[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH PANCASILA Sila kelima.docx

MAKALAH PANCASILA “SILA KELIMA – KEADILAN SOSIALBAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA” Disusun Oleh Kelompol 5A: Rahmad Fajar Jamal (D32116509) Amar Ma’ruf (D32116015) Muh. Afrizal Tandi (D32116309) PRODI TEKNIK KELAUTAN JURUSAN PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK UNVERSITAS HASANUDDIN GOWA Kata Pengantar Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga dengan semangat yang ada penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya. Penulis mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT.yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan lancar. Penulis menyadari karya tulis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat menambah ilmu kita khususnya dalam hal menulis karya tulis ilmiah. Gowa, 02-05-2017 Kelompok 5A DAFTAR ISI SAMPUL 1 Kata Pengantar 2 DAFTAR ISI 3 BAB 1 PENDAHULUAN 4 1.1 LATAR BELAKANG 4 1.2 RUMUSAN MASALAH 4 1.3 TUJUAN 5 BAB 2 PEMBAHASAN 6 2.1 Keadilan 6 2.2 Keadilan Sosial 6 2.3 Nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” 7 2.4 Realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” 10 2.5 Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” 12 2.6 Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” 13 BAB 3 PENUTUP 14 3.1 Kesimpulan 14 3.2 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Pancasila sebagai filsafat hidup, dan juga sebagai ideologi dan moral bangsa yang harus dikembangkan sesuai kodrat manusia. Perbuatan yang menyimpang dari Pancasila berarti juga menyimpang dari kehidupan tatanan Bangsa Indonesia yang luhur. Pada kenyataanya penerapan Pancasila debagai Ideologi Bangsa Indonesia masih jauh dari harapan Pancasila itu sendiri. Masih banyak masyarakat yang belum memahami betul makna yang terkandung dari Sila pertama sampai ke lima. Banyak masyarakat hanya memahami bacaan dari sila-sila Pancasila namun belum memahami butir-butirnya sehingga banyak penyelewengan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan yang masih banyak penyelewengan adalah timpang tindihnya keadilan di bangsa ini, antara Pemerintah dengan rakyatnya. Dan potret kehidupan bangsa ini yang kaya akan semakin berkuasa dan yang miskin akan semakin sengsara. 1.2 RUMUSAN MASALAH Apa nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ? Bagaimana realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”? Apa dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Bagaimana Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” 1.3 TUJUAN Untuk mengetahui nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Untuk mengetahui realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Untuk mengetahui dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Untuk mengetahui Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Keadilan Menurut Noor Ms Bakry Istilah keadilan berasal dari pokok kata adil, yang berarti memperlakukan dan memberikan sebagai rasa wajib sesuatu hal yang telah menjadi haknya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhadap Tuhan. Adil dalam sila Keadilan sosial ini adalah khusus dalam artian adil terhadap sesama yang dijiwai oleh adil terhadap diri sendiri serta adil terhadap Tuhan. Keadilan dalam sila kelima ini diartikan sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat adil untuk mengakui hak sesama. Keadilan adalah suatu keadaan dimana seseorang menerima perlakuan yang sesuai dengan Haknya dan sesuai dengan Harkat dan martabatnya sehingga tampak sama derajadnya dimata orang lain. Keadilan dilindungi Undang-Undang untuk kebaikan bersama. Tidak pilih kasih dan pandangan siapapun, setiap orang diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya. Dalam Pancasila sila ke-5 berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang artinya seluruh warga Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang merata. 2.2 Keadilan Sosial Keadilan social adalah keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Hal ini berarti keadilan itu tidak hanya berlaku bagi orang kaya saja, tetap diberlaku pula bagi orang miskin, bukan hanya untuk para pejabat, tetapi untuk rakyat biasa pula, dengan kata lain seluruh rakyat Indonesia baik yang berada di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun bagi Warga Negara Indonesia yang berada di negara lain Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung sebelasmakna, yaitu: Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana  kekeluargaan dan gotong-royong. Bersikap adil. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak-hak orang lain. Suka memberipertolongan kepada orang lain. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. Tidak bergaya hidup mewah. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. Suka bekerja keras. Menghargai hasil karya orang lain. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkead  2.3 Nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Menurut Darmodihardjo (1979), ‘Keadilan Sosial’ berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual, sedangkan ‘seluruh rakyat Indonesia’ berarti setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam di wilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi, ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ berarti bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapat perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sila Keadilan Sosial ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya dan merupakan tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Darmodihardjo 1979). Ada tiga prinsip keadilan sosial yang dikemukakan oleh Suryawasita (1989), yaitu keadilan atas dasar hak, keadilan atas dasar jasa, dan keadilan atas dasar kebutuhan. Keadilan atas dasar hak adalah keadilan yang diperhitungkan berdasarkan hak untuk diterima oleh seseorang. Keadilan atas dasar jasa adalah keadilan yang diperhitungkan berdasarkan seberapa besar jasa yang telah seseorang berikan. Sedangkan keadilan atas dasar kebutuhan adalah keadilan yang diperhitungkan berdasarkan yang seseorang butuhkan. Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan. Dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai- nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dalam sila ke – 5 tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain , manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya 1) Keadilan Distributif Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak sama. Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban. 2) Keadilan Legal (Keadilan Bertaat) Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya. Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut keadilan legal. 3) Keadilan Komulatif Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara timbal balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asan pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh warganya dan wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara negara sesama bangsa di dunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup bersama (keadilan bersama). 2.4 Realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Jika berbicara mengenai keadilan sosial, dimensi yang menonjol adalah dimensi structural atau “kesenjangan antara kelompok yang memperoleh banyak dan ada yang sedikit.” Berkaitan dengan hal ini, upaya pencapaian keadilan sering kali dikaitkan dengan pengurangan kesenjangan (Sujatmiko, 2006). Jika demikian, realitas di Indonesia yang menunjukkan lebarnya jurang kesenjangan sosial yang mengantarai kaum elite dan kaum yang termarjinalkan telah mengindikasikan adanya masalah ketidakadilan sosial di Indonesia. Salah satu contoh konkret adalah kasus ketidakadilan yang terjadi di bumi Papua. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan LIPI pada 2008, wacana pembangunan dalam perspektif rakyat Papua dimaknai sebagai upaya negara dalam melakukan marjinalisasi rakyat Papua dan mengenalkan sistem kapitalisme yang bermuara pada eksploitasi sumber alam di Tanah Papua. Selain itu, mereka yang relatif lebih diuntungkan dari pembangunan di Tanah Papua adalah warga pendatang (Widjojo, dkk., 2009). Ketidakadilan sosial yang dirasakan oleh para penduduk asli Papua ini secara jelas dinyatakan oleh mantan Ketua DPRD Papua (1974-1977) dan Wakil Gubernur (1977-1982) Ellyas Paprindey. Menurutnya, perasaan tidak puas, ketidakadilan bagi rakyat Papua dalam pembangunan—khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan—mengakibatkan munculnya tuntutan kemerdekaan oleh masyarakat Papua (Maniagasi, 2001). Hal ini juga didukung oleh hasil studi dan penelitian yang dilakukan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia (YAPPIKA) yang menyatakan bahwa para penduduk Papua merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah dan aparat keamanan yang dianggap lebih berpihak kepada kaum pemilik modal yang merupakan masyarakat pendatang dibandingkan dengan penduduk asli Papua. Alat-alat produksi juga dikuasai kaum pendatang, sehingga penduduk lokal sangat tergantung kepada mereka. Selain itu, masyarakat lokal juga sulit mencapai akses ke pasar, sehingga membatasi pengembangan produk pertanian dan pengolahan hasil bumi lainnya (Raweyai, 2002). Daftar panjang ketidakadilan yang diterima rakyat Papua itu ditambah lagi dengan penanganan konflik di Papua yang cenderung diabaikan atau hanya diselesaikan secara sepihak, sehingga tidak hanya menimbulkan kebingungan, kecurigaan serta apatisme di kalangan masyarakat Papua (Widjojo, dkk., 2009). Realitas ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di Papua juga ternyata mendapat menimbulkan konflik kekerasan dan mendorong munculnya kelompok identitas lokal, baik dalam bentuk kelas atau kelompok bersenjata maupun kelompok ideologi (Widjojo, dkk., 2009). Salah satu contoh kelompok identitas lokal tersebut adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering kali bersikap antipemerintah dan menyuarakan keinginan sebagian masyarakat Papua untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika keadaan ketidakadilan ini terus berlanjut, dapat diprediksi dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan kehilangan Papua— sebagaimana telah terjadi dengan Timor Leste—sebagai salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui kasus di Tanah Papua ini dapat dikatakan bahwa masalah ketidakadilan sosial kini telah menjadi salah satu masalah utama bangsa Indonesia yang dapat mengancam kebersamaan dan keintegrasian bangsa. Masalah yang berakar pada adanya ketimpangan sosial akibat pengimplementasian keadilan sosial yang tidak sempurna ini akan menimbulkan kecemburuan bagi kaum yang merasa tertindas dan berdampak pada hilangnya perasaan senasib dan tekad bersama untuk bersatu sebagai satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Jika kelompok-kelompok identitas yang menunjukkan adanya gerakan separatis mulai muncul, integrasi bangsa, yang lebih merupakan suatu ikatan moril, akan terancam keberadaannya. Ancaman terhadap integrasi bangsa seperti ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut. Berangkat dari Suryawasita (1989), bahwa fokus utama dari asas keadilan sosial adalah perhatian pada nasib anggota masyarakat yang terbelakang, maka terhadap anggota masyarakat yang terbelakang inilah fokus perhatian perlu lebih diberikan, sehingga mereka juga tetap dapat merasakan keadilan social sebagai bagian dari bangsa Indonesia (Suryawasita, 1989). Keadilan dan persatuan di Indonesia haruslah mengacu pada sikap peduli yang berimbang, bukan hanya terfokus pada salah satu bagian Pancasila, Keadilan Sosial atau wilayah saja. Redistribusi sumber daya kesejahteraan yang merata oleh negara sebagai agensi publik perlu diperhatikan dan diimplementasikan dengan lebih sempurna (Bagir, dkk., 2011). Pemberdayaan segala sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia secara maksimal, termasuk di dalamnya sumber daya manusia, juga menjadi salah satu solusi konkret bagi permasalahan ketidakadilan sosial yang berujung pada disintegrasi bangsa. Pemberdayaan atau pengembangan sumber daya manusia yang dimaksud dapat berupa pelatihan atau pendidikan, seperti yang telah dilakukan oleh Prof. Yohanes Surya yang bersedia memberi diri untuk mendidik sejumlah siswa Papua berprestasi. Apabila seluruh elemen masyarakat, termasuk masyarakat yang paling terbelakang, diikutsertakan dalam pembangunan dan dapat memberikan sumbangsih yang nyata, rasa kesatuan bangsa akan dapat lebih kental terlihat dalam setiap individu bangsa. 2.5 Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Dampak Positif : Perlakuan yang adil dalam berbagai kehidupan atau tidak diskriminasi Menghilangkan politik dinasti (kekuasaan turun menurun; dari orang tua ke anaknya) Kamakmuran masyarakat yang berkeadilan, meratakan keadilan tanpa memandang status dan kepentingan Keseimbangan yang adil dalam antara kehidpan pribadi dan masyarakat Keseimbangan yang adil antara kebutuhan jasmani dan rohani, materi dan spiritual Dampak Negatif : Membedakan fasilitas umum antara pejabat dan rakyat biasa. Keadilan hanya untuk golongan tertentu, dalam artian menindak suatu permasalahan selalu tebang pilih dan menguntungkan pihak yang seharusnya salah Membeda-bedakan perhatian antar suku 2.6 Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. 2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. 3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 4. Menghormati hak orang lain. 5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. 6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. 7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. 8. Suka bekerja keras. 9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. 10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan a. Dari hasil pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa ketimpang tindihan keadilan di negri ini masih banyak terjadi. b. Pemerintah seakan mengabaikan peraturan yang telah diatrunya sendiri, kini perlahan UU dan Pancasila mulai diabaikan dan lebih mementingkan kepentingan partai ataupun koalisi partai. c. Melimpahnya sumber daya manusia dan alam tidak menjamin negri ini untuk memakmurkan semua rakyatnya, yang mendapatkan hasilnya hanya segelintir rakyat yang berkuasa saja. 3.2 Saran Seharusnya Pemerintah melaksanakan apa yang menjadi tujuan utama dari sila ke-5. Seperti pada bidang hukum, ekonomi, pendidikan, dll. Bukan saja Pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk terwujudnya tujuan dari sila ke-5, namun juga peran masyarakat dan lingkungan serta para pendidik untuk ikut menanamkan rasa keadilan kepada setiap orang tanpa membedakan ras, agama, latar belakang, warna kulit, dll. Sehingga para calon penerus bangsa Indonesia memiliki jiwa sesuai dengan isi dari sila ke-5, yang akhirnya tercipta rasa persatuan sebagai rakyat Indonesia yang kekeluargaan, kegotongroyongan dan penuh keadilan. DAFTAR PUSTAKA Darmodiharjo, Darji, Prof.S.H., dkk. 1978. Santiaji Pancasila. Surabaya. Usaha Nasional. http://aristasundari.blogspot.co.id/2016/12/makalah-pancasila-sila-keadilan-sosial.html http://hanifanrazikah.blogspot.co.id/2016/05/pancasila-solusi-dari-10-permasalahan.html https://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/21/pancasila-menjadi-solusi-dalam-permasalahan-bangsa-dan-negara/ http://miftadwi53.blogspot.co.id/2013/10/sila-ke-lima-keadilan-sosial-bagi.html Ms Bakry,Noor(1997), Orientasi Filsafat Pancasila ,Liberty ,Yogyakarta. Raweyai, Y. T. H. (2002). Mengapa Papua Ingin Merdeka. Jayapura: Presidium Dewan Papua. Sujatmiko, I. G. (2006). Keadilan Sosial dalam Masyarakat Indonesia. Dalam Irfan Nasution dan Ronny Agustinus (Eds.), Restorasi Pancasila. Bogor: Brighten Press. Suryawasita, A. (1989). Asas Keadilan Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Widjojo, M. S., Elisabeth, A., Al Rahab, A., Pamungkas, C., & Dewi R. (2009). Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI. 15 16