[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

kritik pragmatik cerpen pengemis dan sholawat badar

KRITIK PRAGMATIK PADA CERPEN PENGEMIS DAN SHALAWAT BADAR KARYA AHMAD TOHARI

red0;; KRITIK PRAGMATIK‭ PADA CERPEN‭ ‬PENGEMIS DAN‭ ‬SHALAWAT BADAR‭ KARYA AHMAD TOHARI Tugas‭ ‬Ujian Akhir Semester Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Kritik Sastra Program Studi Pendidikan Bahasa‭ ‬Indonesia Dosen Pengampu‭ ‬:‭ ‬Sumartini,‭ ‬S.S.,‭ ‬M.A. oleh‭ ‬: nama‭ ‬:‭ ‬Iga Noor Khayati NIM‭ ‬:‭ ‬2101415036 rombel‭ ‬:‭ ‬005 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017 PRAKATA Atas segala anugerah dan karunia-Nya yang telah diberikan,‭ ‬syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,‭ ‬sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul‭ ‬Kritik Pragmatik pada Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari.‭ ‬ Proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,‭ ‬oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:‭ Sumartini,‭ ‬S.S.,M.A.‭ ‬selaku dosen mata kuliah Kritik Sastra yang telah sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dengan sebaik-baiknya,‭ ‬sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar.‭ Kedua orang tuaku yang senantiasa bekerja keras,‭ ‬mendukung,‭ ‬dan mengiringi langkahku dengan doa.‭ Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.‭ Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi terciptanya karya yang terbaik.‭ ‬Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti yang akan datang. Semarang,‭ ‬Juni‭ ‬2017 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL PRAKATA.......................................................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang‭ ‬...................1 Rumusan Masalah‭ ‬...................2 Tujuan Penulisan‭ ‬...................2 Manfaat Penulisan‭ ‬...................2 BAB II‭ ‬PEMBAHASAN Hakikat‭ ‬Kritik Sastra Pragmatik.................................................................................3 Analisis Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari Menggunakan Pendekatan Pragmatik................................................................................................3 BAB V PENUTUP Simpulan........................................................................................‭ ‬...................7 Saran‭ ‬...................7 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ‭ BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kritik merupakan salah satu cabang dari ilmu sastra.‭ ‬Menurut H.B.‭ ‬Jassin kritik sastra merupakan pertimbangan baik buruknya suatu hasil karya sastra.‭ ‬Kritik biasanya diakhiri dengan kesimpulan analisis.‭ ‬Tujuan kritik sastra bukan hanya menunjukkan keunggulan,‭ ‬kelemahan,‭ ‬kebenaran,‭ ‬dan kesalahan sebuah karya sastra berdasarkan sudut pandang tertentu,‭ ‬tetapi mendorong sastrawan mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mencapai penciptaan sastra tertinggi dan untuk mengapresiasi karya sastra lebih baik.‭ ‬Semua jenis karya sastra dapat dikritik baik prosa,‭ ‬puisi,‭ ‬maupun drama.‭ Cerpen yang merupakan salah satu jenis prosa merupakan salah satu jenis karya sastra yang sangat menarik untuk dikaji karena memiliki unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membawa pembaca berpetualang mengalami konflik yang ada di‭ ‬dalam cerpen tersebut.‭ ‬Selain itu,‭ ‬cerpen juga memiliki nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat,‭ ‬seperti nilai moral,‭ ‬religi,‭ ‬budaya,‭ ‬dan sosial. Salah satu jenis kritik sastra adalah kritik pragmatik.‭ ‬Kritik pragmatik menilai karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memberi manfaat pada pembacanya.‭ ‬Semakin banyak manfaat yang dapat diambil dari karya sastra,‭ ‬maka semakin tinggi kualitas karya tersebut.‭ ‬Ukuran kritik pragmatik adalah keterpaduan antara menyenangkan dan berguna bagi pembaca. Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari dipilih untuk dikritik menggunakan kritik pragmatik karena cerpen tersebut banyak mengandung kebermanfaatan dan kesenangan bagi pembaca.‭ ‬Kebermanfaat berupa nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen disampaikan dengan cara yang menyenangkan sehingga pembaca terhibur namun‭ ‬nilai yang disampaikan oleh pengarang dapat diterima dengan baik oleh pembaca.‭ ‬Oleh karena itu,‭ ‬penulis tertarik untuk mengkritik cerpen karya Ahmad Tohari berjudul Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar yang terdapat pada kumpulan cerpen Senyum Karyamin‭ (‬2005‭)‬. Rumusan Masalah Bagaimana‭ ‬hakikat kritik sastra pragmatik‭? Bagaimana‭ ‬cerpen‭ ‬Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari dikritik menggunakan kritik pragmatik‭? Tujuan Penulisan Dalam penulisan makalah ini bertujuan: Mengetahui hasil kritik pragmatik pada cerpen‭ ‬Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari. Mengapresiasi karya sastra khususnya prosa. Mengetahui kelayakan karya sastra khususnya prosa untuk digunakan pada jenjang pendidikan tertentu. Manfaat‭ ‬Penulisan Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat Teoritis Makalah ini bermanfaat bagi pengembangan kritik sastra,‭ ‬khusunya kritik pragmatik untuk menngkatkan pengetahuan dan pemahaman lebih kritik sastra.‭ ‬Dengan demikian,‭ ‬kritik sastra:‭ ‬kritik pragmatik dapat ditingkatkan. Manfaat Praktis Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa,‭ ‬guru,‭ ‬dan penulis sendiri.‭ ‬Bagi siswa,‭ ‬makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mengenai kritik pragmatik.‭ ‬Bagi guru,‭ ‬makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran dan pemilihan wacana yang layak sesuai dengan jenjang tertentu.‭ ‬Makalah ini juga bermanfaat bagi penulis sendiri karena makalah ini dapat dijadikan suatu pengalaman yang berharga dan dapat memberikan dorongan untuk menulis makalah-makalah selanjutnya. ‭ BAB II PEMBAHASAN Hakikat Kritik Pragmatik Pendekatan pragmatik menurut Teeuw‭ (‬1994‭) ‬adalah salah satu bagian ilmu sastra uang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna karya sastra.‭ ‬Prinsip dasar pendekatan pragmatik,‭ ‬yaitu:‭ ‬1‭) ‬otonomi karya sastra dianggap tidak relevan‭ ‬dalam kajian karya sastra,‭ ‬2‭) ‬karya sastr dipandang sebagai artefak,‭ ‬3‭) ‬pembaca bukanlah pribadi yang tetap dan sama,‭ ‬dan‭ ‬4‭) ‬teks sastra menyajikan ketidakpastian makna. Bertolak dari hakikat dan prinsip dasar pendekatan pragmatik di atas,‭ ‬dapat dirumuskan bahwa pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra adalah‭ ‬1‭) ‬asumsi dasar pendekatan‭ ‬pragmatik‭ ‬memandang bahwa karya sastra sesuatu yang bersifat artefak,‭ ‬2‭) ‬bentuk telaah kompleks,‭ ‬3‭) ‬unsur yang menjadi objek telaah mencakup seluruh unsur,‭ ‬4‭) ‬proses telaah dimulai dari resepsi personal pembaca keseluruhan bagian dan mencari hubungan struktur bagian kemudian menempatkan struktur keseluruhan menjadi struktur bagian dalam struktur yang lebih besar untuk dapat dikonkretisasikan melalui proses redeskripsi,‭ ‬5‭) ‬teknik telaah pragmatis dan dialektik,‭ ‬6‭) ‬perpaduan unsur intrinsik dengan unsur ekstrinsik serta faktor genetik dan pengalaman yang dipunyai pembaca,‭ ‬7‭) ‬pangkal tolak telaah dari resepsi pembaca terhadap unsur bangun karya sastra,‭ ‬8‭) ‬esensi karya sastra adalah makna setiap unsur,‭ ‬dan‭ ‬9‭) ‬unsur pengarang dan pembaca dipertimbangakan dalam menelaah sebagai bagian dari genetik untuk kesempurnaan makna. Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien‭ (‬pendengar dan pembaca‭) ‬baik berupa efek kesenangan,‭ ‬estetis,‭ ‬pendidikan maupun efek lainnya.‭ ‬Kritik ini cenderung menilai karya sastra menurut berhasil tidaknya karya tersebut mencapai tujuan‭ (‬Pradopo dalam Haryati,‭ ‬2016‭)‬.‭ ‬Sementara tujuan karya sastra pada umumnya‭ ‬adalah‭ ‬edukatif,‭ ‬estetis,‭ ‬atau politis.‭ ‬Kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.‭ ‬Ada yang berpendapat,‭ ‬bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya‭ (‬reseptif‭)‬.‭ ‬Kebermanfaatan dalam karya sastra dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.‭ ‬Semakin banyak efek-efek yang dicapai dalam karya sastra,‭ ‬maka karya sastra tersebut dinilai baik atau bermutu,‭ ‬begitu pula sebaliknya. Analisis Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari Menggunakan Pendekatan Pragmatik Cerpen‭ ‬Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar‭ ‬karya‭ ‬Ahmad Tohari‭ ‬menceritakan‭ ‬permasalahan-permasalahan yang ada di dalam kehidupan manusia,‭ ‬mulai dari‭ ‬pemikiran yang sering berburuk sangka kepada orang sampai perbedaan sikap religius setiap orang.‭ ‬Semua dikemas dengan‭ ‬kalimat yang sederhana namun apik.‭ Berikut adalah analisis karya sastra berupa efek kesenangan,‭ ‬estetis,‭ ‬dan kebermanfaatan yang berupa nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen Pengemis‭ ‬dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari. Efek Kesenangan ‭“‬Begitu bus berhenti,‭ ‬puluhan pedagang asongan menyerbu masuk.‭ ‬Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajing loncat ketika bus masih berada di mulut terminal.‭ ‬Bus menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk.‭” Kutipan di atas menunjukkan suasana dalam bus yang masuk ke terminal Cirebon.‭ ‬Ahmad Tohari menggambarkan suasana tersebut dengan kata-kata yang kongkret namun detail setiap kejadiannya.‭ ‬Dengan membaca kutipan tersebut,‭ ‬pembaca akan masuk ke dalam suasana yang digambarkan pengarang karena pengarang secara langsung menggambarkan suasana tersebut seperti kejadian yang pembaca sering alami.‭ ‬Oleh karena itu,‭ ‬pembaca dapat mengimajinasikan dengan mudah gambaran suasana tersebut karena ketika membaca pasti pembaca akan teringat dengan kejadian atau peristiwa yang sering dialaminya ketika naik bus yang disesaki oleh pedangang asongan yang menawarkan dagangannya serta suasana dalam bus yang pengap dan panasnya mesin disel. ‭“‬Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat.‭ ‬Mula-mula kudengar guntur meledak dengan suara dahsyat.‭ ‬Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan dan jatuh di sekelilingku.‭ ‬...‭ ‬Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tak keruan.‭ ‬Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya.‭ ‬...‭ ‬Kulihat banyak kendaraan berhenti.‭ ‬Kudengar orang-orang merintih.‭” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa suasana yang digambarkan oleh pengarang juga tidak jauh berbeda dengan pengalaman yang sering kita lihat atau rasakan ketika terjadi kecelakaan.‭ ‬Pembaca akan langsung teringat pengalamanya ketika melihat maupun merasakan laka lalu lintas yang banyak memakan korban dan ikut menjadi korban dalam kecelakaan tersebut.‭ ‬Setiap kali ada laka lalu lintas yang terjadi apalagi sampai memakan korban,‭ ‬pasti pengendara lain akan ikut berhenti menolong ataupun melihat kejadian itu.‭ ‬Bagi orang yang menjadi korban laka‭ ‬lalu lintas tersebut pasti akan merasa takut atau trauma dan kejadian itu terasa seperti mimpi.‭ ‬Pengarang menggunakan kata sederhana menggambarkan suasana tersebut dengan apik sehingga pembaca akan ikut merasakan dan terbawa masuk ke dalam suasana tersebut. Efek Estetis Estetis atau keindahan cerpen Pengemis‭ ‬dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari adalah menggunakan beberapa gaya bahasa atau majas,‭ ‬walaupun secara dominan cerpen ditulis dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca.‭ ‬Keindahan cerpen ditunjukkan pada kutipan berikut. ‭“‬Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin disel tua memanggang bus itu bersama isinya.‭” Kutipan di atas menunjukkan adanya majas personifikasi.‭ ‬Personifikasi adalah bahasa kiasan yang mengganggap bahwa benda mati memiliki sifat-sifat seperti manusia.‭ ‬Pada Dalam kutipan tersebut mesin disel tua dipersonifikasikan mampu memanggang seperti halnya manusia yang dapat melakukan kegiatan:‭ ‬memanggang. Efek Kebermanfaatan Nilai Moral Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar ini memiliki beberapa nilai moral yang tersirat maupun tersurat.‭ ‬Nilai tersebut digambarkan melalui perilaku para tokoh dalam cerpen dan gambaran alur cerpen.‭ ‬Dilihat dari gambaran perilaku tokoh dapat dilihat seperti kutipan berikut. ‭“‬Mereka menyodor-nyodorkan dagangan,‭ ‬bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang.‭ ‬Kemudian mereka mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau berbelanja.‭” Pada kutipan‭ ‬di atas tersirat nilai moral yaitu kita harus terus berusaha dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh mengeluh ataupun putus asa jika usaha kita tersebut tidak mendapatkan timbal balik seperti yang kita inginkan.‭ ‬Kutipan tersebut menggambarkan para pedagang asongan yang berusaha menawarkan dagangannya sampai menyodor-nyodorkan dagangannya supaya dibeli,‭ ‬namun karena tidak ada yang membeli dagangan mereka,‭ ‬mereka justru mengeluh,‭ ‬bukan berusaha lagi menawarkan dagangannya supaya dibeli penumpang bus.‭ ‬Nilai moral lainnya yaitu kita tidak boleh mencaci atau memaki bahkan sampai mengutuk‭ ‬orang lain karena orang tersebut tidak mau menuruti apa yang kita inginkan karena kita juga perlu memahami alasan orang tersebut tidak memenuhi permintaan kita.‭ ‬Berikut adalah bukti kutipan nilai moral dalam cerpen. ‭“‬Seorang di antara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir,‭ ‬atau manusia-manusia yang tak punya duit.‭”‬ Dalam cerpen karya Ahmad Tohari ini juga menyiratkan nilai moral bahwa kita tidak boleh mengeluh dalam keadaan bagaimanapun.‭ ‬Berikut adalah kutipannya. ‭“‬Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami.‭ ‬Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan.‭” Pengarang juga secara tersirat menyampaikan nilai moral bahwa kita tidak boleh berburuk sangka kepada orang.‭ ‬Hal tersebut ditunjukkan dengan tokoh Aku yang terus berpikiran buruk mengenai Pengemis yang berada di dalam bus. Nilai Budaya Pada cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar terdapat nilai budaya yaitu selalu memberikan salam saat akan masuk ke suatu tempat.‭ ‬Nilai tersebut tersurat disampaikan oleh pengarang.‭ ‬Pengemis‭ ‬yang naik bus langsung mengucapkan salam yang‭ ‬selalu ia lakukan karena ia mengucapkannya dengan fasih.‭ ‬Berikut kutipannya: ‭“‬Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih.‭” Nilai‭ ‬Agama Berikut nilai agama pada cerpen Pengemis dan Shalawat Badar. ‭“‬Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening.‭ ‬Dan tangannya menengadah.‭ ‬Lelaki itu mengemis.‭” “Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang ke arah timur itu:‭ "‬shalatullah,‭ ‬salamullah,‭ '‬ala thaha rasulillah...‭"” Dua kutipan tersebut memiliki nilai agama bahwa kita senantiasa mengingat dan memuji Allah dan Rasul-Nya walaupun kita sedang mencari sesuap nasi,‭ ‬dalam keadaan genting,‭ ‬maupun bahagia.‭ ‬Cara mengingat Tuhan dalam Islam dan memuji Keagungan Tuhan salah satunya yaitu dengan bershalawat.‭ ‬Shalawat dalam Islam salah satunya yaitu‭ ‬Shalawat Badar yang bunyinya shalatullah,‭ ‬salamullah,‭ '‬ala thaha rasulillah. Nilai agama lainnya yaitu mengikuti kegiatan keagamaan untuk menambah dan mempertebal iman.‭ ‬Hal tersebut tercermin dari tokoh Aku‭ ‬yang sering mengikuti pengajian.‭ ‬Berikut kutipannya. ‭“‬Ya,‭ ‬persis.‭ ‬Aku pun sering membaca shalawat seperti itu terutama dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat.‭” Nilai Sosial ‭ ‬“Mungkin karena shalawat itu‭ ‬maka tanganku bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan.‭ ‬Atau karena ada banyak hal dapat dibaca pada wajah si pengemis itu.‭” Nilai sosial yang tergambar pada kutipan di atas adalah kita harus saling memberi atau membantu sesama manusia.‭ ‬Hal tersebut tercermin dari perilaku tokoh aku yang memberikan uang kepada pengemis bus. ‭ BAB III PENUTUP Simpulan Cerpen Pengemis dan‭ ‬Shalawat Badar karya Ahmad Tohari adalah cerpen penutup dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin‭ (‬2005‭)‬.‭ ‬Cerpen ini mengangkat tema Islami.‭ ‬Cerita dalam cerpen ini bermula ketika tokoh Aku yang sedang di dalam bus memasuki terminal Cirebon yang kemudian bus tersebut‭ ‬disesaki oleh pedagang asongan yang menjajakan daganganya.‭ ‬Kemudian masuk seorang pengemis yang melantunkan Shalawat Badar dan menengadahkan tanganya meminta uang kepada penumpang bus.‭ ‬Tokoh Aku terus berperasangka buruk kepada pengemis itu.‭ ‬Cerita diakhiri dengan bus yang ditumpangi tokoh Aku dan pengemis mengalami kecelakaan saat tokoh Aku tertidur dalam bus. Dengan menggunakan‭ ‬kritik pragmatik,‭ ‬karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audien‭ (‬pendengar dan pembaca‭) ‬baik berupa efek kesenangan,‭ ‬estetis,‭ ‬pendidikan maupun efek lainnya.‭ ‬Cerpen‭ ‬Pengemis dan Shalawat Badar selain memberikan kesenangan‭ ‬dan keindahan‭ ‬bagi pembacanya juga banyak mengajarkan nilai-nilai yang bermanfaat.‭ ‬Berdasarkan kritik pragmatik dapat disimpulkan bahwa cerpen ini merupakan cerpen yang baik dan bermutu. Cerpen ini cocok digunakan untuk pembelajaran baik di jenjang SMA maupun perguruan tinggi.‭ ‬Cerpen ini cocok digunakan dalam jenjang‭ ‬tersebut karena memiliki banyak nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.‭ ‬cerpen tersebut memiliki kejelasan tema,‭ ‬alur,‭ ‬bahasa,‭ ‬watak,‭ ‬latar,‭ ‬dan sudut pandang.‭ ‬Tidak hanya itu,‭ ‬cerpen tersebut juga memiliki isi yang mengandung nilai kemanusiaan.‭ ‬Pengarang juga menggunakan bahasa yang sederhana dan‭ ‬tidak bertele-tele sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Saran Dengan membaca makalah ini diharapkan tingkat pengetahuan dan cakrawala pembaca semakin bertambah dan pembaca dapat mengkritik sebuah karya sastra dengan menggunakan kritik pragmatik. ‭ ‬DAFTAR PUSTAKA Abshar,‭ ‬Ulil.‭ ‬2016.‭ ‬PENGEMIS DAN SHALAWAT BADAR:‭ ‬HUBUNGAN ANTARA PENGARANG,‭ ‬MEDIA,‭ ‬DAN KARYA.‭ ‬Jurnal Nasional Dialektika.‭ ‬Volume‭ ‬3,‭ ‬No.2‭ ‬halaman‭ ‬201-215.‭ ‬http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/dialektika.‭ (‬Diunduh pada‭ ‬22‭ ‬Juni‭ ‬2017‭)‬. Haryati,‭ ‬Nas.‭ ‬2016.‭ ‬Kajian Prosa.‭ ‬Semarang:‭ ‬Universitas Negeri Semarang. Qomariyah,‭ ‬Uum.‭ ‬2017.‭ ‬Bahan Ajar/Diktat Kritik Sastra B1014011‭ ‬2‭ ‬SKS.‭ ‬Semarang:BPM Unnes. Tohari,‭ ‬Ahmad Tohari.‭ ‬2005.‭ ‬Senyum Karyamin.‭ ‬Jakarta:‭ ‬PT Gramedia Pustaka Utama. LAMPIRAN PENGEMIS DAN‭ ‬SHALAWAT BADAR Oleh:‭ ‬Ahmad Tohari Bus yang aku tumpangi masuk terminal Cirebon ketika matahari hampir mencapai pucuk langit.‭ ‬Terik matahari ditambah dengan panasnya mesin di sel tua memanggang bus itu bersama isinya.‭ ‬Untung bus tak begitu penuh sehingga sesama penumpang tak perlu bersinggungan badan. Namun dari sebelah kiriku bertiup bau keringat melalui udara yang dialirkan dengan kipas koran.‭ ‬Dari belakang terus-menerus mengepul asap rokok dari mulut seorang lelaki setengah mengantuk. Begitu bus berhenti,‭ ‬puluhan pedagang asongan menyerbu masuk.‭ ‬Bahkan beberapa di antara mereka sudah membajing loncat ketika bus masih berada di mulut terminal.‭ ‬Bus menjadi pasar yang sangat hiruk-pikuk.‭ ‬Celakanya,‭ ‬mesin bus tidak dimatikan dan sopir melompat‭ ‬turun begitu saja.‭ ‬Dan para pedagang asongan itu menawarkan dagangan dengan suara melengking agar bisa mengatasi derum mesin.‭ ‬Mereka menyodor-nyodorkan dagangan,‭ ‬bila perlu sampai dekat sekali ke mata para penumpang.‭ ‬Kemudian mereka mengeluh ketika mendapati tak seorang pun mau berbelanja.‭ ‬Seorang di antara mereka malah mengutuk dengan mengatakan para penumpang adalah manusia-manusia kikir,‭ ‬atau manusia-manusia yang tak punya duit. Suasana sungguh gerah,‭ ‬sangat bising dan para penumpang tak berdaya melawan keadaan yang sangat menyiksa itu.‭ ‬Dalam keadaan seperti itu,‭ ‬harapan para penumpang hanya satu‭; ‬hendaknya sopir cepat datang dan bus segera bergerak kembali untuk meneruskan perjalanan ke Jakarta.‭ ‬Namun laki-laki yang menjadi tumpuan harapan itu kelihatan sibuk dengan kesenangannya sendiri.‭ ‬Sopir itu enak-enak bergurau dengan seorang perempuan penjual buah. Sementara para penumpang lain kelihatan sangat gelisah dan jengkel,‭ ‬aku mencoba bersikap lain.‭ ‬Perjalanan semacam ini sudah puluhan kali aku alami.‭ ‬Dari pengalaman seperti itu aku mengerti bahwa ketidaknyamanan dalam perjalanan tak perlu dikeluhkan karena sama sekali tidak mengatasi keadaan.‭ ‬Supaya jiwa dan raga tidak tersiksa,‭ ‬aku selalu mencoba berdamai dengan keadaan.‭ ‬Maka kubaca semuanya dengan tenang:‭ ‬Sopir yang tak acuh terhadap nasib para penumpang itu,‭ ‬tukang-tukang asongan yang sangat berisik itu,‭ ‬dan lelaki yang setengah mengantuk sambil mengepulkan asap di belakangku itu. Masih banyak hal yang belum sempat aku baca ketika seorang lelaki naik ke dalam bus.‭ ‬Celana,‭ ‬baju,‭ ‬dan kopiahnya berwarna hitam.‭ ‬Dia naik dari pintu depan.‭ ‬Begitu naik lelaki itu mengucapkan salam dengan fasih.‭ ‬Kemudian dari mulutnya mengalir Shalawat Badar dalam suara yang bening.‭ ‬Dan tangannya menengadah.‭ ‬Lelaki itu mengemis.‭ ‬Aku membaca tentang pengemis ini dengan perasaan yang sangat dalam.‭ ‬Aku dengarkan baik-baik shalawatnya.‭ ‬Ya,‭ ‬persis.‭ ‬Aku pun sering membaca shalawat seperti itu terutama dalam pengajian-pengajian umum atau rapat-rapat.‭ ‬Sekarang kulihat dan kudengar sendiri ada lelaki membaca shalawat badar untuk mengemis. Kukira pengemis itu sering mendatangi pengajian-pengajian.‭ ‬Kukira dia sering mendengar ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup baik dunia maupun akhirat.‭ ‬Lalu dari pengajian seperti itu dia hanya mendapat sesuatu untuk membela kehidupannya di dunia.‭ ‬Sesuatu itu adalah Shalawat Badar yang kini sedang dikumandangkannya sambil menadahkan tangan. Semula ada perasaan tidak setuju mengapa hal-hal yang kudus seperti bacaan shalawat itu dipakai untuk mengemis.‭ ‬Tetapi perasaan demikian lenyap ketika pengemis itu sudah berdiri di depanku.‭ ‬Mungkin karena shalawat itu maka tanganku bergerak merogoh kantong dan memberikan selembar ratusan.‭ ‬Atau karena ada banyak hal dapat dibaca pada wajah si pengemis itu. Di sana aku‭ ‬lihat kebodohan,‭ ‬kepasrahan yang memperkuat penampilan kemiskinan.‭ ‬Wajah-wajah seperti itu sangat kuhafal karena selalu hadir mewarnai pengajian yang sering diawali dengan Shalawat Badar.‭ ‬Ya.‭ ‬Jejak-jejak pengajian dan ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup ada berbekas pada wajah pengemis itu.‭ ‬Lalu mengapa dari pengajian yang sering didatanginya ia hanya bisa menghafal Shalawat Badar dan kini menggunakannya untuk mengemis‭? ‬Ah,‭ ‬kukira ada yang tak beres.‭ ‬Ada yang salah‭ “‬Sayangnya,‭ ‬aku tak begitu tega menyalahkan pengemis yang terus membaca shalawat itu. Perhatianku terhadap si pengemis terputus oleh bunyi pintu bus yang dibanting.‭ ‬Kulihat sopir sudah duduk di belakang kemudi.‭ ‬Kondektur melompat masuk dan berteriak kepada sopir.‭ ‬Teriakannya ditelan oleh bunyi mesin disel yang meraung-raung.‭ ‬Kudengar kedua awak bus itu bertengkar.‭ ‬Kondektur tampaknya enggan melayani bus yang tidak penuh,‭ ‬sementara sopir sudah bosan menunggu tambahan penumpang yang ternyata tak kunjung datang.‭ ‬Mereka terus bertengkar melalui kata-kata yang tak sedap didengar.‭ ‬Dan bus terus melaju meninggalkan terminal Cirebon. Sopir yang marah menjalankan busnya dengan gila-gilaan.‭ ‬Kondektur diam.‭ ‬Tetapi kata-kata kasarnya mendadak tumpah lagi.‭ ‬Kali ini bukan kepada sopir,‭ ‬melainkan kepada pengemis yang jongkok dekat pintu belakang. ‭"‬He,‭ ‬sira‭! ‬Kenapa kamu tidak turun‭? ‬Mau jadi gembel di Jakarta‭? ‬Kamu tidak tahu gembel di sana pada dibuang ke laut dijadikan rumpon‭?" Pengemis itu diam saja. ‭"‬Turun‭!" "Sira beli mikir‭! ‬Bus cepat seperti ini aku harus‭ ‬turun‭?" "Tadi siapa suruh kamu naik‭?" "Saya naik sendiri.‭ ‬Tapi saya tidak ingin ikut.‭ ‬Saya cuma mau ngemis,‭ ‬kok.‭ ‬Coba,‭ ‬suruh sopir berhenti.‭ ‬Nanti saya akan turun.‭ ‬Mumpung belum jauh.‭" Kondektur kehabisan kata-kata.‭ ‬Dipandangnya pengemis itu seperti ia hendak menelannya bulat-bulat.‭ ‬Yang dipandang pasrah.‭ ‬Dia tampaknya rela diperlakukan sebagai apa saja asal tidak didorong keluar dari bus yang melaju makin cepat.‭ ‬Kondektur berlalu sambil bersungut.‭ ‬Si pengemis yang merasa sedikit lega,‭ ‬bergerak memperbaiki posisinya di dekat pintu belakang.‭ ‬Mulutnya kembali bergumam:‭ "‬...‭ ‬shalatullah,‭ ‬salamullah,‭ '‬ala thaha rasulillah....‭" Shalawat itu terus mengalun dan terdengar makin jelas karena tak ada lagi suara kondektur.‭ ‬Para penumpang membisu dan terlena dalam‭ ‬pikiran masing-masing.‭ ‬Aku pun mulai mengantuk sehingga lama-lama aku tak bisa membedakan mana suara shalawat dan mana derum mesin diesel.‭ ‬Boleh jadi aku sudah berada di alam mimpi dan di sana kulihat ribuan orang membaca shalawat.‭ ‬Anehnya,‭ ‬mereka yang berjumlah banyak sekali itu memiliki rupa yang sama.‭ ‬Mereka semuanya mirip sekali dengan pengemis yang naik dalam bus yang kutumpangi di terminal Cirebon.‭ ‬Dan dalam mimpi pun aku berpendapat bahwa mereka bisa menghafal teks shalawat itu dengan sempurna karena mereka sering mendatangi ceramah-ceramah tentang kebaikan hidup di dunia maupun akhirat.‭ ‬Dan dari ceramah-ceramah seperti itu mereka hanya memperoleh hafalan yang untungnya boleh dipakai modal menadahkan tangan. Kukira aku masih dalam mimpi ketika kurasakan peristiwa yang hebat.‭ ‬Mula-mula kudengar guntur meledak dengan suara dahsyat.‭ ‬Kemudian kulihat mayat-mayat beterbangan dan jatuh di sekelilingku.‭ ‬Mayat-mayat itu terluka dan beberapa di antaranya kelihatan sangat mengerikan.‭ ‬Karena merasa takut aku pun lari.‭ ‬Namun sebuah batu tersandung dan aku jatuh ke tanah.‭ ‬Mulut terasa asin dan aku meludah.‭ ‬Ternyata ludahku merah.‭ ‬Terasa ada cairan mengalir dari lubang hidungku.‭ ‬Ketika kuraba,‭ ‬cairan itu pun merah.‭ ‬Ya Tuhan.‭ ‬Tiba-tiba aku tersadar bahwa diriku terluka parah.‭ ‬Aku terjaga dan di depanku ada malapetaka.‭ ‬Bus yang kutumpangi sudah terkapar di tengah sawah dan bentuknya sudah tak keruan.‭ ‬Di dekatnya terguling sebuah truk tangki yang tak kalah ringseknya.‭ ‬Dalam keadaan panik aku mencoba bangkit bergerak ke‭ ‬jalan raya.‭ ‬Namun rasa sakit memaksaku duduk kembali.‭ ‬Kulihat banyak kendaraan berhenti.‭ ‬Kudengar orang-orang merintih.‭ ‬Lalu samar-samar kulihat seorang lelaki kusut keluar dari bangkai bus.‭ ‬Badannya tak tergores sedikit pun.‭ ‬Lelaki itu dengan tenang berjalan kembali ke arah kota Cirebon. Telingaku dengan gamblang mendengar suara lelaki yang terus berjalan dengan tenang ke arah timur itu:‭ "‬shalatullah,‭ ‬salamullah,‭ '‬ala thaha rasulillah...‭" (Sumber:‭ ‬Kumpulan Cerpen‭ “‬Senyum Karyamin‭” ‬karya Ahmad Tohari‭) 17 2