasan dari Nabi, mufasir harus berijtihad.22 2. Perbedaan Tafsir dengan Takwil Sebagian mufasir ada yang menilai bahwa antara tafsir dan takwil adalah sama. Akan tetapi, sebagian yan lain menyatakan keduanya berbeda. Sehubungan dengan itu mufasir salaf, Ath-Thabiri, menggunakan kata takwil untuk tafsir ayat serta penjelasan maknanya, baik sesuai dengan zhahir ayat maupun tidak. Sementara itu, menurut Abu 21 22 Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 32. Ibid., hlm. 33. 13 Zaid, tafsir adalah upaya memahami teks dari sisi batin. Berikut ini adalah perbedaan antara tafsir dan takwil menurut ulama tafsir.23 No. 1. Tafsir Takwil Menjelaskan objek baik maupun hakiki kosakata, Menjelaskan dan majas, menginformasikan hakikat yang menjelaskan dan di maksud, menjaga dan menginformasikan dalil yang di menghindarkan dari penghinaan maksud. 2. terhadap perintah Allah. Menjelaskan makna yang Menjelaskan dihasilkan dari ungkapan. 3. Hal-hal makna yang dihasilkan melalui isyarat. yang berhubungan Hal-hal dengan riwayat. dengan yang berhubungan dirayah (kepandaian) yang kemudian dikenal dengan medan ijtihad. 4. Menerangkan dengan maksud Allah Melihat dan menarjih makna berpegang pada kosakata dengan berpegang pada perkataan Nabi. 5. ijtihad. Bersifat khusus karena hanya Bersifat umum karena berlaku berlaku untuk kalam Allah. 6. Menjelaskan objek topik suatu Menjelaskan kosakata. 7. untuk semua kalam. makna yang dikehendaki kosakata. Ar-Raghif Al-Ashfahani: lebih Ar-Raghif Al-Ashfahani: lebih umum dan lebih banyak banyak dipergunakan makna dan digunakan untuk lafazh dan kalimat dalam kitab-kitab yang kosakata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya. 8. Menerangkan makna lafazh Menetapkan makna yang yang tak menerima selain dari dikehendaki suatu lafazh yang satu arti. dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil. 23 Ibid., hlm. 34. 14 9. Al-Maturidi: menetapkan apa Menyeleksi salah satu makna yang dikehendaki menetapkan ayat seperti dikehendaki Allah. dan yang mungkin diterima oleh yang suatu ayat tanpa meyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah. 10. Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: menerangkan makna lafazh baik menafsirkan bathin lafazh. berupa hakikat atu majaz. Sementara itu, perbedaan antara tafsir dan takwil menurut ulama ushul fiqih adalah sebagai berikut.24 No. 1. Tafsir Berdasarkan pada dalil yang Berdasarkan pada dalil yang qath‟i. 2. Takwil zhanni. Makna kata jelas dan tidak ada Apabila suatu makna didasarkan celah untuk menakwilkan. pada dalil zhanni, makna yang dimaksud adalah takwil. Kesimpulannya tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Qur‟an yang pengertiannya secara tegas mengatakan maksud yang dikehendaki Allah Azza wa jala. Sedangkan takwil adalah pengertian-pengertian tersirat yang diistimbatkan (diproses) dari ayat-ayat Al-Qur‟an yang memerlukan perenungan dan perkiraan, serta merupakan sarana pembuka tabir.25 Menurut At-Thabari mengklasifikasikan takwil menjadi tiga golongan. Berikut penjelasanya. a. Ta‟wil yang hanya diketahui oleh Allah. b. Ta‟wil yang dijhususkan untuk Nabi dan berkaitan dengan hal-hal taklif, baik perintah maupun larangan. c. 24 25 Takwil yang dapat diketahui oleh orang yang memiliki ilmu. Ibid., hlm. 35. Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 214. 15 3. Syarat-syarat Takwil Menurut Ulama Ushul Tafsir Sebelumnya telah dijelaskan bahwa takwil ialah menemukan makna ayat Alquran melalui ijtihad. Oleh sebab itu, untuk menerima atau menolak hasil ijtihad tersebut perlu adanya syarat. Menurut Raudhah An-Nazhir wa Jannah Al-Munazhir. Takwil yang benar arus mememenuhi syarat berikut.26 a. Makna yang digunakan sebagai takwil merupakan makna yang mungkin dimiliki oleh teks tersebut serta didukung dengan adanya dalil-dalil yang memadai, baik dari segi manthuq (makna yang dibicarakan oleh teks) maupun mafthum (makna yang dipahami dari teks yang dikaji). b. Takwil yang di pilih memiliki dalil yang shahih dan menunjukkan adanya pengalihan kata dari bentuk zhahir menuju bentuk lain. Kalam Allah yang dikomunikasikan kepada manusia adalah dalam bentuk zhahir sehingga ada dalil-dalil yang mendukung untuk melakukan takwil makna di balik teks. Oleh sebab itu, teks yang mutlak harus dilakukan apa adanya sehingga ada dalil kuat yang membatasi dan harus dilakukan secara muqayyad (makna yang dibatasi dan digunakan untuk sesuatu secara khusus), kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa makna itu harus di taqyid. Zhahir perintah adalah wajib. Oleh sebab itu, wajib melakukan zhahir perintah sehingga tidak boleh mengubahnya menjadi sunnah tanpa adanya dalil yang kuat. Begitu pula dengan larangan. Sementara itu, Imam Al-Juwaini mengklasifikasikan tahapan takwil sebagai berikut. a. At-ta‟wil al-maqbul, yaitu takwil yang didukung oleh dalil-dalil yang kuat. b. At-ta‟wil ghair as-sa‟igh, yaitu takwil yang tidak diperbolehkan. Apabila takwil tidak didukung oleh dali-dalil yang kuat, tidak diperbolehkan memilih makna yang zhanni. c. At-ta‟arudh, yaitu apabila terjadi tarik-menarik antara zhahir dan makna yang ditakwil. Keduanya memiliki indikator yang kuat dan harus ditarjih. 27 26 27 Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 36. Ibid., hlm. 37. 16 Menurut Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum Al-Qur‟an, antara makna denotasi (makna asli teks) dan makna konotasi (makna teks setelah di takwil) harus diperhitungkan. Apabila makna denotasi lebih kuat daripada makna konotasi, maka takwil ditolak. Sementara itu, apabila makna konotasi lebih kuat karena adanya indikator, maka takwil dapat diterima. Akan tetapi apabila antara makna denotasi dan makna konotasi sama-sama, maka harus dibandingkan. Jika makna denotasi lebih kuat, kama teks tidak boleh ditakwilkan. Syarat-syarat yang sudah dijelaskan merupakan manhaj yang umum dalam menafsirkan dan ber-istinbath agar dalam menemukan makna tidak dilakukan secara serampangan.28 4. Jenis-jenis Takwil Telah di jelaskan bahwa dalil yang digunakan untuk takwil harus berupa dalil rajah (dalil kuat) yang melebihi zhahir kata untuk menunjukkan makna. Oleh sebab itu, makna terkadang memiliki takwil dekat dan terkadang memiliki takwil jauh.29 a. Takwil Dekat Takwil dekat ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu teks dengan menggunakan sedikit tarjih karena makna itu mudah dipahami dan adanya indikator.30 Misalnya, firman Allah berikut ini. ... ۖ ‫ َو ََل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن إِ ََّل َما ظَهَ َر ِم ْنهَا‬... Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.(QS. An-Nur (24): 31) Kecuali yang (biasa) terlihat ditakwilkan dengan wajah dan kedua telapak tangan. Imam Asy-Syafi‟i berpendapat yang sama dan dikuatkan dengan riwayat dari Aisyah, “Sesuatu ketika Asma‟ binti Abu Bakar masuk kedalam rumah Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian yang menutup tetapi tipis. Beliau memalingkan pandangannya sambil bersabda, „Apa (pakaian) ini, wahai Asma‟? Sesungguhnya wanita 28 Ibid., hlm. 36-37. Ibid., hlm. 37. 30 Ibid., hlm. 38. 29 17 yang telah baligh, tidak pantas terlihat selain ini (telapak tangan) dan ini (wajah).‟Nabi menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” (HR. Al-Baihaqi). b. Takwil Jauh Takwil jauh ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu teks dengan menggunakan sejumlah tarjih untuk mengalahkan makna zhahir teks, tetapi makna tersebut tidak di dukung oleh dalil. Misalnya, firman Allah berikut ini. ‫ق َوا ْم َسحُىْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم‬ ِ ِ‫إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى الص َّٰلى ِة فَا ْغ ِسلُىْ ا ُوجُىْ هَ ُك ْم َوأَ ْي ِد يَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬... ...‫َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬ Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. (QS. Al-Maidah (5): 6) Ada yang berpendapat bahwa ketika berwudhu wwajib mengusap kedua kaki, bukan membasuhnya. Mereka berdalil dengan kata arjulakum yang dibaca majrur karena di-„athaf-kan dengan kata bi ru‟usikum. Sementara itu bacaan majrur tersebut merupakan bacaan mutawatir diantara qira‟ah sab‟ah. Dengan demikian, menurut mereka cukup dengan mengusap kaki ketika berwudhu. Adapun yang perlu disadari bahwa hadits atau atsar yang lebih kuat menjadikan penakwilan tersebut jauh dari benar. Hal itu karena dalam hadits-hadits shahih dijelaskan bahwa Rasulullah selalu membasuh kaki ketika berwudhu dan tidak dinemukan riwayat yang menjelaskan bahwa beliau mengusap, kecuali mengusap sepatu.31 31 Ibid., hlm. 39. 18 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan yang dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang dikemukakan oleh ash-shabuni; memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah. Menurut Abu Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan, menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih mudah, lebih jelas, serta menunjukkan tujuan dari interpretasi Al-Quran. Dinyatakan lebih jelas karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya Alquran, yaitu pertama, sebagai kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga apabila manusia mengikutinya, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat; kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang masa. Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan, memalingkan ayat dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima olehnya. Ta‟wil pada istilah mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian suatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya‟ adalah amr (kata perintah). B. Saran Penyusun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, dan jauh dari kata sempurna. Dan dengan adanya makalah ini pemakalah berharap pembaca dapat memahami apa itu terjemah, tafsir dan ta‟wil serta dapat mengambil kesimpulan atau mengklasifikasi secara rinci dan mudah dipahami. 19 DAFTAR PUSTAKA Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah. Anwar, Rosihan. 2010. Ulum Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia. Lubis, Ismail. 2001. Falsifikasi Terjemahan Al-Qur‟an: Depag Edisi 1990. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Suryadilaga, M. Alfatih. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: TERAS. 20