[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
ADVOKASI DALAM BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Studi Lapangan di TPA Pakusari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember) (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan) Hukum Lingkungan Kelas A Dosen Pengampu: Anita Dewi Moelyaningrum., S.KM., M.Kes. Disusun oleh: Kelompok 3 Kholifatur Auliaur R. 152110101012 Violita Pita N. 152110101026 Dini Widya Dyanestica 152110101073 Feri Subarianto 152110101097 Zafira Aprillia 152110101099 Viona Reza Maulinda 152110101125 Elok Faikoh F. 152110101195 Bella Nadia Rachman 152110101209 Silvia Sugiatiningsih 152110101253 Sundari 162110101256 BAGIAN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER 2018 KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT, shalawat  serta  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat  limpahan rahmat-Nya, penulis  mampu  menyelesaikan  laporan ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Hukum Lingkungan. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi, namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan ibu Anita Dewi Moelyaningrum, S.KM., M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Lingkungan sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Makalah ini disusun untuk membahas permasalahan advokasi lingkungan serta ditujukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah Hukum Lingkungan yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari studi lapang dan didukung berbagai sumber informasi, referensi dan berita. laporan ini disusun dengan berbagai rintangan baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Jember. Penulis sadar bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengampu, penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan laporan penulis di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Jember, 10 Juni 2018 Penulis DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Dalam lingkungan hidup, terdapat berbagai macam permasalahan yang timbul. Maka dari itu, munculah hukum lingkungan yang mengatur tentang peraturan-peraturan terkait lingkungan hidup. Hukum lingkungan sendiri diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law. Terkait hukum lingkungan, ada beberapa pelanggaran yang terjadi seperti sengketa lingkungan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tempat pembuangan akhir (disingkat TPA) adalah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi) begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal (misalnya, burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (misalnya, kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan dengan cara yang salah. Advokasi adalah pembelaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bertujuan untuk perubahan kebijakan yang mengarah pada kesejahteraan rakyat. Advokasi lingkungan perlu dilakukan karena pembangunan ekonomi banyak yang merusak lingkungan, jumlah pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang tinggi, hegemoni negara yang berlebihan dan posisi rakyat dan pemodal yang semakin merajalela. Permasalahan pada TPA Pakusari adalah manifestasi kekuatan otonomi masyarakat dalam melakukan pembelaan (advokasi) lingkungan, dan pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Masyarakat yang menjadi korban yang mengalami kerugian akibat pencemaran lingkungan dengan didukung lembaga swadaya masyarakat dan organisasi lingkungan berusaha melakukan pembelaan (advokasi) lingkungan, dan melakukan pilihan penyelesaian sengketa dengan mengajukan gugatan ke lembaga pengadilan. Dalam beberapa kasus penyelesaian sengketa lingkungan yang dilakukan melalui lembaga pengadilan, keputusan pengadilan dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan keadilan lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana advokasi lingkungan hidup terkait permasalahan lingkungan yang ada di TPA Pakusari? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui penyelesaian dengan cara advokasi terkait permasalahan lingkungan yang ada di TPA Pakusari BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Advokasi Advokasi adalah aksi yang strategis dan terpadu oleh perorangan atau kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda kebijakan dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan solusi bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan penerapan kebijakan publik yang di buat untuk mengatasi masalah tersebut (Manual Advokasi Kebijakan Strategis IDEA, Juli 2003). Advokasi terdiri atas sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat ada suatu isu, dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi itu juga berisi aktifitas-aktifitas legal dan politis yang dapat memengaruhi bentuk dan praktik penerapan hukum. Inisiatif untuk melakukan advokasi perlu diorganisir, digagas secara strategis, didukung informasi, komunikasi, pendekatan, serta mobilisasi (Human Rights Manual). (Kompasiana, 2015) Pengertian advokasi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu tergantung pada situasi dan kondisi kekuasaan dan politik pada suatu kawasan tertentu. Advokasi ditilik dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, seperti berikut ini.Usaha-usaha terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya.Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.Upaya terorganisir maupun aksi yang menggunakan sarana-sarana demokrasi untuk menyusun dan melaksanakan undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan merata.(Kompasiana, 2015) Jadi, advokasi dapat dipahami sebagai bentuk upaya individu, kelompok, dan organisasi masyatakat untuk melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan rakyat. 2.2 Definisi Lingkungan Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau cukup disebut dengan “lingkungan” saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, dan berbagai unsur lainnya. Lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment. Beberapa Definisi mengenai lingkungan (hidup) : Menurut Otto Soemarwoto (2009) jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati  yang mempengaruhi kehidupan kita. Semua faktor ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung memengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisma (McNaughton & Wolf), The physical, chemical and biotic condition surrounding and organism (Allaby), semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya (Munadjat Danusaputro), Kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Sri Hayati), Wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai (Johny Purba).   Jadi, lingkungan (hidup) adalah semua makhluk (bilogis), semua benda (fisika), kondisi (social), dan perilaku yang berpengaruh pada kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makluk hidup lainnya. Lingkungan (hidup) bukan saja memengaruhi manusia tetapi memengaruhi makhluk hidup lainya dan saling berpengaruh satu dengan yang lain. 2.3 Advokasi Lingkungan Advokasi lingkungan (hidup) muncul berawal dari kegelisahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia serta kegagalan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam.Kompasiana, 2015 Jadi, Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik. Tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan (hidup) di Indonesia, mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup serta mendorong gerakan masyarakat sipil (organisasi rakyat) untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan lingkungan (hidup). Pada dasarnya gerakan perjuangan yang paling riil dilakukan ditingkatan rakyat sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan keberpihakan pada rakyat dan lingkungan. 2.4 Dasar Hukum Advokasi Lingkungan UUD 1945 yang pada pasal 1 secara jelas menyatakan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Jadi merupakan wewewnang rakyat untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia. Ini artinya bahwa tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari kerusakan dibenarkan menurut UUD 1945.UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang yang mengatur tentang (1) Hak masal; (2) Kewajiban pemerintah; (3) Larangan; (4) Sangsi-sangsi. Dalam melakukan kerja-kerja advokasi ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi: (1) Demokratis; (2) Transparan; (3) Anti kekerasan; (4) Kesetaraan; (5) Keadilan gender; (6) Partisipatif. 2.5 Alasan Advokasi Lingkungan dilakukan Ada banyak sekali alasan kerja-kerja advokasi lingkungan harus dilakukan, beberapa alasan yang seringkali menjadi dasar advokasi lingkungan adalah sebagai berikut.Munculnya permasalahan kemanusiaan dan kemiskinan yang terkait dengan perusakan lingkungan dan penguasaan sumberdaya alam, kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat tetapi malah berpihak pada kepentingan kuasa modal, keserakahan dan kekerasan terkait dengan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin meningkat baik jumlah maupun skalanya, ancaman dan kerentanan akan munculnya bencana yang lebih besar di masa-masa mendatang.Beberapa alasan di atas memicu lahirnya kesadaran bagi beberapa indan untuk melakukan pembelaan, perlawanan, dan perubahan atas ketidakadilan dan perusakan alam dan lingkungan. Salah satu bentuk perlawanan dan pembelaan tersebut adalah advokasi. Tujuan dari kerja-kerja advokasi adalah untuk mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak adil. Secara lebih spesifik, dalam praksisnya kerja advokasi diarahkan pada kebijakan publik yang dibuat oleh kuasa kebijakan (pemerintah).  Kebijakan publik merupakan regulasi yang dibuat berdasarkan kompromi para penguasa (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dengan mewajibkan rakyat untuk mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap kebijakan yang akan disahkan untuk menjadi peraturan perlu dan harus dikawal serta diawasi agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan dampak negative, khususnya ketidakadilan bagi rakyat. Hal ini dikarenakan pemerintah ataupun penguasa tidak mungkin mewakili kepentingan rakyat secara luas, sementara kekuasaannya cenderung sentralistik dan memiliki peranan besar dalam proses penyusunan dan penetapan kebijakan.  2.6 Cara Melakukan Advokasi Lingkungan Tahap pertama, mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok Pecinta Alam (PA) dan individu-individu yang peduli pada lingkungan menolak kebijakan yang telah dirancang oleh Kepala Daerah untuk merubah Hutan Kota menjadi Taman. Tahap kedua, mengembangkan kemampuan individu yang terlibat dan terdampak proses advokasi seperti masyarakat, anggota ormas, dan lembaga lain yang terlitbat. Dengan penolakan dan penentangan kebijakan Kepala Daerah tersebut, anggota komunitas (aliansi) belajar berbagai cara dan metoda mengomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk memperkuat basis dukungan kelembagaan. Tahap ketiga, melakukan penguatan organisasi dan pemberdayaan masyarakat sekitar Hutan Kota. Advokasi harus pula mampu mengubah pola pikir dan memberdayakan masyarakat secara lebih luas, supaya rakyat sekitar Hutan Kota mampu melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas dan masyarakat lebih berdaya dan mampu memperjuangkan aspirasinya sendiri.Kompasiana, 2015 Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal.Mengerti dan memahami isi kebijakan beserta konteksnya, dengan memeriksa tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut, mempelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut, siapa saja yang akan mendapat manfaat dan siapa yang akan terimbas olehkebijakan tersebut, siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan, siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka, tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses. Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forumpublic hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang terlibat dalam proses pembentukan kebijakan, mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat. Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seacara seketika, advokasi butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi yang dapat dilakukan.Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya melakukan lobi-lobi antar instansi, tokoh masyarakat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan, bila diperlukan pada pejabat Negara yang lebih tinggi, melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi dan edukasi, melewati aksi-aksi peradilan (litigasi, class action, dan  lain-lain), menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi. 2.7 Aktivitas Advokasi Lingkungan Prinsip dasar Advokasi Lingkungan adalah “Jangan biarkan pemerintah dan korporasi bekerja sendiri, tanpa keterlibatan dan pengawasan masyarakat.”Advokasi lingkungan hidup melibatkan advokasi kebijakan dan penegakan hukum, pendidikan umum dan pembelaan masyarakat. Aktivitas advokasi Lingkungan dapat berupa aktivitas seperti berikut ini : Advokasi terhadap kebijakan dan peraturan Pemerintah yang mengancam kelestarian alam dan merusak lingkungan hidup Advokasi untuk mendorong terbitnya kebijakan dan peraturan baru yang menganjurkan pelestarian alam dan lingkungan Advokasi untuk penegakan undang-undang lingkungan hidup dengan proses pengadilan. Proses pengadilan untuk menganjurkan hukum lingkungan hidup dapat dilakukan dengan memakai “legal standing” atau memakai “class action” atau “citizen law suite”. Advokasi dengan melakukan pengawasan terhadap praktik-praktik bisnis dan aktivitas industry yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengamcam kelestarian alam. 2.8 Kesadaran Masyarakat Peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan umum (edukasi) dan kampanye mengenia pentingnya lingkungan yang sehat dan alam yang lestari. Isu-isu yang penting termasuk pembuangan sampah dan penyelamatan binatang dan tumbuhan yang terancam punah. Kelompok-kelompok advokasi lingkungan hidup berperan penting dalam gerakan-gerakan perlawanan. Ini termasuk bekerja dengan masyarakat lokal untuk melawan kerusakan lingkungan hidup. Kampanye yang mementingkan suatu isu di tingkat lokal sangat efektif. 2.9 Pendekatan Advokasi Lingkungan Hidup Berdasarkan Pelestarian (Konservasi) Pendekatan berdasarkan pada “konservasi” mengutamakan aktivitas untuk melindungi ekosistem, berbagai jenis-jenis binatang, dan tumbuhan-tumbuhan yang terancam punah. Masalah-masalah tersebut dianggap sama pentingnya dengan manusia. Pendekatan yang menjaga selarasnya kehidupan seluruh makhluk hidup dan habitatnya. Organisasi seperti Profauna merupakan organisasi garda terdepan pendekatan konservasi di Indonesia. Berdasarkan Keadilan Lingkungan Pendekatan kedua mendasarkan gerakan advokasinya pada Keadilan Lingkungan Hidup menyangkut pelestarian lingkungan sambil memperjuangkan keadilan sosial, demokrasi dan hak asasi manusia. Kelompok lingkungan hidup Indonesia seperti WALHI, mengambil pendekatan ini dalam melakukan aktivitas advokasi lingkungannya. Berdasarkan Hak-Hak Masyarakat Asli Pelestarian lingkungan hidup dapat juga diadvokasi dengan pendekatan berdasarkan hak masyarakat asli. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Hidup/Sumber Daya Alam oleh masyarakat setempat juga merupakan pendekatan yang sangat efektif. Organisasi seperti Laskar Hijau merupakan organisasi yang menggunakan pendekatan hak masyarakat asli sebagai dasar advokasi lingkungannya. 2.10 Tempat dilakukannya Advokasi Lingkungan Hidup Dimanapun terjadinya ketidakadilan dan ancaman terhadap peri kehidupan manusia serta dan kelestarian lingkungan terjadi, advokasi harus dilakukan. Advokasi bisa dilakukan di ruang-ruang kelas dan diskusi untuk membangun kesadaran. Advokasi bisa dilakukan di ruang-ruang public dengan melakukan kampanye melalui berbagai media dan berbagai cara untuk mengedukasi masyarakat terhadap sebuah permasalahan lingkungan. Advokasi dapat pula dilakukan di ruang-ruang kekuasaan dengan mengajukan petisi pada pemerintah terhadap aturan dan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan makhluk hidup. Advokasi dapat dilakukan dengan menajukan usulan kebijakan atau perbaikan kebijakan atau ketegasan pelaksanaan kebijakan yang menjamin keadilan dan kelestarian lingkungan. Advokasi bisa dilakukan di jalanan dengan melakukan berbagai bentuk aksi, mulai dari kampanye sampai demonstrasi bila memang diperlukan. Ada banyak ruang dan ada banyak tempat dengan berbagai cara dan media dalam melakukan advokasi lingkungan. Tidak hanya berada di ruang-ruang kekuasaan ataupun di ruang-ruang kelas, jalananpun dapat dijadikan tempat untuk melakukan advokasi lingkungan. Dimanapun terjadi ketidakadilan lingkungan, disitu advokasi harus dilakukan. Dimanapun tempat berada, disitu dapat dilakukan advokasi dengan menyesuaikan bentuk advokasi dan tujuan advokasi lingkungan dilakukan. 2.11 Pelaku Advokasi Lingkungan Hidup Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau organisasi yang dapat diklasifikan seperti perseorangan (Non Govermental Individual), mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah (Ornop) seperti Walhi, Profauna, dan lain sebagainya, komunitas Basis dan Kelompok Akar Rumput, seperti kelompok petani, nelayan, dan lain sebagainya seperti Laskar Hijau, SPPQT, dan lain sebagainya, organisasi masyarakat keagamaan (NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain sebagainya), serikat Buruh, Lembaga Jaringan, Media Massa, dan kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan. Setiap individu dan setiap organisasi yang peduli terhadap kelestarian alam dan tidak sepakat dengan ketidakadilan lingkungan. BAB 3. PEMBAHASAN 3.1 Advokasi dalam Bidang Lingkungan Hidup Advokasi lingkungan (hidup) muncul berawal dari kegelisahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia serta kegagalan pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam.Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik. Tujuan dari gerakan advokasi lingkungan yang dilakukan antara lain untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan dalam pengelolaan lingkungan (hidup) di Indonesia, mendorong perubahan prilaku aparatur negara dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup serta mendorong gerakan masyarakat sipil (organisasi rakyat) untuk melakukan perbaikan terhadap pengelolaan lingkungan (hidup). Pada dasarnya gerakan perjuangan yang paling riil dilakukan ditingkatan rakyat sebagai sebuah kekuatan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan keberpihakan pada rakyat dan lingkungan. Berdasarkan prodil Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember menunjukkan bahwa Jumlah timbulan sampah 3.287,51 m3/ hari, timbulan sampah yang terlayani 1.337,75, dan kadar sampah yang ada di Kabupaten Jember,terdiri dari : Sampah organik (81,9%) yang berasal dari tanah, pasir, sisa makanan, daun, dan kayu, dan ; sampah non organik (13,9%) yang terdiri dari plastik, karet, besi, kaca, dan kain. Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian diolah di TPA Pakusari dengan sistem controlled landfill. Sistem pengelolaan Controlled Land Fill merupakan sebuah teknik menutup gunungan sampah dengan tanah uruk, supaya bisa menjadi pupuk organik. 3.2 Rencana Kerja TPA Pakusari Kabupaten Jember Rencana Jangka Pendek ( Tahun 2017 ) Penataan kavling ( Zonasi ) pasif dan aktif Mengaktifkan kembali daur ulang sampah menggunakan eksgedung pabrik kompos Menyiapkan instalasi Leacheate sampah ( PAPBD 2017 ) Pembuatan instalasi pemanfaatan gas methan sampah ( PAPBD 2017 ) Rencana Jangka Panjang Remaining sampah sistem kavling Jembatan timbang Mendatangkan investor sebagai langkah pemanfaatan sampah menjadi tenaga listrik ( Waste To Energy ) Beban pencemaran atau sampah-sampah yang ada di TPA tersebut tidak bisa dengan cepat dapat teruraikan.Untuk mengatasi permasalahan tersebut TPA Pakusari telah menyusun rencana kerja tersebut. Untuk melaksanakan rencana kerja tersebut TPA Pakusari telah melakukan advokasi ke berbagai pihak. Pada bagian rencana mengaktifkan kembali daur ulang sampah menggunakan eks gedung pabrik kompos, upaya advokasi dilakukan melalui seminar. Dari jumlah sampah organik yakni 100 kg diolah menjadi kompos sebesar 42 kg di mana terjadi proses pembalikan selama 40-60 hari. Tumpukan sampah yang menggunung disekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) biasanya sering menjadi biang masalah lingkungan, karena mencemari lingkungan, pada tanah, air serta udara. Terutama menimbulkan pemandangan kurang sedap dan mengeluarkan aroma bahu menyengat. Dalam hal ini, TPA Pakusari membangun tempat wisata dan menghasilkan gas metan atau biogas, yang digunakan memasak, layaknya menggunakan gas elpiji oleh warga sekitar. Untuk saat ini sudah ada 20 kepala keluarga di sekitar TPA Pakusari yang memanfaatkan gas metan, yang dihasilkan dari pengelolaan sampah. Cara kerjanya yakni hanya memasukan pipa berpori-pori kedalam tumpukan sampah, kemudian ditutup dengan tanah untuk menangkap gas metan. Gas metan yang sudah tertangkap selanjutnya disalurkan ke reaktor biogas untuk memisahkan gas dan air. Gas yang sudah terpisah selanjutnya disalurkan melalui pipa, yang didorong ke sumber pemakaian dengan menggunakan blower. hasilnya kemudian disalurkan ke kompor gas tersebut, sehingga kompor menyala seperti kompor gas elpiji. Instalasi pengolahan biogas di TPA Pakusari ada dua titik, satu titik dimanfaatkan TPA sendiri, terutama untuk kegiatan edukasi. Sedangkan satu titik disalurkan menggunakan pipa ke 20 KK di sekitar TPA Pakusari. Namun hingga dua bulan beroperasi, TPA Pakusari belum memiliki teknologi, yang bisa memasukkan biogas tersebut, ke dalam tabung seperti gas elpiji. jika hal ini bisa dilakukan maka pihak karyawan TPA, juga bisa memanfaatkan gas methana ini, meski tidak tinggal disekitar TPA. Sehingga perlu adanya advokasi ke pada pihak pemerintah agar memperhatikan masalah mengenai instalasi pemanfaatan gas methan ini. Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau organisasi yang dapat diklasifikan sebagai berikut. Perseorangan (Non Govermental Individual); Mahasiswa atau organisasi kemahasiswaan; Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah (Ornop) seperti Walhi, Profauna, dan lain sebagainya; Komunitas Basis dan Kelompok Akar Rumput, seperti kelompok petani, nelayan, dan lain sebagainya seperti Laskar Hijau, SPPQT, dan lain sebagainya; Organisasi masyarakat keagamaan (NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI, Walubi, dan lain sebagainya); Serikat Buruh, Lembaga Jaringan, Media Massa, dan kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju kebaikan. Setiap individu dan setiap organisasi yang peduli terhadap kelestarian alam dan tidak sepakat dengan ketidakadilan lingkungan. Advokasi bukan hanya menjadi tanggungjawab individu-individu aktivis (lingkungan) dan organisasi-organisasi pembela linkungan. Advokasi lingkungan harus dilakukan oleh setiap individu dan kelompok masyarakat yang yang peduli pada kelestarian lingkungan dan keadilan hidup bagi kesejahteraan seluruh makhluk hidup. Advokasi lingkungan dapat dilakukan dimanapun dan dengan berbagai bentuk, bukan berarti harus melakukan dengan cara aksi jalan dan demonstrasi, tidak juga dengan muncul di publik menyuarakan melalaui ruang-ruang publik. Advokasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara yang sangat pribadi melalui berbagai media sosial yang dimiliki untuk membangun kesadaran diri sendiri dan kawan-kawan selingkungan. 3.3 Strategi Advokasi Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi yang dapat dilakukan. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput (grassroots), seperti federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya; Melakukan lobi-lobi antar instansi, tokoh masyarakat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan, bila diperlukan pada pejabat Negara yang lebih tinggi; Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi dan edukasi; Melewati aksi-aksi peradilan (litigasi, class action, dan lain-lain); Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi. BAB 4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Advokasi merupakan bentuk upaya individu, kelompok, dan organisasi masyatakat untuk melakukan pembelaan rakyat (masyarakat sipil) dengan cara yang sistematis dan terorganisir atas sikap, perilaku, dan kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan dan rakyat. Lingkungan (hidup) adalah semua makhluk (bilogis), semua benda (fisika), kondisi (social), dan perilaku yang berpengaruh pada kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makluk hidup lainnya. Advokasi lingkungan adalah upaya-upaya pembelaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih baik. Tindakan yang dilakukan untuk melakukan advokasi lingkungan dari kerusakan dibenarkan menurut UUD 1945.UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Alasan dasar advokasi lingkungan dikarenakan munculnya permasalahan kemanusiaan dan kemiskinan yang berpihak pada kepentingan kuasa modal dan tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Advokasi dapat dilakukan melalui pengawasan terhadap praktik-praktik bisnis dan aktivitas industry yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengamcam kelestarian alam. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan pendidikan umum (edukasi) dan kampanye mengenai pentingnya lingkungan yang sehat dan alam yang lestari Pendekatan advokasi lingkungan hidup bisa dilakukan berdasarkan pelestarian(konversi), keadilan lingkungan, hak-hak masyarakat asli. Advokasi lingkungan hidup dapat terjadi dimanapun jika ada ketidakadilan lingkungan hidup. Advokasi dengan menyesuaikan bentuk advokasi dan tujuan advokasi lingkungan dilakukan. Advokasi dilakukan oleh siapapun baik perorangan, kelompok, atau organisasi. Sampah di kota Jember dikelola oleh DKP Kabupaten Jember, dan kemudian diolah di TPA Pakusari dengan sistem controlled landfill. Sistem pengelolaan Controlled Land Fill merupakan sebuah teknik menutup gunungan sampah dengan tanah uruk, supaya bisa menjadi pupuk organik. Rencana kerja TPA Pakusari Kabupaten Jember dilaksanakan secara jangka pendek dan jangka panjang. Strategi advokasi dilakukan dengan membangun jaringan di antara organisasi-organisasi, melakukan lobi antar instansi, melewati aksi-aksi peradilan dan kampanye serta menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi. 4.2 Saran Advokasi harus dilakukan dengan rencana yang matang dan sistematis agar tujuan advokasi itu sendiri dapat menarik perhatian masyarakat atau media massa yang diharapkan perhatian itu akan berubah menjadi dukungan untuk membangun atau meminimalisir dampak buruk dari adanya TPA Pakusari yang akan berakibat kepada lingkungan hidup di sekitar wilayah TPA Pakusari. DAFTAR PUSTAKA Akib, Muhammad. 2016. Hukum Lingkungan: Perspektif Global dan Nasional. Jakarta : Rajawali Pers. CNN Indonesia. 2018. Tumpukan Sampah di TPA Pakusari Jember Jadi Objek ‘Wisata’. (Online). Tersedia : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180119204333-282-270304/tumpukan-sampah-di-tpa-pakusari-jember-jadi-objek-wisata(Diakses pada tanggal 5 Juni 2018). Kementerian Lingkungan Hidup UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Kompasiana. 2015. Sekelumit Cerita Tentang Advokasi Lingkungan Hidup. Berita Online www.kompasiana.com/denielstephanus/sekelumit-cerita-tentang-advokasi-lingkungan-hidup_566a36da7097732a06d644dd.Diakses pada 5 Mei 2018. Sumarwoto. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadja Mada University Press. 24