[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

HUKUM BISNIS.docx

KEKUATAN PERJANJIAN DI BAWAH TANGAN ITU SAH ATAU TIDAK

BAB I PENDAHULUAN KEKUATAN PERJANJIAN DI BAWAH TANGAN ITU SAH ATAU TIDAK Banyak perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan agar memudahkan pembuktian apabila dikemudian hari terdapat sengketa pada perjanjian tersebut. Perjanjian yang tertulis ini kemudian dibagi kedalam dua bentuk yakni, akta otentik dan akta di bawah tangan. Perbedaan dalam pembentukan akta, antara akta otentik dengan akta di bawah tangan tentu membuat adanya pebedaan antara akta otentik dan akta di bawah tangan dalam hal kekuatan hukumnya. Bagaimanakah kekuatan hukum dari sebuah akta di bawah tangan, baik dari segi mengikatnya terhadap para pihak maupun dari segi pembuktiannya, hal inilah yang akan penulis uraikan dalam makalah ini. Mengikat para pihak akta di bawah tangan sama halnya dengan akta otentik. Namun untuk pembuktiannya akta di bawah tangan dapat memiliki kekuatan pembuktian yang berbeda dengan akta otentik. Mengenai kekuatan sebuah akta otentik, menurut Retnowulan Sutantio, S.H. dan Iskandar Oeripkartawinata, S.H., dalam buku “Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek”, akta otentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan, yakni: a)     kekuatan pembuktian formil, membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudahmenerangkan apa yang tertulis dalam akta tersebut; b)     kekuatan pembuktian materiil, membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. c)     Kekuatan mengikat, membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal yang tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.   Peranan akta otentik dalam pemberian kredit di bank sangat penting, karena mempunyai daya pembuktian kepada pihak ketiga, yang tidak dipunyai oleh akta di bawah tangan. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai kelemahan yang sangat nyata yaitu orang yang tanda tangannya tertera dalam akta di bawah tangan dapat mengingkari keaslian tanda tangan itu.   Pada sisi lain, menurut Hilman Tisnawan, analis hukum senior Bank Indonesia, artikel berjudul“Akta Otentik Dalam Pembuatan Perjanjian Kredit” yang dimuat dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 8, Nomor 1, Januari 2010 (hal. 31-35), dalam praktik di perbankan, penggunaan akta di bawah tangan lazim digunakan terutama untuk pemberian kredit yang nilai nominalnya relatif kecil. BAB II PEMBAHASAN Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh para pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1867 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik. Akta dalah surat atau tulisan. Dalam pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), dinyatakan bahwa: “Alat-alat bukti terdiri atas : bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi persangkaan-persangkaan pengakuan sumpah Maka dengan demikian jelas bahwa akta merupakan alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1865 KUH Perdata. Perbedaan dari kedua akta ini ialah akta otentik adalah akta yang dibuat dengan beberapa formalitas tertentu, dihadapan seorang pejabat yang memenuhi syarat sesuai dengan yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan. Sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat oleh para pihak tanpa perantara seorang pejabat yang berwenang. Berdasarkan perbedaan tersebut diatas maka tentu didalam pembuktiaannya dikemudian haripun terdapat perbedaan antara akta otentik dengan akta di bawah tangan. Namun seberapa mengikatnya suatu akta di bawah tangan yang dibentuk tanpa perantara pejabat yang berwenang, hal inilah yang akan penulis uraikan dalam jurnal ini sebagai informasi kepada para pembaca mengenai kekuatan hukum suatu perjanjian di bawah tangan, baik kekuatan hukum dari segi mengikatnya terhadap para pihak maupun dari segi pembuktiannya. Dan juga didalam pasal 1874 KUH Perdata tertulis sebagai berikut, sebagai tulisan – tulisan di bawah tangan dianggap akta – akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat – surat, register – register, surat – surat urusan rumah tangga dan lain – lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. Dengan penandatangan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang – undang dari mana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai tadi. Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut. Dengan undang – undang dapat diadakan aturan – aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan temaksud. BAB III KESIMPULAN Suatu akta di bawah tangan ialah setiap akta yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum, yang mana mengenai kekuatan mengikat para pihak akta di bawah tangan sama halnya dengan akta otentik, jadi apabila perjanjian dibuat secara sah yang artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, maka berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya, sehingga perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan undang-undang. Sedangkan untuk pembuktiannya, akta di bawah tangan dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta otentik (argumentum per analogian/analogi) apabila pihak yang menandatangani surat perjanjian itu tidak menyangkal tanda tangannya, yang berarti ia tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam surat perjanjian itu. Namun, apabila antara pihak – pihak yang melakukan perjanjian tersebut ada yang menyangkal tanda tangannya, maka pihak yang mengajukan surat perjanjian tersebut diwajibkan untuk membuktikan kebenaran penandatanganan atau isi akta tersebut. Sedangkan pada akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, karena akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang. Sempurna disni berarti ialah akta tersebut dengan sendirinya dapat membuktikan dirinya sebagai akta otentik, dapat membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan oleh pejabat umum, dan akta itu berlaku sebagai yang benar diantara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Akta otentik apabila dipergunakan dimuka pengadilan adalah sudah cukup bagi hakim tanpa harus maminta alat bukti lainnya. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Subekti, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta. Terjemahan dari Burgerlijk Wetboek, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Penerjemah Subekti dan Tjitrosudibio, 2009, Pradnya Paramita, Jakarta. Sutantio, Retnowulan, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung