BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kota Madinah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi.
Bukan saja karena Makkah dan Madinah sama-sama berada di propinsi Hijaz,
tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan. Madinah adalah sebuah
kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di sebelah utara kota Makkah. Penduduk
kota Madinah terdiri dari beberapa suku Arab dan Yahudi. Suku Yahudi terdiri
Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani Quraidzah yang mempunyai kitab suci
sendiri, lebih terpelajar dibandingkan penduduk Madinah yang lain. Sedangkan
suku Arabnya terdiri dari suku Aus, dan Khazraj, di mana kedua suku itu selalu
bertempur dengan sengitnya dan sukar untuk didamaikan.
Nabi
Muhammad
datang
dengan
membawa
perubahan.
Beliau
mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang miskin,
golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan
persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau
telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat
suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.
Piagam Madinah merupakan surat perjanjian yang dibuat pada masa
Rasulullah SAW bersama dengan orang-orang Islam dan pihak lain (Yahudi) yang
tinggal di Yasrib (Madinah). Piagam tersebut memuat pokok-pokok pikiran yang
dari sudut tinjauan modern dinilai mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk
pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern,
seperti kebebasan beragama, keberagaman, multikulturalism, humanism dan hak
setiap
kelompok
untuk
mengatur
hidup
sesuai
dengan
keyakinannya,
kemerdekaan hubungan ekonomi, dan lain-lain. Selain itu juga ditegaskan adanya
suatu kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama
menghadapi musuh dari luar, dan menjunjung tinggi nilai-nilai humanis.
1
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah,
khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima.
Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui
Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam
mempersatukan Madinah.
RUMUSAN MASALAH
Dengan latar belakang diatas, dapat ditegaskan dalam makalah ini
rumusan masalahnya, sebagai berikut:
1. mengapa Nabi memilih kota Madinah sebagai kota tempat tujuan Hijrahya
dan mengadakan perjanjian yang terbingkai dalam piagam madinah?
2. perihal apakah yang melatar belakangi adanya piagam madinah?
3. Untuk apa Piagam Madinah dibuat?
TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
untuk mengetahui mengapa Nabi memilih kota Madinah sebagai kota
tempat tujuan Hijrahya dan mengadakan perjanjian yang terbingkai dalam
piagam madinah
2. untuk mengetahui perihal apakah yang melatar belakangi adanya piagam
madinah
3. untuk mengetahui fungsi piagam madinah di buat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah
Dakwah Nabi di Mekkah dapat dikatakan kurang berhasil. Sampai kepada
tahun kesepuluh kenabian baru sedikit orang yang menyatakan diri masuk Islam.
Bahkan ada beberapa diantaranya yang memeluk agama Islam dengan sepenuh
hati mereka. Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat
ancaman dari kafir Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi
juga diancam secara fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi
Nabi selalu sabar dalam menghadapi gangguan-gangguan tersebut.
Kota Madinah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Nabi.
Bukan saja karena Makkah dan Madinah sama-sama berada di propinsi Hijaz,
tetapi juga beberapa faktor lain yang ikut menentukan, yaitu :
Abdul Muthalib, kakek Nabi lahir dan dibesarkan di Madinah ini sebelum
akhirnya menetap di Makkah. Apalagi hubungan kakek dan cucu ini sangat
erat dan penuh kasih sayang. Maka hubungan kakek nabi yang erat dengan
Madinah juga membawa bekasnya pada diri Nabi.
Ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muthalib wafat dan dimakamkan di
Madinah. Nabi pernah ziarah ke sana bersama ibundanya. Ibunda Nabi
wafat dalam perjalanan pulang dari ziarah tersebut. Dengan demikian
Madinah bukan tempat yang asing bagi Nabi. Setidak-tidaknya Nabi pernah
berhubungan dengan kota atau penduduk kota tersebut.
Penduduk Madinah dari suku Arab bani Nadjar punya hubungan
kekerabatan dengan Nabi. Kedatangan Nabi di Madinah disambut layaknya
kerabat yang datang dari jauh, bukan orang asing.
Sebagian besar penduduk kota Madinah punya mata pencaharian sebagai
petani, di samping itu iklim di sana lebih menyenangkan dari pada kota
Makkah. Untuk itu dapat dimaklumi bila penduduknya lebih ramah
dibandingkan penduduk kota Makkah.
3
Selain berbagai faktor di atas, juga khabar akan datangnya Rasul akhir
zaman sudah didengar orang-orang Madinah dari orang-orang Yahudi di
Madinah. Mereka mengharap-harap dan menunggu-nunggu untuk mendapat
kehormatan membantu agama ini.
Demikian beberapa faktor yang dapat kami kemukakan yang membantu
diterimanya Nabi di Madinah dan mengapa Nabi memilih kota yastrib atau
Madinah sebagai kota tempat tujuan Hijrahya, selain itu juga merupakan petunjuk
Allah yang memberi jalan bagi terbukanya syiar agama Islam.
Demikianlah reaksi penduduk Madinah bagaimana mereka menanti
kedatangan Rasul mereka. Selain itu dakwah yang disampaikan Nabi setiap
musim haji di Baitullah, juga perjanjian Baitul Aqabah pertama dan kedua yang
disepakati pada tahun kedua belas dan ketiga belas dari kenabian semakin
memuluskan jalan bagi Nabi untuk diterima di Madinah. Perjanjian Aqabah I dan
II mempersiapkan Nabi dan kaum Muslimin secara psikologis dan sosiologis
dalam pelaksanaan hijrah yang amat bersejarah.[1]
Madinah adalah sebuah kota kurang lebih berjarak 400 kilometer di
sebelah utara kota Makkah. Penduduk kota Madinah terdiri dari beberapa suku
Arab dan Yahudi. Suku Yahudi terdiri Bani Nadzir, Bani Qainuna, dan Bani
Quraidzah yang mempunyai kitab suci sendiri, lebih terpelajar dibandingkan
penduduk Madinah yang lain. Sedangkjan suku Arabnya terdiri dari suku Aus,
dan Khazraj, di mana kedua suku itu selalu bertempur dengan sengitnya dan sukar
untuk didamaikan.[2]
Nabi
Muhammad
datang
dengan
membawa
perubahan.
Beliau
mengajarkan penghapusan kelas antara orang kaya dengan orang miskin,
golongan buruh dengan golongan juragan. Yang ada hanyalah hubungan
persaudaraan, saling mengasihi dan menyantuni pada yang membutuhkan. Beliau
telah dapat menciptakan jalinan yang suci dan murni dan telah berhasil mengikat
suku Aus dan Khazraj dalam suatu hubungan cinta kasih dan persaudaraan.
1 Nurcholis Majid, Islam, Agama dan Peradaban, Jakarta : Paramadina, t.th., hlm. 41
2 Ibid.
4
Sejak Nabi hijrah ke Madinah dan sesudah menetap di sana dan setelah
masjid dan rumah beliau siap didirikan, tidak lain yang menjadi fikirannya adalah
menyiarkan agama Islam, sebagai tujuan utama beliau. Sebagai seorang
pemimpin, maka beliau merasa punya tanggung jawab besar terhadap diri dan
pengikutnya. Beliau tidak saja harus giat menyiarkan agama Islam, tetapi juga
sebagai seorang pemimpin tidak boleh membiarkan musuh-musuh dari dalam dan
dari luar mengganggu kehidupan masyarakat muslim. Pada tahap ini beliau
menghadapi tiga kesulitan utama :
a. Bahaya dari kalangan Quraisy dan kaum Musyrik lainnya di Jazirah
Arab.
b. Kaum Yahudi yang tinggal di dalam dan di luar kota dan memiliki
kekayaan dan sumberdaya yang amat besar.
c. Perbedaan di antara sesama pendukungnya sendiri karena perbedaan
lingkungan hidup mereka.[3]
Dan karena perbedaan lingkungan hidup, maka kaum muslimin Anshar
dan Muhajirin mempunyai latar belakang kultur dan pemikiran yang sangat
berbeda. Hal ini masih di tambah lagi dengan permusuhan sengit yang telah
terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar, yaitu Bani Aus dan Bani
Khazraj. Sangat sulit bagi Nabi mengambil jalan tengah untuk mempersatukan
mereka dalam kehidupan religius dan politik secara damai.
Tetapi akhirnya Nabi dapat mengatasi masalah tersebut secara damai
dengan cara yang amat bijaksana. Mengenai masalah yang pertama dan kedua,
beliau berhasil mengikat penduduk Madinah dalam suatu perjanjian yang saling
menguntungkan. Sedangkan untuk mengatasi masalah yang ketiga beliau berhasil
memecahkannya dengan jalan keluar yang amat bijak dan sangat jenius.
Untuk mengatasi adanya perbedaan di antara kaum muslimin, maka Nabi
mempersaudarakan di antara mereka layaknya saudara kandungan yang saling
pusaka mempusakai. Jika salah satu dari kedua bersaudara yang baru dipersatukan
tersebut wafat, maka saudara angkatnya berhak atas seperenam harta warisannya.
3 Ja’far Subhani, Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta : Lentera, 1996, hlm. 294
5
Perlu diketahui hukum waris sebagaimana kita kenal sekarang belum berlaku saat
itu.
Upaya yang dilakukan Rasul itu telah menjadi alat yang ampuh untuk
mematikan segala perang saudara dan permusuhan yang dulu selalu timbul di
antara mereka. Iklim baru ini sangat menunjang perkembangan agama Islam di
Madinah. Sehingga dalam tempo yang amat pendek, tidak lebih dari dua belas
bulan sesudah Rasul menetap di Madinah, menurut keterangan Ibnu Ishaq yang
wafat dalam temp hari tidak ada lagi satu rumah orang Madinah yang belum Islam
selain daripada suku kecil dari suku Aus.[4]
Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi kota
Madinah dengan mempelajari keadaan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Beliau berusaha mencari jalan bagaimana agar penduduk asli dan kaum muhajirin
dapat hidup berdampingan dengan aman. Untuk mengatasi kesulitan, Nabi
Muhammad membuat suatu perjanjian dengan penduduk Madinah baik Muslimin,
Yahudi ataupun musyrikin.
Dalam perjanjian itu ditetapkan tugas dan kewajiban Kaum Yahudi dan
Musyrikin Madinah, di samping mengakui kebebasan mereka beragama dan
memiliki harta kekayaannya. Dokumen politik, ekonomi, sosial dan militer bagi
segenap penduduk Madinah, baik Muslimin, Musyrikin, maupun Yahudinya.
Secara garis besar perjanjian itu memuat isi sebagai berikut :
a. Bidang ekonomi dan sosial
Keharusan orang kaya membantu dan membayar utang orang miskin,
kewajiban memelihara kehormatan jiwa dan harta bagi segenap penduduk,
mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian
pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan tidak ada perbedaan antara
siapapun di depan pengadilan.
b. Bidang militer
Antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap
penduduk Madinah, baik Muslimin, Yahudi ataupun Musyrikin, segala urusan
4 H. Zainal Arifin Abbas, Peri Hidup Muhammad Rasulullah Saw, Medan : Firma Rahmat, 1964,
hlm. 1246
6
berada di dalam kekuasaannya. Beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan
antara warga negara. Dengan demikian jadilah beliau sebagai Qaaid Aam
(panglima tertinggi) di Madinah. Keharusan bergotong royong melawan musuh
sehingga bangsa Madinah merupakan satu barisan menuju tujuan. Dan tidak boleh
sekali-kali kaum Musyrikin Madinah membantu Musyrikin Makkah (Quraisy).
Baik dengan jiwa ataupun harta, dan menjadi kewajiban kaum Yahudi membantu
belanja perang selama kaum Muslimin berperang.[5]
B. Arti Penting Piagam Madinah
Hijrah
Rasulullah
ke
Madinah
adalah
suatu
momentum
bagi
kecemerlangan Islam di saat-saat selanjutnya. Setelah Nabi Muhammad SAW tiba
di Madinah dan diterima penduduk Madinah, dan menjadi pemimpin penduduk
kota itu. Rasulullah SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan yang kokoh
bagi pembentukan suatu masyarakat baru. Inilah awal berdirinya pranata sosial
politik dalam sejarah perkembangan Islam. Sebagai produk yang lahir dari rahim
peradaban Islam, Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan
kesepakatan bersama bagi kepentingan membangun masyarakat Madinah yang
plural, adil, dan berkeadaban.
Piagam Madinah merupakan surat perjanjian yang dibuat pada masa
Rasulullah SAW bersama dengan orang-orang Islam dan pihak lain (Yahudi) yang
tinggal di Yasrib (Madinah). Piagam tersebut memuat pokok-pokok pikiran yang
dari sudut tinjauan modern dinilai mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk
pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern,
seperti kebebasan beragama, keberagaman, multikulturalism, humanism dan hak
setiap
kelompok
untuk
mengatur
hidup
sesuai
dengan
keyakinannya,
kemerdekaan hubungan ekonomi, dan lain-lain. Selain itu juga ditegaskan adanya
suatu kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama
menghadapi musuh dari luar, dan menjunjung tinggi nilai-nilai humanis. [6]
5 Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, hlm. 55
6 Karvallo, Bosco dan Dasrizal, (ed). Jakarta. Aspirasi Umat Islam Indonesia. 1983, hal 11
7
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah,
khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima.
Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui
Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam
mempersatukan Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah
semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di
dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari
gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih
berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di
Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan
piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau
memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah
mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah
kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan
sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang
mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat
politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik
dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama
dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan
penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka
sendiri.[8]
Dalam waktu yang relatif singkat Rasulullah telah berhasil membina
jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai imigran-imigran Makkah
dengan kaum Ansar, penduduk asli Madinah.
Beliau mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non muslim,
serta meletakkan dasar-dasar politik, sosial dan ekonomi bagi masyarakat baru
tersebut; suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa
kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang
8
semakin nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan
orang-orang Quraisy Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh
sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state).
Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang
masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state).
Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang
bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan
bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan
termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi
pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai
pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur'an ini kemudian
menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan
hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan
hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut
manifesto politik pertama dalam Islam.
Banyak diantara penulis muslim beranggapan bahwa Piagam Madinah
adalah merupakan konstitusi negara Islam pertama. Namun, satu hal yang perlu
dicatat bahwa dalam Piagam Madinah tidak pernah disebut-sebut agama negara.
Persoalan penting yang meminta pemecahan mendesak adalah terbinanya
kesatuan dan persatuan di kalangan warga Madinah yang heterogen itu. Semua
warga Madinah saat itu meskipun mereka berasal dari berbagai suku adalah
merupakan satu komunitas (ummah). Hubungan antara sesama warga yang
muslim dan yang non muslim didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang
baik, saling membantu dalam menghadapi agresi dari luar dan menghormati
kebabasan beragama. Persyaratan sebuah negara, walaupun masih sederhana,
telah terpenuhi, yakni ada wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan dan
ada konstitusi.
Penilaian Piagam Madinah sebagai suatu konstitusi pernah dikemukakan
oleh Hamilton Alexander Rosskeem Gibb, mantan guru besar bahasa Arab di
9
Oxford University, bahwa Piagam Madinah adalah merupakan hasil pemikiran
yang cerdas dan inisiatif dari Nabi Muhammad dan bukanlah wahyu. Oleh karena
itu, sifat konstitusinya dapat diubah dan diamandir. Muhammad Marmaduke
Pickthal, dalam mukaddimah terjemahannya terhadap al-Qur'an, mengatakan
bahwa Nabi sebagai seorang pemimpin mempunyai perhatian yang besar untuk
menstabilkan masyarakat Madinah dengan mencetuskan konstitusi. Konstitusi
yang dimaksud Pickthal tak lain adalah Piagam Madinah. Sementara itu,
Montgomery Watt dalam uraiannya mengenai piagam dimaksud secara tegas juga
menyebutnya sebagai konstitusi, yakni Konstitusi Madinah.
10
KESIMPULAN
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh
sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state).
Lalu, dengandukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang
masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state).
Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang
bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan
bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan
termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi
pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai
pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur'an ini kemudian
menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan
hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan
hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut
manifesto politik pertama dalam Islam.
11
Daftar Pustaka
Nurcholis Majid, Islam, Agama dan Peradaban, Jakarta : Paramadina t.th
Ja’far Subhani, Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta : Lentera,
1996
Ja’far Subhani, Ar-Risalah, Sejarah Kehidupan Rasulullah Saw, Jakarta : Lentera,
1996
H. Zainal Arifin Abbas, Peri Hidup Muhammad Rasulullah Saw, Medan : Firma
Rahmat, 1964
Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975
Karvallo, Bosco dan Dasrizal, (ed).. Aspirasi Umat Islam Indonesia. Jakarta:
Leppenas 1983
Ibnu Ishaq, Sirah al-Nabi Saw Juz II. Madinah: Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah
2004
Dr. Aj Wensinck. Mohammad en de Yoden le Medina. 1928
W. Montgomentry Watt, Mohammad at Medina. 1956
12
LAMPIRAN
PIAGAM MADINAH
I. Mukaddimah
Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, inilah piagam
tertulis dari Nabi Muhammad Saw di kalangan orang-orang yang beriman dan
memeluk islam (yang berasal dari) Quraisy dan Yastrib, dan orang-orang yang
mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.
II. Pembentukan Umat
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (umat) dan bebas dari (pengaruh dan
kekuasaan) manusia.
III. Hak Asasi Manusia
Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling
menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) sebagai
kompensasi hukuman pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara
orang-orang beriman.
Pasal 3
13
1) Bani ‘Auf (dari Yastrib) tetap mempunyai hak asli mereka dan saling
menanggung uang tebusan darah (diyat).
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil
diantara orang-orang beriman.
Pasal 4
1) Bani Sa’idah (dari Yastrib) tetap atas hak asli mereka, saling menanggung
uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 5
1) Bani Al-Harits (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka,
saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 6
1) Bani Jusyam (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka,
saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 7
1) Bani Najjar (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka,
saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 8
1)
Bani ‘Amr (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka,
saling menanggung uang tebusan mereka.
14
2)
Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 9
1) Bani An-Nabit (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka,
saling menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
Pasal 10
1) Bani ‘Auz (dari suku Yastrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling
menanggung uang tebusan mereka.
2) Setiap kelompok mereka membayar uang tebusan dengan baik dan adil di
antara orang-orang beriman.
IV. Persatuan Agama
Pasal 11
Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan meningalkan tanggung jawabnya
dalam membantu orang-orang yang berhutang, yaitu membayar uang tebusan
darah dengan cara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 12
Orang-orang beriman dilarang membuat persekutuan dengan orang-orang beriman
lainnya tanpa persetujuan kelompoknya sendiri.
Pasal 13
1) Seluruh orang-orang beriman dan bertaqwa harus harus menentang setiap
orang yang melakukan kesalahan, melanggar ketertiban, melakukan penipuan,
membuat permusuhan atau pengacauan dikalangan masyarakat orang-orang
beriman.
15
2) Kebulatan persatuan orang-orang beriman dalam menghadapi orang-orang
yang bersalah merupakan satu keputusan bersama, walaupun hal tersebut
terhadap anak-anak mereka sendiri.
Pasal 14
1) Orang beriman dilarang melakukan pembunuhan atas orang lain yang tidak
beriman.
2) Dan juga dilarang membantu orang-orang kafir yang melakukan penyerangan
pada orang-orang beriman lainnya.
Pasal 15
1) Jaminan Tuhan adalah untuk semua dan merata, melindungi nasib orang-orang
lemah.
2) Seluruh orang-orang yang beriman harus saling menjamin dan bahu-membahu
antar sesama mereka dari (gangguan) pihak lain.
V. Persatuan Segenap Warga Negara
Pasal 16
Bahwa sesungguhnya bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak
mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak
boleh diasingkan dari pergaulan umum.
Pasal 17
1) Perdamaian yang dilakukan orang-orang beriman adalah satu dan atas nama
semuanya.
2) Tidak diperkenankan kelompok orang-orang beriman membuat perjanjian
tanpa melibatkan kelompok beriman lainnya didalam suatu peperangan yang
dilakukan dijalan Tuhan kecuali atas dasar persamaan dan keadilan antara
mereka.
16
Pasal 18
Setiap serangan yang tunjukkan kepada kita merupakan tantangan kepada semua
orang-orang beriman yang harus memperkokoh persatuannya antar semua
kelompok.
Pasal 19
1) Seluruh orang-orang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap
darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
2) Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik
dan kuat.
Pasal 20
1) Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik)
terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy adalah tidaklah diakui.
2) Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugain yang diderita oleh
orang yang tidak beriman.
Pasal 21
1) Barangsiapa yang membunuh seorang yang beriman dengan cukup bukti atas
perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga
yang berhak) dan si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian
(diyat).
2) Seluruh warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk pebuatan itu, dan
tidak diijinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
17
1) Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya
kepada Tuhan dan Hari Akhir untuk membantu orang-orang yang salah dan
memberikan perlindungan baginya.
2) Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi
pengkhianat-pengkhianat
negara
atau
orang-orang
yang salah,
akan
mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di Hari Kiamat nanti, dan tidak
diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23
Apabila timbul perbedaan pendapat diantara kamu dalam suatu masalah, maka
kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Allah dan (keputusan) Rasul-Nya,
Muhammad Saw.
VI. Golongan Minoritas
Pasal 24
Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama orang-orang
beriman selama negara dalam peperangan.
Pasal 25
1) Kaum Yahudi dari suku ‘Auf adalah satu bangsa (umat) dengan warga yang
beriman.
2) Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka sebagaimana kaum muslim
bebas memeluk agamanya.
3) Kebebasan ini belaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka,
dan diri mereka sendiri.
4) Kecuali ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa orang yang
bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26
18
Kaum Yahudi dari Bani Najjar diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi dari Bani
‘Auf di atas.
Pasal 27
Kaum Yahudi dari Bani Harits diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi dari Bani
‘Auf di atas.
Pasal 28
Kaum Yahudi dari Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi dari
Bani ‘Auf di atas.
Pasal 29
Kaum Yahudi dari Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi dari
Bani ‘Auf di atas.
Pasal 30
Kaum Yahudi dari Baid Auz diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi dari Bani
‘Auf di atas.
Pasal 31
1) Kaum Yahudi dari Bani Tsa’labah diperlakukan sama seperti Kaum Yahudi
dari Bani ‘Auf di atas.
2) Kecuali orang yang mengacau atau yang berbuat kejahatan, maka ganjaran
dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32
Suku Jafnah yang mempunyai hubungan darah kaum Yahudi dari Bani Tsa’labah,
diperlakukan sama seperti Bani Tsa’labah.
Pasal 33
1) Bani Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Bani ‘Auf di
atas.
19
2) Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34
Pengikut-pengikut atau sekutu-sekutu dari Bani Tsa’labah, diperlakukan sama
seperti Bani Tsa’labah.
Pasal 35
Setiap pegawai atau pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti Kaum
Yahudi.
VII. Tugas Warga Negara
Pasal 36
1) Tidak seorang pun diperbolehkan melanggar peraturan ini tanpa seizin
Muhammad Saw.
2) Seorang warga negara dapat melakukan qishash luka yang telah orang lain
dilakukan orang lain kepadanya.
3) Siapa yang melakukan kejahatan maka ganjaran itu menimpa orangtua dan
keluarganya, kecuali untuk membela diri
4) Tuhan melindungi orang-orang yang setia pada piagam ini.
Pasal 37
1) Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagaimana kaum Muslimin memikul
biaya negara.
2) Di antara seluruh warga negara (Yahudi dan Muslimin) terkait perjanjian
pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap
peserta dari piagam ini.
3) Diantara mereka harus terdapat nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan
menjauhi segala dosa.
4) Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang
dibuat sahabat/sekutunya.
20
5) Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan
teraniaya
Pasal 38
Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang
beriman, selama peperangan masih berlangsung.
VIII. Melindungi Negara
Pasal 39
Sesungguhnya
Kota
Yastrib,
Ibukota
Negara
tidak
boleh
dilanggar
kehormatannya oleh setiap pihak yang disebutkan dalam piagam ini.
Pasal 40
Setiap tetangga rumah harus diperlakuklan seperti diri sendiri, dan tidak boleh
mengganggu
ketentramannya dan menzaliminya.
Pasal 41
Setiap tetangga wanita tidak boleh diganggu ketentraman dan kehormatan dan
tidak boleh melakukan kunjungan kecuali harus atas izin suaminya.
IX. Pimpinan Negara
Pasal 42
1) Dilarang menimbulkan masalah dan pertengkaran antar sesama anggota yang
menyepakati piagam. Dan apabila hal tersebut terjadi maka harus segera
dilaporkan dan diselesaikan berdasarkan hukum Allah dan Rasul-Nya.
2) Tuhan berpegang teguh pada piagam ini dan orang-orang yang setia
kepadanya.
Pasal 43
21
Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang
yang membantu mereka.
Pasal 44
Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk
menentang setiap agresor yang menyergap kota Yastrib.
X. Politik Perdamaian
Pasal 45
1) Apabila mereka diajak melakukan perdamaian dan membuat perjanjian damai
(treaty), maka mereka harus siap dan bersedia untuk berdamai dan melakukan
perjanjian damai.
2) Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang
beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang
menunjukan permusuhan terhadap agama (Islam).
3) Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka
untuk melakukan perdamaian itu.
Pasal 46
1) Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Auz dan segala sekutu dan simpatisan
mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam
untuk kebaikan (pendamaian) itu.
2) Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan.
XI.Penutup
Pasal 47
1) Setiap warganegara yang melakukan usaha, maka semua menjadi milik
dirinya.
22
2) Sesungguhnya Tuhan merestui semua peserta piagam ini, yang telah berlaku
jujur dan baik.
3) Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi
orang-orang yang zalim dan bersalah.
4) Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang berpergian (keluar), adalah
aman.
5) Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang zalim
dan berbuat salah.
6) Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap
taqwa (waspada).
7) Dan akhirnya Muhammad adalah Utusan Allah, semoga Tuhan mencurahkan
shalawat dan kesejahteraan atasnya.
Sumber: Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah al-Nabi Saw Juz II hal.
119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat 213 H.828M). Sebagai perbandingan lihat
juga analisa Dr. Aj Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le Medina
(1928), hal 74-84, dan W. Montgomentry Watt dalam bukunya Mohammad at
Medina (1956), hal 221-225.
23
24