Prosiding Seminar Akselerasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menuju
Kemandirian Pangan dan Energi, Surakarta 17 April 2013
ISBN : 978-602-14235-0-9 Jumlah : 7 halaman (606-612)
KEBERHASILAN KOPI LUWAK DALAM TINJAUAN STRATEGI
Mohd. Harisudin
Staf Pendidik pada Program Studi Agribisnis Faperta UNS
E-mail address: harisfpuns@gmail.com
ABSTRAK
Produksi kopi nasional dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan. Hasil yang
baik ini ditindaklanjuti dengan kinerja agroindustri yang baik pula. Produksi kopi olahan
terus berkembang karena ada kecenderungan lahirnya konsumen kopi spesialty. Tingginya
peluang itu dimungkinkan dapat dipenuhi karena Indonesia memiliki topografi geografis
yang berbeda-beda areal tanaman kopi. Salah satu kopi spesial dari Indonesia yang sangat
berkembang dalam dua dekade terakhir adalah kopi luwak. Dari kajian yang dilakukan Aini
disebutkan bahwa posisi bersaing kopi luwak berada pada sel V dalam matriks InternalEksternal model Fred R David. Hasil kajian menunjukkan bahwa yang membuat kopi luwak
berhasil di pasar karena ketepatan dalam menentukan strateginya, yaitu strategi penetrasi
pasar, sehingga kopi luwak memperoleh kesuksesan di pasar. Dibalik keberhasilannya,
pemasaran kopi luwak memiliki potensi kehancuran jika tidak ada yang mengontrol kualitas
prosesnya. Pemerintah dan masyarakat asosiasi memiliki peran yang bisa dimaksimalkan.
Kata Kunci : kopi luwak, strategi, pengembangan produk, penetrasi pasar
A. PENDAHULUAN
Produksi kopi Indonesia dalam 14 tahun terakhir mengalami kenaikan seiring dengan
bertambah luasnya areal tanam kopi dan tingkat produktivtas per satuan hektar baik yang
diusahakan oleh perkebunan rakyat, perkebunan besar negara maupun perkebunan besar
swasta (http://www.aeki-aice.org/, 2012). Walaupun tidak dipungkiri didalam kurun waktu
tersebut terdapat fluktuasi dalam produksi setiap bulannya. Data lengkap terkait dengan
produksi dan luas areal tanam kopi di Indonesia dari Dirjen perkebunan Kementerian
Pertanian yang dipublikasi oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Peningkatan produksi kopi ini kemudian ditindaklanjuti dengan meningkatnya kinerja
agroindustri kopi dalam negeri. Berdasarkan sumber yang lain (Silalahi, 2011), diperoleh
informasi bahwa produksi kopi yang meningkat ini dilanjutkan dengan produksi kopi olahan
Indonesia yang meningkat pula dengan rata-rata 3,5% per tahun dari 137.215 ton menjadi
151.671 ton dengan produk utamanya berupa kopi bubuk dan kopi instant kata Direktur
Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi. Peningkatan juga terjadi
pada kinerja ekspor produk kopi olahan pada tahun 2007 sebesar US$ 52,9 juta dan tahun
2010 sebesar US$ 114,47 juta atau meningkat rata-rata 38,7% per tahun.
Tabel 1. Perkembangan produksi, luas areal dan produktivitas kopi di Indonesia tahun 19962011
Menurut para pemerhati, komoditas kopi mempunyai prospek yang cukup cerah di
masa mendatang, hal ini terutama dilihat dari prospek pasar internasional yang cenderung
meningkat, sehingga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar
ekspor kopi baik jenis spesialti maupun produk olahan kopi. Heterogenitas topografi
memungkinkan Indonesia sebagai penghasil berbagai macam spesialty coffee (sedikitnya
telah tersedia di pasar sebanyak 12 kopi spesial asal Indonesia). Pengembangan kopi spesialti
dengan indikasi geografis tertentu dan diversifikasi kopi olahan mempunyai arti sangat
penting karena dapat menjadi komoditas unggulan indegeneus Indonesia yang mempunyai
daya saing tinggi di pasar internasional, apalagi jika telah dijamin dengan pasokan bahan
baku yang memadai dan bermutu tinggi,
Pasar ekspor kopi makin terbuka, terutama untuk pasar di negara-negara Asia seperti
Malaysia, Jepang, Taiwan dan Saudi Arabia, serta beberapa negara Eropa, Amerika Serikat
dan Australia. Tuntutan konsumen kopi dunia yang menghendaki produk-produk kopi back to
nature seperti roasted coffee dan kopi spesialti yang sedang menjadi trend di kota-kota besar
dunia menjadikan kopi memiliki prospek yang semakin cerah dimana mendatang.
Data terbaru dari laporan Pasar Kopi Bulan Agustus 2012 yang dirilis oleh AEKI
menyebutkan bahwa ekspor di bulan Juli 2012 sebesar 9,1 juta bag. Kumulatif ekspor selama
sepuluh bulan tahun kopi 2011/2012 (Okt 2011 s/d Juli 2012) menjadi 90,36 juta karung,
meningkat 1,5% dibandingkan dengan 89,05 juta karung ekspor periode yang sama tahun
lalu. Peningkatan terjadi pada ekspor Robusta yang mencapai 12,2 % lebih tinggi dibanding
periode yang sama tahun 2010/2011 dan kelompok Other Milds meningkat 4,7 %.
Peningkatan ini berbanding terbalik dengan produksi kopi dunia, artinya produksi kopi
Indonesia mengalami peningakatan baik secara komulatif maupun relatif produksi kopi
dunia. Secara kumulatif, peningkatan ekspor kopi Indonesia periode Oktober 2012-Juli 2011
mencapai 19,6 %.
Sampai saat ini, Indonesia adalah negara penghasil kopi ketiga terbesar di dunia dengan
produksi rata-rata 690.000 ton/tahun atau 6% dari produksi kopi dunia sebesar 7,18 juta
ton/tahun pada tahun 2010. Dari total produksi tersebut, mayoritas kopi yang dihasilkan
adalah jenis robusta dengan produksi mencapai 540.000 ton (78%) dan sisanya adalah jenis
arabika dengan produksi sebesar 150.000 ton (22%). Bahan baku kopi dari dalam negeri ratarata 68% diekspor dalam bentuk biji atau sebesar 470.000 ton dan sisanya sebesar 220.000
ton diolah di dalam negeri. Dari sisi konsumsi dalam negeri, tercermin dari tingkat konsumsi
domestik kopi nasional saat ini mencapai 0,8 Kg/kapita/tahun. Angka ini memang jauh lebih
rendah dibandingkan negara-negara penghasil kopi lainnya seperti Brazil 6,0
Kg/kapita/tahun, Kolombia 1,8 Kg/kapita/tahun (Silalahi, 2011).
Prospek kopi sebagai komoditas unggulan juga menyiratkan tanda-tanda yang baik,
karena dalam dua tahun terakhir perkembangan harga kopi menunjukkan trend yang terus
meningkat. Seperti yang dilaporkan oleh AEKI dalam situs resminya pada bulan Agustus
2012. Artinya peningkatan ini terus berlanjut karena dalam laporannya Departemen Pertanian
melalui Pusat Data dan Informasi Pertanian yang dikeluarkan tahun 2009 juga melaporkan
bahwa harga kopi terus menunjukkan peningkatan sejak tahun 2002 (PDIP, Departemen
Pertanian, 2009). Adapun perkembangan harga kopi yang dilaporkan AEKI dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut :
Sumber : http://www.aeki-aice.org/images/ stories/pdf/statistik/stat2012/img1.pdf
B. KOPI LUWAK
Akhir-akhir ini, Indonesia juga memiliki produk andalan baru dan semakin terkenal,
yang termasuk dalam kelompok kopi spesialti, yaitu kopi luwak. Penikmat kopi luwak tidak
hanya tumbuh subur di dalam negeri saja, tetapi juga sudah merambah ke seluruh penjuru
dunia. Apresiasi terhadap kopi luwak Indonesia di negeri ginseng Korea sangat luar biasa.
Kopi luwak sudah menjadi gengsi tersendiri bagi masyarakat Korea perkotaan pada
umumnya. Atase Perdagangan KBRI Indonesia di Korea Dody Edward melaporkan, harga
secangkir kecil kopi luwak Indonesia di Korea dihargai hingga 50.000 Won Korea atau setara
Rp 400.000. Kondisi ini menjadi pasar yang menggiurkan bagi kopi Luwak Indonesia. Saat
ini saja, setiap pojok di perkotaan korea sudah mulai demam kopi khususnya kopi luwak.
Meminum kopi luwak, sudah menjadi gaya hidup tersendiri bagi masyarakat Korea di
perkotaan. Selanjutnya Suhendra (2010) melaporkan bahwa pada periode Januari-Juli 2010
ekspor kopi ke Korea sudah naik 96%, yaitu US$ 6,2 juta, periode yang sama tahun lalu
hanya US$ 3,1 juta, sebuah angka pertumbuhan yang sangat mencengangkan. Potensi korea
sebagai pasar ekspor kopi luwak sangat strategis karena posisi korea merupakan negara
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik sejak beberapa dekade terakhir.
Kopi luwak dikenal sebagai kopi paling mahal di dunia. Mahalnya harga kopi luwak
menurut versi produsen (http://kopiluwakindonesia.info) disebabkan karena ketidak
mampuan memenuhi permintaan ini disebabkan produktivitas luwak untuk menghasilkan
“kotoran kopi” sangat rendah. Akar utama penyebabnya adalah : 1) Jumlah luwak sangat
sedikit, 2) Banyaknya permintaan dunia akan kopi luwak, 3) Luwak masih susah untuk
di”rumah”kan , 4) Belum ada teknologi sintetis yang dapat menggantikan peran luwak dalam
menghasilkan kopi luwak.
Keberhasilan kopi luwak dalam menarik minat konsumen (terutama dalam negeri)
tidak hanya karena rasanya yang spesial saja, tetapi juga karena komunitas produsen kopi
luwak berhasil menghapus keraguan sebagian penggemar kopi yang sebelumnya “menahan
rasa”. Melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), sejak tahun 2010 telah dikeluarkan
fatwa bahwa kopi luwak halal setelah melewati proses pembersihan (pencucian). Dengan
fatwa halal tersebut, maka kopi luwak boleh diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi.
Fakta dari keluarnya fatwa halal tersebut, beberapa gerai penjual kopi luwak mengalami
peningkatan jumlah permintaan hingga 20-30% perhari (Aini, 2012). Adapun alasan orang
mengkonsumsi kopi luwak bermacam-macam, mulai yang dari ingin mencoba karena
penasaran dengan nama besar dan harganya, adapula yang karena ingin meningkatkan gengsi,
ada yang dijual kembali dan yang tidak sedikit adalah sebagai hadiah ke rekan kerja.
Kopi Luwak sendiri merupakan seduhan kopi yang menggunakan biji kopi yang
diambil dari sisa kotoran luwak (Viverridae). Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang
berbeda dengan biji kopi yang lain, karena dalam proses produksinya harus pernah dimakan
dan terfermentasi dalam saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini telah lama
diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi gourmet setelah dipublikasi
pada tahun 1980-an. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per
450gram (Wikipedia, 2012). Daya tarik kopi luwak semakin bertambah setelah ada
kesimpulan dari penelitian di Ontario Kanada yang membuktikan bahwa kandungan asam
dan protein yang ada di perut luwak membuat biji kopi mengalami fermentasi sehingga
ketika diproses akan menghasilkan tingkat kematangan yang lebih sempurna (Marcone,
2004)
Asal mula Kopi Luwak terkait dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di
Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di
koloninya Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit
kopi
arabika
yang didatangkan
dari Yaman. Pada era
"Tanam
Paksa"
atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik
buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba meminum kopi
yang terkenal itu. Hingga ada seorang buruh perkebunan kopi menemukan feses luwak yang
berupa biji-bijian kopi yang daging buahnya sudah tercerna, namun kulit ari dan biji kopinya
masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci,
disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak
(Panggabean, 2011). Diluar dugaan sejak saat itulah beberapa buruh kebun secara sembunyisembunyi menikmati kopi luwak dan saling memberitahu diantara buruh kebun. Kabar
mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik
perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda (Wikipedia,
2012).
Adapun gambaran proses pembuatan Kopi Luwak yang didapat dari berbagai sumber
dapat dijelaskan dalam sebuah bagan alir sebagai berikut :
1. Buah kopi yang matang optimal (berwarna merah) dipetik dari pohonnya oleh petani.
2. Sebelum diberikan kepada Luwak, buah kopi disortir terlebih dahulu dan dicuci
sampai bersih. Lalu, buah kopi pilihan diberikan kepada luwak dalam kondisi segar.
3. Dengan indera penciumannya yang tajam, luwak masih akan memilih sendiri buah
kopi terbaik dan layak dikonsumsi untuk kemudian difermentasi secara sempurna di
dalam sistem pencernaannya.
4. Luwak mengeluarkan feses berupa gumpalan biji kopi dalam keadaan utuh terlindungi
kulit tanduk dan ari. Inilah yang disebut kopi luwak dalam wujud raw bean.
5. Feses luwak yang basah dikeringkan secara alami, lalu dicuci dengan air yang
mengalir. Proses pencucian ini dilakukan berkali-kali hingga benar-benar bersih.
Dalam proses pencucian ini, kopi luwak yang jelek seperti yang mengambang di atas
permukaan air dipisahkan/dibuang.
6. Setelah dicuci bersih, kopi luwak lalu dijemur hingga menjadi gabah yang masih
dilengkapi kulit tanduk dan kulit ari.
7. Kulit tanduk yang melindungi biji kopi dikupasi terlebih dahulu hingga menjadi green
bean. Selanjutnya, green bean dikeringkan lagi. Kemudian, biji kopi luwak disortir
lagi.
8. Kopi luwak diroasting atau disangrai sesuai karakteristiknya dengan menggunakan
Coffee Roaster buatan Jerman yang sangat memerhatikan detail bagian mesin. Sampai
di sini, kopi luwak sudah dalam bentuk roasted bean.
9. Setelah didiamkan beberapa waktu, kopi luwak dalam wujud roasted bean digiling
menjadi bubuk memakai Electric Burr Coffee Grinder dengan grind size yang bisa
diatur. Ukuran bubuk bisa halus, medium, dan bisa juga kasar.
10. Akhirnya, bubuk kopi luwak dikemas dan di-seal dengan mesin pengemas dan
penyegel. Secara fisik kopi luwak berbeda dengan biji kopi biasa. Biji kopi luwak
berwarna kekuningan dan wangi/harum, sedangkan biji kopi biasa berwarna hijau dan
kurang harum
C. AGRIBISNIS KOPI LUWAK DALAM TINJAUAN STRATEGIS
Agribisnis dipandang sebagai sebuah paradigma diartikan sebagai sebuah konsep
yang integratif yang terdiri dari beberapa sub-sistem, yaitu sub-sistem pengadaan sarana
produksi pertanian (agroinput), sub-sistem produksi atau kegiatan usahatani (on-farm
agribusiness), sub-sistem hilir atau penanganan pasca panen (agroindustry), sub-sistem
pemasaran hasil pertanian (agromarketing) dan subsistem penunjang kegiatan pertanian
(agro supporting). Dari kajian yang dilakukan, Aini (2012) yang meneliti dari unsur
usahatani hingga sistem agribisnisnya dilaporkan bahwa posisi agribisnis kopi luwak berada
pada sel V pada Matriks Internal-Eksternal yang dikembangkan David (2009). Posisi produk
yang berada pada sel V atau disebut sebagai posisi Hold and Maintain (Pertahankan dan
pelihara) menghasilkan rekomendasi yang berupa strategi intensif. Didalam strategi intensif
ini terdapat dua alternatif strategi, yaitu : 1) strategi penetrasi pasar dan 2) strategi
pengembangan produk.
Berdasarkan beberapa kajian empirik yang diperoleh melalui media internet, maka
keberhasilan kopi luwak dalam menembus pasar dalam dua dekade terakhir ini disebabkan
oleh keputusan menentukan prioritas strategi diantara dua alternatif strategi yang ditawarkan
David (2009), yaitu strategi penetrasi pasar. Penjelasan lebih lanjut mengenai strategi ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Strategi penetrasi pasar (market penetration)
Strategi penetrasi pasar adalah strategi yang mencari pangsa pasar yang lebih besar
untuk produk yang sudah ada sekarang melalui usaha pemasaran yang lebih intensif/gencar.
Penetrasi pasar kopi luwak selama ini telah dilakukan dengan berbagai media, baik cetak
maupun elektronika. Upaya mendekatkan brand kopi luwak kepada konsumen telah benarbenar berhasil karena iklan yang dilakukan tidak hanya tepat menyentuh kebutuhan para
penikmat kopi saja, tetapi juga tepat dalam positioning strategy. Akhir dari strategi penetrasi
pasar adalah diperoleh peningkatan market share (David, 2009) dari produk yang ditawarkan
(kopi luwak). Karakter khusus dari strategi penetrasi pasar ini menurut Kotler (2003).
Secara konvensional, strategi ini biasa dilakukan melalui optimalisasi potensi media
informasi baik cetak maupun elektronik serta tenaga pemasar –sales promotion girl (SPG)
dan lain-lain. Dengan langkah-langkah tersebut, maka kopi luwak tidak hanya dapat
dinikmati oleh penikmat kopi riil saja, tetapi juga penikmat kopi potensial. Akhir dari strategi
penetrasi pasar menghasilkan konsumen kopi luwak yang semakin beragam dan luas
cakupannya (David, 2009 dan Aini, 2012).
Namun jika ditelaah, langkah yang telah diambil para produsen kopi luwak adalah
keberhasilannya dalam menarik awak media yang bermain pada segmen menengah-atas, para
eksekutif dan kelompok exclusive. Penelusuran bagaimana para produsen berhasil menarik
awak media bukan menjadi hal yang penting, namun faktanya hampir semua media pada
segmen ini telah beberapa kali bahkan membuat reportase khusus tentang kopi luwak.
Keberhasilan menarik media pada segmen menengah-atas semakin menempatkan kopi luwak
pada posisi yang semakin tinggi diantara produk-produk kopi yang lain.
Daya tarik kopi luwak di Indonesia bahkan telah dijadikan oleh sebuah perusahaan
sebagai merek dagang produk kopi, meskipun produk kopi yang dijual tersebut bukan kopi
yang diproduksi melalui keikut sertaan (binatang) luwak. Nama kopi luwak telah diletakkan
tidak pada produk kopi, melainkan “hanya” nama merek dagang. Daya tarik kopi luwak telah
dijadikan merek dagang yang dapat menarik keuntungan besar, jauh lebih besar dari kopi
luwak itu sendiri. Di Indonesia, nama besar kopi luwak bahkan telah sampai masuk istana
negara. Kopi luwak telah menjadi citra Indonesia kepada dunia luar, hal ini dibuktikan ketika
Presiden Susilo Bambang memberikan cindera mata kepada Perdana Menteri Australia Kevin
Rudd ketika berkunjung ke Indonesia pada bulan maret 2010.
D. POTENSI MASALAH YANG PERLU DIANTISIPASI
Kopi luwak sebagai produk kopi yang berhasil menempati posisi tersendiri di hati
para penikmat kopi memang tidak disangsikan lagi. Kopi luwak melewati keberhasilan
seluruh produk kopi olahan pendahulunya. Namun ada beberapa hal yang patut diantisipasi
dari keberhasilan kopi luwak di pasar, apalagi produk ini laku keras di pasar yang berujung
pada keuntungan besar. Sebuah sasaran target dari semua bisnis di dunia termasuk bisnis
kopi.
Kemungkinan yang akan terjadi dari keberhasilan kopi luwak di pasar adalah
munculnya produk kopi luwak palsu di pasaran. Apabila produk palsu ataupun produk
campuran (kopi luwak dicampur dengan yang bukan kopi luwak) bisa masuk pasaran, dan
berhasil meraup keuntungan yang besar, maka para pengusaha kopi luwak akan menghadapi
dilema antara tetap menjamin keaslian produk tetapi dalam kondisi kalah untung dibanding
para pesaing baru, atau akan mengikuti cara-cara pesaing baru yang dengan produk palsunya
dapat meraup keuntungan lebih besar daripada tetap memilih jalur awal. Kemungkinan
munculnya pesaing baru yang menjual kopi luwak palsu (aspal-asli tapi palsu) sangat
mungkin terjadi karena selama ini yang paling banyak menikmati keuntungan dari harga
selangit dari kopi luwak adalah para pedagang yang langsung berhubungan dengan konsumen
akhir. Sedangkan para petani yang lebih banyak menanggung risiko sedari dulu hanya
menerima bagian yang paling kecil.
Permasalahan petani kopi produsen kopi luwak ini jika dibiarkan berlarut-larut dan
tidak direspons secara cepat baik oleh pemerintah maupun pengusaha dapat menjadi bom
waktu bagi kehancuran bisnis kopi luwak. Jika para petani didekati para penjual kopi luwak
palsu yang disertai iming-iming yang lebih menarik daripada berbisnis dengan pedagang kopi
luwak, maka pelan tapi pasti bisnis kopi luwak akan hancur secara keseluruhan.
Permasalahan-permasalahan tersebut akan menjadi lebih berat apabila keinginan konsumen
luar negeri yang butuh jaminan kepastian kopi luwak juga tidak diakomodir.
Untuk itu, kepedulian Pemerintah dan asosiasi pedagang kopi luwak harus segera
diwujudkan guna mengantisipasi hal-hal yang dapat merugikan baik skala mikro maupun
makro dengan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Memperhatikan kesejahteraan para petani kopi luwak
2. Segera menetapkan dan membuat standar mutu kopi luwak
3. Mendirikan lembaga sertifikasi mutu kopi luwak
4. Perbanyakan luwak “si produsen” kopi luwak
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. 2012. Agribisnis Kopi Luwak Arabika (Studi Kasus Asosiasi Petani Kopi Luwak
Three Mountain, Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung). Skripsi
pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Diakses tanggal 12 Oktober
2012 http://pustaka.unpad.ac.id/archives/117786/
David, F R. 2009. Manajemen Strategis Konsep-Konsep. Edisi 12. PT. Indeks Kelompok
Gramedia. Jakarta.
JPW Coffee. 2012. Kopi Luwak Kopi Termahal Di Dunia. Diakses tanggal 12 Oktober 2012
http://kopiluwakindonesia.info/
Kotler, P. 2003. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid 1. PT INDEKS, Kelompok Gramedia
Laporan Pasar Kopi Bulan Agustus 2012. http://www.aeki-aice.org/images/stories/ berita/
lap% 20pasar%20agustus%202012.pdf
Marcone, Massimo F. 2004. Composition and properties of Indonesian palm civet coffee
(Kopi Luwak) and Ethiopian civet coffee. Food Research International, Volume 37,
Issue 9, pages 901–912, 2004
OUTLOOK Komoditas Pertanian (Perkebunan). 2009. Pusat Data dan Informasi Pertanian
Departemen Pertanian. ISSN 1907-1507
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. AgroMedia. Jakarta
Perkembangan Harga Kopi Tahun 2010-2011. http://www.aeki-aice.org/images/
stories/pdf/statistik/stat2012/img1.pdf
Silalahi, W.V. 2011. Produksi Kopi Olahan Tumbuh 3,5%. Diakses tanggal 13 Oktober 2012.
http://finance.detik.com/read/2011/11/16/185904/1768867/1036/produksi-kopi-olahantumbuh-35
Suhendra. 2010. Korea 'Demam' Kopi Luwak, Secangkir Mungil Dihargai Rp 400.000 .
Diakses tanggal 13 Oktober 2012
http://finance.detik.com/read/2010/10/11/180123/1461519/4/korea-demam-kopi-luwaksecangkir-mungil-dihargai-rp-400000
Sumarwan, U. 2002. Perilakuk Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. PT.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Wikipedia. 2012. Kopi Luwak. Diakses tanggal 12 Oktober 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_luwak