Potret Komposisi Etnis dan Agama di Indonesia
pada Milenium Kedua*)
Moeflich Hasbullah
Dosen UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
“Seratus tiga puluh lima juta penduduk Indonesia.
Terdiri dari banyak suku bangsa itulah Indonesia.
Ada Sunda, ada Jawa, Aceh, Padang, Batak,
dan banyak lagi yang lainnya…”
(Rhoma Irama)
“… hasil sensus penduduk selama 40 tahun ini telah
menghasilkan banyak penelitian dan analisis …
untuk menghasilkan pemahaman yang lebih baik
mengenai keadaaan Indonesia di masa lalu,
masa kini, dan masa depan.”
(Profesor Widjojo Nitisastro)
Berapa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000?
Berapa jumlah umat Islam pada tahun itu? Saya yakin,
hanya sedikit dari kita yang mengetahuinya secara
pasti. Dalam banyak tulisan atau lisan, jumlah total
penduduk Indonesia maupun penganut Islamnya sering
disebutkan dengan angka yang berbeda-beda,
kebanyakan berdasarkan perkiraan. Misalnya, ada yang
menyebutkan 200 juta, 210 juta atau 215 juta bahkan 250 juta sedangkan
penganut Islam sebagai mayoritas ada yang menyebut 86%, 88%, 88,5%
atau yang konvensional umumnya menyebut saja 90%. Mengetahui
angka yang tepat berdasarkan data yang resmi dan dapat
dipertanggungjawabkan tentu merupakan kebutuhan kita. Mengetahui
komposisi demografis etnis dan agama, mengetahui jumlahnya secara
pasti dan perubahan-perubahan komposisi penganut Islam
dibandingkan dengan penganut agama lainnya adalah penting untuk
akurasi dan kepastian karena bangsa kita adalah bangsa yang kuat
dengan identitas-identitas agama. Kepastian angka sering kita butuhkan
*)
Dari buku Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Islam Indonesia, Pustaka Setia, 2012,
hal. 127-137.
1
hubungannya dengan kepentingan-kepentingan studi bidang lain yang
berkaitan dengan jumlah penganut agama.
Tulisan pendek ini akan menggambarkan konfigurasi dan
komposisi demografis di Indonesia berdasarkan etnis dan agama yang
sepenuhnya mengacu pada buku Penduduk Indonesia: Etnis dan Agama
dalam Era Perubahan Politik terbitan LP3ES tahun 2003. Buku tersebut
merupakan terjemahan dari hasil studi para ekonom-demografi yaitu Dr.
Leo Suryadinata, Dr. Evi Nurvidya Arifin dan Dr. Anis Ananta yang
diterbitkan oleh ISEAS Singapure dengan judul Indonesia’s population:
ethnicity and religion in changing political landscape (ISEAS, 2000), berisi
gambaran komposisi dan perubahan etnis dan agama selama 30 tahun.
Data yang digunakannya adalah hasil-hasil sensus penduduk sejak tahun
1971 hingga sensus tahun 2000, yaitu sesnsus kelima sejak kemerdekaan.
Tulisan demografis tentang etnis dan agama ini penting sebagai
informasi karena beberapa alasan: pertama, data kependudukan hanya
berisi angka-angka sehingga tidak terlalu menarik dan sangat sedikit
tulisan yang mengulas masalah komposisi dengan menguraikan
pergeseran dan perubahan-perubahannya. Kedua, isu etnis dan agama
adalah diantara isu yang paling menarik dalam studi tentang Indonesia.
Ketiga, sebagai data mutakhir, angka-angka tahun 2000 boleh dibilang
agak kadaluwarsa apalagi sekarang sedang dilakukan Sensus Penduduk
keenam tahun 2010. Namun, dalam rentang waktu satu dasawarsa
diperkirakan tidak akan banyak terjadi perubahan atau perbedaan
komposisi penduduk yang signifikan apalagi tingkat fertilitas dewasa ini
semakin menurun sehingga data demografis tahun 2000 cukup
representatif untuk memahami gambaran komposisi etnis dan agama
Indonesia pada masa modern. Keempat, hasil sensus penduduk keenam
tahun 2010 belum tentu melahirkan buku yang sama. Dengan kata lain,
hanya berupa daftar`angka-angka yang tidak dianalisis dalam konteks
perubahan-perubahan komposisi etnis dan agama. Tahun 2000 mungkin
angka yang istimewa karena merupakan angka pergantian milenium
ketiga sehingga secara khusus melahirkan buku itu. Selain itu, sensus
penduduk tahun 2000 juga agak istimewa karena itu adalah sensus
pertama dalam iklim politik Indonesia yang demokratis dan terbuka.
Penduduk Indonesia
Indonesia adalah negara terbesar ke empat di dunia setelah China,
India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2000 adalah 205,8 juta jiwa, jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari
tahun 1930. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusar
Statistik (BPS) adalah 201,24 juta jiwa, tapi jumlah ini tanpa “nonrespon” yaitu kelompok penduduk yang tidak terjangkau sensus di
2
daerah-daerah yang sulit, sedang mengalami konflik dan bermasalah
saat sensus dilakukan seperti Aceh, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua
sehingga untuk mengatasinya dilakukanlah estimasi. Penduduk nonrespon ini berjumlah 2,28 juta jiwa atau 1,11% dari total penduduk
Indonesia. Leo Suryadinata dkk menghitung hasil sensus BPS plus
penduduk non-respon total berjumlah 205,8 juta jiwa. Tapi dalam
bukunya, itu ia menggunakan hasil perhitungan BPS 201,24 juta untuk
penjelasan-penjelasan komposisi yang mereka lakukan.
Berapa persen dari luas daratan Indonesia yang dihuni manusia?
Dari keseluruhan bumi Indonesia hanya 6,60% wilayah yang didiami,
berarti selebihnya 93, 40% adalah lautan, perkebunan dan hutan yang
tidak didiami manusia. Betapa luasnya bumi Indonesia yang tidak
berpenduduk. Dari 6,60% wilayah Indonesia yang dihuni itu, mayoritas
penduduk berada di Jawa dengan jumlah 60,12% dari total penduduk
pada tahun 2000. Sebelumnya, tahun 1971, jumlah itu lebih besar yakni
63,83%. Karena terjadi penurunan fertilitas dan penyebaran penduduk,
jumlah yang mendiami Jawa berkurang 3% lebih.
Propinsi manakah yang terbanyak penduduknya di Indonesia?
Jawa Barat menempati posisi paling banyak dengan jumlah 35,7 jiwa atau
17,36% pada tahun 2000, jika digabung dengan Banten maka menjadi
21,29%. Jawa Timur menempati posisi tertinggi kedua dengan jumlah
34,8 juta jiwa atau 16,89%, kemudian Jawa Tengah dengan 31,2 jiwa atau
15,17%. Di luar Jawa, yang terbanyak adalah Sumatra Utara dengan
jumlah 11,6 juta, di bagian timur ditempati Sulawesi Selatan dengan 8,1
juta jiwa.
Komposisi Etnis
Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan kaya raya dengan
ragam etnisnya yang luar biasa. Berapa jumlah etnis di Indonesia? Buku
itu menyebutkan Indonesia memiliki 1.000 lebih etnis dan subetnis
(anggapan umum selama ini hanya sekitar 300an). Dari 1.000 lebih itu
hanya 15 etnis yang memiliki penduduk lebih dari satu juta jiwa,
selebihnya adalah etnis-etnis kecil yang berserakan dalam untaian
zamrud khatulistiwa.
Dari mutiara ratusan etnis yang berserakan itu, yang terbesar
adalah Jawa dengan jumlah 83,86 juta jiwa atau 41,71% dari total etnis di
Indonesia. Kedua ditempati suku Sunda dengan 30,97 juta jiwa atau
15,41%. 13 besar lainnya secara berurutan adalah Melayu (6,94
juta/3,45%), Madura (6,77 juta/3,37%), Batak (6,07 juta/3,02%),
Minangkabau (5,47 juta/2,72%), Betawi (5,04 juta/2,51%), Bugis (5,01
juta/2,49%), Banten (4,11 juta/2,05%), Banjar (3,49 juta/1,74%), Bali (3,02
3
juta/1,51%), Sasak (2,61 juta/1,30%), Makasar (1,98 juta/0,90%), Cirebon
(1,89 juta/0,94%), dan Tionghoa/Huldanalo (1,73 juta/0,86%).
Dari data tersebut, saya menduga Anda cukup kaget karena
ternyata jauh berbeda kesan antara besarnya propinsi dengan kenyataan
warga etnisnya. Ternyata propinsi tidak berarti menggambarkan jumlah
warga etnisnya. Misalnya, etnis Betawi dan Cirebon yang kesannya
hanya sebuah kota jauh lebih banyak jumlahnya dari etnis Aceh, Toraja,
Minahasa, Sumbas dan Ambon yang semuanya jauh di bawah satu juta.
Anda juga mungkin kaget etnis Madura menempati posisi terbanyak
keempat di Indonesia, dan etnis Betawi dan Cirebon lebih banyak
daripada etnis Bali dan Makasar. Menurut Leo Suryadinata dkk, Sensus
Penduduk 2000 sudah akurat dan sangat demokratis dengan
berlandaskan pada identifikasi diri (self-identification) dalam
menghimpun data etnis ini. Misalnya, keturunan campuran Batak-Sunda
diberikan pilihan dia merasa lebih sebagai etnis mana. Bila tidak
menjawab, diidentikkan kepada suku Bapaknya yaitu Batak.
Komposisi tahun 2000 ini menunjukkan terjadinya pergeseranpergeseran jumlah dari data-data etnis yang dihimpun sensus penduduk
tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, sejak 1930 tahun pertama
diselenggarakan sensus penduduk di Indonesia, posisi tertinggi 1 sampai
3 tetap sama ditempati Jawa, Sunda dan Madura, tapi ke-4 adalah
Minangkabau (3,36%), ke-5 Bugis (2,59%), ke-6 Batak (2,04%), ke-7 Bali
(1,88%), ke-8 Betawi (1,66%), ke-9 Melayu (1,61%), ke-10 Banjar (1,52%),
ke-11 Aceh (1,41%), ke-12 Palembang (1,30%),
4
Leo dkk, hal.13
ke-13 Sasak (1,12%), ke-14
ke
Dayak (1,10%), ke-15 Makasar (1,09%), ke-16
Toraja (0,94%).
Dari seluruh jumlah etnis yang terdata oleh sensus 2000, tentu
saja sebuah kelompok etnis tidak berarti semuanya mendiami wilayah
atau propinsinya sendiri, banyak dari mereka yang berada atau
menyebar di propinsi dan wilayah etnis lain. Etnis manakah yang paling
banyak menyebar di luar wilayah etnisnya sendiri? Suku Jawa
menempati jumlah tertinggi berada dalam wilayah-wilayah
wilayah etnis lain. Di
Aceh, jumlah etnis Jawa adalah 274,9 ribu (15,87%)
%), menempati
komposisi kedua setelah
s
etnis tuan rumahnya yaitu Aceh yang
berjumlah 871,9 ribu (50,32%). Batak terdapat 39 ribu lebih (2,26%) dan
Sunda hanya sekitar 6.000 (0,34). Di Sumatera Utara, Jawa juga
menempati urutan kedua bahkan jumlahnya tidak jauh dengan etnis
tuan rumahnya, hanya berbeda satu juta orang. Bila Batak berjumlah
4,82 juta (41,95%), Jawa 3,75 juta (32,62%), sementara Sunda, Betawi,
Bugis dan Madura hanya dibawah 40.000 orang. Demikian juga di
wilayah Sumatera
tera lain seperti Ri
Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu
engkulu dan Bangka
Belitung, etnis Jawa rata
rata-rata menempati urutan kedua atau keti
ketiga. Yang
5
menarik adalah di Bengkulu, Lampung, Jakarta dan Kalimantan Timur,
etnis Jawa menempati urutan pertama tertinggi melebihi tuan
rumahnya. Di Bengkulu, jumlah orang Jawa 348,5 ribu (22,31%), disusul
Rejang 333,6 ribu (21,36%) dan Serawai 279,1 ribu (17,87%). Di Lampung,
etnis Jawa adalah mayoritas dengan jumlah jauh dari yang lain yaitu 4,11
juta atau 61.89%, sementara yang lain hanya di bawah 700 ribu orang. Di
Jakarta, orang Jawa (35,16%) lebih banyak dari etnis Betawi (27,65%) dan
Sunda (15,27%). Di Kaltim, Jawa terdapat 721,3 ribu (29,55%) di atas suku
Bugis, Banjar, Kutai dan Dayak. Di Sunda sangat menarik. Satu-satu
propinsi yang komposisi etnis tuan rumahnya jauh jumlahnya dengan
Jawa hanya di Sunda. Di Jawa Barat, Sunda 26,29 juta (73,73%)
sementara Jawa hanya 3,93 juta (11,04%), dan yang lainnya hanya
dibawah 2 juta. Hal yang sama terjadi pada etnis Sunda yang berada di
Jawa (Tengah dan Timur) komposisinya pun jauh sekali. Di Jawa
Tengah, orang Sunda berjumlah hanya 323,2 ribu (1,06%), sementara
etnis tuan rumahnya 30,28 juta (97,96%), juga di Jawa Timur, tuan
rumahnya 27,34 juta (78,68%) sementara Sunda di urutan ketujuh hanya
39.9 ribu (0,11%). Apakah ini menggambarkan sentimen etnis antara
Sunda dan Jawa cukup kuat, perlu dilakukan penelitian khusus.
Angka Pertumbuhan
Angka pertumbuhan penduduk Indonesia adalah informasi
menarik lain. Angka pertumbuhan penduduk Indonesia secara
keseluruhan pertahun dari 1930 hingga 2000 adalah 1,78%. Pada masingmasing kelompok etnis angka pertumbuhan berbeda-beda. Etnis
manakah yang angka pertumbuhannya paling tinggi dari semua etnis di
Indonesia selama 70 tahun? Melayu adalah yang paling tinggi dengan
angka pertumbuhannya 2,83%. Sementara Jawa, berbeda dengan jumlah
etnisnya, angka pertumbuhannya rendah yaitu berada di urutan ke-8. Ini
menunjukkan angka fertilitas di Jawa yang menurun. Setelah Melayu
tertinggi kedua adalah Betawi 2,34%, kemudian Batak 2,31%, Sunda
(termasuk Banten) 2,01%, Banjar 1,94%, Sunda (tanpa Banten) 1,83%,
Bugis 1,69%, Jawa 1,58%, Minangkabau 1,45%, Bali 1,43% dan Madura
0,65%. Sunda perlu diberi catatan khusus. Pada tahun 1930, tidak ada
data tentang angka pertumbuhan etnis Banten, demikian juga dalam
sensus 2000. Jika Banten dikategorikan sebagai etnis Sunda, maka angka
pertumbuhan etnis Sunda menjadi 17,46%. Angka ini besar dari jumlah
pertumbuhan semua etnis di Indonesia yaitu 15,41%.
Komposisi Agama
Komposisi berdasarkan agama resmi yang diakui pemerintah
memperlihatkan konfigurasi yang menarik dari penduduk Indonesia.
6
Leo Suryadinata dkk membandingkan Sensus Penduduk tahun 2000
dengan sensus tahun 1971. Tidak dengan yang lebih awal yaitu tahun 1961
karena data-data agama dari Sensus Penduduk tahun 1961 tidak
dipublikasikan oleh pemerintah karena dirasakan sensitif.
Pengakuan agama-agama yang hidup di Indonesia dikukuhkan
oleh Surat Keputusan Presiden Soekarno tahun 1965. Dalam keppres itu,
enam agama diakui secara resmi: Islam, Protestan, Katolik, Hindu,
Budha dan Konghucu. Pada tahun 1979, sidang kabinet masa Orde Baru
tidak mengakui agama Kong Hu Cu sehingga agama tersebut terakhir
tercantum dalam sensus tahun 1971 dan sudah tidak ada pada sensussensus selanjutnya. Mengingat jumlahnya yang kecil yaitu kurang dari
2,5% dari total penduduk Indonesia, komposisi Hindu, Budha dan Kong
Hu Cu tidak akan dibahas dalam tulisan ini.
Penduduk Islam
Angka pasti jumlah pemeluk agama di Indonesia didapatkan sejak
sensus 1971. Pada tahun itu, pemeluk agama Islam sebagai mayoritas
berjumlah 103,57 juta atau 87,51% dari total 118,36 juta penduduk
Indonesia. Angka ini membuat Indonesia adalah negara dengan jumlah
pemeluk Islam terbanyak di dunia. Tahun 2000 presentasenya
meningkat menjadi 88,22% atau 177,52 juta dari total penduduk 201,24
juta. Kenaikannya mencapai 73,95 juta jiwa dengan angka
pertumbuhannya pertahun 1,86%. Kristen (Protestan dan Katolik)
berjumlah 8,74 juta atau 7,39% tahun 1971 dan juga naik menjadi 17,95
juta atau 8,92% pada tahun 2000. Hindu berjumlah 2,29 juta (1,94%)
pada 1971 dan menjadi 3,65 juta (1,81%) pada tahun 2000. Budha 1,09 juta
(0,92%) pada tahun 1971, menjadi 1,69 (0,84%) pada tahun 2000.
Penganut Hindu dan Budha mengalami kenaikan dari jumlahnya tapi
mengalami penurunan dari prosentasi penduduk Indonesia.
Bagaimana komposisi penganut Islam di daerah-daerah?
Komposisi penduduk Islam berdasarkan propinsi mengalami perubahan
selama 30 tahun (1971-2000). Pada tahun 1971, jumlah terbesar berada di
Jawa Timur yaitu 24,72 juta dari total 103,57 juta, dan Jawa Barat kedua
dengan jumlah 21,13 juta jiwa. Tetapi tahun 2000, Jawa Barat (tanpa
Banten) naik ke urutan pertama terbanyak dengan jumlah 42,63 juta
jiwa, sementara Jawa Timur kedua dengan jumlah 33,74 juta. Menurut
Leo dkk, ini mungkin menunjukkan rendahnya tingkat fertilitas di Jawa
Timur dibandingkan di Jawa Barat. Terbanyak ketiga ditempati Jawa
Tengah dengan jumlah 29,94 juta. Penduduk Islam di tiga propinsi di
Jawa ini (Barat, Tengah, Timur) bila disatukan jumlahnya menjadi
55,53%. Jumlah ini adalah setengahnya lebih dari seluruh penduduk
Islam di Indonesia. Lain kata, setengah lebih dari total penduduk Islam
7
di Indonesia berada di Jawa. Bila ditambah lagi dengan Yogyakarta,
Banten dan DKI Jakarta maka jumlahnya menjadi 65,53% pada tahun
2000. Tapi, angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 1971
yaitu 70,59%. Dari kenyataan jumlah ini bisa dikatakan, secara
kependudukan dan agama, konsentrasi Indonesia berada di Jawa.
Penduduk Islam yang paling sedikit berada di Papua. Tahun 1971 hanya
33 ribu lebih tapi tahun 2000 meningkat
meningk menjadi
di 410 ribu lebih
lebih.
Leo dkk, hal. 103
Bagaimana dengan pertumbuhan penduduk Muslim? Daerah
mana yang paling cepat dan paling lambat pertumbuhannya?
tumbuhannya? Beberapa
propinsi menunjukkan datanya yang bervariasi. Dilihat dari
pertumbuhannya, sangat unik, yang paling cepat adalah di masyarakat
yang paling sedikit penduduk Muslimnya yaitu Papua. Angka
pertumbuhannya paling tinggi yaitu 8,68% pertahun. Kedua ditempati
Kalimantan Timur (4,91% pertahun), ketiga di Kalimantan Tengah
(4,30% pertahun). Yang termasuk tinggi yaitu antara 3,00 sampai 4,00%
pertahun berada di tujuh propinsi: Riau, Bengkulu, Lampung, Bali,
Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
8
Pertumbuhan paling lambat adalah di Yogyakarta (0,72% pertahun),
sementara yang negatif adalah di Aceh (– 0,49). Leo dkk memberikan
catatat, “penduduk Nanggroe Aceh Darussalam yang tercacah tahun
2000 hanya kurang dari setengah jumlah penduduk sebenarnya. Jika
penduduk yang tidak tercatat mepunyai komposisi yang sama dengan
yang dilaporkan, maka angka pertumbuhan penduduk Islam di
Nanggroe Aceh Darussalam tidak akan negatif; angkanya akan menjadi
positif 2,32%” (hal. 105).
Bagaimana dengan konsentrasi? Dimana propinsi yang
konsentrasi penduduk Muslimnya paling tinggi? Ada 15 propinsi pada
tahun 2000 yang tngkat konsentrasi penduduk Muslimnya di atas 90%:
Jawa Barat, Jawa Tengahm Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Sumatra Selatan,
Bengkulu, Sumatra Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Gorontalo. Dari kelima belas propinsi ini, mana paling
tinggi? Menarik sekali, yang paling tinggi konsentrasi penduduk
Islamnya bukan di “pusat Islam” yaitu Jawa atau Sumatra melainkan di
Gorontalo, yang jumlah Muslimnya pada tahun 2000 hanya 814.836
orang.
Penduduk Kristen
Sementara itu, penduduk Kristen terbesar berada di Sumatra
Utara yaitu 3,61 juta jiwa pada tahun 2000 atau 20,12% dari total
penduduk Kristen se- Indonesia. Jumlah ini naik dari tahun 1971 (2,15
juta) tapi secara prosentase menurun (24,55% pada 1971). Jumlah
terbesar kedua berada di Nusa Tenggara Timur yaitu 3,34 juta orang
pada tahun 2000. Ketiga berada di Sulawesi Utara (termasuk Gorontalo)
yaitu 1,38 juta. Penambahan penduduk Kristen yang drastis terjadi di
Papua, dari hanya 0,12 juta pada 1971 menjadi 1,28 juta pada 2000 atau
selama 30 tahun. Jadi, sangat menarik, Papua merupakan propinsi yang
tercepat tingkat pertumbuhannya bagi dua agama: Islam dan Kristen.
Islam 8,68% sementara Kristen 8,27% pertahun. Pertumbuhan Kristen
tercepat kedua adalah Jambi (7,86% pertahun) dan ketiga adalah Riau
(7,67% pertahun). Propinsi lain yang termasuk tinggi angka
pertumbuhan Kristennya selama 30 tahun adalah Sumatra Barat (5,87%),
Jawa Barat (4,50%), Kalimantan Barat (4,33%), Sulawesi Tenggara
(4,01%), Bengkulu (3,88) dan Bali (3,78%). Konsentrasi
tertinggi
penduduk Kristen tahun 2000 berada di Nusa Tenggara Timur (87,67%),
kemudian Papua (75,51%) dan Sulawesi Utara (69,27%). Sedangkan yang
terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu 0,41%.
Penutup
9
Demikianlah gambaran komposisi penduduk Indonesia
berdasarkan etnis dan agama (terutama Islam dan Kristen) yang
diangkat dari Sensus Penduduk tahun 2000 dengan perbandingan
kepada beberapa sensus sebelumnya untuk mengetahui perubahan,
pergeseran dan perkembangannya. Dari informasi yang diuaraikan di
atas, kita bisa menarik gambaran bagaimana komposisi etnis dan agama
yang sangat bervariasi di Indonesia sebagai khazanah kekayaan
multikultur, etnis dan agama di Indonesia. Semoga bermanfaat.[]
Penulis Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung
10