API PEMILU
MENUJU SMART ELECTION
PENULIS: HARUN HUSEIN
KATA PENGANTAR: TITI ANGGRAINI
API PEMILU
MENUJU SMART ELECTION
OLEH:
Harun Husein
Copyright © Perludem
COVER:
Eko Punto Pambudi
DITERBITKAN OLEH:
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
Jalan Tebet Timur IV A No.1
Tebet, Jakarta Selatan
Telp: 021-8300004, Fax: 021-83795697
Email: perludem@gmail.com
Website: http://perludem.org
CETAKAN PERTAMA:
…. 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
KATA PENGANTAR
TRANSPARANSI
telah
menjadi
arus
utama
(mainsteram) di Indonesia. Melalui UU No. 14 Tahun 2008,
internalisasi keterbukaan informasi publik telah dilakukan
secara terstruktur, sistematis dan masif ke dalam institusi
publik. Prinsip ini yang kemudian dinilai menopang
integritas proses dan hasil pemilu, terutama sejak Pileg dan
Pilpres 2014. Publik seolah disuguhi tontonan pemilu yang
disajikan dalam sebuah kotak kaca. Setiap prosesnya dapat
dinikmati dan dikawal secara kasat mata. Bahkan, publik
dapat mencatat atau merekam kembali setiap data dan
informasi yang terlihat, untuk disajikan kembali dengan
tampilan yang lebih kreatif dan memikat. Membuka data
dan informasi pemilu secara blak-blakan ternyata semakin
memperkuat hasilnya.
Menelanjangi proses pemilu, dengan segala data
dan informasi yang dikandungnya, bahkan telah
meminimalisasi setiap celah potensi konlik. Pileg dan
Pilpres 2014 membuktikan bahwa amatan para pihak
yang mengkhawatirkan pelaksanaan Pemilu 2014 akan
membelah masyarakat Indonesia, serta melahirkan
konlik destruktif, pada akhirnya tidak terbukti. Tidak ada
kasus kekerasan isik yang merugikan fasilitas publik atau
private selama proses pemilu hingga dilantiknya presiden
terpilih. Kristalisasi bentuk dan sifat dukungan terhadap
dua kubu besar politik memang riuh, namun semua itu ter-
iii
API PEMILU
barrier dalam dunia maya, dan tampaknya didominasi oleh
noise ketimbang voice. Konlik itu reda sebelum dia ada.
Buka-bukaan soal data dan informasi pemilu juga
berbanding lurus dengan kinerja dan prestasi penyelenggara
pemilu di mata publik. KPU RI dinilai berhasil
menyelenggarakan pemilu di bawah tekanan politik yang
sangat tinggi. Kredibilitas anggota KPU meningkat tajam,
dan menjadi soko guru bagi banyak institusi negara. Publik
bahkan “pasang badan” dan turut mengklariikasi setiap
tudingan politisi kalah, yang biasanya cenderung akan
menggugat dan menggoyang profesionalitas KPU, dengan
data dan informasi. Di mana, data dan informasi tersebut
adalah rekaman publik terhadap proses pemilu yang
terbuka. Jika proses pemilu tidak transparan, tentu publik
tidak punya pegangan apapun untuk mengungkap data dan
fakta. Kredibilitas dan profesionalitas KPU terjaga karena
implementasi dari prinsip keterbukaan.
Keterbukaan tersebut dioperasionalisasikan melalui
pemanfaatan website resmi KPU dalam diseminasi
informasi kepemiluan. Di antaranya terdapat 25 jenis
data dan informasi pemilu yang dibuka oleh KPU RI
untuk diakses secara mudah dan gratis oleh publik. Juga,
terdapat sembilan sistem informasi yang mendukung
kerja-kerja kepemiluan, yang lazimnya disebut web-based
application oleh publik. Salah satu aplikasi fenomenalnya
adalah Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih). Secara
khusus, terdapat dokumen scan C1 (hasil penghitungan
suara di TPS) yang diunggah dalam format gambar digital
(.jpg) secara faktual dan aktual oleh penyelenggara pemilu
iv
daerah. Publik merespons semua data dan informasi ini
dengan antusias, dan turut merekam serta mengolah
informasi yang ada dengan caranya sendiri.
Akan tetapi, keterbukaan informasi yang telah
dipraktikkan oleh KPU masih merupakan langkah awal
dari prinsip transparansi. Upaya ini sudah saatnya
ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, yaitu open data.
Dalam standar pemahaman internasional, open data tidak
sekadar memublikasi data dan informasi yang tersedia,
namun menyangkut tiga kata kunci yang tak terpisahkan: i)
ketersediaan data dan kemudahan mengaksesnya, ii) dapat
digunakan ulang dan didistribusikan secara bebas, serta
iii) adanya partisipasi universal. Pemahaman ini menuntut
agar data dan informasi yang “open data” tidak hanya
dapat dimanfaatkan oleh manusia, namun juga oleh mesin.
Pengupayaan ini lah yang kemudian membutuhkan API
(Application Programming Interface), sebagai jembatan
untuk mengelola data dan informasi yang sudah “open
data” untuk dinikmati oleh publik secara luas.
Perludem adalah salah satu elemen sipil yang juga ikut
memanfaatkan dan mengoptimalkan data dan informasi
kepemiluan selama Pemilu 2014. Bekerja sama dengan The
Asia Foundation, Perludem melaksanakan program API
Pemilu dengan mengoleksi seluruh data penting pemilu
yang bersifat manual, kemudian mengubah formatnya
menjadi machine readable, lalu menempatkannya pada
satu online storage yang dapat diakses secara bebas oleh
pihak manapun. Untuk menstimulasi penggunaan data
dan informasinya, Perludem telah menyelenggarakan
v
API PEMILU
dua kali kegiatan hackathon menjelang Pileg dan Pilpres
2014, yang melibatkan ratusan developer aplikasi. Pada
akhirnya, terkreasilah 485 aplikasi dan game pemilu, yang
sebagiannya dapat diunduh secara gratis oleh pengguna
gadget berplatform Android dan iOS.
Buku ini merupakan bagian dari upaya untuk merekam
proses dan capaian yang telah diperoleh oleh Perludem
melalui program API Pemilu. Penulisnya, Harun Husein,
menyarikan dan memaparkan insipirasi-inspirasi yang
diperoleh dari pengalaman perjalanan program API Pemilu
sehingga dapat menjadi pembelajaran yang bermanfaat bagi
banyak pihak. Buku ini juga membahas secara mendalam
prinsip dan implementasi open data dan API berbasis
pengalaman aplikasi yang lahir dari API Pemilu. Sehingga,
memudahkan pembaca untuk memahami gagasan dan
praktik open data dan API sebagai sebuah teknologi yang
harus selalu bergandengan. Pada akhirnya, pembelajaran
utama yang tersirat dari buku ini adalah teknologi harus
mampu menjawab masalah kepemiluan, bukan malah
menghadirkan masalah baru.
Titi Anggraini
Direktur Eksekutif
vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................................Iii
Daftar Tabel ..................................................................................................................ix
Daftar Gambar...............................................................................................................x
Daftar Grafik............................................................................................................... xiii
BAGIAN SATU DATA PEMILU INDONESIA: MEMBUKA YANG TERTUTUP,
MENYUSUN YANG BERSERAK ...................................................................................... 1
Keterbukaan Data Pemilu 2014 dan Dampaknya .......................................................... 2
API Pemilu, API KPU, dan Open Data............................................................................. 7
Langkanya Data Pemilu Sebelumnya ........................................................................... 17
BAGIAN DUA API: PENERJEMAH, JEMBATAN, DAN LEGO ....................................... 23
Definisi API ................................................................................................................. 24
Sejarah API ................................................................................................................. 26
API Google Maps, Mashup API, dan Komputasi Awan ................................................. 31
Demam Gadget dan Era Booming Aplikasi ................................................................. 37
BAGIAN TIGA API DAN OPEN DATA ......................................................................... 45
Kisah Sukses Civic Hacking Govtrack.us ...................................................................... 45
Sunlight Foundation: Disinfectant untuk Korupsi dalam Pemerintahan......................... 50
Kompatibilitas Open Data dengan API......................................................................... 53
Open Data, API, dan Bulk Data ................................................................................... 57
Riwayat Singkat Open Data ........................................................................................ 59
Mimpi Open Government Data yang Menjadi Nyata ................................................... 65
Open Data dan API: Dari Kamar Kecil Hingga Bilik Suara ............................................. 68
BAGIAN EMPAT INI ALASAN MENGAPA PEMILU INDONESIA PERLU
SENTUHAN TEKNOLOGI, TERUTAMA API .................................................................... 77
Pemilu Satu Hari Terbesar di Dunia .............................................................................. 78
Sistem Pemilu Paling Rumit dan Sarat Bid’ah .............................................................. 81
Efek Samping Pemilu Besar dan Rumit Itu: Pasang Naik Floating Voters, Golput, dan
Politik Uang ................................................................................................................ 94
Mengapa API Pemilu Menjadi Solusi ......................................................................... 104
vii
API PEMILU
BAGIAN LIMA PROSES PEMBUATAN API PEMILU, HACKER MARATHON,
DAN LAHIRNYA RATUSAN APLIKASI PEMILU MENGENTRI, MEMBERSIHKAN,
DAN MEMAKET ........................................................................................................ 121
Hacker Marathon API Pemilu Jilid I ............................................................................ 125
Hacker Marathon API Pemilu Jilid II ........................................................................... 138
Hasilnya 485 Aplikasi dan Game Pemilu.................................................................... 151
Efek API Pemilu yang Menular ke Imam Bonjol.......................................................... 184
Sekelumit Kisah Pemenang Hackathon yang Menerapkan
Algoritma Biro Jodoh untuk Menilai Caleg ................................................................ 188
BAGIAN ENAM SETELAH API PEMILU MELAHIRKAN BANK DATA
PEMILU DIGITAL ....................................................................................................... 195
Aplikasi DPR Kita ...................................................................................................... 202
API Pemilu di Arena Pilkada ...................................................................................... 209
Mengekspor API Pemilu ........................................................................................... 215
API Pemilu, Pemilu Lima Kotak, dan Rekayasa Pemilu................................................ 217
BAGIAN TUJUH MASA DEPAN API PEMILU: MENUJU SMART ELECTION ................ 221
Beberapa Kasus Blunder Penerapan Teknologi Dalam Pemilu .................................... 222
API, Open Data, Smart City, dan Smart Election......................................................... 234
Daftar Istilah ............................................................................................................. 253
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 261
Profil Penulis ............................................................................................................. 265
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data dan Informasi yang Dibuka KPU Melalui Situs kpu.go.id dan URL ...........4
Tabel 2 Perbandingan Luas Wilayah Tiga Negara Demokrasi Terbesar ........................79
Tabel 3 Perbandingan Suara Sah dan Tidak Sah Empat Pemilu Terakhir......................85
Tabel 4 Tren Merosotnya Party Id di Indonesia ...........................................................97
Tabel 5 Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Legislatif ....................................................98
Tabel 6 Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Presiden .....................................................98
Tabel 7 Sikap Pemilih Terhadap Politik Uang (Dalam persen) ...................................100
Tabel 8 Pengaruh Politik Uang Terhadap Pemilih (Dalam persen) .............................100
Tabel 9 Pengguna Internet di 25 Negara (2013-2018) Menurut Riset eMarketer ....106
Tabel 10 Sepuluh Pasar Smartphone Terbesar Dunia Menurut Riset GfK ....................110
Tabel 11 Daftar Endpoint API Pemilu ........................................................................199
ix
API PEMILU
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Open data dan API KPU .........................................................................13
Gambar 2
Permainan kreatif anak bernama Lego yang memiliki kemiripan
dengan API ............................................................................................24
Gambar 3
API Google Maps ..................................................................................33
Gambar 4
Metafora komputasi awan rekaan Sam Johnston. ..................................35
Gambar 5
Joshua Tauberer .....................................................................................46
Gambar 6
Situs GovTrack .......................................................................................47
Gambar 7
Influence Explorer yang dibuat Sunlight Foundation. ..............................51
Gambar 8
Tim O’Reily sang advokat open source ..................................................62
Gambar 9
Situs Creative Common..........................................................................64
Gambar 10
Aplikasi Toilet Finder. .............................................................................69
Gambar 11
Aplikasi WheDoesMyMoneyGo. .............................................................72
Gambar 12
Google Civic Information API. ................................................................74
Gambar 13
Fitur Decision Maker di Change.org. ......................................................76
Gambar …
Hasil exit poll Indikator.........................................................................103
Gambar 14
Tampilan API Pemilu. ...........................................................................118
Gambar 15
Web Banner Hackathon Code for Vote. ................................................126
Gambar 16
Pembukaan Hackathon Code for Vote di Bandung Digital Valley...........127
Gambar 17
Para developer sedang berkutat membuat aplikasi pada
Hackathon Code for Vote di Bandung Digital Valley..............................129
Gambar 18
Aplikasi Orang Baik. ............................................................................131
Gambar 19
Aplikasi Pemilu Hore. ...........................................................................133
Gambar 20
Aplikasi Caleg Store.............................................................................135
Gambar 21
Aplikasi One Vote.................................................................................136
Gambar 22
Aplikasi Pemilu Kita. ............................................................................137
Gambar 23
Web Banner Hackathon Code for Vote 2.0...........................................139
Gambar 24
Para developer sedang berkutat membuat aplikasi pada
Hackathon Code for Vote 2.0 di Jakarta. ..............................................140
Gambar 25
Dewan juri berbincang peserta
Hackathon Code for Vote 2.0 di Jakarta. ..............................................141
Gambar 26
Aplikasi Pemiluman. ............................................................................143
x
Gambar 27
Aplikasi Pemimpin Kita. .......................................................................144
Gambar 28
Aplikasi AyoNyoblos.............................................................................146
Gambar 29
Aplikasi Pelita. .....................................................................................147
Gambar 30
Aplikasi Analisis Pilpres 2014...............................................................149
Gambar 31 Aplikasi Seputar Pilpres........................................................................152
Gambar 32
Aplikasi Kuis Capres.............................................................................153
Gambar 33 Aplikasi WoWee.14..............................................................................154
Gambar 34
Aplikasi Indonesia Memilih. .................................................................155
Gambar 35
Aplikasi Pantau Pemilu.........................................................................157
Gambar 36
Aplikasi Pilpres.....................................................................................158
Gambar 37
Aplikasi Pilpres Duo. ............................................................................159
Gambar 38
Aplikasi PeRantau................................................................................160
Gambar 39
Aplikasi Pesta Pemilu. .........................................................................161
Gambar 40 Aplikasi Kuis Pemilu–Cakpres...............................................................163
Gambar 41
Aplikasi Joko vs Bowo..........................................................................164
Gambar 42
Aplikasi Vote for Indonesia AR. ............................................................165
Gambar 43
Aplikasi Kita Memilih. ..........................................................................166
Gambar 44
Aplikasi Info Pilpres 2014. ...................................................................167
Gambar 45
Aplikasi Legit or Not. ...........................................................................168
Gambar 46
Aplikasi Kuis Pemilu. ............................................................................170
Gambar 47
Tampilan aplikasi “Pemilu Daring”.......................................................171
Gambar 48
Tampilan aplikasi Pemilu Presiden 2.0..................................................172
Gambar 49
Aplikasi Vote for Change .....................................................................173
Gambar 50 Aplikasi Pemilu for Us. .........................................................................174
Gambar 51
Aplikasi Aku Pilih. ................................................................................175
Gambar 52 Aplikasi SiapaPresidenku. ...................................................................176
Gambar 53
Aplikasi Pemilu Kita. ............................................................................177
Gambar 54
Aplikasi Capres Score...........................................................................178
Gambar 55
Aplikasi Hayu Nyoblos. ........................................................................179
Gambar 56
Aplikasi Pemiloe. .................................................................................180
Gambar 57
Aplikasi Seputar Pemilu. ......................................................................181
Gambar 58
Aplikasi Empu Info...............................................................................182
Gambar 59
Aplikasi Pemilu Indonesia 2014. ..........................................................183
Gambar 60
Aplikasi Pemilu. ...................................................................................184
xi
API PEMILU
Gambar 61
Pelatihan open data untuk penyelengara pemilu..................................187
Gambar 62
Skor Caleg di Aplikasi Orang Baik. .......................................................190
Gambar 63
Ilustrasi API Pemilu Perludem sebagai pusat data pemilu. ....................197
Gambar 64
Aplikasi DPR Kita .................................................................................206
Gambar 65
Kunjungan KPU Myanmar ke Perludem, April 2015,
untuk mempelajari API Pemilu. ...........................................................216
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1
Miliaran Aplikasi yang Bisa Diunduh dari Toko Aplikasi Terkemuka ........41
Grafik 2
Data Digital Global 2015 dari We Are Social ..........................................43
Grafik 3
Apa yang Dicoblos Pemilih di TPS pada Pemilu Legislatif 2014 ...............94
Grafik 4
Hasil Riset IFES-LSI Tentang Informasi Caleg ..........................................95
Grafik 5
Maraknya Politik Uang Pemilu 2014 Menurut Survei IFES ......................99
Grafik 6
Alasan Pemilih Memilih Partai dan Caleg
Menurut Exit Poll Indikator Politik Indonesia (Dalam Persen) ................102
Grafik 7
Jumlah dan Penetrasi Pengguna Internet Indonesia 2005-2014
Menurut Survei APJII-Puskakom UI .....................................................107
Grafik 8
Perbandingan Akses Internet di Indonesia
Berdasarkan Perangkat Menurut Survei APJII-Puskakom UI ..................109
Grafik 9
Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Usia
Menurut Survei APJII-Puskakom UI ......................................................112
Grafik 10
Pemilik Ponsel di Indonesia Berdasarkan Usia
Menurut Survei Kominfo ......................................................................112
Grafik 11
Tren Partisipasi Pemilih Berdasarkan Kelompok Usia
Menurut Exit Poll Indikator Politik Indonesia ........................................113
Grafik 12
Piramida Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia
Berdasarkan Sensus BPS 2010.............................................................114
TGrafik 13
Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Wilayah ...........212
xiii
API PEMILU
xiv
BAGIAN SATU
Data Pemilu Indonesia:
Membuka yang Tertutup,
Menyusun yang Berserak
SUNLIGHT is the best disinfectant. Demikian pepatah
lama yang mempunyai kebenaran asasi, bahwa keterbukaan,
transparansi, bisa menyelesaikan banyak masalah akibat
ketertutupan, seperti korupsi, manipulasi, dan berbagai
penyimpangan, yang selalu bermain di wilayah remang
dan gelap. Bahkan, ada yang menyebut ‘cahaya matahari’
atau keterbukaan dan transparansi, adalah polisi yang lebih
eisien ketimbang polisi beneran.
Dalam soal pemilu, ketertutupan adalah sarang berbagai
kuman kecurangan dan manipulasi, yang menciptakan
penyakit bagi pemilu dan demokrasi. Ketertutupan membuat
proses pemilu sulit diprediksi, namun hasilnya justru
bisa diprediksi. Seperti pemilu-pemilu di era Orde Baru
yang prosesnya penuh dengan manipulasi dan intimidasi,
sedangkan hasilnya, pemenangnya, sudah bisa diprediksi,
bahkan sebelum pemilu. Alhasil, keterbukaan dan
transparansi data pemilu, akan membantu menghindarkan
pemilu dari permainan kotor, machiavelian election, arena
pesta demokrasi para bandit, yang justru menista demokrasi
dan kedaulatan rakyat.
Tapi, cahaya matahari bukan sekadar pembunuh
1
API PEMILU
kuman alami. Cahaya matahari juga merupakan prasyarat
penting bagi terjadinya fotosintesis. Fotosintesis inilah
yang akhirnya membuat tanaman menyerap karbon dan
melepaskan oksigen yang bermanfaat bagi kehidupan.
Fotosintesis pula yang membuat tumbuhan bisa ‘memasak’,
sehingga akhirnya bisa menghasilkan bunga dan buah.
KETERBUKAAN DATA PEMILU 2014
DAN DAMPAKNYA
Pada Pemilu 2014 lalu, data pemilu telah relatif lebih
terbuka. Keterbukaan data-data pemilu, bukan hanya
membuat pemilu lebih berintegritas dan legitimate, tapi
melahirkan buah dan bunga yang indah, berupa inovasi
dan kreatiitas yang --dalam ungkapan para pegiat pemilu-mengawinkan teknologi dengan pemilu. Beberapa di
antaranya tercatat sebagai yang pertama.
Keterbukaan data pemilu antara lain memungkinkan
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
membuat Application Programming Interface (API) untuk
keperluan pemilu. Ini adalah kegiatan digitalisasi datadata pemilu: membersihkannya, menstrukturisasinya,
membuatnya dalam format yang standar sehingga bisa
dibaca mesin (komputer), sehingga memudahkan data-data
pemilu digunakan kembali dan didistribusikan secara lebih
luas, dengan cara yang unik dan menarik.
Usai membuat database API Pemilu, Perludem
menggelar hacker marathon (hackathon) API Pemilu,
kontes pembuatan aplikasi bertema pemilu. Kontes ini
menantang para programmer dan pengembang aplikasi di
2
Indonesia, termasuk orang Indonesia di luar negeri, untuk
mengemas berbagai data pemilu dalam berbagai aplikasi
menarik berbasis web atau mobile, sehingga data-data
pemilu tersebut bisa lebih renyah, mudah dicerna publik,
dan fun. Sehingga, data pemilu menjadi menarik, terutama
bagi kalangan muda.
Ratusan jagoan software ambil bagian pada hackathon
yang digelar dua kali, menjelang pemilu legislatif dan
menjelang pemilu presiden. Hasilnya adalah sekitar 485
aplikasi dan game pemilu, yang sebagian di antaranya bisa
diunduh secara gratis terutama oleh pengguna gawai atau
gadget (telepon pintar dan komputer tablet) berplatform
Android dan iOS, yang jumlahnya di Indonesia telah
mencapai 100 juta orang.
Inovasi pertama lainnya yang lahir dari keterbukaan data
pemilu, adalah munculnya fenomena ‘gerakan’ penghitungan
suara secara gotong royong (crowdsourcing) yang dilakukan
oleh para relawan dunia maya. Seperti Kawalpemilu.org,
Pilpres2014.org, Pilpres.umm.ac.id, Kawal-suara.appspot.
com, Kawalpilpres.appspot.com, Realcount.herokuapp.
com, J.mp/hitungpilpres2014, Rekapda1.herokuapp.com,
Caturan.com, Bowoharja.biz, dan Cross-check.herokuapp.
com.
Memang, mencuatnya inovasi-inovasi ini, dipacu
pula oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi
informasi. Tapi, keterbukaan data pemilu adalah pemicunya.
Sebab, tanpa keterbukaan, betapa pun majunya teknologi,
sulit membayangkan akan muncul kreatiitas dan inovasiinovasi memanfaatkan data-data pemilu.
3
API PEMILU
Dari sebelas kali pemilu yang pernah digelar di Indonesia,
memang baru pada Pemilu 2014 lah data-data pemilu
lebih terbuka. Data-data pemilu --yang dalam beberapa
pemilu sebelumnya tak mudah diakses, atau hanya dibuka
sebagian, atau datanya dibuka mengikuti tahapan saja dan
tak bisa diakses setiap saat-- kali ini bak digelontorkan
kepada publik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode
2002-2017 yang menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan
Pemilu Presiden 2014 membuka hampir semua data pemilu
kepada publik.
Data dan informasi pemilu tersebut kebanyakan dibuka
KPU secara daring (online), baik melalui situsnya www.
kpu.go.id, maupun melalui berbagai URL dan link khusus
yang memuat data-data yang dikelompokkan sesuai tema
tertentu. (lihat tabel 1). Keterbukaan serupa dilakukan oleh
Bawaslu melalui situsnya, www.bawaslu.go.id.
TABEL 1: DATA DAN INFORMASI YANG DIBUKA KPU MELALUI SITUS
KPU.GO.ID DAN URL
DATA DAN INFORMASI
Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar
Pemilih Sementara Hasil Perbaikan
(DPSHP), dan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) Pemilu 2014
Jaringan Dokumentasi dan Informasi
Hukum KPU
Hasil Pemilu 2014
Hasil Pindai C1 Pileg 2014
Hasil Pindai C1 Pilpres
Daftar Calon Anggota DPD
Daftar Calon Anggota DPR
Daftar Calon Anggota DPRD Provinsi
4
ALAMAT
http://data.kpu.go.id/
http://jdih.kpu.go.id
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/347
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/316
https://pemilu2014.kpu.go.id/
http://pilpres2014.kpu.go.id/
http://caleg.kpu.go.id/browse_dpd.php
http://caleg.kpu.go.id/browse_dpr.php
http://caleg.kpu.go.id/browse_dprd1.php
DATA DAN INFORMASI
Daftar Calon Anggota DPRD
Kabupaten/Kota
Anggota DPR dan DPD periode
2014–2019
Anggota DPRD periode 2014-2019
Daftar TPS Pileg 2014
Daftar TPS Pilpres 2014
Daftar Partai Peserta Pemilu 2014
DIPA KPU 2014 dan Realisasi Anggaran
Pemilu 2014
Daerah Pemekaran 2014
Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah
Tahun 2015
Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi
RUP Barang/Jasa di Sekretariat Jenderal
KPU tahun 2015
ALAMAT
http://caleg.kpu.go.id/browse_dprd2.php
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/387
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/349
http://tps.kpu.go.id/pileg2014.php
http://tps.kpu.go.id/pilpres2014.php
http://partai.kpu.go.id/browse.php
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/383
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/384
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/341
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2013/135
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/388
Struktur Komisioner KPU
Pusat Layanan Informasi KPU
Laporan Dana Kampanye
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/344
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/328
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/267
http://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/314
Dokumen Pendaftaran Bakal Pasangan http://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/284
Calon Presiden dan Wakil Presiden
Visi Misi Capres – Cawapres
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/304
Lembaga Survei/Hitung Cepat
http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/324
Tapi, yang paling menyolok dari pembukaan data pemilu
itu, adalah pengunggahan riwayat hidup (curriculum vitae)
calon anggota legislatif (caleg), fasilitas pengecekan data
pemilih lewat portal Sistem Data Pemilih (Sidalih), dan
scanning formulir hasi penghitungan suara di tingkat TPS
(formulir C1).
Pengunggahan daftar riwayat hidup caleg, juga
merupakan gebrakan baru yang dibuat KPU. Data-data
caleg yang sebelumnya gelap, bahkan oleh sebagian orang
masih dianggap ‘rahasia partai dengan KPU’ --sehingga tak
5
API PEMILU
bisa dipublikasikan sembarangan-- untuk pertama kalinya
bebas diakses oleh pemilih. Langkah ini merupakan sesuatu
yang sangat penting dan kontekstual, karena Indonesia
menerapkan sistem proporsional terbuka, di mana pemilih
bukan hanya memilih partai tapi juga caleg. Publikasi data
caleg ini memungkinkan masyarakat mengetahui rekam
jejak para caleg sebelum memilih.
Pengecekan data pemilih secara online, juga merupakan
gebrakan lain yang menyita perhatian. Karena lewat portal
Sidalih, pemilih bisa mengecek apakah namanya sudah
terdaftar sebagai pemilih atau belum. Sehingga, calon
pemilih tak perlu repot-repot mengeceknya secara manual
ke desa/kelurahan. Portal ini juga menampilkan data
agregat proses pemutakhiran data pemilih, sejak daftar
pemilih sementara (DPS) hingga daftar pemilih tetap (DPT).
Publikasi formulir C1 secara daring, juga merupakan
langkah yang belum ada presedennya, dan merupakan yang
pertama di dunia. Tak heran bila KPU kerap membanggakan
pembukaan formulir C1 dan dampaknya yang gegap
gempita, sebagai salah satu best practice KPU dalam Pemilu
2104. Formulir C1 antara lain berisi hasil penghitungan yang
diteken petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS) serta para saksi konstestan pemilu. Selain
formulir C1, KPU juga mengunggah scanning formulir hasil
rekapitulasi tingkat kecamatan (formulir DA1) dan scanning
formulir hasil rekapitulasi tingkat kabupaten/kota(formulir
DB1).
Bahwa KPU kali ini lebih terbuka, memang diakui banyak
kalangan. Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan
6
(Partnership for Governance Reform), misalnya, telah
memberikan penghargaan kepada KPU atas prakarsa dan
dan inovasi dalam transparansi data pemilu. Kemitraan
menyatakan, transparansi data pemilu telah mendorong
perbaikan kualitas pemilu, yang berujung pada integritas
proses dan hasil pemilu.
API PEMILU, API KPU, DAN OPEN DATA
Meski lebih baik dibanding pemilu-pemilu sebelumnya,
sebenarnya, keterbukaan data pemilu kali ini masih
tertinggal. Pertama, keterbukaan KPU baru memenuhi
sebagian kriteria yang digariskan oleh Undang-Undang
Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(KIP). Kedua, keterbukaan tersebut belum sepenuhnya
merupakan open data.
Sejak berlakunya UU KIP, keterbukaan informasi publik
telah menjadi arus utama (mainstream) di Indonesia.
Ada beberapa pemikiran yang mendasari penerbitan UU
tersebut. Pertama, memperoleh informasi merupakan
hak asasi manusia. Kedua, keterbukaan informasi juga
merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan segala sesuatu
yang berakibat pada kepentingan publik. Ketiga, untuk
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
memperoleh informasi.
UU KIP telah mengatur pengelolaan informasi publik
secara rigid. Tentang apa dan bagaimana informasi harus
disajikan oleh penyelenggara negara, agar dapat diketahui
oleh masyarakat secara luas. “UU KIP menekan pemerintah
7
API PEMILU
untuk mengambil posisi aktif, tidak hanya pasif dalam
penyediaan informasi,” tandas Program Oicer API Pemilu
Perludem, Diah Setiawaty.
Isu keterbukaan informasi publik, tutur Diah, merupakan
salah satu isu krusial yang penting dalam penyelenggaraan
pemilu di Indonesia. Alhasil, sebagaimana institusi
pemerintah lainnya, beban untuk melaksanakan UU KIP,
juga harus dipikul oleh penyelenggara pemilu. Dalam hal
ini, pemerintah --juga penyelenggara pemilu—berkewajiban
melaksanakan pengelolaan informasi publik berdasarkan
empat kategori utama, sebagaimana diatur dalam Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 UU KIP. Pertama, informasi yang wajib
disediakan diumumkan secara berkala. Kedua, informasi
wajib diumumkan secara serta merta. Ketiga, informasi
wajib tersedia setiap saat.
KPU dan Bawaslu dinilai sudah menunjukkan
kesungguhan dalam menyediakan informasi yang
dibutuhkan publik. Untuk memenuhi kategori pertama dan
kedua, misalnya, KPU sudah menyediakan portal resmi
dengan muatan informasi dan data kepemiluan yang dapat
diakses secara online dan mudah oleh masyarakat. Namun,
Perludem menilai masih banyak informasi yang dibutuhkan
publik yang tidak dimuat, khususnya kategori ketiga.
“Contoh detailnya tentang dana kampanye partai politik.
Informasi tersebut memang tidak wajib dipublikasikan
secara aktif. Tapi, berdasarkan regulasi yang ada, informasi
kategori tersebut dapat diakses melalui jalur prosedural
yang ada di KPU,” kata Diah.
Selain belum memenuhi semua kehendak UU KIP,
8
keterbukaan data pemilu oleh penyelenggara pemilu itu pun
baru merupakan transparansi, dan belumlah sepenuhnya
masuk dalam kategori open data, sebuah tren yang
pengertiannya sudah dibatasi secara rigid. Menurut Open
Data Handbook: “Data terbuka adalah data yang bebas
digunakan, digunakan ulang, dan didistribusikan kembali
oleh siapapun….”
Mengapa belum sepenuhnya masuk kategori open data,
karena data-data pemilu yang digelontorkan KPU, belumlah
dalam format terbuka. Data-data yang diunggah tersebut
--kendati oleh KPU diklaim sebagai open data-- kebanyakan
masih berupa hasil scan dokumen (format PDF atau JPEG).
Format seperti ini, dalam konsep open data, masih masuk
dalam kategori data tertutup/terkunci (proprietary). Sebab,
data-data seperti ini hanya bisa dibaca oleh manusia (human
readable) atau pengguna website, dan tidak dapat dibaca
oleh mesin (komputer), sehingga sulit untuk digunakan
ulang dan didistribusikan ulang.
Dalam Open Election Data Principles, National
Democratic Institute (NDI) menyatakan ada sembilan
syarat data pemilu terbuka (open election data). Pertama,
granular, artinya data harus terperinci hingga ke level yang
paling detail. Kedua, timely, maksudnya data pemilu harus
tersedia dalam jangka waktu tertentu --sesuai tahapan
pemilu-- agar dapat digunakan dengan efektif. Ketiga,
available for free on the internet, yaitu data harus dapat
digunakan secara bebas di internet (online). Keempat,
complete in bulk, di mana data harus dapat diunduh secara
penuh (complete) dan menyeluruh (available in bulk).
9
API PEMILU
Kelima, analyzable, yaitu data harus dapat di analisa,
sehingga data pemilu haruslah data digital dan dalam
format yang dapat di baca oleh mesin. Keenam, nonproprietary, yaitu data harus terbuka dalam format yang
tidak dikontrol oleh pihak lain/pihak mana pun. Ketujuh,
non-discriminatory, yaitu data harus terbuka bagi semua
pihak, baik individu maupun organisasi tanpa pembatasan
apapun berdasarkan identitas atau tujuan (intensi)
pengguna (user). Kedelapan, license-free, yaitu data pemilu
harus dapat digunakan kembali secara maksimal dan tidak
boleh ada pembatasan atas penggunaannya. Kesembilan,
permanently available, yaitu data pemilu harus tersedia
dengan stabil di internet untuk jangka waktu yang tidak
terhingga.
Open data memang bukan sekadar urusan buka-bukaan
data, melainkan ada sejumlah prasyarat yang perlu dipenuhi.
“Secara spesiik, data tersebut harus tersedia secara bulk,
dalam format yangbisa dibaca mesin/komputer,” demikian
penegasan dalam buku Open Data Handbook.
“Salah satu pakem data terbuka adalah menggunakan
format yang terbuka atau tidak proprietary. Format terbuka
artinya data tersebut disimpan dalam bentuk yang bisa
dibuka semua aplikasi, tidak dibutuhkan aplikasi khusus
untuk membacanya. Contohnya format txt atau Comma
Separated Value (CSV). Merujuk kepada pakem ini, data
KPU mayoritas menggunakan format tidak terbuka, dan
tidak dapat dibaca mesin,” papar Diah Setiawaty, yang juga
salah seorang pendiri Open Data Club.
Diah Setiawaty menambahkan, KPU dan Bawaslu
10
memang telah menunjukkan upaya menyajikan informasi
publik melalui website. Namun, data-data tersebut belum
cukup kuat menarik minat publik. Pertama, karena datadatanya tidak machine readable, sehingga data-data
tersebut tak menarik kalangan programmer komputer,
pengembang aplikasi, dan para peneliti. Kedua, data-data
tersebut tidak lengkap, terutama untuk mencari data-data
pemilu yang telah lampau. Ketiga, website-website yang
dimiliki KPU dan KPUD tidak standar, sehingga membuat
publik kebingungan saat mengakses data.
Untunglah, kekosongan tersebut kemudian diisi
Perludem. Melalui inisiatif API Pemilu, Perludem mengolah
lagi data-data pemilu dari KPU, Bawaslu, dan berbagai
sumber lain --termasuk data-data pemilu yang dimiliki
Perludem-- menjadi format yang bisa dibaca mesin, dan
membuatnya menjadi sebuah database pemilu digital.
Setelah meng-entry, membersihkan, dan memaket datadata tersebut secara tematis, Perludem membuatkan
antarmuka (interface) agar paket-paket data tersebut
mudah didistribusikan dan digunakan kembali oleh para
programmer IT dan pengembang aplikasi. Merekalah yang
kemudian mengemas data-data pemilu dalam berbagai
aplikasi dan game menarik, dan mengirimkannya langsung
ke dalam genggaman para pemilih, melalui gawai (gadget).
“Perludem melihat dibutuhkan solusi alternatif yang
baru dan segar tentang bagaimana menyajikan informasi
pemilu kepada publik, melalui cara-cara yang kreatif dan
memancing minat banyak orang. Pendekatan baru yang
lebih dari sekadar portal. Pendekatan itu adalah melalui
11
API PEMILU
gadget, melalui aplikasi-aplikasi berbasis web, Android,
dan iPhone. Gagasan ini menarik sejak internet dan gadget
sudah menjadi alat komunikasi yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia. Selain itu, perkembangan statistik
sosial media di kota-kota besar di Indonesia juga mengalami
kemajuan yang signiikan, sehingga ekosistem untuk
membangun pendekatan baru itu sudah ada dan terjaga
dengan baik,” papar Diah.
Diah menambahkan, “Perludem percaya bahwa cara untuk
mendorong peningkatan partisipasi publik, salah satunya
dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat.
Melayani dan mencerdaskan voters dengan penyajian
informasi sebanyak-banyaknya dan dengan visualisasi
menarik seperti proil caleg, tahapan pemilu yang sedang
berlangsung, jadwal-jadwal kampanye, atau informasi lain
yang dirasa penting untuk mereka ketahui. Tidak hanya itu,
Perludem akan menggunakan media terbaik untuk memicu
minat masyarakat dalam mencari tahu informasi terkait
pemilu. Karena itu, Perludem memandang API adalah satu
solusi strategis untuk mewujudkannya.”
Terinspirasi oleh API Pemilu, menjelang pelaksanaan
pemilu presiden, KPU membuat API KPU, dan melabel
paket-paket datanya dengan istilah open data. Namun,
datanya bukan hanya semata soal pilpres, tapi kebanyakan
justru data pemilu legislatif. Data-data pemilu yang dibuat
API-nya adalah data pemilih, dapil, caleg, TPS, partai, dan
formulir C1, seperti pada gambar berikut ini:
12
GAMBAR 1: OPEN DATA DAN API KPU
Kendati sudah membuat API, ternyata tetap saja KPU
belum mampu mengejar ketertinggalan. Apalagi, apa yang
diklaim sebagai API, ternyata masih kontroversial. Sebagian
kalangan mengomentari bahwa data-data yang disalurkan
lewat API KPU tersebut belumlah data yang bisa dibaca
mesin, sebagaimana data API pada umumnya, seperti data
scan formulir C1 yang tetap saja berformat PDF/JPEG.
Alhasil, klaim bahwa KPU sudah menerapkan open data
pun, masih disangsikan.
“Itu belum API. Itu URL biasa. Data KPU itu juga belum
masuk kategori open data,” kata pakar teknologi informasi
dari Institut Teknologi Bandung, Basuki Suhardiman,
kepada penulis, April 2015 lalu.
Ramda Yanurzha, Ambassador School of Data, sebuah
program Open Knowledge Foundation, juga mengatakan
apa yang diklaim KPU tersebut secara teknikal belumlah
dapat disebut API. “Tapi, untuk negara berkembang, itu
13
API PEMILU
sudah termasuk bagus,” kata Ramda yang tergabung dalam
Portal Data Indonesia.
Untunglah, keadaan tersebut masih bisa disiasati oleh
para relawan seperti Kawalpemilu.org. Kendati scanning
formulir penghitungan suara di TPS (formulir C1) yang
diunggah KPU masih dalam format terkunci, dan jumlahnya
lebih dari 500 ribu, mereka berhasil melakukan rekapitulasi
dengan cara keroyokan. Kawalpemilu, misalnya,
mengerahkan 700 relawan, sehingga setiap relawan ratarata menghitung 700 formulir C1. Para relawan ini terpisahpisah. Mereka berdomisili di sejumlah kota di Indonesia,
bahkan sebagian lagi adalah orang Indonesia yang tinggal
di 27 negara lain.
Bukan hanya berhasil merekap hasil penghitungan suara
tingkat TPS dalam waktu relatif singkat, para relawan juga
mampu menelanjangi kesalahan penjumlah di tingkat TPS.
Para relawan tersebut kemudian mengunggah formulirformulir C1yang ganjil tersebut, antara lain di alamat
c1yanganeh.tumblr.com dan helpdesk KPU. Temuan
formulir C1 yang aneh tersebut --entah disengaja sebagai
salah satu modus kecurangan, atau akibat kecerobohan
belaka-- membenarkan ungkapan sunlight is the best
disinfectant. Dan, cara ini sangat berfaedah bagi upaya
menegakkan integritas pemilu.
Kehadiran penghitungan suara yang dilakukan para
relawan dunia maya itu, juga bertemu dengan momentum
yang langka. Pertama, suara dua kandidat presiden yang
bertarung, berselisih tipis. Kedua lembaga-lembaga survei
(pollster) penyelenggara hitung cepat (quick count) terbagi
14
dalam dua blok, ada yang memenangkan Jokowi-JK, ada
pula yang memenangkan Prabowo-Hatta. Alhasil, hasil
penghitungan crowdsourcing itu, menjadi sesuatu yang
membetot perhatian, di tengah situasi yang sedang panaspanasnya. Sebab, tak seperti quick count yang menghitung
sampel TPS, crowdsourcing menghitung scan dokumen
dari seluruh TPS. Dan, terbukti kemudian hasilnya tak
berselisih jauh dengan hasil penghitungan manual.
Pengunggahan scanning C1 dan dampaknya, merupakan
sesuatu yang tak terduga sebelumnya. Padahal, KPU
sempat dianggap mundur karena tak berani menerapkan
tabulasi suara secara elektronik seperti yang dilakukan
oleh penyelenggara Pemilu 2004 dan 2009. Tabulasi
menggunakan data hasil penghitungan suara dari TPS
--yang pada Pemilu 2004 dikirim langsung dari kecamatan,
dan pada Pemilu 2009 dikirim dari kabupaten/kota-- ke
Data Center KPU, kemudian KPU menayangkannya secara
terbuka.
“Sebenarnya, awalnya kami ditawari BPPT (Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk menggunakan
aplikasi untuk rekapitulasi di tingkat TPS, semacam
e-rekapitulasi. Tapi, dulu ada kasus Lemsaneg (Lembaga
Sandi Negara), sedangkan tahapan pemilu terus berjalan.
Karena keterbatasan waktu, sementara ini [data hasil
penghitungan suara] penting diketahui publik, akhirnya
kami pilih cara itu (unggah scan formulir C1) . Kita tinggal
buat aplikasi sederhana agar saat di-scan formulir C1
langsung tertata. Jadi, tidak asal scan,” kata anggota KPU,
Ferry Kurnia Rizkiyansyah, kepada penulis, awal April 2015.
15
API PEMILU
Sekadar informasi, pada kuartal ketiga tahun 2013,
KPU menandatangani MoU dengan Lemsaneg, untuk
pengamanan data pemilu. Kerja sama ini, diprotes banyak
kalangan. Sebab, Lemsaneg adalah salah satu lembaga
pemerintah non departemen, sehingga kerja sama itu dinilai
rawan intervensi terhadap KPU. Kerja sama itu akhirnya
dihentikan pada akhir November 2013. Lemsaneg adalah
lembaga yang mirip dengan National Security Agency
(NSA) di Amerika Serikat. Tugas Lemsaneg antara lain
mengamankan informasi rahasia negara, menjalankan
fungsi intelijen, dan lain-lain.
Meski tak menerapkan tabulasi elektronik seperti dua
pemilu sebelumnya, manfaat upload hasil pindai formulir
C1, ternyata mempunyai efek hampir sama. Sebab, membuat
para pemilih bisa mengetahui hasil penghitungan suara
yang bersumber dari data resmi KPU, kendati rekapitulasi
data tersebut hanya berfungsi sebagai second opinion ,
seperti halnya quick count.
Praktisi teknologi informasi, Johar Alam Rangkuti,
mengatakan secara psikologis cara itu lebih diterima
masyarakat, karena yang diunggah adalah scanning
dokumen asli penghitungan suara, dan bukan hasil
penjumlahannya. Sehingga, memancing masyarakat untuk
terlibat menghitung dan mengawal hasil penghitungan
suara. “Jadi, ide menampilkan C1 secara utuh di situs web
KPU adalah ide yang brilian,” kata Johar, seperti dikutip
Kompas.
16
LANGKANYA DATA PEMILU SEBELUMNYA
Kendati banyak orang merayakan keterbukaan data
Pemilu 2014 dan berbagai dampaknya, namun, jika
menengok ke belakang, yang terlihat bayangan samar belaka,
bahkan gelap. Betapa tidak, data-data pemilu sebelumnya,
entah ketlingsut di mana. Jangankan mencari data-data
pemilu di era Orde Baru dan Orde Lama, data-data pemilu
di era reformasi pun merupakan barang langka.
Anggota KPU, Hadar Nais Gumay, saat masih Direktur
Eksekutif Cetro, pernah dibuat kesal saat mencari data-data
perolehan suara partai dan calon anggota DPR, DPD, dan
terutama DPRD ke KPU. Padahal, yang dia cari bukan data
lama, melainkan data hasil Pemilu 2009. Sementara, saat
dia meminta data tersebut, Pemilu 2009 belum lama berlalu.
“Saya sampai mengancam akan memperkarakan mereka ke
Komisi Informasi,” katanya kepada penulis, beberapa saat
setelah Pemilu 2009 digelar.
Kenyataan memprihatinkan serupa terjadi dengan
data hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung.
Padahal, riwayat pilkada langsung belumlah panjang.
Pilkada langsung pertama baru digelar 2005 silam. Tapi,
sekarang sulit mendapatkan data pasangan calon yang
pernah berlaga dalam pilkada, persentase dukungan partai
pengusung maupun persentase dukungan untuk kandidat
perseorangan, dan perolehan suara kandidat dalam pilkada.
Kesal dengan kenyataan tersebut, suatu ketika Direktur
Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, berkata, “Saya heran,
sebenarnya apa yang sih yang perlu dirahasiakan dari data
17
API PEMILU
pemilu? Kenapa sedemikian sulit didapat?”
Padahal, kata Titi, data-data tersebut merupakan
rekaman proses yang sangat baik dari sejarah pemilu di
Indonesia. “Data-data tersebut seharusnya bisa digunakan
kembali untuk banyak kepentingan, seperti perbaikan dan
peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu, kepentingan
ilmu pengetahuan, maupun perbaikan dan meningkatkan
kualitas demokrasi Indonesia secara keseluruhan,” katanya
kepada penulis, April lalu.
Diah Setiawaty menambahkan, kelangkaan data ini
menyebabkan data pemilu, kalaupun ada, menjadi mahal
dan, ironisnya, diperjualbelikan oleh individu maupun
organisasi tertentu. “Perludem telah menemui beberapa
kasus seperti ini ketika mendokumentasi data API Pemilu.
Salah satu alasan yang paling sering ditemui adalah
karena dibutuhkan biaya dan usaha yang besar untuk
mengumpulkan data-data pemilu tersebut,” tutur Diah.
Karena buruknya pengelolaan data-data pemilu,
misalnya, hanya segelintir orang yang tahu bahwa sebelum
digelarnya Pemilu 1955 --yang selama ini dicatat dalam
buku-buku sejarah sebagai pemilu pertama sejak Indonesia
merdeka-- sudah pernah digelar pemilu lokal. Yaitu, ketika
warga di Minahasa, Makassar, dan Yogyakarta, memilih
anggota DPRD pada 1951-1952. Adanya pemilu sebelum
Pemilu 1955 ini, antara lain diungkap anggota KPU Provinsi
Gorontalo, Verrianto Madjowa, dalam bukunya Pemilu
Gorontalo 1955-2014.
Ferry Kurnia mengakui gelapnya dokumentasi data-data
pemilu sebelumnya. Tak seperti data Pemilu 2014 yang
18
relatif tertata rapi, data-data pemilu sebelumnya bak raib
ditelan bumi. “Untuk Pemilu 2009, data-data pemilu yang
ada misalnya hanya data di buku Pemilu Dalam Angka,”
katanya. Padahal, data-data di buku buatan Humas KPU
tersebut, hanyalah data agregat tingkat pusat, itu pun tak
lengkap.
Lalu, di mana data-data pemilu lainnya berada.
Entahlah. Yang jelas, lorong-lorong gedung KPU di Jl
Imam Bonjol, Jakarta Pusat, disesaki lemari-lemari berkas.
Sebagian berkas yang tak tertampung, bahkan diikat
begitu saja dan ditempatkan di lantai atau di atas lemari,
berdebu, bak barang loakan. “Teman-teman dari Arsip
Nasional sebenarnya sudah menunggu-nunggu kapan KPU
menyerahkan data-data tersebut. Tapi, kita akan upayakan
dulu untuk mendigitalisasi, “ kata Ferry.
Namun,
persoalannya
ternyata
bukan
hanya
mengumpulkan, tapi KPU pun masih dalam tahap mencari
data-data tersebut. Selain berupa berkas, data-data tersebut
ada yang berupa scan dokumen. Data digital sebenarnya
juga ada, seperti data hasil penghitungan suara, terutama
data-data hasil tabulasi penghitungan suara elektronik
pada Pemilu 2004 dan 2009, yang bisa dilacak sampai
tingkat TPS. Data-data tersebut dikumpulkan dengan
mengeluarkan ongkos miliaran rupiah untuk pengadaan
data center, perangkat komputer, scanner, jaringan internet,
hingga relawan yang mengentri datanya, namun usai pemilu
semua itu ditelantarkan.
Nasib serupa menimpa data Pendaftaran Pemilih dan
Pendataaan Penduduk Berkelanjutan (P4B), yang dibuat
19
API PEMILU
oleh KPU penyelenggara Pemilu 2004. Data ini dikumpulkan
dengan cara sensus, bekerja sama dengan Badan Pusat
Statistik. Dengan adanya database tersebut, diharapkan
data pemilih lebih tertata. KPU tak perlu lagi bingung
dengan urusan data pemilih menjelang pemilu, karena KPU
telah punya database yang bisa dimutakhirkan. Namun
database yang dibuat susah payah dan menghabiskan biaya
hampir setengah triliun rupiah, justru disia-siakan.
“Kami sekarang lagi mencari dan mengumpulkan datadata pemilu, paling tidak sejak Pemilu 1999, 2004, dan
2009. Kita sudah buat aturannya dalam Peraturan KPU
Nomor 1/2015 tentang Pengelolaan Informasi, yang salah
satu kegiatannya adalah mengumpulkan data-data pemilu.
Nanti, data-data itu akan kita digitalisasi, sehingga semua
orang bisa mengakses. Karena kita juga ada pelayanan
informasi, dokumentasi dan data, dan itu adalah komitmen
kita untuk keterbukaan data dan informasi,” kata Ferry
Kurnia.
Ferry mengatakan, sebenarnya data-data pemilu hampir
seluruhnya merupakan data terbuka, dan tak perlu ditutuptutupi. Dia menaksir, 90 persen data pemilu merupakan
data terbuka. Yang sepuluh persen sisanya adalah datadata yang sengaja dirahasiakan, karena kalau dibuka bisa
membahayakan keselamatan negara. Namun, ada pula yang
masih ditutup karena kondisi tertentu. “Misalnya laporan
dana kampanye, kalau masih diaudit oleh auditor, itu masih
rahasia. Tapi, kalau sudah selesai diaudit, justru wajib
diumumkan,” kata Ferry.
Tapi, merupakan pertanyaan menarik, mengapa KPU
20
saat ini lebih terbuka dengan data-data pemilu. Padahal, UU
Pemilu secara eksplisit hanya mewajibkan KPU membuka
data pemilih dan dana kampanye? Apakah karena ada
tekanan dari pemerintah, yang saat pemilu digelar, sedang
menjadi ketua Open Government Partnership?
“Oh, tidak. Itu karena komitmen kita saja. Karena
konsepsi demokrasi kan prinsipnya partisipasi publik.
Dalam konteks itu, seluruh masyarakat perlu terlibat dalam
aktivitas proses demokrasi yang antara lain diwujudkan
dalam kontestasi pemilu. Dengan ruang partisipasi yang
luas, itu akan menciptakan kontestasi yang demokratis. Itu
poinnya. Jika publik terlibat dari awal sampai akhir, hasilnya
akan lebih dipercaya oleh publik,” kata Ferry Kurnia.
KPU sebelumnya, memang bermasalah dalam soal data,
khususnya data pemilih. Kekisruhan data pemilih, membuat
puluhan juta orang kehilangan hak pilih. Komnas HAM,
misalnya, menyebut 40-an juta orang yang kehilangan hak
pilih. Kekisruhan data pemilih secara massif itu, akhirnya
memicu pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Daftar
Pemilih Tetap di DPR, yang salah satu rekomendasinya
adalah memecat seluruh anggota KPU saat itu.
Kekisruhan data pemilih tersebut, sesungguhnya juga
dipicu oleh perubahan pencatatan data pemilih, setelah
diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sebab Kemendagri mengubah jenis pendaftaran pemilih
dari continuous register/list, seperti yang telah dirintis
lewat program P4B, menjadi civil registry. KPU periode
2012-2019, juga akhirnya pasrah menerima data jenis civil
registry yang diserahkan pemerintah, namun menyaringnya
21
API PEMILU
dengan ketat lewat Sistem Data Pemilih (Sidalih).
Pada akhirnya, fenomena keterbukaan data pemilu,
baik data-data menyangkut proses maupun hasilnya,
membenarkan ungkapan sunlight is the best disinfectant.
Keterbukaan itu membuat banyak mata turut mengawasi
proses pemilu, khususnya soal-soal krusial seperti data
pemilih, dana kampanye, hingga hasil penghitungan
suara. Keterbukaan itu pun membuat proses pemilu
lebih transparan, mengundang banyak kalangan untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pemilu --bahkan
berkontribusi dengan berbagai inovasi dan kreatiitas--,
membuat banyak potensi kekisruhan berkurang, dan pada
akhirnya memperkuat legitimasi pemilu.
22
BAGIAN DUA
API: Penerjemah,
Jembatan, dan Lego
“API Google Maps dan API Twitter, telah mengubah
wajah internet untuk selamanya, karena secara efektif
memulai tren mashup API yang membolehkan para
developer memanfaatkan layanan backend dari sebuah
aplikasi web dengan cara lain, untuk keperluan yang
berbeda.”
—Meg Cater, A Brief History of API-Based Web
Applications.
ADA beberapa tren utama yang membentuk dunia internet
hari-hari ini. Yang paling menonjol adalah berkembangnya
jejaring media sosial; penggunaan perangkat mobile untuk
mengakses internet, dan; layanan berbasis lokasi (location
based services), sebuah layanan untuk mengidentiikasi
seseorang atau sebuah objek, semisal untuk mengetahui
di mana lokasi ATM terdekat. Selain itu, sebuah program
kritikal bernama API, yang bahkan turut mendasari
merebaknya tren-tren utama tersebut. Tapi, apa sebenarnya
makhluk bernama API ini?
API adalah singkatan dari Application Programming
23
API PEMILU
Interface, atau kerap dialihbahasakan menjadi Antarmuka
Pemrograman Aplikasi. Sebelum jauh membahasnya,
sebaiknya kita memulai dengan sebuah analogi yang
sederhana dan mudah, bahwa API tak ubahnya jembatan
dan penerjemah. Analogi populer lainnya adalah, API
mirip belaka dengan mainan anak populer, yaitu Lego:
balok-balok plastik berbagai ukuran dan bentuk, yang bisa
disambung dan dibentuk secara inovatif dan kreatif, sesuai
imajinasi pemainnya, karena Lego mempunyai persamaan
standar yaitu adanya lubang dan tonjolan.
GAMBAR 2: PERMAINAN KREATIF ANAK BERNAMA LEGO YANG MEMILIKI
KEMIRIPAN DENGAN API
FOTO: FLIXCART.COM
DEFINISI API
Ada banyak deinisi yang dikemukakan tentang API. Salah
satu yang ringkas disampaikan oleh Tim Konkani NLP, dari
24
Goa University, dalam presentasi bertajuk API-Application
Programming Interface. Menurut mereka, “API adalah
seperangkat perintah, fungsi, serta protokol yang dapat
digunakan oleh programmer saat membangun perangkat
lunak. API memungkinkan programmer menggunakan
fungsi standar untuk berinteraksi dengan sistem operasi
lain.”
Karena fungsinya yang bak penerjemah, jembatan, dan
permainan Lego, teknologi bernama API ini membuat
persoalan rumit menjadi lebih sederhana dan mudah. API
dapat digunakan untuk bahasa pemrograman atau sistem
operasi apapun, sepanjang paket-paket API-nya sudah terinstall. Sebab, dalam API terdapat fungsi-fungsi/perintahperintah yang menggantikan bahasa yang digunakan dalam
system calls (yang berbeda antara satu sistem operasi
dengan sistem operasi yang lain) dengan bahasa yang
lebih terstruktur dan mudah dimengerti oleh programmer,
termasuk programmer paling pemula sekalipun. Fungsi yang
dibuat menggunakan API tersebutlah yang kemudian akan
memanggil system calls sesuai dengan sistem operasinya.
Sistem atau proses sebuah perangkat lunak yang unik dan
terpisah-pisah, memang tidak mudah dikomunikasikan.
Karena, sistem dan program berbeda-beda. Sebagai contoh,
ada yang berbasis JAVA, Microsoft, C++, atau lainnya.
“Harus ada interface untuk menghubungkan satu sistem
dengan sistem yang lain, satu database dengan database
yang lain, karena itu perlu API untuk translasi,” kata pakar
teknologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB),
Basuki Suhardiman, kepada penulis, April 2015 lalu.
25
API PEMILU
“API menyediakan akses program langsung terhadap
sistem dan proses perangkat lunak (software) menggunakan
protokol standar untuk meminta dan menyediakan data.
API memudahkan berbagi data terstruktur, berfungsi
sebagai bahasa yang sama (common language), dan
memecahkan permasalahan penting,” (Digitalisasi Data
Pemilu, Perludem).
Lego dan API punya kesamaan dalam hal meledakkan
kreatiitas penggunanya. Permainan Lego membuat
kreatiitas seorang anak menjadi tak terbatas, karena dia bisa
memadukan balok-balok tersebut untuk membuat apa saja,
yang bahkan tak terbayangkan oleh pembuatnya. Begitu
pun dengan web API dan data API, yang membuat para
programmer dan developer bebas berkreasi dan berinovasi,
dengan aplikasi-aplikasi, dan memunculkan solusi-solusi,
yang mungkin tak terbayangkan oleh penyedia API.
SEJARAH API
Sejak kapan teknologi bernama API ditemukan? Soal
ini masih diperdebatkan. Ada yang mengungkapkan,
teknologi ini sudah ada sejak internet ditemukan. Namun,
API modern, menurut situs Apievangelist.com, dibidani
oleh Roy Thomas Fielding, lewat disertasinya yang bertajuk
Architecural Styles and the Design of Network-based
Software Architectures di Universitas California, Irvine,
pada 2000 silam.
Dalam disertasi tersebut, Fielding menjelaskan
tentang Representational State Transfer (REST) sebagai
prinsip kunci arsitektur world wide web, yang kemudian
26
mendapatkan banyak perhatian. Hasilnya, kini, orang lebih
sering menggunakan REST untuk membangun layanan web
(web service).
REST memang lebih sederhana, mudah dipelajari, dan
tak bergantung pada tools . Itu karena ilosoi REST bahwa
prinsip dan protokol yang sudah ada di web telah cukup
untuk membuat web service yang kuat (robust). Selain itu,
secara desain dan ilosois, REST lebih dekat dengan web,
ketimbang pendahulunya: SOAP (Simple Object Access
Protocol) dan WSDL (Web Services Description Language),
protokol berbasis XML (Extensible Markup Language).
“Web API yang nyaris merupakan sinonim web service
--tren teknologi terkini (yang disebut Web 2.0)-- yang
telah bergerak dari layanan berbasis Simple Object Access
Protocol (SOAP) ke arah gaya komunikasi Representational
State Transfer (REST) yang lebih langsung.” (Web API,
Wikipedia).
Sekadar informasi, web service (layanan web) berbeda
dengan web site (situs web). Web site dibuat untuk
berinteraksi dengan pengguna langsung (direct user
interaction) yang terbatas dan pasif saja dalam melihat
konten, atau paling jauh mengisi buku tamu dan komentar.
Sedangkan, web service dibuat untuk berinteraksi langsung
dengan aplikasi lain, yang berbeda sistem operasi bahkan
konsep. Web site juga dibuat bekerja pada web browser,
sedangkan web service dibuat untuk bekerja pada semua
tipe client aplikasi/perangkat device.
“Web service itu adalah interface untuk banyak hal.
Dalam kondisi sekarang ini, menurut saya API secara de
27
API PEMILU
facto adalah web service. Bedanya, antara lain, kalau web
service bisa GET dan PUSH. Dua arah. Sedangkan, kalau
API hanya GET data,” kata Basuki Suhardiman.
Meski bukan sepenuhnya merupakan web service,
pakar API, Kin Lane, menyatakan API memungkinkan
software atau bahkan hardware berkomunikasi di internet,
dalam cara yang aman. ”World Wide Web menggunakan
internet untuk memungkinkan manusia berkomunikasi dan
melakukan share informasi. Sedangkan, API menggunakan
internet untuk memungkinkan website, aplikasi web,
aplikasi mobile, dan device untuk saling berkomunikasi dan
berbagi informasi,” tulisnya dalam artikel bertajuk History
of APIs, di situs Apievangelist.
Meg Cater, dalam artikel bertajuk A Brief History of APIBased Web Application, menyatakan, “API ada di belakang
layar. API dibuat untuk dimanfaatkan oleh para developer
yang kelak memanfaatkan program API dan data-datanya,
sesuai keingginan mereka (berbasis kebutuhan). Mereka
mengelola data-data itu dengan men-sort hal-hal spesiik,
untuk kemudian bisa diakses melalui aplikasi atau game.”
Hari-hari ini, API memang telah semakin berevolusi.
API menjadi cara populer untuk menyediakan akses publik
terhadap sebuah dataset atau layanan spesiik. API Google
Maps adalah salah satu contohnya. API Google Maps
menyediakan ‘layanan peta’ kepada banyak pihak ketiga,
baik website maupun aplikasi. Alhasil, para programmer,
desainer web, dan pengembang aplikasi tidak perlu
membuat map dulu untuk menampilkannya di aplikasi
yang mereka buat. Sebab, aplikasi yang mereka buat bisa
28
langsung menampilkan peta dari server Google Maps via
sebuah API. Sehingga, mereka bisa fokus pada pembuatan
aplikasinya.
Melalui sebuah API Publik, penyedia data atau pemilik
database bisa memutuskan data apa yang akan mereka
share kepada pihak eksternal. Dengan memperkenankan
developer pihak ketiga membuat software yang
mengkoneksi API Publik tersebut, data-data bisa tersalur
kepada customer lewat sebuah cara baru yang menarik.
Kendati API modern konon baru lahir setelah Fielding
menjelaskan tentang teknologi REST, namun web API
pertama, sudah muncul pada awal tahun 2000-an lalu.
Yaitu, ketika Salesforce, sebuah perusahaan komputer yang
berbasis di California, meluncurkan API-nya secara resmi
pada konferensi IDG Demo 2000, 7 Februari 2000 lalu.
Web API ini berbasis XML, dan masih digunakan hingga
hari ini. Salesforce adalah juga pencetus pertama aplikasi
perusahaan yang dijalankan melalui internet.
Kurang dari setahun, pada 20 November 2000, sebuah
situs lelang daring, eBay, meluncurkan web API atau eBay
API, bersama dengan eBay Developer Program. Namun,
peluncuran web API ini hanya untuk kalangan terbatas
berdasarkan lisensi, yaitu para partner dan developer eBay.
Belakangan, praktik seperti ini disebut sebagai API tertutup
atau API internal.
Pada 16 Juli 2002, Amazon, sebuah perusahaan
perdagangan elektronik multinasional yang berbasis di
Seattle, yang lebih terkenal sebagai situs pengecer buku
daring, meluncurkan Amazon.com Web Services (AWS).
29
API PEMILU
Dengan peluncuran AWS, Amazon memperkenankan pihak
ketiga untuk menggabungkan konten dan itur Amazon.com
ke situs web mereka. AWS antara lain mempersilakan para
developer mencari dan memilih produk-produk Amazon,
kemudian memajangnya di website mereka, dalam format
XML.
Kendati saat itu gerakan web API modern telah
diluncurkan, namun karena beberapa alasan, popularitasnya
masih tenggelam. Ada beberapa hal yang diduga menjadi
penyebabnya. Pertama, karena demam dotcom masih
melanda dunia. Demam tersebut terjadi sejak 1998, dan
membuat para investor berlomba-lomba mendirikan
perusahaan dotcom. Saham-saham perusahaan dotcom pun
meroket karena banyak yang percaya bahwa teknologi maju
akan mengubah pola hidup banyak orang menjadi serba
daring, terutama dalam urusan belanja barang dan jasa.
Para pemilik dan karyawan perusahaan dotcom memang
sempat kaya mendadak dibuatnya.
Tapi, web API kemudian mendapat momentum. Bukan
hanya karena demam dotcom ternyata fenomenanya bak
gelembung (dotcom bubble) --yang kemudian meletus
pada tahun 2000, yang membuat perusahaan-perusahaan
dotcom pada bangkrut-- tapi juga karena munculnya
fenomena baru, yaitu internet sebagai media sosial.
Pada Februari 2004, ada dua situs jejaring sosial yang
secara resmi buka lapak di internet, yaitu Facebook dan
Flickr. Flickr, sebuah situs berbagi foto, meluncurkan APInya enam bulan kemudian, dan enam bulan berikutnya
digaet oleh Yahoo untuk bekerja sama. Restful API yang
30
diluncurkan Flickr memang cepat populer, dan menjadi
pilihan platform gambar para blogger pemula dan gerakan
media sosial. Itu karena Flickr mempermudah penggunanya
meng-embed (membenamkan) foto Flickr mereka ke blog
atau media sosial.
Tak seperti Flickr, Facebook baru meluncurkan
development platform dan API-nya, dua tahun kemudian,
yaitu 15 Agustus 2006, setelah lama ditunggu-tunggu oleh
banyak kalangan. Development Platform Facebook versi 1.0,
memberi peluang kepada para developer untuk mengakses
data-data pertemanan di Facebook, termasuk foto-foto,
even, dan informasi proil pengguna Facebook.
Berikutnya, situs media sosial Twitter, yang diluncurkan
pada Juli 2006, juga dengan cepat memanfaatkan API.
Twitter meluncurkan API pada 20 September 2006,
atau hanya sebulan setelah Facebook meluncurkan API.
“Seperti halnya API milik eBay, Twitter merilis API sebagai
respons atas banyaknya pengguna yang mengacak-acak
situs tersebut, atau membuat API yang nakal (rogue APIs)
mengatasnamakan Twitter,” tulis Kin Lane.
API GOOGLE MAPS, MASHUP API, DAN
KOMPUTASI AWAN
Hampir bersamaan dengan saat Facebook dan Twitter
memainkan kekuatan web API sosial media, Google
mengeksplore kekuatan API, lewat API Google Map.
Seperti halnya Twitter, Google meluncurkan API Google
Maps sebagai respons langsung atas banyaknya serangan
hacker. API Google Maps diluncurkan enam bulan setelah
31
API PEMILU
peluncuran aplikasi Google Maps.
Google Maps memang aplikasi hebat. Selain
menampilkan peta dunia secara online, itur-itur di Google
Maps mampu menampilkan citra satelit, kepadatan lalulintas, topograi suatu tempat, serta street view untuk
melihat kondisi dan situasi jalan secara nyata. Alhasil, sejak
pertama kali diluncurkan pada 2007, Google Maps memang
segera populer. Tapi, kemudian banyak developer yang
menjahilinya, dengan meng-hack JavaScript interfacenya untuk membuat aplikasi baru dan membenamkannya
di web site mereka, antara lain housingmaps.com dan
chicagocime.org.
“Google Maps dipaksa untuk meluncurkan API, sehingga
para developer bisa menggunakan peta-peta di Google
Maps tanpa perlu meng-hack-nya. API Google Maps, dan
sebelumnya API Twitter, kemudian mengubah wajah
internet untuk selamanya, karena secara efektif memulai
tren yang membolehkan para developer memanfaatkan
layanan backend dari sebuah aplikasi web dengan cara
lain, untuk keperluan yang berbeda,” tulis Meg Cater dalam
A Brief History of API-Based Web Applications, yang
dipublikasikan pada 2013 lalu.
Meg Cater melanjutkan, Google Maps adalah yang
pertama yang mendemonstrasikan secara luas kekuatan
“Mashup API”. Sekadar informasi, menurut Wikipedia,
mashup adalah sebuah halaman web atau aplikasi web,
yang menggunakan konten dari lebih dari satu sumber
untuk mengkreasi layanan baru.
Contoh-contoh kombinasi itu, menurut Meg Carter,
32
antara lain, “Membuat peta yang menunjukkan semua
lokasi pertunjukan band nanti malam, peta yang mentrack rute perjalanan, peta yang meng-highlights semua
hiking trails. Dengan API Google Maps ini, para developer
bisa memanfaatkan kekuatan menakjubkan dari Google
Maps, untuk memenuhi impian terliar kita tentang masalah
geograis.”
GAMBAR 3: API GOOGLE MAPS
Pada titik ini, tulis Kin Lane, web API menunjukkan
kekuatan internet ketika hal-hal di internet di-share, dan
membuat segala sesuatunya bisa dibenamkan (embeddable)
dan menjadi lebih berwajah sosial. Meski demikian, sampai
33
API PEMILU
di sini, web API masih lebih banyak dianggap sebagai ‘hobi’
oleh bisnis-bisnis utama. Belum menjadi bisnis itu sendiri.
Namun, ketika penggunaan API kian mengharu-biru jagat
internet, Amazon lama kelamaan mulai melihatnya sebagai
potensi dan peluang bisnis. Amazon melihat API dalam cara
yang tidak dilihat orang lain sebelumnya. Cara pandang
ini kemudian membuat Amazon Web Service (AWS) bak
terlahir kembali, lebih dari sekadar situs e-commerce.
Pada Maret 2006, Amazon meluncurkan sebuah layanan
baru, sesuatu yang berbeda sama sekali dibanding situs
penjualan buku maya dan e-commerce. Amazon membuat
ikhtiar baru bernama Amazon S3, sebuah gudang layanan
web (storage webservice). Amazon S3 menyediakan
interface sederhana, yang bisa digunakan untuk menyimpan
dan mendapatkan banyak data di web Amazon, kapan
saja, dari mana saja. Ini memberikan kesempatan kepada
para developer untuk melakukan akses ke infrastruktur
gudang data secara cepat, murah, dan dapat diandalkan,
seperti halnya yang digunakan sendiri oleh Amazon dalam
menjalankan jaringan global website-nya.
Enam bulan setelah setelah peluncuran Amazon S3,
Amazon merilis layanan komputasi awan (cloud computing)
baru bernama Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud).
Amazon EC2 menyediakan kapasitas komputasi yang bisa
di-resize di ‘awan’ (internet --pen), yang memungkinkan
para developer untuk meluncurkan ukuran berbeda dari
server virtual di dalam data center Amazon. Seperti halnya
Amazon S3, Amazon EC2 adalah sebuah Restful API.
“Dengan cloud computing (komputasi awan), web
34
API menjadi nyata. Anda sekarang bisa mengerahkan
infrastruktur global menggunakan API. Dia bukan lagi
sekadar tentang social fun, tapi Anda benar-benar bisa
menjalankan bisnis menggunakan API,” tulis Kin Lane.
Kin Lane menambahkan, “API bak menemukan
kekuatan baru dengan komputasi awan. Berkat komputasi
awan, storage devices tidak perlu dibawa-bawa ke mana
pun. Sebab, dengan adanya sistem komputasi awan yang
berbasis storage online, Anda dapat membawa pekerjaan
Anda dengan mudah kemanapun Anda inginkan. Sepanjang
terdapat jaringan internet, maka kita dapat mengakses data
tersebut kapan saja, karena data kita telah tersimpan secara
digital pada cloud storage. Sistem ini dapat menunjang
mobilitas kita dalam membawa data.”
GAMBAR 4: METAFORA KOMPUTASI AWAN REKAAN SAM JOHNSTON.
35
API PEMILU
David S. Linthicum, konsultan pada Cloud Technology
Partners, bahkan mengatakan API adalah segalanya bagi
komputasi awan. “API bukanlah hal baru bagi komputasi
awan. Kebanyakan layanan cloud diakses menggunakan
API,” tulisnya dalam sebuah artikel pendek bertajuk The
API is everything for cloud computing, di laman InfoWorld,
Juni 2010 lalu.
“Saya menjadi pembicara di Glue Con, pekan lalu, sebuah
konferensi developer-oriented yang digelar di Denver. Apa
pesan inti dari konferensi seputar komputasi awan? Anda
bisa menjawabnya dengan tiga huruf: A-P-I,” kata David
Linthicum, penulis 13 buku tentang komputasi.
Di antara layanan populer yang menggunakan teknologi
komputasi awan saat ini adalah cloud storage, seperti
Dropbox yang diluncurkan pada 2008 dan Google Drive yang
diluncurkan pada 2012. Di gudang penyimpanan ini, para
user bisa menyimpan ile, berbagi ile, mengedit dokumen,
dan berbagai fasilitas lainnya. Dropbox menyediakan 2 GB
bagi setiap akun, yang bisa bertambah menjadi 8 GB bagi
yang menyarankan orang lain membuka akun Dropbox, serta
menyediakan pula penyewaan untuk kapasitas besar hingga
ukuran tera byte. Sedangkan Google Drive menyediakan 5
GB bagi yang membuka akun, dan bila ingin kapasitas cloud
storage yang lebih besar, pengguna harus merogoh kocek.
Dengan adanya cloud storage ini, para pengguna bisa
mengakses dan bekerja dengan ilenya kapan pun, di mana
pun, via web maupun perangkat mobile, selama ada jaringan
internet. Sehingga, mereka tak perlu membawa hard disk
atau USB.
36
Pada mulanya, layanan populer berbasis teknologi cloud
storage ini memang muncul gara-gara pendiri Dropbox,
Drew Houston, sering lupa membawa USB saat dia masih
menjadi mahasiswa Massachusetts Institute of Technology
(MIT). Dia pun akhirnya punya ide untuk menyimpan ilenya di ‘awan’ (cloud), istilah lain dari internet.
DEMAM GADGET DAN ERA
BOOMING APLIKASI
Saat fokus semua orang masih terarah pada fenomena
internet yang kian sosial dan komputasi awan, sebuah device
baru muncul ke permukaan. Dan, seperti halnya jejaring
sosial dan komputasi awan, device ini, kata Kin Lane, akan
terbukti kemudian sebagai ‘pengganti permainan’ (game
changer).
Itu bermula ketika pada Juni 2009, Apple meluncurkan
iPhone 3G, dan App Store mulai memanjakan pemilik
iPod Touch dan iPhone untuk mengunduh aplikasi melalui
perangkat lunak desktop iTunes atau App Store di iPhone
mereka. “Ini membuka dunia yang sama sekali baru, yaitu
aplikasi mobile, di mana API akan menjadi kekuatan
pendorongnya,” tulis Kin Lane.
Evolusi internet mobile terus berlangsung. Pada 6 Oktober
2010, Instagram meluncurkan aplikasi yang memungkinkan
berbagi foto di iPhone. Dan, respons publik luar biasa besar.
Kurang dari tiga bulan sejak peluncurannya, penggunanya
sudah mencapai satu juta orang. Kevin Systrom pendiri
Instagram pun kian fokus mendeliver aplikasi iPhone
yang lebih baik dan simpel, yang kemudian memecahkan
37
API PEMILU
persoalan klasik yang selama ini dialami para pengguna,
yaitu kualitas foto yang tak terlalu memuaskan, dan frustrasi
pengguna saat melakukan sharing foto.
Tapi, sumberdaya API untuk men-drive wilayah
mobile, baru benar-benar berkembang pesat saat Apple
memperkenalkan iPad tablet, serta pertumbuhan perangkat
mobile berbasis Android dan Windows. “Maka, telepon
pintar pun kemudian menjadi bak potongan terakhir dari
puzzle strategi digital, mencakup kepentingan komersial
dan sosial. Semua itu diperlukan, sebelum visi orisinal web
API benar-benar disadari,” tulis Kin Lane.
Perkembangan-perkembangan tersebut, kemudian
melahirkan booming aplikasi web dan mobile, terutama
buatan pihak ketiga (para programmer dan developer) yang
sebagian memanfaatkan data-data API. Istilah aplikasi yang
begitu menggema, akhirnya membuat American Dialect
Society, sebuah lembaga studi bahasa di AS, pada 2011 lalu,
mendaulat kata “aplikasi” sebagai Word of the Year 2010.
Steve Jobs, CEO Apple, memperkenalkan iPad pertama
pada acara Apple Special Event di San Francisco, pada 27
Januari 2010 lalu, dan diluncurkan ke pasar pada 3 April
2010. Dalam waktu singkat, produk yang merupakan
perpaduan, dan berada di antara telepon pintar dengan
laptop ini diserbu pembeli, dan mengubah cara orang
menggunakan perangkat. Sebelumnya, sejak Juni 2007,
Apple meluncurkan iPhone yang sudah menggunakan
iPhone Operating System (iOS).
Selanjutnya, pada Juli 2008, Apple membuat toko
aplikasi App Store. Layanan ini memungkinkan pengguna
38
perangkat berplatform iOS (iPad, iPod, iPhone, dan lainlain) maupun pengguna personal komputer mem-browse
dan mengunduh aplikasi. Aplikasi-aplikasi ini dibuat oleh
pihak ketiga, para programmer dan developer, sebagian di
antaranya memanfaatkan data API. App Store sendiri pun
menyediakan API, sehingga pihak ketiga bisa memanfaatkan
data-datanya.
Pada awal 2012, Apple menyatakan telah ada 1,1 juta
lebih aplikasi buatan Apple dan pihak ketiga yang tersedia
di App Store, di mana 84 persen di antaranya bisa diunduh
gratis, dan sisanya berbayar. Dan, jumlah orang yang
mengunduhnya terus bertambah. Hingga akhir 2012,
Apple menyatakan aplikasi-aplikasi di App Store diunduh
40 miliar kali. Ini merupakan peningkatan yang luar biasa
pesat, karena pada awal 2011 lalu, jumlah pengunduhnya
baru 9,9 juta.
Namun, setelah itu, pertambahan jumlah aplikasi di App
Store melambat. Hingga Juli 2014 lalu, menurut catatan
laman statista.com, ada 1,2 juta aplikasi yang bisa diunduh
dari App Store, atau hanya naik sekitar seratus ribu aplikasi
dibanding dua tahun sebelumnya. Diduga, itu karena
para pesaing Apple pun telah melakukan langkah serupa,
berlomba-lomba membuka lapak aplikasi yang mirip App
Store. Sampai akhirnya App Store disalip oleh Google
Play Store yang menampung aplikasi-aplikasi berplatform
Android.
Riwayat Android, sistem operasi berbasis Linux, yang
merupakan sumber terbuka (open source), sebenarnya
sudah lama. Pengembangan sistem operasi ini telah dimulai
39
API PEMILU
pada 2003 oleh Android Inc, dan dibeli oleh Google pada
2005. Tapi, Android sebagai sistem operasi untuk perangkat
mobile, diluncurkan pada November 2007, atau tiga bulan
setelah peluncuran iOS. Sedangkan, versi komersialnya
diluncurkan pada September 2008.
Pada 6 Maret 2012, atau empat tahun setelah pembuatan
App Store, Google meluncurkan Google Play Store, setelah
menggabungkan Android Market, Google Music, dan Google
eBookstore. Toko aplikasi ini berhasil menyalip App Store
sekitar 2013 lalu.
Pertambahan aplikasi di Google Play Store memang
luar biasa pesat. Jika pada Juli 2014 laman statista.com
mencatat 1,3 juta aplikasi yang tersedia di toko aplikasi
ini, pada November 2014 menurut catatan appbrain.com,
jumlahnya telah mencapai 1,4 juta aplikasi, terdiri atas
1,2 juta (85,7 persen) aplikasi gratis dan 200 ribu aplikasi
berbayar. Aplikasi-aplikasi ini bisa diakses di 135 negara.
Jumlah download aplikasi di Google Play Store telah lebih
dari 50 miliar pada Juli 2013.
Pengguna Android memang terus meningkat. Pada 3
September 2013 lalu, Google mengumumkan telah ada satu
miliar pengguna perangkat berplatform Android di seluruh
dunia. Pada Januari 2015 lalu, perangkat Android telah
menguasai 62 persen pasar telepon pintar dan tablet di AS,
82,7 persen pasar Cina, dan 73,3 persen pasar Eropa.
Selain App Store dan Google Play Store, layanan serupa
dibuat oleh Blackberry, dengan nama Blackberry World,
berplatform Blackberry OS dan Blackberry Tablet OS; Nokia
(Nokia Store, berplatform Symbian, MeGoo, Maemo, S40,
40
Nokia X); Microsoft (Windows Store dan Windows Phone
Store, berplatform Windows Phone, Windows Desktop,
Windows Runtime/Windows 8); Amazon.com (Amazon App
Store, berplatform Fire OS dan Android); Mozilla (Firefox
Marketplace, berplatform Firefox OS, Windows, Android),
Palm/HP (App Catalog, berplatform web OS), dan lain-lain.
GRAFIK 1: MILIARAN APLIKASI YANG BISA DIUNDUH DARI TOKO APLIKASI
TERKEMUKA
Tapi, selain karena perkembangan tablet, booming
aplikasi-aplikasi tersebut juga didukung oleh perkembangan
smartphone layar lebar. Ini adalah fenomena di luar
prediksi pendiri Apple, Steve Jobs. Sebab, sejak 2010 lalu,
41
API PEMILU
jenius berdarah Suriah yang punya nama asli Abdul Lateef
Jandali, ini, menilai ponsel layar lebar tidak akan mungkin
diminati, karena tidak pas di genggaman. Alhasil, sejak
iPhone pertama kali diluncurkan hingga meninggalnya pada
Oktober 2011, ukuran iPhone hanya bertambah setengah
inci.
Setelah Steve Jobs berpulang, barulah para pelanjutnya
mengembangkan iPhone layar lebar. Pada 2012, Apple
akhirnya menaikkan setengah inci, menjadi empat inci.
Dan, pada 2014, Apple meluncurkan iPhone 6+, dengan
ukuran 5,5 inch. Dan, terbukti kemudian penjualannya
langsung terdongkrak. Sementara itu, pesaingnya, yaitu
Samsung, sejak pertama kali meluncurkan Samsung Galaxy
S pada 2010, sudah menawarkan ukuran 4 inch, dan terus
memperlebar layar smartphone buatannya dari tahun ke
tahun.
Pengguna internet berbasis mobile yang terus meningkat,
terutama pengguna smartphone, terus bermunculannya
aplikasi-aplikasi mobile, memperlihatkan era booming
aplikasi ini, masih akan berlangsung. Saat ini, jutaan
aplikasi dipampang di toko-toko aplikasi, dengan angka
download yang sudah hampir 100 miliar. Dan, data ini
akan terus bergerak cepat, karena pengguna gadget --yang
merupakan kalangan terbanyak yang mengunduh aplikasi-terus bertambah pesat.
Berdasarkan riset We Are Social yang dipublikasikan
Maret 2015 lalu, pengguna perangkat mobile global yang
masuk kategori unique user telah mencapai 3,679 miliar.
Data ini meningkat dibanding laporan pada Januari 2015,
42
di mana pengguna perangkat mobile unik berjumlah 3,649
miliar.
GRAFIK 2: DATA DIGITAL GLOBAL 2015 DARI WE ARE SOCIAL
Begitulah, dalam satu dekade terakhir, perkembangan
teknologi sedemikian cepat. Penggunaan gadget kian
populer, bahkan seorang penulis menyebut gadget telah
menjadi world wide word. Ini merupakan plesetan dari
world wide web. Aplikasi-aplikasi, terutama yang berbasis
mobile, terus bermunculan bak jamur di musim hujan. Dan,
API memainkan peran penting, meski --seperti kata Meg
Cater-- API selalu bersembunyi di balik layar.
“Sebagai kesimpulan, web API memulai debutnya di
awal munculnya e-commerce di internet. Namun, perannya
43
API PEMILU
tak sepenting sekarang. Sebab, saat itu belum ada jejaring
sosial, backend (sekumpulan aplikasi yang digunakan
sebagai sarana bantu pengelolaan data yang digunakan
secara terbuka) yang skalanya bisa diperbesar, dan belum
pula muncul perangkat mobile di mana-mana. Barulah pada
2012, semua itu kemudian tercapai,” tulis Kin Lane.
44
BAGIAN TIGA
API dan Open Data
Open Data isn’t just data sets. It’s APIs, it’s open source,
and most importantly — it’s people.
—American Council for Technology–
Industry Advisory Council).
KISAH SUKSES CIVIC HACKING
GOVTRACK.US
Ada dua tren yang mengemuka satu dekade terakhir, yang
keduanya saling bersimbiosis-mutualisme, yaitu open data
dan Application Programming Interface (API). Kombinasi
keduanya dinilai sejumlah kalangan telah memacu lahirnya
banyak inovasi dan kreatiitas di era internet hari-hari ini.
Tapi, mengapa open data butuh API dan sebaliknya API
butuh open data? Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita
simak kisah Joshua Tauberer, seorang civic hacker.
Joshua Tauberer, atau yang akrab disapa Josh, adalah
nama yang selalu disebut ketika orang membicarakan
tentang open data, wabilkhusus data terbuka pemerintah
(open government data). Itu karena perannya yang besar
dalam menggedor-gedor Gedung Putih dan Capitol Hill
agar merilis data-data yang mereka miliki kepada publik.
Josh adalah yang terdepan dalam upaya itu, yang kemudian
45
API PEMILU
melahirkan success story dan inspirasi bagi dunia.
GAMBAR 5: JOSHUA TAUBERER (FOTO: THE PENNSYLVANIAN GAZETTE)
Pria kurus dan pemalu ini adalah satu dari 30
penandatangan “Delapan Prinsip Open Data” yang
dibuat advokator gerakan data terbuka pemerintah (open
government data) di Amerika Serikat (AS) pada 2007
lalu. Ke-30 orang tersebut merupakan orang-orang paling
terkemuka yang mendorong open data pemerintah di negeri
Paman Sam.
Pemerintah AS, sebenarnya sudah merilis sebagian
data-datanya. Namun, data-data tersebut banyak yang sulit
dibaca oleh manusia maupun mesin (komputer). Alhasil,
data-data tersebut pun sulit digunakan ulang (re-use)
dan didistribusikan kembali (redistribution). Itu karena
pemerintah AS saat itu, masih belum benar-benar ikhlas
46
membuka data-data kepada publik.
Mendapati kenyataan tersebut, Josh akhirnya melakukan
ikhtiar sendiri untuk mendapatkan data-data itu. Dia
melakukan screen scrapping terhadap situs-situs milik
pemerintah AS. Dan, dia akhirnya sukses mengumpulkan
data-data yang berserak di banyak situs web milik
pemerintah AS. Dia lalu menyortir dan menyusunnya
kembali, kemudian menyajikannya antara lain lewat situs
GovTrack.us. Ini situs dibuatnya pada 2004 lalu, saat dia
masih mahasiswa psikologi di Universitas Princeton.
GAMBAR 6: SITUS GOVTRACK
47
API PEMILU
“Adalah sangat surprise bahwa seorang yang punya
ketertarikan pada data bisa melakukan sangat banyak hal
seperti yang Josh lakukan. Apa yang dia lakukan mampu
memberikan tekanan, yang membuat lebih banyak data
akhirnya bisa diakses publik, dan memberi sumbangan
besar dalam mengubah cara pemerintah bekerja,” komentar
Jim Harper, Direktur Studi Kebijakan Informasi di Institut
Libertarian Cato, seperti dikutip artikel bertajuk Civic
Hacker yang dimuat The Pennsylvania Gazette edisi
Oktober 2013 lalu.
Civic hacker adalah istilah yang mempunyai pengertian
khusus. Dalam bukunya, Open Government Data: The Book
yang diterbitkan pada 2012 dan edisi kedua pada 2014 lalu,
Josh menyatakan, “Civic hacking adalah pendekatan kreatif
dan kerap menggunakan teknologi untuk memecahkan
masalah sipil, mulai dari masalah pendaftaran pemilih
hingga edukasi publik untuk membantu konsumen membeli
rumah dan memilih penasihat keuangan. Civic hacking
seringkali melibatkan penggunaan data pemerintah untuk
membuat pemerintah lebih akuntabel.”
Civic hacker, bukanlah hacker atau peretas dunia
maya pada umumnya, apalagi hacker dalam pengertian
yang negatif. Yaitu, kaum yang kerap melakukan cracking
atau kejahatan menggunakan teknologi komputer, untuk
merusak sistem keamanan suatu sistem komputer yang
biasanya, begitu mereka mendapatkan akses, akan berlanjut
dengan pencurian dan tindakan anarkistis.
Berkata Josh, “Civic hacker bisa saja merupakan seorang
programmer, desainer web, pakar data, komunikator,
48
organizer sipil, entrepreneur, pegawai pemerintah, dan
siapa saja yang ‘mengotori tangannya’ untuk memecahkan
masalah. Beberapa civic hacker dipekerjakan oleh organisasi
nonproit seperti Code for America. Beberapa lainnya
bekerja di perusahaan berorientasi proit seperti Azavea,
provider perangkat lunak geospasial di Philadelphia.”
Lalu, apa hasil aktivitas civic hacking yang dilakukan
Josh? Lewat situs GovTrack.us, publik Amerika dan dunia
bisa mengikuti perkembangan pembahasan rancangan
undang-undang (RUU) di Kongres AS. Sejak pengajuan
sebuah RUU ke Kongres, pembahasan di komite-komite di
Senat dan House of Representatives (DPR), kapan RUU itu
meninggalkan komite-komite, siapa saja wakil rakyat yang
membahas RUU tersebut dan bagaimana sikap mereka
--termasuk saat voting, hingga RUU selesai dibahas. Situs
ini juga menyediakan informasi perkembangan proses
legislasi tingkat negara bagian.
Karena menjawab kebutuhan publik, situs yang
mengusung slogan Tracking the United States Congress, ini,
cepat populer. Pada 2014 lalu, misalnya, situs ini dikunjungi
tujuh juta orang. GovTrack telah pula mengirimkan empat
juta email pemberitahuan mengenai perkembangan terakhir
proses legislasi kepada para pengguna situs tersebut.
Sudah banyak website dan aplikasi mobile yang
menggunakan data dan API milik GovTrack.us antara lain
OpenCongress, Follow the Oil Money, TheMiddleClass.org,
Connect2Congress, Polco: Political Compass, Informed
American (aplikasi Windows Phone), Eligo Congress
(aplikasi iOS), dan 113th US Congress (Android).
49
API PEMILU
“Gerakan open government melibatkan masyarakat,
pengembang web, desainer, peneliti, penulis, ahli
statistik, pejabat pemerintahan, dan wakil rakyat, dalam
upaya menjadikan data sebagai asset nasional, untuk
membuat pemerintah lebih transparan dan efektif, serta
memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi secara
efektif dalam pemerintahan dan dalam komunitas mereka,”
tulis GovTrack.us.
Situs ini menginspirasi banyak upaya serupa di Amerika
Serikat dan banyak negara lain di dunia. Di Amerika, langkah
tersebut antara lain diikuti oleh Sunlight Foundation. Ini situs
yang memampang informasi-informasi milik pemerintah
AS, baik eksekutif maupun legislatif, baik level federal,
negara bagian, maupun tingkat lokal. Sunlight Foundation
menyediakan API agar data tersebut bisa digunakan lebih
luas lagi.
SUNLIGHT FOUNDATION: DISINFECTANT
UNTUK KORUPSI DALAM PEMERINTAHAN
Sunlight Foundation didirikan pada April 2006 lalu, oleh
Ellen S Miller dan Michael R Klein, terkait concern mereka
terhadap pengaruh uang dalam politik. Mereka kemudian
mengembangkan Inluence Explore, sebuah perangkat
online untuk menge-track penggunaan uang dalam politik,
yang melibatkan pembuat undang-undang, perusahaan,
dan tokoh-tokoh terkemuka. Mereka juga membuat Foreign
Inluence Explorer untuk melacak aktivitas para pelobi
yang mewakili klien asing di Washington, sehingga publik
bisa mengetahui bagaimana entitas asing memengaruhi
50
kebijakan dan opini publik di AS.
Data-data ini membuat gerak-gerik pemerintah dan
anggota kongres bak terus dipantau jutaan mata. Dan,
Sunlight membuka API untuk data-data di kedua ‘explorer’
tersebut, sehingga bisa diakses leluasa, digunakan ulang,
dan didistribusikan kembali oleh pihak ketiga.
GAMBAR 7: INFLUENCE EXPLORER YANG DIBUAT SUNLIGHT FOUNDATION.
Dalam proil situsnya, SunlightFoundation.com, Sunlight
menyatakan open data merupakan sumberdaya yang besar
dan luar biasa, yang sebagian besar belum dimanfaatkan.
Banyak individu dan organisasi yang mengumpulkan
berbagai jenis data, untuk melakukan tugas-tugas mereka.
Pemerintah, menurut Sunlight, sangat signiikan dalam
hal ini, bukan hanya karena kuantitas dan sentralitas data
yang dikumpulkannya, melainkan juga karena sebagian
besar data pemerintah, secara hukum, adalah data publik.
Sehingga, data itu bisa dibuat terbuka dan tersedia bagi
51
API PEMILU
banyak orang untuk digunakan.
“Kami percaya bahwa informasi adalah kekuatan,
atau, dalam ungkapan yang lebih halus, akses yang tidak
proporsional terhadap informasi adalah kekuatan. Kami
berkomitmen untuk meningkatkan akses ke informasi
pemerintah dengan membuatnya available secara online.
Kami meredeinisi informasi publik dalam pengertian
‘online’,” tulis Sunlight.
Dalam bukunya, Josh mengatakan ada dua cara utama
memublikasikan data di internet. Pertama, langsung
mengunggah keseluruhan data dalam sebuah ile atau satu
set ile (bulk data). Sehingga, seluruh data bisa langsung
diunduh penggunanya. Kedua, melalui data API, sebuah
metode menyajikan data dalam potongan-potongan kecil.
Kedua cara ini diterapkan oleh GovTrack.org maupun
SunlightFoundation.com.
Tapi, Josh mengatakan, ada dataset tertentu yang terlalu
besar, seperti data sensus, atau data yang terlalu cepat
berubah, seperti data perdagangan saham, yang menjadi
sangat memberatkan untuk mengunduh semuanya.
Karena itu, dia menyatakan, adalah lebih baik menyajikan
data itu dalam potongan-potongan kecil, sehingga bisa
mengurangi hambatan penggunaan data tersebut, serta
lebih memudahkan para pengembang perangkat lunak
menggunakannya.
Berkata Josh, “Bulk data bersifat statis, sedangkan data
API bersifat dinamis. API adalah sebuah kontrak, bukan
secara legal, melainkan teknikal. Itu adalah komitmen
bahwa sebuah sistem akan bekerja dalam cara tertentu…
52
Sebuah API akan berkata ‘Jika Anda mengunjungi alamat
web tertentu, Anda akan mendapatkan potongan data
tertentu’..”
KOMPATIBILITAS OPEN DATA
DENGAN API
Open data dan API menjadi saling berkaitan erat, karena
open data telah dideinisikan sebagai berikut: Open data
is data that can be freely used, re-used and redistributed
by anyone – subject only, at most, to the requirement
to attribute and sharealike. (Data terbuka adalah data
yang bebas diakses, bebas digunakan kembali, dan bebas
didistribusikan kembali oleh siapapun -- hanya umumnya
patuh pada ketentuan atribusi dan berbagi dengan lisensi
yang sama….)
Karena deinisi ini, maka API hadir sebagai solusi
bagi kesuksesan gerakan open data, karena API menjadi
jembatani penyaluran dan penggunaan data-data dalam
cara yang menarik, mudah, sistemik, dan aman. “Secara
literal API adalah sebuah interface atau antarmuka antara
sebuah database dengan mesin lain atau program. Adalah
menolong untuk membayangkan bahwa API merupakan
sebuah tools kecil yang melakukan hal spesiik tertentu
dengan data Anda.” (API Challenges and Milestone,
Perludem).
Menurut Open Data Handbook, ada tiga kata kunci
penting dalam deinisi open data, yaitu availability
and access, re-use and redistribution, dan universal
participation.
53
API PEMILU
Pertama, availability and access. Yaitu, data harus
available secara keseluruhan, dan sebaiknya bisa diakses
melalui internet. Data itu pun harus bisa diakses secara
nyaman, dan dalam format yang bisa dimodiikasi.
Kedua, re-use and redistribution. Yaitu, data yang
disediakan harus mengizinkan penggunaan ulang
dan pendistribusian ulang, termasuk memadukannya
(intermixing) dengan dataset-dataset lainnya.
Ketiga, universal participation. Yaitu, setiap orang harus
bisa menggunakan, menggunakan ulang, mendistribusikan
kembali, tanpa ada diskriminasi. Tidak boleh ada restriksi
penggunaan data hanya untuk kepentingan nonkomersial,
sehingga data itu pun boleh digunakan untuk kepentingan
komersial. Data itu pun tidak boleh hanya ditujukan untuk
tujuan tertentu, semisal hanya untuk pendidikan, tapi boleh
digunakan untuk tujuan apa saja.
“Jika Anda bertanya-tanya mengapa sangat penting
untuk menjelaskan sejelas-jelasnya tentang pengertian open
data dan mengapa deinisi tersebut yang digunakan, ada
satu jawaban sederhana, yaitu interoperability,” demikian
penjelasan di Open Data Handbook, buku pegangan yang
diterbitkan Open Knowledge Foundation pada November
2012 lalu.
Interoperability menunjuk pada kemampuan sistemsistem dan organisasi-organisasi yang berbeda-beda untuk
bekerja bersama atau bekerja sama (interoperate). Dalam
kasus ini, adalah kemampuan interoperate atau intermix
dataset yang berbeda-beda. Interoperability penting karena
memungkinkan komponen yang berbeda bekerja bersama
54
dan memadukannya untuk membangun sebuah sistem yang
besar dan kompleks.
“Tanpa interoperability, ini menjadi mustahil. Dan, akan
bernasib seperti kisah dalam mitos Menara Babel, di mana
ketidakmampuan mengkomunikasikan (interoperate)
akhirnya berakibat pada runtuhnya menara itu,” tulis Open
Data Handbook.
Tak pelak, open data memang ibarat jantungnya.
Tapi, seperti ungkapan pada awal tulisan ini (Open Data
isn’t just data sets. It’s APIs, it’s open source and, most
importantly, it’s people) open data bukanlah sekadar
urusan menyodorkan setumpuk data untuk diakses, tapi
bagaimana pengaksesnya bisa menggunakan kembali (reuse) dan mendistribusikannya kembali (redistribution).
Dan, untuk keperluan itu, API adalah alat yang tepat untuk
melakukannya.
Sebab lewat API-lah, data-data terbuka tersebut
menjadi lebih mudah diakses, digunakan kembali, dan
didistribusikan, yang kemudian bisa memicu dan memacu
kreatiitas dan inovasi serta partisipasi masyarakat. Karena,
API telah menyajikan data-data tersebut dalam potongan
kecil yang renyah, dan mengalirkannya kepada para
programmer dan developer untuk mengemas data-data itu
dengan berbagai cara kreatif dan inovatif yang bahkan tak
terbayangkan oleh pemilik data --karena data-data itu bisa
dikemas dalam berbagai bentuk dan cara, dan dipadukan
dengan data-data lain-- kemudian didistribusikan lagi
kepada pengguna website atau gawai (gadget).
“Pada intinya, open data adalah tentang membuat data55
API PEMILU
data yang dikumpulkan pemerintah, organisasi, perusahaan,
dan lain-lain menjadi available untuk siapa saja, dan lebih
disukai tanpa membayar ongkos untuk itu. API, pada sisi
lain, menyediakan standardisasi serta cara mudah dan
sederhana untuk menghubungkan sumber-sumber open
data satu sama lain. Dengan memanfaatkan standardisasi
dan platform seperti HTTP, JSON, dan XML, API menjadi
fasilitator untuk mengintegrasikan semua sumber open
data, menjadi aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi yang
inovatif,” demikian paparan dalam artikel bertajuk How
Open Data and APIs Fuel Innovation.
Praktisi open data, Jason Hare, bahkan mengatakan
portal-portal open data seharusnya adalah API. Sebab,
menurut hipotesisnya, pertama, data-data yang dikonsumsi
langsung oleh manusia lewat website, nilai penggunaan
ulangnya terbilang kurang. Kedua, data-data yang disajikan
dalam platform web dan mobile, membutuhkan kerja ekstra
untuk bisa digunakan ulang ketimbang API.
Mengapa API sangat diperlukan dalam distribusi data
secara online, didasarkan Jason Hare pada penelitian pada
situs Open Raleigh, situs milik Kota Raleigh di negara
bagian Carolina Utara. Situs tersebut awalnya hanya
mempunyai 1.115.125 page views dalam 18 bulan. Tapi,
ketika menerapkan platform API, jumlahnya menjadi
berlipat ganda. Betapa tidak, hanya pada Oktober 2014 saja,
ada 17.307.822 API call .”Hanya dalam sebulan data kami
17 kali lipat lebih banyak dilihat mesin ketimbang dilihat
manusia,” kata Jason Hare dalam tulisan bertajuk Open
Data Portals Should be API.
56
Sebagai perbandingan, Jason Hare mencontohkan kisah
portal open data yang tidak menggunakan API, seperti yang
dimiliki Kota Minneapolis, kota terbesar di negara bagian
Minnesota. Portal tersebut kemudian banyak dikritik,
antara lain karena desainnya yang kurang responsif, dan
halaman web-nya yang bertabrakan. Berkata Jason, “Untuk
siapa data itu? Jika untuk para pekerja lapangan, itu
merupakan kegagalan besar. Sebab, perangkat yang banyak
digunakan pekerja lapangan adalah tablet dan telepon
pintar. Tidak mempunyai aplikasi yang menggunakan data
API, merupakan sebuah penghalang penggunaan data.”
OPEN DATA, API, DAN BULK DATA
Meski open data dan API merupakan jodoh yang
kompatibel (cocok dan serasi), namun Josh mengakui jika
hanya menyajikan potongan tertentu dari data, itu belum
memenuhi semua deinisi dari open data. Sebab, dengan
menyajikan potongan kecil, itu berarti bagian data lainnya
belum terbuka. Yang memenuhi semua pengertian ini,
tulisnya, adalah data yang disajikan secara keseluruhan
(bulk).
Sebenarnya, menurut Josh, sebuah API --bahkan data
API-- bisa saja menyediakan bulk data. “Jika memang
demikian, hebat. Tapi, memang bukan demikian yang
kerap dimaksudkan dengan API. Sebuah data API, jika
tidak menyediakan sebuah bulk data, sebenarnya belum
memenuhi prinsip open government data. Sehingga,
jika ada pilihan antara bulk data atau data API yang tak
menyediakan bulk data, maka bulk data harus lebih
57
API PEMILU
diutamakan.”
Dan, pengertian seperti ini pula yang memang ditekankan
dalam Open Data Handbook, bahwa memublikasikan data
mentah (raw data) secara bulk perlu menjadi concern
utama dari semua inisiatif open data. “Open data harus
terbuka secara teknikal, sebagaimana secara legal terbuka.
Secara spesiik, data harus available secara bulk dan dalam
format yang bisa dibaca mesin.” Ada tiga kata kunci di sini,
yaitu available, in bulk, dan in an open, machine readable
format.
Pertama, available. Pengakses data tak boleh dikenai
biaya yang memberatkan. Kalau pun dikenakan biaya,
nilainya harus masuk akal. Bahkan, bila perlu, dan ini yang
sangat diharapkan, data-data tersebut bisa diunduh secara
gratis lewat internet.
Kedua, in bulk. Maksudnya, data harus available dalam
sebuah set yang komplet. Karena itu, web API atau layanan
serupa sangat berguna, meskipun bukan merupakan
substitusi atau pengganti daripada akses secara bulk.
Ketiga, in an open, machine-readable format.
Penggunaan kembali (re-use) data-data publik yang dimiliki
oleh sektor publik, tidak boleh menjadi subjek paten, yang
menghalangi public untuk mengaksesnya. Dan, yang lebih
penting, adalah memastikan bahwa data-data tersebut
disajikan dalam format yang bisa dibaca mesin, sehingga
bisa digunakan kembali secara massif. Sebagai ilustrasi, data
statistik kerap dipublikasikan dalam dokumen berformat
PDF (Portable Document Format). Dokumen seperti
ini hanya bisa dibaca oleh manusia, tapi sulit digunakan
58
kembali oleh komputer, sehingga menghambat kemampuan
berbagai pihak untuk menggunakan kembali data itu.
Open Data Handbook menyatakan ada sejumlah cara
memublikasikan data dengan metode online. Yaitu melalui
website, lewat situs pihak ketiga, File Transfer Protocol
(FTP), sebagai torrent, dan sebagai sebuah API. Masingmasing punya kelebihan dan kekurangan.
“API merupakan antarmuka yang amat populer saat
ini. Sebab, teknologi ini memungkinkan para programmer
dan developer memilih dan mengambil porsi tertentu yang
spesiik dari sebuah data, ketimbang mengambil data yang
tersedia secara bulk yang ukuran ilenya bisa jadi amat besar.
API biasanya terhubung ke database yang selalu diupdate
secara real time. Itu berarti, membuat informasi available
melalui sebuah API, bisa memastikan bahwa data-datanya
selalu up to date,” tulis Open Data Handbook.
RIWAYAT SINGKAT OPEN DATA
Terminologi open data, menurut Simon Chignard dalam
artikel bertajuk A Brief History of Open Data, muncul
pertama kali pada tahun 1995, dalam dokumen milik
sebuah lembaga keilmuan AS. Dokumen itu membicarakan
pembukaan data geoisika dan lingkungan. “Mereka
mempromosikan pertukaran informasi saintiik secara
lengkap dan terbuka, antarberbagai negara berbeda, sebagai
prasyarat untuk analisis dan memahami fenomena global,”
tulis Simon dalam artikel yang diposting di laman Paris
Tech Review, pada 29 Maret2013 lalu.
59
API PEMILU
Penulis buku Open Data: Understanding the Opening
of Public Data (2012), ini, menyatakan konsep open data
berkait erat dengan konsep sumber daya bersama (common
good ). “Ide tentang common good telah diaplikasikan
dalam dunia ilmu pengetahuan sebelum penemuan
internet. Robert King Merton, salah satu bapak sosiologi,
pada awal1942 telah menjelaskan tentang pentingnya hasilhasil penelitian diakses secara bebas oleh semua orang.
Setiap peneliti harus berkontribusi terhadap ‘common pot’
dan menyerahkan hak kepemilikan intelektualnya demi
kemajuan ilmu pengetahuan,” tulisnya.
Simon yang juga Presiden Bug, sebuah LSM di Perancis
yang mengadvokasi inovasi sosial dan digital, menambahkan,
teknologi informasi memberi nafas baru dalam ilosoi
kepemilikan bersama itu. Dia mengutip hasil penelitian
Elinor Orstrom, pemenang Nobel Ekonomi pada 2009, yang
menunjukkan secara spesiik tentang informasi bersama itu,
bahwa dia amat mirip dengan sumberdaya publik (public
goods), bahwa penggunaannya oleh seseorang tidaklah
menghalangi penggunaannya oleh orang lain. Penggunaan
yang bukan mengurasnya, tapi malah memperkayanya.
Alhasil, tulis Simon, jauh sebelum menjadi sebuah objek
yang teknikal atau gerakan politik, open data berakar pada
praksis komunitas ilmuwan. Para peneliti adalah yang
pertama merasakan manfaat dari keterbukaan dan sharing
data. “Adalah pertemuan ide para ilmuwan dan gagasan
tentang free software dan open source yang membentuk
open data yang kita kenal saat ini,” tulis Simon, wakil
presiden Rennes’ Barcamp La Cantine yang juga konsultan
60
dan trainer perusahaan publik maupun pribadi dalam
pengembangan data dan strategi penyebarannya.
Artikel bertajuk Open Data di Wikipedia, menyatakan
goal daripada gerakan open data, sama dengan gerakan
‘buka-bukaan’ lainnya, seperti open source, open hardware,
open content, dan open access. “Filosoi di belakang open
data sudah lama mapan, namun terminologi open data saat
ini, mendapatkan popularitas berkat kebangkitan internet
dan world wide web, dan lebih khusus dengan peluncuran
inisiatif open data government seperti Data.gov dan Data.
gov.uk.
Simon melanjutkan ceritanya, yang mengurai hubungan
open data, open source, dan open government data.
Alkisah, pada Desember 2007, 30 pemikir dan aktivis
yang mengadvokasi open government data, bertemu di
Sebastopol, utara San Francisco,AS. Tujuan pertemuan
ini adalah mendeinisikan konsep open public data, yang
mereka harapkan diadopsi oleh kandidat presiden AS.
Pertemuan ini disponsori Google, Yahoo, dan Sunlight
Foundation. Di antara yang hadir saat itu adalah Tim
O’Reilly, Lawrence Lessig, dan Joshua Tauberer.
Tim O’Reilly dikenal sebagai penulis, editor, dan
pelopor berbagai gerakan komputer dan internet, yang
mendeinisikan berbagai tren dan istilah populer seperti
open source dan Web 2.0. Dia menggulirkan open source
pada 1998, yang memungkinkan orang mendapatkan
software gratis. Dia melihat peran open source sebagai
bagian tak terpisahkan dari perkembangan internet,
menunjuk berbagai platform yang digunakan secara luas
61
API PEMILU
seperti protokol TCP/IP, sendmail, Apache, Perl, GNU/
Linux, dan lain-lain.
GAMBAR 8: TIM O’REILY SANG ADVOKAT OPEN SOURCE
(FOTO: FYI.OREILLY.COM)
Sedangkan, frase Web 2.0 dipopulerkan O’Reilly pada
tahun 2004, sebagai kebangkitan web pasca-keruntuhan
perusahaan-perusahaan dotcom pada tahun 2000. Saat
itu, dia sudah membayangkan sistem operasi internet akan
terdiri atas berbagai subsistem seperti media, pembayaran,
pengenalan suara, lokasi, dan identitas.
Lawrence Lessig, adalah profesor hukum dari Universitas
Stanford, California. Dia adalah pencetus lisensi Creative
Common (CC), yang berbasis pada ide tentang penyebaran
62
pengetahuan secara bebas, yang bermanfaat besar
mengokohkan konsep open data dan API. Slogan CC adalah
keep the internet creative, free, and open.
CC merupakan lisensi hak cipta gratis yang bisa
digunakan oleh publik. Seorang penemu, pencipta, penulis,
bisa melepas karyanya di bawah lisensi CC, dengan memilih
beberapa lisensi di situs Creativecommon.org. Ada enam
lisensi di sana. Mereka antara lain bisa memilih Lisensi
Atribusi (CC BY) sehingga bisa melepaskan hak cipta untuk
digunakan oleh orang lain tanpa izin maupun ongkos,
namun kreditnya tetap harus diberikan kepada pencipta asli.
Sepanjang kreditnya tetap untuk pencipta asli, pihak ketiga
diperkenankan mendistribusikan, mencampurkannya
dengan karya lain (remix), bahkan menggunakannya untuk
kepentingan komersial.
Lisensi lainnya adalah Attribution-ShareAlike (CC BYSA) . Seperti Lisensi Atribusi, Lisensi ini memungkinkan
orang lain me-remix dan menggunakannya untuk
kepentingan komersial, sepanjang kreditnya kepada
pencipta asli, dan melisensi karya baru --hasil pengolahan
dari karya penciptanya-- dengan syarat yang identik. Lisensi
ini kerap diistilahkan sebagai copyleft (sebagai lawan kata
dari copyright) yang kerap digunakan pada software gratis
dan open source. Lisensi ini pula yang digunakan oleh laman
ensiklopedia open source daring yaitu Wikipedia.
Delapan Prinsip Open Government Data yang mereka
hasilkan dalam pertemuan Sebastopol, seperti dilansir
oleh Opengovdata.org adalah, pertama adalah complete
(lengkap). Maksudnya, semua data publik harus dibuat
63
API PEMILU
available. Data publik tidak boleh dibatasi oleh aturan
privasi, keamanan, atau pembatasan lainya. Dengan prinsip
ini, bulk data atau seluruh dataset bisa diperoleh, bahkan
dengan menggunakan aplikasi sederhana. Konsekuensinya,
bulk data harus available sebelum API dibuat, karena API
hanya menampilkan potongan-potongan kecil dari data.
GAMBAR 9: SITUS CREATIVE COMMON.
Kedua, primer. Maksudnya, data tersedia seperti
apa adanya, bukan data agregat atau data yang sudah
dimodiikasi. Ketiga, tepat waktu. Maksudnya, data tersebut
harus available secepat mungkin sesuai kebutuhan, agar nilai
dari data tersebut tetap terjaga. Keempat, aksesibel, yaitu data
tersebut available untuk pengguna seluas mungkin, agar bisa
dimanfaatkan untuk sebanyak mungkin tujuan.
Kelima, bisa diproses mesin. Yaitu, struktur data harus
masuk akal, sehingga memungkinkan pemrosesan otomatis.
64
Keenam, nondiskriminasi, yaitu data dibuat available untuk
semua orang, tanpa harus melakukan registrasi, serta bisa
diakses oleh pengguna anonim. Ketujuh, non-proprietary,
yaitu data harus available dalam format yang tidak bisa
dikontrol secara eksklusif oleh entitas tertentu.
Kedelapan, berlisensi bebas, yaitu data bukan merupakan
subjek hak cipta, paten, merek dagang, atau aturan
perdagangan rahasia. Meski demikian, pengecualian atas
nama privasi, keamanan, dan privilese, sepanjang masuk
akal, tetap diperbolehkan. Sebab, data-data yang dimiliki
pemerintah, misalnya, merupakan gabungan dari data
publik, informasi personal, hasil kerja yang mempunyai
hak cipta, dan data-data lain yang bukan masuk kategori
data terbuka. Karena itu, adalah penting untuk membuat
clear mana data yang available, mana yang berlisensi, mana
data yang hanya bisa diakses dengan syarat dan ketentuan
tertentu, serta data-data yang dibatasi aksesnya secara legal.
Alhasil, data-data yang bebas diakses tanpa restriksi, harus
pula ditandai sebagai domain publik, misalnya dengan
lisensi Creative Common atau MIT yang membebaskan
penggunaan data tetapi harus mencantumkan atribusi
sumber data.
MIMPI OPEN GOVERNMENT DATA
YANG MENJADI NYATA
“Di Sebastopol,” tulis Simon, “Kontribusi Tim O’Reilly
terhadap open government, menjadi penerang baru
dalam relasi gerakan open source dengan berkembangnya
prinsip-prinsip open data: dalam kata-katanya sendiri, ‘kita
65
API PEMILU
harus mengaplikasikan prinsip-prinsip open source dan
cara kerjanya dalam urusan publik’.” Pada 2007, Simon
menyatakan, semua itu terdengar seperti mimpi.
Namun, dalam waktu singkat, mimpi itu terwujud.
Bahkan, tulis Simon, hasilnya melampaui apa yang mereka
bayangkan. Sebab, setahun lebih sedikit setelah pertemuan
Sebastopol, Presiden Barack Obama naik ke tampuk
kekuasaan. Setelah dilantik pada 20 Januari 2009, tak lama
kemudian dia meneken tiga memorandum presiden. Dua
dari tiga memorandum itu, concern pada open government,
di mana open data merupakan salah satu pilarnya. “Memo
presiden ini secara eksplisit mengeset kultur open source di
jantung aksi publik, dengan mengklaim prinsip-prinsipnya,
yaitu transparansi, partisipasi, dan kolaborasi.”
Karena Gedung Putih sudah mengadopsinya, tak lama
kemudian gerakan ini mengglobal. Dua tahun setelah
penandatanganan tiga memorandum, inisiatif Open
Government Partnership (OGP) terbentuk. Ada delapan
negara pemrakarsanya, yaitu Indonesia, Amerika Serikat,
Inggris, Brasil, Meksiko, Norwegia, Filipina, dan Afrika
Selatan. OGP diluncurkan delapan pemimpin negara
tersebut, saat bertemu pada 20 September 2011, Hotel
Waldorf-Astoria, sebuah penginapan mewah di Manhattan,
New York, yang berakhir dengan pembacaan “Deklarasi
Open Government” dan peluncuran OGP.
OGP adalah inisiatif multilateral baru yang bertujuan
mengamankan komitmen negara-negara di dunia untuk
mempromosikan transparansi, meningkatkan partisipasi
publik, melawan korupsi, dan meningkatkan penggunaan
66
teknologi baru untuk membuat pemerintah lebih terbuka,
efektif dan terjaga akuntabilitasnya.
OGP yang semula beranggotakan delapan negara,
bertambah pesat dalam waktu singkat. Pada 2015, menurut
situs resmi OGP, Opengovpartnership.org, jumlah
anggotanya telah menjadi 65 negara. “Di negara-negara
ini, pemerintah dan kalangan masyarakat sipil bekerja
sama dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
reformasi ambisius bernama open government,” tulis
Opengovpartnership.org
Indonesia menjadi ketua OGP periode Oktober
2013-September 2014, menggantikan Inggris. Saat
memberikan sambutan pada singkat serah terima
kepemimpinan OGP di Churchill Auditorium, Queen
Elizabeth II Conference Center, 31 Oktober 2013, lalu, Wakil
Presiden Boediono berkata, “Melalui aktivitasnya yang
inovatif dan out-of-the-box, program Open Government
Indonesia telah berhasil menarik birokrasi kita keluar dari
zona nyaman. Sebagian di antaranya bahkan memperoleh
penghargaan nasional dan internasional.” (Setkab.go.id)
Setelah Indonesia, posisi ketua dipegang pemrakarsa
OGP lainnya, Meksiko. Dan, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah menyerahkan jabatan ketua OGP kepada
Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, di New York, 25
September lalu. Pada acara itu, tulis Setkab.go.id, Presiden
Barack Obama memberi ucapan dalam bahasa Indonesia
kepada SBY, “Selamat Bapak.” Obama melanjutkan dalam
bahasa Inggris, “Saya memuji kepemimpinan Anda dalam
membawa Indonesia menuju transisi demokrasi.”
67
API PEMILU
OPEN DATA DAN API: DARI KAMAR KECIL
HINGGA BILIK SUARA
Apa yang akan Anda lakukan ketika sedang jalan-jalan
di sebuah keramaian yang hiruk pikuk, lalu tiba-tiba perut
Anda sakit dan ingin ke belakang? Bagaimana kalau itu
terjadi di sebuah negeri asing, di Kota New York, misalnya?
Ini tentu persoalan besar bagi Anda. Tapi, jangan khawatir,
ada solusinya.
Banyak orang yang sudah memikirkan soal rumit seperti
ini. Karena itu, mereka kemudian menciptakan aplikasiaplikasi yang memudahkan para pengguna internet dan
telepon pintar, untuk mengetahui di mana lokasi toilet
publik terdekat. Salah satunya adalah Toilet Finder. Aplikasi
ini dibuat oleh BeTomorrow, perusahaan yang mengusung
slogan “beautiful solution in a connected world”.
Aplikasi ini menggabungkan peta dari API Google
Maps, dengan data sekitar 70 ribu toilet, yang berasal
dari data terbuka pemerintah Amerika Serikat. Jika Anda
telah mengunduh aplikasi ini, Anda tak perlu repot-repot
bertanya, sebab hanya mengeklik tombol di smartphone,
Anda sudah bisa langsung mengetahui di mana target Anda,
dan bisa berlari secepat kilat untuk mencapainya.
Aplikasi ini bisa diunduh gratis di Google Play Store atau
App Store. Hingga awal 2015, aplikasi ini sudah diunduh
sekitar dua juta pengguna internet dan telepoin pintar
berbasis Android dan iOS. Selain aplikasi mobile, Toilet
Finder juga dibuat dalam aplikasi web.
68
GAMBAR 10: APLIKASI TOILET FINDER.
Dan, karena begitu bergunanya aplikasi ini --terutama
bagi penderita penyakit Crohn atau inlamasi usus-- pada
2012 lalu, Toilet Finder terpilih menjadi salah satu aplikasi
terbaik oleh American Site Healthline.
Orang berpenyakit Crohn memang harus siaga berada di
dekat toilet. Sebab, penderita penyakit ini bisa mengalami
diare 10 hingga 20 kali sehari. Penyakit ini secara genetik
konon banyak menimpa keturunan Yahudi. “Aplikasi
ini membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah,”
demikian testimoni seorang penderita Crohn, di laman
BeTomorrow.
Aplikasi-aplikasi serupa, kini telah banyak dibuat di
berbagai negara. Mulai dari Denmark, Inggris, hinga
negara tetangga Australia. Di Denmark, misalnya, aplikasi
69
API PEMILU
menemukan toilet ini misalnya dipadu dengan informasi
toilet mana saja yang ramah bagi kalangan penyandang
cacat, yang terlihat dari logo difabel pada lokasi toilet yang
ditampilkan di peta.
Aplikasi-aplikasi layanan berbasis lokasi (location based
service/LBS) yang mengawinkan peta yang dari berbagai
API, seperti API Google MAP, dengan berbagai data terbuka,
membuat layanan ini berguna dan populer. Selain untuk
menemukan toilet, ada pula aplikasi untuk menemukan
ATM terdekat, rumah sakit, menemukan arah (navigasi),
tracking, dan lain-lain.
Salah satu aplikasi untuk menemukan ATM yang cukup
populer antara lain adalah ATM Hunter yang dibuat oleh
MasterCard dan ATM Locator buatan Crixol Pvt Ltd. Di
Indonesia, aplikasi serupa antara lain ATM Bersama yang
dibuat PT Artajasa Pembayaran Elektronis. Aplikasi berisi
informasi 49 ribu ATM milik 83 bank ini baru dibenamkan
di Play Store pada Desember 2014. Pada April lalu,
pengunduhnya 10 ribu, tapi pada pertengahan Mei sudah
mencapai 50 ribu. Meski sederhana, para penggunanya
berkomentar cukup puas.
Di Inggris, sebuah organisasi masyarakat sipil, Open
Knowledge Foundation, mengolah data anggaran-belanja
pemerintah, dan membuatkan API-nya sehingga bisa
dimanfaatkan secara luas. Informasi-informasi itu antara
lain dipublikasikan dengan cara-cara menarik dan renyah
lewat situs Wheredoesmymoneygo.org, yang dibuat pada
2007 silam.
Lewat situs yang mengusung slogan showing you where
70
your taxes get spent, ini, data-data anggaran-belanja
pemerintah Inggris ditampilkan secara visual dengan
infograis, sehingga membuat persoalan anggaran yang
kompleks bisa lebih mudah dibaca, dicerna, dan dipahami
pembayar pajak. Kemudahan itu membuat masyarakat
mudah berpartisipasi untuk memonitor anggaran-belanja
pemerintah seperti anggaran kesehatan, pertahanan,
pendidikan, dan lain-lain.
Karena transparansi ini sangat membantu publik
maupun pemerintah, pada November 2008 lalu program
ini memenangkan kompetisi bertajuk Show Us a Better
Way yang digelar pemerintah Inggris. “Tujuan utama kami
adalah membantu publik mengerti ke mana uang mereka
dibelanjakan, bukan bagaimana dana itu dibelanjakan. Kami
harap informasi itu bisa berguna bagi setiap orang, misalnya
untuk melakukan persuasi politik dan memahami belanja
negara,” demikian tertulis di situs Wheredoesmymoneygo.
org.
Di Amerika Serikat, ada situs serupa, seperti Govtrack.
us dan SunlightFoundation, namun lebih menekankan
pada keterbukaan data pemerintah. GovTrack.us
dan Wheredoesmymoneygo.org, telah menginspirasi
pembuatan website dan aplikasi mobile di berbagai
negara. Di Indonesia, GovTrack antara lain menginspirasi
pembuatan aplikasi DPR Kita, yang memanfaatkan API
Pemilu Perludem. Sedangkan, Wheredoesmymoneygo.
org, menginspirasi transparansi anggaran seperti di
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
71
API PEMILU
GAMBAR 11: APLIKASI WHEDOESMYMONEYGO.
Adapun penggunaan API untuk kepentingan pemilu,
sudah digunakan di berbagai negara dan perusahaan. Google,
misalnya, telah meluncurkan Google Election Center API
pada 2010. Sedangkan, Indonesia, mulai menerapkannya
pada Pemilu 2014, setelah Perludem membuat API Pemilu.
Dengan API ini, baik API milik Google maupun Perludem,
para programmer bisa membuat bermacam aplikasi tentang
pemilu dan kandidat terpilih.
Pada 2012 lalu, Google me-replace Google Election
Center API dengan Google Civic Information API. Itu
setelah Google memperbaharui dan memperkaya datadata API-nya. Google Election Center API di-shut down
per 7 Januari 2013. Chetan Sabnis dari Tim Politik dan
72
Pemilu Google, menjelaskan bahwa API pengganti tersebut
memungkinkan penggunanya bisa melihat informasi pemilu
secara komprehensif.
“Misi Google adalah untuk mengorganisasi informasi di
dunia dan membuatnya bisa diakses secara universal dan
lebih bermanfaat. Membuatnya mudah bagi Anda untuk
membuat aplikasi menggunakan informasi pemilu… Dengan
meluncurkan API ini, kami berharap bisa memperlancar
kreatiitas di internet, dan membantu menghasilkan produkproduk inovatif sehingga informasi sipil bisa tersalur ke
berbagai komunitas dalam cara yang menarik,” kata Sabnis.
Dalam API baru ini, informasi-informasi yang bisa
didapatkan antara lain informasi individual para kandidat,
lokasi TPS, surat suara, termasuk informasi dan kontak
para petugas penyelenggara pemilu tingkat lokal. “API ini
hanya berisi informasi tentang pemilu di AS, namun kami
berencana melakukan ekspansi ke negara-negara lain,”
tulisnya.
Selain untuk pemilu, API tersebut juga bermanfaat
pascapemilu, seperti halnya GovTrack.us dan DPR Kita.
Sebab, API Google tersebut juga menyediakan informasi
tentang para kandidat terpilih yang duduk di tingkat
federal, negara bagian, serta kabupaten/kota, berikut distrik
pemilihan mereka masing-masing.
Google pun bekerja sama dengan Sunlight Foundation
dan berbagai kalangan teknologi, untuk membuat standar
keterbukaan baru, yang mempermudah pada developer
untuk menggabungkan API Pemilu Google dengan dataset
mereka. Sebagai contoh, saat mengambil data distrik
73
API PEMILU
pemilihan dan wakil-wakilnya dari API Pemilu Google, maka
pengguna bisa mencocokkan dan memadukan informasi di
distrik tersebut dengan informasi sejarah pemilu dan hasilhasilnya yang dipublikasikan oleh Open Elections.
GAMBAR 12: GOOGLE CIVIC INFORMATION API.
74
Open Elections adalah sebuah situs yang mengumpulkan
data-data
pemilu
AS,
menstrukturisasinya,
dan
menyediakannya dalam format yang mudah dibaca mesin
dan digunakan ulang. “Kami ingin masyarakat yang bekerja
dengan data-data pemilu mampu mendapatkan apa yang
mereka inginkan. Apakah CSV untuk artikel dan analisis,
atau JSON untuk graik interaktif dan aplikasi web,”
demikian penjelasan Open Election.
Data-data API Google itu antara lain dimanfaatkan oleh
Change.org, untuk membuat itur Decision Maker, yang
memungkinkan para pengguna membuat petisi kepada wakil
rakyat pilihannya. Dan petisi tersebut dipublikasikan di proil
wakil rakyat. “Sebagai hasilnya, para pemimpin mempunyai
pemahaman terhadap isu-isu yang didiskusikan di distrik
mereka, dan menjadi saluran baru untuk merespons para
konstituennya,” tulis seorang software engineer, Jonathan
Tomer, dalam artikel bertajuk Civic Information API: Now
Connecting US Users With Their Representatives.
Sedangkan, PopVox membantu para pengguna
membagikan pendapat mereka tentang sebuah RUU dengan
wakil-wakil mereka. Popvox menggunakan API Google
untuk menghubungkan para pengguna dengan wakil rakyat
yang tepat, artinya berasal dari distrik pemilihannya. Karena
PopVox juga memveriikasi kebenaran data pengguna,
apakah mereka benar-benar konstituen yang nyata, opini
dari para konstituen tersebut benar-benar memiliki dampak
nyata terhadap proses politik.
75
API PEMILU
GAMBAR 13: FITUR DECISION MAKER DI CHANGE.ORG.
76
BAGIAN EMPAT
Ini Alasan Mengapa
Pemilu Indonesia Perlu
Sentuhan Teknologi,
Terutama API
Separuh pengguna internet di Indonesia adalah anak
muda usia 18-25 tahun. Mereka adalah digital native,
generasi millennium, pemilih pemula, pemilih galau…
KOMBINASI besar dan rumit. Begitulah pesta demokrasi
di Indonesia. Pemilu di negara ini adalah pemilu satu
hari terbesar di dunia, dengan sistem pemilu paling rumit
sedunia. Bahkan, ada anekdot, jika di akhirat ada pemilu,
maka sistem pemilu di Indonesia akan tetap menjadi yang
paling complicated di dunia dan akhirat.
“Dari sisi ukuran dan anatomi, pemilu kita sangat luar
biasa. Kalau pemilu tak mengadopsi teknologi, maka pemilu
akan tetap rumit, mahal, dan tak menarik bagi anak muda,”
demikian kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini,
kepada penulis, April 2015 lalu.
Titi Anggraini menilai kolaborasi teknologi dengan
pemilu, akan mampu menyederhanakan kerumitan tersebut.
“Teknologi memang tidak menyelesaikan 100 persen, tetap
harus ada perekayasaan atau electoral engineering. Tapi,
teknologi menjadikan beberapa hal yang tidak mungkin,
77
API PEMILU
menjadi mungkin dilakukan.”
Contohnya, papar Titi, soal memilih calon anggota
legislatif (caleg) di suatu daerah pemilihan (dapil), di mana
pemilih dihadapkan pada ratusan kandidat. “Kalau dilakukan
secara manual, memerlukan waktu, kerja keras, komitmen,
dan dedikasi dari pemilih. Dan, mungkin, dari seratus ribu
pemilih, hanya sepuluh orang yang bisa melakukan itu.Tapi,
teknologi kemudian membantu kita mengenali caleg-caleg
yang banyak itu, misalnya lewat aplikasi-aplikasi pemilu
seperti “Orang Baik”, “Caleg Store”, dan lain-lain. Itulah
yang menurut saya merupakan kelebihan kolaborasi antara
pemilu dengan teknologi.”
Poin kunci untuk menghadapi kombinasi pemilu besar
dan rumit, seperti pernyataan Titi Anggraini di atas,
adalah kolaborasi pemilu dengan teknologi. Sebelum jauh
membahasnya, mari mengenali lebih dalam seberapa
besar ukuran pemilu kita dan seberapa ruwet anatominya.
Kemudian, kita akan membahas bagaimana teknologi
berperan mengurai kerumitan, serta bagaimana kelak dia
akan mampu menarik dan melibatkan anak muda.
PEMILU SATU HARI TERBESAR DI DUNIA
Pada 2004 silam, majalah Far Eastern Economic Review,
menurunkan laporan yang menyebut pemilu di Indonesia
dengan istilah the largest election ever held in one day in
the world (pemilu terbesar di dunia yang digelar dalam satu
hari). Dalam satu hari itu, ada empat calon wakil rakyat yang
dipilih serentak, yaitu caleg DPR, DPD, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota.
78
Indonesia memang bukan negara demokrasi terbesar
di dunia. Dilihat dari jumlah penduduk, Indonesia adalah
negara demokrasi nomor tiga setelah India dan Amerika
Serikat. Jumlah penduduk dan pemilih di India dan Amerika
pun lebih besar. Tapi, India dan Amerika tidak melaksanakan
pemilunya dalam satu hari. Mereka memecah-mecahnya.
Padahal, dari sisi geograis, Indonesia jauh lebih rumit
ketimbang India dan Amerika.
TABEL 2: PERBANDINGAN LUAS WILAYAH TIGA NEGARA
DEMOKRASI TERBESAR
NEGARA
India
Amerika Serikat
Indonesia
PENDUDUK
1.200 juta
321 juta
255 juta
TOTAL LUAS
3,16 juta km2
9,52 juta km2
5,18 juta km2
DARATAN
LAUTAN
2,86 juta km2
9,16 juta km2
1,92 juta km2
0,30 juta km2
0,36 juta km2
3,26 juta km2
SUMBER: WIKIPEDIA
Wilayah India dan Amerika Serikat sebagian besar adalah
daratan. Sedangkan, Indonesia, tiga per lima wilayahnya
berupa lautan. Wilayah daratan Indonesia pun terpecah ke
dalam 17 ribu pulau. Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia. Enam ribu pulau di antaranya berpenghuni,
dan itu berarti harus didirikan tempat pemungutan suara
(TPS) di sana. Atau, bila pulau tersebut penghuninya terlalu
sedikit untuk satu TPS, maka para pemilih lah yang harus
menyeberang lautan menuju ke pulau lain yang punya TPS,
untuk memberikan hak pilihnya.
Bentang jarak Indonesia dari Sabang sampa Merauke,
sama dengan jarak tempuh dari Teheran ke London, dan
terbagi dalam tiga zona waktu. Garis pantainya merupakan
79
API PEMILU
yang terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada.
‘Hebatnya’, kendati infrastrukturnya masih tergolong
buruk, terutama yang menghubungkan antarpulau,
Indonesia tetap mengawetkan kebiasaan ini sejak dulu,
yaitu menggelar pemilu legislatif di awal April. Ini berarti
pemilu digelar di ujung musim hujan. Kalau demikian,
distribusi logistik pemilu harus dilakukan pada musim
hujan, dan kebetulan saat itu pun bersamaan dengan tiupan
angin barat yang membuat laut lebih bergelombang.
Setiap lima tahun, para petugas pengantar logistik pemilu
mengamalkan ungkapan para seniman, “bukit kan kudaki,
lautan kuseberangi”. Mereka harus menembus hujan,
berhadapan dengan ganasnya ombak, mendaki gununggunung, menyusuri hutan, hingga menyambangi wilayah
perbatasan. Sebagian logistik itu bahkan tidak didrop
kendaraan, tapi diantar oleh tukang pikul yang berjalan
berkilo-kilo jauhnya.
Dari sisi manajemen pemilu, Indonesia memang sangat
menantang. Pada Pemilu 2014 lalu, misalnya, jumlah
pemilihnya hampir dua ratus juta orang, jumlah TPS-nya
sekitar 550 ribu. Pemilih dan TPS itu tersebar di 33 provinsi,
497 kabupaten/kota, 6.980 kecamatan, dan 81.093 desa/
kelurahan. Jumlah petugas penyelenggara pemilu di
Indonesia --mulai dari KPU hingga petugas TPS, dan dari
Bawaslu hingga pengawas pemilu lapangan di tingkat desa- mendekati lima juta orang, atau hampir sama dengan
penduduk Singapura.
80
SISTEM PEMILU PALING RUMIT DAN
SARAT BID’AH
Selain skalanya yang besar, sistem pemilu di Indonesia
pun luar biasa kompleks. Menulis tentang Pemilu 2004
lalu, Far Eastern Economic Review, menyebutnya sebagai
sistem pemilu paling kompleks di dunia (the most complex
electoral system in the world). Saat itu, majalah berbasis
di Hongkong tersebut menyoroti sistem pemilu dan
elemen-elemennya --seperti daerah pemilihan, metode
penghitungan suara menjadi kursi, metode penentuan calon
terpilih-- dan implikasinya.
Pada Pemilu 2004, Indonesia untuk pertama kalinya
menerapkan sistem proporsional terbuka. Dengan sistem
ini, pemilih tidak hanya dapat mencoblos partai, tapi juga
orang (caleg). Sistem ini merupakan koreksi atas sistem
proporsional tertutup yang diterapkan pada pemilu-pemilu
sebelumnya, yang dikritik menyodorkan kucing dalam
karung, mengawetkan oligarki, dan lain-lain.
Namun, sistem proporsional terbuka ini, bertemu
dengan sistem multipartai. Saat itu, peserta pemilunya
berjumlah 24 partai. Maka, hasilnya adalah surat suara
yang luar biasa besar, karena harus memuat gambar partai
berikut nama caleg. Dan, surat suara besar itu bukan hanya
satu lembar, melainkan tiga lembar, yaitu surat suara DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Jika untuk pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota, rata-rata partai mengajukan
10 caleg, maka ada 720 nama caleg di surat suara. Yaitu
81
API PEMILU
240 nama caleg di surat suara DPR, 240 nama di surat
suara DPRD provinsi, dan 240 nama di surat suara DPRD
kabupaten/kota.
Masih ada tambahan satu surat suara lagi, yang juga tak
kalah besarnya --karena memuat foto dan nama calon -yaitu untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). Anggota lembaga perwakilan yang mirip senat ini,
dipilih dengan sistem Single Non Transferable Vote (SNTV)
atau dalam UU Pemilu disebut dengan sistem distrik
berwakil banyak.
Jika nama caleg DPD 30 orang, maka total jumlah caleg
yang harus dipilih dalam pemilu adalah 750 orang. Dan,
seorang pemilih harus memilih empat nama dari 750 nama
caleg itu. Membayangkannya, seperti mencari jarum di
tumpukan jerami.
Menjadi pertanyaan besar kemudian, apakah pemilih
sungguh mengenali partai-partai peserta pemilu, dan namanama caleg yang berjubel itu? Apakah mereka sanggup
mencerna visi, misi, dan program partai dan caleg yang
ditawarkan dalam pemilu? Mungkinkah mereka mampu
mendapatkan informasi yang lebih dalam, seperti riwayat
hidup dan rekam jejak para caleg, sebagai informasi penting
sebelum menjatuhkan pilihan? Pendidikan pemilih seperti
apa yang efektif mengedukasi pemilih untuk mencari caleg
yang berkualitas di tengah banyaknya pilihan?
Bahkan, pakar pemilu, Ramlan Surbakti, pada suatu
kesempatan terus terang mengatakan bahwa dia tidak
sanggup mengenali seluruh caleg yang ada. “Kalau caleg
DPR dan DPRD provinsi, mungkin masih ada yang kenal.
82
Tapi, kalau caleg DPRD kabupaten/kota, saya benar-benar
nggak kenal,” katanya. Bayangkan, bagaimana kira-kira
kondisi masyarakat biasa yang awam, apalagi masyarakat di
daerah terpencil dan tak berpendidikan.
India dan Amerika Serikat jumlah pemilihnya lebih
besar, namun sistem pemilunya tidak rumit. Kedua negara
ini menerapkan sistem pemilu First Past The Post (FPTP)
yang di Indonesia biasa disebut sebagai ‘sistem distrik’.
Ini adalah varian paling sederhana dalam keluarga sistem
mayoritas/pluralitas. Sebab di setiap distrik pemilihan,
setiap partai hanya mengajukan satu calon (distrik berwakil
tunggal). Dan, hanya satu orang yang terpilih sebagai wakil
rakyat dari setiap distrik.
Di Amerika Serikat, karena yang dominan hanya dua
partai, yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat, urusan
pemilunya semakin sederhana bin gampang. Karena
hanya ada dua calon yang bertarung di setiap distrik
pemilihan. Alhasil, untuk memilih anggota DPR (House of
Representatives), misalnya, pemilih hanya disodorkan dua
nama di surat suara, dan memilih salah satunya. Itu terjadi
pula dalam pemilihan anggota Senat, DPR negara bagian.
Alhasil, orang Amerika yang lebih terdidik, lebih well
informed, berpesta demokrasi dengan cara yang super
simpel. Hanya memilih satu dari dua nama di surat suara
berukuran mini, hanya memberi satu tanda centang pada
wajah kandidat tanpa perlu memberi tanda pada partai,
jadwal pemilihannya pun dipecah-pecah --karena pemilihan
anggota DPR tak selalu bersamaan dengan Senat-- sehingga
beban pemilih semakin ringan.
83
API PEMILU
Sementara,
di
Indonesia,
tingkat
pendidikan
penduduknya lebih rendah, informasi tidak merata, lima
persen penduduk masih buta huruf, bahkan sebagian
pemilih pun masih tinggal di dusun-dusun yang gelap tanpa
listrik, di hutan-hutan dan gunung-gunung, bertelanjang
dada, tak beralas kaki, pakai koteka, hidup dari berburu dan
meramu, tapi disodori sistem pemilu yang rumit. Partainya
banyak, calegnya na’udzubillah, cara mencoblos surat suara
pun penuh rambu.
Surat suara pemilihan anggota DPR/DPRD hanya sah
jika yang dicoblos adalah partai dan caleg, atau mencoblos
partai saja. Mencoblos nama caleg saja dianggap tidak sah,
karena para pembuat undang-undang berkeras bahwa
peserta pemilunya adalah partai, bukan caleg. Berbeda
dengan sistem distrik, di mana peserta pemilunya adalah
caleg, meski caleg tersebut disodorkan partai.
Sedangkan, sistem pemilihan anggota DPD, berbeda
dengan cara pemilihan anggota DPR/DPRD, karena sistem
pemilu keduanya memang berbeda. Cara pemilihan anggota
DPR hampir mirip dengan cara pemilihan di Amerika dan
India, yaitu cukup mencoblos gambar orangnya. Namun,
tak seperti FPTP atau biasa disebut sistem distrik berwakil
tunggal, di mana hanya satu calon yang dipilih dalam satu
distrik, sistem SNTV untuk pemilihan anggota DPD adalah
distrik berwakil banyak. Ada empat kursi DPD di setiap
provinsi, yang merupakan dapil DPD. Sementara jumlah
yang mencalonkan diri untuk memperebutkan empat kursi
tersebut selalu berjumlah puluhan orang.
Dalam proporsional terbuka ala Indonesia, jika pemilih
84
mencoblos partai dan caleg, maka surat suara jatuh kepada
partai dan caleg. Suara untuk partai digunakan untuk
menghitung perolehan kursi partai, sedangkan suara
untuk caleg digunakan untuk menentukan caleg terpilih.
Sementara, jika mencoblos partai saja, maka suara hanya
digunakan untuk penentuan perolehan kursi partai, bukan
penentuan caleg terpilih. Rumit? So, pasti!
Teknik pemberian suara yang ribet itu, dalam beberapa
kasus, membuat suara yang diberikan untuk partai dan
caleg, akhirnya dihitung menjadi dua suara. Padahal,
seharusnya satu suara. Teknik itu pun turut diduga turut
berkontribusi pada naiknya suara tidak sah, dari tiga juta
pada Pemilu 1999, menjadi sepuluh juta pada Pemilu 2004.
Karena, sebagian pemilih saat itu ada yang mencoblos caleg
saja, mencoblos partai A tapi caleg dari partai B, dan lainlain. Dan, tentu saja, besarnya surat suara turut berperan
karena membuat pemilih tak sempat membuka lebar
seluruh permukaan surat suara di bilik suara yang sempit,
sehingga hasil coblosannya tembus mengenai tanda gambar
atau nama caleg partai lain.
TABEL 3: PERBANDINGAN SUARA SAH DAN TIDAK SAH EMPAT PEMILU
TERAKHIR
PEMILU
1999
2004
2009
2014
SUARA SAH
105.786.661
113.462.414
104.048.118
124.972.491
%
96.60
91,20
85,60
89,54
SUARA TIDAK SAH
3.708.386
10.957.925
17.540.248
14.601.436
%
3,40
8,80
14,40
10,46
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU
85
API PEMILU
Tapi, kerumitan belum berhenti. Persoalan ini,
berimplikasi pada elemen sistem pemilu lainnya, yaitu
metode penghitungan suara menjadi kursi dan metode
penentuan caleg terpilih. Jika di Amerika dan India, usainya
penghitungan surat suara dari seluruh TPS di suatu distrik
akan langsung ketahuan siapa pemenangnya, di sini petugas
pemilu masih harus duduk mengerjakan soal matematika.
Para petugas pemilu harus lebih dulu memisahkan berapa
suara yang diberikan kepada partai dan caleg, berapa suara
yang diberikan untuk partai saja, kemudian pasang rumus
untuk menentukan partai mana yang dapat kursi, dengan
metode Kuota Hare/Sisa Suara Terbanyak (Hare quota/
largest remainder). Tahap pertama, kursi dibagikan kepada
partai-partai yang meraih suara seratus persen bilangan
pembagi pemilih (BPP) atau kuota penuh. Bila masih ada
kursi tersisa, lanjut ke tahap kedua: kursi diberikan kepada
partai yang punya sisa suara terbesar pertama, kedua, dan
seterusnya, sampai kursi terbagi habis.
Setelah partai yang meraih kursi sudah ditentukan,
maka selanjutnya petugas pemilu menentukan kepada caleg
mana kursi itu jatuh. Metode yang digunakan saat itu mirip
dengan penentuan perolehan kursi partai, yaitu Kuota Hare,
namun tanpa penghitungan sisa suara terbanyak.
Tahap pertama, kursi diberikan kepada caleg yang
meraih seratus persen BPP, di nomor urut berapa pun si
caleg berada. Jika caleg yang meraih seratus persen BPP
sudah habis, atau sama sekali tak ada caleg yang meraih
seratus persen BPP, maka lanjut ke tahap kedua, yaitu kursi
diberikan kepada caleg berdasarkan nomor urut. Berapa
86
pun suaranya, sepanjang ada di nomor urut atas, maka dia
berhak dapat kursi. Kita sebut saja metode penghitungan
sinkretis kreasi asli Indonesia ini sebagai Kuota Hare/Urut
Kacang.
Elemen-elemen sistem pemilu lainnya yang sejak
2004 berubah, adalah distrik pemilihan atau daerah
pemilihan (dapil) yang tak lagi semata mengacu pada
daerah administratif, seperti yang diterapkan sejak Pemilu
1955 hingga 1999. Pembuatan dapil (districting) telah
mengacu pada data penduduk di provinsi, kabupaten/kota,
dan kecamatan, dibandingkan/dibagikan dengan alokasi
kursinya. Sehingga, UU Pemilu saat itu memperkenankan
mengiris bagian-bagian provinsi, kabupaten/kota, maupun
kecamatan, agar perbandingannya suara dengan kursi lebih
setara dengan dapil tetangganya. Dengan besaran dapil
(district magnitude) 3-12 kursi, saat itu, ada 2.057 dapil
di seluruh Indonesia, yang terdiri atas 69 dapil DPR, dan
selebihnya dapil DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Konsekuensi lanjutan dari proporsional terbuka dan
districting model baru itu, adalah varian surat suara yang
sangat banyak, yang membuat pening kepala penyelenggara
pemilu saat membuat surat suara dan mengeceknya di
percetakan. Sebab, surat suara setiap dapil berbeda. Saat
itu ada 2.057 varian surat suara, sama dengan jumlah dapil.
Jika satu paket kiriman surat suara tertukar, itu alamat
harus dibuat pemilu ulang atau pemilu susulan.
Pada Pemilu 2009, situasinya lebih kompleks. Jika
untuk Pemilu 2004 majalah Far Eastern Economic Review
menyebutnya sebagai sistem pemilu paling kompleks di
87
API PEMILU
dunia, untuk Pemilu 2009, barangkali merupakan sistem
pemilu yang --meminjam ungkapan Ketua Perludem, Didik
Supriyanto-- paling rumit di dunia dan akhirat. Sebab,
banyak ketentuan ngarang atau kita sebut saja bid’ah
pemilu, disuntikkan lewat UU No 10/2008 tentang Pemilu.
Hikayat pemilu rumit ini dimulai dari bertambahnya
jumlah peserta pemilu, dari 24 menjadi 44. Pemilu
2009 diikuti oleh 38 partai, plus enam partai lokal Aceh.
Membengkaknya jumlah peserta pemilu membuat jumlah
caleg ikut berlipat. Dan, benar saja, caleg DPR yang pada
Pemilu 2004 berjumlah 7.785, naik menjadi 11.225 pada
Pemilu 2009.
Jumlah dapil pun membengkak. Selain merupakan
konsekuensi logis pertambahan jumlah penduduk
dibanding pemilu sebelumnya, pembengkakan dapil juga
terjadi karena besaran dapil (district magnitude) diciutkan
dari 3-12 kursi menjadi 3-10 kursi. Saat itu, jumlah dapil
tercatat sebanyak 2.200. Dan, tentu saja, varian surat suara
pun ikut bertambah.
Tapi, jantung kompleksitas Pemilu 2009 ada di metode
penghitungan suara menjadi kursi, untuk menentukan
partai yang dapat kursi, dan metode penentuan calon
terpilih. Modiikasi yang dibuat lewat UU No 10/2008
tentang Pemilu ini, layak dijadikan sebagai monumen
metode penghitungan paling susah yang pernah dibuat
manusia di bawah kolong langit. Bid’ah pemilu yang sangat
tidak hasanah, karena lebih banyak menimbulkan masalah
ketimbang memecahkan masalah. Tak percaya, mari kita
periksa.
88
Metode penghitungan suara menjadi kursi tetap Kuota
Hare/Sisa Suara Terbanyak. Tapi, jika pada Pemilu 2004
cara kerjanya hanya dua tahap (sebagaimana yang juga
diterapkan oleh semua negara yang menggunakan metode
ini), pada Pemilu 2009 di-extend menjadi lima tahap. Tahap
pertama, kursi diberikan kepada peraih seratus persen BPP
atau kuota penuh. Tahap kedua, jika kursi masih tersisa,
kursi tak langsung diberikan kepada partai berdasarkan
ranking sisa suara sampai kursi terbagi habis (sisa suara
dihabiskan di dapil), tapi diberikan kepada partai yang
meraih 50 persen BPP.
Jika kursi DPR belum terbagi habis, maka masuk tahap
ketiga, yaitu semua sisa suara dari semua dapil ditarik ke
provinsi (ini hanya berlaku bagi dapil DPR yang berupa
bagian-bagian provinsi, sedangkan yang dapilnya satu
provinsi utuh, dihabiskan di dapil/provinsi). Maka, sisa
suara dari berbagai dapil yang sudah dikumpulkan di
provinsi, diblender jadi satu, lalu dibuatkan BPP baru, yang
rumusnya adalah membagikan jumlah suara tersisa dengan
jumlah kursi tersisa. Jika tetap belum habis, masuk tahap
keempat, yaitu dilakukan pembagian kursi berdasarkan sisa
suara terbanyak. Tapi, bila kursi tetap belum habis terbagi,
sementara sisa suara sudah habis, masuk tahap kelima, yaitu
kursi diberikan kepada partai yang memiliki akumulasi
perolehan suara terbanyak secara berturut-turut.
Lalu, kepada siapa kursi di penghitungan tahap ketiga
dan keempat hasil blenderan itu kelak jatuh? UU Pemilu
menyatakan kursi itu jatuh kepada partai dari dapil yang
masih kekurangan kursi. Lho, bagaimana mungkin, suara
89
API PEMILU
itu kan berasal dari dapil-dapil yang berbeda, dan pemilih
dari dapil-dapil yang berbeda itu bukan hanya memilih
partai, tapi juga memilih caleg, karena sistem pemilunya
proporsional terbuka? Tak pernah ada penjelasan logis
dalam soal ini, dan tetap menjadi persoalan aneh tapi nyata.
Sekarang mari kita lihat penentuan caleg terpilih, atau
kepada caleg mana kursi itu jatuh. Ketentuan ini pun sudah
mengalami modiikasi dibanding pemilu sebelumnya.
Angka BPP-nya telah diturunkan dari 100 persen menjadi
30 persen. Alhasil, caleg peraih 30 persen BPP, berhak dapat
kursi, di nomor urut berapapun dia berada. Tapi, 30 persen
BPP itu tidak mutlak. Ada term and condition lanjutannya.
Pertama, jika peraih 30 persen BPP itu lebih banyak
dibanding suara yang diperoleh partai, maka kursi
ditentukan berdasarkan nomor urut. Sebentar, jangan
sangka peraih 30 persen suara itu suaranya sama. Dia hanya
batas bawah. Jika kuota 30 persen BPP itu setara dengan 10
ribu suara, misalnya, dan caleg di nomor urut satu meraih
11 ribu suara, sedangkan di nomor urut tiga meraih 22 ribu
suara, kursi akan jatuh kepada caleg di nomor urut satu
yang suaranya lebih sedikit.
Hanya caleg yang meraih 100 persen BPP yang selamat
dari ketentuan itu. Karena, kalau meraih suara kuota penuh,
dia harus dapat kursi. Tapi, tentu meraih suara 100 persen
BPP itu bukan perkara mudah, karena dari 7.785 caleg
DPR pada Pemilu 2004, misalnya, hanya dua orang yang
berhasil mencapainya, yaitu Hidayat Nur Wahid, caleg PKS
dari daerah pemilihan DKI Jakarta, dan Djasri Marin, caleg
Golkar dari daerah pemilihan Riau.
90
Lalu, bagaimana kalau caleg peraih 30 persen BPP itu
suaranya sama persis? UU Pemilu menyatakan, kembali ke
nomor urut. Kalau caleg peraih 30 persen BPP jumlahnya
lebih sedikit dibanding jumlah kursi yang didapat partai,
misalnya yang meraih 30 persen BPP dua caleg, sementara
partai dapat kursi empat, maka dua kursi lainnya ditentukan
berdasarkan nomor urut. Kalau partai dapat kursi, tapi tak
ada calegnya yang meraih 30 persen BPP? Tetap, kembali ke
laptop, kembali ke nomor urut.
Jika metode penentuan caleg terpilih pada Pemilu 2004
bisa kita sebut sebagai Kuota Hare/Urut Kacang, metode
penentuan caleg terpilih pada Pemilu 2009 cukup sulit
untuk dirumuskan. Karena sudah terlalu jauh keluar dari
pakem metode penghitungan yang ditemukan oleh Thomas
Hare. Tapi, mungkin cukup tepat kalau kita menyebutnya
sebagai DPR-RI Kuota/Urut Kacang.
Untung saja, cara penentuan caleg terpilih itu kemudian
dibongkar oleh Mahkamah Konstitusi, ketika UU Pemilu
diuji materi. Mahkamah menganggap metode tersebut
tidak demokratis, dan mengharuskan langsung diranking
berdasarkan sisa suara terbanyak. Maka, penentuan calon
terpilih pun menjadi lempang. Tidak ada lagi metode-metode
penghitungan selundupan dan gadungan. Pokoknya, siapa
pun yang meraih suara terbanyak, dialah yang meraih kursi,
tak peduli di nomor urut berapa pun dia berada. Situasi yang
kemudian diistilahkan oleh sebagian politisi dan pengamat
sebagai “rezim suara terbanyak.”
Meski penentuan calon terpilih sudah dibongkar, namun
di level atasnya, yaitu metode penghitungan suara menjadi
91
API PEMILU
kursi, untuk menentukan perolehan kursi partai, tetap tak
tersentuh. Sehingga, secara teknis, sistem pemilu yang
diterapkan pada Pemilu 2009, tetap jauh lebih kompleks
ketimbang Pemilu 2004.
Masih untung pada Pemilu 2009 lalu, ada satu hal
yang dipermudah. Karena jumlah surat suara tidak sah
akibat cara pemberian suara yang rumit pada Pemilu 2004
mencapai 10,95 juta, maka ketentuan sah-tidaknya suara
pada Pemilu 2009 diubah. Kali ini, yang mencoblos caleg
saja tetap dinyatakan sah. Alhasil, syarat suara sah menjadi
tiga, yaitu mencoblos partai dan caleg, mencoblos partai
saja, dan mencoblos caleg saja. Tapi, sialnya, cara ini pun
ternyata tak cukup ampuh membendung surat suara rusak,
karena jumlah suara tidak sah justru naik menjadi 17,5 juta.
Bagaimana dengan Pemilu 2014? Mestinya lebih simpel.
Sebab, jumlah partai peserta pemilunya hanya 12, plus
tiga partai lokal Aceh. Jumlah caleg DPR pun terpangkas
setengahnya, menjadi 6.607. Selain itu, cara penentuan
calon terpilih tetap seperti 2009, yaitu berdasarkan suara
terbanyak. Sedangkan, metode penghitungan suara menjadi
kursi dikembalikan ke khittah, seperti cara Pemilu 2004,
yaitu hanya dua tahap, yang oleh para legislator di Senayan
diistilahkan sebagai ‘sistem kuota murni’. Berbagai bid’ah
pemilu telah disingkirkan.
Jumlah dapil memang bertambah menjadi 2.438, seiring
pertambahan jumlah penduduk, dan itu berarti varian
surat suaranya bertambah dibanding pemilu sebelumnya.
Namun, ini bukan perkara besar. Syarat suara sah pun
tetap, yaitu mencoblos partai dan caleg, mencoblos partai
92
saja, dan mencoblos caleg saja.
Tapi, komplikasi justru kemudian diciptakan oleh
penyelenggara pemilu. Betapa tidak, lewat Peraturan KPU
Nomor 26/2013, KPU antara lain menyatakan jika seorang
pemilih memilih dua atau lebih calon, maka suaranya tetap
dinyatakan sah dan dimasukkan sebagai suara partai. KPU
berdalih, demi menyelamatkan suara pemilih.
Ada dua konsekuensi dari pengaturan KPU tersebut.
Pertama, surat suara yang semula dianggap tidak sah, atau
surat suara rusak, kini disahkan. Kedua, kalau suara itu
diberikan kepada calon, kenapa kemudian jatuh kepada
partai? Apa dasarnya?
Menyikapi desain sistem pemilu dan berbagai elemennya
yang terus disusupi berbagai keanehan, Didik Supriyanto,
dalam kolomnya menulis, “Demikianlah, jika Pemilu 2004
saja disebut orang asing sebagai pemilu paling rumit di
dunia, maka Pemilu 2014 takkan terkejar oleh praktik
pemilu di belahan dunia lain. Bahkan, jika di akhirat nanti
ada pemilu, maka pemilu kita merupakan pemilu paling
rumit di dunia dan di akhirat.” (Merdeka.com, 28 Februari
2014: Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat).
Semua kerumitan yang kita bicarakan ini, baru
menyangkut beberapa elemen sistem pemilu, belum
membicarakan seluruhnya. Dan, kalau semua situasi ini
tak berubah, maka pada 2019 mendatang, akan menjadi
puncak dari kerumitan di sepanjang sejarah pemilu di
Indonesia. Sebab, pada Pemilu 2019, pemilu legislatif akan
serentak dilaksanakan dengan pemilu presiden, atau biasa
diistilahkan sebagai pemilu lima kotak.
93
API PEMILU
GRAFIK 3: APA YANG DICOBLOS PEMILIH DI TPS PADA
PEMILU LEGISLATIF 2014
Gebyar pemilu presiden pun berpotensi menenggelamkan
partai dan caleg, dan menggusur isu-isu lokal. Yang
dikhawatirkan, situasi itu akan membuat pemilih makin
tak rasional menggunakan hak pilihnya, sebab perhatian
pemilih tertuju pada igur capres beserta sepak terjangnya,
survei-surveinya, sehingga luput memeriksa visi, misi,
program dan rekam jejak puluhan partai dan ratusan caleg
DPR/DPD/DPRD.
EFEK SAMPING PEMILU BESAR DAN
RUMIT ITU: PASANG NAIK FLOATING
VOTERS, GOLPUT, DAN POLITIK UANG
Sudah tiga pemilu sistem proporsional terbuka
diterapkan, sudah tiga pemilu pula para pemilih memilih di
antara ratusan nama caleg. Toh, semua baik-baik saja. Tapi,
94
benarkah setelah tiga pemilu para pemilih menjadi terbiasa,
dan kemudian semakin mampu mengenali ratusan nama;
mengunyah visi, misi, dan programnya; memelototi rekam
jejaknya? Mari kita periksa, dengan meminjam mata para
tukang survei.
Hasilnya, ternyata, belum kabar baik. Sebab, masyarakat
pemilih tetap sulit mengenali calon wakil rakyat. Maklum,
dalam setiap pemilu, ada sekitar 200 ribu caleg DPR, DPD,
dan DPRD yang berlaga. Jumlah caleg tersebut, rata-rata
sepuluh kali lipat dibanding kursi yang diperebutkan.
GRAFIK 4: HASIL RISET IFES-LSI TENTANG INFORMASI CALEG
Survei International Foundation for Electoral System
(IFES) dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), pada Desember
2003, misalnya, mendapati hanya 12 persen responden yang
mendapatkan informasi cukup tentang caleg. Sementara, 77
persen lainnya mengaku tidak mendapat informasi yang
cukup tentang caleg. Yang mengaku dapat informasi tentang
95
API PEMILU
visi, misi, dan program partai lebih rendah lagi, yaitu hanya
sembilan persen.
Pada 28 Februari hingga 10 Maret 2014, atau sebulan
sebelum pemungutan suara, Indikator Politik Indonesia
menggelar survei dan menemukan 48,7 persen responden
tak mengenal caleg di daerah pemilihannya; 40,5 persen
hanya mengenal sebagian caleg; 5,5 persen mengaku
mengenal sebagian besar caleg, dan; hanya 1,2 persen
responden yang mengenal semua caleg.
Peneliti Indikator, Dodi Ambardi, seperti dikutip Tempo,
mengatakan fenomena besarnya pemilih yang tak mengenal
caleg lantaran para caleg kurang melakukan sosialisasi
kepada masyarakat, dan pemilih pun malas mencari
tahu. Dia menyarankan KPU yang memiliki biodata caleg,
membuka semua data itu lebar-lebar kepada publik.
Tapi, persoalan ini memang kompleks. Sudah partai dan
calegnya banyak, sebagian besar pemilih di Indonesia pun
telah menjadi pemilih mengambang (loating voter). Itu
terlihat dari kedekatan pemilih dengan partai yang kian
melorot. Identiikasi diri pemilih dengan partai (party id),
terjun bebas secara ekstrem, dan pada survei Indikator
menjelang Pemilu 2014 lalu, angkanya tinggal 10 persen. Itu
berarti loating voters telah mencapai 90 persen!
Floating voters ini adalah pemilih galau. Ada yang
merupakan pemilih yang kecewa dengan partai/caleg yang
dipilih dalam pemilu sebelumnya, sehingga kemudian
mengambangkan diri, wait and see. Ada pula pemilih
pemula yang cenderung lebih cuek, generasi internet yang
tak bersentuhan langsung dengan berbagai peristiwa politik
96
dan ideologi masa lalu, dan belum memutuskan akan
memilih partai/caleg tertentu. Mereka semua menjadi kaum
undecided voter.
TABEL 4: TREN MEROSOTNYA PARTY ID DI INDONESIA
PEMILU
1999
2004
2009
Juni 2011
Juni 2012
Maret 2013
Oktober 2013
PARTY ID
86 persen
54 persen
20 persen
18 persen
17 persen
14,3 persen
10 persen
FLOATING VOTERS
14 persen
46 persen
80 persen
82 persen
83 persen
87,7 persen
90 persen
Keterangan: Data 1999-2009 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), data 2011-2012 dari Saiful
Mujani Research & Consulting (SMRC), sedangkan data 2013 dari Indikator Politik Indonesia.
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/INDIKATOR
Khusus untuk pemilih yang pernah memilih, survei-survei
sebelumnya mendeteksi mereka memiliki kecenderungan
menjadi swing voters yang umumnya berayun ke dua arah,
yaitu memilih partai lain karena kecewa dengan partai
pilihan sebelumnya atau menjadi golput jika tak melihat
adanya alternatif yang kredibel. Tapi, kecenderungan
loating voters atau undecided voters ini menjadi golput,
terus membesar. Itu terlihat dari angka partisipasi pemilih
yang terjun lebih dari 20 poin dalam sepuluh tahun, sejak
Pemilu 1999 hingga Pemilu 2009. Dan, jumlah golput
mendekati 50 juta, atau dua kali lipat suara suara partai
pemenang pemilu saat itu (Partai Demokrat).
Beruntung, pada Pemilu 2014 lalu, angka golput ini
bisa ditekan, dan partisipasi pemilih bisa naik lima poin
97
API PEMILU
persen dibanding pemilu sebelumnya. Namun, pada pemilu
presiden, anehnya, angka partisipasi kembali menurun
(lihat tabel).
TABEL 5: PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU LEGISLATIF
PEMILU
1987
1992
1997
1999
2004
2009
2014
PEMILIH TERDAFTAR
93.630.632
107.565.697
124.210.809
117.815.053
148.000.369
171.265.442
185.826.024
PARTISIPASI
%
90.388.758
102.250.370
117.542.466
109.495.047
124.420.339
121.588.366
139.573.927
GOLPUT
96,54
95,06
94,63
92,70
84,06
70,99
75,11
3.241.874
5.315.327
6.668.343
8.320.006
23.580.030
49.677.076
46.252.097
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU
TABEL 6: PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU PRESIDEN
PEMILU
2004*
2004**
2009
2014
PEMILIH TERDAFTAR
153.320.544
150.644.184
176.411.434
193.944.150
PARTISIPASI
122.293.844
116.662.705
127.179.375
134.953.967
%
GOLPUT
79,76
77,44
72,09
69,58
31.026.700
33.981.479
49.232.059
58.990.183
*Pilpres putaran pertama, **pilpres putaran kedua
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU
Dengan berbagai fakta tersebut, menjadi menarik
mempertanyakan seberapa besar pengaruh uang dalam
peningkatan angka partisipasi. Pencermatan ini perlu,
karena dari pemilu ke pemilu, politik uang (vote buying)
semakin marak, sementara pengaruh pemberian uang dan
barang pun semakin besar.
Bahwa politik uang semakin marak, antara lain
dikonirmasi oleh survei IFES-LSI, yang digelar pada 1-10
98
Juni, atau dua bulan setelah pemilu. Responden survei
itu adalah dua ribu pemilih dari seluruh Indonesia, dan
sebagian besar membenarkan meningkatnya politik uang
dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
GRAFIK 5: MARAKNYA POLITIK UANG PEMILU 2014 MENURUT SURVEI IFES
Sedangkan, semakin besarnya pengaruh politik uang,
terkuak dari meningkatnya pemilih yang menganggap
pemberian uang dan barang dari partai dan kandidat sebagai
sebagai kewajaran. Fenomena itu bisa ditelusuri pada hasil
survei yang digelar sejak 2005 hingga 2014 lalu, antara
99
API PEMILU
lain yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan
Indikator berikut ini:
TABEL 7: SIKAP PEMILIH TERHADAP POLITIK UANG (DALAM PERSEN)
POLLSTER
LSI
LSI
Indikator
Indikator
Indikator
PERIODE SURVEI
Oktober 2005
Oktober 2010
Maret 2013
Oktober 2013
9 April 2014
BISA
DIBENARKAN
TAK BISA
DIBENARKAN
11,9
20,8
41,5
41,5
35,3
TAK TAHU/JAWAB
80,4
60,7
54,3
57,9
60,5
7,7
18,5
4,2
0,5
4,2
Keterangan:
• Survei dilakukan Lingkaran Survei Indonesia dilakukan secara nasional dengan metode
multistage random sampling, dengan 1.000 responden. Tingkat kesalahan (sampling error) plus
minus 5 persen. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka pada awal Oktober 2010.
Hasil survei ini dibandingkan dengan survei serupa pada Oktober 2005.
• Survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada September-Oktober 2013 dilakukan 39 dapil, dengan
sampel setiap dapil 400 orang.
• Exit poll IDI pada 9 April 2014 dilakukan secara nasional dengan 2000 responden yang dipilih
dengan metode stratified two stage random sampling, dengan margin of error 2,2 persen pada
tingkat kepercayaan 95 persen.
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/INDIKATOR
TABEL 8: PENGARUH POLITIK UANG TERHADAP PEMILIH (DALAM PERSEN)
Masih dalam survey LSI dan Indikator, kepada respondennya (Indikator mengkhususkan kepada
orang-orang yang menganggap politik uang wajar), diajukan pertanyaan tambahan, dan terlihat
bahwa yang mau menuruti agenda pemberi uang semakin masih cukup besar:
SIKAP PEMILIH
2005
Menerima dan memilih calon yang beri uang
Menerima dan memilih calon yang memberi uang
lebih banyak
Menerima tapi memilih calon sesuai hati nurani
Menerima uangnya namun tak memilih calon
yang memberi uang
Tidak akan menerima/menolak pemberian
Tidak tahu/jawab
SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/IPI
100
2010
2013
2014
27,5
--
37,5
--
28,7
10,3
26,8
4,1
-13,2
-7,8
55,7
--
59,1
--
47,6
11,7
45,6
9,1
4,3
1,0
9,7
0,3
“Survei kami menunjukkan pemilih yang dekat dengan
partai cenderung menolak pemberian politi uang. Pemilih
cenderung toleran dan menerima politik uang, karena
mereka tidak memiliki kedekatan psikologis dengan partai
politik, sehingga mereka kemudian membangun relasi
transaksional dengan partai. Kalau partai tak berbenah,
maka partai akan kian dijauhi rakyat, dan itu berarti
biaya politik akan makin mahal,” kata Direktur Eksekutif
Indikator, Burhanudin Muhtadi, dalam rilis survei Indikator
di Jakarta, Desember 2013 lalu.
Masyarakat yang punya daya tahan kuat terhadap
serangan politik uang, menurut survei Indikator, adalah
pemilih yang masih memiliki party id. Jenis pemilih yang
semakin langka. Karena untuk menciptakan pemilih jenis
ini, partai politik dan para caleg harus melakukan kerjakerja serius sesuai dengan fungsinya,seperti melakukan
pendidikan politik, kaderisasi, serta menyerap dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Tapi, apa lacur, partai-partai di Indonesia memang
telanjur kian menjadi partai elektoralis, alias mesin
pengumpul suara. Untuk memenangkan pemilu, mereka
semakin meninggalkan persentuhan secara door to door,
tapi mengandalkan jasa para konsultan politik untuk
memoles citra dan menggulirkan survei-survei untuk
menggiring opini. Fungsi kaderisasi partai-partai pun
semakin keteteran. Itu terlihat dari rekrutmen caleg instan,
yang banyak mengandalkan popularitas dan uang.
Menyadari kian tak mengakar, partai-partai dan para
calegnya pada akhirnya mendatangi pemilih dan menabur
101
API PEMILU
uang, bak sinterklas. Kondisi yang menciptakan politik
biaya tinggi, yang merupakan salah satu mata rantai dari
lingkaran korupsi politik.
Masih untung, di tengah bayangan suram tersebut,
masih ada secercah cahaya. Meski survei-survei pra pemilu
menemukan politik uang kian marak dan para semakin besar
pengaruhnya, namun di bilik suara para pemilih ternyata
masih menggunakan akal sehat. Itu terlihat dari hasil exit
poll Indikator, yang menemukan para pemilih yang memilih
karena alasan rasional, masih cukup besar.
GRAFIK 6: ALASAN PEMILIH MEMILIH PARTAI DAN CALEG MENURUT EXIT
POLL INDIKATOR POLITIK INDONESIA (DALAM PERSEN)
102
GAMBAR … : HASIL EXIT POLL INDIKATOR.
Alhasil, jika pengenalan terhadap partai/caleg berikut
visi, misi, program, dan rekam jejaknya dilakukan dengan
gencar, masih ada peluang partai/caleg baik yang terpilih.
Dan, yang terpenting, menggencarkan upaya tersebut,
akan membuat loating voter yang cenderung golput,
akan mendapat informasi yang lebih baik dan berkualitas,
sehingga memiliki alasan untuk menunaikan hak pilihnya.
Toh, loating voter, sebagaimana juga loating mass,
pada dasarnya bukanlah sesuatu yang benar-benar buruk.
Sebab, mereka adalah kalangan yang memilih atau tidak
memilih bukan berdasar fanatisme buta dan alasan-alasan
emosional, tapi berdasar alasan yang bersifat rasional
seperti karena program dan rekam jejak. Mereka, dalam
istilah pengamat politik Eep Saefullah Fatah, adalah para
pemilih dengan otonomi relatif.
Dan, sudah terlihat, bahwa jumlah mereka yang besar,
telah memainkan peranan penting dalam memberikan
punishment and reward. Itu terlihat dari hasil pemilu di era
reformasi, di mana pemenangnya selalu berganti. Pemilu
1999 dimenangkan PDIP, Pemilu 2004 dimenangkan
Golkar, Pemilu 2009 dimenangkan Partai Demokrat, dan
Pemilu 2014 dimenangkan PDIP.
Dan, ke depan, para pemilih galau ini bisa jadi mereka
akan tetap memainkan peranan penting sebagai kekuatan
perubahan. Tinggal mempermudah mereka dengan
informasi berkualitas, agar mereka tidak menjadi golput
atau mudah menggadaikan suara. Dan, pada titik inilah,
103
API PEMILU
teknologi memegang peranan penting dalam menyebarkan
informasi berkualitas tentang visi, misi, program, dan rekam
jejak partai dan caleg.
MENGAPA API PEMILU MENJADI SOLUSI
Dengan fakta-fakta di atas, lantas teknologi apa yang pas
diterapkan di Indonesia, untuk menyederhanakan kerumitan
dan menyalurkan informasi berkualitas kepada pemilih, dan
membuat pemilu lebih menarik, terutama buat anak muda?
Ada banyak teknologi yang bisa disodorkan. Salah satunya
dengan Application Programming Interface (API). Dan,
inilah yang dipilih oleh Perludem, dengan API Pemilu.
Mengapa API? Alasannya adalah momentum yang pas.
API hadir di tengah merebaknya dua tren utama global.
Pertama, gerakan open data (dan gerakan-gerakan yang
terkait dengannya seperti seperti open source dan open
government data), yang membuat kian banyak pihak
membuka data-data yang masuk kategori data publik
--termasuk data publik di tangan pemerintah-- sehingga
bisa diakses bebas. Data-data yang dalam deinisi open data
bukan sekadar dibuka, tapi dibuka dalam bentuk digital
agar leluasa digunakan ulang dan didistribusikan ulang,
sehingga menjadi kompatibel dengan API.
Kedua, perkembangan internet yang kian massif,
terutama akses internet mobile melalui gadget (smartphone
dan tablet), yang menurut Kin Lane dari Apievangelist,
merupakan potongan puzzle terakhir dari strategi digital.
Perkembangan yang telah membuka dunia yang sama
sekali baru, yaitu aplikasi mobile. Dan, menurut Kin Lane,
104
API merupakan kekuatan pendorong booming pembuatan
aplikasi-aplikasi mobile di dunia ini.
Ketiga, adalah tren penggunaan sosial media di Indonesia.
Data dari We Are Social per Maret 2015 mengungkapkan
lebih dari sepertiga populasi di kawasan Asia Pasiik telah
memiliki akses terhadap internet. Dari jumlah tersebut,
sekitar dua pertiga merupakan pengguna media sosial.
Penggunaan media sosial di Indonesia mewakili 29 persen
penggunaan media sosial di seluruh Asia Pasiik, dengan
tingkat penetrasi Facebook sekitar 80,2 juta dan pengguna
Twitter 26,4 juta orang (data dari Media Matrix 2013).
Penggunaan API ke dalam berbagai aplikasi yang dapat di
bagi (share) ke dalam platform media sosil, memungkinkan
sosialisasi yang lebih massif.
API merupakan penerjemah dan jembatan yang
menghubungkan satu sistem dengan sistem lain, satu
database dengan database lain, sehingga API merupakan
teknologi penting untuk mengalirkan data pemilu yang
merupakan data publik, langsung ke dalam genggaman
pemilih, melalui aplikasi-aplikasi mobile, juga aplikasi web.
Data-data tersebut valid karena berasal dari sumber paling
otoritatif, telah pula dibersihkan, dan paket-paket datanya
di-sort berdasarkan tema tertentu secara spesiik dan fokus,
sehingga sangat bermanfaat untuk pendidikan pemilih
(voters education).
Selain itu, tak seperti teknologi pemilu lain seperti
e-voting yang hanya fokus pada tahapan pungut-hitung
suara, API bisa diterapkan untuk seluruh tahapan pemilu.
Mulai dari pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara,
105
API PEMILU
sepanjang paket-paket API-nya terpasang. Bahkan, data API
Pemilu tetap bisa dimanfaatkan usai pemilu, misalnya untuk
memonitor para kandidat terpilih yang telah menduduki
jabatan-jabatan publik.
TABEL 9: PENGGUNA INTERNET DI 25 NEGARA (2013-2018) MENURUT
RISET EMARKETER
106
Sekarang, mari kita tengok bagaimana perkembangan
internet di Indonesia, wabilkhusus pengakses internet
mobile dengan gawai, yang merupakan target utama API
Pemilu.
Menurut eMarketer, pengguna internet di Indonesia
pada 2014 berada di peringkat keenam dunia, setelah
China, Amerika Serikat, India, Brasil, dan Jepang. Bahkan,
menurut lembaga riset pasar berbasis di New York, itu,
pada 2017 mendatang Indonesia akan berada di peringkat
kelima, menggeser Jepang, dengan pengguna internet 112
juta orang.
GRAFIK 7: JUMLAH DAN PENETRASI PENGGUNA INTERNET INDONESIA
2005-2014 MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI
Data dari eMarketer ini, sebenarnya masih lebih rendah
dibanding hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
107
API PEMILU
Indonesia (APJII) bekerja sama dengan Pusat Kajian
Komunikasi Universitas Indonesia (Puskakom UI). Dalam
hasil riset bertajuk Proil Pengguna Internet Indonesia
2014, APJII-Puskakom menyatakan pengguna internet di
Indonesia telah mencapai 88,1 juta orang. Penetrasinya
34,9 persen terhadap jumlah penduduk yang saat survei
berjumlah 525 juta.
Meski beda data, APJII-Puskakom dan eMarketer punya
kesimpulan yang sama tentang mengapa akses internet di
Indonesia tumbuh pesat, hingga dua digit per tahun. Yaitu,
meningkatnya akses internet mobile melalui gawai.
“Murahnya harga ponsel dan biaya koneksi broadband
mobile, menghela akses dan penggunaan internet di negaranegara yang tak bisa mengandalkan internet ixed line,
entah karena masalah infrastruktur atau biaya. Karena itu,
saat pertumbuhan pengguna internet di negara-negara maju
kian jenuh, negara berkembang seperti India dan Indonesia
masih mempunyai ruang pertumbuhan signiikan, hingga
dua digit per tahun,” kata analis senior eMarketer, Monica
Peart, seperti dikutip artikel bertajuk Internet to Hit 3
Billion Users in 2015, di laman emarketer.com.
Riset APJII-Puskakom memang menemukan akses
internet di Indonesia melalui gawai, telah jauh melampaui
akses internet dengan perangkat lain. Dan, yang tertinggi
adalah akses melalui smartphone, yang telah mencapai 85
persen, sedangkan akses internet melalui tablet sekitar 13
persen.
108
GRAFIK 8: PERBANDINGAN AKSES INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN
PERANGKAT MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI
Pertumbuhan gawai di Indonesia, khususnya smartphone,
memang luar biasa pesat. Bahkan, menurut data Direktorat
Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian
Komunikasi dan Informatika, jumlah gawai pada 2013 lalu
telah melampaui jumlah penduduk. Kementerian tersebut
mencatat jumlah penjualan gawai di Indonesia meningkat
dari dua juta pada 2009 menjadi 4,5 juta (2010); 9,5 juta
(2011); 13,2 juta (2012); dan 15,3 juta (2013). Angka ini
dipastikan meningkat lebih tajam lagi pada 2014 dan 2015.
109
API PEMILU
Berdasarkan survei Baidu, 59,9 persen pengguna
internet di Indonesia mengakses melalui ponsel pintar atau
smartphone. Angka itu mengalahkan persentase pengguna
yang mengakses Internet melalui laptop atau netbook.
Saat ini, smartphone kelas low-end masih menjadi yang
terbanyak digunakan oleh pengakses mobile Internet di
Indonesia.
“Lebih dari 80 persen pengguna menggunakan
smartphone dengan kisaran harga Rp 1.000.000–Rp
3.000.000,” demikian kata Kemas Antonius, Product
Manager Baidu Indonesia, dalam siaran pers, Kamis, 27
November 2014, seperti dikutip TechinAsia. “Peneterasi
mobile Internet di Indonesia sangat cepat.”
TABEL 10: SEPULUH PASAR SMARTPHONE TERBESAR DUNIA MENURUT
RISET GFK
SUMBER: THE TELEGRAPH.
110
Lembaga riset pasar terbesar di Jerman, Gesellschaft
für Konsumforschung (GfK), meramalkan pada 2015 ini
Indonesia bakal menjadi pasar smartphone nomor tiga
dunia. GfK, yang juga merupakan lembaga riset pasar
terbesar keempat dunia setelah Nielsen, Kantar, dan Ipsos,
menyatakan negara-negara berkembang akan memimpin
pasar berkat smartphone murah (low end). “Harga
smartphone yang hanya 30-50 dolar AS, menarik sebagian
besar populasi ke pasar smartphone,” kata Direktur GfK,
Kevin Walsh, kepada harian The Telegraph.
Lalu, apa makna semua data-data itu bagi penggunaan
teknologi dalam pemilu? Kaitan utamanya, antara lain,
karena sebagian besar pengguna internet, khususnya
internet mobile, adalah pemilih pemula. Menurut riset
APJII-Puskakom, dari 88,1 juta pengguna internet di
Indonesia, 49 persen di antaranya (sekitar 43 juta penguna
internet) adalah anak muda berusia 18-25 tahun. APJIIPuskakom menyebut mereka sebagai digital native atau
generasi millennium, yang saat lahir dan menangis pertama
kali di muka bumi, internet sudah digunakan secara luas.
Jika anak muda berusia 17 tahun dimasukkan dalam
survey APJII-Puskakom maka jumlahnya bisa jadi akan
lebih dari 50 persen. Usia boleh memilih di Indonesia
(eligible vote) adalah 17 tahun atau telah menikah.
111
API PEMILU
GRAFIK 9: PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN USIA
MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI
GRAFIK 10: PEMILIK PONSEL DI INDONESIA BERDASARKAN USIA
MENURUT SURVEI KOMINFO
Kaum digital digital native ini adalah kalangan yang
sangat perlu pendidikan politik (voters education), karena
mereka adalah generasi yang tidak bersentuhan dengan
berbagai peristiwa politik di masa lalu. Sehingga, bisa
112
diasumsikan party id nya rendah. Digital native ini adalah
usia orang yang sedang menempuh pendidikan menengah
atau perguruan tinggi, baru lulus, baru bekerja, masih
lajang, dan bisa jadi hidupnya masih dibiayai oleh orangtua.
Karena itu, mereka bukanlah masuk kategori kelompok yang
mudah dirayu dengan iming-iming uang. Sehingga, loating
voter dan undecided voter jenis ini, punya kecenderungan
lebih besar untuk menjadi golput,
Dan, data exit poll Indikator menunjukkan, bahwa
kelompok ini memang paling banyak menjadi golput,
dibanding kelompok usia pemilih lainnya. Padahal,
kelompok ini, dalam menurut hasil Sensus BPS 2010,
merupakan kelompok besar. Tentu kita tidak ingin bonus
demograi itu justru juga berarti bonus golput.
GRAFIK 11: TREN PARTISIPASI PEMILIH BERDASARKAN KELOMPOK USIA
MENURUT EXIT POLL INDIKATOR POLITIK INDONESIA
113
API PEMILU
GRAFIK 12: PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA BERDASARKAN USIA
BERDASARKAN SENSUS BPS 2010
Melihat piramida penduduk BPS dan data exit poll
Indikator, terlihat betul betapa urgennya pendekatan baru
kepada kelompok ini. Jika kalangan penyelenggara pemilu
dan pegiat pemilu tak menyentuh kalangan native digital ini
dengan ‘bahasa’ yang akrab dan fun, dikhawatirkan mereka
tak tertarik pada pemilu. Sebab, generasi millennium ini
bukanlah generasi ‘kampanye rapat umum’. Mereka hidup
di zaman yang berbeda.
Lalu, apa bahasa yang pas buat mereka? Melihat mereka
adalah pengakses internet terbesar, terutama akses internet
mobile lewat gawai, dan dalam keseharian sangat akrab
dengan berbagai aplikasi mobile yang membuat hidup
mereka lebih praktis, maka cara inilah yang paling tepat.
Yaitu, mengirimkan informasi-informasi pemilu langsung
ke dalam genggaman mereka, lewat aplikasi-aplikasi pemilu
yang menarik yang bisa mereka unduh setiap saat melalui
114
toko-toko aplikasi seperti Play Store dan Apps Store, atau
mengaksesnya lewat website.
Karena itu, API Pemilu menjadi sesuatu yang sangat
penting. Karena, API Pemilu menyediakan data-data valid
dari sumber yang otoritatif dan telah pula dibersihkan
datanya. Sehingga, para pemilih, terutama kalangan digital
native, bisa mendapatkan paket-paket informasi berkualitas
tentang pemilu dan para kontestannya, di tengah maraknya
informasi dan disinformasi di internet. Sehingga, mereka
bisa mengenal dan memahami pemilu Indonesia yang besar
dan rumit ini, terutama saat pemilu serentak pada 2019
mendatang.
Mengapa API Pemilu bisa mengurai kerumitan, karena
API --seperti kata Josh Tauberer-- memecah data menjadi
potongan-potongan kecil. Dalam hal ini, data pemilu dibuat
menjadi paket-paket. Ada paket tentang caleg, paket peta
dapil, paket kandidat presiden/wapres, paket pelanggaran
pemilu, paket dana kampanye, paket daftar pemilih tetap,
paket hasil pemilu, hingga pertanyaan-pertanyaan paling
sering diajukan dalam pemilu (FAQ), dan paket beritaberita pemilu, dan lain-lain.
Setiap paket tersebut menyajikan informasi spesiik
tapi lengkap, karena itulah diistilahkan sebagai endpoint.
Misalnya paket tentang caleg, langsung menyediakan
informasi tentang seluruh caleg, berikut foto, dan riwayat
hidup secara lengkap. Dalam pembuatan aplikasi, para
programmer atau developer bisa memadukan data tersebut
dengan paket API lainnya seperti daerah pemilihan, dan
informasi-informasi lainnya dari tempat lain, karena
115
API PEMILU
karakter API yang elastis. Mereka tinggal membuat kemasan
menarik untuk menyajikannya, bahkan termasuk dalam
bentuk game.
Pakar teknologi informasi ITB, Basuki Suhardiman,
mengatakan strategi API Pemilu menjawab kebutuhan
pemilih. Sebab, kalau pemilih diberi set data pemilu yang
besar, para pemilih justru akan eneg. “Misalnya Kemendagri
kasih data, tapi mentah semua, ngapain? Atau kita butuh
data satu kecamatan, tapi dikasi data seluruh kecamatan,
buat apa? Kan yang kita cari yang kita perlukan saja. Kalau
data ada, terstruktur, aplikasi ada, kan mudah, nggak
habis waktu. Jadi, prinsipnya harus melayani orang, dan
API Pemilu mempermudah akses itu. Saya salut pada API
Pemilu, seharusnya malah KPU yang harus punya seperti
ini, kalau KPU benar-benar mau melayani pemilih,” katanya
kepada penulis, April lalu.
116
BAGIAN LIMA
Proses Pembuatan API
Pemilu, Hacker Marathon,
dan Lahirnya Ratusan
Aplikasi Pemilu
Dengan teknologi semua hal bisa dipermudah dan
dipermurah, termasuk soal pemilu.
“Sejak Februari 2013, kami sebenarnya sudah bicara API,
API, API…. Tapi, karena belum punya pengalaman, kami
masih meraba-raba. Apa sih sebenarnya API itu? Bagaimana
cara kerjanya? Apa yang dibutuhkan? Nanti hasilnya bakal
seperti apa?”
Sergapan keraguan itu disampaikan Direktur Eksekutif
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
Titi Anggraini, saat menceritakan bagaimana proses
awal pembuatan API Pemilu. Betapa tidak, API adalah
makhluk baru dalam even pemilu, tak hanya di Indonesia,
bahkan di seluruh dunia. API dan pemilu pun merupakan
penggabungan dua hal pelik, yaitu teknologi dan pemilu.
117
API PEMILU
GAMBAR 14: TAMPILAN API PEMILU.
Tapi, para penggawa Perludem memercayai kebenaran
sebuah premis, bahwa dengan teknologi semua hal bisa
dipermudah dan dipermurah, termasuk soal pemilu. Dalam
hal ini, kolaborasi dua hal pelik itu, teknologi dengan
pemilu, akan bak perkalian negatif dengan negatif, yang
hasilnya adalah positif. Yaitu, akan mengurai kerumitan
118
pemilu di Indonesia, dan membuat pemilu lebih menarik di
era gadget.
Meski demikian, memulai sesuatu yang sama sekali
baru, yang hampir tak ada contohnya, tetap saja merupakan
pekerjaan menantang. Apalagi, Perludem bukanlah lembaga
yang berkecimpung di bidang teknologi. Alhasil, selama
berbulan-bulan, gagasan itu hanya dibicarakan dari rapat
ke rapat, tak kunjung dieksekusi.
Tapi, memang --seperti kata cendekiawan Sudjatmoko-ide itu punya kaki. Maka, setelah beberapa kali
dimusyawarahkan, pada Agustus 2013, titik terang mulai
terlihat. “Arahnya mulai jelas,” cerita Titi.
Berbekal arah yang mulai jelas itulah, persiapan mulai
dilakukan. Yang pertama adalah menginventarisasi apa
saja yang diperlukan untuk membangun API Pemilu, mulai
teknologi hingga data-data untuk membangun sebuah
database.
Soal teknologi, persoalannya relatif mudah. Perludem
tinggal menghubungi pengembang perangkat lunak untuk
membuatkan program API. Dalam hal ini, Perludem
mengontak Wolden Global Services (WGS).
Tapi, soal data, merupakan tanda tanya besar. Betapa
tidak, API mensyaratkan adanya sebuah database digital.
Faktanya, data pemilu yang tersedia belum mendukung
keperluan itu. Sebab, kebanyakan data pemilu belum
berformat digital.
Komisi Pemilihan Umum --sebagai sumber data paling
lengkap dan paling otoritatif tentang pemilu-- memang
119
API PEMILU
sudah membuka data-datanya melalui situs kpu.go.id dan
sejumlah link/URL khusus. Tapi, kebanyakan data-data
tersebut dalam format PDF/JPEG, yang hanya bisa dibaca
orang (human readable) atau pengguna website KPU.
Padahal, API mensyaratkan data-data tersebut dalam format
yang bisa dibaca mesin (komputer) atau machine readable,
seperti CSV (comma separated value), excel, dan TXT.
Sebabnya, fungsi API bukanlah seperti website, tapi
lebih mirip webservice atau layanan web. Data-data API,
bukan untuk dikonsumsi langsung oleh pengguna website,
tapi untuk digunakan para programmer dan pengembang
aplikasi. Merekalah yang kelak mengemas lagi data-data
tersebut dalam aplikasi web atau aplikasi mobile. Aplikasiaplikasi itulah hasil akhirnya, yang kelak diunduh melalui
personal computer (PC), notebook atau laptop, netbook,
atau gadget (telepon pintar, komputer genggam, dan
komputer tablet).
Selain datanya yang --dalam pakem open data-- masuk
kategori terkunci (proprietary), data-data pemilu dari
penyelenggara pemilu pun masih menyimpan persoalan
lain. Yaitu, tidak seragam dalam penulisan. Misalnya, data
pendidikan caleg ada yang ditulis sarjana, ada punya yang
hanya ditulis S1. Ini adalah data yang tidak standar, yang
mengelompok secara berbeda dalam pembacaan komputer.
Dan, tentu, saja itu merupakan problem serius saat data itu
digunakan kelak.
Kesalahan-kesalahan umum lainnya dalam penulisan
data, seperti dipaparkan oleh Modul Open Data Pemilu
adalah penulisan kapital, misalnya ada penulisan kata “biru”
120
(diawali huruf kecil), dan “Biru” (diawali huruf besar); tipe
data yang tidak sama dalam satu kolom, seperti “tujuh”
(ditulis dengan huruf) dan “7” (ditulis dengan angka);
adanya ield yang kosong; dan lain-lain.
MENGENTRI, MEMBERSIHKAN,
DAN MEMAKET
Menghadapi persoalan-persoalan tersebut itu, tidak
ada cara lain, kecuali mengentri ulang data-data pemilu,
sembari membersihkannya. Maka, sebuah pekerjaan besar
pun dimulai.
Kebetulan, saat API Pemilu sudah mulai jelas arahnya,
bersamaan waktunya dengan penetapan daftar calon tetap
(DCT) anggota DPR, DPD, dan DPRD pada akhir Agustus
2013 lalu. Maka, entry datanya langsung dikebut.
“Kami harus melakukan entry data hampir secara
keseluruhan. Yang paling sulit adalah entry data puluhan
sampai ratusan ribu CV (riwayat hidup) caleg yang diupload dalam bentuk scan PDF/JPEG dan banyak yang
menggunakan tulisan tangan,’’ cerita Program Oicer API
Pemilu Perludem, Diah Setiawaty.
Titi Anggraini menambahkan, “Untuk data proil
kandidat, karena formatnya PDF/JPEG, kalau datanya
dikonversi harus di-cross check kebenaran hasil konversi
dengan data yang ditulis kandidat. Belum lagi kalau proil
kandidat itu ditulis tangan. Jadi, kita betul-betul bekerja
keras membaca dokumen-dokumen kandidat.”
Jika data caleg yang dikumpulkan sebatas DPR dan DPD,
121
API PEMILU
kendati datanya terkunci, sebenarnya persoalannya lebih
mudah. Selain jumlahnya tak banyak, hanya 7.552 caleg
(6.607 caleg DPR dan 945 caleg DPD), datanya pun sudah
tersedia di situs milik KPU. Tinggal ditarik, dientri, dan
dibersihkan. Namun, Perludem juga membuat database
caleg DPRD, sementara akses datanya tak semudah caleg
DPR dan DPD.
Untuk menyiasatinya, Perludem melibatkan data
collector/enumerator data, yang direkrut dari kalangan
organisasi masyarakat sipil di daerah, yang aktif mengawal
isu pemilu. Tim enumerator di setiap daerah terdiri atas tiga
orang, satu koordiantor dan dua enumerator.
Sekadar informasi, saat Pemilu 2014 lalu, tercatat ada 530
daerah otonom di Indonesia, yang mempunyai caleg DPRD.
Yaitu, 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Total calegnya
sekitar 200 ribu orang. Tapi, tak semua daerah disambangi
Perludem. Karena keterbatasan waktu, Perludem hanya
fokus di sepuluh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Timur, Bali,
Gorontalo.
Meski sudah menurunkan enumerator, kendala serius
tetap menghadang. Karena, data caleg DPRD ternyata tetap
sulit didapat. Dicari di website, data tak diunggah. Ketika
diminta ke KPUD-KPUD, mereka memperlakukan data
tersebut bak rahasia negara.
“Contohnya di Jawa Tengah. Mereka bilang data-data
caleg tidak dipampang di website karena terkena hack. Tapi,
itu alasan saja. Karena, setelah kami minta pun, mereka
122
justru meminta kami menulis surat kepada pimpinan
parpol peserta pemilu, bahwa mereka tidak keberatan proil
calegnya dibuka. Padahal, kebijakan membuka data caleg
itu sudah dilakukan oleh KPU-RI. Jadi, ada gap komitmen
dan semangat keterbukaan di tingkat nasional dengan
di provinsi dan kabupaten/kota. Mungkin karena faktor
ketidaktahuan, perbedaan pemahaman, kesadaran, atau
lainnya,” tutur Titi.
Setelah negosiasi, akhirnya ada yang bersedia memberikan
data. Tapi, persoalan baru kemudian muncul lagi. Sebab,
tak semua KPUD memiliki softcopy. Sebagian dalam bentuk
hardcopy. Ketika KPUD akhirnya mau membuka data
hardcopy, lagi-lagi muncul soal, karena pendokumentasian
yang tak rapih. Maka, demi mendapatkan data-data caleg
DPRD itu, para enumerator pun akhirnya harus mengais
berkas yang berserak, hingga ke gudang-gudang milik
KPUD.
Sebagian besar kesulitan itu akhirnya bisa diatasi, tapi
tidak dengan Papua Barat. Kesulitan pengumpulan data
caleg di sana, tak terurai sampai akhir. ”Akhirnya kami
memutuskan menghentikan proses pengumpulan data di
Papua Barat karena data sangat sulit dikumpulkan oleh
enumerator,” kata Diah.
Selain mengumpulkan data caleg, Perludem juga
mengumpulkan data-data lainnya dari KPU, Bawaslu, dan
berbagai pihak. Seperti data daerah pemilihan dan dana
kampanye dari KPU, data-data pelanggaran pemilu dari
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mata Massa, sebuah
LSM yang fokus pada pemantauan pemilu. Untuk pembuatan
123
API PEMILU
peta dapil, Perludem juga mengajak seorang freelance, yaitu
Endiyan Rachmanda dari Jakarta Lab. Semua itu kemudian
dipadukan dengan data-data pemilu hasil riset Perludem,
dan data-data dari portal Rumah Pemilu.
Usai pengumpulan dan pembersihan data, langkah
selanjutnya adalah restrukturisasi data. Data-data pemilu
tersebut, dikelompokkan dan disortir berdasarkan tema
tertentu. Untuk caleg, misalnya, selain menyediakan data
caleg DPR, DPD, dan DPRD, API Pemilu juga menyediakan
data caleg perempuan. Maka, jadilah sebuah database API
Pemilu.
Untuk teknologi, Perludem menggunakan protokol
Representational State Transfer (REST) dengan bahasa
pemrograman Java Script Object Notation (JSON).
Teknologi ini dipilih karena tergolong yang paling mudah
digunakan, termasuk oleh programmer dan pengembang
perangkat lunak paling pemula sekalipun. “User hanya
memerlukan URL dan parameter untuk menggunakan APInya,” jelas Diah.
REST memang lebih sederhana, mudah dipelajari, dan
tak bergantung pada tools . Itu karena ilosoi yang dianut
REST bahwa prinsip dan protokol yang sudah ada di
web sudah cukup untuk membuat web service yang kuat
(robust). Selain itu, secara desain dan ilosois, REST lebih
dekat dengan web, ketimbang SOAP (Simple Object Access
Protocol) dan WSDL (Web Services Description Language),
protokol berbasis XML (Extensible Markup Language).
Lalu, bagaimana cara menggunakan API Pemilu? Saat
membuka halaman muka API Pemilu (http://developer.
124
pemiluapi.org/), akan tampak informasi ringkas berisi
panduan penggunaan API kepada para programmer dan
pengembang aplikasi, sebagai berikut:
• Selamat datang di situs khusus developer API Pemilu, API
informasi sipil untuk Pemilu 2014 dan seterusnya!
• Jika kamu ingin mengembangkan aplikasi dengan
menggunakan API ini, kamu telah datang ke tempat yang
tepat.
• Silahkan mendaftar untuk mendapatkan key API dengan
membuat akun dan mendaftarkan aplikasi, atau gunakan
key gratis ini: fea6f7d9ec0b31e256a673114792cb17
• Kami sarankan agar anda mendaftarkan key anda sendiri
apabila akan menggunakan API ini untuk aplikasi
produksi.
• Dokumentasi untuk endpoint API dapat dilihat di sini:
http://developer.pemiluapi.org/endpoints.
• API Pemilu sepenuhnya adalah proyek sumber terbuka
(open-source). Kamu bisa menemukan semua kode untuk
API ini pada laman GitHub organisasi kami. Kamu juga
bisa menemukan dan mengunduh semua raw data dari
API ini di repository pemilu-data di sana.
• Terima kasih atas perhatiannya terhadap API ini. Jika
kamu menemui masalah, silahkan kontak kami di
contact@pemiluapi.org atau Twitter @APIPemilu
HACKER MARATHON API PEMILU JILID I
Kelar dengan urusan pembuatan program dan database
API Pemilu, Perludem --bekerja sama dengan Asia
125
API PEMILU
Foundation dan Bandung Digital Valley--, mengundang
para programmer dan developer untuk berkompetisi
memanfaatkan API Pemilu. Sayembara bertajuk Hackathon
Code for Vote ini digelar di Bandung Digital Valley, Kota
Bandung, Jawa Barat, pada 8-9 Maret 2014, atau tepat
sebulan sebelum pemungutan suara pemilu legislatif 9 April.
“…Perludem mengajak teman-teman kreatif untuk
membuat aplikasi menggunakan data dari API Pemilu yang
diharapkan bisa memberikan insight atau arahan kepada
para pengguna aplikasi untuk memilih calon yang tepat. API
Pemilu mengajak teman-teman kreatif untuk bergabung di
Hackathon, 24 jam coding untuk membuat aplikasi terkait
pemilu…” demikian bunyi undangan Perludem.
GAMBAR 15: WEB BANNER HACKATHON CODE FOR VOTE.
126
Sekadar informasi, hackathon merupakan akronim
dari hacker marathon. Ini bukan lomba lari marathon
yang pesertanya para hacker. Perludem tidak pula sedang
mengumpulkan para hacker untuk melakukan aksi peretasan
atau perang siber. Hacker marathon adalah kegiatan yang
lazim dalam kompetisi membangun software, aplikasi, atau
game. Istilah lain yang digunakan dalam kompetisi serupa
adalah hackfest, hack day, atau code fest.
Penggunaan kata hack untuk kompetisi jenis ini, lebih
untuk menonjolkan cita rasa eksplorasi. Sedangkan,
pengertian marathon di sini juga tidak lagi berkonotasi jarak,
tapi waktu. Yaitu, sebuah lomba yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu, seperti 15 jam, 24 jam, atau 48 jam.
Dalam hal ini, Perludem mengambil waktu 24 jam.
GAMBAR 16: PEMBUKAAN HACKATHON CODE FOR VOTE DI BANDUNG
DIGITAL VALLEY.
127
API PEMILU
Betapa pun hackathon telah berulangkali digelar di
dunia, dan beberapa kali digelar di Indonesia, namun
hackathon untuk pemanfaatan data API Pemilu, merupakan
sesuatu yang baru. Bukan hanya baru pertama kali digelar di
Indonesia, tapi juga baru pertama kali digelar di muka bumi.
Karena itu, sejak awal, Perludem tak memasang target
muluk-muluk. Apalagi, Titi Anggraini mengatakan,
hadiahnya tak besar-besar amat. Selain itu, orang-orang
yang berkecimpung di bidang teknologi pun, biasanya bukan
kalangan yang antusias dengan politik. Walhasil, Perludem
menargetkan pesertanya hanya sekitar 50 programmer/
developer.
Tapi, yang datang mendaftar ternyata di luar dugaan.
Kegiatan yang dihadiri anggota KPU, Ferry Kurnia
Rizkiyansyah, dan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, ini,
dikuti 170 progammer dan developer dari berbagai daerah.
Selain dari Bandung, even ini juga dihadiri para jagoan
software dan desain web dari Malang dan Yogyakarta.
Bahkan, ada pula orang Indonesia yang bekerja di luar
negeri, yaitu Qatar, yang mengerjakan aplikasi dari jarak
jauh, dengan timnya di Indonesia.
Karena yang mendaftar tiga kali lipat dibanding prediksi
awal, sebagian terpaksa ditolak. Yang diterima hanya sekitar
seratus developer. Itu pun, sudah berdesak-desakan.
Banyaknya jumlah peserta ini tak terlepas dari cepat
menyebarnya informasi tentang sayembara itu, baik melalui
media arus utama maupun dunia maya seperti website,
blog, dan media sosial. Pemilik sebuah website, misalnya,
memampang pengumuman hackathon API Pemilu, yang
128
diakhirinya dengan ajakan: “Bring your laptop and let’s
build awesome app and support our nation! Let’s code
for vote!”
GAMBAR 17: PARA DEVELOPER SEDANG BERKUTAT MEMBUAT APLIKASI
PADA HACKATHON CODE FOR VOTE DI BANDUNG DIGITAL VALLEY.
Di arena hackathon, para developer diwajibkan
menggunakan data set dari endpoint API Pemilu. Dengan
tersedianya data pemilu yang bersih, yang tinggal disedot dari
API Pemilu, memungkinkan para programmer, developer,
dan desainer web, fokus pada pembuatan aplikasinya
saja. Meski demikian, mereka tetap diperkenankan
memadukannya dengan sistem, program, dan data-data
lainnya, bahkan dari API lainnya. Hanya saja, API Pemilu
harus menjadi yang utama.
Di Bandung Digital Valley, mendengar komentar-
129
API PEMILU
komentar para developer, Titi Anggraini, mengaku bak
mendapat siraman air sejuk. “Mereka mengatakan, ‘ternyata
bekerja dengan data pemilu asyik juga ya, banyak hal yang
bisa dilakukan dengan politik dan pemilu kita’. Sehingga,
komunitas yang selama ini jauh dari hiruk pikuk politik,
demokrasi, dan pemilu, merasa bahwa ini bagian yang
penting, sehingga mereka merasa perlu memberi kontribusi.
Semula, dalam bayangan mereka, politik itu kotor, tidak
asyik, kompetisi yang tidak sehat,” katanya.
Oni dari AppKitchen, mengatakan adanya API Pemilu,
membuat para developer akhirnya bisa bersentuhan dengan
wilayah politik. “Ini bagus banget. Kita developer biasanya
jarang menyentuh ranah politik, karena politik juga jarang
ada open data-nya. Kalaupun bersentuhan, biasanya
cuma membaca. Nah, karena ada API Pemilu, kita sebagai
developer jadi terpacu; kenapa nggak coba di ranah politik,
apalagi sudah ada API-nya.”
Perludem mengumumkan hasil kompetisi Hackathon
pertama pada 17 Maret, di Media Center KPU, Jl Imam
Bonjol, Jakarta. Tim pemenang pertama hingga kelima
adalah Appkitchen, dengan aplikasi bernama Orang Baik,
The Ciheulang (Pemilu Hore), Alexier (Caleg Store), One
Bit (One Vote), dan Xymply Studio (Pemilu Kita). Masingmasing pemenang mendapatkan hadiah Rp 20 juta, Rp 17,5
juta, Rp 15 juta, Mac Book Air 13”, dan iPad Air.
Pengumuman pemenang hari itu sekaligus peluncuran
secara resmi aplikasi-aplikasi yang lahir dari hackathon,
baik aplikasi mobile --berbasis Android dan iOS--, maupun
aplikasi web. Aplikasi-aplikasi menarik itu bisa segera
130
bertebaran di toko-toko aplikasi seperti Google Play Store
dan App Store, juga dipajang di galeri aplikasi API Pemilu di
alamat http://pemiluapps.org/aplikasi/. Pengguna gadget
tinggal mengunduhnya, gratis!
Berikut lima proil pemenang Hackaton Code for Vote di
Bandung:
1.ORANG BAIK
Platform: Android
Tim Pengembang: AppKitchen
GAMBAR 18: APLIKASI ORANG BAIK.
Saat melakukan presentasi di hadapan juri, AppKitchen
131
API PEMILU
memampangkan fakta angka golput yang terus meningkat.
Mereka menilai salah satu penyebab tingginya golput adalah
karena pemilih tak kenal caleg. Mereka lalu mengutip
hasil survei CSIS akhir 2013, yang menemukan 81 persen
respondennya tidak mengenal caleg. Padahal, masih
berdasarkan survei yang sama, sebanyak 48 persen orang
memilih partai karena calegnya yang berkualitas, sisanya
ideologi (23 persen), pengaruh keluarga (15 persen), dan
pengaruh orang sekitar (13 persen).
Lalu, bagaimana mengatasinya? “Bikin caleg berkualitas
menang,” demikian pendapat tim AppKitchen.
Dan, AppKitchen punya solusi untuk itu, yaitu sebuah
algoritma untuk menghitung kualitas caleg. Dengan
algoritma ini, kualitas caleg bisa dibuat skor-nya, yang
didasarkan pada proil caleg di API Pemilu. Para caleg diberi
nilai dengan skor 10 sampai 100. Pembobotan didasarkan
pada akumulasi latar belakang sang caleg, seperti
pendidikan, pengalaman organisasi, dan lain-lain.
Kendati sudah membuat penilaian, yang bisa di-sort
berdasarkan nilai terendah, tertinggi, atau acak, aplikasi
Orang Baik tetap menyediakan itur pengecekan lebih lanjut
terhadap nama caleg ke Google atau Wikipedia. Caleg yang
dinilai pengguna berkualitas pun bisa dibagikan datanya
melalui media sosial.
132
2. PEMILU HORE
Platform: Android
Tim Pengembang: The Ciheulang
GAMBAR 19: APLIKASI PEMILU HORE.
Dari namanya, Pemilu Hore, aplikasi ini seolah sudah
menawarkan sesuatu yang fun. Ya, memang demikian
adanya. Ini adalah aplikasi yang serius tapi santai, karena
berbasis game. “Setelah memainkan game ini, diharapkan
user akan memiliki awareness terhadap pemilu, partai
peserta pemilu, calon-calon legislatif dan tata cara
pencoblosan,” demikian penjelasan pengembangnya, The
Ciheulang.
Kendati aplikasi ini dibuat pada even hackathon
menjelang pemilu legislatif, para pengembangnya
melangkah lebih jauh. Sebab, permainan dalam aplikasi ini
tak hanya mengajak penggunanya bermain-main dengan
133
API PEMILU
data partai caleg, tapi juga data kandidat presiden. Aplikasi
ini memiliki dua permainan utama, yaitu mode pilpres dan
mode pileg.
Pada mode pileg, aplikasi ini pertama-tama akan meminta
memilih informasi yang sesuai dengan penggunanya,
seperti provinsi tempat tinggal, dapil tempat dia memilih,
dan lembaga perwakilan yang ingin diketahui informasinya
(DPR, DPD, atau DPRD). Selanjutnya, pengguna aplikasi
disodori pertanyaan dalam bentuk kuis, seperti kuis logo
partai, kuis surat suara, kuis mencocokkan partai, dan kuis
mengenal caleg.
Sedangkan, pada mode pilpres, pemain akan dihadapkan
dengan serangkaian pertanyaan berbentuk kuis, seperti
kuis proil kandidat, kuis visi-misi, kuis tebak tokoh, dan
kuis tebak pendukung. Setelah melalui serangkaian kuis
tersebut, pemain akan ditanya apa pilihan yang akan
diambilnya saat pemilu. Jika masih bimbang, aplikasi ini bisa
memperlihatkan statistik permainan, untuk menunjukkan
siapa kandidat yang paling Anda kenal.
134
3. CALEG STORE
Platform: Android
Tim Pengembang: Alexier
GAMBAR 20: APLIKASI CALEG STORE.
Seperti namanya, Caleg Store, aplikasi ini juga
‘menjajakan’ nama caleg, baik DPR, DPD, maupun DPD.
Aplikasi yang dibuat para mahasiswa Indonesia yang sedang
menuntut ilmu di Singapura, ini, menyajikan informasi
proil caleg yang dikemas dalam grais menarik.
Fitur menarik yang dimiliki aplikasi ini adalah pengecekan
lokasi daerah pemilihan, yang langsung menampilkan caleg
dengan kategori tertentu. Seperti most popular caleg dan
135
API PEMILU
highest rated caleg. Fitur lainnya yang berguna bagi pemilih
adalah membandingkan dua caleg dalam satu partai secara
head to head. Selain itu, ada pula itur untuk merating dan
mengomentari caleg.
4. ONE VOTE
Platform: Android
Tim Pengembang: One Bit
GAMBAR 21: APLIKASI ONE VOTE.
Tak seperti aplikasi-aplikasi sebelumnya yang menilai
caleg berdasarkan latar belakang, One Vote menganalisis
reputasi caleg berdasarkan sentimen yang berkembang di
media sosial. Hasil analisisnya ada tiga, yaitu positif, negatif,
atau netral.
Aplikasi yang mengharuskan akses dengan mengetikkan
nomor induk kependudukan (NIK) ini punya manfaat
lain, yaitu mengecek apakah Anda sudah terdaftar sebagai
136
pemilih atau belum. Sebab, setelah mengetik NIK (yang
dilakukan bak mengetik password), maka selanjutnya akan
terpampang nama Anda berikut nama desa/kelurahan plus
nomor TPS tempat Anda akan menyalurkan hak pilih.
Fitur-itur lain yang tersedia dalam aplikasi ini adalah
berita seputar pemilu, yang sumber beritanya berasal dari
API Pemilu; partai peserta pemilu; caleg DPR, DPD, dan
DPRD; memilih caleg favorit, dan; mengomentari caleg
dengan teks, gambar, atau teks dan gambar sekaligus.
5. PEMILU KITA
Platform: Android
Tim Pengembang: Ximply Studio
GAMBAR 22: APLIKASI PEMILU KITA.
Selain desain antarmuka (interface)-nya yang menarik
karena menonjolkan karakter komik, sisi menonjol lain
dari aplikasi Pemilu Kita adalah itur tata cara pemilu,
137
API PEMILU
yang dikomunikasikan secara visual. Sehingga, pengguna
aplikasi ini bisa mengetahui urut-urutan pemberian suara di
TPS, sejak mendaftar di TPS, memasuki bilik suara, hingga
mencelupkan tinta sidi jari. Di TPS itu juga terlihat di mana
lokasi petugas TPS (KPPS), kotak suara, saksi, dan lain-lain.
Aplikasi ini juga menyediakan contoh gambar surat suara
yang dipakai saat pemilu.
Selebihnya, aplikasi ini menampilkan berbagai informasi
terkait Pemilu 2014. Fitur-itur yang disediakan adalah
berita terhangat, countdown jadwal pemilu, kuis pemilu,
serta caleg DPR, caleg DPD, dan caleg DPRD provinsi.
HACKER MARATHON API PEMILU JILID II
Sukses dengan hackathon pertama, menjelang Pilpres
2014, Perludem menggelar hajatan serupa. Kali ini, diberi
nama Hackathon Code for Vote 2.0 Challenge. Sayembara
ini dipusatkan di FX Sudirman, Jakarta Pusat, pada 14
Juni 2014. Kali ini, Perludem bekerja sama dengan lebih
banyak pihak, seperti Google Developer Group (GDG), Asia
Foundation, dan KPU.
Seperti halnya hackathon pertama, hackathon kedua
ini pun disambut antusias. Tercatat 334 developer/
programmer komputer ambil bagian dalam kompetisi ini.
Mereka tergabung dalam 107 tim.
138
GAMBAR 23: WEB BANNER HACKATHON CODE FOR VOTE 2.0.
139
API PEMILU
Pada acara yang dibuka Ketua KPU, Husni Kamil Manik,
para developer ditantang membuat aplikasi yang dapat
menunjukkan hasil pemilu legislatif dan menginformasikan
tentang pemilu presiden, dalam desain yang menarik dan
mudah digunakan. Informasi tentang pemilu legislatif tetap
diperlukan, karena kandidat presiden/wapres diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik.
Juri pada hackathon kali ini lebih beragam. Ada anggota
KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah; anggota KPU Provinsi
DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos; perwakilan masyarakat
sipil seperti Perludem, Solidaritas Perempuan, Jaringan
Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, HIVOS, The Asia
Foundation, dan Celup Kelingking, serta perwakilan dari
Google, Google Developer Group (GDG) Jakarta, KIBAR, dan
Walden Global Service. “Kegiatan ini sukses mensinergikan
tiga unsur, yaitu penyelenggara pemilu, masyaraka sipil,
dan kalangan swasta,” tutur Diah Setiawaty.
GAMBAR 24: PARA DEVELOPER SEDANG BERKUTAT MEMBUAT APLIKASI
PADA HACKATHON CODE FOR VOTE 2.0 DI JAKARTA.
140
GAMBAR 25: DEWAN JURI BERBINCANG PESERTA HACKATHON CODE FOR
VOTE 2.0 DI JAKARTA.
Setelah melalui proses seleksi, aplikasi bernama
Pemiluman keluar sebagai pemenang pertama. Aplikasi
ini dibuat oleh tim Ice Burble. Sebagai pemenang pertama,
mereka mendapatkan hadiah tur ke kantor Google di
Singapura dan funding Rp 12 juta.
Juara kedua disabet tim WOW, dengan aplikasi bernama
Pemimpin Kita. Mereka mendapatkan hadiah satu unit
Nexus 5 dan funding Rp 10,5 juta.
Juara ketiga adalah Femmouse, dengan aplikasi bernama
Ayo Nyoblos. Mereka mendapat hadiah satu unit Nexus
7 plus funding Rp 9 juta. Karena Femmouse yang semua
anggotanya perempuan juga dinobatkan sebagai Best
All Female Team, mereka pun mendapatkan beauty kit,
Andorid igurine, funding Rp 5 juta.
Juara keempat diraih oleh Lummachrome Developer,
dengan aplikasi bernama Pelita. Mereka mendapatkan
141
API PEMILU
hadiah jaket Google, Android igurine, dan funding Rp 7,5
juta.
Sedangkan, juara kelima adalah IR24JAM dengan
aplikasi Analisis Pilpres 2014. Mereka mendapatkan hadiah
satu unit Chromecast, Android igurine, dan funding Rp 5
juta.
Ada satu hal yang penting dicatat di sini, bahwa tiga
pemenang pertama adalah tim mahasiswa dari sejumlah
perguruan tinggi. Ice Barbel beranggotakan mahasiswa
ilmu komputer Institut Teknologi Bandung (ITB), WOW
dibuat mahasiwa ilmu komputer Universitas Indonesia, dan
Femmous adalah para mahasiswi Universitas Gunadarma.
“Kami percaya anak muda Indonesia memiliki potensi,
kemauan, dan kemampuan untuk berkontribusi positif
bagi perubahan di Indonesia. Melalui kompetisi ini, Google
Developer Group (GDG) Jakarta sangat berbangga turut
membawa dampak besar kepada banyak orang melalui
teknologi. Hal ini terbukti dengan antusiasme peserta yang
begitu besar dalam waktu yang terbilang singkat,” kata Putri
Izzati, GDG Jakarta Chapter Manager. (Perludem & GDG:
2014).
Titi Anggraini mengatakan, “Salah satu yang paling
membedakan Pemilu 2014 dengan pemilu-pemilu
sebelumnya adalah semangat dan komitmen keterbukaan
atas data kepemiluan yang lebih kuat dari penyelenggara
pemilunya. Namun, itu saja tidak cukup. Data kepemiluan
perlu hadir dengan cara yang lebih sederhana, mudah
digunakan, dan menarik, sehingga lebih banyak pemilih
yang bisa dijangkau. Perludem percaya bahwa penggunaan
142
teknologi bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut. Teknologi
dan pemilu menjadi kombinasi menarik yang kemudian
menghadirkan berbagai aplikasi kepemiluan berbasis
platform website, Android, maupun iOS.”
Berikut lima proil pemenang Hackathon Code for Vote
2.0 Challenge di Jakarta:
1. PEMILUMAN
Platform: Android
Tim Pengembang: Ice Barbel
GAMBAR 26: APLIKASI PEMILUMAN.
Aplikasi ini dikembangkan tim mahasiswa Ilmu komputer
Institut Teknologi Bandung (ITB). Fitur yang disediakan
aplikasi ini antara lain proil, bandingkan!, endorsement,
janji, berita, pelanggaran, frequent ask question (FAQ), dan
events.
Pada itur bandingkan!, aplikasi menampilkan
proil dua kandidat, sehingga memudahkan pengguna
143
API PEMILU
membandingkan kedua kandidat. Untuk itur endorsement,
pengguna meng-endorse kandidat yang dia jagokan, dan
opininya terhadap kandidat tersebut bisa dilihat pengguna
lain.
Aplikasi ini juga dapat dapat memberikan notiikasi
kepada pengguna untuk mengingatkan even-even penting
dalam pemilu presiden. Pengingat lainnya, juga selalu
nongkrong pada pojok kanan atas aplikasi, yaitu hitung
mundur menuju hari pemilu.
2. PEMIMPIN KITA
Platform: Web Application
Tim Pengembang: WOW
GAMBAR 27: APLIKASI PEMIMPIN KITA.
Aplikasi yang dibuat oleh mahasiswa Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia (UI) banyak berisi pesan
antigolput. Bahkan, menyebut golput sebagai pilihan
terburuk. Pengguna diajak merenung bahwa mengambil
144
sikap golput mempunyai konsekuensi serius bagi bangsa,
karena bisa membuat orang-orang baik kalah, dan orangorang tak kompeten yang justru terpilih menjadi pemimpin.
Ada banyak konsekuensi lanjutan dari sikap golput yang
dijabarkan di aplikasi ini. Mulai dari jalan rusak, hingga
ketidakadilan. Pendek kata, di aplikasi ini, golput adalah
sesuatu yang tidak keren.
Tapi, tak sekadar menceramahi agar tak golput, aplikasi
ini membantu pengguna mendeinisikan preferensi
politiknya berbasis program kerja, bukan sekadar mengajak
suka pada kandidat berdasarkan proilnya. Melalui itur
topic of interest, pengguna disodori beberapa isu, misalnya
soal ekonomi, politik, hukum, dan lain-lain. Aplikasi ini
memungkinkan pengguna bisa mengecek program kerja
kandidat terhadap isu-isu tersebut. Jika suka atau tidak
suka, pengguna bisa mengomentari program kerja tersebut.
Karena bisa mengomparasikan visi, misi, dan program
kerja kedua kandidat secara head to head, prefensi pemilih
pun dengan sendirinya terbentuk. Dan, setelah preferensi
terbentuk, pengguna bisa mengekspresikannya. Misalnya
dengan memberikan badge dukungan pada foto kandidat.
Ada banyak badge yang disediakan, dengan berbagai desain
menarik.
145
API PEMILU
3. AYONYOBLOS
Platform: Android
Tim Pengembang: Femmous
GAMBAR 28: APLIKASI AYONYOBLOS.
Aplikasi ini dibuat oleh tim Femmous. Seperti namanya,
mereka semua adalah perempuan. Tim ini beranggotakan
para mahasiswi dari Universitas Gunadharma.
AyoNyoblos mengajak penggunanya mengenal kandidat
presiden/wapres dan pemilu presiden secara umum,
melalui delapan itur. Yaitu, biodata lengkap tentang capres
dan cawapres; video animasi simulasi tata cara pencoblosan
yang benar; berita ter-update seputar pemilu; pendapat
masyarakat media sosial seputar pemilu; permainan
berhadiah; pertanyaan seputar pemilu; notiikasi penghitung
mundur jadwal pemilu, hingga: pengingat tanggal pemilu
presiden yang tersinkronisasi dengan kalender.
Dari ke delapan itur tersebut, video animasi simulasi
146
tata cara pencoblosan yang benar, adalah yang paling
menonjol. Selain menjadi penyegar ingatan bagi orangorang yang pernah memilih, itur ini sangat bermanfaat
bagi pemilih pemula, agar mereka tak kikuk dan celingakcelinguk seperti orang kesasar saat berada di dalam tempat
pemungutan suara (TPS).
Jika lelah memelototi proil kandidat, berita, opini
masyarakat di media sosial, dan video simulasi, aplikasi ini
menyediakan itur permainan berhadiah untuk relaksasi.
Formatnya berupa kuis. Pengguna yang menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan benar, akan mendapatkan
wallpaper berdesain menarik, yang bisa disimpan di gadget.
4. PELITA
Platform: Android
Tim Pengembang: ‘Lumachrome Developers
GAMBAR 29: APLIKASI PELITA.
Nama Pelita yang disandang aplikasi ini, merupakan
147
API PEMILU
akronim dari dari Presiden dan Wakil Presiden Pilihan
Kita. Tak seperti tiga aplikasi sebelumnya, Pelita dibuat oleh
para pengembang perangkat lunak dari sebuah perusahaan
desain kreatif. Mereka menamakan timnya ‘Lumachrome
Developers.
Pelita menyediakan informasi seputar pilpres, meliputi
informasi latar belakang kandidat, janji-janji mereka,
even debat kandidat, berita seputar pemilu, gambargambar banner yang diperuntukkan bagi pengguna yang
bisa dibagikan ke media sosial, dan jawaban mengenai
pertanyaan umum (FAQ) seputar pilpres.
Aplikasi ini juga lebih bersahabat bagi kalangan difabel,
khususnya tuna netra. Sebab, aplikasi ini menyediakan itur
text to speech, itur yang bisa membacakan teks yang tampil
di layar.
148
5. ANALISIS PILPRES 2014
Platform: Web Application.
Tim Pengembang: IR24JAM.
GAMBAR 30: APLIKASI ANALISIS PILPRES 2014.
Jika ada aplikasi yang bermanfaat bagi pemilih sekaligus
bisa menjadi primadona tim sukses kandidat capres/
cawapres, Analisis Pilpres 2014 mungkin merupakan salah
satunya. Betapa tidak, aplikasi ini punya kemampuan
merekam keriuhan di media sosial. Kandidat mana yang
paling banyak dibicarakan pengguna Facebook, Twitter, dan
Google Plus, bagaimana sentimen mereka, isu apa saja yang
banyak mereka bicarakan terkait capres/cawapres, bisa
terdeteksi lewat aplikasi ini.
149
API PEMILU
Aplikasi ini dibuat oleh para peneliti dari Laboratorium
Perolehan Informasi (Information Retrieval) Fakultas Ilmu
Komputer Universitas Indonesia (UI). Aplikasi ini menarik
data dari media sosial dan menggabungkannya dengan
dengan data-data lain berbasis API Pemilu, dan hasilnya
ditampilkan dalam bentuk graik.
Dasar algoritma yang digunakan dalam aplikasi ini,
menurut tim pengembang, telah dikembangkan sejak 2010.
Tak heran, inilah aplikasi yang secara teknis paling advanced
di arena hackathon. Para pengembang pun secara terbuka
mengungkapkan metodologinya, persebaran datanya,
apa saja topik yang dibahas para pengguna media sosial,
hingga pendeteksian akun yang merusak keseimbangan dan
netralitas data di media sosial, yang kerap disebut sebagai
buzzer. Akun-akun seperti ini biasanya merupakan akun
bayaran atau akun robot.
Aplikasi ini memperlihatkan persentase akun buzzer,
dan persentase jumlah perbincangan oleh akun buzzer,
dan menetralkan pengaruhnya dalam hasil analisis.
“Banyak pihak lain yang sudah memberikan analisis yang
lengkap terhadap calon-calon presiden dan wakil presiden
seperti yang kami lakukan. Namun, kami melihat bahwa
data media sosial banyak dimanipulasi oleh orang-orang
yang berusaha mempengaruhi traic dan mengaburkan
pandangan sebenarnya dari masyarakat,” tulis IR24JAM, di
situs http://budaya.cs.ui.ac.id/pilpres2014/index.html.
Mereka menambahkan, “Oleh karena itulah, kami
ingin mencoba memberikan informasi dan mencoba
menyuarakan aspirasi sebenarnya dari para pengguna
150
media sosial dengan sebisa mungkin menghilangkan
manipulator tersebut pada analisis kami. Kami mencoba
untuk memberikan informasi mengenai isu dan hal yang
menjadi perhatian dari masyarakat pengguna media sosial
terhadap para calon pemimpin yang ada. Kami berusaha
menjadi lembaga bebas tanpa pengaruh dari pihak dan
calon manapun yang bertujuan untuk dapat memberikan
informasi yang bermutu dan bebas dari manipulasi kepada
masyarakat.”
HASILNYA 485 APLIKASI DAN
GAME PEMILU
Total ada 485 aplikasi/game pemilu yang dihasilkan dari
dua kali kompetisi hackathon. Selain masih bertebaran di
Google Play Store dan App Store, sebanyak 40 di antaranya
(30 aplikasi pemilu presiden dan 10 aplikasi pemilu
legislatif), bisa dilihat dan diunduh di galeri API Pemilu
yang beralamat di http://pemiluapps.org/.
Dari 40 aplikasi/game pemilu tersebut, tiga perempatnya
berbasis Android, selebihnya berbasis iOS, web, dan
Windows Phone. Ada pula pengembang yang membuat
aplikasi mobile sekaligus web, atau Android sekaligus
Windows Phone. Secara agregat, hingga April 2015,
aplikasi-aplikasi ini telah diunduh ratusan ribu kali, dan
menghasilkan 101 juta hits dari tujuh juta unique user.
Selain sepuluh aplikasi pemenang hackathon yang telah
ditampilkan di atas, masih ada 30 aplikasi lainnya yang
masih bisa Anda temukan di http://pemiluapps.org/.
Menariknya, cukup banyak tim developer yang seluruh
151
API PEMILU
anggotanya perempuan. Berikut ke-30 aplikasi (25 aplikasi
pilpres dan lima aplikasi pileg) tersebut:
1. SEPUTAR PILPRES
Platform: Web Applicaton
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 31: APLIKASI SEPUTAR PILPRES.
Seputar Pilpres atau Sepi dibuat oleh Tim Empat
Serangkai, yang terdiri atas empat mahasiswi Universitas
Gunadarma. Aplikasi ini mula-mula mempersuasi untuk
memilih, namun pada akhirnya memprovokasi untuk
menentukan sikap. “Suarakan suaramu, tunjukkan
dukunganmu pada kandidat capres dengan membuat
Avatar,”demikian perintah lugasnya. Aplikasi ini juga
menyajikan berbagai informasi tentang pilpres, mulai proil
kandidat, janji-janjinya, perkembangan berita kandidat,
dan lain-lain.
152
2. KUIS CAPRES
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 32: APLIKASI KUIS CAPRES.
Melihat banner-nya yang dihiasi bintang-bintang, orang
akan mudah menyimpulkan bahwa aplikasi ini adalah
sebuah game. Dan, memang benar demikian. Aplikasi
bernama Kuis Capres, ini, mengajak penggunanya untuk
menguji seberapa dalam pengetahuannya tentang kandidat
capres/cawapres. Kuis ini mengajukan pertanyaan mulai
dari soal pribadi kandidat, hingga programnya. Pemain bisa
membandingkan skornya dengan pemain lain.
153
API PEMILU
3. WOWEE. 14
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 33: APLIKASI WOWEE.14.
Feminin. Demikian kesan pertama saat melihat aplikasi
ini. Kesan itu bisa muncul karena dominasi warna ungu dan
pink, dan sejumlah warna soft lainnya. Desainnya tergolong
cute, begitu pun dengan namanya. Tapi, jangan kaget bila
tim pengembangnya mempunyai nama cukup garang: Rebel
Creative Syndicate.
Lalu, apa arti di balik nama WoWee.14? Ternyata, ini
merupakan akronim belaka. WoWee diambil dari dua suku
kata dibelakang nama Prabowo dan Jokowi, sedangkan
angka 14 merujuk pada tahun penyelenggaran pemilu.
Yang membedakan aplikasi ini dengan aplikasi
lainnya, adalah karena mengajak pemilih mencocokkan
kepribadiannya dengan kandidat. Hanya dengan menjawab
154
20 pertanyaan, Rebel mengklaim pengguna sudah bisa
menemukan kecocokannya dengan kandidat tertentu.
“Banyak orang yang mendukung karena berdasarkan
daerah dan mungkin kesamaan visi. Tapi, banyak juga
mereka yang memilih disebabkan karakter si calon
presiden. Bahkan, banyak orang yang menyebutkan
bahwa ada karakter tertentu yang membuat seseorang
menjadi pemimpin,” demikian penjelasan Rebel di situs
galerygadget.com.
Selain menyajikan berita dan informasi lain seputar
pemilu, aplikasi ini juga menyediakan itur untuk menonton
ulang debat capres/cawapres. “Juga tersedia itur Promises,
mirip lagu Cranberries yang berisi janji-janji surga para
pemimpin kita,” demikian penjelasan Rebel.
4. INDONESIA MEMILIH
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 34: APLIKASI INDONESIA MEMILIH.
155
API PEMILU
“Memberikan solusi kepada pemegang suara, agar
tak bingung dan terombang-ambing, yang mana yang
harus dipilih.” Demikian pengembang aplikasi ini
mendeskripsikan aplikasi buatannya. Indonesia Memilih
menyajikan informasi capres dan cawapres, serta berita
dan edukasi berdasarkan pertanyaan yang sering diajukan
(FAQ).
Seperti namanya, Indonesia Memilih, aplikasi ini juga
mengajak penggunanya memilih. Aplikasi ini menyediakan
itur ‘voting’, sehingga penggunanya dapat melakukan
voting secara digital. Tapi, pengguna aplikasi ini tak bisa
memberikan voting kepada kandidat jagoannya setiap saat
dan sebanyak-banyaknya seperti halnya saat mengirimkan
vote SMS untuk biduan pujaannya di di acara Indonesian
Idol, karena aplikasi ini mengunci simcard dan device id
dari masing-masing Android. Dengan demikian, satu orang
hanya bisa memberikan satu suara. Hasil voting tersebut
bisa di-share.
Karena itur voting ini cukup sensitif, dan hasilnya
bisa digunakan menggiring opini pemilih untuk memilih
calon tertentu, pengembangnya merasa perlu menjelaskan
bahwa hasil voting tersebut benar-benar murni. “Perlu
digarisbawahi sebelumnya, itur voting tidak ada rekayasa
dan murni dari device dan simcard pemilih.”
156
5. PANTAU PEMILU
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 35: APLIKASI PANTAU PEMILU.
“Dengan adanya aplikasi ini diharapkan semua masyarakat
atau pegiat politik dapat memantau pesta demokrasi
secara realtime dan mendapatkan informasi berita tentang
pemilu….” Demikian pengembang aplikasi Pantau Pemilu,
menjelaskan tentang aplikasi yang mereka buat.
Melalui aplikasi ini, para pengguna bisa melaporkan
dugaan pelanggaran pemilu. Hasil-hasil pemantauan itu
kemudian dikomunikasikan dengan dashboard berbasis
peta, yang bisa diakses melalui itur statistik, sehingga orang
bisa melihat di mana TKP-nya. Cara serupa dilakukan untuk
memampang hasil survei atau polling kandidat.
“Desain aplikasi dirancang sedemikian rupa sehingga
bersifat modular. Modul-modul yang ada pun bisa
157
API PEMILU
dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti survei,
pendataan, pelaporan proyek dan banyak aktivitas lainnya,”
kata Direktur PT EBConnection Indonesia Putranto
Yuwono, saat meluncurkan aplikasi ini pada 1 Juli 2014,
seperti dikutip Kantor Berita Antara.
Aplikasi ini juga berisi itur tentang peraturan pemilu,
proil capres/cawapres, dan memungkinkan penggunanya
mengirimkan hasil penghitungan suara tingkat TPS.
6. PILPRES
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 36: APLIKASI PILPRES.
Aplikasi yang dibuat oleh Sabagi Apps. berisi info seputar
pemilu presiden. Fitur yang tersedia dalam aplikasi ini
antara lain Info Kandidat, Berita, Event Video, Janji-janji,
Serba-serbi, dan Pilpres.
158
7. PILPRES DUO
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 37: APLIKASI PILPRES DUO.
Pilpres Duo dibuat oleh tim GITS Indonesia, sebuah
perusahaan teknologi informasi yang memfokuskan diri
pada pengembangan software. Tak heran bila konten
aplikasi Pilpres Duo pun tetap diperbaharui, di saat sebagian
aplikasi lainnya sudah menghilang toko aplikasi.
Fitur utama aplikasi ini adalah Cek Antigolput. Saat
membuka itur ini, pengguna akan disodori pertanyaan,
“Apakah kamu berencana untuk mencoblos pada tanggal 9
Juli 2014 nanti?” Baik menjawab ya atau tidak, akan disusul
pertanyaan-pertanyaan lanjutan.
Jika pengguna menjawab akan mencoblos, aplikasi itu
akan bertanya di mana Anda berada pada hari pemungutan
suara. Jika menjawab berada di luar negeri, maka aplikasi
ini akan memberi informasi tata cara mencoblos di luar
negeri, yaitu melalui dropbox, pos, atau mendatangi TPS
yang ditentukan.
159
API PEMILU
Sedangkan, jika pengguna menjawab tidak akan
mencoblos, maka aplikasi itu akan menanyakan apa
alasannya. Jika pengguna memilih jawaban “saya tidak
kenal atau bingung dengan kedua pasangan kandidat”,
maka aplikasi ini akan menyarankan pengguna untuk
mengecek proil kedua kedua kandidat. Pada itur Melihat
Proil Kandidat, ditampilkan perbandingan kandidat secara
head to head, baik biograi, janji, hingga apa yang mereka
tulis di Twitter dan Facebook.
Yang juga menarik dari aplikasi ini, adalah adanya itur
untuk menambahkan badge ke foto yang dimiliki pengguna.
Selain itu, pengguna juga dapat mengedit fotonya dengan
menambahkan efek, ilter, dan lainnya. Fitur-itur lainnya
adalah melihat berita, informasi aturan main dalam pemilu,
dan kalender pilpres.
8. PERANTAU (PEMILU ANAK RANTAU)
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 38: APLIKASI PERANTAU
160
Aplikasi ini dibuat tim pengembang bernam Area54Labs.
Seperti namanya, sisi menonjol dari aplikasi ini adalah
membantu para perantau dan para musair yang berada di
luar tempat domisilinya saat pemungutan suara berlangsung.
Bantuan itu terutama diwakili oleh itur panduan bagi
pemilih yang ingin pindah daerah yang berarti pindah TPS.
“Mintalah formulir A5 dari Panitia Pemungutan Suara
(PPS) di daerah asal. Pengambilan formulir A5 dapat
diwakilkan dengan membawa fotokopi KTP dan KK. Formulir
A5 harus dikirimkan secara utuh dan tidak boleh melalui
digital atau faks,” demikian pemberitahuan dari aplikasi ini.
Selain itu, terdapat juga itur untuk melakukan
pengecekan apakah pengguna sudah masuk daftar calon
pemilih atau tidak. Dan, tentu saja, aplikasi ini juga
menyediakan informasi mengenai kandidat presiden dan
wakil presiden, dan janji-janji mereka.
9. PESTA PEMILU
Platform: Windows Phone
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 39: APLIKASI PESTA PEMILU.
161
API PEMILU
Aplikasi Pesta Pemilu dibuat oleh tim Nekonesia.
Perbedaan aplikasi ini dengan aplikasi lainnya adalah
adanya itur untuk menentukan sebuah berita sebagai black
campaign atau bukan. Nama iturnya “berita baik”.
Aplikasi ini menyajikan informasi standar tentang capres/
cawapres, mulai dari tempat lahir, pengalaman, hingga
prestas-prestasi yang pernah diraih oleh para kandidat.
“Untuk melihatnya, kita cukup tap logo dari masing-masing
kandidat. Di menu dashboard ada countdown berapa lama
lagi pemilu akan berlangsung,” demikian ulasan tentang
aplikasi ini di idwinphone.com.
Fitur lain di aplikasi ini memilih kandidat. Pengguna
aplikasi ini bisa memberikan suaranya kepada kandidat
tertentu, dengan men-tap ikon vote yang ada di
atas tombol home. ”Jangan khawatir, sepertinya vote kalian
akan terjamin rahasianya karena tidak ada sistem login di
sini.”
Fitur-itur yang dimiliki aplikasi ini antara lain even
pilpres, pertanyaan mengenai pemilu, janji-janji capres/
cawapres, badge, countdown menuju pemungutan suara 9
Juli 2014.
162
10. KUIS PEMILU–CAKPRES
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 40: APLIKASI KUIS PEMILU–CAKPRES.
Aplikasi Kuis Pemilu-Cakpres ini dibuat oleh tim
pengembang bernama SuitMedia. Seperti namanya, ini
aplikasi memiliki itur utama game yang berbasis online
real-time massive multiplayer, sebuah game tebak fakta
seputar capres/cawapres.
“Mainkan game ini dan kenali tiap calon presiden
dan wakil presiden favoritmu! Kumpulkan semua badge
achievement dan jadilah yang terbaik!” demikian aplikasi
ini menyeru penggunanya.
Fitur-itur lain di aplikasi ini adalah FAQ dan jumlah
pelanggaran yang dilakukan capres/cawapes yang
ditampilkan dalam bentuk infograik.
163
API PEMILU
11. JOKO VS BOWO
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 41: APLIKASI JOKO VS BOWO.
Joko vs Bowo dibuat oleh tim pengembang Creacle
Studio. Ini adalah sebuah aplikasi game, dengan aksentuasi
pada pengenalan calon pemilih kepada kandidat capres/
cawapres.
Tak seperti game lainnya, aplikasi menyimpan lebih dari
60 gambar Prabowo dan Jokowi untuk ditebak. Gambar
itu ditampilkan satu per satu secara cepat, untuk menguji
releks dan konsentrasi para pengguna. Semakin benar
tebakan, pembuat aplikasi ini menyatakan semakin kenal
pengguna dengan kandidat capres/cawapres.
164
12. VOTE FOR INDONESIA AR
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 42: APLIKASI VOTE FOR INDONESIA AR.
Aplikasi Vote for Indonesia AR ini dibuat oleh tim
pengembang Gooddifer. Mengapa ada huruf AR di
belakangnya? Itu karena aplikasi ini menggunakan teknologi
Augument Reality. AR adalah singkatan Augument Reality.
Dengan teknologi tersebut, pengguna akan lebih mudah
melibat janji-janji kandidat presiden. Sebabnya, aplikasi ini
tak menampilkan informasi dalam bentuk teks, tapi berupa
gambar. “Aplikasi ini menggunakan target gambar yang
sama dengan API Pemilu,” demikian penjelasan Gooddifer
dalam deskripsi aplikasinya.
165
API PEMILU
13. KITA MEMILIH
Platform: Android/Web
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 43:APLIKASI KITA MEMILIH.
Aplikasi Kita Memilih dibuat oleh tim Skyver 27. Aplikasi
ini mengusung slogan “aplikasi dari rakyat dan untuk
rakyat”.
Seperti aplikasi lainnya, aplikasi ini pun mengusung
misi edukasi pemilih, dengan memperkenalkan latar
belakang kandidat. Tujuannya, seperti ditulis Skyver 27
dalam deskripsi aplikasinya, adalah agar pemilih punya
alasan untuk memilih, dan tidak golput. Bahkan, informasiinformasi tersebut diharapkan bisa membuat pemilih
memilih secara cerdas lagi tepat.
Aplikasi ini memiliki itur seperti voting capres favorit via
akun twitter, biograi kandidat capres/cawapres, informasi
166
dan berita mengenai pemilu, jadwal debat kandidat, laporan
pelanggaran pemilu, dan pertanyaan-pertanyaan yang
umum diajukan seputar pemilu (FAQ).
Seperti tim pengembang aplikasi sebelumnya, adanya
itur voting kandidat, membuat Skyver 27 juga perlu
menjelaskan pendiriannya. “Aplikasi ini kami buat secara
netral dan tidak memihak siapa pun,” tulis mereka.
Selain dipajang di Google Play Store dan galeri aplikasi
API Pemilu, versi web aplikasi ini bisa dilihat di http://app.
kitamemilih.org.
14. INFO PILPRES 2014
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 44: APLIKASI INFO PILPRES 2014.
Aplikasi Info Pilpres 2014 dibuat oleh tim pengembang
bernama Gulajava Ministudio. Seperti namanya, Info
167
API PEMILU
Pilpres 2014 menyajikan berbagai informasi seputar pilpres.
Di dalam aplikasi ini terdapat informasi tentang data diri
kandidat calon presiden dan calon wakil presiden, janji-janji
politik dari setiap kandidat, video-video yang berhubungan
dengan masing-masing kandidat, jadwal acara debat
kandidat, pertanyaan seputar regulasi atau aturan pemilu,
dan berita yang berhubungan dengan pemilu presiden.
15. LEGIT OR NOT
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 45:APLIKASI LEGIT OR NOT.
Aplikasi Legit or Not adalah sebuah game casual.
Aplikasi ini dibuat Femaledev, tim pengembang yang
seluruhnya perempuan. Aplikasi ini fokus pada bagaimana
cara mencoblos yang benar. “Games ini mengajari kita
bagaimana tata cara mencoblos dengan benar agar kertas
suara kita sah,” demikian penjelasan disitus Femaledev.
com.
168
Untuk menguji konsentrasi dan pengetahuan pengguna
tentang suara sah dan tidak sah, aplikasi ini menyodorkan
gambar surat suara. Kemudian, pengguna diminta
menentukan apakah surat suara tersebut sah.
Ada dua mode permainan yang disediakan. Pertama,
Tima Challenge, yaitu menantang pemain untuk mengoreksi
sebanyak-banyaknya surat suara dalam waktu terbatas.
Kedua, Endless, yaitu menantang pemain untuk mengoreksi
surat suara tanpa kesalahan.
Pengetahuan tentang sah tidaknya surat suara ini
memang merupakan sesuatu yang penting, karena Indonesia
menerapakan sistem pemilu proporsional terbuka. Dengan
sistem ini, pemilih tidak hanya bisa memilih partai, tapi juga
orang.
Persoalannya, sampai saat ini pemahaman tentang teknik
mencoblos ini, belum sepenuhnya merata. Itu terlihat dari
masih banyaknya suara tidak sah. Pada Pemilu Legislatif
2014 lalu, jumlahnya hampir 15 juta.
Teknik mencoblos yang benar menurut UU Pemilu
adalah mencoblos partai dan caleg, partai saja, atau caleg
saja. Namun, masih ada saja mencoblos partai A, tapi
calegnya partai B.
169
API PEMILU
16. KUIS PEMILU
Platform: Android dan Windows Phone
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 46: APLIKASI KUIS PEMILU.
Aplikasi ini dibuat oleh tim dari Himpunan Mahasiswa
Informatika (HMIF) ITB. Kuis Pemilu mengajak
penggunanya mempelajari pilpres lewat kuis. Kuis dan
pelajaran tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu,
capres dan cawapres, peraturan pemilu, partai politik, dan
pendidikan pemilih. Aplikasi ini mempunyai empat itur
utama, yaitu Kuis, Pelajari, Share, dan Achievement.
Pada itur Kuis, pemain dapat berkompetisi dengan
pemain lainnya untuk meraih nilai tertinggi dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pemilu. Pada
itur Pelajari, pemain dapat mempelajari Pemilu 2014,
kandidat, serta peraturan-peraturannya. Agar pemain tak
bosan, itur ini menampilkan gambar-gambar.
Melalui itur Share, pemain dapat membagikan
informasi-informasi tentang pemilu maupun skor yang
170
mereka raih ke Facebook. Sedangkan, di itur Achievement,
pemain dapat menyelesaikan misi-misi yang ada di game
untuk meningkatkan level permainan, yang pasti lebih seru.
17. PEMILU DARING
Platform: Web Application
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 47: TAMPILAN APLIKASI “PEMILU DARING”.
Pemilu Daring sengaja dibuat oleh pengembangnya
sebagai aplikasi web. Tujuannya, agar bisa diakses oleh
berbagai jenis platform. Walhasil, kendati merupakan
aplikasi web, aplikasi ini tergolong mobile friendly.
Uniknya, aplikasi justru terkesan lebih enak dibuka dengan
smartphone ketimbang notebook. Karena, kalau dibuka
dengan notebook, terlihat banyak ruang kosong, sementara
jika dibuka dengan smartphone, terlihat seperti aplikasi
mobile pada umumnya.
171
API PEMILU
Saat membuka aplikasi ini, kita akan langsung disodori
kotak dialog, yang mirip dengan permintaan mengisi
password. Namun, yang diminta aplikasi ini adalah nomor
induk kependudukan (NIK). Sesuatu yang bermanfaat,
karena pemilih bisa mengecek apakah dia sudah terdaftar
sebagai pemilih atau belum. Aplikasi ini terhubung dengan
database Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU.
Aplikasi ini juga menampilkan peta lokasi TPS. “Kami
menggunakan data geograis yang disediakan API Pemilu
hingga level kecamatan yang kami parsing sedemikian
rupa sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk peta
pada aplikasi...” jelas pengembangnya di situs http://
pemilu-daring.appspot.com. Selain itu, aplikasi ini juga
menampilkan statistik pemilu, data kandidat, even, video,
dan lain-lain.
18. PEMILU PRESIDEN 2.0
Platform: iOS
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 48:TAMPILAN APLIKASI PEMILU PRESIDEN 2.0.
172
Aplikasi ini memiliki beberapa itur, di antaranya proil
capres/cawapres, berita tentang kandidat dan kegiatannya di
masa kampanye, berita seputar pemilu, janji-janji kandidat
saat berkampanye, dan kampanye kreatif. Aplikasi ini juga
menyediakan 17 gambar siap pakai yang bisa digunakan,
serta informasi tentang hasil hitung cepat sejumlah lembaga.
19. VOTE FOR CHANGE
Platfrom: Web Application
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 49: APLIKASI VOTE FOR CHANGE
Vote for Change adalah aplikasi yangg dikembangkan
tim Donbaka. Aplikasi ini berslogan “Kenali dan dukung
kandidat pilihanmu!”
Ide pembuatan aplikasi ini adalah karena jenuh terhadap
banyaknya dan berisiknya komentar negatif dan penyebaran
berita tidak sehat tentang dua pasangan capres/cawapres.
Khawatir efeknya akan membuat masyarakat jadi golput,
pengembang aplikasi ini mengajak membandingkan kedua
173
API PEMILU
pasang calon dari sisi prestasi dan pengalaman.
Setelah itu, aplikasi ini mempersilakan pengguna memilih
kandidat favoritnya melalui itur vote. Ini merupakan
sebuah polling untuk meningkatkan antusiasme pemilih.
Aplikasi ini juga menyajikan informasi proil kandidat dan
informasi-informasi lainnya.
20. PEMILU FOR US
Platform: Web Application
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 50: APLIKASI PEMILU FOR US.
Fitur unggulan aplikasi Pemilu for Us antara lain adalah
voting. Melalui itur ini, pengguna bisa memberikan
suaranya kepada kandidat yang dijagokannya. Selain itu,
aplikasi ini menyajikan informasi soal proil kandidat dan
janji-janji mereka, serta countdown.
174
21. AKU PILIH
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 51: APLIKASI AKU PILIH.
Aplikasi dibuat oleh pengembang yang menamakan
dirinya Developer Ganteng. Aplikasi ini memadukan data
API Pemilu dengan Politicawave.com. Salah satu wujudnya
adalah itur Melihat Statistik Media Sosial (Social Media
Analysis) tentang kandidat presiden/wapres, sehingga
pengguna bisa melihat tren popularitas dan elektabilitas
kandidat.
Fitur-itur menarik lainnya adalah navigasi dengan
mengunakan perintah suara (voice recognition), sehingga
pengguna tidak perlu menyentuh layar untuk memilih menu,
serta itur vote untuk memberikan suara kepada kandidat
yang dijagokan, yang hasilnya bisa dibagikan ke media sosial.
Selain itu, aplikasi ini menyediakan informasi biograi
kandidat dan beria-berita seputar pilpres dan kandidat.
175
API PEMILU
22. SIAPAPRESIDENKU
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 52: APLIKASI SIAPAPRESIDENKU.
Perbedaan SiapaPresidenku dibanding aplikasi-aplikasi
lainnya, adalah adanya itur yang menginformasikan laporan
keuangan kandidat. Selain itu, juga laporan pelanggaran
pilpres.
Selebihnya, aplikasi ini mengajak penggunanya
mengetahui kandidat lebih dalam.”Kamu tahu siapa calon
presiden dan wakil presiden?” demikian pertanyaan yang
diajukan oleh aplikasi. Sebuah pertanyaan retoris, karena di
bawahnya sudah tersedia fasilitas untuk mencari tahu lebih
banyak tentang kandidat. Mulai dari biograinya, hingga
janji-janjinya
Aplikasi ini menyediakan banyak pilihan badge yang bisa
di-share ke media sosial.
176
23. PEMILU KITA
Platform: Android
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 53: APLIKASI PEMILU KITA.
Aplikasi ini, Pemilu Kita, dibuat oleh DjakTechTeam.
Namanya sama dengan aplikasi Pemilu Kita yang dibuat
oleh Ximply Studio. Bedanya, aplikasi buatan Ximply Studio
dibuat pada hackathon di Bandung menjelang pemilu
legislatif, sedangkan aplikasi buatan DjacTechTeam dibuat
pada hackathon di Jakarta, menjelang pemilu presiden.
Aplikasi buatan DjakTechTeam ini berisi informasi
seputar proil kandidat, janji-janji, dan berita seputar
pilpres. Juga ada itur Voting Pemilu, yang memungkinkan
pengguna memberikan suara untuk kandidat yang
dijagokan.
177
API PEMILU
24. CAPRES SCORE
Platform: Android.
(Aplikasi Pilpres)
GAMBAR 54: APLIKASI CAPRES SCORE.
Aplikasi Capres Score dibuat oleh pengembang bernama
Ndorodev. Seperti namanya, aplikasi mengutamakan skor
kandidat.
Tapi, “Jumlah vote, persentase, serta rating terhadap
masing-masing capres. Tentu saja jumlah ini bukan melalui
proses survey yang sangat valid seperti lembaga-lembaga
survei yang ada,” demikian pengembangnya berterus terang.
Ndorodev juga berterus terang bahwa aplikasi ini
memfasilitasi penggunanya untuk menunjukkan dukungan
dan loyalitasnya kepada kandidat yang dijagokan. Yang bisa
diekspresikan dengan memberikan vote. Tujuannya, untuk
membangkitkan animo terhadap pilpres.
Seperti aplikasi lainnya, Capres Score juga menyediakan
informasi tentang proil kandidat.
178
25. HAYU NYOBLOS
Platform: Android
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 55: APLIKASI HAYU NYOBLOS.
Dari namanya, Hayu Nyoblos aplikasi ini bercita rasa
bahasa Sunda. Dan memang demikianlah aplikasi buatan
KAT Studio itu. Aplikasi ini dibuat untuk pemilih di Jawa
Barat, khususnya Kota Bandung, untuk memilih caleg muda
berprestasi, baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD. Proil
caleg-caleg muda berikut prestasinya, dipampang di aplikasi
ini.
179
API PEMILU
26. PEMILOE
Platform: Android.
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 56: APLIKASI PEMILOE.
Aplikasi Pemiloe atau Pemilu 2014, dibuat oleh developer
bernama HakimLabs. Aplikasi ini menampilkan partai
peserta pemilu dan caleg-calegnya. Selain itu, aplikasi ini
juga menghadirkan itur Jadwal Pemilu.
180
27. SEPUTAR PEMILU
Platform: iOS.
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 57: APLIKASI SEPUTAR PEMILU.
Salah satu yang menonjol pada aplikasi Seputar Pemilu,
adalah itur Cek Status. Dengan mengisinya, penggunanya
akan menjadi benar-benar yakin bahwa dia adalah pemilih
yang telah terdaftar, dan bisa melaksanakan hak pilihnya.
Melalui aplikasi ini, pengguna juga bisa mengecek data
partai-partai peserta pemilu dan caleg-calegnya. Pengguna
juga bisa mengikuti perkembangan berita pemilu.
181
API PEMILU
28. EMPU INFO
Platform: Web app
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 58: APLIKASI EMPU INFO.
Seperti namanya, Empu Info, aplikasi ini khusus
menampilkan caleg-caleg perempuan. Caleg-caleg tersebut
bisa di-sort per partai, per dapil, dan per kelompok usia.
Juga ada data perempuan yang paling tinggi elektabilitasnya
di banding yang lain.
182
Aplikasi ini menggugah penggunanya untuk memilih
caleg perempuan, dengan menyampaikan data bahwa
keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen masih
belum kunjung tercapai. Pada Pemilu 2009 lalu, misalnya,
hanya 18 persen perempuan yang masuk Senayan.
29. PEMILU INDONESIA 2014
Platform: iOS.
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 59: APLIKASI PEMILU INDONESIA 2014.
Aplikasi Pemilu Indonesia 2014, menurut pembuatnya,
menjawab kebutuhan pengguna. Sebab, sudah menyajikan
data partai politik peserta pemilu, caleg, dan berita-berita
tekini tentang pemilu.
183
API PEMILU
30. PEMILU
Platform: Android
(Aplikasi Pileg)
GAMBAR 60: APLIKASI PEMILU.
Sebagai aplikasi yang diperuntukkan untuk pemilu
legislatif, aplikasi bernama Pemilu ini berisi informasi
tentang partai politik peserta pemilu dan caleg-calegnya,
juga caleg perseorangan DPD. Meski demikian, aplikasi
ini juga memuat infomasi tentang kandidat presiden yang
banyak diperbincangkan.
EFEK API PEMILU YANG MENULAR
KE IMAM BONJOL
Seperti halnya gerakan open government data di
Amerika Serikat yang mengubah cara bekerja pemerintah di
negara Paman Sam menjadi lebih terbuka, API Pemilu pun
mulai memperlihatkan efek serupa. Sebab, dalam beberapa
hal, mulai mengubah cara Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dalam menyediakan data pemilu.
184
Melihat Hackathon Code for Vote, kompetisi pembuatan
aplikasi memanfaatkan database API Pemilu, di Bandung
Digital Valley, Maret 2014, yang disambut antusias oleh
para programmer dan pengembang aplikasi, KPU pun mulai
berpikir untuk mendigitalisasi data-data pemilu. “Ke depan,
saya pikir cara seperti itu merupakan keniscayaan untuk
dilakukan institusi seperti KPU, karena ujung-ujungnya,
keterbukaan membutuhkan teknologi. Karena itulah, saat
Perludem menggelar hackathon, kami meminta bisa nggak
digandeng dengan KPU,” kata anggota KPU, Ferry Kurnia
Rizkiyansyah, kepada penulis April lalu.
KPU penyelenggara Pemilu 2014, sebenarnya merupakan
yang paling terbuka dibanding KPU-KPU sebelumnya dalam
hal data pemilu. Meski demikian, keterbukaan tersebut masih
merupakan transparansi, belum lagi merupakan open data.
Itu terlihat dari format data yang dibuka KPU, yang berupa
PDF/JPEG. Data-data yang hanya bisa dibaca manusia atau
pengguna website, namun tak machine readable alias tak
bisa dibaca mesin (komputer), sehingga data-data tersebut
sulit digunakan dan didistribusikan kembali.
Maka, usai digelarnya hackathon di Bandung, KPU
mengundang Perludem untuk memberikan pelatihan
open data kepada penyelenggara pemlu. Perludem pun
meresponsnya dengan memberikan pelatihan open data.
“Isi dari pelatihan antara lain penjelasan tentang data,
bagaimana membuka data, alat-alat yang digunakan untuk
membuka data, bagaimana penerapan API Pemilu di
Indonesia, dan penerapan untuk membuka data di negaranegara lain,” tutur Program Oicer API Pemilu, Diah
185
API PEMILU
Setiawaty.
Di tengah proses pelatihan open data tersebut, KPU
bergerak lebih jauh. Menjelang pemilu presiden, KPU
telah membuka API bagi sebagian data-datanya, yaitu data
pemilih, data dapil, data caleg, data TPS, data partai, dan
data hasil penghitungan suara tingkat TPS (formulir C1),
yang bisa diakses melalui alamat berikut:
1.
Open data Pemilih: http://data.kpu.go.id
2.
Open data Dapil: http://dapil.kpu.go.id
3.
Open data Caleg: http://caleg.kpu.go.id
4.
Open data TPS: http://tps.kpu.go.id
5.
Open data Partai: http://partai.kpu.go.id
6.
Open data formulir C1: http://pemilu2014.kpu.go.id
Dan, tak lama kemudian, KPU memanen dampak
positifnya. Sebab, data-data hasil scan formulir C1,
yang didistribusikan melalui API KPU, dimanfaatkan
banyak kalangan untuk menghitung suara pilpres secara
gotong royong (crowdsourcing), antara lain dilakukan
Kawalpemilu.org. Hasil penghitungan ini memberi warna
yang kuat dalam perhelatan pilpres.
Sebab, selain memberi informasi hasil penghitungan
suara berbasis dokumen resmi, juga membangkitkan
partisipasi kalangan teknologi untuk terlibat aktif mengawal
hasil pemilu di tengah ketatnya persaingan dua kandidat.
Bahkan, crowdsourcing pun menemukan formulir C1
yang janggal, yang sangat bermanfaat untuk mengoreksi
ketelodoran penghitungan akibat human error, maupun
menutup peluang kecurangan sistematis dalam pilpres.
186
Masih muncul kritik tentang klaim open data dan API
oleh KPU itu. Meski demikian, banyak kalangan yang
menyampaikan apresiasi. Sebab, betapa pun upaya KPU
tersebut belum sempurna, namun telah mendemonstrasikan
kekuatan data terbuka, bahkan telah pula berdampak nyata.
GAMBAR 61: PELATIHAN OPEN DATA UNTUK PENYELENGARA PEMILU.
Hingga April 2015 lalu, sudah tiga kali pelatihan
diberikan, dan telah pula menghasilkan sejumlah temuan
dan rekomendasi. Antara lain tidak standarnya situs yang
dimiliki oleh KPU. Situs penyelenggara pemilu mulai dari
tingkat pusat sampai daerah, sangat tidak seragam dari sisi
nama domain, desain, dan penempatan data. Bahkan, ada
pula situs KPUD yang hanya menggunakan blog gratisan.
Isinya pun jarang diupdate. “Hasil identiikasi kami,
mayoritas website KPU tidak aktif. Sekitar 240 lebih tidak
aktif,” kata Titi Anggraini.
187
API PEMILU
Mengingat pentingnya situs-situs tersebut bagi
keterbukaan data pemilu, apalagi keterbukaan data oleh
para pegiat open data dimaknai sebagai online, maka situssitus tersebut pun direkomendasikan untuk dibenahi. Antara
lain, format situsnya distandardisasi, baik dari sisi nama
domain, bentuk website, dan struktur datanya. Terutama,
format data yang diunggah di situs-situs tersebut, mestilah
tidak semata PDF/JPEG, tapi juga format yang bisa dibaca
mesin.
Rekomendasi lainnya, adalah peningkatan kapasitas
dan kompetensi tenaga yang mengelola situs-situs tersebut,
baik di pusat maupun daerah. Untuk itu, KPU disarankan
bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berkecimpung
di bidang teknologi. Bahkan, KPU pun disarankan membuat
hajatan seperti hackathon dengan mengundang para
programmer dan developer untuk memanfaatkan data API
KPU. “Jadi, API Pemilu menggulirkan perbaikan aspekaspek penyelenggaraan pemilu kita,” kata Titi Anggraini.
SEKELUMIT KISAH PEMENANG
HACKATHON YANG MENERAPKAN
ALGORITMA BIRO JODOH UNTUK
MENILAI CALEG
“Gaul pisan. Buat yang pengen tahu tentang caleg-caleg
berkualitas tinggi mesti download nih, biar ga salah pilih.”
Demikian komentar Ahmad Faiz Nasshor di kolom review
aplikasi di Google Play Store. Dia pun langsung me-rate
dengan lima bintang.
Komentar puas juga disampaikan Kamal Fahrurizal.
188
“Sangat informatif buat kita yang butuh panduan biar gak
salah pilih nanti pas pemilu. Good job!,” tulisnya. Dia juga
me-rate aplikasi ini dengan lima bintang.
Rate sempurna juga diberikan oleh Rendy Wijaya.
“Inovatif. Aplikasi yg bisa mendorong pemilih2 baru untuk
ga golput dan memilih dengan lebih bijak.”
Tapi, ada pula yang menilai aplikasi tersebut dengan
nada minor, antara lain Angga Kusumadinata. “Nilai
yang ditentukan berdasarkan apa? Skala berapa? Tidak
dijelaskan sama sekali. Ini justru membuka celah developer
dibayar caleg untuk sewenang2 meningkatkan nilainya..
Jika dijelaskan, saya kasih 5 bintang.” Angga hanya rela
memberikan satu bintang untuk aplikasi ini.
Komentar senada disampaikan Bima Arywibowo. “Idenya
mantap! Tapi cara penilaian terhadap calegnya berdasarkan
apa?”
Semua komentar di atas adalah tentang aplikasi Orang
Baik yang dibuat Appkitchens, pemenang Hackathon API
Pemilu Code for Vote di Bandung Digital Valley, Bandung,
Maret 2014 lalu. Kontes ini digelar oleh Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bekerja sama dengan
The Asia Foundation.
“Ini bukan tentang popularitas dan pencitraan, tapi ini
semua tentang ‘Orang Baik’,” demikian slogan aplikasi ini.
Sejak dibenamkan di Google Play Store menjelang pemilu
legislatif, aplikasi berbasis Android ini diunduh sepuluh
ribu kali, dengan rate keseluruhan 3,8 delapan bintang.
Darimana Appkitchens dapat ide melakukan scoring
189
API PEMILU
caleg? Rupanya, mereka mengadaptasi ilmu perjodohan
dalam aplikasi itu. Maklum, ketiga anggota tim
pengembangnya, yaitu Oni, Ziyad, dan Farid, merupakan
merupakan pengelola Setipe.com, sebuah startup biro
jodoh.
Jadi, ilmu mak comblang rupanya yang diterapkan?
Mendapat pertanyaan ini, Oni hanya terbahak.
“Setipe.com itu situs dating online. Ketika pendaftaran
ada 150 pertanyaan psikologis yang diajukan, dan itu jadi
algoritma. Nah, karena kita lihat data-data caleg di API
Pemilu ada asal kampus, pendidikan terakhir, jabatan,
lokasi domisili, dan lain-lain, akhirnya kita putuskan bikin
algoritma seperti Setipe.com, berdasarkan data-data dari
API Pemilu,” Oni menjelaskan kepada penulis, April lalu.
GAMBAR 62: SKOR CALEG DI APLIKASI ORANG BAIK.
Tapi, tak semata ilmu dari Setipe.com yang mereka
terapkan. Oni yang mengaku terlibat dalam Gerakan Turun
190
Tangan dan Indonesia Mengajar, juga menerapkan cara
penilaian dari gerakan yang diinisiasi Anies Baswedan (kini
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah).
Soal mengapa endpoint caleg dan dapil yang mereka
ambil, padahal ada banyak endpoint lain? Oni mengatakan,
“Apa ya? Karena kita nggak bisa bikin game, jadi kita main di
data. Karena sudah biasa mainin data seperti di Setipe, jadi
kita mainin data calegnya. Lebih mudah, karena datanya
sudah tersedia lengkap, kita hanya nampilin.”
Semua data caleg di API Pemilu, bisa diakses melalui
aplikasi Orang Baik. Baik DPR, DPD, maupun DPRD
provinsi. Para pengguna aplikasi ini, tinggal mengetikkan
lokasi, dan memilih lembaga perwakilannya, maka akan
muncul nama seluruh caleg yang mewakili lokasi/dapil
tersebut.
Tapi, dalam soal ini, Appkitchens menerapkan
pendekatan yang lebih elastis soal dapil, sehingga sangat
memudahkan pemilih paling awam sekalipun. Orang Baik
tidak meminta pemilih mengetikkan nama dapil, yang
mungkin tidak familiar --karena dapil tak selalu merupakan
daerah utuh, tapi bisa gabungan kabupaten, dan diberi
nomor. Orang Baik menggunakan pendekatan nama kota,
yang disusun berdasarkan abjad.
Alhasil, seseorang yang ingin mengetahui siapa saja
caleg DPR di Jakarta Barat, misalnya, tidak perlu menghafal
Jakarta Barat itu masuk dapil DKI Jakarta berapa. Dia cukup
mengetikkan Jakarta Barat, dan halaman yang terbuka
kemudian adalah seluruh caleg yang mewakili Dapil DKI
Jakarta III (Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, dan
191
API PEMILU
Kabupaten Kepulauan Seribu).
Jika mengetikkan Jakarta Barat, tapi calegnya adalah
DPD, maka yang muncul adalah seluruh caleg DPD yang
mewakili DKI Jakarta. Itu karena daerah pemilihan DPD
adalah provinsi.
Caleg-caleg yang muncul tersebut, selain nama, juga ada
foto dan bobot penilaiannya. Caleg-caleg ini bisa di-sort
berdasarkan bobot nilai terendah, tertinggi, atau acak.
Melalui aplikasi tersebut, orang mudah melihat
dan menilai kualitas caleg, karena pengembang telah
membuatkan algoritma khusus untuk melakukan scoring
kapasitas caleg. Para caleg telah diberi nilai dengan skor 10
sampai 100. Pembobotan didasarkan pada akumulasi latar
belakang sang caleg.
Namun, untuk DPRD provinsi, aplikasi ini belum
maksimal. Misalnya, saat mengetikkan Jakarta Barat, maka
yang muncul adalah dapil DKI Jakarta-10. Padahal, untuk
pemilihan anggota DPRD provinsi, Jakarta Barat terdiri atas
dua dapil, yaitu Dapil DKI Jakarta-9 dan DKI Jakarta-10.
Selain nama caleg dan dapilnya, aplikasi ini juga
menampilkan pertanyaan paling sering diajukan atau
frequent ask question (FAQ). Misalnya, pertanyaan begini:
“Gue blom kedaftar di DPT, gue masih bisa nyoblos ga?
Kalo bisa, gimana caranya?” Dan, untuk mengetahui
jawabannya, pengguna tinggal memencet kotak “baca
selengkapnya”.
Karena aplikasi ini sangat membantu pemilih,
Oni mengatakan banyak mendapat sambutan positif.
192
“Alhamdulillah, kita beberapa kali masuk TV,” katanya.
Karena itu, jika saat hackathon AppKitchen hanya
membuat aplikasi ini berbasis Android, setelah itu mereka
mengembangkannya lebih lanjut. Appkitchens telah
membuat aplikasi Orang Baik dalam platform iOS dan web.
“Awalnya kita hanya bikin Android, karena kejar tayang,”
katanya.
Meski banyak sambutan positif, Oni tak menampik
adanya penilaian minor, karena nilai atau bobot seorang
caleg dinilai kontroversial. Appkitchens membagi bobot
penilaian untuk tingkat pendidikan 30 persen, tingkat
universitas (20 persen), pengalaman kerja (15 persen),
pengalaman organisasi (15 persen), umur (15 persen), dan
wawasan lingkungan (5 persen).
Betapa pun belum sempurna, namun apa yang dilakukan
Appkitchens, telah memperlihatkan kekuatan API, yang
meledakkan kreativitas para programmer dan developer,
bak anak bermain lego yang bisa memadukan berbagai
blok plastik, dan membuatnya dalam berbagai bentuk. Dan,
dalam kasus Orang Baik, itu antara lain terwujud dalam ide
brilian penggabungan algoritma biro jodoh, dengan data
pemilu.
Aplikasi ini memang belum sempurna. Tapi, jika
penilaian dan pembobotannya dibuat lebih baik lagi, ke
depan, aplikasi seperti ini bisa jadi akan menjadi pemandu
pemilih yang sangat baik.
193
API PEMILU
194
BAGIAN ENAM
Setelah API Pemilu
Melahirkan Bank Data
Pemilu Digital
API Pemilu bukan hanya bermanfaat saat pemilu,
tapi juga bermanfaat pascapemilu, antara lain untuk
menjembatani hubungan retak (broken linkage) pemilih
dengan yang dipilih.
API Pemilu telah mencatatkan beberapa rekor dalam
pemilu Indonesia. Selain merupakan penerapan teknologi
Application Programming Interface (API) pertama dalam
pemilu di Indonesia, API Pemilu juga telah memungkinkan
digelarnya hacker marathon (hackathon) data pemilu
pertama di dunia. Kolaborasi dua dunia: dunia para pegiat
pemilu, dengan dunia kaum programmer dan developer
teknologi informasi. Sebanyak 480-an aplikasi dan game
pemilu, adalah buah dari perhelatan itu.
Tapi, semua itu telah berlalu bersama usainya Pemilu
2014, dan menjadi kenangan indah yang distatiskan waktu.
Lalu, apa yang tersisa dari API Pemilu? Akankah API Pemilu
bakal bernasib seperti beruang kutub yang menghadapi
musim dingin, masuk ke gua-gua untuk berhibernasi,
menunggu musim semi pesta demokrasi pada 2019, untuk
195
API PEMILU
bermanfaat kembali? “O, tentu tidak, dong,” tepis Direktur
Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem), Titi Anggraini, kepada penulis, April 2015 lalu.
Titi menegaskan, API Pemilu tetap bermanfaat
pascapemilu. Data API Pemilu, antara lain, telah
dimanfaatkan untuk membuat aplikasi-aplikasi yang
berguna untuk merekatkan relasi wakil rakyat dengan
konstituen, seperti yang mewujud dalam aplikasi DPR Kita
dan Kilas DPR. Ini merupakan etape lanjutan dari pemilu.
Jika pada pemilu lalu yang digarap adalah caleg, kini giliran
caleg terpilih yang telah duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
Selain itu, API Pemilu juga segera dioperasikan dalam
perhelatan demokrasi lokal, pemilihan kepala daerah
(pilkada) serentak pada 2015 ini. Bahkan, API Pemilu
memperlihatkan tanda-tanda ‘diekspor’. Karena, sejumlah
negara melihat penerapan API Pemilu sebagai salah satu
best practice dalam pemilu Indonesia, dan berkeinginan
menerapkannya dalam pesta demokrasi di negaranya.
Sebelum membahas semua itu lebih jauh, sebenarnya ada
satu torehan penting lagi dari API Pemilu, yang sekaligus
menjadi milestone penting dalam pemilu Indonesia. Sebab,
berkat API Pemilu, Indonesia untuk pertama kalinya punya
database pemilu. Sesuatu yang patut disyukuri. Sebab,
bank data pemilu itu akhirnya terwujud setelah sebelas kali
pemilu!
Bahkan, lebih dari sekadar data database pemilu, API
Pemilu menghadirkan sebuah database yang relatif bersih,
terstruktur, dan --ini yang terpenting-- dalam format digital.
196
Format yang kompatibel dengan perkembangan zaman dan
kemajuan teknologi, di era kian mengarusutamanya gerakan
open data dan booming aplikasi dan gadget, seperti saat ini.
Format yang memudahkan data tersebut digunakan ulang
dan didistribusikan kembali melalui berbagai perangkat
teknologi, sehingga manfaat database pemilu tersebut bisa
berlipat ganda.
Format data digital itulah, yang membuat database API
Pemilu kembali bisa digunakan untuk membuat aplikasi
pascapemilu, seperti DPR Kita dan Kilas DPR. Bahkan,
lapak API Pemilu pun tetap dibuka untuk dimanfaatkan
oleh siapa pun, kapan pun, gratis! Itu karena API Pemilu
adalah API terbuka (open APIs). Tak perlu izin untuk
memanfaatkannya, tidak perlu surat menyurat, hanya perlu
login, dan mematuhi ketentuan lisensi penggunaan datanya.
GAMBAR 63: ILUSTRASI API PEMILU PERLUDEM SEBAGAI
PUSAT DATA PEMILU.
197
API PEMILU
Perludem pun tetap mengembangkan database tersebut,
sehingga ke depan, akan semakin banyak data yang tersedia.
“Data pemilu yang ada pada API Pemilu saat ini mencakup
data pemilu legislatif dan pemilu presiden. Sekarang, sedang
kami kembangkan untuk pilkada. Digitalisasi data pemilu
terus berjalan,” kata Titi.
Sambil mempersiapkan data API untuk Pilkada,
Perludem pun tetap memutakhirkan data-data pemilu
legislatif. Khususnya data tentang caleg DPRD, yang belum
seluruhnya tergarap. Dan, ini adalah pekerjaan besar,
karena jumlah caleg DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/
kota di seluruh Indonesia sekitar dua ratus ribu. “Sampai
April 2015, database DPRD provinsi sudah seratus persen
selesai. Sedangkan, database DPRD kabupaten/kota sekitar
60 persen selesai,” ungkap Titi.
API Pemilu pun masih bisa dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan, antara lain untuk menagih janji kampanye.
Sebab, API Pemilu mengawetkan data digital berisi visi, misi,
dan program partai, caleg, dan kandidat presiden/wapres.
Baik yang tertulis dalam dokumen, maupun janji-janji yang
diucapkan secara lisan dalam berbagai kesempatan. Jika
Anda berminat membuat aplikasi-aplikasi untuk menagih
janji, Anda bisa menyedot data-datanya di API Pemilu.
“Sekarang ini lebih mudah menagih janji kampanye, karena
semua terdokumentasi. Sekarang akses ada, informasi ada,
jangan berhenti. Buatlah pemimpin kita memenuhi apa
yang telah mereka sampaikan kepada pemilih,” kata Titi
Anggraini.
198
TABEL 11: DAFTAR ENDPOINT API PEMILU
Paket-paket yang disediakan di endpoint API Pemilu Perludem, hingga Juni 2015 lalu adalah
sebagai berikut:
Presidential Candidate API
The Presidential Candidate API is a service that provides information about candidates running for
president and vice-president in the 2014 Indonesian elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.calonpresidenapi.apiary.io/
Social Analytics API
Social Analytics API is a service that provides social media information from president candidates in
the 2014 Indonesian President Elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.socmedpemilu.apiary.io/
Stamps API
The Stamps API is a service that provides links to election-related stamps and banners that can be
overlaid on photographs.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.stampsapi.apiary.io/
Campaign Finance Report API
The Campaign Finance Report API is a service that provides information about campaign finance
reports in the 2014 Indonesian elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.laporandanakampanyeapi.apiary
Laporan Pelanggaran API
The Laporan Pelanggaran API is a service that provides election violation reports.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.electionviolationreportapi.apiary
Candidate API
The Candidate API is a service that provides information about legislative candidates who ran for
office in the 2014 Indonesian elections, including election results.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.candidateapi.apiary
Geographic API v1
The Geographic API is a service that provides information about geographic boundaries relevant to
Indonesian elections and civic government.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.geographicapi.apiary
FAQ Presiden API
The FAQ Presiden API is a service that provides answers to questions about rules and regulations
affecting the 2014 Indonesian Presidential elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.faqpresiden.apiary
Pertanyaan API v1
The Question API is a service that provides information about rules and regulations API in the 2014
Indonesian elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.peraturanapi.apiary
Pendidikan API v1
The Pendidikan API is a service that provides information about the Indonesian elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.pendidikanapi.apiary
199
API PEMILU
Berita API v1
Berita seputar Pemilu
Tautan ke dokumentasi: http://docs.beritaapi.apiary
Election Results API
The Election Results API is a service that provides information about election results from the 2014
Indonesian elections.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.electionresultsapi.apiary
Rekap DPT - DPK API
Rekap DPT - DPK API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai jumlah DPT (Daftar
Pemilih Tetap) dan DPK(Daftar Pemilih Khusus), data ini dilengkapi dari http://data.kpu.go.id/ss8.
php
Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapitulasidptdpk.apiary
Proporsi Kursi Perempuan API v1
Proporsi kursi perempuan di DPR dan yang lebih besar dari 30 persen di Kabupaten/Kota
Tautan ke dokumentasi: http://docs.proporsikursiperempuan.apiary
Hasil Pilpres API v1
Rekapitulasi hasil pemilihan presiden 2014
Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapitulasipilpres.apiary
Track Record Buruk API v1
Track record buruk anggota DPR
Tautan ke dokumentasi: http://docs.trackrecordburuk.apiary
Data Kekerasan API v1
Data Kekerasan
Tautan ke dokumentasi: http://docs.datakekerasan.apiary
Infografis Selasar API
Infografis Selasar API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai infografis - infografis,
data ini dilengkapi dari www.selasar.com
Tautan ke dokumentasi: http://docs.infografisselasar.apiary
DPR API v1
DPR API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Anggota DPR 2014-2019, data ini
dilengkapi dari www.wikidpr.org
Tautan ke dokumentasi: http://docs.anggotadpr2014.apiary.io
DPRD API v1
DPRD API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Anggota DPRD 2014-2019, data ini
dilengkapi dari http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/349
Tautan ke dokumentasi: http://docs.anggotadprd2014.apiary
Dapil API
Dapil API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai daerah pemilihan beserta
wilayahnya, data ini dilengkapi dari www.kpu.go.id (http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20
No%208%20thn%202012%20Pemilu%20Leg_oke.pdf)
Tautan ke dokumentasi: http://docs.dapil.apiary
200
Webnews API
Endpoint terkait berita seputar pemilu dari berbagai sumber berita.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.webnews.apiary
Calon Terpilih DPD
Calon Terpilih DPD adalah endpoint PemiluAPI yang menyediakan informasi mengenai Calon
Terpilih Anggota DPD dalam Pemilu Tahun 2014. Data ini dilengkapi dari http://www.kpu.go.id/
koleksigambar/SK_KPU_417_Penetapan_calon_terpilih_DPD_1452014.pdf
Tautan ke dokumentasi: http://docs.calonterpilihdpd.apiary
Produk Hukum (Regulasi)
Layanan ini menyediakan informasi seputar Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Surat / Edaran / Juknis / Lainlain, maupun Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.produkhukum.apiary
DIPA API
DIPA API adalah layanan API yang menyediakan informasi mengenai Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) Induk. Sample data: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/DIPA_KPU_2014.pdf
Tautan ke dokumentasi: http://docs.dipa.apiary
Realisasi Anggaran Pemilu API
Realisasi Anggaran Pemilu API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Realisasi
Anggaran Tahapan Pemilu 2014 Tahun Anggaran 2014. Sample data: http://www.kpu.go.id/
koleksigambar/REALISASI_DJPB_31_DESEMBER_2014_WEBSITE_1201201511.pdf
Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapanggaranpemilu.apiary
Ambang Batas API
Ambang Batas API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai partai politik peserta
Pemilu yang memenuhi dan tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sah secara nasional
dalam Pemilihan Umum. Sample Data: https://web.archive.org/web/20141028020937/http://www.
kpu.go.id/koleksigambar/952014_ambang_Batas.pdf
Tautan ke dokumentasi: http://docs.dapil.apiary
Perolehan Suara Partai API
Perolehan Suara Partai API yang menyediakan informasi mengenai Perolehan Suara Sah partai
Politik secara Nasional. Sample Data: https://web.archive.org/web/20141028020859/http://www.
kpu.go.id/koleksigambar/952014_Perolehan_suara_parpol.pdf
Tautan ke dokumentasi: http://docs.perolehansuarapartai.apiary
Perolehan Suara Pemilu API
Perolehan Suara Pemilu API menyediakan informasi perhitungan suara untuk Pemilu berdasarkan
wilayah/provinsi.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.perolehansuarapemilu.apiary
WEB KPU API
WEB KPU API adalah layanan yang menyediakan informasi mengenai alamat WEB KPU.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.webkpuapi.apiary.io
Potret Pemilu Kota Banda Aceh API
Potret Pemilu Kota Banda Aceh API adalah layanan yang menyediakan informasi mengenai pemilu
2014 diKota Banda Aceh.
Tautan ke dokumentasi: http://docs.potretpemilukotabandaacehapi.apiary
201
API PEMILU
APLIKASI DPR KITA
Aplikasi DPR Kita adalah sebuah ikhtiar untuk menjawab
persoalan klasik yang kerap terjadi pascapemilu, yaitu
merenggangnya hubungan rakyat dengan wakil rakyat.
Bahkan, bukan sekadar renggang, hubungan itu kerap
terputus (broken linkage).
Selama ini, hubungan wakil rakyat dengan konstituen,
memang terkesan hanya terjalin lima tahun sekali. Usai
pemilu, hubungan itu retak. Menjelang pemilu, barulah
rakyat didekati lagi. Begitu seterusnya, seperti lingkaran
setan. Ini merupakan sesuatu yang ironis. Sebab, wakil
rakyat telah dipilih langsung melalui sistem proporsional
terbuka, di mana pemilih tidak hanya memilih partai, tapi
juga mencoblos caleg.
Aplikasi DPR Kita diluncurkan di Jakarta pada Selasa, 24
Februari 2015, atau empat bulan setelah anggota legislatif
terpilih dilantik. Aplikasi ini dibuat Perludem bekerja sama
dengan berbagai unsur masyarakat sipil seperti Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesia Parliamentary
Center (IPC), Public Virtue, Kontras, Information and
Communication Technology (ICT) Watch, ICT Laboratory
for Social Change (i-Lab), dan Selasar.Com.
Pembuatan aplikasi ini tak didahului oleh hackathon
sebagaimana menjelang pemilu legislatif dan pemilu
presiden. Meski demikian, tetap ada seleksi terhadap para
aplikan, yang dilakukan oleh enam juri dari tiga organisasi.
Dan, yang terpilih adalah tim GITS Indonesia. Tim ini
merupakan salah satu pengembang perangkat lunak peserta
202
Hackathon Code for Vote 2.0 Challenge, menjelang Pilpres
2014 lalu, yang membuat aplikasi Pilpres Duo. Aplikasi
DPR Kita berbasis platform Android, iOs, dan web, dan bisa
diunduh secara gratis lewat Google Play Store, Apple Store,
dan lain-lain. Selain itu, aplikasi ini juga dikembangkan
dengan itur khusus untuk penyandang disabilitas.
Lalu, apa yang bisa dilakukan dengan aplikasi ini untuk
merekatkan hubungan rakyat dengan wakil rakyat agar
tak broken? Sebelum menjawabnya, mari kita periksa
latar belakang pemikiran yang menghinggapi kalangan
masyarakat sipil, yang akhirnya bermuara pada pembuatan
aplikasi DPR Kita.
Berdasarkan identiikasi mereka, fenomena broken
linkage itu bukan semata karena keengganan masyarakat
menyampaikan aspirasinya, tapi juga karena ketidaktahuan
bagaimana menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat
yang telah dipilihnya. Selain itu, wakil rakyat pun memiliki
keterbatasan dalam menjangkau seluruh masyarakat di
daerah pemilihannya. Nah, persoalan inilah yang coba diatasi
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi.
Teknologi yang membuat rakyat bisa berinteraksi langsung
dengan wakil rakyat, dan wakil rakyat pun bisa merespons
langsung aspirasi dan keluh kesah konstituennya.
Komunikasi dua arah yang difasilitasi aplikasi seperti
DPR Kita ini semakin mungkin dan mudah, karena
pengguna gadget di Indonesia pun telah mencapai sekitar
seratus juta orang. Jumlah ini sudah lebih dari separuh
dari total jumlah pemilih terdaftar, yang pada Pemilu 2014
sekitar 190 juta. Dan, jumlah pengguna gadget tersebut
203
API PEMILU
bakal terus bertambah, mengingat Indonesia merupakan
salah satu pasar gadget terbesar dunia. Lembaga riset pasar
terbesar Jerman, Gesellschaft für Konsumforschung (GfK),
memprediksi pada 2015 Indonesia bercokol di peringkat
ketiga pasar gadget setelah India dan Cina.
“Selama ini, kendala masyarakat dalam menyampaikan
aspirasinya, antara lain, karena tidak didukung sarana yang
baik. Komunikasi antara Dewan dengan masyarakat lebih
sering difasilitasi media massa, yang pesannya bisa saja
telah terdistorsi. Karena itu, melalui aplikasi ini, persoalan
komunikasi tersebut diharapkan teratasi, sehingga rakyat
dan wakil rakyat bisa saling memahami,” kata Ketua
Perludem, Didik Supriyanto, saat peluncuran aplikasi DPR
Kita.
Indra Pahlevi dari Pusat Pengkajian Pengolahan Data
dan Informasi DPR mengakui sampai saat ini DPR masih
menggunakan cara lama dalam menampung aspirasi
masyarakat. Yaitu, rakyat menyampaikan aspirasi dengan
langsung datang ke DPR, menyampaikan aspirasi lewat
demonstrasi, atau berkirim surat. Karena itu, dia menilai
kemajuan teknologi informasi perlu dimanfaatkan untuk
mendukung kinerja DPR (Rumah Pemilu, 25 Februari 2015:
Pemanfaatan Teknologi Informasi Mendukung Demokrasi
Berkualitas).
Lalu, apa yang ada di aplikasi DPR Kita? Mari kita periksa.
Aplikasi ini berisi informasi 560 anggota DPR yang mewakili
77 daerah pemilihan (provinsi atau gabungan kabupaten/
kota). Masyarakat yang telah mengunduh aplikasi ini,
bisa mengintip proil anggota DPR, agenda kegiatan DPR,
204
komisi-komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya serta
fungsi-fungsinya, berita-berita seputar DPR, hingga datadata yang disajikan secara renyah dalam bentuk infograis.
Melalui aplikasi DPR Kita, masyarakat bisa
menyampaikan aspirasinya secara langsung dan seketika.
Aspirasi itu bisa ditujukan ke alamat spesiik, yaitu wakil
rakyat yang mewakili daerah pemilihannya, atau wakil
rakyat yang duduk di komisi tertentu. Berikut beberapa
aspirasi yang sudah disampaikan melalui DPR Kita:
• “Assalamu’alaikum wr. wb. Kami mohon partisipasinya
bahwa lihat lah juga desa kami yang tertinggal, jangan
lihat desa yang dekat kota saja. Bahwa kami mohon
partisipasinya untuk membangun jalan desa kami,
Desa Cumpiga, Kecamatan Awangpone, Kabupaten
Bone.” (Aspirasi ini disampaikan oleh Sabrisaputra, pada
9 Juni 2015, ditujukan kepada H Andi Iwan Darmawan
Aras SE, wakil rakyat dari Dapil Sulsel II yang terdiri atas
Kabupaten Bone, Sinjai, Maros, Bulukumba, Pangkajene
Kepulauan, Barru, Soppeng, Wajo, dan Kota Parepare).
• “DPR bersama dengan pemerintah harus segera
bertindak terkait ditemukannya “Beras Sintesis” atau
“Beras Plastik.” Mentan, Mendag dan Aparat Kepolisian
harus pastikan kejadian serupa tdk akan ada di bulan
puasa dan seterusnya. Salam wonk Banten.” (Aspirasi
ini disampaikan oleh Asmuni Rakhman pada 21 Mei
2015. Aspirasi ini ditujukan kepada Komisi IV DPR
yang membidangi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Kelautan, Perikanan, dan Pangan).
205
API PEMILU
Aspirasi yang disampaikan kepada komisi-komisi DPR
biasanya ditindaklanjuti dengan tiga fungsi kelembagaan
DPR, yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran. Sedangkan,
aspirasi yang disampaikan konstituen kepada wakil rakyat
yang mewakili dapil tertentu, sangat spesiik. Dan, cara ini
akan memancing wakil rakyat melaksanakan fungsinya yang
selama ini terbilang terbengkalai, yaitu fungsi representasi.
GAMBAR 64: APLIKASI DPR KITA
206
Dengan fungsi representasi ini, seorang wakil rakyat
turun langsung memperjuangkan kepentingan konstituen
di daerah pemilihannya, termasuk dalam soal sehari-hari
seperti jalan rusak, sekolah mahal, dan lain-lain. Selain
bermanfaat bagi pada konstituen karena aspirasinya bisa
tersalur ke alamat yang tepat, aplikasi ini pun bermanfaat
bagi anggota DPR karena mereka bisa mendapatkan
informasi yang up to date dari warga di distrik pemilihannya.
Fitur Geo Tagging di aplikasi DPR Kita juga sangat
membantu menghubungkan konstituen dengan wakilnya.
Sebab, dengan sistem berbasis lokasi (location based
system), pengguna aplikasi ini akan langsung melihat
anggota DPR dari dapil secara real time berdasarkan tempat
dibukanya aplikasi. Maksudnya, anggota DPR yang muncul
di aplikasi, adalah anggota DPR yang berasal dari daerah
pemilihan di mana aplikasi ini dibuka.
Di aplikasi DPR Kita, anggota DPR juga diberi keleluasaan
memublikasikan berbagai informasi dan foto-foto
kegiatannya, sehingga bisa diketahui oleh konstituennya.
Mulai dari kegiatan persidangan, program kerja, hingga
kinerja dan prestasi-prestasi sang anggota Dewan, yang
boleh jadi tidak terpublikasi di media.
Titi Anggraini menegaskan bahwa partisipasi politik
masyarakat tak harus berakhir bersama berakhirnya pemilu.
Sebab, partisipasi politik tidak semata memberikan suara
di TPS, melainkan juga terlibat aktif dalam menyuarakan
aspirasi kepada wakil rakyat yang telah dipilihnya, terutama
dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Meski pemilu telah berakhir, Titi menegaskan, masyarakat
207
API PEMILU
tetap memiliki hak untuk berinteraksi secara langsung
dengan para wakilnya di parlemen. Mulai dari menagih
janji-janji yang disampaikan para wakilnya saat kampanye,
hingga berkeluh kesah tentang berbagai persoalan di daerah
pemilihan, dan berbagai uneg-uneg lainnya.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK),
Ronald Roiandri, mengatakan pemanfaatan teknologi
bukan hanya akan mempercepat penyampaian informasi
dari konstituen kepada wakil rakyat, dan sebaliknya, tapi
juga akan membuat DPR bisa berhemat. Sebab, untuk
menyerap aspirasi, DPR tak perlu mengeluarkan banyak
anggaran untuk menggelar pertemuan formal. Anggota
DPR pun bisa melakukan pendidikan politik dengan
memanfaatkan teknologi tersebut.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mengatakan aplikasi DPR
Kita yang bisa dioperasikan dengan telepon pintar, pas di
tangan dan mudah digunakan. Dia berpendapat aplikasi
tersebut dapat diintegrasikan dengan upaya DPR menuju
parlemen modern. Sebab, aplikasi ini memungkinkan
kegiatan anggota Dewan di-update, termasuk dalam masa
reses. Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui apa
yang sedang dilakukan anggota Dewan. (Rumah Pemilu,
Sabtu 7 Maret 2015: DPR Ingin Adopsi Aplikasi DPR Kita
dan DPR Segera Proses Integrasi Aktivitas dengan Aplikasi
DPR Kita).
Aplikasi serupa dibuat oleh pengembang aplikasi Gulajava
Ministudio. Aplikasi yang memanfaatkan API Pemilu ini
bernama Kilas DPR. Aplikasi ini bukan hanya memuat
anggota DPR terpilih, tapi juga anggota DPRD. Selain itu,
208
aplikasi ini berisi berita dan infograis, fraksi, komisi dan
alat kelengkapan DPR lainnya, daerah pemilihan anggota
DPR, hingga telepon dan email DPR untuk menyampaikan
pengaduan.
“Mimpi kami ke depan, apa yang telah dibuat dengan
DPR Kita, bisa diadopsi untuk DPRD dan kepala daerah.
Jika ada developer yang membuat aplikasi seperti DPR
Kita untuk DPRD dan kepala daerah, kami sangat senang
hati, karena semangat API Pemilu adalah melayani pemilih.
Kami menyediakan data awal, alat-alat awal, yang bisa
dikembangkan terus oleh berbagai pihak. Kami percaya
teknologi akan terus berkembang, karena itu dia tidak bisa
dibatasi. Gerakan open data akan melanjutkan inovasi
dan penguatan partisipasi dari waktu ke waktu,” papar Titi
Anggraini.
API PEMILU DI ARENA PILKADA
Pada pilkada serentak di 269 daerah yang digelar pada
2015, API Pemilu akan kembali ambil bagian. Bahkan,
penerapan API Pemilu di arena pilkada sekaligus menjadi
kesempatan untuk memperbaiki penerapannya pada pemilu
legislatif dan pemilu presiden.
Tak seperti dalam pileg dan pilpres di mana para peserta
kontes pembuatan aplikasi (hackathon) bebas mengambil
tema data atau endpoint yang ingin mereka kerjakan,
pada penerapan API Pemilu di arena pilkada nanti akan
sedikit berbeda, karena akan dibuat lebih fokus. Perludem
merencanakan membuat lomba pembuatan aplikasi per
kategori. Dengan demikian, Perludem berharap seluruh
209
API PEMILU
paket data yang disediakan bisa tergarap.
Dalam pilkada, paket-paket yang bakal disediakan antara
lain proil kandidat kepala daerah, rekam jejaknya, janjijanjinya, laporan harta kekayaan kandidat, laporan dana
kampanye, data pemilih, dan lain-lain.
“Untuk integritas pemilu, kalau memungkinkan, kami
juga merencanakan membuat aplikasi untuk memudahkan
penjangkauan pemilih untuk melaporkan pelanggaran,
menyampaikan temuan di lapangan. Tapi, tentu aplikasi
yang membangun relasi pemilih dengan pengawas pemilu
ini hanya bisa efektif kalau pengawas pemilunya responsif
terhadap aplikasi-aplikasi ini,” kata Titi Anggraini.
Pada hackathon menjelang pileg dan pilpres lalu, para
programmer dan developer kebanyakan menggarap
endpoint caleg dan kandidat presiden/wapres. Ini wajar
belaka, karena yang paling menarik memang tentang
kandidat yang bertarung, sebagaimana prinsip jurnalisme,
yaitu names make news. Tapi, itu berarti, paket-paket lain
yang sudah disediakan menjadi kurang tergarap maksimal.
“Dari list endpoint API Pemilu berdasarkan statistik
yang pemilu kemarin, yang paling banyak digunakan adalah
kandidat (caleg), kemudian geographic, calon presiden,
stamps, FAQ-presiden, dana kampanye, dan pendidikan
pemilih,” cerita Program Oicer API Pemilu Perludem, Diah
Setiawaty.
Untuk pilkada, Perludem merencanakan menerapkan
API Pemilu untuk seluruh pemilihan gubernur dan sejumlah
pemilihan bupati/wali kota. Pada 2015, pilkada digelar
210
serentak di 269 daerah, yang terdiri atas sembilan provinsi
dan 260 kabupaten/kota. Kesembilan provinsi tersebut
adalah Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Kepulauan Riau,
Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
Hackathon API Pemilu untuk pilkada digelar setelah
selesainya proses pencalonan kepala daerah, dan kandidat
gubernur dan bupati/wali kota telah pasti. “Kami
menargetkan hackaton sekitar September-Oktober,”
katanya.
Hackathon bakal digelar di dua kota, yaitu Jakarta
dan Surabaya. Kelima kota itu mewakili tiga zona waktu
Indonesia. Untuk Indonesia barat, kemungkinan digelar
di Jakarta, Surabaya, atau salah satu kota di Sumatra.
Untuk Indonesia tengah, kemungkinan digelar di Bali,
Kalimantan, atau Sulawesi. Sedangkan, untuk Indonesia
timur, kemungkinan digelar di Maluku.
Hackathon bakal digelar di dua kota yaitu Jakarta dan
Surabaya. Jakarta dipilih karena merupakan representasi
dari KPU RI, sehingga seluruh data pilkada yang masuk
dan dapat dibuka oleh publik, akan diubah menjadi API
end point dan digunakan dalam kompetisi. Sedangkan,
untuk Surabaya, Perludem akan bekerja sama dengan KPU
Kota Surabaya dalam menyelenggarakan hackathon untuk
Pilkada Kota Surabaya.
211
API PEMILU
GRAFIK 13: PENETRASI PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA
BERDASARKAN WILAYAH
Apakah hackathon API Pemilu dalam pilkada nanti
akan menyekat-nyekat para programmer dan developer
IT berdasarkan zona? Titi mengatakan tidak harus. Sebab,
pekerjaan memanfaatkan data online bersifat lintas batas
(borderless). Sehingga, developer lokal maupun nasional
bisa masuk ke mana saja.
“Kami berharap programmer dan developer lokal
212
lebih berpartisipasi, sehingga bisa memberi kredit poin
bagi daerah. Tapi, kalau developer nasional masuk, saya
kira nggak masalah. Pekerjaan membuat program itu kan
sebenarnya tidak memerlukan kehadiran isik, karena
datanya tersedia online. Contohnya, pada hackaton pertama
[menjelang pemilu legislatif], pemenang ketiga, Alexier,
yang membuat aplikasi Caleg Store, adalah para mahasiswa
Indonesia di Singapura. Ada juga pembuat aplikasi
berplatform iOS yang bekerja di Kuwait,” papar Titi.
Sebenarnya, kata Titi, penerapan API Pemilu dalam
pilkada, tak ubahnya duplikasi belaka dalam penerapannya
di arena pileg dan pilpres. Meski demikian, bukan berarti
tak ada kesulitan yang bakal menghadang. “Apakah KPUDKPUD sudah memahami API dan open data, itu merupakan
tantangan tersendiri,” katanya.
Titi mengatakan, untuk pilkada, Perludem akan
membatasi enumerator atau data collector, sebagaimana
menjelang pemilu legislatif lalu, karena Perludem ingin
mendorong penerapan API Pemilu dalam pilkada sebagai
kerja kolaboratif dengan KPU. Jika komitmen KPU
pada open data sudah terbukti, Titi mengatakan urusan
penerapan API Pemilu di arena pilkada akan lebih mudah.
Akan lebih baik lagi, kata Titi, jika data-data pilkada
tersebut bisa langsung dikonsolidasi oleh KPU pusat,
minimal data pasangan calon dan dukungan terhadap
pasangan calon, baik yang diajukan partai maupun calon
perseorangan. Atau, untuk data pilkada tingkat kabupaten/
kota, misalnya, bisa didapatkan di KPU provinsi, sehingga
lebih mudah mengumpulkan datanya, karena tak perlu ke
213
API PEMILU
semua KPU kabupaten/kota.
“Selama ini, data itu tidak tersentralisasi. Kalau KPU dapat
memberikan data itu, maka kita bisa buat API-nya untuk
seluruh Indonesia. Tapi, kalau data itu tidak terkonsolidasi,
maka paling tidak kita menargetkan menggarap data
pilkada di delapan provinsi. Sedangkan, untuk kabupaten
kota, kita akan usahakan untuk daerah-daerah yang mudah
kita jangkau dari sisi transportasi dan geograis,” kata Titi.
Bahkan, kata Titi, alangkah lebih baik lagi jika pembuatan
API untuk pilkada itu, menjadi inisiatif KPU. “Ke depan
kami berharap ini bisa menjadi inisiatif KPU. Akan lebih jika
KPU mampu menggerakkan jajarannya untuk melakukan
digitalisasi data yang diperlukan publik. Kami berharap
setiap KPUD memiliki API. Sehingga, dengan anggaran
yang ada pada mereka, bisa mengajak para programmer
dan developer yang sesungguhnya juga stakeholder pemilu.
Dengan luasan dan besaran wilayah Indonesia, kami
meyakini KPU sebagai satu-satunya aktor tidak cukup. Perlu
kontribusi dan partisipasi dari masyarakat dan stakeholder
lain,” paparnya.
Titi pun mengatakan tak mempermasalahkan jika even
hackathon itu digarap KPU. “Kalau KPU bisa mengajak para
programmer dan developer berpartisipasi, sangat luar biasa.
Karena, pengalaman kami di hackaton pertama dan kedua,
para developer mengatakan ‘wah ternyata bekerja dengan
data pemilu juga asyik yaa... banyak hal yang bisa dilakukan
dengan politik kita dan pemilu kita’. Karena itu, untuk
menjamin kelancaran kerja sama kami dengan KPU, kami
akan membuat memorandum of understanding tentang
214
implementasi open data dan pendidikan pemilih di KPU.”
Titi mengatakan, pengalaman Perludem menggelar dua
kali hackathon, biayanya tidaklah terlalu besar. Perludem
hanya menyediakan hadiah yang tidak tergolong besar
dibanding aplikasi yang dihasilkan.
MENGEKSPOR API PEMILU
API Pemilu, merupakan sebuah praktik terbaik (best
practice) dalam pemilu Indonesia. Karena itu, sejumlah
negara pun sudah mulai menjajaki kemungkinan penerapan
API untu pemilu di negaranya. Antara lain Myanmar dan
sejumlah negara lain di kawasan ASEAN, hingga negara
yang teknologinya tergolong maju seperti Taiwan.
“Dari sisi demokrasi dan pemilu, harus kita akui
Indonesia punya banyak kelebihan yang bisa dibagikan
kepada negara-negara tetangga. Cerita sukses Indonesia
ini jangan jadi konsumsi domestik kita saja. Kami ingin
membagi succes story atau pengalaman yang baik ini,
sehingga sinergi dan kolaborasi teknologi dan pemilu juga
melahirkan penguatan berbagai aktor dan tahapan pemilu
di negara-negara tetangga, khususnya ASEAN. Karena di
ASEAN, dalam konteks ekonomi saja kita menjadi satu
komunitas. Itu merupakan salah satu unggulan diplomasi
dalam membangun persahabatan dengan negara-negara
lain,” papar Titi Anggraini.
215
API PEMILU
GAMBAR 65: KUNJUNGAN KPU MYANMAR KE PERLUDEM, APRIL 2015,
UNTUK MEMPELAJARI API PEMILU.
Titi menambahkan, di Indonesia yang sistem pemilunya
rumit, dengan tantangan geograis dan manajemen pemilu
yang juga pelik, teknologi telah memudahkan pemilih
dan mendorong peningkatan partisipasi dan kepercayaan
kepada pemilu. Apalagi, jika teknologi itu diterapkan di
negara-negara yang sistem pemilunya lebih sederhana,
dengan tantangan geograis dan manajemen pemilu yang
tak terlalu ruwet, dan dengan tingkat melek huruf yang
tinggi.
Program Oicer API Pemilu, Diah Setiawaty, mengatakan
negara yang tertarik dengan API Pemilu adalah Taiwan dan
Myanmar. Pada April 2015 lalu, misalnya, delegasi KPU
Myanmar mengunjungi Perludem untuk mempelajari API
Pemilu. Selain itu, Diah juga menginformasikan bahwa pada
awal Agustus 2015, staf Kementrian Teknologi, Informasi,
dan Komputer (TIK) dari Ethiopia, juga mengunjungi
Perludem untuk mempelajari penerapan open data di
Indonesia, di khususnya di bidang Pemilu.
216
Pada Mei 2015 lalu, di Timor Leste, Perludem
mempresentasikan penerapan API Pemilu kepada
stakeholder pemilu di negara-negara ASEAN. Pada
bulan yang sama, “Kami juga diundang ke Kanada
untuk mempresentasikan API Pemilu dan bagaimana
perkembangan open data pemilu di Indonesia,” kata Diah
Setiawaty.
API PEMILU, PEMILU LIMA KOTAK,
DAN REKAYASA PEMILU
Peran API Pemilu bakal semakin penting pada Pemilu
2019 mendatang. Sebab, saat itu, pemilu akan semakin
ruwet. Karena, ada lima jabatan yang dipilih, yaitu presiden/
wapres, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi,
dan anggota DPRD kabupaten/kota. Dengan pemilu lima
kotak itu, kandidat dan isu pemilu presiden bakal lebih
banyak menyedot perhatian calon pemilih. Maka, bisa
dibayangkan betapa isu-isu pemilu legislatif dan pengenalan
caleg pada 2019 nanti, bakal lebih sulit dibanding pemilupemilu sebelumnya.
Karena itu, penerapan API Pemilu bisa menjadi salah
satu jalan keluar agar calon pemilih yang overload tidak asal
nyoblos. Sebab, mereka bisa memeriksa kandidat presiden/
wapres, anggota DPR, DPD, dan DPRD, berikut visi, misi,
dan programnya secara mudah, melalui perangkat teknologi
yang dekat dengan mereka, bahkan menjadi bagian dari
keseharian mereka, yaitu gadget.
Memang, pemilu lima kotak ini belum inal. Kendati
Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan tentang
217
API PEMILU
penyelenggaraan secara serentak pemilu presiden dengan
pemilu legislatif, masih terbuka tafsir untuk melanjutkan
rekayasa pemilu serentak dalam format pemilu nasionallokal. Pada format nasional-lokal, ini, pemilu nasional
digelar untuk memilih presiden/wapres, anggota DPR,
dan anggota DPRD. Sedangkan, pemilu lokal digelar untuk
memilih gubernur/bupati/wali kota dan wakil-wakilnya,
serta anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Penataan waktu penyelenggaraan pemilu dalam format
pemilu nasional-lokal ini, telah menjadi solusi di berbagai
negara, antara lain Brasil. Sebab, pemilihan presiden yang
dibarengkan dengan lembaga legislatif, misalnya, telah
membuat eksekutif dan legislatif dikuasai oleh partai/koalisi
partai yang sama. Sehingga, cara ini berhasil mencapai
tujuan pemilu yaitu penguatan sistem presidensial, yang
membuat demokrasi lebih stabil.
Mengapa eksekutif dan legislatif bisa dikuasai oleh partai
yang sama? Itu karena saat pemilu serentak, bandwagon
efect bekerja. Ini merupakan sunatullah dalam pemilu, yang
membuat pemilih capres A, misalnya, cenderung memilih
partai yang juga mengusung capres A.
Meski demikian, merupakan sesuatu yang tak elok jika
pemilih dibiarkan begitu saja ditarik oleh isu dan emosi
pilpres. Pemilih tetap perlu ruang untuk mengenal kandidat
presiden/wapres, partai dan caleg yang dipilihnya, sehingga
dia memilih berbasis pada alasan-alasan rasional seperti
rekam jejak, visi, misi, dan program-programnya. Sehingga,
orang-orang baiklah yang kelak terpilih. Di situlah teknologi
sangat berperan mempermudah terjadinya pencerahan.
218
Masih ada satu rekayasa pemilu lagi yang punya kans
untuk diterapkan ke depan, yaitu mengubah sistem
pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional
tertutup. Perubahan sistem ini justru membuat teknologi
kian dibutuhkan, agar perubahan sistem itu tak sekadar
menjadi sebuah langkah set back, atau menuju sesuatu yang
sebenarnya sudah masuk kategori old fashion.
Sebab, keinginan mengubah sistem pemilu dari terbuka
menjadi tertutup, mensyarakatkan beberapa hal. Pertama,
rekrutmen caleg dilakukan secara terbuka, melalui
mekanisme pemilu pendahuluan (preliminary election).
Sehingga, caleg yang menempati nomor urut teratas, telah
melewati mekanisme demokrasi internal, bukan semata
berdasarkan selera para oligark partai, sebagaimana yang
dikritik dari sistem ini. Prinsipnya, sistem pemilu tertutup,
tapi partainya harus terbuka.
Kedua, karena para caleg itu tak lagi tampil di surat
suara, maka nama-nama caleg --yang implisit berada di
balik gambar partai di surat suara-- tersebut perlu lebih
disosialisasikan. Dan, lagi-lagi teknologi bisa mengambil
peran penting. Karena, API Pemilu bisa mengirimkan proil
para caleg berikut fotonya langsung ke genggaman pemilih
(gadget), melalui aplikasi-aplikasi pemilu. Ya, apapun
rekayasa pemilu yang dilakukan ke depan, teknologi telah
menjadi kebutuhan yang tak terelakkan, terutama teknologi
informasi dan komunikasi (TIK).
219
API PEMILU
220
BAGIAN TUJUH
Masa Depan API Pemilu:
Menuju Smart Election
Penerapan teknologi dalam pemilu sering terjebak pada
what dan how, tapi lupa membicarakan why (Basuki
Suhardiman, pakar teknologi informasi ITB).
PERKEMBANGAN teknologi yang kian pesat, terutama
teknologi informasi dan komunikasi (TIK), membuat
pembicaraan orang kini bergeser semakin jauh. Pembicaraan
tak lagi sekadar tentang telepon pintar (smartphone), tapi
juga tentang kota pintar (smart city). Dalam hubungan
teknologi dengan pemilu dan demokrasi, pembicaraan pun
merambah istilah-istilah unik seperti e-pemilu, pemilu
digital, demokrasi digital, hingga democracy 2.0.
Smart city yang kini sudah merambah Indonesia, adalah
sebuah konsep pengelolaan sebuah kota yang bertumpu
pada pemanfaatan teknologi digital alias TIK. Misalnya,
untuk pelayanan publik, transportasi dan manajemen lalu
lintas, kesehatan, air dan limbah, dan lain-lain. Pemanfaatan
TIK itu antara lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan,
menekan biaya dan konsumsi sumber daya, dan melibatkan
partisipasi warga kota secara aktif dan efektif.
221
API PEMILU
Lalu, bagaimana dengan pemilu? Seperti halnya
penerapan teknologi untuk pengelolaan sebuah kota, yang
diharapkan memecahkan masalah-masalah kota, penerapan
teknologi dalam pengelolaan pemilu pun merupakan sesuatu
yang juga diharapkan memecahkan masalah-masalah
pemilu. Sehingga, seperti halnya penerapan teknologi dalam
pengelolaan kota yang kemudian melahirkan istilah smart
city, penerapan teknologi dalam pengelolaan pemilu pun
menjadi tak berlebihan jika disebut sebagai sebuah smart
election.
Tapi, sebelum menuju smart election, perlu pula untuk
membuat pilihan teknologi secara smart. Benar bahwa
itrah teknologi adalah mempermudah dan mempermurah.
Tapi, salah pilih teknologi, justru bisa menjadi bumerang,
membuat pemilu semakin ruwet, runyam, dan mahal.
Sejumlah negara maju maupun berkembang, sudah
melakukan uji coba penerapan teknologi itu. Ada yang
berhasil, ada pula yang gagal. Mari kita tengok beberapa
kasus.
BEBERAPA KASUS BLUNDER
PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM PEMILU
Salah satu blunder penerapan teknologi yang cukup
tragis dalam pemilu, pernah terjadi di Kenya pada Pemilu
2013 lalu. Pemilu untuk memilih presiden, anggota DPR,
anggota Senat, dan gubernur, di negara kelahiran Barack
Hussein Obama senior, tersebut, berambisi menorehkan
sejarah sebagai pemilu paling modern dalam sejarah Afrika.
Pemilu yang serba elektronik dan terkomputerisasi.
222
Alat-alat canggih pun didatangkan. Mulai dari laptop
berisi data pemilih; perlengkapan identiikasi biometrik
termasuk di antaranya alat pemindai sidik jari, dan; SMSrelay untuk mengirimkan hasil penghitungan suara dari TPS
secara real time ke Pusat Tabulasi Nasional di Nairobi, ibu
kota Kenya. Dengan peralatan-peralatan itu, pemilu Kenya
memang akan menjadi pemilu yang hi tech.
Kenya, seperti ditulis dalam laporan NPR bertajuk How
Kenya’s High-Tech Voting Nearly Lost The Election, sedang
melakukan ‘lompat katak’ dalam soal teknologi. Kendati
jalan-jalan di Kenya banyak yang belum diaspal, meski
23 persen wilayah Kenya belum dialiri listrik, pemerintah
negara itu rela merogoh kocek sampai 10 miliar dolar AS
untuk membangun Silicon Savannah, yang diidamkan
sebagai magnet startup IT di benua Afrika. Negara yang
bahkan tak punya jaringan kabel telepon bawah tanah
memadai untuk sambungan ixed line ini juga membangun
software populer untuk keperluan transfer uang secara
online.
Namun, mimpi sebagian kelas menengah Kenya, bahwa
teknologi akan membawa napas baru dalam pemilu,
menjadikan pemilu lebih fair dan transparan, berubah
menjadi mimpi buruk. Infrastruktur yang tak memadai,
membuat penerapan teknologi bukan menjadi pemecah
masalah, tapi malah menjadi masalah.
NPR menyatakan persoalan pertama yang muncul pada
hari H pemilu di Kenya, adalah baterai-baterai laptop yang
drop sebelum TPS ditutup, sementara sekolah-sekolah
yang dijadikan lokasi TPS tak dialiri listrik. Kemudian, alat
223
API PEMILU
identiikasi biometrik juga banyak mengalami gangguan, dan
ketika peralatan tersebut terpaksa di-restart, petugas TPS
tak bisa lagi mengaksesnya, karena mereka tak diberitahu
PIN dan password-nya.
Walhasil, alih-alih mempermudah dan mempercepat,
penggunaan alat-alat canggih tersebut justru mempersulit
dan memperlambat. Karena alat-alat tersebut bermasalah,
dan masalah itu harus diselesaikan, para pemilih dipaksa
antre tujuh sampai sembilan jam di bawah terik matahari
yang panas, sebelum mereka bisa memberikan suaranya.
Setelah pemungutan suara akhirnya bisa dirampungkan,
persoalan bukan selesai, tapi semakin runyam. Sebab, error
di komputer pusat melipatgandakan jumlah suara yang
didiskualiikasi. Diduga sekitar seperempat juta suara sah
turut terdiskualiikasi. Ini membuat marah banyak orang di
sana, karena terjadi di tengah kompetisi yang berlangsung
ketat. Selain itu, SMS-relay juga overload, yang akhirnya
memaksa KPU mengangkut para petugas TPS dengan
helikopter menuju Nairobi, untuk menyerahkan langsung
data hasil penghitungan suara.
Semua persoalan itu berbuntut penundaan pengumuman
pemenang pemilu. Jika semula direncanakan hasil pemilu
bisa diketahui secara real time, kekacauan itu membuat hasil
pemilu baru bisa diumumkan pada H+6, karena banyak
proses yang terpaksa dilakukan manual. Dan, pemenang
pilpres adalah bekas wakil perdana menteri, Uhuru
Kenyatta, yang meraih suara dengan selisih supertipis,
yaitu 50,07 persen. Kandidat yang kalah, petahana Perdana
Menteri, Raila Odinga, segera menggugat hasil pemilu yang
224
disebutnya dipenuhi kecurangan yang merata.
Masih untung kekisruhan penerapan teknologi itu tak
berbuah malapetaka yang menelan korban jiwa. Kekacauan
itu membuat warga Kenya sempat dibayangi kecemasan
bakal terulangnya kerusuhan Pemilu 2007. Kerusuhan yang
membuat 1.200 orang terbunuh dan ratusan ribu lainnya
mengungsi.
Kegagalan penerapan teknologi, bukan hanya terjadi di
negara berkembang seperti Kenya, tapi juga di negara maju.
Saat Kenya sedang menerapkan berbagai teknologi canggih,
agar hasil pemilu bisa direkap secara elektronik (e-rekap),
berbilang tahun sebelumnya, sejumlah negara maju justru
sudah mengenyahkan surat suara, dan menggantinya
dengan electronic voting (e-voting).
E-voting bukan hanya memberikan suara secara
elektronik, tapi juga satu paket dengan pemeriksaan data
pemilih melalui perangkat elektronik seperti dengan
pemindaian biometrik atau pemindaian identitas ber-chip,
penghitungan suara secara elektronik (e-counting), dan
e-rekap. Walhasil, e-voting membuat proses pemilu menjadi
serba cepat. Begitu TPS ditutup, tak lama kemudian hasil
pemilu sudah bisa diketahui.
Negara-negara maju seperti Jerman, Belanda, Irlandia,
dan Amerika Serikat, bahkan bukan hanya menerapkan
e-voting berbasis TPS, tapi juga e-voting berbasis internet,
yang memungkinkan pemilih memberikan suara dari dari
jarak jauh, yang biasa dikenal dengan istilah remote e-voting
atau internet voting. Untuk e-voting berbasis TPS, negaranegara ini menggunakan teknologi Direct Record E-voting
225
API PEMILU
(DRE) layar sentuh.
Namun, mereka kemudian menarik diri dari penerapan
teknologi maju itu dan kembali ke cara-cara manual.
Baik karena adanya kasus-kasus ketidakamanan mesin
e-voting yang memicu kisruh dan protes, maupun adanya
ketidakpercayaan publik saat suara mereka sepenuhnya
diambil alih mesin.
Belanda akhirnya mengatakan nee kepada e-voting,
setelah mesin e-voting ‘bocor’ dengan rasio signiikan:
delapan dari sembilan mesin e-voting, pancaran gelombang
radionya bisa diterima pihak lain dalam jarak beberapa
meter dari TPS, sehingga datanya bisa diakses. Buntutnya,
publik di Belanda protes, dan LSM bernama We Do Not
Trust Voting Computer Foundation menggugatnya ke
pengadilan. Dan, sejak berakhirnya Pemilu 2007, Belanda
akhirnya kembali ke cara lama dalam memberikan suara,
yaitu mencontreng.
Irlandia, juga sempat dilanda kekisruhan akibat hasil
pemilu yang diperdebatkan. Akhirnya, Irlandia juga
menghentikan penggunaan e-voting pada 2009 lalu, dan
mesin-mesin e-voting yang dibeli dengan uang puluhan juta
dolar dihancurkan.
Jerman juga menyetop penggunaan e-voting pada 2009,
lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Gugatan diajukan
karena tidak adanya transparansi dalam penggunaan mesin
e-voting. Sejumlah kalangan di Jerman menilai publik
diarahkan percaya begitu saja pada hasil yang dikeluarkan
mesin e-voting kendati tak bisa mengeceknya, sehingga
mereka pun menolaknya.
226
Di Amerika Serikat, negara yang merupakan mbahnya
teknologi sekaligus mbahnya demokrasi, e-voting juga tak
sukses. Bahkan, Peter Erben, dari IFES, menyebut Amerika
gagal.
Pada 2000 lalu, sempat muncul kisruh perolehan suara
dua calon presiden, Bush dan Al Gore. Pertarungan kedua
kubu berlangsung seimbang, dan masing-masing kubu
butuh sedikit suara lagi untuk memenangkan kursi presiden.
Pertarungan terakhir dan menentukan bagi kedua kubu
adalah memperebutkan suara pemilih di negara bagian
Florida, yang jika dikonversi setara dengan 25 elector Dewan
Pemilih Presiden (Electoral College).
Tapi, kemudian, terjadi keanehan pada turun-naik
jumlah suara untuk kedua kandidat di Kabupaten Volusia,
yang dikenal sebagai Volusia Error. Menurut catatan
Washington Post, pada pukul 10.00 waktu setempat, Al
Gore memimpin perolehan suara dengan meraih 83 ribu
suara, sedangkan Bush hanya 62 ribu. Namun, setengah jam
kemudian, saat dicek di website milik Kabupaten Volusia,
suara itu sudah berubah. Suara Al Gore tinggal 16 ribu. Dan,
tak seperti yang disiarkan televisi-televisi hari itu, bahwa
Florida untuk Al Gore, hasil akhir pemilu Florida berbalik.
Bush menang dengan selisih 18 ribu suara.
Kisruh itu memicu tudingan kepada mesin e-voting,
tapi tudingan ini tak bisa dibuktikan. Karena, suara tidak
mungkin dihitung ulang. Maka, kemudian muncullah
gagasan melengkapi mesin e-voting dengan teknologi VoterVeriied Paper Audit Trail (VVPAT) atau veriied paper
record (VPR) yang memungkinkan pemilih mendapatkan
227
API PEMILU
bukti memilih, mirip struk mesin ATM, yang bisa dihitung
ulang jika ada masalah dalam penghitungan suara. Teknologi
tersebut kemudian diterapkan pada Pemilu 2004.
Meski demikian, menurut data IFES, sampai dengan
tahun 2004 lalu, hanya dua negara bagian yang benarbenar murni menerapkan teknologi DRE plus VVPAT,
yaitu Nevada dan Utah; tujuh negara bagian menerapkan
DRE tanpa VVPAT, antara lain Lousiana, Georgia, dan
South Carolina; sepuluh negara bagian menggunakan
surat suara manual dan teknologi DRE plus VVPAT; empat
negara bagian memadukan surat suara manual dengan
teknologi DRE dengan atau tanpa VVPAT; tujuh negara
bagian memadukan surat suara manual dengan teknologi
DRE tanpa VVPAT; selebihnya menggunakan surat suara
manual.
Tapi, bersamaan dengan penerapan teknologi VVPAT
atau VPR, Paman Sam mengedrop penerapan internet
voting (remote e-voting). Semula, teknologi ini digunakan
seratus ribu orang Amerika yang berada di luar negeri
(ekspatriat). Tapi, teknologi yang disebut sebagai Secure
Electronic Registration and Voting Experiment (SERVE),
itu, dihentikan pada tahun 2004, setelah petugas dari
Departemen Pertahanan AS menemukan bahwa sistem itu
tidak cukup aman untuk mentransfer suara pemilih.
Kendati mengalami kegagalan di berbagai negara maju,
teknologi e-voting justru sedang mengharu-biru negara
berkembang. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini,
menyebutnya dengan ungkapan, “E-voting mengalami
musim gugur di negara-negara maju, tapi mengalami musim
228
semi di negara-negara berkembang.”
Brasil dan India adalah dua negara berkembang yang
kerap disebut sebagai contoh kasus keberhasilan penerapan
e-voting. India menerapkan mesin e-voting jenis panel,
dan sejak Pemilu 2014 lalu menempelkan VVPAT, dan
menguji cobanya di delapan dari 543 distrik pemilihan.
Sementara, Brasil yang menggunakan DRE layar sentuh,
menurut catatan National Democratic Institute (NDI),
lembaga legislatifnya masih memperdebatkan apakah akan
melengkapi mesin e-voting dengan VVPAT atau tidak. Yang
pasti, kedua negara ini menerapkan e-voting berbasis TPS,
dan belum menerapkan e-voting berbasis internet (internet
voting).
Lantas, kalau begitu, teknologi seperti apa yang sebaiknya
diterapkan dalam pemilu, khususnya di Indonesia? Pakar
teknologi informasi ITB, Basuki Suhardiman, mengatakan,
”Teknologi itu perkara gampang. Teknologi itu kan hanya
alat. Nah, tools itu mau kita arahkan ke mana? Jadi,
pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah why.
Mengapa kita menerapkan teknologi. Jawab dulu itu sampai
tuntas. Setelah itu baru kita bicara what dan how-nya.”
Persoalannya, kata Basuki, dalam hal penerapan
teknologi dalam pemilu, banyak yang terjebak langsung
membicarakan what dan how-nya, tapi lupa membicarakan
unsur why-nya sampai tuntas. “Memang, nanti kalau bicara
why, akan banyak. Why ini, karena ini. Why itu, karena
itu. Jadi, why-because, why-because. Dalam bahasa saya,
kalau mau membangun sesuatu, harus pakai why-because
analysis,” kata Wakil Direktur di Direktorat Sistem dan
229
API PEMILU
Teknologi Informasi ITB ini.
Why, what, dan how ini, menurut Basuki, harus
menjadi satu kesatuan. “Harus nyambung. Karena, kalau
kita potong, akhirnya kita dapat ‘binatang’ yang separuhseparuh. Hasil akhirnya sungsang, zombie, dan sebagainya.
Nah, yang utama itu why. Why tadi akan menuju ke what.
Kalau dua layer ini terjawab, baru kita ngomong how-nya
panjang-panjang. Kalau setelah sampai di how ada sesuatu
yang berbeda, kita naik lagi ke atas, ke what dan why-nya,”
tandas salah seorang perancang penerapan IT dalam Pemilu
2004 ini.
Why adalah bicara tentang alasan mengapa sebuah
teknologi diterapkan, apakah sudah sesuai dengan konteks
dan kebutuhan atau tidak. Adapun what adalah bicara
tentang jenis teknologi apa yang pas untuk menjawab
kebutuhan itu. “Kalau sudah ketemu why dan what, baru
kita bicara how-nya, seperti menyiapkan orang, membuat
pelatihan, dan lain-lain. Jadi kita bicara holistik. Bukan
tiba-tiba kita bicara ‘oh, karena orang sekarang lagi rame
bicara tablet, kita bicara ini, ini...”
Cara berpikir seperti itulah, tutur Basuki, yang dulu
diterapkan dalam merancang tabulasi elektronik KPU
pada Pemilu 2004, yang disebut dengan istilah real count.
“Mengapa pada 2004 kami buat real count, karena kita mau
transparan soal penghitungan suara. Nah, untuk mengawal
suara, kita harus tahu, why suara harus dikawal? Kalau
why-nya sudah ketahuan, yaitu karena banyak kecurangan
dalam penghitungan suara, ada salah tulis, dan lain-lain,
lalu kita tanya what-nya apa yang bisa kita achieve dengan
230
why tadi. ‘O kalau gitu saya pakai teknologi ini’...” tuturnya.
Real count adalah penghitungan suara secara paralel
atau parallel vote tabulation (PVT). Real count mem-by
pass proses penghitungan suara manual yang berjenjang
dan makan waktu lama, sehingga masyarakat bisa melihat
hasil pemilu lebih cepat. Mekanismenya, formulir hasil
penghitungan suara tingkat TPS dibuat rangkap. Ada
formulir C1 biasa yang digunakan untuk penghitungan
manual, ada Formulir C1 IT untuk penghitungan suara
secara elektronik.
Tak seperti Formulir C1 biasa yang diserahkan ke
petugas pemilu tingkat desa, kemudian direkap berjenjang
dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat,
Formulir C1 IT diangkut langsung dari TPS ke kecamatan.
Dari kecamatan, data dari Formulir C1 IT itu di-entry ke
komputer, kemudian datanya dikirim ke server (Data
Center) KPU pusat. Setelah memveriikasinya, KPU
kemudian menayangkannya di Pusat Tabulasi Nasional.
Di Pusat Tabulasi Nasional, data-data tersebut sudah
terekap, sehingga hasil pemilu segera bisa terlihat. Meski
demikian, data penghitungan suara setiap TPS, tetap
disertakan di Pusat Tabulasi Nasional. “Kita terbuka, karena
kami berpikir kalau masyarakat bisa mengecek sampai
tingkat TPS, masyarakat akan percaya. Apalagi kemudian
ada data agregat per desa, kecamatan, kabupaten, dan
provinsi,” tutur Basuki.
Hasil real count saat itu cukup signiikan. Pada putaran
kedua Pilpres 2004, misalnya, hasil real count hanya
berselisih 0,26 persen dibanding penghitungan suara
231
API PEMILU
manual. Berdasarkan hasil penghitungan manual, pasangan
SBY-JK meraih 60,62 persen dan Mega-Hasyim 39,38.
Sedangkan, real count menyatakan SBY-JK meraih 60,88
persen dan Mega Hasyim 39,12.
Sebenarnya, karena berbasis data riil, hasil real count
seharusnya tak boleh berbeda dengan hasil penghitungan
manual. Sebab, bila berbeda, maka salah satunya pasti
keliru atau curang. Dan, di sinilah real count itu berfungsi
sebagai instrumen pengawasan pemilu, kendati real count
hanyalah second opinion.
Soal masih adanya selisih hasil penghitungan manual
dengan real count, lebih disebabkan belum semua data
masuk hingga Pusat Tabulasi Nasional ditutup. Ketua KPU
saat itu, Nazaruddin Sjamsuddin, mengatakan ada sekitar
empat juta suara pemilih yang tak masuk Data Center KPU.
Problemnya adalah kesulitan pengiriman. Sebab, ada di
lokasi-lokasi seperti pedalaman Kalimantan, yang benarbenar kesulitan mengirimkan data.
Seharusnya, real count itu disempurnakan pada pemilupemilu berikutnya, agar pengiriman datanya lebih cepat.
Bahkan, bila perlu, data hasil penghitungan suara itu bisa
dikirimkan langsung dari TPS ke server KPU pusat. Tapi,
alih-alih memperbaiki kekurangannya, penerapan real
count pada Pemilu 2009 malah mengalami kemunduran.
Perangkat bernilai ratusan miliar yang dibangun KPU pada
Pemilu 2004 tak digunakan lagi pada pemilu berikutnya,
dan diganti dengan proyek baru.
Tak seperti Pemilu 2004 yang perangkat IT-nya dipasang
secara massif di ribuan kecamatan, pada Pemilu 2009
232
perangkat IT hanya dipasang di 504 titik di 471 kabupaten
dan 33 provinsi. Teknologi dan cara kerjanya pun berubah.
Bila Pemilu 2004 pengiriman data penghitungan TPS dari
kecamatan, pada Pemilu 2009 dibawa ke KPU kabupaten/
kota. Selain itu, data hasil penghitungan suara dari TPS tak
lagi di-entry alias diubah menjadi data digital, tapi langsung
dikirim berupa scan Formulir C1 IT. Server KPU kemudian
akan membaca hasil scan dokumen tersebut dengan
teknologi Intelligent Character Recognition (ICR).
Sialnya, cara ini banyak bermasalah, karena persoalan
teknis. Formulir dari TPS banyak yang tak bisa dibaca.
Antara lain karena pada saat di-scan, formulir tersebut
terlipat. Akibatnya, rekapitulasi penghitungan suara di
Pusat Tabulasi Nasional menjadi kacau dan melambat, dan
akhirnya dihentikan. “Gagal total,” sebut Basuki.
Pada Pemilu 2014, KPU tak lagi menerapkan tabulasi
elektronik. Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah,
mengungkapkan KPU sempat ditawari Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk membuat
semacam rekapitulasi elektronik (e-rekap. Ini menjadi
semacam penyempurnaan real count sebelumnya, karena
BPPT menyiapkan aplikasi yang memungkinkan data hasil
penghitungan suara dari TPS bisa dikirimkan langsung ke
server KPU, lalu direkap secara elektronik.
Namun, KPU tak jadi menerapkan teknologi tersebut,
dan akhirnya memilih cara yang sangat sederhana, yaitu
mengunggah hasil scan Formulir C1 begitu saja ke website
KPU, tanpa merekapnya. Cara seperti ini, kendati merupakan
sebuah transparansi, sebenarnya amat menyulitkan dalam
233
API PEMILU
membaca data. Sulit membayangkan ada orang yang mau
menghitungnya, karena merupakan sebuah pekerjaan
raksasa. Itulah yang menjelaskan pengunggahan Formulir
C1 pemilu legislatif, sepi dari pembicaraan.
Namun, pada pemilu presiden, scan Formulir C1 ini
menemukan momentum kegunaannya. Gara-gara hasil
pilpres yang sangat ketat, sementara lembaga penyelenggara
quick count terbelah (ada yang memenangkan Jokowi,
ada yang memenangkan Prabowo), sejumlah ahli IT pun
turun gunung, dan menggalang relawan untuk menghitung
angka di hasil scan Formulir C1 secara gotong royong
(crowdsourcing). Dan, karena pilpres hanya diikuti dua
kandidat, datanya lebih sederhana, dan mereka berhasil
menghitungnya.
API, OPEN DATA, SMART CITY,
DAN SMART ELECTION
Kembali ke soal smart city, salah satu ciri terpentingnya
seperti yang dibahas pada awal bab ini, adalah pengelolaan
kota yang bertumpu pada teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) atau information and communication
technology (ICT). Frase TIK ini mencakup dua konsep, yaitu
teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Menurut laman TechTerms, TIK merefer pada
teknologi yang menyediakan akses terhadap informasi
melalui telekomunikasi. TIK mirip dengan TI, namun
fokus utamanya pada teknologi komunikasi. Dalam hal ini
termasuk internet, jaringan nirkabel, telepon seluler, dan
medium komunikasi lainnya.
234
“Dalam dekade terakhir, TIK telah memberi kapasitas
komunikasi baru kepada masyarakat secara luas. Contohnya,
orang di berbagai negara bisa berkomunikasi secara real
time dengan menggunakan instant messaging, VoIP, dan
video-conference. Laman media sosial seperti Facebook
juga memungkinkan orang di berbagai belahan dunia untuk
melakukan kontak dan berkomunikasi secara teratur. TIK
modern telah mengkreasi sebuah ‘desa global’ di mana
orang dari seluruh dunia bisa berkomunikasi, seperti
halnya berkomunikasi dengan tetangga sebelah rumahnya,”
demikian paparan TechTerms.
Wikipedia juga menyatakan bahwa TIK hampir sinonim
TI yang diperluas. Namun, terminologi TIK ini lebih spesiik
menekankan pada peran komunikasi terpadu dan integrasi
telekomunikasi (saluran telepon dan sinyal nirkabel),
komputer dan perangkat lunak yang diperlukan, middleware
(perangkat lunak komputer yang menyediakan layanan
untuk aplikasi perangkat lunak), ruang penyimpanan
(storage), dan sistem audio-visual, yang memungkinkan
pengguna mengakses, menyimpan, mentransmisikan, dan
memanipulasi informasi.
Alhasil, berbagai teknologi pemilu yang selama ini sudah
ada, seperti e-voting, e-counting, e-recapitulation, bahkan
upaya penyelenggara pemilu melakukan transparansi datadata pemilu lewat website, sudah merupakan pengelolaan
pemilu dengan TIK. Meski demikian, belumlah cukup untuk
menyebut pengelolaan pemilu dengan teknologi-teknologi
tersebut sebagai sebuah smart election. Sebabnya, pada
teknologi-teknologi canggih tersebut, masyarakat pemilih
235
API PEMILU
pasif belaka, dan ada kecenderungan pengambilalihan oleh
mesin.
Sebuah smart city --yang konsepnya dipinjam untuk
smart election-- bukan sekadar sebuah kota yang hitech. Lebih dari itu, dia adalah sebuah kota yang terbuka,
partisipatif, kolaboratif. Kota yang membuka data-datanya
--terutama dalam bentuk data digital-- kepada publik dan
mengintegrasikan informasi; sangat welcome dengan
partisipasi warganya, bahkan mengundang warganya untuk
berkolaborasi memanfaatkan data-data tersebut dengan
berbagai inovasi dan kreatiitas, misalnya lewat pembuatan
aplikasi web dan mobile; berinteraksi dengan warganya
secara real time melalui aplikasi dan media sosial yang
didukung berbagai perangkat TIK, terutama perangkat
mobile; berbagi tanggung jawab dengan warganya, dan
bersama-sama menghadapi berbagai persoalan kota,
termasuk dalam mengantisipasi kondisi tak terduga.
Nicolas Ruslim, salah seorang penyusun buku
Pengembangan dan Pengenalan Smart City, memaparkan
analogi menarik tentang smart city. Dia menyatakan,
“Saat kita mengatakan suatu kota adalah kota yang cerdas,
sebenarnya adalah sebuah majas personiikasi yang
mengumpamakan kota seperti manusia, seakan kota dapat
merasakan, berpikir dan bertindak terhadap kondisi internal
dan eksternal dari kota tersebut….”
Karena prasyarat itu, maka --seperti halnya pada hampir
semua tren mutakhir di dunia internet hari-hari ini-- API
dan open data merupakan dua hal vital dalam smart city.
Mark Boyd dalam analisis bertajuk How Smart Cities Are
236
Promoting API Usage menyatakan bahwa API kian banyak
dibuat oleh pemerintah kota-kota di seluruh dunia, sebagai
cara programatik bagi organisasi warga dan bisnis untuk
berinteraksi dengan open data kota.
“Kota-kota kemudian menggelar hackathon atau even
civic hacking untuk menggalakkan penggunaan dataset
milik kota. API didiskusikan dalam pengertian beneit yang
mereka dapatkan dalam keterlibatan warga sipil melalui
transparansi yang lebih besar, demi pelayanan publik yang
lebih eisien, dan membangkitkan gelombang baru inovasi
lokal. Terus bertumbuhnya fokus dunia internasional
pada smart city --di mana open data, e-government, dan
pengawasan real time yang timbal-balik, telah berkontribusi
pada fungsi kota yang lebih otomatis dan berkelanjutan-juga bergantung pada API untuk membuat banyak agenda
lebih mungkin dikerjakan,” tulis Mark Boyd di laman
ProgrammableWeb.
Mengapa API penting bagi sebuah smart city, karena API
mempunyai kemampuan interoperabilitas. API berfungsi
bak jembatan, penerjemah, atau permainan anak populer
bernama Lego, yang mampu mengkoneksikan berbagai
macam perangkat teknologi yang berbeda, dan membagikan
data-data yang diperlukan secara spontan dan real time.
Interoperabilitas memadukan berbagai komponen untuk
membangun sebuah sistem besar dan kompleks. Dan, smart
city, juga smart election, adalah sistem besar dan kompleks
tersebut.
Interoperabilitas, interaksi secara real time, dan
partisipasi yang luas itulah yang membuat smart city bukan
237
API PEMILU
sekadar tentang sebuah kota yang menerapkan teknologi
tinggi. “Smart city masa depan bukanlah menjadi kota yang
paling hi-tech, melainkan menjadi kota yang paling cerdas,”
demikian tulis Jennifer Riggins dalam artikel bertajuk How
API Are Driving Smart Cities diunggah di laman Nordic
APIs. “Sebuah smart city secara inheren merupakan mobile
city.”
API dan open data, kini bak dua sisi dari satu mata
uang yang sama. Menerapkan open data tanpa API,
adalah pincang. Praktisi open data, Jason Hare, pernah
membandingkan Kota Raleigh di negara bagian Carolina
Utara dengan Kote Minneapolis di negara bagian Minnesota,
di Amerika Serikat. Kota Raleigh adalah sebuah smart city
yang menggunakan API untuk mendistribusikan datadata kota secara online, sedangkan Kota Minneapolis tidak
menggunakan API dan hanya menggunakan portal biasa.
Dan, perbedaannya sangat jomplang. Data-data terbuka
milik Kota Raleigh sangat banyak dimanfaatkan, sementara
portal milik Kota Minneapolis banyak dikeluhkan.
Situs milik Kota Raleigh awalnya hanya mempunyai
1.115.125 page views dalam 18 bulan. Tapi, ketika
menerapkan platform API, jumlahnya menjadi berlipat
ganda. Betapa tidak, hanya pada Oktober 2014 saja, ada
17.307.822 API call .”Hanya dalam sebulan data kami 17 kali
lipat lebih banyak dilihat mesin ketimbang dilihat manusia,”
kata Jason Hare dalam tulisan bertajuk Open Data Portals
Should be API. Sementara, portal milik Kota Minnesota
banyak dikritik.
Terhadap portal milik Minnesota, berkata Jason, “Untuk
238
siapa data itu? Jika untuk para pekerja lapangan, itu
merupakan kegagalan besar. Sebab, perangkat yang banyak
digunakan pekerja lapangan adalah tablet dan telepon
pintar. Tidak mempunyai aplikasi yang menggunakan data
API, merupakan sebuah penghalang penggunaan data.”
Dalam konteks pemilu, salah satu kelebihan API
dibanding teknologi-teknologi lain yang kerap diterapkan
dalam pemilu, adalah karena API bisa diterapkan di sekujur
tahapan pemilu. Mulai dari tahapan pendaftaran pemilih
hingga penghitungan suara, sepanjang paket-paket APInya terpasang. Bahkan, data-datanya pun bermanfaat
pascapemilu, untuk merekatkan hubungan pemilih dengan
yang dipilih; memonitor sepak terjang mereka saat menjabat,
bagaimana keperpihakan mereka; mengingatkan janji-janji
yang pernah mereka buat saat kampanye, dan lain-lain.
Dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 lalu,
API Pemilu telah menyediakan data calon anggota legislatif
(caleg) dan kandidat presiden dan wakil presiden. Selain itu,
data tentang dana kampanye, daerah pemilihan, peraturan
perundangan tentang pemilu, pertanyaan yang paling
sering ditanyakan (FAQ) tentang pemilu, pelanggaran
pemilu, berita-berita pemilu, hingga hasil pemilu legislatif
dan pemilu presiden serta para caleg terpilih.
Ke depan, penerapan API Pemilu bisa saja mengikuti
tahapan pemilu. Dalam diskusi Kodiikasi UU Pemilu yang
digelar Perludem, khususnya di Sub Komite Teknologi
Pemilu, pertengahan 2015 lalu, mencuat usulan penerapan
API Pemilu berjalan sesuai tahapan pemilu, terutama
pada tahapan-tahapan krusial. Apalagi, pada sebagian
239
API PEMILU
tahapan tersebut, peraturan perundangan memerintahkan
KPU melakukan uji publik. Berikut tahapan-tahapan
krusial tersebut, dan mengapa open data dan API penting
diterapkan pada tahapan-tahapan tersebut:
1. PELAPORAN DANA KAMPANYE.
Masyarakat sangat mungkin berpartisipasi untuk
mengecek daftar nama penyumbang by name by address,
jika penyelenggara pemilu membuka data-datanya dan
mempermudah aksesnya melalui API. Sehingga, setelah para
programmer dan developer membuatkan aplikasi-aplikasi
bagi data itu, agar sampai ke tangan masyarakat dalam
bentuk-bentuk yang menarik dan memudahkan. Sehingga,
masyarakat banyak pun bisa berpartisipasi menyampaikan
adanya ketidakberesan.
Soal dana kampanye ini penting, karena dalam beberapa
pemilu terakhir, seringkali nama dan alamat penyumbang
bermasalah. Ditulis penyumbangnya PT X yang beralamat
di Jalan Y, tapi begitu dicek di lapangan, ternyata lokasi
tersebut sebuah gudang, salon, gubuk, atau malah alamat
iktif. Selain itu, adanya batas maksimal sumbangan
perseorangan dan badan hukum kepada partai dan
capres/cawapres, membuat penyumbang kerap memecah
sumbangannya menggunakan nama orang atau perusahaan
lain.
Selain soal daftar penyumbang, tentu saja laporan dana
kampanye dalam format yang selama ini disampaikan kepada
KPU, yang berisi pemasukan dan pengeluaran tetap penting
240
diketahui publik. Apalagi, dana kampanye yang dilaporkan
dengan belanja kampanye aktual peserta pemilu, selalu
mencurigakan, terutama dana kampanye para caleg yang
bahkan tak terkontrol. Menjadi penyakit bagi demokrasi di
Indonesia, karena bisa jadi cukong yang melakoni bisnisbisnis haram, bandar judi, bandar narkoba, memasok dana
kampanye agar kepentingan mereka diamankan. Sehingga,
soal gelap ini merupakan salah satu mata rantai lingkaran
setan korupsi politik.
2. PENDAFTARAN PARTAI POLITIK PESERTA
PEMILU.
Undang-Undang
No
8/2012
tentang
Pemilu
mensyaratkan partai politik yang ingin menjadi peserta
pemilu minimal memiliki kepengurusan di seluruh provinsi,
75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan, serta
seribu atau seperseribu anggota di kepengurusan tingkat
kabupaten/kota yang dibuktikan dengan kartu tanda
anggota (KTA). Dalam beberapa pemilu terakhir, veriikasi
persyaratan ini dilakukan secara minimalis, yaitu dengan
mengambil mengambil sampel, bak lembaga survei.
Jika penyelenggara pemilu mengecek semuanya, memang
merupakan sebuah pekerjaan besar. Sebab, jumlahnya luar
biasa besar. Saat ini ada 34 provinsi, 508 kabupaten/kota,
dan sekitar 8000-an kecamatan. Bayangkan berapa banyak
petugas yang harus diturunkan dan berapa lama waktu yang
mereka butuhkan hanya untuk mengecek ada-tidaknya
kepengurusan dan kantor partai di tempat-tempat itu.
241
API PEMILU
Apalagi, selain harus mengecek jumlah kepengurusannya,
juga harus mengecek anggotanya di setiap kabupaten/kota,
yang kalau dirata-ratakan bisa mencapai 375 ribu nama
anggota per partai. Padahal, selain partai politik, masih
ada pula peserta pemilu perseorangan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang perlu diveriikasi.
Karena tak mungkin menangani sendirian, adalah masuk
akal bila penyelenggara pemilu menerapkan open data dan
API bagi data-data tersebut. Dengan demikian, publik bisa
membantu memonitor kepengurusan dan kantor partai
di setiap tingkatan. Bahkan, untuk data anggota partai,
penerapan open data dan API memungkinkan seluruh
datanya diperiksa, melibatkan banyak pihak pula. Sehingga,
dengan mudah bisa diketahui apakah nama-nama dalam
berkas KTA yang diserahkan ke KPU benar-benar ada atau
tidak, memenuhi syarat sebagai anggota partai atau tidak,
terduplikasi dengan dokumen KTA milik partai lain atau
tidak, dan lain-lain.
Begitu pun dengan syarat peserta pemilu perseorangan
anggota DPD. Mekanisme serupa bisa diterapkan. Sebab,
selama ini, KTP diperjuabelikan untuk dukungan. Bahkan,
ada broker-broker tertentu yang menjualnya secara
borongan. Pengecekan ini malah lebih mudah, karena bisa
dilacak melalui nomor induk kependudukan (NIK).
3. PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH
Data kependudukan dan data pemilih merupakan salah
satu jantung fraud dalam pemilu. Pada Pemilu 2014 lalu,
242
misalnya, ada lima juta data pemilih yang sampai akhir
tidak bisa sinkron antara KPU dengan Kementerian Dalam
Negeri. Di beberapa daerah, jumlah data pemilih dalam
daftar pemilih tetap (DPT) juga secara ajaib lebih besar
ketimbang data penduduk dari Kemendagri.
Pada pemilu lalu, KPU telah mempunyai aplikasi Sistem
Data Pemilih (Sidalih), yang memungkinkan pemilih
mengecek apakah telah terdaftar sebagai pemilih atau
belum. Namun, aplikasi berbasis web ini jangkauannya
masih terbatas, dan belum mobile friendly. Alhasil, ke
depan, perlu dibuatkan aplikasi-aplikasi mobile yang lebih
memudahkan pemilih, sehingga setiap pemilih leluasa
mengecek apakah sudah terdaftar atau tidak, serta petunjukpetunjuk kepada pemilih untuk mengurus pendaftarannya
jika belum terdaftar atau tiba-tiba hilang dari daftar.
Open data dan API data pemilih ini akan memungkinkan
masyarakat bisa memantau perkembangan proses
pemutakhiran data pemilih secara real time. Mulai dari
daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih sementara
hasil perbaikan (DPSHP), hingga daftar pemilih tetap
(DPT). Bahkan, bila perlu KPU membuka data-data pemilih
yang ganjil --yang bisa jadi berasal dari ketidakberesan dari
sumber data milik pemerintah-- sehingga masyarakat pun
bisa turut berpartisipasi mengecek dan memberi masukan.
Lewat API Pemilu, menjelang pemilu legislatif dan
pemilu presiden lalu, sejumlah developer sudah membuat
aplikasi yang memungkinkan pengecekan data pemilih.
Sejumlah aplikasi menjadikan nomor induk kependudukan
(NIK) sebagai password, yang terhubung dengan aplikasi
243
API PEMILU
Sidalih milik KPU. Penggunaan NIK sebagai password ini
membuat hanya pemilih terdaftar yang bisa menggunakan
aplikasi tersebut.
4. ALOKASI KURSI DAN PEMBUATAN DAERAH
PEMILIHAN
Alokasi kursi dan pembentukan dail (districting)
di Indonesia, sampai saat ini masih dijejali sejumlah
ketidakberesan dan akal-akalan. Ketidakberesan pertama
berasal dari data kependudukan (DAK2), yang menjadi
basis alokasi kursi dan pembentukan dapil. Selama ini, data
itu kerap digelembungkan oleh pemda. Selain agar kursi
daerahnya bertambah, penggelembungan itu juga kerap
terjadi menjelang pilkada.
Selain itu, proses pembuatan dapil juga masih melanggar
prinsip-prinsip pembentukan dapil. Seperti kasus
penggabungan Kota Bogor dengan Kabupaten Cianjur yang
kerap diledek sebagai Dapil Superman, karena Kota Bogor
dikelilingi secara sempurna oleh Kabupaten Bogor. Ketiga,
dalam pembentukan dapil di mana pun, ada kemungkinan
terjadinya praktik-praktik seperti gerrymandering.
Sebelum menetapkan dapil, KPU telah melakukan
sosialisasi dan uji publik, serta mengunggah peta dapil
di website. Namun, selama beberapa pemilu, perhatian
masyarakat terhadap soal ini rendah belaka. Bisa jadi karena
soal dapil bukanlah isu populis, dan terbilang njlimet.
Meski demikian, jika penyelenggara pemilu membuatkan
open data dan API soal alokasi kursi dan districting ini, tak
244
mustahil akan ada developer yang mengemasnya dengan
cara menarik, seperti kerap para developer memadukan
peta dari API Google Maps dengan berbagai informasi
lain, yang menghasilkan layanan baru yang menarik. Dan,
jika KPU membuatkan API bagi peta-peta dapil, data-data
DAK2, serta data-data perolehan suara partai dalam pemilu
sebelumnya yang disusun per dapil, bisa jadi orang akan
memantau proses districting itu dengan seksama. Sebab,
penggabungan data-data tersebut, akan memudahkan
orang melakukan simulasi-simulasi, sehingga praktikpraktik seperti malapportionment dan gerrymandering
akan mudah terlacak.
5. PENGHITUNGAN SUARA
Penggunaan open data dan API, kini bahkan telah
merambah penghitungan suara. Di Amerika Serikat,
misalnya, New York Times membuka API untuk hasil
pemilu, dan menyebutnya dengan istilah Election Result as a
Service (ERaaS). Selain sudah diterapkan pada Pemilu 2008
dan 2012, layanan ini pernah diterapkan pada sejumlah
pemilihan pendahuluan di AS, seperti primary dan kaukus.
Sumber data hasil pemilu yang dibuat API-nya oleh
New York Times berasal dari kantor berita Associated Press
(AP). Hasil pemilu dari AP ini bukanlah hasil resmi. Meski
demikian selalu menjadi rujukan, karena datanya adalah
data riil, bukan sampel TPS seperti halnya exit poll. Data
AP pun sampai saat ini masih bereputasi menjulang sebagai
data paling akurat dan cepat.
245
API PEMILU
Data AP menjadi andalan banyak pihak karena hasil
pemilu di AS memang tak serta merta diumumkan
oleh Komisi Pemilu Federal. Kendati banyak TPS di AS
menggunakan mesin e-voting, namun masih banyak pula
yang menggunakan surat suara manual yang harus dihitung
sampai malam. Selain itu, hasil penghitungan suara
(popular vote) pemilu presiden, misalnya, juga masih harus
dikonversi dalam jumlah elector yang kelak bergabung
dalam Dewan Pemilih Presiden (Electoral College).
Pada Pemilu Presiden 2012 lalu, misalnya, pencoblosan
digelar pada 6 November. Namun, hasil pilpres di 50 negara
bagian dan Districk of Columbia, baru bisa diproyeksi secara
jelas pada 10 November, di mana Obama mendapat 332
electoral vote, sedangkan Romney 206 electoral vote. Dan,
Electoral College ini secara formal memilih presiden pada 17
Desember. Hasil pilihan para elector itu, kendati biasanya
sudah bisa diduga, baru dihitung oleh Kongres pada awal
Januari tahun berikutnya, sedangkan presiden baru dilantik
pada 20 Januari.
Untuk mengumpulkan hasil penghitungan suara, AP
menurunkan para jurnalisnya ke seluruh kabupaten/kota
di 50 negara bagian plus Districk of Columbia (DC). Para
jurnalis itu sejak awal dibekali data-data pemilu, mulai dari
data tentang demograi, jumlah pemilih yang golput, dan
berbagai isu yang mungkin memengaruhi hasil pemilu di
daerah yang mereka pantau. Mereka di-back up tim riset.
Di laman ap.org, para pemimpin kantor berita itu
menjelaskan ada lima langkah pengumpulan hasil pemilu.
Pertama, data dikumpulkan oleh jurnalis/stringer dari
246
tingkat kabupaten/kota, dan ditunggui sampai malam.
Kedua, stringer tersebut melaporkan hasilnya melalui
telepon. Ketiga, data tersebut di-entry. Keempat, datadata tersebut diveriikasi. Kelima, data-datanya dikirimkan
kepada klien AP, media massa dan media elektronik, dan
terus diupdate dengan interval 5-7 menit. Data-data untuk
surat kabar seperti New York Times, misalnya, dikirimkan
via File Transfer Protocol (FTP), dan di-update secara
teratur.
Jacob Harris, seorang arsitek software senior, yang juga
inisiator ERaaS, mengatakan ile-ile yang berasal dari AP
adalah metadata (data dalam data), antara lain berisi hasil
total suara kandidat; hasil pemilu per negara bagian dan
county, daftar kandidat dan proile mereka. Namun, untuk
menampilkan lagi hasil-hasil pemilu dari AP tersebut di
website, terutama hasil per kandidat, per negara bagian, dan
per county, Jacob Harris mengatakan sangat sulit, karena
terlalu besar dan terlalu banyak. Pemilu di AS memang
biasanya berlangsung serentak, meski tak seluruhnya. Selain
pemilihan presiden, pada saat bersamaan ada pemilihan
anggota DPR dan Senat tingkat federal maupun negara
bagian, maupun pemilihan gubernur dan wali kota.
Berbagai cara telah dicoba, namun tetap sulit. Sampai
akhirnya, diputuskan data-data tersebut disalurkan melalui
API. “Pendekatan ini bekerja lebih baik. Dengan ERaaS,
para developer tinggal menarik data-data pemilu tersebut
dan memanfaatkannya,” papar Jacob Harris dalam artikel
bertajuk The New York Times’ Election Result Loader, di
situs opennews.org.
247
API PEMILU
Bahkan, di AS, dalam urusan pelaporan hasil pemilu,
mulai terjadi persaingan antara AP dengan Google. Meski
demikian, persaingan baru terjadi pada tingkat pemilu
pendahuluan (preliminary election), yaitu kaukus yang
digelar Partai Republik di negara bagian Iowa, pada Januari
2012 lalu.
Saat itu, seperti biasa, AP menurunkan jurnalisnya ke
lapangan untuk mengumpulkan data yang kelak dilaporkan
via telepon. Sementara itu, pada saat yang sama, John
Keefe dari Radio WNYC, menggunakan peta milik Google
untuk men-track hasil kaukus Iowa. Ada tiga alasan dia
mengggunakan teknologi yang disediakan Google Election
Center API (kini Google Civic Information API). Pertama,
data Google bisa di-share lebih luas ketimbang milik AP;
kedua, dia bisa membagikan apa yang dia buat; ketiga, tidak
berbayar alias gratis.
Maka, begitu para petugas dari Partai Republik
memasukkan data hasil kaukus dari 1.774 unit penghitungan
ke sistem atau aplikasi web yang telah di-setup Google,
maka data-data hasil kaukus itu segera terekap. Selanjutnya,
data-data tersebut pun tampil secara visual dalam berbagai
tabel, dan setiap orang bisa melihat hasil kaukus hingga percounty. Dan, data hasil kaukus WNYC-Google itu, secara
mengejutkan mampu mengalahkan kecepatan AP dalam
menampilkan data hasil kaukus.
“Eksperimen Google telah menunjukkan bahwa sebuah
perusahaan teknologi inovatif mampu mengalahkan sebuah
kantor berita yang berwibawa, dengan menampilkan hasil
secara cepat dan akurat,” tulis Steve Myers dalam tulisannya
248
bertajuk How Google beat AP with Iowa caucus results
(and why it matters) di laman Poynter.
Sejak keberhasilan di Iowa itu, mencuat permintaan
agar Google tampil menjadi pesaing AP dalam melaporkan
hasil pemilu. Kendati AP sudah sedemikian menggurita
dan berpengalaman, banyak yang menilai Google mampu
menjadi kompetitornya. Aron Pilhofer yang tergabung
dalam tim aplikasi pemilu di New York Times, yang selama
ini menampilkan data-data pemilu dari AP, mengatakan
jika Google menginginkan, Google akan mampu menyaingi
AP. Dan, jika apa yang dilakukan oleh Google-WNYC di
Iowa bisa diulangi di tempat lain, terutama dalam pemilu,
John Keefe mengatakan, “Itu akan mendemokratisasi hasil
pemilu real time kita.”
The Guardian, dalam artikel bertajuk Hack the vote:
how open data is giving elections back to the voters,
menulis bahwa apa yang terjadi dalam kaukus Iowa, dan
berbagai tempat lain, memperlihatkan bahwa open data
telah membuat data pemilu menjadi milik publik. Guardian
menilainya sebagai fenomena menarik, mengingat
krusialnya tahap penghitungan suara dalam sebuah pemilu.
Guardian mengutip Stalin yang pernah menyatakan, “The
people who cast the votes don’t decide an election, the
people who count the votes do.”
Lalu, mungkinkah Indonesia melakukan cara-cara
serupa? Basuki Suhardiman mengatakan hal itu bisa
dilakukan. Bahkan, kata dia, andai pada Pemilu 2004 lalu
teknologi API sudah mencapai kematangannya seperti saat
ini, tim IT KPU kemungkinan besar akan menggunakan
249
API PEMILU
teknologi tersebut untuk real count. Sebab, dengan teknologi
API, data hasil penghitungan suara dan rekapitulasinya
dapat didistribusikan secara lebih mudah. Apalagi, data
di real count tersebut sudah merupakan data digital, yang
lebih mudah didistribusikan dan digunakan ulang oleh
pihak ketiga.
“Waktu kami membuat real count tahun 2004, teknologi
API sebenarnya sudah ada, tapi belum populer seperti
saat ini. Waktu itu, API masih dalam tahap riset. Padahal,
kalau saat itu sudah ada API, orang akan lebih mudah
mengakses data kami, sehingga informasinya berkembang
dan mengundang partisipasi masyarakat untuk melakukan
kontrol dan koreksi terhadap hasil pemilu,” kata Basuki.
Meski demikian, Basuki mengatakan data-data hasil
real count saat itu diberikan ke banyak pihak, tak sekadar
membuka datanya secara transparan melalui website.
Pihak-pihak yang diberikan data oleh KPU itu antara lain
partai politik dan televisi. Dan, jika KPU melakukan update
data hasil pemilu di real count, pihak yang diberikan data
itu juga mendapatkan update. “Itu kan model API juga
sebenarnya. Prinsipnya seperti itu,” katanya.
Masih ada sejumlah tahapan pemilu lain yang bisa
disentuh dengan open data dan API. Sejumlah kalangan
pun menyarankan KPU menerapkan API dan open
data, agar data-data pemilu lebih mudah digunakan,
didistribusikan, sehingga data itu berkembang dan lebih
bermanfaat, serta membangkitkan partisipasi, kreatiitas,
dan inovasi. Apalagi, timing penerapannya tepat, karena
250
saat ini pengguna internet, gadget, dan pendirian startup
IT di Indonesia meningkat pesat. “Kalau KPU mau melayani
pemilih, KPU harus bikin seperti Perludem (API Pemilu),”
kata Basuki Suhardiman.
API Pemilu, tak pelak telah membuka jalan menuju
smart election. Tapi, apakah nanti jika KPU membuka API
bagi semua datanya, API Pemilu yang dibuat Perludem tak
akan tersaingi? Mendengar pertanyaan tersebut, Direktur
Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, tertawa. Berkata Titi,
“Tujuan kami membuat API Pemilu adalah untuk melayani
pemilih. Jika itu bisa dilakukan oleh KPU, alangkah baiknya.
Karena, bukan kredit dan penghargaan yang ingin kami
dapat. Kami ingin menjadi pioner dan mendorong, sehingga
bisa lebih banyak memicu orang untuk berkarya.”
251
API PEMILU
252
DAFTAR ISTILAH
Android: Sistem operasi perangkat lunak mobile berbasis
Linux kernel, yang dikembangkan oleh Google. Android
saat ini merupakan sistem operasi paling populer, dan
banyak digunakan sebagai sistem operasi berbagai
perangkat mobile seperti komputer tablet dan telepon
pintar.
API
(Application
Programming
Interface):
Seperangkat perintah, fungsi, serta protokol yang
dapat digunakan oleh programmer saat membangun
perangkat lunak. API memungkinkan programmer
menggunakan fungsi standar untuk berinteraksi dengan
sistem operasi lain.
API terbuka (Open APIs): API Terbuka kerap merefer
pada API publik, alias API yang data-datanya bebas
diakses oleh para developer dalam membuat aplikasi.
Aplikasi: Perangkat lunak (software) yang didesain
untuk melakukan fungsi spesiik. Terminologi aplikasi
ini belakangan menjadi populer, karena masifnya
pembuatan dan penggunaan aplikasi mobile maupun
aplikasi web. Istilah aplikasi ini dimunculkan untuk
membedakannya dengan sistem perangkat lunak
(system software).
Bulk data: Data yang disajikan (diunggah) dalam set yang
komplet.
Civic hacking: pendekatan kreatif dan kerap menggunakan
253
API PEMILU
teknologi untuk memecahkan masalah sipil, mulai dari
masalah pendaftaran pemilih hingga edukasi publik
untuk membantu konsumen membeli rumah dan
memilih penasihat keuangan. Civic hacking seringkali
melibatkan penggunaan data pemerintah untuk
membuat pemerintah lebih akuntabel.
Crowdsourcing: Pertama kali dikemukakan oleh Jef
Howe, crowdsourcing adalah proses mengagregasi
kontribusi dan kepakaran dari sejumlah besar individu
yang sebelumnya belum terhubung satu sama lain.
Dalam dunia bisnis, crowdsourcing adalah alternatif
bagi pelaku usaha baru (startup) untuk memperoleh
sumber pendanaan saat memulai usahanya.
Developer: Istilah ini dalam dunia internet merujuk pada
pihak yang membuat perangkat lunak atau aplikasi.
Digital native: Generasi yang saat lahir dan menangis
pertama kali di muka bumi, internet sudah digunakan
secara luas. Mereka juga biasa disebut sebagai generasi
millennium.
Eligible vote: Usia boleh memilih. Di Indonesia, mereka
adalah orang berumur 17 tahun ke atas atau telah
menikah.
Endpoint: Paket-paket informasi spesiik tapi lengkap
tentang suatu topik, yang disediakan sebuah API.
Misalnya, endpoint tentang caleg yang berisi sebagian
besar informasi tentang caleg mulai tempat dan tanggal
lahir, pendidikan, pekerjaan, karier politik, foto, dan
lain sebagainya.
254
E-voting: Pemberian suara secara elektronik. Artinya,
pemberian suara itu tidak lagi menggunakan surat
suara, tapi dengan menyentuh layar mesin e-voting
atau memencet tombol tertentu.
Exit poll: Survei untuk mengetahui pilihan pemilih yang
baru keluar dari tempat pemungutan suara (TPS),
berikut alasan-alasannya. Karena merupakan survei,
exit poll menggunakan metode sampling TPS.
First Past The Post (FPTP): Sistem pemilu dari keluarga
sistem mayoritas/pluralitas, namun merupakan varian
paling sederhana, karena hanya satu calon yang dipilih
dari setiap distrik pemilihan (distrik berwakil tunggal).
Sistem FPTP ini di Indonesia kerap disebut dengan
istilah sistem distrik.
Gadget: Secara bahasa berarti perangkat, seperti halnya
istilah gawai yang merupakan padanannya dalam
bahasa Indonesia. Meski demikian, gadget atau gawai
telah saat ini lebih kerap digunakan untuk menyebut
perangkat (device) mobile seperti komputer tablet dan
telepon pintar (smartphone).
Hackathon (Hacker Marathon): Kompetisi membuat
software, aplikasi, atau game. Penggunaan kata
hack atau hacker untuk kompetisi jenis ini, lebih
untuk menonjolkan cita rasa eksplorasi. Sedangkan,
pengertian marathon juga tidak lagi berkonotasi jarak,
tapi waktu. Yaitu, sebuah lomba yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu, seperti 15 jam, 24 jam, atau
48 jam. Istilah lain yang digunakan dalam kompetisi
serupa adalah hackfest, hack day, atau code fest.
255
API PEMILU
iOS (iPhone Operating System): Sistem operasi
perangkat lunak mobile yang dibuat oleh Apple, dan
digunakan secara ekslusif untuk perangkat-perangkat
buatan Apple seperti iPhone, iPad, dan iPod touch.
Komputasi awan (cloud computing): Cloud atau awan
merupakan metafora dari internet. Cloud computing
merupakan teknologi yang menjadikan internet sebagai
pusat server untuk menyimpan dan mengelola data
serta aplikasi pengguna.
Location Based Service: Aplikasi-aplikasi layanan
berbasis lokasi (location based service/LBS) yang
mengawinkan peta yang dari berbagai API, seperti
API Google MAP, dengan berbagai data terbuka,
membuat layanan ini berguna dan populer. Selain
untuk menemukan toilet, ada pula aplikasi untuk
menemukan ATM terdekat, rumah sakit, menemukan
arah (navigasi), tracking, dan lain-lain.
Low end: Dalam dunia pemasaran gadget, istilah ini
merujuk pada smartphone berharga terjangkau, dengan
kisaran Rp 1-3 juta.
Machine readable format: Format data yang bisa dibaca
mesin (komputer), biasanya dalam format CSV dan txt.
Biasa juga disebut sebagai data digital.
Mashup: sebuah halaman web atau aplikasi web, yang
menggunakan konten dari lebih dari satu sumber untuk
mengkreasi layanan baru.
Metode Kuota Hare/Sisa Suara Terbanyak (Hare
quota/largest remainder): Salah satu metode
256
penghitungan suara populer untuk menghitung
perolehan kursi partai politik dan calon terpilih, yang
umumnya terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, kursi
diberikan berdasarkan kuota penuh atau seratus persen
bilangan pembagi pemilih (BPP). Tahap kedua, kursi
diberikan kepada pemilik sisa suara terbesar pertama,
kedua, dan seterusnya, sampai kursi terbagi habis.
Metode Divisor/Webster: Salah satu metode
penghitungan suara populer untuk menghitung
perolehan kursi partai dan/atau calon terpilih, yang
pernah diusulkan untuk diterapkan di Indonesia lewat
revisi UU Pemilu. Penghitungannya hanya satu tahap,
tanpa sisa suara. Kursi dibagikan berdasarkan bilangan
pembagi tetap (BPT). Dalam metode Webster, BPT-nya
adalah bilangan ganjil 1, 3, 5, 7, dan seterusnya.
Open Data: Data yang bebas digunakan, digunakan ulang,
dan didistribusikan kembali oleh siapapun namun pada
umumnya tunduk pada ketentuan lisensi atribusi.
Open Government Data: Secara bahasa berarti
keterbukaan data pemerintah. Open government data
diawali oleh sebuah gerakan agar pemerintah membuka
data-datanya kepada publik --sehingga data itu bisa
bebas digunakan, digunakan ulang, dan didistribusikan
kembali oleh siapapun-- karena secara hukum
kebanyakan data pemerintah adalah data publik.
Open Government Partnership (OGP): inisiatif
multilateral baru yang bertujuan mengamankan
komitmen
negara-negara
di
dunia
untuk
mempromosikan
transparansi,
meningkatkan
257
API PEMILU
partisipasi publik, melawan korupsi, dan meningkatkan
penggunaan teknologi baru untuk membuat pemerintah
lebih terbuka, efektif dan terjaga akuntabilitasnya
Open Source: Gerakan yang dicetuskan Tim O’Reilly,
dengan tujuan untuk membuat perangkat lunak bisa
diakses secara bebas, tanpa kendala seperti hak cipta.
Gerakan ini kerap menggunakan idiom copyleft sebagai
lawan kata copyright
Party Id: .Identiikasi diri pemilih terhadap partai politik.
REST (Representational State Transfer): sebuah
style atau prinsip dalam arsitektur world wide web yang
pertama kali diperkenalkan oleh Roy Thomas Fielding.
REST kini populer dalam membangun layanan web
(web service), karena REST lebih sederhana, mudah
dipelajari, dan tak bergantung pada tools. Itu karena
ilosoi REST bahwa prinsip dan protokol yang sudah
ada di web telah cukup untuk membuat web service
yang kuat (robust). Selain itu, secara desain dan
ilosois, REST lebih dekat dengan web, ketimbang
pendahulunya: SOAP (Simple Object Access Protocol)
dan WSDL (Web Services Description Language),
protokol berbasis XML (Extensible Markup Language).
Proprietary: Format data yang terkunci/tertutup, atau
tidak bebas digunakan. Lawan katanya adalah nonproprietary atau data yang bisa dibaca mesin dan
aksesnya tidak memerlukan aplikasi khusus.
Smart Election: Ini meminjam istilah smart city, yaitu
konsep pengelolaan sebuah kota yang bertumpu pada
258
pemanfaatan teknologi digital alias teknologi informasi
dan komunikasi (TIK), untuk memecahkan masalahmasalah kota. Misalnya, untuk pelayanan publik,
transportasi dan manajemen lalulintas, kesehatan, air
dan limbah, dan lain-lain, sehingga kualitas pelayanan
meningkat, menekan biaya dan konsumsi sumber daya,
serta melibatkan partisipasi warga kota secara aktif
dan efektif. Smart Election adalah penerapan teknologi
dalam pengelolaan pemilu pun merupakan sesuatu
yang juga diharapkan memecahkan masalah-masalah
pemilu, seperti membuat masyarakat mudah mengenal
caleg yang jumlahnya sangat banyak.
Startup: Secara bahasa berarti perusahaan rintisan
atau pelaku usaha baru, namun saat ini lebih banyak
digunakan dalam perusahaan rintisan atau pelaku
usaha baru di bidang teknologi informasi.
Web Service: Istilah ini di-Indonesiakan menjadi layanan
web. Web service atau webservice adalah software yang
didesain untuk berinteraksi langsung dengan komputer,
software, atau aplikasi lain dalam sebuah jaringan,
termasuk dengan yang berbeda sistem operasi dan
konsep. Web service dibuat untuk bekerja pada semua
tipe client aplikasi/perangkat (device).
Web Site: Istilah yang di-Indonesiakan menjadi situs
web ini kerap ditulis website atau bahkan site (situs)
saja. Situs web adalah seperangkat halaman web yang
disediakan oleh sebuah domain web tunggal dan
biasanya ditempatkan setidaknya pada sebuah server
web, yang bisa diakses melalui internet atau LAN
259
API PEMILU
melalui alamat internet yang dikenal sebagai URL
(uniform resource locator). Berbeda dengan web service,
situs web dibuat untuk berinteraksi dengan pengguna
langsung (direct user interaction) yang terbatas dan
pasif saja dalam melihat konten. Gabungan semua situs
di internet yang bisa diakses publik disebut sebagai
world wide web (www).
260
DAFTAR PUSTAKA
3Scale,”API Predictions 2015.”
AP.org, “How AP Calls Election Winners.”
Apievangelist, “History of APIs.”
AppBrain, “Number of Android Applications.”
APJII dan Puskakom UI. Proil Pengguna Internet
Indonesia 2014. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia, 2015.
Balitbang SDM Kemkominfo. Buku Saku Data dan Tren
TIK 2014. Jakarta, 2015.
Creative Common, “About The Lincence”
Dietrich, Daniel., et. al. Open Data Handbook. Open
Knowledge Foundation, 2012.
Elcom. Hebatnya Google Maps dan Pintarnya Google
Street. Jakarta: Andi Publisher, 2010.
eMarketer, “Internet to Hit 3 Billion Users in 2015.”
GfK, “Tech devices in 2015: emerging markets dominate
growth, increasing by 10 billion USD.”
GovTrack, “Who’s using our data and API?”
Guardian, “Hack the vote: how open data is giving elections
back to the voters.”
Husein, Harun. Pemilu Indonesia; Fakta, Angka, Analisis,
dan Studi Banding. Jakarta: Perludem, 2014.
InfoWorld, “The API is everything for cloud computing.”
261
API PEMILU
Indikator Politik Indonesia dan Metro TV. Hasil Exit Poll
Pemilu 2014. Jakarta, 2014.
IFES Indonesia. Laporan Survei Nasional Pemilu 2014 di
Indonesia. Jakarta, 2014.
Jason Hare, “Open Data Portals Should be API.
Jonathan Tomer, “Civic Information API: Now Connecting
US Users With Their Representatives.”
Kompas, “Bikin Bangga, Semangat Kolaborasi Teknologi
untuk Pilpres 2014”.
Konkani NLP Team, Goa University, “API-Application
Programming Interface”.
Madjowa, Verrianto., Diah Setiawaty, Yuandra Ismiraldi, &
Ramda Yanurzha. Modul Open Data Pemilu. Jakarta:
Perludem, 2015.
Meg Cater, “A Brief History of API-Based Web Applications.”
Merdeka.com, “Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat.”
NDI, “NDI Launches Global Initiative Highlighting the
Potential of Open Election Data.”
NDI, “Open Election Principles.”
Networkworld, “How Open Data and APIs Fuel Innovation.”
NordicAPI, “How API Are Driving Smart Cities diunggah di
laman Nordic APIs.”
NPR, “How Kenya’s High-Tech Voting Nearly Lost The
Election.”
OpenGovData, “The 8 Principles of the Open Government
Data.”
Opennews,”The New York Times’ Election Result Loader.”
262
ParisTechReview, “A Brief History of Open Data,”
ProgrammableWeb, “How Smart Cities Are Promoting API
Usage.”
Rumah Pemilu, “DPR Ingin Adopsi Aplikasi DPR Kita dan
DPR Segera Proses Integrasi Aktivitas dengan Aplikasi
DPR Kita.”
Setiawaty, Diah., et. al. Modul Pembelajaran IT Dalam
Pemilu. Jakarta: Perludem, 2015.
Smartbear, “A brief history of API-Based web applications.”
Statistics,”Number of Apps Available in Leading App Stores
as of July 2014.”
-Tauberer, Joshua. Open Government Data; The Book.
OpenGovData, 2nd Edition, 2014.
Telegraph, “Emerging markets will lead smartphone growth
next year.”
The Pennsylvania Gazette, “Civic Hacker.”
Undang-Undang Nomor 8/2012 tentang Pemilu Legislatif.
Undang-Undang Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif.
Undang-Undang Nomor Nomor
Keterbukaan Informasi Publik.
14/2008
tentang
Undang-Undang Nomor 12/2003 tentang Pemilu Legislatif.
Undang-Undang Nomor 31/2002 tentang Partai Politik.
Undang-Undang Nomor No 2/2008 tentang Partai Politik.
Undang-Undang Nomor 2/2011 tentang Partai Politik.
WeAreSocial, “Digital, Social, & Mobile 2015”
Wikipedia, “Android”
263
API PEMILU
Wikipedia, “Application Programming Interface”
Wikipedia, “App Store”
Wikipedia, “Cloud Computing.”
Wikipedia, “Copyleft.”
Wikipedia,”Cloud Storage.”
Wikipedia, “Gadget”
Wikipedia, “Google Play”
Wikipedia, “Hackathon”.
Wikipedia, “iPad”
Wikipedia, “iPhone.”
Wikipedia, “iOS”
Wikipedia, “List of Mobile Software Distribution Platforms.”
Wikipedia, “Open Data.”
Wikipedia, “Open Source.”
Wikipedia, “Roy Fielding”
Wikipedia, “Steve Jobs”
Wikipedia, “Smart City”
Wikipedia, “Web 2.0”
Wikipedia, “Web API”
Wikipedia,”Web Service”
264
PROFIL PENULIS
HARUN Husein adalah jurnalis
senior Republika yang menekuni isu
demokrasi, pemilu, dan partai politik.
Bergabung dengan Republika pada
1999, menjadi koresponden di Ambon.
Pertengahan tahun 2000, dipindahkan
ke Bandung, selanjutnya menjadi
reporter desk politik medio 2001.
Selama menjadi wartawan politik yang ngepos di gedung
DPR/MPR, mengikuti secara intens proses amandemen
UUD 1945, yang berlanjut dengan pembahasan paket
UU Politik yang bernapaskan konstitusi baru tersebut.
Selanjutnya, mengikuti dari dekat proses penyelenggaraan
Pemilu 2004, saat ditugaskan meliputi di Komisi Pemilihan
Umum (KPU) pada 2003.
Sejak 2005 hingga 2010, antara lain menjadi redaktur
politik, opini, laporan utama, serta redaktur halaman satu
(headline). Menjelang 2011, bergabung dengan tim senior
Republika, menggarap lebih serius masalah demokrasi,
pemilu, dan kepartaian di rubrik Teraju.
Salah satu pengalaman dalam dunia kepemiluan, antara
lain menjadi salah satu anggota tim ahli yang membantu
Panitia Seleksi Anggota KPU/Bawaslu 2012-2017. Adapun
buku yang pernah ditulis berjudul Pemilu Indonesia: Fakta,
Angka, Analisis, dan Studi Banding.
265