LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK
Disusun Oleh :
Lailul Muna [20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH KENDAL
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pembimbing :
Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep
Disusun Oleh :
Lailul Muna [20161257]
PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH KENDAL
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah I oleh ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya:
Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal
Ibu Sri Hesthi Sonyo R, S.Kep, Ns, M.Kep, dosen pembimbing
Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.
Kendal, September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Sindrom Nefrotik
Etiologi
Anatomi Fisiologi Ginjal
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Pathways
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Konsep Asuhan Keperawatan
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
Tujuan Khusus
Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, anatomi fisiologi ginjal, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan evaluasi keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Sindrom Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam darah (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001)
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :
Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma) : Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia sekolah.
Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis.
Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan nefrotik sindrom perubahan minimal
Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis
Anatomi Fisiologi Ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal
(Sumber: Astuti, 2013)
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output (Astuti, 2013).
Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 : 217).
Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001), manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.
(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)
(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id) (Sumber: pakarobatherbal.com)
Pathways
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)
Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah, dimana :
Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
Anestesi (lokal).
Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
Setelah biopsi.
Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
Anjurkan untuk minum banyak
Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab urin lengkap.
Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan. Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one day care ).
Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
(Sumber: Siburian, 2013)
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin), jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).
Diet bagi klien sindrom nefrotik
Tujuan Diet
Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
Mengontrol hipertensi.
Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)
Syarat Diet
Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu 35 kkal/kg BB per hari.
Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida darah.
Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
(Almatsier, 2007)
Diet yang Dianjurkan dan Dihindari
Jenis Bahan Makanan
Dianjurkan
Dibatasi
Sumber karbohidrat
Nasi, bubur, bihun, roti, gandum, makaroni, pasta, jagung, kentang, ubi, talas, singkong, havermout
Roti, biskuit dan kue-kue yang dibuat menggunakan garam dapur dan soda.
Sumber protein hewani
Telur, susu skim/susu rendah lemak, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan
Hati, ginjal, jantung, limpa, otak, ham, sosis, babat, usus, paru, sarden, kaldu daging, bebek, burung, angsa, remis, seafood dan aneka. Protein hewani yang diawetkan menggunakan garam seperti sarden, kornet, ikan asin dan sebagainya
Sumber protein nabati
Kacang-kacangan dan aneka olahannya
Kacang-kacangan yang diasinkan aatu diawetkan
Sayuran
Semua jenis sayuran segar
Sayuran yang diasinkan atau diawetkan
Buah-buahan
Semua macam buah-buahan segar
Buah-buahan yang diasinkan atau diawetkan
Minum
Semua macam minuman yang tidak beralkohol
Teh kental atau kopi. Minuman yang mengandung soda dan alkohol: soft drink, arak, ciu, bir
Lainnya
Semua macam bumbu secukupnya
Makanan yang berlemak, penggunaan santan kental, bumbu: garam, baking powder, soda kue, MSG, kecap, terasi, ketchup, sambal botol, petis, tauco, bumbu instan, dan sebagainya
Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik
Pengkajian
Identitas Klien
Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
Agama
Suku/bangsa
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya acites)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
Pola eliminasi: Diare, oliguria.
Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
Pola istirahat tidur: Susah tidur
Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
Pemeriksaan sistem tubuh
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume.
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
(Astuti, 2014; Munandar, 2014)
Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Batasan Karakteristik :
Edema
Ansietas
Anasarka
Gangguan pola nafas
Oliguria
Penambahan berat badan dalam waktu singkat
Perubahan berat jenis urine
(NANDA, 2015)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan (anoreksia)
Batasan Karakteristik :
Cepat kenyang setelah makan
Gangguan sensasi rasa
Kurang minat pada makanan
(NANDA, 2015)
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)
Batasan Karakteristik :
Berfokus pada penampilan masa lalu
Menghindari melihat tubuh
Menghindari menyentuh tubuh
Menyembunyikan bagian tubuh
Takut reaksi orang lain
(NANDA, 2015)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan jumlah berlebihan (efusi pleura)
Batasan Karakteristik :
Suara nafas tambahan
Perubahan frekuensi dan irama napas
Sianosis
Dipsneu
Gelisah
(NANDA, 2015)
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan tubuh terlalu dalam akibat edema
Batasan Karakteristik :
Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu)
Waktu pengisian kapiler > 3 detik
Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
Edema
Paresresia
(NANDA, 2015)
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
Perubahan kedalaman pernapasan
Penurunan tekanan ekspirasi
Bradipnea
Dipsnea
Penurunan ventilasi semeniit
(NANDA, 2015)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Batasan Karakteristik :
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
Dipsnea setelah beraktivitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah
(NANDA, 2015)
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
Batasan Karakteristik :
Bradikardia
Palpitasi jantung
Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia)
Takikardia
(NANDA, 2015)
Intervensi
No. Dx.
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan kelebihan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Terjadi penurunan edema dan ascites
Tidak terjadi peningkatan berat badan
Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output
Kaji lokasi dan luasnya edema
Berikan cairan dengan tepat
Berikan diuretik yang diresepkan oleh dokter
(NIC, 2013)
Estimasi penurunan edema tubuh
valuasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
menentukan intervensi lebih lanjut
mencegah edema bertambah parah
Diberikan dini pada fase oliguria untuk mengubah ke fase nonoliguria, dan meningkatkan volume urine adekuat
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
Nafsu makan klien meningkat
Tidak terjadi hipoproteinemia
porsi makan yang dihidangkan dihabiskan
Monitor kalori dan asupan makanan
Lakukan atau bantu pasien terkait perawatan mulut sebelum makan
Pastikan makanan disajikan secara menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur diet yang diperlukan
(NIC, 2013)
Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan selera dan nafsu makan
Pasien dapat kooperatif dan melakukan apa yang dianjurkan
Diet yang tepat dapat meningkatkan status nutrisi pasien
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan gangguan citra tubuh dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
Citra tubuh positif
Mendeskripisikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
Mempertahankan interaksi sosial
Monitor apakah anak bisa melihat bagian tubuh mana yang berubah
Identifikasi strategi-strategi penggunaan koping oleh orangtua dalam berespon terhadap perubahan penampilan anak
Bangun hubungan saling percaya dengan anak
Gunakan gambaran mengenai gambaran diri
Ajarkan untuk melihat pentingnya respon mereka terhadap perubahan tubuh anak dan penyesuaian di masa depan, dengan cara yang tepat.
(NIC, 2013)
Mengidentifikasi respon anak terhadap perubahan tubuhnya
Respon orangtua menentukan bagaimana persepsi anak terhadap tubuhnya
Memudahkan komunikasi personal dengan anak
Mekanisme evaluasi dari persepsi citra diri anak
Membantu meningkatkan citra tubuh anak
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas dapat efektif, dengan kriteria hasil :
Klien mampu bernafas dengan mudah
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
Monitor respirasi dan status O2
Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara nafas tambahan
Atur intake untuk cairan
Posisikan pasien semifowler
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(NIC, 2013)
Data dasar dalam menentukan intervensi lebih lanjut
Suara nafas tambahan mengidentifikasikan ada sumbatan dalam jalan nafas
Mencegah edema bertambah parah
Memaksimalkan ventilasi
Membantu mengeluarkan sekret
5.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan perifer efektif, dengan kriteria hasil :
Waktu pengisian kapiler < 3 detik
Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
Tingkat kesadaran membaik
Monitor denyut dan irama jantung
Ukur intake dan outtake cairan
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Lakukan perawatan kulit, seperti pemberian lotion
Hindari terjadinya palsava manuver seperti mengedan, menahan napas, dan batuk
(NIC, 2013)
Mengetahui kelainan jantung
Mengetahui kelebihan atau kekurangan
Meningkatkan perfusi
Menghindari gangguan integritas kulit
Mempertahankan pasukan oksigen
6.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan pola nafas dapat efektif, dengan kriteria hasil :
Pasien dapat mendemonstrasikan pola pernapasan yang efektif
Pasien merasa lebih nyaman dalam bernafas
Monitor jumlah pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, batuk, bunyi paru, tanda vital, warna kulit, AGD
Berikan oksigen sesuai program
Atur posisi pasien fowler
Alat-alat emergensi disiapkan dalam keadaan baik
(NIC, 2013)
Mengetahui status pernapasan
Mempertahankan oksigen arteri
Meningkatkan pengembangan paru
Kemungkinan terjadi kesulitan bernapas akut
7.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan intoleran aktivitas dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
Kelemahan yang berkurang
Mempertahankan kemampuan aktivitas semaksimal mungkin
Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
(NIC, 2013)
Merencanakan intervensi dengan tepat
Megkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas
Membantu mengembalikan energi
Metabolisme membutuhkan energi
8.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan curah jantung mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil :
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan dibuktikan oleh efektifitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan, dan status TTV
Tidak ada edema paru, perifer, dan asites
Kaji suara nafas dan suara jantung
Ukur CVP pasien
Monitor aktivitas pasien
Monitor saturasi oksigen
Kolaborasi pemberian laksatif
(NIC, 2013)
Data dasar dalam menentukan intervensi lebih lanjut
Mengetahui kelebihan atau kekurangan cairan tubuh
Mengurangi kebutuhan oksigen
Mengetahui manifestasi penurunan curah jantung
Mengejan dapat memperparah penurunan curah jantung
Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan sebagai berikut :
Kelebihan volume cairan teratasi
Meningkatnya asupan nutrisi
Meningkatnya citra tubuh
Bersihan jalan nafas efektif
Perfusi jaringan perifer efektif
Pola nafas efektif
Aktivitas dapat ditoleransi
Curah jantung mengalami peningkatan
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan darah.
Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction
Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.
http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK
KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)
Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)