[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Materi-statistik

PAKET BELAJAR MATA KULIAH KOMAK SKS : STATISTIK : KPD 122 : 2 SKS DESKRIPSI SINGKAT : Matakuliah ini merupakan matakuliah wajib bagi mahasiswa PGSD, yang sangat menunjang sekali terhadap salah satu kompetensi “melaksanakan penelitian”. Penyelenggaraan perkuliahan berorientasi untuk menambah wawasan mahasiswa dalam bidang penelitian yaitu: prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengumpulan, penyusunan, penyajian, penganalisaan bahan atau keterangan yang berwujud angka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, akan diperkenalkan pemahaman terhadap; penyajian data; mencakup pengertian statistik, peranan, dan bentuk-bentuk penyajian data; gejala pusat dan ukuran letak meliputi rata-rata hitung, modus, median, dan persentil; ukuran simpangan ; berkaitan dengan simpangan baku dan varians; jenis data (data nominal, ordinal, skala, dan ratio); dan pengujian hipotesis mencakup pengertian, perumusan, dan pengujian hipotesis; uji hubungan antara lain korelasi Karl Pearson, Spearman, korelasi point biserial, dan koefisien kontingensi; uji beda meliputi uji dua rata-rata (uji dua pihak dan uji satu pihak); dan diakhiri dengan penaksiran parameter yaitu menaksir rata-rata, simpangan baku, dan menaksir ukuran sampel. Kompetensi dasar : agar mahasiswa mampu menjelaskan segi-segi analisis data bagi keperluan penelitian pendidikan. Pokok Bahasan I : Penyajian data Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa memahami pengertian statistik pendidikan. 2. Agar mahasiswa memahami peranan statistik pendidikan 3. Agar mahasiswa memahami penyajian data dalam bentuk tabel dan bentuk diagram Created by Eko Susanto Ringkasan Materi : 1. Pengertian Satatistik Statistik adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sekumpulan fakta, umumnya berbentuk angka-angka yang disusun dalam tabel atau diagram yang melukiskan atau menggambarkan suatu kumpulan data yang mempunyai arti. Untuk memudahkan, berikut ini disampaikan beberapa contoh : a. "Ada 60 % dari penduduk yang memerlukan air bersih, kata 60 % adalah statistik. b. Statistik vital pragawati tersebut adalah 38 - 33 - 35, rangkaian angka-angka ini disebut juga "statistik" karena mempunyai arti. Sedangkan statistika menunjukkan suatu pengetahuan yang berhubungan dengan caracara pengumpulan fakta, pengolahan, penganalisisan, dan penarikan kesimpulan serta pembuatan keputusan yang cukup beralasan berdasarkan fakta yang ada. 2. Peranan Statistik Statistik berfungsi hanya sebagai alat bantu! Peranan statistik dalam penelitian tetap diletakkan sebagai alat. Artinya, statistik bukan menjadi tujuan yang menentukan komponen penelitian lain. Oleh sebab itu, yang berperan menentukan tetap masalah yang dicari jawabannya dan tujuan penelitian itu sendiri. Statistik dapat berguna dalam penyusunan model, perumusan hipotesis, pengembangan alat pengambil data, penyusunan rancangan penelitian, penentuan sampel, dan analisis data, yang kemudian data tersebut diinterpretasikan sehingga bermakna. Hampir semua penelitian ilmiah dilakukan terhadap sampel kejadian, dan atas dasar sampel itu ditarik suatu generalization. Suatu generalisasi pasti mengalami error; disinilah salah satu tugas statistik bekerja atas dasar sampel bukan populasi. Dengan demikian pengujian hipotesis dapat kita lakukan dengan teknik-teknik statistik. Dari hasil analisis statistik yang diperoleh berdasarkan perhitungan yang berbentuk angka-angka tersebut, sebenarnya belum mempunyai arti apa-apa tanpa dideskripsikan dalam bentuk kalimat atau kata-kata di dalam penarikan kesimpulan. Jika tidak, maka hasil analisis tersebut tidak akan bermakna dan hanya tinggal angka-angka yang tidak "berbunyi". 3. Penyajian Data Penyajian data statistik pada dasarnya dapat dibagi dalam bentuk : Created by Eko Susanto 1. Tabel. Penyajian dalam bentuk tabel terdiri atas bermacam-macam jenis, yakni tabel tunggal (univariat), tabel silang (bivariat), maupun multivariat. Contoh tabel tunggal, Data siswa kelas II dan III SD Labuan dalam bentuk frekuensi dan porsentase Tabel 1. BANYAK SISWA KELAS I – VI SD LABUAN No . Variabel Frekuensi Persentase (%) 1 Kelas I 34 1 5 ,8 1 2 Kelas II 35 1 6 ,2 8 3 Kelas III 38 1 7 ,6 7 4 Kelas IV 35 1 6 ,2 8 5 Kelas V 37 1 7 ,2 1 6 Kelas VI 36 1 6 ,7 5 Jumlah 215 100,00 Contoh tabel silang (bivariat): Seorang guru melakukan penelitian mengenai pendapat siswa tentang fungsi Usaha Kesehatan Sekolah. “pooling” ini dikaitkan dengan latar belakang pendidikan orang tua siswa tersebut, hasil “poling” dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. PENDAPAT SISWA TENTANG FUNGSI UKS SEKOLAH BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA STATUS SOSIAL NO KATEGORI EKONOMI ORANG T UA T I NGGI RENDAH JUMLAH 1 BAIK 13 15 38 2 CUKUP 18 25 43 3 KURANG 36 12 48 JUMLAH 67 52 129 Contoh tabel silang (multivariat): Hasil “pooling” pendapat siswa tentang fungsi Unit Kesehatan Sekolah sekolah dasar berdasarkan status sosial ekonomi orang tua dan latar belakang pendidikan pada SD Labuan. Created by Eko Susanto Tabel 3. PENDAPAT SISWA TENTANG FUNGSI UKS SEKOLAH BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN PADA SD LABUAN NO STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA P E NDA- T I NGGI PAT J UM RENDAH LAH SD SMP SMA PT SD SMP SMA PT 1 BAIK 14 17 13 4 27 20 14 2 111 2 CUKUP 18 21 14 12 25 21 18 11 140 3 KURANG 6 14 21 26 18 15 8 3 111 JUMLAH 38 52 48 42 70 56 40 16 362 2. Diagram. Penyajian data dalam bentuk diagram, dapat dibagi dalam beberapa bentuk, ada bentuk batang, pastel, garis, atau dalam bentuk simbol. Berikut adalah data banyak penduduk salah satu RT 2 LK. I Rajabasa Kota Bandar Lampung berdasarkan latar belakang pendidikan mereka. Tabel 4. DATA PENDUDUK RT 2 LK.I RAJABASA BERDASARKAN JENJANG PENDIDIKAN TINGKAT PENDIDIKAN SD SMP SMA/SMK PT BANYAK PENDUDUK PRIA WANITA 13 15 18 25 36 12 8 4 JUMLAH 38 43 48 12 Bila data di atas disajikan dalam bentuk diagram batang, dapat digambarkan sebagai berikut : 48 43 38 12 SD S MP SMA/K PT Gambar 1. Jumlah data penduduk RT 2 LK. I Rajabasa Bandar Lampung Created by Eko Susanto Rujukan : 1. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab II, hal. 5 – 15) 2. Siegel, Sidney, 1985; Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Terjemahan), PT. Gramedia, (Bab III, hal. 26 – 38) 3. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (BabI dan II, hal. 1 - 38) Tugas dan Latihan : 1. Tuliskan peranan statistik dalam penelitian! 2. Buatlah data yang ada pada sekolah anda (data guru atau data siswa) dalam bentuk tabel dan diagram! 3. Untuk membuat suatu daftar atau tabel, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan ? 4. Lihat gambar 1, Lengkapilah data itu dengan nilai porsentase! Pokok Bahasan II : Gejala Pusat dan Ukuran Letak (2 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dari distribusi frekuensi. 2. Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah penyusunan distribusi frekuensi. 3. Agar mahasiswa dapat menentukan gejala pusat dan ukuran letak dengan menghitung rata-rata hitung. 4. Agar mahasiswa dapat menentukan gejala pusat dan ukuran letak dengan menghitung modus, median, dan persentil. Ringkasan Materi : Sebelum penjelasan tentang kecenderungan gejala pusat, pemahaman akan distribusi frekuensi sangat diperlukan, karena data apapun yang diperoleh dari lapangan belumlah memiliki makna dan arti sama sekali, boleh dikatakan hanya sekumpulan angka-angka kasar yang “tidak berbunyi”, jadi belum memberikan informasi yang berarti, dan karenanya diperlukan tindak lanjut atau langkah tertentu. Untuk itu, angka atau data yang telah dikumpulkan itu perlu dideskripsikan secara teratur, ringkas, mudah dipahami dan dimengerti, sehingga dapat memberikan informasi mengenai karakter atau Created by Eko Susanto ciri atau sifat yang terkandung dalam sekumpulan data tersebut. Contoh berikut dapat memperjelas makna dari uraian di atas. Dari hasil tes matematika 40 orang siswa kelas IV SD Negeri 2 Natar diperoleh angkaangka sebagai berikut : 54 53 55 56 57 68 74 65 64 58 58 52 53 67 64 56 63 72 66 65 57 55 69 68 54 66 71 64 67 56 69 65 56 69 59 64 73 69 68 58 Akan sulit menjawab pertanyaan berikut : 1. Berapa banyak siswa yang mendapat nilai di bawah 40? 2. Berapa banyak siswa yang mendapat nilai tertinggi? 3. Berapa banyak siswa yang mendapat nilai antara 50 – 65? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka data di atas perlu disusun dalam bentuk distribusi frekuensi dengan jalan menghitung frekuensi yang dimiliki oleh setiap nilai yang berada pada deretan nilai tertentu. A. Membuat Distribusi frekuensi Frekuensi adalah kekerapan atau keseringan suatu data berulang atau berada dalam deretan angka tersebut, sedangkan distribusi adalah penyaluran, pembagian atau pencaran data dalam suatu keadaan. Oleh karena itu, distribusi frekuensi adalah penyajian data yang di dalamnya melukiskan atau menggambarkan pencaran sekumpulan data (biasanya dalam bentuk tabel). Sebagai contoh lihat tabel 5, yang merupakan olahan dari sekumpulan data angka di atas. Olahan angka tersebut dapat disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (data kelompok): Tabel 5. DISTRIBUSI FREKUENSI HASIL TES MATEMATIKA 40 SISWA SD NEGERI 2 NATAR. NILAI Data Tunggal FREKUENSI NILAI FREKUENSI 72 4 71 - 74 4 70 9 67 - 70 9 68 10 63 - 66 10 65 1 59 - 62 1 63 11 55 - 58 11 61 5 51 - 54 5 J ML 40 J ML 40 Data Kelompok Created by Eko Susanto Ada beberapa istilah dan pengertian yang sering dipakai berkaitan dengan distribusi frekuensi : a. Kelas Interval 51 – 54; 55 – 58, dan seterusnya - Kelas Interval Pertama (51 – 54) - Kelas Interval Kedua ( 55 - 58) dan seterusnya b. Frekuensi: Bilangan-bilangan yang menyatakan berapa buah data terdapat dalam tiap kelas interval c. Ujung bawah kelas interval: Bilangan yang terdapat di sebelah kiri kelas- kelas interval (51, 55, 59, 63, 67, 71) d. Ujung atas interval: Bilangan yang terdapat di sebelah kanan kelas-kelas interval (Misal: 54, 58, 62, 66, 66, 70) e. Panjang kelas interval: Selisih positif antara ujung-ujung bawah/ujung atas yang berurutan f. Tanda kelas atau titik tengah kelas interval, merupakan bilangan yang menunjukkan setengah dari jumlah ujung bawah dan ujung atas. Contoh: Kelas I ½ (51 + 54) = 52,5 dan seterusnya. g. Batas bawah dan batas atas kelas interval : 1. Batas Bawah Kelas Interval adalah bilangan yang didapat dari ujung bawah dikurangi 0,5 kalau bilangan tersebut bulat, dan 0,05 bila bilangan satu desimal. 2. Batas Atas Kelas Interval adalah bilangan yang diperoleh dari ujung atas ditambah 0,5 bila bilangan itu bulat dan 0,05 bila bilangan satu desimal. Langkah-langkah membuat distribusi frekuensi : Untuk menjelaskan cara-cara membuat daftar distribusi frekuensi lebih baik langsung dilihat contoh berikut. Misal: Ada 80 orang siswa yang memiliki nilai mata pelajaran Pendidikan Agama : 32;33;34;35;36;40;41;42;43;44;51;52;53;54;55;56;57;58;60;61; 62;63;64;70;62;63;64;70;71;72;73;74;75;76;80;82;83;84;85;86; 87;88;89;90;65;66;67;68;69;77;78;79;81;91;45;46;47;48;49;50; 59;77;78;79;31;35;41;43;47;48;49;50;52;53;57;58;59;60;62;67; Created by Eko Susanto Langkah-langkah pembuatan daftar dapat dipedomi sebagai berikut: 1. Menyusun data dari yang terkecil hingga terbesar 2. Menentukan Range (Rentang) R Selisih antara data terbesar dengan terkecil Misal : Data terbesar 90 (cetak tebal); Data terkecil 31 (cetak bergaris bawah) R = 9 0 – 31 = 59 3. Menentukan banyaknya kelas interval (K) Rumus Sturges (K = 1 + (3,3) Log n; n = 80, dan log 80 = 1,9031. K = 1 + (3,3) 1,9031 K = 7,2802 Dengan demikian nilai K = 7 atau 8. 4. Menentukan panjang kelas interval (P) P = R/K, Jadi 59/7 = 8,43. Jadi bisa 8 atau 9 5. Pilih ujung bawah kelas interval pertama (dapat diambil data terkecil) Contoh pembuatan daftar distribusi frekuensi menggunakan aturan Sturges seperti berikut : Tabel 6. NILAI PENDIDIKAN AGAMA DARI 80ORANG SISWA Kelas Interval (K) Turus Frekuensi (F) 31 - 39 7 40 - 48 13 49 - 57 14 58 - 66 16 67 - 75 11 76 - 84 12 85 – 93 7 Jumlah 80 B. Gejala Pusat dan Ukuran Letak Salah satu jenis gejala pusat yang sering digunakan adalah rata-rata hitung atau mean, yaitu sebuah nilai atau angka yang representatif atau dapat mewakili sekumpulan nilai yang dihadapi. Nilai rata-rata atau ukuran rata-rata yang berupa angka terssebut pada umumnya mempunyai kecenderungan untuk berada di sekitar titik pusat penyebaran angka tersebut. Ada lima macam ukuran rata-rata yang sering digunakan : a. Rata-rata hitung atau mean (sering dilambangkan X dibaca “eksbar”atau M) Created by Eko Susanto b. Rata-rata pertengahan yang dikenal dengan istilah median, yaitu suatu nilai yang membagi suatu distribusi ke dalam dua bagian yang sama besar. c. Modus atau Mode, yaitu sebuah nilai angka yang sering timbul atau muncul, atau memiliki frekuensi terbanyak dalam suatu distribusi. d. Rata-rata ukur atau Geometric Mean, yaitu hasil perkalian bilangan tersebut, diakar pangkatkan dengan bilangan itu sendiri. e. Rata-rata harmonik, merupakan nilai kebalikan dari rata-rata hitung Catatan : dua macam rata-rata yang terakhir (rata-rata ukur dan rata-rata harmonik jarang dilakukan, maka penjelasan cukup memperkenalkan adanya dua macam rata-rata itu). Langkah-langkah menghitung rata-rata ( X ) : Untuk menghitung rata-rata dengan data tunggal yang berfrekuensi masing-masing satu dipergunakan rumus atau formula : X = C ont oh : ∑x (Formula I) i n Tabel 7. NILAI MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD NEGERI 2 RAJABASA SISWA NILAI FREKUENSI ANI 72 1 ADI 70 1 DERI 68 1 FANI 65 1 GIRU 63 1 CIDA 61 1 SUSI 58 1 DODI 57 1 JUMLAH 514 8 X = Data Tunggal 514 = 6 4 ,2 5 8 Jadi rata-rata hitung untuk data di atas adalah sebesar 64,25. Angka inilah yang paling tepat menggambarkan penyebaran angka mulai dari 57, 58, 61, 63, 65, 68 70, dan 72. Untuk menghitung rata-rata dengan data tunggal yang berfrekuensi lebih dari satu dipergunakan rumus atau formula : Created by Eko Susanto X= ∑fX ∑f i i (Formula II) i X ∑ fiXi ∑ fi = Rata-rata hitung yang akan dicari = Jumlah perkalian frekuensi dengan skor (nilai) = Jumlah frekuensi Contoh penghitungan dapat dilihat pada data berikut : Tabel 8. DATA NILAI MATEMATIKA SISWA SD NILAI FREKUENSI fX 72 4 288 70 9 630 68 10 680 65 1 65 63 11 693 61 5 305 J ML 40 2661 Sesuai dengan data di atas dan dengan menggunakan rumus data tunggal berfrekuensi lebih dari satu, maka dapat ditentukan rata-rata hitung adalah : X = 2661 40 X = 66,525 Untuk sekumpulan data tersebut di atas, maka dapat diwakilkan penggambarannya kepada nilai angka 66,525 sebagai suatu nilai yang representatif . Untuk menghitung rata-rata dengan data kelompok yang berfrekuensi lebih dari satu dipergunakan rumus atau formula :  ∑ fi.ci   X = Xo + P   fi ∑   (Formula III) Contoh penghitungan untuk penggunaan formula di atas dapat dilihat sebagai berikut : Created by Eko Susanto Tabel 9. HASIL NILAI PRESTASI BELAJAR SISWA BIDANG STUDI BAHASA INGGRIS KE L AS INTERVAL 31 – 40 f xi ci ci2 fi.ci fi.ci2 fi.xi 8 3 5 ,5 -1 1 -8 8 284 41 – 50 20 4 5 ,5 0 0 0 0 910 51 – 60 20 5 5 ,5 1 1 20 20 1110 61 – 70 17 6 5 ,5 2 4 34 68 1 1 3 ,5 71 – 80 14 7 5 ,5 3 9 42 126 1057 81 – 90 10 8 5 ,5 4 16 40 160 855 91 – 100 1 9 5 ,5 5 25 5 25 9 5 ,5 JUMLAH 90 14 56 133 407 5425 Mencari rata-rata hitung dengan menggunakan rumus di atas  133  X = 45,5 + 10   90  = 4 5 ,5 + 1 4 ,7 7 7 Disubstitusikan dengan formula II = 6 0 ,2 7 7 X = 5425 90 = 6 0 ,2 7 7 Langkah-langkah menghitung median : Yang dimaksud dengan median ialah suatu angka atau nilai yang membagi suatu distribusi data ke dalam dua bagian atau kelompok sama besar. Dengan demikian suatu distribusi data dapat kita cari letak median dengan cara menentukan nilai yang paling tengah. Contoh: 6, 7, 8. Jika disusun, maka mediannya adalah 7. Bila data yang akan dicari median berupa data kelompok dengan frekuensi masing-masingnya lebih dari  1 n−F   Me = b + P 2   f   F = Frekuensi kumulatif kelas interval yang mendahului kelas interval media itu terletak f = Frekuensi kelas interval dimana media itu terletak satu, maka rumus yang digunakan adalah : b = batas nyata bawah atau batas bawah kelas interval P = Panjang kelas interval Created by Eko Susanto Tabel 10. Contoh cara menghitung median dari sekelompok data :  1 n − F Me = b + P  2  f  b = ( 71 − 0 , 5 ) = 70 , 5     NILAI F 31 – 38 4 39 – 46 14 P = 9 47 – 54 7 55 – 62 14 n = 1 . 100 = 50 2 2 F = 14 + 7 + 14 + 4 + 11 = 50 63 – 70 11 71 – 78 2 79 > 48 Jumlah 1 f = 2 Me 100  50 − 50  Me = 70 , 5 + 9   2   0 = 70 , 5 + 9   2 = 70 , 5 + 9 (0 ) = 70 , 5 + 0 Langkah-langkah menghitung mode : = 70 , 5 Untuk menyatakan fenomena atau nilai yang mempunyai frekuensi paling banyak terjadi. Modus (Mo) ukuran ini sering dipakai untuk menentukan rata-rata data secara kualitatif. Jika data kualitatif sudah disusun dalam daftar distribusi frekuensi maka modusnya dapat ditentukan dengan rumus: b1   Mo = b + P    b1 + b 2  atau s1   Mo = b + P   s 1 + s 2   b = batas nyata bawah atau batas bawah kelas interval P = Panjang kelas interval b1 = Selisih positif antara frekuensi kelas interval tempat modus dengan frekuensi kelas interval sebelumnya b2 = Selisih positif antara frekuensi kelas interval tempat modus dengan frekuensi kelas interval urutan sesudahnya. Created by Eko Susanto Tabel 11. CONTOH CARA MENGHITUNG MODUS DARI SEKELOMPOK DATA : KE L AS INTERVAL 31 – 40 3 41 – 50 7 51 – 60 14 61 – 70 26 71 – 80 18 81 – 90 8 91 – 100 4 JUMLAH 80  b1  Mo = b + P   b1 + b 2  f Mo   26 − 14  = 60,5 + 10  (26 − 14 ) + (26 − 18)   12  = 60,5 + 10   12 + 8  3 = 60,5 + 10  5 = 60,5 + 6 = 66,5 Rujukan : 1. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab II, hal. 17 – 21) 2. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab IV,hal. 65 - 83) 3. Sutrisno Hadi, 1973; Metodelodi Research, Penerebit Gunung Agung, Yogyakarta (Bab II, hal 14 – 28) Tugas dan Latihan : 1. Tuliskan apa beda antara ujung atas dan ujung bawah! 2. Buatlah data yang ada pada sekolah anda (data guru atau data siswa), kemudian hitunglah rata-rata, median dan modusnya! 3. Berdasarkan soal di atas (nomor 2). Kesimpulan apa yang anda peroleh? 4. Data dibawah ini merupakan data nilai mata pelajaran Biologi 56;59;61;65;64;57;58;52;53;54;55; 64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;57;58;61;64; 62;66;55;57;52;51;54;56;61;68;62;65;58;64;67;68;71;75;57;58;61;64;56;65;64; 57;58;52;53;54;55;64;66;62;64;58;64;67;68;73;76;54;59;61;67;65;64;57;58;52; 53;54;55;64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;57;58;61;64;65;64;57;58;52;53;54;55; a. Buatlah daftar distribusi frekuensi dengan menggunakan aturan Sturges. b. Buatlah daftar distribusi frekuensi dengan mengambil banyak kelas interval 10! c. Hitunglah rata-rata, median dan modusnya! d. Bandingkan ketiga macam ukuran tersebut, kesimpulan apa yang anda peeroleh? Created by Eko Susanto Pokok Bahasan III : Ukuran Simpangan baku dan Varians (1 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat menentukan ukuran simpangan baku dan varians 2. Agar mahasiswa dapat menentukan ukuran varians Ringkasan Materi : Standar deviasi atau simpangan baku adalah satuan ukuran penyebaran frekuensi dari tendensi sentralnya. Setiap frekuensi mempunyai deviasi dari tendensi sentralnya, dan juga merupakan ukuran penyebaran bagi variabel kontinum, bukan variabel deskrit. Kegunaannya adalah memberikan ukuran variabelitas dan homogenitas dari serangkain data. Semakin besar nilai simpangan suatu data semakin tinggi pula variabelitas dan semakin kurang homogenitas dari data tersebut. Sebaliknya, bila simpangan baku kecil, maka data tersebut semakin dekat kepada sifat homogenitasnya. Contoh cara menghitung simpangan baku dari sekelompok data : Untuk itu dibedakan data tunggal berfrekuensi satu dengan formula sebagai berikut : SD = di mana : SD ∑x ∑x 2 N = Simpangan baku yang dicari 2 = Jumlah kuadrat semua deviasi N = jumlah data (kasus) Tabel 12. Contoh penghitungan NILAI F x x2 72 1 7 ,7 5 60,0625 70 1 5 ,7 5 33,0625 68 1 3 ,7 5 14,0625 65 1 0 ,7 5 0,5625 63 1 -1,25 1,5625 61 1 -3,25 58 1 -6,25 10,5625 39,0625 57 1 -7,25 52,5625 514 8 X = 514 8 SD = 2 1 1 ,5 211,5 8 = 64 , 25 SD = 5,14 Cara menghitung simpangan baku (SD) dari data tunggal berfrekuensi lebih dari satu, beserta langkah-langkahnya seperti uraian berikut : Created by Eko Susanto a. data disusun dalam bentuk distribusi frekuensi. b. dicari rata-rata hitung dengan menggunakan rumus “formula II” c. tentukan selisih antara rata-rata hitung dengan data d. kuadratkan selisih rata-rata hitung dengan data (langkah “c”), kemudian dikalikan dengan dengan frekuensi e. hitung simpangan baku (SD) dengan menggunakan formula sebagai berikut : SD = dimana; ∑ f x 2 N SD = Simpangan baku (standard deviasi) yang akan dicari 2 ∑ fx = Jumlah kuadrat kali frekuensi masing-masing data N = jumlah data (kasus) Sesuai dengan langkah-langkah tersebut di atas, maka dapat dilakukan penghitungan seperti berikut : Tabel 13. Nilai Matematika 80 Orang Siswa SD Negeri 1 G. Meneng Th. 2006 NILAI f fx x x2 fx2 1 72 3 216 6 ,9 7 5 48,65062 145,95188 2 70 7 490 4 ,9 7 5 24,75062 173,25438 3 68 14 952 2 ,9 7 5 8,850625 123,90875 4 65 26 1690 -0,025 0,000625 0,01625 5 63 18 1134 -2,025 4,100625 73,81125 6 61 8 488 -4,025 16,20063 129,605 7 58 4 232 -7,025 49,35063 197,4025 J ML 457 80 5202 151,904375 843,95 NO Proses penghitungan rata-rata menggunakan formula II X = 5202 80 = 6 5 ,0 2 5 Kemudian menghitung simpangan baku (SD) dengan formula sebagai berikut : SD = ∑f x N 2 SD = 843,95 80 SD = 10,54938 SD = 2,23 Besaran simpangan baku dari data di atas adalah 2,23 satuan dari rata-ratanya. Sedangkan untuk data kelompok berfrekuensi lebih dari satu, dapat mengikuti contoh dengan langkah-langkah berikut : a. data disusun dalam bentuk distribusi frekuensi Created by Eko Susanto b. dicari rata-rata hitung dengan menggunakan rumus “formula II” c. ditentukan selisih antara rata-rata hitung dengan data d. dikuadratkan selisih rata-rata hitung dengan data (langkah “c”), kemudian dikalikan dengan frekuensi e. dihitung simpangan baku (SD) dengan menggunakan formula sebagai berikut  n ∑ fi.ci 2 − (∑ fi.ci ) 2   S 2 = P n(n − 1)   Sebagai contoh dapat dilihat pada perhitungan berikut : Tabel 14. NILAI MATEMATIKA DARI 90 ORANG SISWA SMP NEGERI 22 GEDUNGMENENG TH. 2006 ci2 ci fi.ci Fi.ci2 fi.xi2 NILAI f xi 31 – 40 8 3 5 ,5 -1 1 -8 8 284 41 – 50 20 4 5 ,5 0 0 0 0 910 51 – 60 20 5 5 ,5 1 1 20 20 1110 61 – 70 17 6 5 ,5 2 4 34 68 1113.5 71 – 80 14 7 5 ,5 3 9 42 126 1057 81 – 90 10 8 5 ,5 4 16 40 160 855 91 – 100 1 9 5 ,5 5 25 5 25 9 5 ,5 Jumlah 90 14 56 133 407 5425 S=P n ∑ fi.ci 2 − (∑ fi.ci ) 2 n(n − 1) S = 10 36630 − 17689 90.407 − (−133) 2 = 10 8010 90(90 − 1) 18941 = 10 2,364 = 10.1,537 8010 = 15,37 = 10 Besaran simpangan baku dari data di atas adalah 15,37 satuan dari rata-ratanya. Sedangkan untuk menentukan varians dari data tersebut adalah dengan rumus seperti berikut :  n ∑ fi.ci 2 − (∑ fi.c) 2 S = P  n(n − 1)  2 2    Sebagai contoh dapat dilihat pada perhitungan berikut : Created by Eko Susanto Tabel 14. NILAI MATEMATIKA DARI 90 ORANG SISWA SMP NEGERI 22 GEDUNGMENENG TH. 2006 ci2 Fi.ci fi.ci2 1 -8 8 284 0 0 0 0 910 5 5 ,5 1 1 20 20 1110 17 6 5 ,5 2 4 34 68 1113.5 71 – 80 14 7 5 ,5 3 9 42 126 1057 81 – 90 10 8 5 ,5 4 16 40 160 855 91 – 100 1 9 5 ,5 5 25 5 25 9 5 ,5 Jumlah 90 14 56 133 407 5425 NILAI f xi ci 31 – 40 8 3 5 ,5 -1 41 – 50 20 4 5 ,5 51 – 60 20 61 – 70 fi.xi2 Sesuai dengan rumus varians di atas, maka proses penghitungan dapat dilakukan seperti berikut :  n ∑ fi.ci 2 − (∑ fi.c ) 2   S 2 = P 2  n(n − 1)   = 10 2 36630 − 17689 90.407 − (−133) 2 = 10 2 8010 90(90 − 1) 18941 = 10 2 2,364 = 10 2.1,537 8010 = 153,75 = 10 2 Rujukan : 1. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab II, hal. 22 – 26) 2. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab IV,hal. 89 - 98) 3. Suharsimi Arikunto, 1998; Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, (Edisi ketiga) Penerbit Bina Aksara, Jakarta (Bab III, hal 72 – 87). 4. Zanten, Wim Van, 1982; Statistika untuk Ilmu-ilmu Sosial, Penerbit Gramedia, Jakarta (Bab IV, hal. 67 – 86) Tugas dan Latihan : 1. Apakah kegunaan ukuran variasi itu ? 2. Data dibawah ini merupakan data nilai mata pelajaran Biologi : 68;71;75;57;64;57;58;52;53;54;55;64;66;62;64;58;56;59;61;65;64;57;64;58;52; 65;72;74;53;62;53;54;56;56;53;58;61;63;65;62;54;52;56;65;63;62;55;68;56;54; 63;70;72;58;67;51;59;54;51;57;55;66;68;67;63;56;54;57;63;62;67;56;67;53;51; Hitunglah simpangan baku dan varians dari data tersebut! Created by Eko Susanto Pokok Bahasan IV : Jenis data dan Pengujian Hipotesis (2 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat membedakan berbagai macam jenis data. 2. Agar mahasiswa menjelaskan pengertian hipotesis. 3. Agar mahasiswa dapat merumuskan berbagai macam hipotesis. 4. Agar mahasiswa dapat menentukan macam-macam uji hipotesis. Ringkasan Materi : A. Jenis Data Gejala atau data statistik yang ada dapat dibedakan menurut sifat, bentuk angka, sumber data, dan cara pengukuran/ pengumpulan. 1. Penggolongan data ditinjau menurut sifat; data dapat dibedakan data diskrit dan data kontinu. a. Data diskrit, yaitu data yang tidak mungkin berbentuk atau memiliki nilai pecahan. Pada umumnya disebut sebagai gejala nominal, yakni gejala yang bervariasi menurut jenis, misal : jumlah anggota keluarga, jumlah buku, jenis kelamin, pekerjaan, agama, media massa, dan sebagainya. b. Data kontinu, yaitu data yang angka-angkanya merupakan deretan angka yang sambung-menyambung, yang merupakan suatu kontinum, dan memiliki nilai pecahan misal : data tinggi badan 155 cm, 155,1 cm, 155,2 cm, 155,3 cm dan seterusnya. Data opini atau sikap misalnya: sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju. 2. Penggolongan data ditinjau menurut bentuk angka; data statistik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data tunggal, dan data kelompok (golongan). a. Data tunggal adalah data statistik yang masing-masing angkanya merupakan satu unit (satu kesatuan), berdiri sendiri dan tidak dikelompokkan, misal data nilai hasil ujian siswa. b. Data kelompok adalah data statistik yang setiap unitnya terdiri dari sekelompok angka, misal nilai ujian siswa yang angka-angkanya dikelompok-kelompokkan, misal : nilai 40 orang siswa dikelompokkan menjadi : 76 – 80 66 – 70 71 – 75 61 – 65, dan seterusnya. Created by Eko Susanto 3. Penggolongan data ditinjau dari sudut sumber data, dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. a. Data primer adalah data statistik yang diperoleh atau bersumber dari tangan pertama (first hand data). b. Data sekunder adalah data statistik yang diperoleh atau bersumber dari tangan kedua (second hand data). 4. Penggolongan menurut cara pengukuran/pengumpulan dengan menggunakan skala, maka diketahui ada empat macam data, yaitu : skala nominal, ordinal, interval, dan skala ratio. a. Skala nominal, yaitu data statistik yang didasarkan atas penggolongan dan atas kriteria yang sangat tegas batasnya, misal : data jenis kelamin, agama, pekerjaan, media massa dan lainnya. b. Skala ordinal, yakni gejala yang selain memiliki variasi berdasarkan jenis atau golongan dengan besaran pada setiap kriteria bisa jadi tidak sama, juga memiliki tingkatan besar-kecil atau tinggi-rendahnya; misal : sangat setuju, setuju, kurang setuju; kaya, sedang, dan miskin. c. Skala interval, adalah data yang menunjukkan selain penggolongan yang kontinum, juga memiliki variasi berdasarkan jenis, tingkatan, dan memiliki jarak yang sama antara gejala yang satu dengan gejala lainnya yang terdekat, misal : angka hasil belajar mahasiswa. d. Skala rasio, yakni selain memiliki ciri-ciri dari ketiga golongan tersebut di atas, juga memiliki nilai nol murni (absolut) dalam artian secara matematis; misal : penghasilannya Rp 0,- berarti sama sekali tidak mempunyai penghasilan. Pengertian tentang skala data statistik tersebut di atas sangat penting dalam memilih teknik statistik yang akan digunakan. Ada teknik statistik tertentu hanya berlaku untuk jenis data statistik tertentu saja, tidak berlaku untuk jenis data statistik yang lain. Berdasarkan gejala/data tersebut, maka teknik pengukuran dan statistik yang cocok untuk masing-masing golongan adalah : Created by Eko Susanto Gambar 2. Macam tingkat pengukuran dan statistik yang cocok untuk masing-masing tingkatan. SKALA NOM I N AL ORDINAL INTERVAL RASIO HUBUNGAN YANG MEMBATASI - Ekuivalensi - Ekuivalensi - Lebih besar dari - Ekuivalensi - Lebih besar dari - Mengetahui ratio dari dua interval - Ekuivalensi - Lebih besar dari - Mengetahui ratio dari dua interval - Mengetahui ratio dari dua skala CONTOH STATISTIK YANG CO CO K - Modus - Frekuensi - Koefisien kontingensi - Median - Persentil - Spearman - Kendall τ - Kendall W - Rata-rata - Simpangan baku - Korelasi Pearson - Korelasi ganda - Rata-rata geometrik - Koefisien variasi TES STATISTIK YANG SESUAI Tes Statistik Nonparametrik Tes Statistik Parametrik dan Nonparametrik Sumber : Siegel, S, 1956, Nonparametric Statistics for Behavioral Sciences B. Pengujian Hipotesis Hipotesa adalah suatu pernyataan mengenai nilai suatu parameter populasi yang dimaksudkan untuk pengujian dan berguna untuk pengambilan keputusan. Pengujian hipotesa adalah prosedur yang didasarkan pada bukti sampel yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesa merupakan suatu pernyataan yang wajar dan oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesa tersebut tidak wajar dan oleh karena itu harus ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis adalah anggapan dasar atau pernyataan tentang parameter dari satu atau lebih populasi yang boleh jadi benar atau boleh jadi tidak benar. Prosedur Pengujian Hipotesa Langkah 1. Merumuskan Hipotesa (Hipotesa Nol (H0) dan Hipotesa Alternatif (HA) Langkah 2. Menentukan Taraf Nyata (Probabilitas menolak hipotesa) Langkah 3. Menentukan Uji Statistik (Alat uji statistik yang akan digunakan: uji z, t, F, χ 2 dan lain-lain) Created by Eko Susanto Langkah 4. Menentukan daerah keputusan (daerah di mana hipotesa nol diterima atau ditolak) Langkah 5. Mengambil Keputusan Menolak H0 atau Menerima H0 Sebagai contoh dapat diikuti proses berikut : Langkah 1. Merumuskan Hipotesa, misal : Hipotesa nol : Satu pernyataan mengenai nilai parameter populasi, sebagai contoh “Tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara kemandirian belajar dan kreatifitas dalam belajar”. Hipotesa alternatif : Suatu pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesa nol adalah salah, misal : “Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kemandirian belajar dan kreatifitas dalam belajar. Langkah 2. Menentukan taraf nyata Taraf nyata : Probabilitas menolak hipotesa nol apabila hipotesa nol tersebut adalah benar. Contoh : taraf nyata (signifikan) pada taraf 0,05 (5 %) atau 0,01 (1 %), berarti pengambil keputusan meyakini bahwa penelitian ini bila dilakukan sebanyak 100 kali, maka sebesar 5 % (5 kali) hasilnya akan meleset atau tidak sama dengan kenyataan penelitian. Langkah 3. Menentukan Uji Statistik (Alat uji statistik, uji z, t, F, χ 2 dan lain-lain) Uji statistik yaitu suatu nilai yang diperoleh dari sampel dan digunakan untuk memutuskan apakah akan menerima atau menolak hipotesa. Misal : Nilai z diperoleh dari rumus berikut: Z = x x −µ s x dimana : z : N ila i z x x : R a ta - r a ta h itu n g s a m p e l µ : R a t a - r a ta h it u n g p o p u la s i sx : Standar error sampel, di mana sx = σ/√n apabila standar deviasi populasi d ik e ta h u i, d a n s x = s /√ n a p a b ila s ta n d a r d e v ia s i p o p u la s i ti d a k d ik e ta h u i. Langkah 4. Menentukan daerah keputusan (daerah di mana hipotesa nol diterima atau ditolak) Created by Eko Susanto Ada dua macam untuk menentukan daerah keputusan (1) pengujian satu arah, yaitu penolakan Ho hanya satu daerah yang terletak di ekor sebelah kanan saja atau ekor sebelah kiri saja. Karena hanya satu daerah penolakan berarti luas daerah penolakan tersebut sebesar taraf nyata : α dan untuk nilai kritisnya biasa ditulis dengan Zα . Sedangkan pengujian dua arah, yaitu daerah penolakan H0 adaαdua daerah yaitu terletak di ekor sebelah kanan dan kiri. Karena mempunyai dua daerah, maka masing-masing daerah mempunyai luas ½α dari taraf nyata yang dilambangkan dengan ½α , dan nilai kritisnya biasa dilambangkan dengan Z ½ α . Langkah 5. Mengambil Keputusan Menolak H0 atau Menolak H0 Menerima H1. Misal : mengambil Keputusan Nilai uji z ternyata terletak pada daerah menolak H0. Nilai uji z = –5,11 terletak disebelah kiri –1,96. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa menolak H0, dan menerima HA, sehingga pernyataan bahwa hasil rata-rata investasi sama dengan 13,17% tidak memiliki bukti yang cukup kuat. Rujukan : 1. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab III, hal. 41 - 73) 2. Siegel, Sidney, 1985; Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Terjemahan), PT. Gramedia, (Bab III, hal. 22 – 42) 3. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab XII, hal. 213 – 238) Tugas dan Latihan : 1. Jelaskan pengertian data primer dan data sekunder? 2. Jelaskan pengertian data tunggal dan data kelompok? 3. Jelaskan perbedaan data kontiniu dan data diskrit. Penjelasan disertai dengan pemberian contoh (minimal masing-masing tiga contoh)? 4. Jelaskan pula tentang perbedaan data interval dan data ratio. Penjelasan disertai dengan pemberian contoh (minimalmasing-masing tiga contoh)? 5. Rumuskan secara lengkap hipotesis untuk uji hubungan suatu penelitian dengan sesuai dengan langkah-langkahnya! 6. Rumuskan secara lengkap hipotesis untuk uji perbedaan suatu penelitian dengan sesuai dengan langkah-langkahnya! Created by Eko Susanto Pokok Bahasan V: Uji hubungan (7 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat menghitung hubungan dengan teknik korelasi menggunakan rumus Pearson (Product Moment). 2. Agar mahasiswa dapat menghitung hubungan dengan teknik korelasi menggunakan rumus “rank order” (Spearman). 3. Agar mahasiswa dapat menghitung hubungan dengan teknik korelasi menggunakan rumus point serial. 4. Agar mahasiswa dapat menghitung hubungan dengan teknik korelasi menggunakan rumus biserial. 5. Agar mahasiswa dapat menghitung hubungan dengan teknik korelasi menggunakan rumus koefisien kontingensi. Ringkasan Materi : Hubungan atau korelasi dalam statistik memiliki makna sebagai hubungan antar dua variabel, misal : hubungan antara tinggi badan dan berat badan, hubungan antara inteligensi dan prrestasi belajar, dan lainnya. Hubungan (korelasi) dapat dilihat dari berbagai segi, seperti : arah (positif dan negatif), besaran angka, tingkatan hubungan, dan taraf signifikan. Arah Korelasi hubungan antara variabel itu jika ditilik dari segi arahnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hubungan yang sifatnya satu arah,dan hubungan yang sifatnya berlawanan arah. Hubungan yang bersifat searah diberi nama korelasi positif, sedang hubungan yang sifatnya berlawanan arah disebut korelasi negatif. Contoh: Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diikuti dengan kenaikan ongkos angkutan; sebaliknya jika harga BBM rendah, maka ongkos angkutan pun murah ( rendah ). Disebut Korelasi Negatif jika dua variabel ( atau lebih ) yang berkorelasi itu, berjalan dengan arah yang berlawanan, bertentangan, atau berkebalikan. Ini berarti bahwa kenaikan atau pertambahan pada variabel X misalnya, akan diikuti dengan penurunan atau pengurangan pada variabel Y. Contoh : Makin meningkatnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat diikuti dengan makin menurunnya angka kejahatan atau pelanggaran; makin giat berlatih makin sedikit kesalahan yang diperbuat oleh seseorang; makin meningkatnya jumlah aseptor Keluarga Berencana diikuti dengan Created by Eko Susanto makin menurunnya angka kelahiran; atau sebaliknya. Dalam dunia pendidikan misalnya, makin kurang dihayati dan diamalkannya ajaran Islam oleh para remaja akan diikuti oleh makin meningkatnya frekuensi kenakalan remaja; atau sebaliknya. Jika ingin mengetahui ada-tidaknya korelasi dua gejala, maka terlebih dahulu perlu diketahui tipe/jenis gejala atau data yang akan dikorelasikan, misalnya saja gejala yang satu adalah gejala X dan yang satunya lagi adalah gejala Y, maka : (1) Jika gejala X dengan Y keduanya dipandang tergolong ke dalam tipe gejala interval, teknik korelasi yang boleh dipercaya adalah "Korelasi Product Moment dari Pearson". (2) Jika gejala X dengan Y keduanya merupakan tipe gejala nominal, teknik korelasi yang paling tepat adalah Korelasi Phi dan Koefisien Kontingensi (KK). (3) Jika gejala X dengan Y keduanya merupakan tipe gejala yang berskala ordinal, korelasi yang tepat adalah Korelasi Tetrachorik, atau Kendall, atau Spearman (4) (5) (6) (tata jenjang). Jika salah satu dari gejala tersebut (X atau Y) merupakan gejala interval, sedangkan yang satunya lagi gejala nominal; teknik korelasi yang tepat adalah point serial. Jika salah satu dari dua gejala (X atau Y) merupakan gejala interval, sedangkan yang satunya lagi gejala ordinal; teknik korelasi yang tepat adalah serial biasa. Jika dua gejala, yang satunya termasuk skala ordinal dan yang satunya lagi skala nominal, teknik korelasi yang tepat adalah koefisien kontingensi (KK). Contoh Penggunaan berbagai rumus korelasi. 1. Korelasi Product Moment (dari Karl Pearson), misal: peneliti ingin mengetahui korelasi antara berat badan dan tinggi badan 10 orang siswa SMA Negeri Bandar lampung. Created by Eko Susanto Tabel 16. Menghitung koefisien korelasi antara berat badan (X) dengan tinggi badan (Y) dari 10 siswa SMA Ngeri Bandar Lampung NAMA AMIN BADU CECEP E NI HE R A WATI J UJ U DERI DASLI FERI JUMLAH BERAT TINGGI x x2 y y2 XY 72 68 68 64 60 59 57 57 55 50 190 190 186 184 182 180 180 182 178 178 +1 1 +7 +7 +3 -1 -2 -4 -4 -6 -11 121 49 49 9 1 4 16 16 36 121 +7 +7 +3 +1 -1 -3 -3 -1 -5 -5 49 49 9 1 1 9 9 1 25 25 77 49 21 3 1 6 12 4 30 55 610 1830 178 258 422 Untuk menentukan nilai x dan nilai y, maka lebih dahulu dihitung rata-rata X dan ratarata Y, setelah dihitung diperoleh rata-rata X = 61, rata-rata Y = 183. Untuk menghitung besaran korelasi dari variabel berat badan dan tinggi badan digunakan rumus : rxy = ∑ xy r (∑ x )(y ) xy 2 2 258 = (∑ 422)(178) rxy = 258 274,07 rxy = 0,94 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa korelasi antara berat badan dan tinggi badan memiliki korelasi yang cukup tinggi, terdapat kecenderungan meningkatnya berat badan seseorang diiringi pula dengan meningkatnya tinggi badan seseorang. Selanjutnya data tersebut di atas dapat juga dihitung dengan menggunakan formulasi angka kasar (r = Produk Moment) seperti berikut : rxy = N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) (N ∑ X ) − (∑ X ) (N ∑ Y ) − (∑ X ) 2 2 2 2 Untuk pemakaian rumus di atas, maka data disusun dalam bentuk tabel seperti berikut : Created by Eko Susanto Tabel 17. Data tentang berat badan (X) dengan tinggi badan (Y) dari 10 siswa SMA Negeri Bandar Lampung NAM A BERAT(X) TINGGI(Y) X2 Y2 XY AMIN 72 190 5184 36100 13680 BADU 68 190 4624 36100 12920 CECEP 68 186 4624 34596 12648 E NI 64 184 4096 33856 11776 HE R A 60 182 3600 33124 10920 WATI 59 180 3481 32400 10620 J UJ U 57 180 3249 32400 10260 DERI 57 182 3249 33124 10374 DASLI 55 178 3025 31684 9790 FERI 50 178 2500 31684 8900 610 1830 37632 335068 111888 JUMLAH rxy = rxy = rxy rxy = (10 X 111888) − 610 X 1830 (10 x37632) − (610)2 (10 X 335068) − (1830)2 1118880 − 1116300 (376320) − (372100)(3350680) − (3348900) = 1118880 − 1116300 (4220)(1780) 2580 2740,73 rxy rxy = 2580 7511600 = 0,94 Interpretasi (Simpulan hasil analisis) Apa makna dari koefisien korelasi sebesar + O,94 tersebut ? Dalam hal ini terdapat beberapa interpretasi yang dapat disajikan sesuai dengan tujuan dari hipotesis yang diajukan. (1) Antara variabel X dengan variabel Y ada hubungan, yang ditunjukkan dengan besaran O,94 (jika tidak ada hubungan angka yang diperoleh besarannya O,OO). (2) Antara variabel X dengan variebel Y memiliki hubungan yang sangat erat (tingkat keeratan berdasarkan katagori). Created by Eko Susanto (3) Antara variabel X dengan variabel Y memiliki hubungan yang positif (dengan tanda +). (4) Antara variabel X dengan variabel Y memiliki taraf signifikan (hal ini untuk menguji bahwa nilai statistik yang diperoleh melalui sampel dapat mewakili paramater populasi) baik pada taraf signifikansi O,O5 maupun O,O1. Dari keempat hasil interpretasi tersebut di atas, kita dapat melakukan paling sedikit empat pembahasan atas hasil analisis yang dilakukan terhadap satu kelompok data. 2. Korelasi Tata Jenjang (Spearman). Teknik korelasi tata jenjang ini dikemukakan oleh C. Spearman pada tahun 1904. Teknik ini dipergunakan bila akan mengukur dua variabel yang antara keduanya tidak mempunyai joint normal distribution dan conditional variance tidak diketahui sama. Selain itu, kedua variabel tergolong jenis data ordinal. Adapun langkah-langkah untuk menghitung korelasi tata jenjang (rank correlation coefficient) adalah sebagai berikut : (1) Nilai hasil pengamatan dari kedua variabel, masing-masing diberi jenjang. Bila ada nilai yang sama dihitung jenjang rata-ratanya. (2) Setiap pasang jenjang dihitung jumlahnya. (3) Dari hasil perbedaan (selisih) setiap pasang jejang dikuadratkan dan dijumlahkan. (4) Nilai rs (koefisien korelasi tata jenjang dari Spearman) dihitung dengan rumus : ρ =1− 6∑ D 2 n n2 − 1 ( ) dimana : D = menunjukkan perbedaan setiap pasang jenjang “n” menunjukkan jumlah pasang jenjang “1 dan 6” adalah angka konstanta. Pengaplikasian dari formula tersebut dapat dilihat pada uraian berikut, misal seorang guru meneliti tingkat keaktifan siswa dalam kegiatan OSIS dan prestasi belajarnya dalam mata pelejaran PPKn, setelah dilakukan pengamatan diperoleh data seperti dalam tabel berikut: Created by Eko Susanto Tabel 18. Data keaktifan siswa dalam organisasi OSIS dan nilai hasil belajar PPKn Siswa SD Negeri 2 Rajabasa Tahun 2006 NAMA SISWA AMIR KEAKTIFAN OSIS (X) 48 PRESTASI P P Kn ( Y) 78 Rank X 5 Rank Y 5 ASMER 44 72 9 B E DI 53 84 CECE 52 CUILAH D D2 0 0 9 0 0 3 1 2 4 79 2 4 -2 4 45 74 8 8 0 0 DE DE N 51 75 4 7 -3 9 FARID 56 81 1 2 -1 1 GERAH 46 76 7 6 1 1 HURSE 47 80 6 3 3 9 GARU 42 71 10 10 0 0 N= 1 0 484 770 0 28 Setelah diketahui data yang diperlukan untuk formula yang dipakai, maka berikut ditentukan besaran korrelasi melalui rumus “rank order” tersebut : ρ = 1− 6 X 28 10 10 2 − 1 ( ρ = 1− ρ = 1− ) 168 10(99 ) 168 10(100 − 1) ρ = 1− 168 990 ρ = 1 − 0,16 ρ = 0,84 3. Korelasi Point Biserial Teknik korelasi yang dapat dipergunakan dengan tepat untuk menghitung korelasi dua variabel yang satu berskala nominal dan yang satunya lagi berskala interval adalah teknik korelasi point biserial. Berikut ini diberikan rumus dan contoh penggunaannya. rpbi = dimana : X p − Xt st p q X p = Nilai rata-rata gejala yang akan dicari korelasinya dengan nilai keseluruhan = N ilai rata-rata keseluruhan Xt = S i mpangan baku total “p” = proporsi kelompok 1 “q” = 1 - p SDt Created by Eko Susanto Contoh penggunaan lihat pada tabel berikut : Tabel 19. Mencari korelasi untuk menguji validitas butir soal nomor 1 SISWA 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 7 0 ,7 0 ,3 ASLI B UGE CARE DESI ERMA FERI GEFI HUM I IRFE J UYI N= 1 0 P Q SKOR BUTIR SOAL SETIAP NOMOR SOAL 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 5 6 8 5 4 7 6 6 0 ,5 0 ,6 0 ,8 0 ,5 0 ,4 0 ,7 0 ,6 0 ,6 0 ,5 0 ,4 0 ,2 0 ,5 0 ,6 0 ,3 0 ,4 0 ,4 10 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 6 0 ,6 0 ,4 TOTAL SKOR 6 4 9 7 8 5 8 6 4 3 60 X 2t 36 16 81 49 64 25 64 36 16 9 396 Setelah dihitung berdasrkan keperluan dari rumus tersebut, maka diketahui x p = rata-rata nilai soal no. 1 (contoh) Rata-rata = 6 S D t = 1 ,8 9 7 6+ 4+9+8+8+6+3 = 6 ,2 8 6 rata-rata nilai yang akan dicari korelasinya. xp = 7 0,286 rpbi = 0,151 X 1,527 6,286 − 6 0,7 rpbi = 2,333 rpbi = 1,897 1,897 0,3 = 0 ,2 3 1 Dengan df sebesar 8 diperoleh harga rtabel pada taraf signifikansi 5 % sebesar 0,632 dan 1% sebesar 0,765. Karena rpbi yang diperoleh jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan rtabel, maka dapat disimpulkan bahwa butir soal no 1 tidak valid, dan karenanya tidak dapat dipakai. 4. Koefisien Kontingensi (KK) Koefisien kontingensi merupakan salah satu cara untuk menghitung korelasi antara dua gejala yang beskala nominal. Adapun rumus dan cara penggunaannya adalah sebagai berikut : C= χ2 χ2 +n dimana : χ 2 = chi- kuadrat C n = Koefisien Kontingensi = Jumlah sampel Created by Eko Susanto χ 2 = ditentukan dengan rumus seperti berikut : χ2 = ∑ ∑ (O B K ij i =1 j =1 − Eij ) / Eij 2 Tabel 20. Contoh: menghitung korelasi antara Jenis Kelamin (J.K) dengan Jenis film yang disukai pada 200 orang sampel. JENIS FILM YANG DISUKAI MUSIK LAGA S EJ AR AH 80 5 15 10 70 20 90 75 35 J. K WANITA PRIA JUMLAH JUMLAH 100 100 200 Langkah berikutnya adalah mencari frekuensi harapan (fh) atas dasar frekuensi yang diperoleh (fo) seperti tabel di atas. Tabel 21. Contoh penghitungan korelasi antara Jenis kelamin dengan Jenis film yang disukai pada 200 orang sampel JENIS FILM YANG DISUKAI MUSIK LAGA S EJ AR AH 80 (45) 5 (37,5) 15 (17,5) 10 (45) 70 (37,5 20 (17,5) 90 75 35 J. K WANITA PRIA JUMLAH JUMLAH 100 100 200 Dari tabel di atas, angka-angka yang diberi tanda kurung adalah jumlah (frekuensi) yang diharapkan (fh). Selanjutnya dihitung nilai chi-kuadart berdasarkan rumus di atas, = (80 − 45)2 45 + (5 − 37,5)2 (70 −+37,5)2 37,5 37,5 + (15 − 17,5)2 17,5 (20+− 17,5)2 + (10 − 45)2 45 = 1 1 1 ,4 9 17,5 Koefisien kontingensinya adalah : C= 111,49 111,49 + 200 C= 111,49 311,49 C = 0,36 C = 0 ,6 Agar harga KK yang diperoleh dapat dipergunakan untuk mengukur derajat asosiasi antarfaktor, maka harga KK perlu dibandingkan dengan Koefisien kontingensi maksimum. Harga KK maksimum dapat dihitung dengan rumus : Created by Eko Susanto C maks = m −1 m Dengan m (harga minimum antara baris dan kolom) yaitu atas dasar contoh di atas daftar kontingensi terdapat dua baris dan tiga kolom, jadi minimumnya adalah dua; sehingga : C maks = 2 −1 2 C maks = 0,707 Makin dekat harga KK yang diperoleh kepada Cmaks, akan makin besar derajat asosiasi antar faktor. Dengan demikian KK yang diperoleh di atas (0,6) dibandingkan dengan Cmaks, 0,707, maka korelasinya dapat dikatakan erat. Rujukan : 1. Djoko Prayitno, 1985; Analisa Regresi – korelasi, Penerbit Liberty (Bab III dan IV, hal. 18 – 47) 2. Guilford, J.P., 1978; Fundamental Statistics in Psychology and Education, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo (Bab 6, hal 77 – 96, Bab 11, hal 193 – 209) 3. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab IV, hal 98 – 123). 4. Siegel, Sidney, 1985; Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Terjemahan), PT. Gramedia, (Bab VIII, hal. 218 – 228) 5. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab XIII, hal. 275 - 290) Tugas dan Latihan : Berikut ini data tentang nilai matematika siswa SD Negeri 2 Rajabasa 55;64;66;62;64;58; 64;67;68;71;75;57;56;59;61;65;56;59;61;65;64;57;58;52;53; 54;55;64;66;62;64; 58;64;67;68;71;75;57;64;57;58;52;53;54;55;64;66;62;64;58; 56;59;61;65;64;57;64;58;52;53;54;55;64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;56;59;61; 65;64;57; Berikut ini data tentang nilai IPA siswa SD Negeri 2 Rajabasa 67;58;52;53;54;55;64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;59;61;65;64;57;58;59;52;53; 54;55;64;66;62;64; 58;64;67;68;71;75;57;56;59;61;65;64;57;61;58;52;53;54;55; 64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;57;55;64;66;62;64;58;64;67;68;71;75;56;59;61; 65;64;57; Created by Eko Susanto 1. Hitunglah korelasi antara nilai matametika dan nilai IPA tersebut di atas dengan menggunakan rumus korelasi Produk Moment! Kesimpulan apa yang diperoleh (sesuai dengan empat macam analisis terhadap korelasi)? 2. Susunlah data tersebut sesuai dengan tingkatannya (tata jenjang), kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus “rank order” Spearman. Kesimpulan apa yang diperoleh (sesuai dengan empat macam analisis terhadap korelasi)? 3. Susunlah data menjadi Tabel 3 X 3, kemudian hitunglah korelasinya menggunakan rumus “point biserial”! Kesimpulan apa yang diperoleh (sesuai dengan empat macam analisis terhadap korelasi)? 4. Bandingkan hasil korelasi ketiga macam model penghitungan tersebut, kesimpulan apa yang dapat anda peroleh! 5. Hasil kuisioner terhadap dua kelompok guru (pria dan wanita) mengenai pendapat tentang peraturan poligami, sebagai berikut : GURU PRIA WANITA S ETUJ U 102 88 TAK S ETUJ U 78 136 TAK P EDU LI 20 76 PENDAPAT Apakah jenis kelamin menentukan pendapat tentang peraturan poligami tersebut? 6. Berikanlah analisis lengkap untuk data berikut : PELAYANAN Memuaskan Baik C ukup Jelek KLP USIA 15 – 24 10 6 10 8 25 – 34 12 6 14 8 35 – 49 15 10 12 10 50 dan lebih 19 13 8 13 Pokok Bahasan VI: Uji Beda (2 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat menghitung uji rata-rata (dua pihak). 2. Agar mahasiswa dapat menghitung uji rata-rata (satu pihak). Created by Eko Susanto 3. Ringkasan Materi : Uji t adalah salah satu tes statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan hipotesis nihil yang dinyatakan dalam bentuk statemen bahwa diantara dua rata-rata hitung tiddak terdapat perbedaan yang signifikan. Uji t hanya dapat dipergunakan untuk menguji perbedaan rata-rata dari dua sampel yang diambil dari suatu populasi yang normal dengan cara random, serta data yang diperoleh adalah data dalam skala interval atau ratio. Tes ini pertama kali dipergunakan oleh William Seely Gosset (nama samarannya “Student”). Karena itu, uji tes statistik sering dikenal dengan nama “Student t” (“t” diambil dari ujung akhir namanya). Uji t dapat berlaku untuk sampel yang berkorelasi atau sampel terpisah, karena dari sampel yang independent mungkin mempunyai ciri varian homogen yang heterogen. Bagi sampel terpisah yang homogen mempunyai formula tersendiri, demikian juga yang variannya heterogen. Untuk itu, dapat disimpulkan langkah-langkah penggunaan uji t, seperti : 1. Pastikan bahwa sampel diambil dari distribusi normal 2. Data yang diambil merupakan data skala interval atau ratio 3. Pastikan sampel tersebut sampel berkorrelasi atau sampel terpisah a. Jika sampelnya berkorelasi gunakan formula berikut : X t = ∑ 1 − X 2 ∑ (d ) 2 d 2 − n (formula 1) n (n − 1 ) b. Jika sampelnya terpisah, uji dulu homogenitas dari variansnya (untuk menentukan varian homogen atau heterogen. Untuk itu, gunakan formula berikut : F = s 12 s 22 dengan keriteria bila F observasi lebih kecil dari F tabel, berarti variansnya homogen, keadaan lainya berarti variansnya heterogen. 4. Jika pada langkah 3.b ternyata variansnya homogen, maka pergunakan formula berikut : t= ( X1 − X 2  ∑ X12 − + ∑ X 22   n1 + n2 − 2 ) 1 + 1    n1 n2  Created by Eko Susanto Jika pada langkah 3.b ternyata variansnya heterogen, maka pergunakan formula berikut : t =    ∑ X 12 −        X1 − X (∑ X1) 2 2 n1 + ∑ (X ) 2 ∑ X 2 2 − 2 n2 n1 + n 2 − 2         5. Dengan mengaplikasikan formula yang sesuai dengan ciri data akan dapat diambil kesimpulan dari data yang dihadapi. Contoh penggunaan uji t untuk data sampel yang berkorelasi atau berhubungan (formula 1), misal ; Guru pada SD Negeri 1 Rajabasa menggunakan dua metode pembelajaran: Metode A dan Metode B, yang diujicobakan kepada 10 orang siswa (diambil secara random), setiap selesai mengajar dilakukan tes, hasilnya seperti pada tabel berikut : Tabel 22. Nilai hasil belejar PPKn siswa SD Negeri 2 Rajabasa dengan menggunakan dua macam Metode pembelajaran. S i s wa D2 Metode A Metode B A 6 7 -1 1 B 7 9 -2 4 C 5 7 -2 4 D 6 8 -2 4 E 7 6 1 1 F 8 7 1 1 G 6 8 -2 4 H 6 7 -1 1 I 7 9 -2 4 J 7 7 0 0 JUMLAH 65 75 -10 24 Dapat dihitung : t= D (6 ,5 − 7 ,5 ) − 10 2 10 10 (9 ) ∑ 24 − t= 1 14/ 90 t = 2 ,907 Contoh uji homogenitas varians , misal : data prestasi belajar siswa Pria dan Wanita seperti dalam Tabel 23. berikut : Created by Eko Susanto Tabel 23. Nilai IPA 10 orang siswa SD Negeri 2 Rajabasa berdasarkan jenis kelamin. NO PRIA WANITA X x x2 X X x2 1 7 0 0 8 1 ,2 1 ,4 4 2 6 -1 1 7 0 ,2 0 ,0 4 3 7 0 0 6 -0,8 0 ,6 4 4 8 1 1 5 -1,8 3 ,2 4 5 6 -1 1 8 1 ,2 1 ,4 4 6 7 0 0 7 0 ,2 0 ,0 4 7 6 -1 1 7 0 ,2 0 ,0 4 8 8 1 1 8 1 ,2 1 ,4 4 9 8 1 1 6 -0,8 0 ,6 4 10 7 0 0 6 -0,8 0 ,6 4 JUMLAH 70 6 68 9 ,6 Dari tabel tersebut dapat diketahui harga F nya, ya itu : F = 1 , 0667 0 , 667 = 1 ,5 9 9 3 Dengan menggunakan derajat kebebasan (n1 – 1), (n2 – 1) dan taraf signifikan 0,05, maka diketahui harga ftabel = 3,18. jadi F observasi lebih kecil dari batas taraf signifikansi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kedua varians tersebut homogin. Untuk itu, rumus (formula) berikut digunakan untuk menguji perbedaan dua rata-rata: t= x1 = 7 t=    (∑ X X1 − X 2 ) − + ∑ X 22   1 1    +  n1 + n2 − 2   n1 n2  2 1 x2 = 6,8 disubstitusikan ke dalam rumus tersebut, maka uji t menjadi : 7−6,8  6+9,6  1 1    +  10+10−210 10 t= 0,2 15,6 1     18  5 t= 0,2 0,173 t= 0,2 0,42 t = 0,48 Kesimpulan apa yang dapat diperoleh dari perhitungan di atas ? Rujukan : 1. Guilford, J.P., 1978; Fundamental Statistics in Psychology and Education, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo (Bab 6, hal 77 – 96, Bab 11, hal 193 – 209) Created by Eko Susanto 3. Isparjadi, 1988; Statistik Pendidikan, Depdikbud Dikti PPLPTK, Jakarta (Bab IV, hal 98 – 123). 4. Siegel, Sidney, 1985; Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Terjemahan), PT. Gramedia, (Bab VIII, hal. 218 – 228) 5. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab XIII, hal. 275 - 290) Tugas dan Latihan : 1. Sepuluh orang pasien diit (mengurangi makanan dengan maksud supaya berat badan berkurang). Berat badan sebelum diit dan sesudahnya ditimbang untuk mengetahui apakah diit itu berhasil ataukah tidak. Hasilnya dalam kg, diberikan di halaman berikut ini: Pasie n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Berat Sebelum Diit 7 8 ,3 8 4 ,7 7 7 ,4 9 5 ,6 8 2 ,0 6 9 ,4 7 9 ,7 8 5 ,6 9 2 ,8 9 9 ,2 Berat Sesudah Diit 7 7 ,4 8 3 ,2 7 5 ,7 9 2 ,4 8 0 ,2 6 8 ,1 7 6 ,9 8 3 ,9 9 0 ,4 9 5 ,2 1. Asumsi apa yang harus diambil mengenai distribusi berat badan? 2. Uji dulu apakah simpangan baku berat badan sebelum dan sesudah diit sama besar (homogen)? 3. Dapatkah disimpulkan bahwa diit yang telah dilakukan itu berhasil? 4. Created by Eko Susanto Pokok Bahasan VII: (2 X Pertemuan) Tujuan Pembelajaran : 1. Agar mahasiswa dapat menaksir parameter rata-rata hitung. 2. Agar mahasiswa dapat menaksir parameter simpangan baku. 3. Agar mahasiswa dapat menaksir parameter sampel. Ringkasan Materi : Data yang diperoleh dari suatu pengukuran, misal rata-rata hitung tidaklah kita yakini begitu saja, sering orang merasa kurang percaya terhadap rata-rata. Oleh karena itu, dicoba orang untuk melakukan penaksiran. Untuk menaksir sesuatu yang berlaku untuk populasi diperlukan titik penaksir. Contoh: untuk menaksir tinggi rata-rata siswa SD kota Bandar Lampung, diambil sampel secara acak. Setelah dihitung didapat x hitung sebesar 145,7 cm. Jika data ini dipakai untuk menaksir tinggi rata-rata siswa SD, maka angka ini menjadi titik penaksir tinggi rata-rata siswa SD kota Bandar Lampung. Titik penaksir untuk sebuah parameter berlainan tergantung dari harga yang didapat dari sampel yang diambil. Biasanya orang melakukan titik penaksir itu dari interval penaksiran atau daerah penaksiran, yaitu menaksir harga parameter diantara batasbatas dua harga. Contoh data di atas, dapat dikatakan tinggi siswa SD kota Bandar Lampung berada antara 140 cm sampai dengan 155 cm. Makin lebar daerah penaksiran tentu saja makin diyakini akan kebenarannya. Dalam praktiknya, kita harus mencari interval penaksiran yang baik dengan dengan derajat kepercayaan yang memuaskan. Ada tiga maccam penaksisran yang akan dilakukan 1) manksir rata-rat, 2) menaksir simpangan baku, dan 3) menaksir parameter sampel. 1. Menaksir Rata-rata Berdasarkan hasil pengamatan terhadap suatu populasi diperoleh rata-rata 56,8 dan simpangan baku 3,56. Tentukan interval penaksiran parameter dari data tersebut. Untuk menentukan penkasiran yang lebih tinggi tingkat kepercayaannya, digunakan interval penaksiran atau daerah penaksiran disertai dengan nilai koefisien kepercayaan yang dikehendaki. Ada tiga persyarat yang harus dipenuhi lebih dahulu : a. Simpangan baku σ diketahui dan populasi berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan adalah : Created by Eko Susanto x − z1 γ . 2 σ n < µ < x + z1 γ . 2 σ n b. Simpangan baku σ tidak diketahui dan populasi berdistribusi normal, maka rumus yang digunakan adalah : x − t p. s s < µ < x + t p. n n c. Simpangan baku σ tidak diketahui dan populasi tidak berdistribusi normal (tetapi ukuran n tidak terlalu kecil, maka rumus yang digunakan adalah : s s x − t p. < µ < x + t p. n n Contoh : sampel acak dari 80 orang siswa telah diambil dari sebuah sekolah dasar tentang nilai Bhs. Indonesia. Didapat x = 76,34 dan s = 8,64 - Dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata siswa SD tersebut adalah 76,34 titik penaksiran telah ditentukan Jika dikehendaki interval penaksiran nilai rata-rata dengan koefisien kepeercayaan 0,95, maka dapat dipakai rumus pada b (c) di atas. Untuk ρ = 0,975 dan dk = 99 dengan inteerpolasi dari Daftar G dalam Apendix (Sudjana) maka diperoleh t ρ = 1,987 Maka dari rumus di atas diperoleh interval penaksiran sebagai berikut :  8,64   8,64  76,34 − 1,987  < µ < 76,34 + 1,987   80   80   8,64   8,64  76,34 − 1,987  < µ < 76,34 + 1,987   8,944   8,944  76,34 − 1,987(1,035 ) < µ < 76,34 + 1,987 (1,035) 76,34 − 2,057 < µ < 76,34 + 2,057 74,283 < µ < 78,397 Dapat disimpulkan bahwa kita meyakini 95 % interval kepercayaan nilai Bhs. Indonesia rata-rata siswa SD adalah 74,283 < µ < 78,397 Dengan kata lain Created by Eko Susanto dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata siswa SD dalam Bhs. Indonesia berada dalam interval dengan batas 74,283 dan 78,397σ 2. Menaksir simpangan baku Jika distribusi normal (populasi) dengan variansσ ,2 maka 100 γ % interval kepercayaan untuk σ 2 ditentukan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, hal ini dilakukan karena titik penaksiran s untuk σ adalah bias. Rumus : (n − 1)s 2 < σ 2 < (n − 1)s 2 χ 12 (1+γ ) χ 12 (1 − γ ) 2 2 2 2 dengan n = ukuran sampel, sedangkan χ 12 (1+ γ ) , dan χ 12 (1− γ ) didpat dari daftar chi-kudrat berturut-turut untuk ρ = 1 2 (1 + γ ) dan ρ = 1 2 (1 − γ ) dengan dk (n – 1) Untuk mendapatkan interval penaksiran simpangan baku σ , tinggal melakukan penarikan akar ketidasamaan dalam rumus di atas. Sebagai contoh : Sebuah sampel acak berukuran n = 30 telah diambil dari suatu populasi yang berdistribusi normal dengan simpangan baku σ , dihasilkan harga statistik s2 = 7,8 dengan koefisien kepercayaan 0,95 dan dk = 29, maka daftar chi-kudrat diddapat : χ 02,975 = 45,7 dan χ 02, 025 = 16,0 dari rumus di atas, diperoleh : (29 )7 ,8 < σ 2 < (29 )7 ,8 atau 4 ,95 < σ 2 < 14 ,14 interval penaksiran 45 , 7 16 , 0 simpangan baku σ adalah 2 , 23 < σ 2 < 3 , 75 untuk Berarti : diyakini dan merasa percaya bahwa simpangan baku σ akan ada dalam interval yang dibatasi 2,23 dan 3,75. 3. Menaksir selisih dua rata-rata Untuk mengetahui apakah dua rata-rata populasi berada pada suatu rentangan tertentu yang kita yakini (100 %) berada diantara kedua rata-rata tersebut, maka dicoba manaksirnya berdasarkan rata-rata dan simpangan baku masing-masing : µ 1 dan σ 1 untuk populasi ke satu dan µ 2 dan σ 2 untuk poulasi ke dua. Dari masing-masing populasi diambil sampel acak n1 dan n2, rata-rata dan simpangan baku x 1 , s 1 dan x 2 , s 2 Akan ditaksir rata-rata x1 − x 2 Bagaiman penaksirannya : yang umum dipakai adalah σ 1 = σ 2 = σ tetapi interval tidak diketahui besarnya, maka pertama-tama ditentukan lebih dahulu s2 dengan menggunakan formula : Created by Eko Susanto s2 = (n 1 − 1 )s 12 + (n 2 − 1 )s 22 n1 + n 2 − 2 sedangkan interval kepercayaan ditentukan dengan distribusi Student, dengan formula : (x − x ) − t .s 1 2 p 1 1 1 1 + < x1 − x2 + t p .s + n1 n2 n1 n2 tp didapat dari distribusi Student dengan ρ = 1 (1 + γ ) dan dk = (n1 + n2 – 2), 2 contoh : Kita misalkan ada dua metode mengajar yang seirng dilakukan, metode A 2 dilakukan sebanyak 50 kali menghasilkan rata-rata = 60,2 dan s1 = 24,7 Metode B dilakukan 60 kali menghasilkan rata-rata 70,4 dan s22 = 37,2 Tentukan interval kepercayaan mengenai perbedaan rata-rata pengukurn data tersebut di atas? Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka dari varians gabungan data diperoleh s2 = (50 − 1)24,7 + (60 − 1)37,2 50 + 60 − 2 s2 = (49 )24,7 + (59 )37,2 = 31,53 108 Selanjutnya dihitung : s 1 1 + n1 n2 =s 1 1 + = 1,08 50 60 dengan p = 0,975 dan dk = 108, ddari daftar distribusi t didapat t = 1,984 dari rumus taksiran di atas, diperoleh : (70,4 − 62,2 ) − 1,984 X 1,08 < µ1 − x2 < (70,4 − 60,2 ) + 1,984 X 1,08 8,06 < x1 − x2 < 12,34 atau merasa yakin selisih rata-rata pengukuran kedua metode pengukuran akan ada dalam interval yang dibatasi oleh 8,06 dan 12,34 4. Menaksir parameter sampel Berapa ukuran sampel yang diperlukan dalam suatu penelitian? Untuk itu dicoba menaksiranya, ada dua kemungkinan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Makin kecil beda keduanya tentu saja makin baik menaksirnya , karena makin dekat penaksir yang dipakai dengan kepada parameter yang ditaksir. Untuk koefisien kepercayaan γ dan populasi normal dengan simpangan baku σ diketahui, maka ukuran sampel :  σz 1 γ 2 n>  b  2   Untuk contoh, misal ditaksir rata-rata waktu yang dipakai siswa   dalam menyelesaikan PR yang diberikan oleh guru Matematik, untuk Created by Eko Susanto itu diperlukan sebuah sampel. Ketika menaksir rata tersebut, diperlukan derajat kepercayaan 99 % dengan beda yang lebih kecil dari 0,05. jika diketahhui simpangan baku waktu yang diperlukan 5 menit, berapa siswa yang perlu diambil sebagai sampel? Dengan σ = 0,5 menit dan b = 0,05 menit dengan angka z = 2,58, maka dari rumus n > (25,8) n > 665,54  1,29   2,58 X 0,5  n> n>    0,05   0,05  Karena itu, ukuran sampel yang diperlukan untuk meneliti masalah penggunaan di atas didapat : 2 2 2 waktu mengerjakan PR bagi siswa SD paling sedikit n = 666 orang dan bersifat deskrit. Daftar Rujukan : 1. Guilford, J.P., 1978; Fundamental Statistics in Psychology and Education, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo (Bab 6, hal 77 – 96, Bab 11, hal 193 – 209) 2. Sudjana, 1984; Metoda Statistika, Tarsito, Bandung (Bab XI, hal. 194 - 208) Tugas dan Latihan : 1. Apakah yang dimaksud dengan penaksir ? Jika sebuah parameter ditaksir oleh sebuah penaksir, hal-hal apa yang terjadi? 2. Tuliskan sifat penaksir apa yang dimiliki statistik berikut : a. Rata-rata b. Simpangan baku c. Selisih dua rata-rata d. sampel 3. Apa yang dimaksud dengan koefisien kepercayaan penaksiran? 4. Kita ingin menaksir parameter berdasarkan statistik. Sebuah sampel acak diambil harus diambil dari populasi yang bersangkutan. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan untuk menentukan ukuran sampel? 5. Distribusi apakah yang digunakan untuk menntukan interval kepercyaan simpangan baku populasi brdistribusi normal? __________________ Created by Eko Susanto