[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
PERILAKU ORGANISASI M.1. ORGANISASI DAN PERILAKU ORGANISASI KB.1. Manusia, Organisasi, dan manajemen KB 1 menjelaskan pengertian dan karakteristik organisasi. Hal lain yang menjadi focus perhatian KB 1 adalah dimensi-dimensi organisasi dan arti penting organisasi bagi manusia. Disamping itu, KB 1 juga menjelaskan peranan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer dalam menjalankan kegiatan organisasi agar organisasi tersebut mencapai tujuan-tujuannya. Secara umum, apa yang telah diuraikan di depan dapat dirangkum dalam ringkasan sebagai berikut. Organisasi adalah unit sosial atau entitas sosial yang didirikan oleh manusia untuk jangka waktu yang relative lama, beranggotakan sekelompok manusia – minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu dan mempunyai identitas diri yang membedakan satu entitas dengan entitas lainnya. Berangkat dari pengertian tersebut, organisasi mempunyai 5 komponen utama, yaitu: Organisasi adalah sebuah entitas sosial; Organisasi beranggotakan dua orang atau lebih; Organisasi mempunyai kegiatan yang terstruktur dan tersistem; Organisasi mempunyai tujuan; Organisasi mempunyai batas-batas yang bisa teridentifikasi. Secara umum, karakteristik organisasi bisa dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi structural dan kontekstual. Terlepas dari dimensi-dimensi organisasi, organisasi itu sendiri bisa dipahami melalui sebuah metafora, yakni metafora gunung es yang membedakan organisasi dari aspek formal dan informal. Organisasi didirikan bukan tanpa tujuan. Tujuan terpenting dari didirikannya organisasi adalah agar secara resources (sumber daya langka) bisa diubah menjadi produk/jasa yang bernilai tambah sehingga kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara optimal. Proses penciptaan nilai tambah ditempuh melalui tiga tahap yakni Masukan (input) Proses transformasi, dan Keluaran (output). Pada umumnya, tujuan sebuah organisasi dinyatakan di dalam “pernyataan misi organisasi”. Tujuan seperti ini biasanya disebut sebagai tujuan official dan ditetapkan oleh stockholders. Tujuan operasional adalah tujuan yang ditetapkan oleh manajer puncak sebagai bentuk operasionalisasi dari tujuan official. Agar organisasi bisa berjalan seperti yang dikehendaki, diperlukan seorang atau beberapa orang manajer yang memiliki peran interpersonal, informasional, dan peran decisional (pengambilan keputusan). Sesuai dengan kedudukannya dalam hierarki organisasi, keterampilan yang dimiliki oleh seorang manajer bervariasi. Manajer yang menduduki posisi tertinggi dituntut untuk memiliki keterampilan konseptual, sedangkan manajer dibawahnya dituntut memiliki keterampilan teknis lebih baik. Sementara itu, dimanapun kedudukan seorang manajer, keterampilan hubungan antarmanusia tampaknya tidak bisa dihindarkan. KB.2. Ruang Lingkup Studi Perilaku Organisasi Secara umum, kb 2 menjelaskan ruang lingkup studi perilaku organisasi. Hal-hal penting yang menjadi focus perhatian kb 2 adalah sebagai berikut. Pengertian perilaku organiasi dan alasan mengapa perilaku organisasi perlu dipelajari. Perilaku organisasi adalah bidang studi terapan yang mengkaji hubungan antarmanusia di dalam organisasi baik manusia sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok, dan hubungan antara manusia dengan organisasi yang semua itu diharapkan menjadikan organisasi semakin efektif dan kepuasan kerja karyawan meningkat. Untuk itu, diharapkan perilaku organisasi bisa mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi, dan mengendalikan perilaku manusia di dalam organisasi. Level analisis dalam studi perilaku organisasi. Dalam studi perilaku setiap kejadian dapat dianalisis melalui tiga unit analisis berbeda. Demikian juga setiap perilaku yang kita amati dan masalah yang kita hadapi sangat bergantung pada ketiga unit analisis tersebut. Unit analisis yang dimaksud adalah unit analisis individual, kelompok dan organisasi. Di samping ketiga unit analisis ini lingkungan eksternal juga menjadi factor yang tidak bisa diabaikan. Perilaku organisasi adalah bidang studi multidisiplin dalam pengertian bidang studi ini tidak bisa dianalisis hanya dengan menggunakan satu bidang ilmu tertentu melainkan menggunakan berbagai disiplin ilmu berbeda. Di antara bidang ilmu yang banyak berkontribusi terhadap bidang studi perilaku organisasi adalah: psikologi, sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, dan sejarah. Bidang studi perilaku organisasi adalah bidang studi yang dinamis yagn selalu mengalami perkembangan sejalan perubahan lingkungan yang melingkupinya. Oleh karena itu, sifat-sifat seorang manajer harus berubah di masa datang karena menghadapi lingkungan berbeda. Ke depan para manajer menghadapi tantangan baru, misalnya menjadikna sdm sebagai asset yang kompetitif, meningkatnya tuntutan tanggung jawab sosial perusahaan, tuntutan untuk mengakomodasi perbedaan, globalisasi, dan semakin dinamisnya teknologi informasi. M.2. DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU: HUKUM PERBEDAAN INDIVIDU KB.1. Kepribadian dan Kemampuan Diri Karyawan KB 1 menjelaskan dua pokok bahasan yang bersumber pada hukum perbedaan individu. Kedua pokok bahasan tersebut adalah kepribadian dan kemampuan diri seseorang. Secara umum, KB 1 ada beberapa hal pokok sebagai berikut. Paling tidak ada tiga teori yang bisa digunakan untuk menjelaskan kepribadian seseorang, yaitu conflict theory, fulfillment theory, dan consistency theory. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tiga factor, yaitu keturunan, lingkungan, dan situasi. Untuk mengetahui kepribadian seseorang maka perlu dipahami dimensi-dimensinya, diantaranya the big five model personality yang terdiri dari openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism. Selain kelima dimensi di atas, dimensi-dimensi lainnya adalah locus of control, kepribadian tipe a dan tipe b, machiavellianism, self-monitoring, dan self-esteem. Perbedaan individu, selain disebabkan karena perbedaan kepribadian juga disebabkan karena perbedaan kemampuan diri (ability). Kemampuan diri, selanjutnya dibedakan menjadi dua kemampuan kognitif atau mental dan kemampuan emosional atau emotional intelligence. KB.2. Nilai-nilai Individu dan Sikap Kerja Secara umum, KB 2 menjelaskan peranan nilai-nilai individu dan sikap kerja terhadap kinerja organisasi dan kepuasan kerja karyawan. hal-hal penting yang menjadi focus perhatian KB 2 disajikan dalamm rangkuman sebagai berikut. Nilai adalah sebuah konsep atau keyakinan tentang tujuan akhir atau sebuah perilaku yang patut dicapai yang bersifat transcendental untuk situasi tertentu, menjadi pedoman untuk memilih atau mengevaluasi perilaku atau sebuah kejadian dan tersusun sesuai dengan arti pentingnya. Nilai-nilai personal merupakan landasan atau pedoman bagi seseorang untuk bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai tersebut biasanya telah diadopsi sebelum seseorang bergabung dengan sebuah organisasi. Oleh karena itu, kadang-kadang nilai menjadi pembatas bagi seseorang dalam bertindak atau melakukan pekerjaan. Milton Rokeach membedakan nilai menjadi dua, yaitu terminal values- nilai tujuan dan instrumental values – nilai alat. Sementara itu allport membedakan nilai menjadi nilai teoretik, nilai ekonomik, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik, dan nilai religi. Oleh karena organisasi merupakan tempat bertemunya berbagai konsep nilai maka tidak terhindarkan akan terjadinya konflik nilai, diantaranya konflik interpersonal, konflik antar nilai individu dan nilai organisasi. Untuk mengatasi konflik nilai maka organisasi sebaiknya menjadi tempat yang bersahabat denga kehidupan (life-friendly organization) yang member kesempatan kepada karyawan untuk merefleksikan dirinya – bagaimana seorang karyawan menjalani hidup dan menghabiskan waktunya untuk kehidupan. Di samping itu, para pemimpin juga diharapkan menjadi value based leader. Sikap adalah construct yang bersifat hipotetik yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala, disentuh dengan tangan atau dirasakan dengan lidah. Kita bisa memahami sikap seseorang jika kita bisa menginterpretasikan apa yang dilakukan atau dikatakan orang tersebut. Secara teoretik sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu cognitive, affective, dan behavioral component. Ketiga komponen inilah yang secara timbal balik mempengaruhi perilaku seseorang. Artinya, untuk mengubah perilaku seseorang bisa dilakukan dengan mengubah sikapnya, misalnya dengan memberi informasi baru, mengurangi rasa takut, mengurangi keragu-raguan atau melibatkannya dalam kegiatan organisasi. Sikap kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kepuasan kerja, keterlibatan dalam pekerjaan dan komitmen organisasional. M.3. PERSEPSI DAN STRES DI LINGKUNGAN KERJA KB.1. Persepsi KB 1 menjelaskan pengertian dan proses terjadinya persepsi. hal lain yang menjadi focus perhatian KB 1 adalah factor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi dalam mempersepsi. di samping itu, KB 1 juga menjelaskan manajemen impresi dan penerapan konsep persepsi dalam kehidupan organisasi, yakni self-fulfillment prophecy dan teori atribusi. Secara umum, apa yang telah diuraikan di depan dapat dirangkum dalam ringkasan sebagai berikut. Persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan seseorang menerima, menyeleksi, menginterpretasikan, memahami, dan memaknai stimulus yang berasal dari lingkungan sekitar. Persepsi bermula dari datangnya berbagai macam stimulus yang berasal dari lingkungan sekitar yang disaring melalui alat sensor (sensory filter), diproses lebih lanjut untuk mendapat perhatian (attention filter), dan hanya stimulus yang member informasi yang akan dipersepsi. Oleh karena stimulus jumlahnya banyak sementara pancaindra kita kemampuannya terbatas maka hanya stimulus yang memiliki karakteristik tertentu yaitu stimulus yang mencolok yang diberi atensi. Kemencolokan tersebut disebabkan karena ukuran, frekuensi, intensitas, gerakan, berubah-ubah, kontras, dan hal-hal baru. Tahap terakhir dalam persepsi adalah mengorganisasi persepsi, yaitu menginterpretasi sensasi untuk diberi makna. Factor yang mempengaruhi organisasi persepsi adalah latar belakang-gambar, kedekatan, kesamaan, dan kemampuan menutup kekurangan. Secara factor yang mempengaruhi persepsi adalah orang yang mempersepsi, objek yang dipersepsi, dan lingkungan. Oleh karena dunia persepsi tidak selalu sama dengan dunia nyata, kesalahan dalam mempersepsi selalu mungkin terjadi. Secara umum, jenis-jenis kesalahan dalam mempersepsi, diantaranya adalah stereotype, halo effect, mempertahankan persepsi, mempersepsi sebagian, kepribadian, proyeksi, dan kesan pertama. Manajemen impresi merupakan upaya untuk mengcounter tindakan manipulatif yang dilakukan orang lain melalui pembentukan kesan pertama. Salah satu aplikasi dari konsep persepsi muncul dalam bentuk self-fulfillment prophecy. Self-fulfilling prophecy adalah sebuah proses yang menjelaskan bagaimana harapan yang berada pada pikiran seseorang, misalnya seorang guru atau peneliti, mempengaruhi perilaku orang lain, seperti murid atau objek lain sehingga orang yang dipikirkan pada akhirnya bisa memenuhi harapan orang pertama yang memikirkan. Teori atribusi menjelaskan tentang siapa yang harus tanggung jawab terhadap proses kognitif berkaitan dengan perilaku seseorang-apakah perilaku tersebut disebabkan karena kepribadiannya atau karena dorongan lingkungan. KB.2. Stres di Tempat Kerja KB 2 menjelaskan pengertian stress proses terjadinya stress. Hal lain yang menjadi focus perhatian KB 2 adalah stress di tempat kerja dan strategi menghadapi stress. Di samping itu, KB 2 juga menjelaskan manajemen stress baik manajemen secara individual maupun organisasional. Secara umum, apa yang telah diuraikan di depan dapat dirangkum dalam ringkasan sebagai berikut. Stress adalah respons adaptif, yang dimediasi oleh perbedaan individu dan/atau proses psikologis, sebagai akibat dari tindakan, situasi atau kejadian eksternal yang memberi tekanan berlebihan baik secara psikologis maupun fisik terhadap diri seseorang. Jadi, secara umum bisa dikatakan bahwa: Stress bermula dari tekanan lingkungan eksternal yang berlebihan terhadap diri seseorang; Tidak setiap orang akan mengalami stress meski mendapat tekanan yang sama; Respons yang berbeda disebabkan karena perbedaan latar belakang masing-masing individu; Pertanda bahwa seseorang mengalami stress adalah terjadinya ketidakseimbangan fisiologis, psikologis atau perilaku seseorang. Untuk menghindari kesalahan dalam memahami stress, beberapa hal penting yang harus diperhatikan tentang stress adalah sebagai berikut. Stress bukan sekedar kecemasan. Stress bukan sekedar ketegangan syaraf. Stress tidak selamanya berakibat buruk. Stress bukan sesuatu yang harus dihindari. Setiap orang pasti akan mengalami stress. Stress ditempat kerja seperti digambarkan Kreitner dan Kinicki, bermula dari factor-faktor potensial penyebab stress (stressor) baik yang bersifat individual, kelompok, organisasional maupun ekstra organisasional. Factor-faktor ini kemudian direspons dengan menilai apakah factor-faktor tersebut betul-betul menekan dirinya atau tidak. Penilaian dimoderatori latar belakang masing-masing individu. Hasil dari respons tersebut adalah terjadi atau tidaknya stress yang berdampak pada aspek-aspek psikologis atau sikap orang bersangkutan, perilaku, aspek kognitif, dan/atau aspek fisiknya. Oleh karena stress merupakan kejadian yang wajar, namun dampaknya bisa buruk maka stress perlu dikelola untuk menghasilakn eustress. Manajemen stress bisa dilakukan secara individual maupun organisasional. M.4. MOTIVASI: TEORI DAN PENERAPANNYA KB.1. Teori Motivasi Focus perhatian KB 1 adalah perilaku individu yang terkait langsung dengan perilaku manusia di dalam organisasi yaitu motivasi. Hal-hal penting tentang teori motivasi disajikan secara ringkas sebagai berikut. Motivasi adalah sebuah proses yang dimulai dari tidak terpenuhinya (deficiency) kebutuhan fisiologis atau psikologis yang memicu perilaku atau dorongan untuk menggapai tujuan atau memperoleh insentif. Hasil dari proses motivasi adalah perilaku. Namun, harus dipahami pula bahwa tidak semua perilaku merupakan akibat dari motivasi. Hanya perilaku yang berorientasi tujuan yang disebabkan oleh motivasi. Karakteristik perilaku berorientasi tujuan dapat dilihat dari intensitas tindakan, arah perilaku dan persistensi tindakannya. Secara umum, teori motivasi dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu teori kebutuhan, teori proses, serta teori pembelajaran dan penguatan. Teori kebutuhan berasumsi bahwa motivasi bermula dari tidak terpenuhinya kebutuhan sehingga mendorong seseorang untuk berperilaku dan bertindak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Di antara teori kebutuhan banyak mendapat perhatian adalah Teori Hierarki Kebutuhan yang dikembangkan Maslow, ERG Theory yang digagas oleh Aldelfer, Teori Dua Faktor (Motivator-Hyegine Theory) yang digagas oleh Herzberg dan Tiga Teori Kebutuhan (Three Nedd Theory) yang dibangung McClelland. Toeri Proses merupakan teori motivasi yang menyoroti proses terjadinya motivasi. Teori ini berasumsi bahwa motivasi tidak hanya disebabkan karena kebutuhan seseorang, tetapi disebabkan oleh factor-faktor lain di luar kebutuhan. Artinya, seseorang mau melakukan tindakan bukan karena kebutuhan, tetapi karena pertimbangan-pertimbangan rasional lainnya. Di antara teori proses yang banyak mendapat perhatian adalah Teori Pengharapan (Expectancy Theory), Teori Kesetaraan (Equity Theory), dan Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory). Hal penting terkait dengan teori motivasi adalah tidak ada satu teori motivasi pun yang lebih superior dibandingkan teori lainnya. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Hal ini bisa diartikan bahwa para manajer harus bersikap hati-hati ketika hendak menerapkan teori motivasi ke dalam praktik. KB.2. Motivasi Kerja: Evaluasi dan Penghargaan Kinerja KB 2 menjelaskan berbagai hal tentang motivasi kerja, khususnya yang berkaitan dengan hasil akhir dari motivasi, yaitu kinerja. Untuk mengetahui apakah karyawan menunjukkan perilaku kerja, KB 2 secara sistematis menguraikan pentingnya penilaian kinerja dan pemberian penghargaan dan insentif. Secara umum, apa yang telah diuraikan di depan dapat dirangkum dalam ringkasan sebagai berikut. Hubungan antara motivasi, perilaku, dan kinerja. Pada dasarnya kinerja merupakan akumulasi perilaku yang terjadi dalam kurun waktu lama, dalam konteks berbeda dan melibatkan banyak pihak. Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi dan dua factor lain, yaitu latar belakang individu dan lingkungan organisasi. Evaluasi kinerja. Untuk mengetahui apakah karyawan telah berkinerja dengan baik maka evaluasi terhadap kinerja karyawan merupakan sebuah keharusan. Dalam hal ini, penilaian kinerja berperan sebagai (a) standar untuk memberi imbalan; (b) pedoman untuk merekrut, memphk atau mempromosikan karyawan; (c) informasi bagi karyawan untuk mengetahui perkembangan dirinya; (d) dasar untuk mengetahui kebutuhan pelatihan yang diperlukan seorang karyawan; dan (e) dasar untuk mengintegrasikan fungsi perancangan manajemen SDM dan koordinasi fungsi SDM lainnya. Meski menjadi keharusan, evaluasi kinerja sering mendapat kritik karena dianggap tidak member manfaat karyawan dan mengganggu masa depannya. Bagi manajer itu sendiri, evaluasi kinerja sering menempatkan manajer pada posisi yang serba susah karena ditekan dari atas dan ditekan dari karyawan. Beberapa metode bisa digunakan untuk menilai kinerja karyawan, di antaranya penilaian berdasarkan ranking (procedure ranking), penilaian berdasarkan klasifikasi (classification ranking), penilaian kinerja menggunakan skala (graphic rating scales), Behaviorally anchored rating scales (BARS0, dan deskriptif. Salah satu bentuk penilaian kinerja yang sistematis dan menyatu dengan kegiatan karyawan adalah Management by Objective (MBO). MBO adalah program penilaian kinerja yang mendasarkan tujuan sebagai landasannya di mana tujuan itu sendiri ditentukan oleh karyawan yang mengaitkannya dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. Agar tujuan penilaian kinerja bisa dicapai maka penilaian kinerja harus dibarengi dengan penegakan aturan dan disiplin. System penghargaan adalah penghargaan yang diberikan kepada seseorang karena keanggotaan atau keterlibatan orang tersebut di dalam organisasi yang bertujuan untuk menarik dan mendorong karyawan tetap bersama dengan organisasi. Beberapa bentuk penghargaan yang banyak diberikan kepada karyawan, diantaranya adalah benefit, stock option, dan stock ownership. Insentif adalah pemberian penghargaan berbasis kinerja, tujuannya agar karyawan mau mengerahkan energinya untuk menghasilkan kinerja yang terbaik. Secara umum, bentuk insentif bisa dibedakan menjadi dua, yaitu insentif berupa uang (financial incentive) dan insentif tidak berupa uang melainkan berupa pengakuan. M.5. DINAMIKA KELOMPOK KB.1. Dasar-dasar Perilaku Kelompok dan Tim Kerja Pemisahan/pemilahan dilakukan dengan menggunakan beberapa cara KB 1 merupakan landasan bagi topic-topik berikutnya yang berhubungan dengan perilaku kelompok. Secara umum, KB 1 membahas dasar-dasar perilaku kelompok dengan topic bahasan pengertian kelompok, alasan seseorang bergabung dengan kelompok, tipe kelompok, proses terbentuknya kelompok, keterkaitan kelompok dengan kinerja dan kepuasan kerja, serta pengaruh kelompok terhadap perilaku individu karyawan. Hal-hal penting tersebut disajikan secara ringkas sebagai berikut. Kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi secara langsung dan merasa saling bergantung, dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian secara umum menunjukkan bahwa kelompok memiliki unsure-unsur sebagai (a) sekumpulan orang (minimal dua orang), (b) saling berinteraksi dan saling bergantung, (c) memiliki norma kelompok, (d) memiliki tujuan bersama, serta (e) memiliki identitas diri (collective identity). Secara garis besar kelompok dibedakan menjadi dua, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal dibedakan lebih lanjut menjadi kelompok komando dan kelompok tugas. Untuk kelompok informal dibedakan menjadi kelompok kepentingan dan kelompok pertemanan. Ada beberapa alasan mengapa seseorang bergabung dengan kelompok (a) mempermudah pencapaian tujuan, (b) sekadar berafiliasi, (c) memperoleh dukungan emosional, (d) memperoleh status sosial, (e) alasan keamanan, dan (f) factor kedekatan. Secara teoretik ada dua model bagaimana sebuah kelompok terbentuk. Model pertama disebut Model Lima Tahap, model kedua Model Keseimbangan Bersela. Menurut model pertama, sebuah kelompok terbentuk melalui tahap-tahap, seperti froming, storming, norming, performing, dan adjourning. Model kedua, pembentukan kelompok melalui fase keseimbangan pertama selain masa transisi dan dilanjutkan dengan fase keseimbangan kedua. Secara umum, kelompok adalah bagian integral dari organisasi. Oleh karenanya kinerja kelomopok dalam batas tertentu juga dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti strategi, struktur, budaya, dan aturan-aturan organisasi. Di samping itu, secara internal kelompok juga dipengaruhi oleh sumber daya kelompok, struktur, proses dan tugas yang diemban kelompok. Pengaruh kelompok terhadap perilaku individu terjadi dalam tiga bentuk, yaitu social facilitation, social loafting, dan deindividuation. KB.2. Tim Kerja KB 2 merupakan kelanjutan KB 1 yang khusus membahas dinamika tim dan tim kerja. Topic-topik yang dibahas pada KB 1, diantaranya pengertian tim – termasuk di dalamnya perbedaan antara tim dengan kelompok; alasan mengapa organisasi membutuhkan tim; manfaat dan keterbatasan tim; tipologi tim; serta terakhir membangun tim yang berhasil. Inti dari topic bahasan tersebut dapat dilihat dari ringkasan berikut ini. Tim adalah sekelompok orang dalam jumlah kecil, masing-masing dengan keterampilannya, yang memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama, menetapkan satu set tujuan, dan memiliki akuntabilitas bersama untuk semua tindakan yang mereka gunakan. Meski tim dalam batas-batas tertentu memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok, khususnya kelompok tugas atau satuan tugas, namun tim berbeda dengan satuan tugas. Perbedaan keduanya terletak pada model kepemimpinan, tanggung jawab, tujuan yang hendak dicapai, hasil kerja, proses memecahkan masalah, dan pengukuran kinerja. Paling tidak ada empat alasan mengapa sebuah organisasi membutuhkan tim, yaitu kebutuhan untuk memberi layanan terbaik kepada konsumen, semakin meningkatnya kompetisi, semakin kompleksnya kegiatan bisnis karena era informasi, dan globalisasi dunia bisnis. Beberapa manfaat tim adalah meningkatkan kreativitas, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, memperbaiki proses, meningkatkan kompetisi secara global, meningkatkan kualitas, meningkatkan komunikasi, mengurangi tingkat absensi dan perputaran karyawan, serta meningkatkan kepuasan kerja. Sementara itu, tim memiliki beberapa keterbatasan adalah munculnya group think, social loafting, persoalan kualitas, ketepatan waktu, dan keragaman anggota tim. Tim bisa diklasifikasikan menurut 5 tipe berbeda, yaitu berdasarkan misi atau tujuan, permanen tidaknya keanggotaan tim, tingkat otonomi, otoritas struktur, dan kehadiran secara fisik anggota tim. Beberapa factor kunci perlu mendapat perhatian agar sebuah tim bisa menjalankan tugasnya dengan baik adalah anggota tim harus dipilih berdasarkan potensi dan keterampilannya; anggota tim perlu diberi pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tim; memberi kompensasi atas kinerja tim, memberi dukungan terhadap tim; dan mengomunikasikan hal-hal yang mendesak. KB.3. Pengambilan Keputusan Kelompok KB 3 secara spesifik membahas pengambilan keputusan kelompok. Hal-hal penting yang dibahas pada KB 3 adalah pengertian pengambilan keputusan termasuk prosesnya, model pengambilan keputusan, dinamika pengambilan keputusan; pengambilan keputusan kelompok; dan teknik pengambilan keputusan kelompok. Ringkasan dari topic tersebut adalah sebagai berikut. Pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasi masalah dan memilih berbagai alternative tindakan untuk mendapatkan solusi terbaik bagi kepentingan organisasi secara keseluruhan. Berdsarkan pengertian ini proses pengambilan keputusan biasanya melalui beberapa tahapan mulai dari menetapkan tujuan dan sasaran; mengidentifikasi masalah; mengembangkan alternative solusi; mengevaluasi dan memilih satu alternative; mengimplementasikan keputusan; serta mengevaluasi dan mengawasi implementasi keputusan. Model pengambilan keputusan bisa dibedakan menjadi dua, yaitu model pengambilan keputusan rasional dan alternative. Keputusan yang dilakukan manajer dapat dilihat masalah, risiko, dan subjek pembuat keputusan. Dilihat dari masalah yang biasa dihadapi para manajer, keputusan dibedakan menjadi dua keputusan terprogam dan tidak terprogram; dilihat dari risiko keputusan dibedakan menjadi keputusan dengan kepastian serta keputusan tidak menentu dan dilihat dari siapa yang membuat keputusan, keputusan dibuat oleh pimpinan puncak dan pimpinan bawah. Pada dasarnya keputusan bisa dibuat secara individual, kelompok dan organisasi. Keputusan kelompok adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kelebihan pengambilan keputusan berbasis kelompok adalah lebih banyak memperoleh informasi, perspektif dalam pengambilan keputusan semakin luas, lebih komprehensif, meningkatkan tingkat akseptasi keputusan, serta sebagai tempat berlatih. Kelemahan pengambilan keputusan kelompok adalah menghabiskan banyak waktu, tekanan untuk kompromi, dominasi sekelompok orang, adanya politik balas jasa, mengalihkan tujuan dan Groupthink. Teknik pengambilan keputusan kelompok dapat dibedakan menjadi 4 macam teknik berbeda, yaitu model interaktif, brainstorming, nominal, group technique, dan Delphi technique. M.6. HUBUNGAN ANTARMANUSIA DALAM ORGANISASI: KOMUNIKASI, KONFLIK, DAN NEGOSIASI KB.1. Komunikasi KB 1 menguraikan implikasi hubungan interpersonal di dalam organisasi utamanya yang berhubungan dengan komunikasi. Topic-topik penting yang dibahas pada KB 1 diantaranya adalah pengertian komunikasi, proses komunikasi termasuk faktor yang mempengaruhi efektivitas dan hambatan komunikasi, komunkasi verbal vs nonverbal, komunikasi antar individu, komunikasi organisasi dan komunikasi informal. Topic-topik penting tersebut kemudian disajikan secara ringkas sebagai berikut. Komunikasi didefinisikan sebagai pertukaran informasi antara pengirim dan penerima informasi sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bisa saling memahami (common understanding) terhadap pesan atau informasi yang dikomunikasikan. Proses komunikasi bisa dijelaskan melalui dua model berbeda yaitu conduit model dan percetual model of communication – model komunikasai berbasis persepsi. Conduit model berasumsi bahwa komunikasi bisa dilakukan secara langsung tanpa hambatan apapun di mana semua pesan bisa diterima secara utuh. Sedangkan percetual model of communication menganggap bahwa setiap pesan selalu mengandung makna yang perlu diinterpretasikan agar makna yang terkandung dalam informasi bisa dimengerti pihak penerima pesan. Oleh karena itu model kedua juga menganggap bahwa setiap komunikasi sangat potensial menghadapi gangguan. Berdasarkan model kedua maka unsure-unsur penting dalam proses komunikasi adalah: pengirim pesan (sender), ide/pikiran dalam bentuk symbol (encode), pesan (message), media, menerjemahkan pesan dalam bentuk symbol (decode), makna, umpan balik, dan gangguan. Efektivitas komunikasi sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu tujuan komunikasi yang dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi persivasif dan supportive communication, dan kemampuan mendengar. Termasuk dalam kemampuan mendengar adalah: empati dalam berkomunikasi, kemampuan mendengar yang efektif dan menyampaikan respon yang tepat. Sementara itu bentuk hambatan yang mempengaruhi efektivitas komunikasi, yaitu hambatan yang disebabkan karena: (1) proses komunikasi, (2) pelaku komunikasi, (3) faktor fisik dan (4) semantic. Berkomunikasi bisa dilakukan menggunakan kata disebut komunikasi verbal. Komunikasi verbal bisa dilakukan melalui dua cara yaitu: (1) secara oral – ucapan secara langsung dan (2) secara tertulis dengan bantuan media. Dibalik kata-kata sesungguhnya ada elemen tersembunyi yang menjadikan pesan menunjukkan makna sesungguhnya. Elemen tersembunyi dimaksud adalah elemen yang bersifat nonverbal seperti: intonasi dalam menyampaikan pesan, penyampaian kalimat yang tidak patut (inflection), tingkat kecepatan/kelambatan dalam menyampaikan pesan, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan elemen nonverbal lainnya. Jadi komunikasi bisa dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi antar individu adalah komunikasi yang dilakukan orang perorang. Setiap individu biasanya memiliki gaya tersendiri dalam berkomunikasi. Gaya komunikasi seseorang bisa menjadi 5 macam yaitu: gaya seorang ningrat, Socrates, reflektif, hakim, kandidat dan senator. Selain antar individu, komunikasi juga terjadi pada level organisasi. Pada level organisasi, komunikasi memiliki peran yang sangat strategis, yakni sebagai alat untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai elemen dan kegiatan organisasi. Baik melalui jaringan formal maupun informal, komunikasi akan mengalirkan informasi ke segala penjuru organisasi sebagai penggerak kehidupan organisasi. Ada dua faktor yang mempengaruhi komunikasi organisasi yaitu struktur organisasi dan aliran informasi. Unsure pertama menjadi pembatas aliran informasi untuk menghindari information overload dan unsure kedua, bentuknya bisa berupa downward, upward dan horizontal. Jika komunikasi formal tidak berjalan efektif maka akan terbentuk alur informasi informal yaitu informasi yang mengalir melalui jalur di luar jalur formal. Ujudnya berupa selentingan (grapevein) dan desas-desus (rumors). KB.2. Konflik dan Negosiasi KB 2 membahas topic yang tidak kalah penting – konflik dan organisasi. Topic bahasan ini merupakan konsekuensi dari dinamika hubungan interpersonal di dalam organisasi. Secara umum topic-topik yang dibahas pada KB 2 adalah: dinamika hubungan interpersonal; hal ihwal konflik termasuk didalamnya konflik fungsional dan disfungsional, anteseden konflik, dan proses terjadinya konflik; tipe konflik-konflik kepribadian, intergroup dan konflik lintas budaya; manajemen konflik dan negosiasi. Hal-hal penting tersebut selanjutnya dirangkum pada ringkasan berikut ini. Prilaku konsumen akibat dinamika hubungan interpersonal dapat dikelompokkan menjadi empat macam perilaku yaitu prilaku pro-sosial (altruism), prilaku kooperatif, prilaku kompetitif dan prilaku konflik. Konflik merupakan perilaku yang muncul ke permukaan (overt behavior) yang disebabkan karena seseorang atau sekelompok orang menganggap upayanya untuk mencapai tujuan dihalangi oleh orang lain atau sekelompok orang lain. Situasi organisasi yang menjadikan konflik organisasi merupakan sebuah keniscayaan di antaranya adalah: terus menerus terjadi perubahan; semakin beragamnya komposisi karyawan; semakin banyak aktivitas organisasi yang dikerjakan berbasis tim kerja; semakin seringnya digunakan komunikasi tidak langsung; dan semakin tingginya globalisasi yang mengakibatkan terjadinya transaksi lintas budaya. Pada mulanya ada anggapan bahwa konflik selalu bersifat disfungsional. Namun belakangan anggapan tersebut berubah. Konflik bisa fungsional dan bisa juga disfungsional. Proses terjadinya konflik bermula dari faktor-faktor yang potensial menimbulkan konflik, diikkuti oleh pemahaman dan personalisasi faktor tersebut. Dari sinilah kemudian konflik muncul ke permukaan yang hasilnya bisa positif tetapi juga bisa negative. Secara umum konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam tipe konflik yaitu: konflik kepribadian, konflik antar kelompok, dan konflik lintas budaya. Dua pendekatan bisa digunakan untuk menciptakan konflik terprogram yaitu: devil’s advocacy dan dialectical method. Konflik disfungsional dapat dikelola melalui 5 pendekatan berbeda yaitu: integrasi, akomodasi, dominasi, menghindarkan dan kompromi. Negosiasi sering didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dengan cara saling menerima dan memberi (take and give) antara pihak-pihak yang saling bergantung tetapi masing-masing pihak memiliki preferensi berbeda. Negosiasi dibedakan menjadi dua yaitu distributive dan integrative. M.7. KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN KB.1. Kepemimpinan KB 1 menguraikan berbagai aspek tentang kepemimpinan mulai dari pengertian pemimpin dan kepemimpinan, perbedaan antara pemimpin dan manajer, alasan mengapa organisasi membutuhkan kepemimpinan, pola kepemimpinan sampai ke teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan itu sendiri kemudian dibedakan menjadi beberapa teori-teori sifat, teori perilaku, teori kontingensi, dan teori kepemimpinan berorientasi perubahan. Semua pokok bahasan tersebut selanjutnya dibuat ringkasan sebagai berikut. Kepemimpinan secara harfiah bisa dikatakan sebagai proses yang membuat orang lain bertindak. Dari penjelasan sederhana ini kemudian muncul beberapa macam definisi yang intinya kepemimpinan merupakan fenomena kelompok; kepemimpinan menuntut orang lain melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dan meski tidak harus, pemimpin biasanya terkait dengan kedudukan seseorang di dalam organisasi. Pemimpin berbeda dengan manajer dalam hal: motivasi, sejarah pribadi, cara berpikir serta cara bertindak. Paling tidak empat alasan mengapa kepemimpinan itu perlu, yaitu (a) dalam batas tertentu desain organisasi sering tidak lengkap sementara organisasi terdiri dari orang-orang yang membutuhkan sentuhan, memerlukan inspirasi, dorongan, dan motivasi; (b) seorang pemimpin diperlukan untuk mengidentifikasi strategi baru yang mungkin bisa dijalankan untuk menyikapi perubahan lingkungan eksternal; (c) peran seorang pemimpin menjadi penting untuk melakukan koordinasi dan menyelesaikan konflik; serta (d) seorang pemimpin sangat diperlukan untuk memberi motivasi, menginspiriasi dan menjaga agar karyawan mau terus terlibat dalam kehidupan organisasi. Pola kepemimpinan biasanya tidak sama untuk setiap level organisasi. Pimpinan level pada umumnya sebagai peletak dasar, sedangkan pimpinan level menengah sebagai interpolasi dan pimpinan level bawah sebagai orang yang menjalankan fungsi administrasi. Banyak teori yang dikembangkan untuk menjelaskan proses kepemimpinan, di antaranya teori sifat, teori perilaku, teori kontingensi, dan teori kontemporer. Secara sederhana teori sifat mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan. Keberhasilan proses kepemimpinan sangat tergantung pada sifat para pemimpinnya. Teori perilaku secara sederhana mengatakan bahwa gaya kepemimpinan tertentu menjadikan pemimpin lebih efektif dibandingkan dengan perilaku atau gaya kepemimpinan yang lain. beberapa teori perilaku, diantaranya teori yang dibangun oleh Ohio State University dan The University of Michigan, di samping leadership grid yang dibangun Blake and Mouton. Pada dasarnya teori kontingensi mengatakan bahwa keberhasilan kepemimpinan ditentukan secara bersama-sama oleh tiga faktor, yaitu pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi yang melingkupi proses kepemimpinan. Teori kontingensi, di antaranya teori yang dikembangkan Fred E. Fiedler (least preferres coworker – LPC); Paul Hersey and Kenneth Blanchard (teori situasional); dan Robert House (path-goal theory). Teori kepemimpinan kontemporer merupakan teori kepemimpinan yang berorientasi perubahan. Dua teori yang masuk dalam kategori ini adalah teori kepemimpinan karismatik dan teori kepemimpinan transformasional-transaksional. KB.2. Kekuasaan KB 2 membahas topic yang sering menjadi bahan cemoohan bagi pelakunya namun selalu dipraktikkan oleh siapa pun – kekuasaan dan politik di dalam organisasi. Topic bahasan ini terkait erat dengan topic pada KB 1 kepemimpinan karena untuk bisa memimpin, seseorang harus mempunyai kekuasaan. Secara umum, topic-topik yang dibahas pada KB 2 adalah pengertian kekuasaan dan istilah lain yang terkait, sumber dan konsekuensi kekuasaan, kekuasaan dan pengaruh, koalisi: kekuasaan dalam kelompok, politik: wujud kekuasaan dalam praktik, serta sisi gelap dari kekuasaan. Hal-hal penting tersebut selanjutnya dirangkum pada ringkasan berikut ini. Pada dasarnya kekuasaan adalah kapasitas seseorang mempengaruhi perilaku orang lain sehingga orang lain tersebut mau melakukan tindakan yang semestinya tidak mau dilakukannya. Jadi, kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain; hanya ada bergantung bagaimana orang lain memandangnya; dan kekuasaan bukan suatu anugerah atau pemberian orang lain, tetapi sesuatu yang diperjuangkan. Tidak semua aktivitas memerlukan kekuasaan. Paling tidak ada tiga kondisi yang melandasi kapan sebuah kekuasaan diperlukan, yaitu saling bergantung, kelangkaan, dan tujuan yang heterogen. Pada dasarnya sumber kekuasaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber kekuasaan individu dan sumber kekuasaaan organisasional. Sumber kekuasaan individual adalah legitimate, reward, coercion, expert, dan referent power. Sumber kekuasaan organisasional adalah kemampuan unit organisasi mengontrol sumber daya, mengontrol strategi kontingensi, kemampuan mengatasi ketidakpastian, kedudukan unit organisasi yang tidak tergantikan, dan posisi sentral unit organisasi. Seorang pemimpin yang berkuasa kadang tidak bisa mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Sebaliknya, tidak jarang seseorang terpengaruh tidak disebabkan karena sebuah kekuatan atau kekuasaan tertentu. Sebuah model hubungan antara kekuasaan dan pengaruh dapat dilihat pada model yang dibangun Gary Yolk. Jika seseorang atau seorang manajer tidak memiliki kekuasaan jalan keluar untuk tetap mendapatkan kekuasaan adalah dengan berkoalisi dengan dua orang atau lebih. Dengan berkoalisi berarti mereka dapat menggabungkan sumber daya menjadi sumber daya yang lebih besar sehingga kekuatan dan kekuasaan mereka juga meningkat. Ketika orang yang berkuasa menjalankan kekuasaannya, yakni melakukan tindakan berbasis kekuasaan tersebut maka dampaknya akan tampak. Menjalankan kekuasaan dalam bentuk tindaka dalam rangka untuk mempengaruhi orang lain disebut melakukan tindakan politik. Perilaku politik adalah aktivitas-aktivitas yang tidak diprasyaratkan agar seseorang bisa menempati posisi jabatan tertentu, namun aktivitas-aktivitas tersebut bisa mempengaruhi atau terkait dengan upaya untuk mempengaruhi distribusi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan di dalam organisasi. Dimensi perilaku politik dapat dikelompokkan menjadi 3 dimensi pokok, yaitu (a) dimensi internal – eksternal, (b) dimensi vertical – lateral, dan (c) dimensi legitimate – illegitimate. Kekuasaan berlebihan cenderung merugikan ketimbang memberi manfaat bagi organisasi. Dalam hal ini, kekuasaan berlebihan hanya akan menciptakan kelas sosial yang tidak relevan dengan kepentingan organisasi. Bahkan kekuasaan berlebihan bisa menciptakan korupsi kekuasaan (power corruption). Namun, korupsi kekuasaan tidak semata-mata bersumber pada diri pemimpin atau manajer, tetapi juga disebabkan karena struktur organisasi dan perilaku para pengikutnya. M.8. PROSES ORGANISASI: STRUKTUR DAN KULTUR KB.1. Struktur Organisasi KB 1 menguraikan komponen utama organisasi yang bersifat formal, yaitu struktur organisasi. Uraian ini dimaksudkan agar kita bisa mengetahui implikasi struktur terhadap perilaku manusia di dalam organisasi. Oleh karena itu, topic-topik yang dibahas dalam KB 1, meliputi filosofi struktur organisasi, taksonomi struktur organisasi, departementalisasi dan bentuk-bentuk struktur organisasi, desain struktur organisasi, sering terakhir dampak struktur terhadap perilaku manusia di dalam organisasi. Semua pokok bahasan tersebut kemudian disederhanakan dalam bentuk ringkasan sebagai berikut. Secara filosofis struktur organisasi adalah ‘cetak biru’ atau ‘rerangka bangunan’ formal tentang pembagian kerja (division of work) dan pembagian kekuasaan (division of authority), serta koordinasi kerja yang memungkinkan terjadinya aliran informasi dan komunikasi yang efisien dan proses pengambilan keputusan yang cepat. Struktur organisasi biasanya direfleksikan ke dalam peta organisasi (organization chart) yang menggambarkan semua kegiatan organisasi dan proses aktivitas yang terjadi di dalam sebuah organisasi. Peta organisasi tersebut menggambarkan 3 hal pokok, yaitu (a) tingkat spesialisasi atau kompleksitas organisasi; (b) tingkat formalisasi organisasi; dan (c) tingkat sentralisasi/desentralisasi organisasi. Karyawan bisa dikelompokkan dengan berbagai cara, yaitu berdasarkan aktivitas output, pengguna atau konsumen dan beberapa kombinasi di antaranya. Berdasarkan pengelompokan ini, struktur organisasi bisa dibedakan menjadi struktur organisasi fungsional, divisional, hybrid, dan matriks. Desain organisasi adalah proses mengoordinasi elemen-elemen struktur organisasi dalam rangka untuk mendapatkan struktur organisasi yang paling tepat. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangan dalam mendesain struktur organisasi adalah tujuan dan strategi organisasi, human process, lingkungan organisasi, teknologi yang digunakan dan ukuran/besaran organisasi. Ada tiga pandangan dalam mendesain struktur organisasi yaitu pandangan klasik, neoklasik, dan kontingensi. Pandangan klasik menegaskan bahwa struktur harus yang paling ideal. Pandangan neoklasik mengatakan bahwa struktur organisasi di samping harus ideal juga harus mempertimbangkan faktor manusia. Pandangan kontingensi mengatakan bahwa mendesain struktur harus mempertimbangkan faktor internal sekaligus faktor eksternal. Berdasarkan pertimbangan kontingensi, desain struktur dibedakan menjadi dua, yaitu mekanik dan organic. Menurut Minzberg, desain organisasi terdiri dari lima komponen utama, yaitu strategic apex, operating core, middle line, technostructure, dan support staff. Network structure adalah sekelompok organisasi berbeda yang tindakan-tindakannya dikoordinasikan melalui mekanisme kontrak dan kesepakatan bukan melalui otoritas hierarkis yang bersifat formal. Organisasi tanpa batas (boundaryless organization) adalah organisasi yang melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama tetapi tidak pernah bertemu muka secara langsung. Pandangan konvensional mengatakan bahwa struktur organisasi memengaruhi perilaku manusia di dalam organisasi. Sementara itu, pandangan kontemporer mengatakan bahwa hubungan antara struktur organisasi dan perilaku manusia adalah hubungan resiprokal. KB.2. Budaya Organisasi Budaya organisasi yang menjadi focus bahasan KB 2 merupakan bagian integral dari komponen organisasi yang bersifat informal dan tidak kasat mata. Meski demikian kehadirannya tidak bisa dihindarkan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia di dalam organisasi tidak pernah disangsikan. Secara umum, topic-topik yang dibahas pada KB 2 adalah pengertian budaya organisasi; elemen-elemen pembentuk budaya termasuk elemen idealistis dan behavioral; tipologi budaya organisasi; proses terbentuknya budaya dan upaya-upaya untuk melestarikannya. Terakhir adalah keterkaitan budaya dengan perilaku manusia di dalam organisasi. Terakhir adalah keterkaitan budaya dengan perilaku manusia di dalam organisasi. Kesemua topic penting tersebut selanjutnya akan dirangkum dalam bentuk ringkasan berikut ini. Sesungguhnya tidak ada definisi baku yang bisa digunakan untuk menjelaskan apa itu budaya organisasi. Meski demikian definisi yang diberikan Edgar Schein pada umumnya bisa diterima sebagai pengertian umum tentang budaya organisasi. Schein mengatakan bahwa buday organisasi adalah pola asumsi dasar yang di-shared oleh sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan internal sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi. Budaya organisasi terdiri dari dua elemen utama yaitu elemen yang bersifat ideal dan elemen yang bersifat behavioral. Kedua elemen tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait. Dari kedua elemen tersebut, Schein selanjutnya membedakan elemen budaya organisasi menjadi tiga, yaitu asumsi dasar, nilai-nilai organisasi, dan artefak. Cara pragmatis untuk memahami tipe budaya sebuah organisasi adalah dengan membuat tipologi budaya. Cara ini banyak dilakukan para akademisi yang terlibat dalam kajian budaya organisasi. Salah satu tipologi, misalnya budaya organisasi dibedakan menjadi 4 tipe yaitu power culture, role culture, task culture, dan person culture. Menurut pengertian organisasi, setiap organisasi pasti memiliki budaya. Artinya, segera setelah organisasi terbentuk saat itu pula terbentuk budaya organisasi. Pendiri organisasi adalah sumber dan orang pertama yang membentuk budaya organisasi. Selanjutnya, secara estafeta udaya tersebut ditransmisikan melalui pimpinan organisasi kepada semua pihak yang terlibat dalam kehidupan organisasi termasuk orang-orang di luar organisasi. Budaya yang sudah terbentuk jika dianggap fungsional, perlu dilestarikan untuk menghindari deviasi budaya. Berbagai cara bisa dilakukan termasuk pada saat melakukan rekruitmen pendatang baru sebagai titik awal pelestarian budaya. Bisa dikatakan bahwa budaya dan perilaku organisasi memiliki hubungan timbale balik. Di satu sisi budaya mempengaruhi perilaku dan di sisi lain perilaku memperkuat eksistensi budaya. Oleh karena itu, kecocokan antara nilai-nilai individu dengan nilai-nilai organisasi menjadi variabel yang sangat penting untuk diperhatikan. M.9. PERILAKU ORGANISASI LINTAS BUDAYA KB.1. Pengaruh Budaya Masyarakat terhadap Praktik Perilaku Organisasi Pada dasarnya level analisis KB 1 adalah di luar organisasi (extra organizational) yang mencoba memahami implikasi dari faktor lingkungan terhadap praktik perilaku organisasi. Oleh karena itu, topic-topik penting yang dibahas dalam KB 1 meliputi manajemen dan organisasi lintas budaya; pertanyaan mengapa budaya berbeda; pengaruh perbedaan budaya terhadap perilaku kerja; serta terakhir dimensi-dimensi budaya nasional. Semua pokok bahasan tersebut kemudain dirangkum dalam bentuk ringkasan sebagai berikut. Meski prinsip manajemen dan organisasi dalam batas-batas tertentu bersifat universal, tetapi operasionalisasinya menyesuaikan dengan budaya setempat. Akibatnya, tidak setiap prinsip manajemen dan organisasi bisa diterapkan secara generic. Setiap masyarakat bisa dikatakan memiliki budaya yang khas yang berbeda dengan budaya masyarakat lain. perbedaan ini disebabkan karena orientasi nilai masing-masing masyarakat berbeda. Akibat dari perbedaan budaya masyarakat, praktik perilaku organisasi pada masyarakat menjadi berbeda. Boleh jadi prinsipnya sama karena prinsip-prinsip tersebut telah diuji secara akademik, namun praktiknya sekali lagi berbeda. Indonesia misalnya memiliki kecenderungan menggunakan struktur organisasi yang tinggi dibandingkan organisasi di Amerika. Seperti dikemukakan Hofstede, budaya nasional bisa dibedakan berdasarkan dimensi-dimensi budaya. Dimensi-dimensi budaya tersebut adalah individualism vs. collectivism; large power distance vs. small power distance; high uncertainty avoidance vs. low uncertainty avoidance; masculinity vs. feminimity; dan short term orientation vs. long term orientation. KB.2. Praktik Perilaku Organisasi dalam Keragaman Budaya Masyarakat KB 2 merupakan bagian integral dari Modul9 yang mencoba menjelaskan pengaruh kergaman budaya terhadap praktik perilaku organisasi. KB 2 diawali dengan bahasan tentang keuntungan dan kerugian adanya keragaman budaya; dilanjutkan dengan strategi mengelola keragaman budaya; dan cara-cara memecahkan masalah dengan sinergi budaya. Dua topic terakhir komunikasi lintas budaya dan tim kerja lintas budaya adalah dua isu paling banyak ditemui pada organisasi yang beroperasi lintas budaya. Kesemua topic penting tersebut selanjutnya akan dirangkum dalam bentuk ringkasan berikut ini. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan keragaman budaya, yaitu mengabaikan keragaman budaya dan mengakui adanya keragaman budaya. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri. Strategi untuk mengelola keragaman budaya bisa dilakukan dengan (a) pendekatan parochial – mengabaikan keragaman; (b) etnosentrik – sekedar mengakui keragaman; dan (c) sinergi – memanfaatkan keragaman. Situasi yang terbaik bagi organisasi yang menghadapi keragaman budaya adalah memanfaatkan dampak positif dan meminimalkan dampak negative keragaman. Organisasi yang menerapkan strategi ini disebut organisasi bersinergi secara kultural (culturally synergistic organization). Langkah-langkahnya adalah (a) menjelaskan situasi yang sedang dihadapi; (b) melakukan interpretasi budaya; dan (c) meningkatkan kreativitas kultural. Mengimplementasikan strategi yang melibatkan sinergi kultural bisa dilakukan dengan lima opsi, yaitu menghindar, mendominasi, mengakomodasi, bersinergi, dan kompromi. Salah satu isu penting dalam menghadapi keragaman budaya adalah komunikasi lintas budaya. Isu utamanya adalah sering terjadinya miskomunikasi karena masalah bahasa dan perbedaan budaya. Isu lain tentang keragaman budaya adalah tim kerja lintas budaya utamanya karena efektivitas tim sangat bergantung bagaimana anggota tim menangani masalah keragaman budaya. 13