[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
API PEMILU MENUJU SMART ELECTION PENULIS: HARUN HUSEIN KATA PENGANTAR: TITI ANGGRAINI API PEMILU MENUJU SMART ELECTION OLEH: Harun Husein Copyright © Perludem COVER: Eko Punto Pambudi DITERBITKAN OLEH: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Jalan Tebet Timur IV A No.1 Tebet, Jakarta Selatan Telp: 021-8300004, Fax: 021-83795697 Email: perludem@gmail.com Website: http://perludem.org CETAKAN PERTAMA: …. 2015 Hak Cipta dilindungi Undang-undang KATA PENGANTAR TRANSPARANSI telah menjadi arus utama (mainsteram) di Indonesia. Melalui UU No. 14 Tahun 2008, internalisasi keterbukaan informasi publik telah dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif ke dalam institusi publik. Prinsip ini yang kemudian dinilai menopang integritas proses dan hasil pemilu, terutama sejak Pileg dan Pilpres 2014. Publik seolah disuguhi tontonan pemilu yang disajikan dalam sebuah kotak kaca. Setiap prosesnya dapat dinikmati dan dikawal secara kasat mata. Bahkan, publik dapat mencatat atau merekam kembali setiap data dan informasi yang terlihat, untuk disajikan kembali dengan tampilan yang lebih kreatif dan memikat. Membuka data dan informasi pemilu secara blak-blakan ternyata semakin memperkuat hasilnya. Menelanjangi proses pemilu, dengan segala data dan informasi yang dikandungnya, bahkan telah meminimalisasi setiap celah potensi konlik. Pileg dan Pilpres 2014 membuktikan bahwa amatan para pihak yang mengkhawatirkan pelaksanaan Pemilu 2014 akan membelah masyarakat Indonesia, serta melahirkan konlik destruktif, pada akhirnya tidak terbukti. Tidak ada kasus kekerasan isik yang merugikan fasilitas publik atau private selama proses pemilu hingga dilantiknya presiden terpilih. Kristalisasi bentuk dan sifat dukungan terhadap dua kubu besar politik memang riuh, namun semua itu ter- iii API PEMILU barrier dalam dunia maya, dan tampaknya didominasi oleh noise ketimbang voice. Konlik itu reda sebelum dia ada. Buka-bukaan soal data dan informasi pemilu juga berbanding lurus dengan kinerja dan prestasi penyelenggara pemilu di mata publik. KPU RI dinilai berhasil menyelenggarakan pemilu di bawah tekanan politik yang sangat tinggi. Kredibilitas anggota KPU meningkat tajam, dan menjadi soko guru bagi banyak institusi negara. Publik bahkan “pasang badan” dan turut mengklariikasi setiap tudingan politisi kalah, yang biasanya cenderung akan menggugat dan menggoyang profesionalitas KPU, dengan data dan informasi. Di mana, data dan informasi tersebut adalah rekaman publik terhadap proses pemilu yang terbuka. Jika proses pemilu tidak transparan, tentu publik tidak punya pegangan apapun untuk mengungkap data dan fakta. Kredibilitas dan profesionalitas KPU terjaga karena implementasi dari prinsip keterbukaan. Keterbukaan tersebut dioperasionalisasikan melalui pemanfaatan website resmi KPU dalam diseminasi informasi kepemiluan. Di antaranya terdapat 25 jenis data dan informasi pemilu yang dibuka oleh KPU RI untuk diakses secara mudah dan gratis oleh publik. Juga, terdapat sembilan sistem informasi yang mendukung kerja-kerja kepemiluan, yang lazimnya disebut web-based application oleh publik. Salah satu aplikasi fenomenalnya adalah Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih). Secara khusus, terdapat dokumen scan C1 (hasil penghitungan suara di TPS) yang diunggah dalam format gambar digital (.jpg) secara faktual dan aktual oleh penyelenggara pemilu iv daerah. Publik merespons semua data dan informasi ini dengan antusias, dan turut merekam serta mengolah informasi yang ada dengan caranya sendiri. Akan tetapi, keterbukaan informasi yang telah dipraktikkan oleh KPU masih merupakan langkah awal dari prinsip transparansi. Upaya ini sudah saatnya ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, yaitu open data. Dalam standar pemahaman internasional, open data tidak sekadar memublikasi data dan informasi yang tersedia, namun menyangkut tiga kata kunci yang tak terpisahkan: i) ketersediaan data dan kemudahan mengaksesnya, ii) dapat digunakan ulang dan didistribusikan secara bebas, serta iii) adanya partisipasi universal. Pemahaman ini menuntut agar data dan informasi yang “open data” tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh manusia, namun juga oleh mesin. Pengupayaan ini lah yang kemudian membutuhkan API (Application Programming Interface), sebagai jembatan untuk mengelola data dan informasi yang sudah “open data” untuk dinikmati oleh publik secara luas. Perludem adalah salah satu elemen sipil yang juga ikut memanfaatkan dan mengoptimalkan data dan informasi kepemiluan selama Pemilu 2014. Bekerja sama dengan The Asia Foundation, Perludem melaksanakan program API Pemilu dengan mengoleksi seluruh data penting pemilu yang bersifat manual, kemudian mengubah formatnya menjadi machine readable, lalu menempatkannya pada satu online storage yang dapat diakses secara bebas oleh pihak manapun. Untuk menstimulasi penggunaan data dan informasinya, Perludem telah menyelenggarakan v API PEMILU dua kali kegiatan hackathon menjelang Pileg dan Pilpres 2014, yang melibatkan ratusan developer aplikasi. Pada akhirnya, terkreasilah 485 aplikasi dan game pemilu, yang sebagiannya dapat diunduh secara gratis oleh pengguna gadget berplatform Android dan iOS. Buku ini merupakan bagian dari upaya untuk merekam proses dan capaian yang telah diperoleh oleh Perludem melalui program API Pemilu. Penulisnya, Harun Husein, menyarikan dan memaparkan insipirasi-inspirasi yang diperoleh dari pengalaman perjalanan program API Pemilu sehingga dapat menjadi pembelajaran yang bermanfaat bagi banyak pihak. Buku ini juga membahas secara mendalam prinsip dan implementasi open data dan API berbasis pengalaman aplikasi yang lahir dari API Pemilu. Sehingga, memudahkan pembaca untuk memahami gagasan dan praktik open data dan API sebagai sebuah teknologi yang harus selalu bergandengan. Pada akhirnya, pembelajaran utama yang tersirat dari buku ini adalah teknologi harus mampu menjawab masalah kepemiluan, bukan malah menghadirkan masalah baru. Titi Anggraini Direktur Eksekutif vi DAFTAR ISI Kata Pengantar .............................................................................................................Iii Daftar Tabel ..................................................................................................................ix Daftar Gambar...............................................................................................................x Daftar Grafik............................................................................................................... xiii BAGIAN SATU DATA PEMILU INDONESIA: MEMBUKA YANG TERTUTUP, MENYUSUN YANG BERSERAK ...................................................................................... 1 Keterbukaan Data Pemilu 2014 dan Dampaknya .......................................................... 2 API Pemilu, API KPU, dan Open Data............................................................................. 7 Langkanya Data Pemilu Sebelumnya ........................................................................... 17 BAGIAN DUA API: PENERJEMAH, JEMBATAN, DAN LEGO ....................................... 23 Definisi API ................................................................................................................. 24 Sejarah API ................................................................................................................. 26 API Google Maps, Mashup API, dan Komputasi Awan ................................................. 31 Demam Gadget dan Era Booming Aplikasi ................................................................. 37 BAGIAN TIGA API DAN OPEN DATA ......................................................................... 45 Kisah Sukses Civic Hacking Govtrack.us ...................................................................... 45 Sunlight Foundation: Disinfectant untuk Korupsi dalam Pemerintahan......................... 50 Kompatibilitas Open Data dengan API......................................................................... 53 Open Data, API, dan Bulk Data ................................................................................... 57 Riwayat Singkat Open Data ........................................................................................ 59 Mimpi Open Government Data yang Menjadi Nyata ................................................... 65 Open Data dan API: Dari Kamar Kecil Hingga Bilik Suara ............................................. 68 BAGIAN EMPAT INI ALASAN MENGAPA PEMILU INDONESIA PERLU SENTUHAN TEKNOLOGI, TERUTAMA API .................................................................... 77 Pemilu Satu Hari Terbesar di Dunia .............................................................................. 78 Sistem Pemilu Paling Rumit dan Sarat Bid’ah .............................................................. 81 Efek Samping Pemilu Besar dan Rumit Itu: Pasang Naik Floating Voters, Golput, dan Politik Uang ................................................................................................................ 94 Mengapa API Pemilu Menjadi Solusi ......................................................................... 104 vii API PEMILU BAGIAN LIMA PROSES PEMBUATAN API PEMILU, HACKER MARATHON, DAN LAHIRNYA RATUSAN APLIKASI PEMILU MENGENTRI, MEMBERSIHKAN, DAN MEMAKET ........................................................................................................ 121 Hacker Marathon API Pemilu Jilid I ............................................................................ 125 Hacker Marathon API Pemilu Jilid II ........................................................................... 138 Hasilnya 485 Aplikasi dan Game Pemilu.................................................................... 151 Efek API Pemilu yang Menular ke Imam Bonjol.......................................................... 184 Sekelumit Kisah Pemenang Hackathon yang Menerapkan Algoritma Biro Jodoh untuk Menilai Caleg ................................................................ 188 BAGIAN ENAM SETELAH API PEMILU MELAHIRKAN BANK DATA PEMILU DIGITAL ....................................................................................................... 195 Aplikasi DPR Kita ...................................................................................................... 202 API Pemilu di Arena Pilkada ...................................................................................... 209 Mengekspor API Pemilu ........................................................................................... 215 API Pemilu, Pemilu Lima Kotak, dan Rekayasa Pemilu................................................ 217 BAGIAN TUJUH MASA DEPAN API PEMILU: MENUJU SMART ELECTION ................ 221 Beberapa Kasus Blunder Penerapan Teknologi Dalam Pemilu .................................... 222 API, Open Data, Smart City, dan Smart Election......................................................... 234 Daftar Istilah ............................................................................................................. 253 Daftar Pustaka .......................................................................................................... 261 Profil Penulis ............................................................................................................. 265 viii DAFTAR TABEL Tabel 1 Data dan Informasi yang Dibuka KPU Melalui Situs kpu.go.id dan URL ...........4 Tabel 2 Perbandingan Luas Wilayah Tiga Negara Demokrasi Terbesar ........................79 Tabel 3 Perbandingan Suara Sah dan Tidak Sah Empat Pemilu Terakhir......................85 Tabel 4 Tren Merosotnya Party Id di Indonesia ...........................................................97 Tabel 5 Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Legislatif ....................................................98 Tabel 6 Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Presiden .....................................................98 Tabel 7 Sikap Pemilih Terhadap Politik Uang (Dalam persen) ...................................100 Tabel 8 Pengaruh Politik Uang Terhadap Pemilih (Dalam persen) .............................100 Tabel 9 Pengguna Internet di 25 Negara (2013-2018) Menurut Riset eMarketer ....106 Tabel 10 Sepuluh Pasar Smartphone Terbesar Dunia Menurut Riset GfK ....................110 Tabel 11 Daftar Endpoint API Pemilu ........................................................................199 ix API PEMILU DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Open data dan API KPU .........................................................................13 Gambar 2 Permainan kreatif anak bernama Lego yang memiliki kemiripan dengan API ............................................................................................24 Gambar 3 API Google Maps ..................................................................................33 Gambar 4 Metafora komputasi awan rekaan Sam Johnston. ..................................35 Gambar 5 Joshua Tauberer .....................................................................................46 Gambar 6 Situs GovTrack .......................................................................................47 Gambar 7 Influence Explorer yang dibuat Sunlight Foundation. ..............................51 Gambar 8 Tim O’Reily sang advokat open source ..................................................62 Gambar 9 Situs Creative Common..........................................................................64 Gambar 10 Aplikasi Toilet Finder. .............................................................................69 Gambar 11 Aplikasi WheDoesMyMoneyGo. .............................................................72 Gambar 12 Google Civic Information API. ................................................................74 Gambar 13 Fitur Decision Maker di Change.org. ......................................................76 Gambar … Hasil exit poll Indikator.........................................................................103 Gambar 14 Tampilan API Pemilu. ...........................................................................118 Gambar 15 Web Banner Hackathon Code for Vote. ................................................126 Gambar 16 Pembukaan Hackathon Code for Vote di Bandung Digital Valley...........127 Gambar 17 Para developer sedang berkutat membuat aplikasi pada Hackathon Code for Vote di Bandung Digital Valley..............................129 Gambar 18 Aplikasi Orang Baik. ............................................................................131 Gambar 19 Aplikasi Pemilu Hore. ...........................................................................133 Gambar 20 Aplikasi Caleg Store.............................................................................135 Gambar 21 Aplikasi One Vote.................................................................................136 Gambar 22 Aplikasi Pemilu Kita. ............................................................................137 Gambar 23 Web Banner Hackathon Code for Vote 2.0...........................................139 Gambar 24 Para developer sedang berkutat membuat aplikasi pada Hackathon Code for Vote 2.0 di Jakarta. ..............................................140 Gambar 25 Dewan juri berbincang peserta Hackathon Code for Vote 2.0 di Jakarta. ..............................................141 Gambar 26 Aplikasi Pemiluman. ............................................................................143 x Gambar 27 Aplikasi Pemimpin Kita. .......................................................................144 Gambar 28 Aplikasi AyoNyoblos.............................................................................146 Gambar 29 Aplikasi Pelita. .....................................................................................147 Gambar 30 Aplikasi Analisis Pilpres 2014...............................................................149 Gambar 31 Aplikasi Seputar Pilpres........................................................................152 Gambar 32 Aplikasi Kuis Capres.............................................................................153 Gambar 33 Aplikasi WoWee.14..............................................................................154 Gambar 34 Aplikasi Indonesia Memilih. .................................................................155 Gambar 35 Aplikasi Pantau Pemilu.........................................................................157 Gambar 36 Aplikasi Pilpres.....................................................................................158 Gambar 37 Aplikasi Pilpres Duo. ............................................................................159 Gambar 38 Aplikasi PeRantau................................................................................160 Gambar 39 Aplikasi Pesta Pemilu. .........................................................................161 Gambar 40 Aplikasi Kuis Pemilu–Cakpres...............................................................163 Gambar 41 Aplikasi Joko vs Bowo..........................................................................164 Gambar 42 Aplikasi Vote for Indonesia AR. ............................................................165 Gambar 43 Aplikasi Kita Memilih. ..........................................................................166 Gambar 44 Aplikasi Info Pilpres 2014. ...................................................................167 Gambar 45 Aplikasi Legit or Not. ...........................................................................168 Gambar 46 Aplikasi Kuis Pemilu. ............................................................................170 Gambar 47 Tampilan aplikasi “Pemilu Daring”.......................................................171 Gambar 48 Tampilan aplikasi Pemilu Presiden 2.0..................................................172 Gambar 49 Aplikasi Vote for Change .....................................................................173 Gambar 50 Aplikasi Pemilu for Us. .........................................................................174 Gambar 51 Aplikasi Aku Pilih. ................................................................................175 Gambar 52 Aplikasi SiapaPresidenku. ...................................................................176 Gambar 53 Aplikasi Pemilu Kita. ............................................................................177 Gambar 54 Aplikasi Capres Score...........................................................................178 Gambar 55 Aplikasi Hayu Nyoblos. ........................................................................179 Gambar 56 Aplikasi Pemiloe. .................................................................................180 Gambar 57 Aplikasi Seputar Pemilu. ......................................................................181 Gambar 58 Aplikasi Empu Info...............................................................................182 Gambar 59 Aplikasi Pemilu Indonesia 2014. ..........................................................183 Gambar 60 Aplikasi Pemilu. ...................................................................................184 xi API PEMILU Gambar 61 Pelatihan open data untuk penyelengara pemilu..................................187 Gambar 62 Skor Caleg di Aplikasi Orang Baik. .......................................................190 Gambar 63 Ilustrasi API Pemilu Perludem sebagai pusat data pemilu. ....................197 Gambar 64 Aplikasi DPR Kita .................................................................................206 Gambar 65 Kunjungan KPU Myanmar ke Perludem, April 2015, untuk mempelajari API Pemilu. ...........................................................216 xii DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Miliaran Aplikasi yang Bisa Diunduh dari Toko Aplikasi Terkemuka ........41 Grafik 2 Data Digital Global 2015 dari We Are Social ..........................................43 Grafik 3 Apa yang Dicoblos Pemilih di TPS pada Pemilu Legislatif 2014 ...............94 Grafik 4 Hasil Riset IFES-LSI Tentang Informasi Caleg ..........................................95 Grafik 5 Maraknya Politik Uang Pemilu 2014 Menurut Survei IFES ......................99 Grafik 6 Alasan Pemilih Memilih Partai dan Caleg Menurut Exit Poll Indikator Politik Indonesia (Dalam Persen) ................102 Grafik 7 Jumlah dan Penetrasi Pengguna Internet Indonesia 2005-2014 Menurut Survei APJII-Puskakom UI .....................................................107 Grafik 8 Perbandingan Akses Internet di Indonesia Berdasarkan Perangkat Menurut Survei APJII-Puskakom UI ..................109 Grafik 9 Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Usia Menurut Survei APJII-Puskakom UI ......................................................112 Grafik 10 Pemilik Ponsel di Indonesia Berdasarkan Usia Menurut Survei Kominfo ......................................................................112 Grafik 11 Tren Partisipasi Pemilih Berdasarkan Kelompok Usia Menurut Exit Poll Indikator Politik Indonesia ........................................113 Grafik 12 Piramida Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia Berdasarkan Sensus BPS 2010.............................................................114 TGrafik 13 Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia Berdasarkan Wilayah ...........212 xiii API PEMILU xiv BAGIAN SATU Data Pemilu Indonesia: Membuka yang Tertutup, Menyusun yang Berserak SUNLIGHT is the best disinfectant. Demikian pepatah lama yang mempunyai kebenaran asasi, bahwa keterbukaan, transparansi, bisa menyelesaikan banyak masalah akibat ketertutupan, seperti korupsi, manipulasi, dan berbagai penyimpangan, yang selalu bermain di wilayah remang dan gelap. Bahkan, ada yang menyebut ‘cahaya matahari’ atau keterbukaan dan transparansi, adalah polisi yang lebih eisien ketimbang polisi beneran. Dalam soal pemilu, ketertutupan adalah sarang berbagai kuman kecurangan dan manipulasi, yang menciptakan penyakit bagi pemilu dan demokrasi. Ketertutupan membuat proses pemilu sulit diprediksi, namun hasilnya justru bisa diprediksi. Seperti pemilu-pemilu di era Orde Baru yang prosesnya penuh dengan manipulasi dan intimidasi, sedangkan hasilnya, pemenangnya, sudah bisa diprediksi, bahkan sebelum pemilu. Alhasil, keterbukaan dan transparansi data pemilu, akan membantu menghindarkan pemilu dari permainan kotor, machiavelian election, arena pesta demokrasi para bandit, yang justru menista demokrasi dan kedaulatan rakyat. Tapi, cahaya matahari bukan sekadar pembunuh 1 API PEMILU kuman alami. Cahaya matahari juga merupakan prasyarat penting bagi terjadinya fotosintesis. Fotosintesis inilah yang akhirnya membuat tanaman menyerap karbon dan melepaskan oksigen yang bermanfaat bagi kehidupan. Fotosintesis pula yang membuat tumbuhan bisa ‘memasak’, sehingga akhirnya bisa menghasilkan bunga dan buah. KETERBUKAAN DATA PEMILU 2014 DAN DAMPAKNYA Pada Pemilu 2014 lalu, data pemilu telah relatif lebih terbuka. Keterbukaan data-data pemilu, bukan hanya membuat pemilu lebih berintegritas dan legitimate, tapi melahirkan buah dan bunga yang indah, berupa inovasi dan kreatiitas yang --dalam ungkapan para pegiat pemilu-mengawinkan teknologi dengan pemilu. Beberapa di antaranya tercatat sebagai yang pertama. Keterbukaan data pemilu antara lain memungkinkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) membuat Application Programming Interface (API) untuk keperluan pemilu. Ini adalah kegiatan digitalisasi datadata pemilu: membersihkannya, menstrukturisasinya, membuatnya dalam format yang standar sehingga bisa dibaca mesin (komputer), sehingga memudahkan data-data pemilu digunakan kembali dan didistribusikan secara lebih luas, dengan cara yang unik dan menarik. Usai membuat database API Pemilu, Perludem menggelar hacker marathon (hackathon) API Pemilu, kontes pembuatan aplikasi bertema pemilu. Kontes ini menantang para programmer dan pengembang aplikasi di 2 Indonesia, termasuk orang Indonesia di luar negeri, untuk mengemas berbagai data pemilu dalam berbagai aplikasi menarik berbasis web atau mobile, sehingga data-data pemilu tersebut bisa lebih renyah, mudah dicerna publik, dan fun. Sehingga, data pemilu menjadi menarik, terutama bagi kalangan muda. Ratusan jagoan software ambil bagian pada hackathon yang digelar dua kali, menjelang pemilu legislatif dan menjelang pemilu presiden. Hasilnya adalah sekitar 485 aplikasi dan game pemilu, yang sebagian di antaranya bisa diunduh secara gratis terutama oleh pengguna gawai atau gadget (telepon pintar dan komputer tablet) berplatform Android dan iOS, yang jumlahnya di Indonesia telah mencapai 100 juta orang. Inovasi pertama lainnya yang lahir dari keterbukaan data pemilu, adalah munculnya fenomena ‘gerakan’ penghitungan suara secara gotong royong (crowdsourcing) yang dilakukan oleh para relawan dunia maya. Seperti Kawalpemilu.org, Pilpres2014.org, Pilpres.umm.ac.id, Kawal-suara.appspot. com, Kawalpilpres.appspot.com, Realcount.herokuapp. com, J.mp/hitungpilpres2014, Rekapda1.herokuapp.com, Caturan.com, Bowoharja.biz, dan Cross-check.herokuapp. com. Memang, mencuatnya inovasi-inovasi ini, dipacu pula oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi informasi. Tapi, keterbukaan data pemilu adalah pemicunya. Sebab, tanpa keterbukaan, betapa pun majunya teknologi, sulit membayangkan akan muncul kreatiitas dan inovasiinovasi memanfaatkan data-data pemilu. 3 API PEMILU Dari sebelas kali pemilu yang pernah digelar di Indonesia, memang baru pada Pemilu 2014 lah data-data pemilu lebih terbuka. Data-data pemilu --yang dalam beberapa pemilu sebelumnya tak mudah diakses, atau hanya dibuka sebagian, atau datanya dibuka mengikuti tahapan saja dan tak bisa diakses setiap saat-- kali ini bak digelontorkan kepada publik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2002-2017 yang menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 membuka hampir semua data pemilu kepada publik. Data dan informasi pemilu tersebut kebanyakan dibuka KPU secara daring (online), baik melalui situsnya www. kpu.go.id, maupun melalui berbagai URL dan link khusus yang memuat data-data yang dikelompokkan sesuai tema tertentu. (lihat tabel 1). Keterbukaan serupa dilakukan oleh Bawaslu melalui situsnya, www.bawaslu.go.id. TABEL 1: DATA DAN INFORMASI YANG DIBUKA KPU MELALUI SITUS KPU.GO.ID DAN URL DATA DAN INFORMASI Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum KPU Hasil Pemilu 2014 Hasil Pindai C1 Pileg 2014 Hasil Pindai C1 Pilpres Daftar Calon Anggota DPD Daftar Calon Anggota DPR Daftar Calon Anggota DPRD Provinsi 4 ALAMAT http://data.kpu.go.id/ http://jdih.kpu.go.id http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/347 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/316 https://pemilu2014.kpu.go.id/ http://pilpres2014.kpu.go.id/ http://caleg.kpu.go.id/browse_dpd.php http://caleg.kpu.go.id/browse_dpr.php http://caleg.kpu.go.id/browse_dprd1.php DATA DAN INFORMASI Daftar Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota Anggota DPR dan DPD periode 2014–2019 Anggota DPRD periode 2014-2019 Daftar TPS Pileg 2014 Daftar TPS Pilpres 2014 Daftar Partai Peserta Pemilu 2014 DIPA KPU 2014 dan Realisasi Anggaran Pemilu 2014 Daerah Pemekaran 2014 Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah Tahun 2015 Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi RUP Barang/Jasa di Sekretariat Jenderal KPU tahun 2015 ALAMAT http://caleg.kpu.go.id/browse_dprd2.php http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/387 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/349 http://tps.kpu.go.id/pileg2014.php http://tps.kpu.go.id/pilpres2014.php http://partai.kpu.go.id/browse.php http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/383 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/384 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/341 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2013/135 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/388 Struktur Komisioner KPU Pusat Layanan Informasi KPU Laporan Dana Kampanye http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/344 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/328 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/267 http://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/314 Dokumen Pendaftaran Bakal Pasangan http://kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/284 Calon Presiden dan Wakil Presiden Visi Misi Capres – Cawapres http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/304 Lembaga Survei/Hitung Cepat http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2014/324 Tapi, yang paling menyolok dari pembukaan data pemilu itu, adalah pengunggahan riwayat hidup (curriculum vitae) calon anggota legislatif (caleg), fasilitas pengecekan data pemilih lewat portal Sistem Data Pemilih (Sidalih), dan scanning formulir hasi penghitungan suara di tingkat TPS (formulir C1). Pengunggahan daftar riwayat hidup caleg, juga merupakan gebrakan baru yang dibuat KPU. Data-data caleg yang sebelumnya gelap, bahkan oleh sebagian orang masih dianggap ‘rahasia partai dengan KPU’ --sehingga tak 5 API PEMILU bisa dipublikasikan sembarangan-- untuk pertama kalinya bebas diakses oleh pemilih. Langkah ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan kontekstual, karena Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, di mana pemilih bukan hanya memilih partai tapi juga caleg. Publikasi data caleg ini memungkinkan masyarakat mengetahui rekam jejak para caleg sebelum memilih. Pengecekan data pemilih secara online, juga merupakan gebrakan lain yang menyita perhatian. Karena lewat portal Sidalih, pemilih bisa mengecek apakah namanya sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Sehingga, calon pemilih tak perlu repot-repot mengeceknya secara manual ke desa/kelurahan. Portal ini juga menampilkan data agregat proses pemutakhiran data pemilih, sejak daftar pemilih sementara (DPS) hingga daftar pemilih tetap (DPT). Publikasi formulir C1 secara daring, juga merupakan langkah yang belum ada presedennya, dan merupakan yang pertama di dunia. Tak heran bila KPU kerap membanggakan pembukaan formulir C1 dan dampaknya yang gegap gempita, sebagai salah satu best practice KPU dalam Pemilu 2104. Formulir C1 antara lain berisi hasil penghitungan yang diteken petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta para saksi konstestan pemilu. Selain formulir C1, KPU juga mengunggah scanning formulir hasil rekapitulasi tingkat kecamatan (formulir DA1) dan scanning formulir hasil rekapitulasi tingkat kabupaten/kota(formulir DB1). Bahwa KPU kali ini lebih terbuka, memang diakui banyak kalangan. Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan 6 (Partnership for Governance Reform), misalnya, telah memberikan penghargaan kepada KPU atas prakarsa dan dan inovasi dalam transparansi data pemilu. Kemitraan menyatakan, transparansi data pemilu telah mendorong perbaikan kualitas pemilu, yang berujung pada integritas proses dan hasil pemilu. API PEMILU, API KPU, DAN OPEN DATA Meski lebih baik dibanding pemilu-pemilu sebelumnya, sebenarnya, keterbukaan data pemilu kali ini masih tertinggal. Pertama, keterbukaan KPU baru memenuhi sebagian kriteria yang digariskan oleh Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Kedua, keterbukaan tersebut belum sepenuhnya merupakan open data. Sejak berlakunya UU KIP, keterbukaan informasi publik telah menjadi arus utama (mainstream) di Indonesia. Ada beberapa pemikiran yang mendasari penerbitan UU tersebut. Pertama, memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia. Kedua, keterbukaan informasi juga merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Ketiga, untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memperoleh informasi. UU KIP telah mengatur pengelolaan informasi publik secara rigid. Tentang apa dan bagaimana informasi harus disajikan oleh penyelenggara negara, agar dapat diketahui oleh masyarakat secara luas. “UU KIP menekan pemerintah 7 API PEMILU untuk mengambil posisi aktif, tidak hanya pasif dalam penyediaan informasi,” tandas Program Oicer API Pemilu Perludem, Diah Setiawaty. Isu keterbukaan informasi publik, tutur Diah, merupakan salah satu isu krusial yang penting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Alhasil, sebagaimana institusi pemerintah lainnya, beban untuk melaksanakan UU KIP, juga harus dipikul oleh penyelenggara pemilu. Dalam hal ini, pemerintah --juga penyelenggara pemilu—berkewajiban melaksanakan pengelolaan informasi publik berdasarkan empat kategori utama, sebagaimana diatur dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 UU KIP. Pertama, informasi yang wajib disediakan diumumkan secara berkala. Kedua, informasi wajib diumumkan secara serta merta. Ketiga, informasi wajib tersedia setiap saat. KPU dan Bawaslu dinilai sudah menunjukkan kesungguhan dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan publik. Untuk memenuhi kategori pertama dan kedua, misalnya, KPU sudah menyediakan portal resmi dengan muatan informasi dan data kepemiluan yang dapat diakses secara online dan mudah oleh masyarakat. Namun, Perludem menilai masih banyak informasi yang dibutuhkan publik yang tidak dimuat, khususnya kategori ketiga. “Contoh detailnya tentang dana kampanye partai politik. Informasi tersebut memang tidak wajib dipublikasikan secara aktif. Tapi, berdasarkan regulasi yang ada, informasi kategori tersebut dapat diakses melalui jalur prosedural yang ada di KPU,” kata Diah. Selain belum memenuhi semua kehendak UU KIP, 8 keterbukaan data pemilu oleh penyelenggara pemilu itu pun baru merupakan transparansi, dan belumlah sepenuhnya masuk dalam kategori open data, sebuah tren yang pengertiannya sudah dibatasi secara rigid. Menurut Open Data Handbook: “Data terbuka adalah data yang bebas digunakan, digunakan ulang, dan didistribusikan kembali oleh siapapun….” Mengapa belum sepenuhnya masuk kategori open data, karena data-data pemilu yang digelontorkan KPU, belumlah dalam format terbuka. Data-data yang diunggah tersebut --kendati oleh KPU diklaim sebagai open data-- kebanyakan masih berupa hasil scan dokumen (format PDF atau JPEG). Format seperti ini, dalam konsep open data, masih masuk dalam kategori data tertutup/terkunci (proprietary). Sebab, data-data seperti ini hanya bisa dibaca oleh manusia (human readable) atau pengguna website, dan tidak dapat dibaca oleh mesin (komputer), sehingga sulit untuk digunakan ulang dan didistribusikan ulang. Dalam Open Election Data Principles, National Democratic Institute (NDI) menyatakan ada sembilan syarat data pemilu terbuka (open election data). Pertama, granular, artinya data harus terperinci hingga ke level yang paling detail. Kedua, timely, maksudnya data pemilu harus tersedia dalam jangka waktu tertentu --sesuai tahapan pemilu-- agar dapat digunakan dengan efektif. Ketiga, available for free on the internet, yaitu data harus dapat digunakan secara bebas di internet (online). Keempat, complete in bulk, di mana data harus dapat diunduh secara penuh (complete) dan menyeluruh (available in bulk). 9 API PEMILU Kelima, analyzable, yaitu data harus dapat di analisa, sehingga data pemilu haruslah data digital dan dalam format yang dapat di baca oleh mesin. Keenam, nonproprietary, yaitu data harus terbuka dalam format yang tidak dikontrol oleh pihak lain/pihak mana pun. Ketujuh, non-discriminatory, yaitu data harus terbuka bagi semua pihak, baik individu maupun organisasi tanpa pembatasan apapun berdasarkan identitas atau tujuan (intensi) pengguna (user). Kedelapan, license-free, yaitu data pemilu harus dapat digunakan kembali secara maksimal dan tidak boleh ada pembatasan atas penggunaannya. Kesembilan, permanently available, yaitu data pemilu harus tersedia dengan stabil di internet untuk jangka waktu yang tidak terhingga. Open data memang bukan sekadar urusan buka-bukaan data, melainkan ada sejumlah prasyarat yang perlu dipenuhi. “Secara spesiik, data tersebut harus tersedia secara bulk, dalam format yangbisa dibaca mesin/komputer,” demikian penegasan dalam buku Open Data Handbook. “Salah satu pakem data terbuka adalah menggunakan format yang terbuka atau tidak proprietary. Format terbuka artinya data tersebut disimpan dalam bentuk yang bisa dibuka semua aplikasi, tidak dibutuhkan aplikasi khusus untuk membacanya. Contohnya format txt atau Comma Separated Value (CSV). Merujuk kepada pakem ini, data KPU mayoritas menggunakan format tidak terbuka, dan tidak dapat dibaca mesin,” papar Diah Setiawaty, yang juga salah seorang pendiri Open Data Club. Diah Setiawaty menambahkan, KPU dan Bawaslu 10 memang telah menunjukkan upaya menyajikan informasi publik melalui website. Namun, data-data tersebut belum cukup kuat menarik minat publik. Pertama, karena datadatanya tidak machine readable, sehingga data-data tersebut tak menarik kalangan programmer komputer, pengembang aplikasi, dan para peneliti. Kedua, data-data tersebut tidak lengkap, terutama untuk mencari data-data pemilu yang telah lampau. Ketiga, website-website yang dimiliki KPU dan KPUD tidak standar, sehingga membuat publik kebingungan saat mengakses data. Untunglah, kekosongan tersebut kemudian diisi Perludem. Melalui inisiatif API Pemilu, Perludem mengolah lagi data-data pemilu dari KPU, Bawaslu, dan berbagai sumber lain --termasuk data-data pemilu yang dimiliki Perludem-- menjadi format yang bisa dibaca mesin, dan membuatnya menjadi sebuah database pemilu digital. Setelah meng-entry, membersihkan, dan memaket datadata tersebut secara tematis, Perludem membuatkan antarmuka (interface) agar paket-paket data tersebut mudah didistribusikan dan digunakan kembali oleh para programmer IT dan pengembang aplikasi. Merekalah yang kemudian mengemas data-data pemilu dalam berbagai aplikasi dan game menarik, dan mengirimkannya langsung ke dalam genggaman para pemilih, melalui gawai (gadget). “Perludem melihat dibutuhkan solusi alternatif yang baru dan segar tentang bagaimana menyajikan informasi pemilu kepada publik, melalui cara-cara yang kreatif dan memancing minat banyak orang. Pendekatan baru yang lebih dari sekadar portal. Pendekatan itu adalah melalui 11 API PEMILU gadget, melalui aplikasi-aplikasi berbasis web, Android, dan iPhone. Gagasan ini menarik sejak internet dan gadget sudah menjadi alat komunikasi yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, perkembangan statistik sosial media di kota-kota besar di Indonesia juga mengalami kemajuan yang signiikan, sehingga ekosistem untuk membangun pendekatan baru itu sudah ada dan terjaga dengan baik,” papar Diah. Diah menambahkan, “Perludem percaya bahwa cara untuk mendorong peningkatan partisipasi publik, salah satunya dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat. Melayani dan mencerdaskan voters dengan penyajian informasi sebanyak-banyaknya dan dengan visualisasi menarik seperti proil caleg, tahapan pemilu yang sedang berlangsung, jadwal-jadwal kampanye, atau informasi lain yang dirasa penting untuk mereka ketahui. Tidak hanya itu, Perludem akan menggunakan media terbaik untuk memicu minat masyarakat dalam mencari tahu informasi terkait pemilu. Karena itu, Perludem memandang API adalah satu solusi strategis untuk mewujudkannya.” Terinspirasi oleh API Pemilu, menjelang pelaksanaan pemilu presiden, KPU membuat API KPU, dan melabel paket-paket datanya dengan istilah open data. Namun, datanya bukan hanya semata soal pilpres, tapi kebanyakan justru data pemilu legislatif. Data-data pemilu yang dibuat API-nya adalah data pemilih, dapil, caleg, TPS, partai, dan formulir C1, seperti pada gambar berikut ini: 12 GAMBAR 1: OPEN DATA DAN API KPU Kendati sudah membuat API, ternyata tetap saja KPU belum mampu mengejar ketertinggalan. Apalagi, apa yang diklaim sebagai API, ternyata masih kontroversial. Sebagian kalangan mengomentari bahwa data-data yang disalurkan lewat API KPU tersebut belumlah data yang bisa dibaca mesin, sebagaimana data API pada umumnya, seperti data scan formulir C1 yang tetap saja berformat PDF/JPEG. Alhasil, klaim bahwa KPU sudah menerapkan open data pun, masih disangsikan. “Itu belum API. Itu URL biasa. Data KPU itu juga belum masuk kategori open data,” kata pakar teknologi informasi dari Institut Teknologi Bandung, Basuki Suhardiman, kepada penulis, April 2015 lalu. Ramda Yanurzha, Ambassador School of Data, sebuah program Open Knowledge Foundation, juga mengatakan apa yang diklaim KPU tersebut secara teknikal belumlah dapat disebut API. “Tapi, untuk negara berkembang, itu 13 API PEMILU sudah termasuk bagus,” kata Ramda yang tergabung dalam Portal Data Indonesia. Untunglah, keadaan tersebut masih bisa disiasati oleh para relawan seperti Kawalpemilu.org. Kendati scanning formulir penghitungan suara di TPS (formulir C1) yang diunggah KPU masih dalam format terkunci, dan jumlahnya lebih dari 500 ribu, mereka berhasil melakukan rekapitulasi dengan cara keroyokan. Kawalpemilu, misalnya, mengerahkan 700 relawan, sehingga setiap relawan ratarata menghitung 700 formulir C1. Para relawan ini terpisahpisah. Mereka berdomisili di sejumlah kota di Indonesia, bahkan sebagian lagi adalah orang Indonesia yang tinggal di 27 negara lain. Bukan hanya berhasil merekap hasil penghitungan suara tingkat TPS dalam waktu relatif singkat, para relawan juga mampu menelanjangi kesalahan penjumlah di tingkat TPS. Para relawan tersebut kemudian mengunggah formulirformulir C1yang ganjil tersebut, antara lain di alamat c1yanganeh.tumblr.com dan helpdesk KPU. Temuan formulir C1 yang aneh tersebut --entah disengaja sebagai salah satu modus kecurangan, atau akibat kecerobohan belaka-- membenarkan ungkapan sunlight is the best disinfectant. Dan, cara ini sangat berfaedah bagi upaya menegakkan integritas pemilu. Kehadiran penghitungan suara yang dilakukan para relawan dunia maya itu, juga bertemu dengan momentum yang langka. Pertama, suara dua kandidat presiden yang bertarung, berselisih tipis. Kedua lembaga-lembaga survei (pollster) penyelenggara hitung cepat (quick count) terbagi 14 dalam dua blok, ada yang memenangkan Jokowi-JK, ada pula yang memenangkan Prabowo-Hatta. Alhasil, hasil penghitungan crowdsourcing itu, menjadi sesuatu yang membetot perhatian, di tengah situasi yang sedang panaspanasnya. Sebab, tak seperti quick count yang menghitung sampel TPS, crowdsourcing menghitung scan dokumen dari seluruh TPS. Dan, terbukti kemudian hasilnya tak berselisih jauh dengan hasil penghitungan manual. Pengunggahan scanning C1 dan dampaknya, merupakan sesuatu yang tak terduga sebelumnya. Padahal, KPU sempat dianggap mundur karena tak berani menerapkan tabulasi suara secara elektronik seperti yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu 2004 dan 2009. Tabulasi menggunakan data hasil penghitungan suara dari TPS --yang pada Pemilu 2004 dikirim langsung dari kecamatan, dan pada Pemilu 2009 dikirim dari kabupaten/kota-- ke Data Center KPU, kemudian KPU menayangkannya secara terbuka. “Sebenarnya, awalnya kami ditawari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk menggunakan aplikasi untuk rekapitulasi di tingkat TPS, semacam e-rekapitulasi. Tapi, dulu ada kasus Lemsaneg (Lembaga Sandi Negara), sedangkan tahapan pemilu terus berjalan. Karena keterbatasan waktu, sementara ini [data hasil penghitungan suara] penting diketahui publik, akhirnya kami pilih cara itu (unggah scan formulir C1) . Kita tinggal buat aplikasi sederhana agar saat di-scan formulir C1 langsung tertata. Jadi, tidak asal scan,” kata anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, kepada penulis, awal April 2015. 15 API PEMILU Sekadar informasi, pada kuartal ketiga tahun 2013, KPU menandatangani MoU dengan Lemsaneg, untuk pengamanan data pemilu. Kerja sama ini, diprotes banyak kalangan. Sebab, Lemsaneg adalah salah satu lembaga pemerintah non departemen, sehingga kerja sama itu dinilai rawan intervensi terhadap KPU. Kerja sama itu akhirnya dihentikan pada akhir November 2013. Lemsaneg adalah lembaga yang mirip dengan National Security Agency (NSA) di Amerika Serikat. Tugas Lemsaneg antara lain mengamankan informasi rahasia negara, menjalankan fungsi intelijen, dan lain-lain. Meski tak menerapkan tabulasi elektronik seperti dua pemilu sebelumnya, manfaat upload hasil pindai formulir C1, ternyata mempunyai efek hampir sama. Sebab, membuat para pemilih bisa mengetahui hasil penghitungan suara yang bersumber dari data resmi KPU, kendati rekapitulasi data tersebut hanya berfungsi sebagai second opinion , seperti halnya quick count. Praktisi teknologi informasi, Johar Alam Rangkuti, mengatakan secara psikologis cara itu lebih diterima masyarakat, karena yang diunggah adalah scanning dokumen asli penghitungan suara, dan bukan hasil penjumlahannya. Sehingga, memancing masyarakat untuk terlibat menghitung dan mengawal hasil penghitungan suara. “Jadi, ide menampilkan C1 secara utuh di situs web KPU adalah ide yang brilian,” kata Johar, seperti dikutip Kompas. 16 LANGKANYA DATA PEMILU SEBELUMNYA Kendati banyak orang merayakan keterbukaan data Pemilu 2014 dan berbagai dampaknya, namun, jika menengok ke belakang, yang terlihat bayangan samar belaka, bahkan gelap. Betapa tidak, data-data pemilu sebelumnya, entah ketlingsut di mana. Jangankan mencari data-data pemilu di era Orde Baru dan Orde Lama, data-data pemilu di era reformasi pun merupakan barang langka. Anggota KPU, Hadar Nais Gumay, saat masih Direktur Eksekutif Cetro, pernah dibuat kesal saat mencari data-data perolehan suara partai dan calon anggota DPR, DPD, dan terutama DPRD ke KPU. Padahal, yang dia cari bukan data lama, melainkan data hasil Pemilu 2009. Sementara, saat dia meminta data tersebut, Pemilu 2009 belum lama berlalu. “Saya sampai mengancam akan memperkarakan mereka ke Komisi Informasi,” katanya kepada penulis, beberapa saat setelah Pemilu 2009 digelar. Kenyataan memprihatinkan serupa terjadi dengan data hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Padahal, riwayat pilkada langsung belumlah panjang. Pilkada langsung pertama baru digelar 2005 silam. Tapi, sekarang sulit mendapatkan data pasangan calon yang pernah berlaga dalam pilkada, persentase dukungan partai pengusung maupun persentase dukungan untuk kandidat perseorangan, dan perolehan suara kandidat dalam pilkada. Kesal dengan kenyataan tersebut, suatu ketika Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, berkata, “Saya heran, sebenarnya apa yang sih yang perlu dirahasiakan dari data 17 API PEMILU pemilu? Kenapa sedemikian sulit didapat?” Padahal, kata Titi, data-data tersebut merupakan rekaman proses yang sangat baik dari sejarah pemilu di Indonesia. “Data-data tersebut seharusnya bisa digunakan kembali untuk banyak kepentingan, seperti perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu, kepentingan ilmu pengetahuan, maupun perbaikan dan meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia secara keseluruhan,” katanya kepada penulis, April lalu. Diah Setiawaty menambahkan, kelangkaan data ini menyebabkan data pemilu, kalaupun ada, menjadi mahal dan, ironisnya, diperjualbelikan oleh individu maupun organisasi tertentu. “Perludem telah menemui beberapa kasus seperti ini ketika mendokumentasi data API Pemilu. Salah satu alasan yang paling sering ditemui adalah karena dibutuhkan biaya dan usaha yang besar untuk mengumpulkan data-data pemilu tersebut,” tutur Diah. Karena buruknya pengelolaan data-data pemilu, misalnya, hanya segelintir orang yang tahu bahwa sebelum digelarnya Pemilu 1955 --yang selama ini dicatat dalam buku-buku sejarah sebagai pemilu pertama sejak Indonesia merdeka-- sudah pernah digelar pemilu lokal. Yaitu, ketika warga di Minahasa, Makassar, dan Yogyakarta, memilih anggota DPRD pada 1951-1952. Adanya pemilu sebelum Pemilu 1955 ini, antara lain diungkap anggota KPU Provinsi Gorontalo, Verrianto Madjowa, dalam bukunya Pemilu Gorontalo 1955-2014. Ferry Kurnia mengakui gelapnya dokumentasi data-data pemilu sebelumnya. Tak seperti data Pemilu 2014 yang 18 relatif tertata rapi, data-data pemilu sebelumnya bak raib ditelan bumi. “Untuk Pemilu 2009, data-data pemilu yang ada misalnya hanya data di buku Pemilu Dalam Angka,” katanya. Padahal, data-data di buku buatan Humas KPU tersebut, hanyalah data agregat tingkat pusat, itu pun tak lengkap. Lalu, di mana data-data pemilu lainnya berada. Entahlah. Yang jelas, lorong-lorong gedung KPU di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, disesaki lemari-lemari berkas. Sebagian berkas yang tak tertampung, bahkan diikat begitu saja dan ditempatkan di lantai atau di atas lemari, berdebu, bak barang loakan. “Teman-teman dari Arsip Nasional sebenarnya sudah menunggu-nunggu kapan KPU menyerahkan data-data tersebut. Tapi, kita akan upayakan dulu untuk mendigitalisasi, “ kata Ferry. Namun, persoalannya ternyata bukan hanya mengumpulkan, tapi KPU pun masih dalam tahap mencari data-data tersebut. Selain berupa berkas, data-data tersebut ada yang berupa scan dokumen. Data digital sebenarnya juga ada, seperti data hasil penghitungan suara, terutama data-data hasil tabulasi penghitungan suara elektronik pada Pemilu 2004 dan 2009, yang bisa dilacak sampai tingkat TPS. Data-data tersebut dikumpulkan dengan mengeluarkan ongkos miliaran rupiah untuk pengadaan data center, perangkat komputer, scanner, jaringan internet, hingga relawan yang mengentri datanya, namun usai pemilu semua itu ditelantarkan. Nasib serupa menimpa data Pendaftaran Pemilih dan Pendataaan Penduduk Berkelanjutan (P4B), yang dibuat 19 API PEMILU oleh KPU penyelenggara Pemilu 2004. Data ini dikumpulkan dengan cara sensus, bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik. Dengan adanya database tersebut, diharapkan data pemilih lebih tertata. KPU tak perlu lagi bingung dengan urusan data pemilih menjelang pemilu, karena KPU telah punya database yang bisa dimutakhirkan. Namun database yang dibuat susah payah dan menghabiskan biaya hampir setengah triliun rupiah, justru disia-siakan. “Kami sekarang lagi mencari dan mengumpulkan datadata pemilu, paling tidak sejak Pemilu 1999, 2004, dan 2009. Kita sudah buat aturannya dalam Peraturan KPU Nomor 1/2015 tentang Pengelolaan Informasi, yang salah satu kegiatannya adalah mengumpulkan data-data pemilu. Nanti, data-data itu akan kita digitalisasi, sehingga semua orang bisa mengakses. Karena kita juga ada pelayanan informasi, dokumentasi dan data, dan itu adalah komitmen kita untuk keterbukaan data dan informasi,” kata Ferry Kurnia. Ferry mengatakan, sebenarnya data-data pemilu hampir seluruhnya merupakan data terbuka, dan tak perlu ditutuptutupi. Dia menaksir, 90 persen data pemilu merupakan data terbuka. Yang sepuluh persen sisanya adalah datadata yang sengaja dirahasiakan, karena kalau dibuka bisa membahayakan keselamatan negara. Namun, ada pula yang masih ditutup karena kondisi tertentu. “Misalnya laporan dana kampanye, kalau masih diaudit oleh auditor, itu masih rahasia. Tapi, kalau sudah selesai diaudit, justru wajib diumumkan,” kata Ferry. Tapi, merupakan pertanyaan menarik, mengapa KPU 20 saat ini lebih terbuka dengan data-data pemilu. Padahal, UU Pemilu secara eksplisit hanya mewajibkan KPU membuka data pemilih dan dana kampanye? Apakah karena ada tekanan dari pemerintah, yang saat pemilu digelar, sedang menjadi ketua Open Government Partnership? “Oh, tidak. Itu karena komitmen kita saja. Karena konsepsi demokrasi kan prinsipnya partisipasi publik. Dalam konteks itu, seluruh masyarakat perlu terlibat dalam aktivitas proses demokrasi yang antara lain diwujudkan dalam kontestasi pemilu. Dengan ruang partisipasi yang luas, itu akan menciptakan kontestasi yang demokratis. Itu poinnya. Jika publik terlibat dari awal sampai akhir, hasilnya akan lebih dipercaya oleh publik,” kata Ferry Kurnia. KPU sebelumnya, memang bermasalah dalam soal data, khususnya data pemilih. Kekisruhan data pemilih, membuat puluhan juta orang kehilangan hak pilih. Komnas HAM, misalnya, menyebut 40-an juta orang yang kehilangan hak pilih. Kekisruhan data pemilih secara massif itu, akhirnya memicu pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Daftar Pemilih Tetap di DPR, yang salah satu rekomendasinya adalah memecat seluruh anggota KPU saat itu. Kekisruhan data pemilih tersebut, sesungguhnya juga dipicu oleh perubahan pencatatan data pemilih, setelah diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab Kemendagri mengubah jenis pendaftaran pemilih dari continuous register/list, seperti yang telah dirintis lewat program P4B, menjadi civil registry. KPU periode 2012-2019, juga akhirnya pasrah menerima data jenis civil registry yang diserahkan pemerintah, namun menyaringnya 21 API PEMILU dengan ketat lewat Sistem Data Pemilih (Sidalih). Pada akhirnya, fenomena keterbukaan data pemilu, baik data-data menyangkut proses maupun hasilnya, membenarkan ungkapan sunlight is the best disinfectant. Keterbukaan itu membuat banyak mata turut mengawasi proses pemilu, khususnya soal-soal krusial seperti data pemilih, dana kampanye, hingga hasil penghitungan suara. Keterbukaan itu pun membuat proses pemilu lebih transparan, mengundang banyak kalangan untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemilu --bahkan berkontribusi dengan berbagai inovasi dan kreatiitas--, membuat banyak potensi kekisruhan berkurang, dan pada akhirnya memperkuat legitimasi pemilu. 22 BAGIAN DUA API: Penerjemah, Jembatan, dan Lego “API Google Maps dan API Twitter, telah mengubah wajah internet untuk selamanya, karena secara efektif memulai tren mashup API yang membolehkan para developer memanfaatkan layanan backend dari sebuah aplikasi web dengan cara lain, untuk keperluan yang berbeda.” —Meg Cater, A Brief History of API-Based Web Applications. ADA beberapa tren utama yang membentuk dunia internet hari-hari ini. Yang paling menonjol adalah berkembangnya jejaring media sosial; penggunaan perangkat mobile untuk mengakses internet, dan; layanan berbasis lokasi (location based services), sebuah layanan untuk mengidentiikasi seseorang atau sebuah objek, semisal untuk mengetahui di mana lokasi ATM terdekat. Selain itu, sebuah program kritikal bernama API, yang bahkan turut mendasari merebaknya tren-tren utama tersebut. Tapi, apa sebenarnya makhluk bernama API ini? API adalah singkatan dari Application Programming 23 API PEMILU Interface, atau kerap dialihbahasakan menjadi Antarmuka Pemrograman Aplikasi. Sebelum jauh membahasnya, sebaiknya kita memulai dengan sebuah analogi yang sederhana dan mudah, bahwa API tak ubahnya jembatan dan penerjemah. Analogi populer lainnya adalah, API mirip belaka dengan mainan anak populer, yaitu Lego: balok-balok plastik berbagai ukuran dan bentuk, yang bisa disambung dan dibentuk secara inovatif dan kreatif, sesuai imajinasi pemainnya, karena Lego mempunyai persamaan standar yaitu adanya lubang dan tonjolan. GAMBAR 2: PERMAINAN KREATIF ANAK BERNAMA LEGO YANG MEMILIKI KEMIRIPAN DENGAN API FOTO: FLIXCART.COM DEFINISI API Ada banyak deinisi yang dikemukakan tentang API. Salah satu yang ringkas disampaikan oleh Tim Konkani NLP, dari 24 Goa University, dalam presentasi bertajuk API-Application Programming Interface. Menurut mereka, “API adalah seperangkat perintah, fungsi, serta protokol yang dapat digunakan oleh programmer saat membangun perangkat lunak. API memungkinkan programmer menggunakan fungsi standar untuk berinteraksi dengan sistem operasi lain.” Karena fungsinya yang bak penerjemah, jembatan, dan permainan Lego, teknologi bernama API ini membuat persoalan rumit menjadi lebih sederhana dan mudah. API dapat digunakan untuk bahasa pemrograman atau sistem operasi apapun, sepanjang paket-paket API-nya sudah terinstall. Sebab, dalam API terdapat fungsi-fungsi/perintahperintah yang menggantikan bahasa yang digunakan dalam system calls (yang berbeda antara satu sistem operasi dengan sistem operasi yang lain) dengan bahasa yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti oleh programmer, termasuk programmer paling pemula sekalipun. Fungsi yang dibuat menggunakan API tersebutlah yang kemudian akan memanggil system calls sesuai dengan sistem operasinya. Sistem atau proses sebuah perangkat lunak yang unik dan terpisah-pisah, memang tidak mudah dikomunikasikan. Karena, sistem dan program berbeda-beda. Sebagai contoh, ada yang berbasis JAVA, Microsoft, C++, atau lainnya. “Harus ada interface untuk menghubungkan satu sistem dengan sistem yang lain, satu database dengan database yang lain, karena itu perlu API untuk translasi,” kata pakar teknologi informasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Basuki Suhardiman, kepada penulis, April 2015 lalu. 25 API PEMILU “API menyediakan akses program langsung terhadap sistem dan proses perangkat lunak (software) menggunakan protokol standar untuk meminta dan menyediakan data. API memudahkan berbagi data terstruktur, berfungsi sebagai bahasa yang sama (common language), dan memecahkan permasalahan penting,” (Digitalisasi Data Pemilu, Perludem). Lego dan API punya kesamaan dalam hal meledakkan kreatiitas penggunanya. Permainan Lego membuat kreatiitas seorang anak menjadi tak terbatas, karena dia bisa memadukan balok-balok tersebut untuk membuat apa saja, yang bahkan tak terbayangkan oleh pembuatnya. Begitu pun dengan web API dan data API, yang membuat para programmer dan developer bebas berkreasi dan berinovasi, dengan aplikasi-aplikasi, dan memunculkan solusi-solusi, yang mungkin tak terbayangkan oleh penyedia API. SEJARAH API Sejak kapan teknologi bernama API ditemukan? Soal ini masih diperdebatkan. Ada yang mengungkapkan, teknologi ini sudah ada sejak internet ditemukan. Namun, API modern, menurut situs Apievangelist.com, dibidani oleh Roy Thomas Fielding, lewat disertasinya yang bertajuk Architecural Styles and the Design of Network-based Software Architectures di Universitas California, Irvine, pada 2000 silam. Dalam disertasi tersebut, Fielding menjelaskan tentang Representational State Transfer (REST) sebagai prinsip kunci arsitektur world wide web, yang kemudian 26 mendapatkan banyak perhatian. Hasilnya, kini, orang lebih sering menggunakan REST untuk membangun layanan web (web service). REST memang lebih sederhana, mudah dipelajari, dan tak bergantung pada tools . Itu karena ilosoi REST bahwa prinsip dan protokol yang sudah ada di web telah cukup untuk membuat web service yang kuat (robust). Selain itu, secara desain dan ilosois, REST lebih dekat dengan web, ketimbang pendahulunya: SOAP (Simple Object Access Protocol) dan WSDL (Web Services Description Language), protokol berbasis XML (Extensible Markup Language). “Web API yang nyaris merupakan sinonim web service --tren teknologi terkini (yang disebut Web 2.0)-- yang telah bergerak dari layanan berbasis Simple Object Access Protocol (SOAP) ke arah gaya komunikasi Representational State Transfer (REST) yang lebih langsung.” (Web API, Wikipedia). Sekadar informasi, web service (layanan web) berbeda dengan web site (situs web). Web site dibuat untuk berinteraksi dengan pengguna langsung (direct user interaction) yang terbatas dan pasif saja dalam melihat konten, atau paling jauh mengisi buku tamu dan komentar. Sedangkan, web service dibuat untuk berinteraksi langsung dengan aplikasi lain, yang berbeda sistem operasi bahkan konsep. Web site juga dibuat bekerja pada web browser, sedangkan web service dibuat untuk bekerja pada semua tipe client aplikasi/perangkat device. “Web service itu adalah interface untuk banyak hal. Dalam kondisi sekarang ini, menurut saya API secara de 27 API PEMILU facto adalah web service. Bedanya, antara lain, kalau web service bisa GET dan PUSH. Dua arah. Sedangkan, kalau API hanya GET data,” kata Basuki Suhardiman. Meski bukan sepenuhnya merupakan web service, pakar API, Kin Lane, menyatakan API memungkinkan software atau bahkan hardware berkomunikasi di internet, dalam cara yang aman. ”World Wide Web menggunakan internet untuk memungkinkan manusia berkomunikasi dan melakukan share informasi. Sedangkan, API menggunakan internet untuk memungkinkan website, aplikasi web, aplikasi mobile, dan device untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi,” tulisnya dalam artikel bertajuk History of APIs, di situs Apievangelist. Meg Cater, dalam artikel bertajuk A Brief History of APIBased Web Application, menyatakan, “API ada di belakang layar. API dibuat untuk dimanfaatkan oleh para developer yang kelak memanfaatkan program API dan data-datanya, sesuai keingginan mereka (berbasis kebutuhan). Mereka mengelola data-data itu dengan men-sort hal-hal spesiik, untuk kemudian bisa diakses melalui aplikasi atau game.” Hari-hari ini, API memang telah semakin berevolusi. API menjadi cara populer untuk menyediakan akses publik terhadap sebuah dataset atau layanan spesiik. API Google Maps adalah salah satu contohnya. API Google Maps menyediakan ‘layanan peta’ kepada banyak pihak ketiga, baik website maupun aplikasi. Alhasil, para programmer, desainer web, dan pengembang aplikasi tidak perlu membuat map dulu untuk menampilkannya di aplikasi yang mereka buat. Sebab, aplikasi yang mereka buat bisa 28 langsung menampilkan peta dari server Google Maps via sebuah API. Sehingga, mereka bisa fokus pada pembuatan aplikasinya. Melalui sebuah API Publik, penyedia data atau pemilik database bisa memutuskan data apa yang akan mereka share kepada pihak eksternal. Dengan memperkenankan developer pihak ketiga membuat software yang mengkoneksi API Publik tersebut, data-data bisa tersalur kepada customer lewat sebuah cara baru yang menarik. Kendati API modern konon baru lahir setelah Fielding menjelaskan tentang teknologi REST, namun web API pertama, sudah muncul pada awal tahun 2000-an lalu. Yaitu, ketika Salesforce, sebuah perusahaan komputer yang berbasis di California, meluncurkan API-nya secara resmi pada konferensi IDG Demo 2000, 7 Februari 2000 lalu. Web API ini berbasis XML, dan masih digunakan hingga hari ini. Salesforce adalah juga pencetus pertama aplikasi perusahaan yang dijalankan melalui internet. Kurang dari setahun, pada 20 November 2000, sebuah situs lelang daring, eBay, meluncurkan web API atau eBay API, bersama dengan eBay Developer Program. Namun, peluncuran web API ini hanya untuk kalangan terbatas berdasarkan lisensi, yaitu para partner dan developer eBay. Belakangan, praktik seperti ini disebut sebagai API tertutup atau API internal. Pada 16 Juli 2002, Amazon, sebuah perusahaan perdagangan elektronik multinasional yang berbasis di Seattle, yang lebih terkenal sebagai situs pengecer buku daring, meluncurkan Amazon.com Web Services (AWS). 29 API PEMILU Dengan peluncuran AWS, Amazon memperkenankan pihak ketiga untuk menggabungkan konten dan itur Amazon.com ke situs web mereka. AWS antara lain mempersilakan para developer mencari dan memilih produk-produk Amazon, kemudian memajangnya di website mereka, dalam format XML. Kendati saat itu gerakan web API modern telah diluncurkan, namun karena beberapa alasan, popularitasnya masih tenggelam. Ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebabnya. Pertama, karena demam dotcom masih melanda dunia. Demam tersebut terjadi sejak 1998, dan membuat para investor berlomba-lomba mendirikan perusahaan dotcom. Saham-saham perusahaan dotcom pun meroket karena banyak yang percaya bahwa teknologi maju akan mengubah pola hidup banyak orang menjadi serba daring, terutama dalam urusan belanja barang dan jasa. Para pemilik dan karyawan perusahaan dotcom memang sempat kaya mendadak dibuatnya. Tapi, web API kemudian mendapat momentum. Bukan hanya karena demam dotcom ternyata fenomenanya bak gelembung (dotcom bubble) --yang kemudian meletus pada tahun 2000, yang membuat perusahaan-perusahaan dotcom pada bangkrut-- tapi juga karena munculnya fenomena baru, yaitu internet sebagai media sosial. Pada Februari 2004, ada dua situs jejaring sosial yang secara resmi buka lapak di internet, yaitu Facebook dan Flickr. Flickr, sebuah situs berbagi foto, meluncurkan APInya enam bulan kemudian, dan enam bulan berikutnya digaet oleh Yahoo untuk bekerja sama. Restful API yang 30 diluncurkan Flickr memang cepat populer, dan menjadi pilihan platform gambar para blogger pemula dan gerakan media sosial. Itu karena Flickr mempermudah penggunanya meng-embed (membenamkan) foto Flickr mereka ke blog atau media sosial. Tak seperti Flickr, Facebook baru meluncurkan development platform dan API-nya, dua tahun kemudian, yaitu 15 Agustus 2006, setelah lama ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan. Development Platform Facebook versi 1.0, memberi peluang kepada para developer untuk mengakses data-data pertemanan di Facebook, termasuk foto-foto, even, dan informasi proil pengguna Facebook. Berikutnya, situs media sosial Twitter, yang diluncurkan pada Juli 2006, juga dengan cepat memanfaatkan API. Twitter meluncurkan API pada 20 September 2006, atau hanya sebulan setelah Facebook meluncurkan API. “Seperti halnya API milik eBay, Twitter merilis API sebagai respons atas banyaknya pengguna yang mengacak-acak situs tersebut, atau membuat API yang nakal (rogue APIs) mengatasnamakan Twitter,” tulis Kin Lane. API GOOGLE MAPS, MASHUP API, DAN KOMPUTASI AWAN Hampir bersamaan dengan saat Facebook dan Twitter memainkan kekuatan web API sosial media, Google mengeksplore kekuatan API, lewat API Google Map. Seperti halnya Twitter, Google meluncurkan API Google Maps sebagai respons langsung atas banyaknya serangan hacker. API Google Maps diluncurkan enam bulan setelah 31 API PEMILU peluncuran aplikasi Google Maps. Google Maps memang aplikasi hebat. Selain menampilkan peta dunia secara online, itur-itur di Google Maps mampu menampilkan citra satelit, kepadatan lalulintas, topograi suatu tempat, serta street view untuk melihat kondisi dan situasi jalan secara nyata. Alhasil, sejak pertama kali diluncurkan pada 2007, Google Maps memang segera populer. Tapi, kemudian banyak developer yang menjahilinya, dengan meng-hack JavaScript interfacenya untuk membuat aplikasi baru dan membenamkannya di web site mereka, antara lain housingmaps.com dan chicagocime.org. “Google Maps dipaksa untuk meluncurkan API, sehingga para developer bisa menggunakan peta-peta di Google Maps tanpa perlu meng-hack-nya. API Google Maps, dan sebelumnya API Twitter, kemudian mengubah wajah internet untuk selamanya, karena secara efektif memulai tren yang membolehkan para developer memanfaatkan layanan backend dari sebuah aplikasi web dengan cara lain, untuk keperluan yang berbeda,” tulis Meg Cater dalam A Brief History of API-Based Web Applications, yang dipublikasikan pada 2013 lalu. Meg Cater melanjutkan, Google Maps adalah yang pertama yang mendemonstrasikan secara luas kekuatan “Mashup API”. Sekadar informasi, menurut Wikipedia, mashup adalah sebuah halaman web atau aplikasi web, yang menggunakan konten dari lebih dari satu sumber untuk mengkreasi layanan baru. Contoh-contoh kombinasi itu, menurut Meg Carter, 32 antara lain, “Membuat peta yang menunjukkan semua lokasi pertunjukan band nanti malam, peta yang mentrack rute perjalanan, peta yang meng-highlights semua hiking trails. Dengan API Google Maps ini, para developer bisa memanfaatkan kekuatan menakjubkan dari Google Maps, untuk memenuhi impian terliar kita tentang masalah geograis.” GAMBAR 3: API GOOGLE MAPS Pada titik ini, tulis Kin Lane, web API menunjukkan kekuatan internet ketika hal-hal di internet di-share, dan membuat segala sesuatunya bisa dibenamkan (embeddable) dan menjadi lebih berwajah sosial. Meski demikian, sampai 33 API PEMILU di sini, web API masih lebih banyak dianggap sebagai ‘hobi’ oleh bisnis-bisnis utama. Belum menjadi bisnis itu sendiri. Namun, ketika penggunaan API kian mengharu-biru jagat internet, Amazon lama kelamaan mulai melihatnya sebagai potensi dan peluang bisnis. Amazon melihat API dalam cara yang tidak dilihat orang lain sebelumnya. Cara pandang ini kemudian membuat Amazon Web Service (AWS) bak terlahir kembali, lebih dari sekadar situs e-commerce. Pada Maret 2006, Amazon meluncurkan sebuah layanan baru, sesuatu yang berbeda sama sekali dibanding situs penjualan buku maya dan e-commerce. Amazon membuat ikhtiar baru bernama Amazon S3, sebuah gudang layanan web (storage webservice). Amazon S3 menyediakan interface sederhana, yang bisa digunakan untuk menyimpan dan mendapatkan banyak data di web Amazon, kapan saja, dari mana saja. Ini memberikan kesempatan kepada para developer untuk melakukan akses ke infrastruktur gudang data secara cepat, murah, dan dapat diandalkan, seperti halnya yang digunakan sendiri oleh Amazon dalam menjalankan jaringan global website-nya. Enam bulan setelah setelah peluncuran Amazon S3, Amazon merilis layanan komputasi awan (cloud computing) baru bernama Amazon EC2 (Elastic Compute Cloud). Amazon EC2 menyediakan kapasitas komputasi yang bisa di-resize di ‘awan’ (internet --pen), yang memungkinkan para developer untuk meluncurkan ukuran berbeda dari server virtual di dalam data center Amazon. Seperti halnya Amazon S3, Amazon EC2 adalah sebuah Restful API. “Dengan cloud computing (komputasi awan), web 34 API menjadi nyata. Anda sekarang bisa mengerahkan infrastruktur global menggunakan API. Dia bukan lagi sekadar tentang social fun, tapi Anda benar-benar bisa menjalankan bisnis menggunakan API,” tulis Kin Lane. Kin Lane menambahkan, “API bak menemukan kekuatan baru dengan komputasi awan. Berkat komputasi awan, storage devices tidak perlu dibawa-bawa ke mana pun. Sebab, dengan adanya sistem komputasi awan yang berbasis storage online, Anda dapat membawa pekerjaan Anda dengan mudah kemanapun Anda inginkan. Sepanjang terdapat jaringan internet, maka kita dapat mengakses data tersebut kapan saja, karena data kita telah tersimpan secara digital pada cloud storage. Sistem ini dapat menunjang mobilitas kita dalam membawa data.” GAMBAR 4: METAFORA KOMPUTASI AWAN REKAAN SAM JOHNSTON. 35 API PEMILU David S. Linthicum, konsultan pada Cloud Technology Partners, bahkan mengatakan API adalah segalanya bagi komputasi awan. “API bukanlah hal baru bagi komputasi awan. Kebanyakan layanan cloud diakses menggunakan API,” tulisnya dalam sebuah artikel pendek bertajuk The API is everything for cloud computing, di laman InfoWorld, Juni 2010 lalu. “Saya menjadi pembicara di Glue Con, pekan lalu, sebuah konferensi developer-oriented yang digelar di Denver. Apa pesan inti dari konferensi seputar komputasi awan? Anda bisa menjawabnya dengan tiga huruf: A-P-I,” kata David Linthicum, penulis 13 buku tentang komputasi. Di antara layanan populer yang menggunakan teknologi komputasi awan saat ini adalah cloud storage, seperti Dropbox yang diluncurkan pada 2008 dan Google Drive yang diluncurkan pada 2012. Di gudang penyimpanan ini, para user bisa menyimpan ile, berbagi ile, mengedit dokumen, dan berbagai fasilitas lainnya. Dropbox menyediakan 2 GB bagi setiap akun, yang bisa bertambah menjadi 8 GB bagi yang menyarankan orang lain membuka akun Dropbox, serta menyediakan pula penyewaan untuk kapasitas besar hingga ukuran tera byte. Sedangkan Google Drive menyediakan 5 GB bagi yang membuka akun, dan bila ingin kapasitas cloud storage yang lebih besar, pengguna harus merogoh kocek. Dengan adanya cloud storage ini, para pengguna bisa mengakses dan bekerja dengan ilenya kapan pun, di mana pun, via web maupun perangkat mobile, selama ada jaringan internet. Sehingga, mereka tak perlu membawa hard disk atau USB. 36 Pada mulanya, layanan populer berbasis teknologi cloud storage ini memang muncul gara-gara pendiri Dropbox, Drew Houston, sering lupa membawa USB saat dia masih menjadi mahasiswa Massachusetts Institute of Technology (MIT). Dia pun akhirnya punya ide untuk menyimpan ilenya di ‘awan’ (cloud), istilah lain dari internet. DEMAM GADGET DAN ERA BOOMING APLIKASI Saat fokus semua orang masih terarah pada fenomena internet yang kian sosial dan komputasi awan, sebuah device baru muncul ke permukaan. Dan, seperti halnya jejaring sosial dan komputasi awan, device ini, kata Kin Lane, akan terbukti kemudian sebagai ‘pengganti permainan’ (game changer). Itu bermula ketika pada Juni 2009, Apple meluncurkan iPhone 3G, dan App Store mulai memanjakan pemilik iPod Touch dan iPhone untuk mengunduh aplikasi melalui perangkat lunak desktop iTunes atau App Store di iPhone mereka. “Ini membuka dunia yang sama sekali baru, yaitu aplikasi mobile, di mana API akan menjadi kekuatan pendorongnya,” tulis Kin Lane. Evolusi internet mobile terus berlangsung. Pada 6 Oktober 2010, Instagram meluncurkan aplikasi yang memungkinkan berbagi foto di iPhone. Dan, respons publik luar biasa besar. Kurang dari tiga bulan sejak peluncurannya, penggunanya sudah mencapai satu juta orang. Kevin Systrom pendiri Instagram pun kian fokus mendeliver aplikasi iPhone yang lebih baik dan simpel, yang kemudian memecahkan 37 API PEMILU persoalan klasik yang selama ini dialami para pengguna, yaitu kualitas foto yang tak terlalu memuaskan, dan frustrasi pengguna saat melakukan sharing foto. Tapi, sumberdaya API untuk men-drive wilayah mobile, baru benar-benar berkembang pesat saat Apple memperkenalkan iPad tablet, serta pertumbuhan perangkat mobile berbasis Android dan Windows. “Maka, telepon pintar pun kemudian menjadi bak potongan terakhir dari puzzle strategi digital, mencakup kepentingan komersial dan sosial. Semua itu diperlukan, sebelum visi orisinal web API benar-benar disadari,” tulis Kin Lane. Perkembangan-perkembangan tersebut, kemudian melahirkan booming aplikasi web dan mobile, terutama buatan pihak ketiga (para programmer dan developer) yang sebagian memanfaatkan data-data API. Istilah aplikasi yang begitu menggema, akhirnya membuat American Dialect Society, sebuah lembaga studi bahasa di AS, pada 2011 lalu, mendaulat kata “aplikasi” sebagai Word of the Year 2010. Steve Jobs, CEO Apple, memperkenalkan iPad pertama pada acara Apple Special Event di San Francisco, pada 27 Januari 2010 lalu, dan diluncurkan ke pasar pada 3 April 2010. Dalam waktu singkat, produk yang merupakan perpaduan, dan berada di antara telepon pintar dengan laptop ini diserbu pembeli, dan mengubah cara orang menggunakan perangkat. Sebelumnya, sejak Juni 2007, Apple meluncurkan iPhone yang sudah menggunakan iPhone Operating System (iOS). Selanjutnya, pada Juli 2008, Apple membuat toko aplikasi App Store. Layanan ini memungkinkan pengguna 38 perangkat berplatform iOS (iPad, iPod, iPhone, dan lainlain) maupun pengguna personal komputer mem-browse dan mengunduh aplikasi. Aplikasi-aplikasi ini dibuat oleh pihak ketiga, para programmer dan developer, sebagian di antaranya memanfaatkan data API. App Store sendiri pun menyediakan API, sehingga pihak ketiga bisa memanfaatkan data-datanya. Pada awal 2012, Apple menyatakan telah ada 1,1 juta lebih aplikasi buatan Apple dan pihak ketiga yang tersedia di App Store, di mana 84 persen di antaranya bisa diunduh gratis, dan sisanya berbayar. Dan, jumlah orang yang mengunduhnya terus bertambah. Hingga akhir 2012, Apple menyatakan aplikasi-aplikasi di App Store diunduh 40 miliar kali. Ini merupakan peningkatan yang luar biasa pesat, karena pada awal 2011 lalu, jumlah pengunduhnya baru 9,9 juta. Namun, setelah itu, pertambahan jumlah aplikasi di App Store melambat. Hingga Juli 2014 lalu, menurut catatan laman statista.com, ada 1,2 juta aplikasi yang bisa diunduh dari App Store, atau hanya naik sekitar seratus ribu aplikasi dibanding dua tahun sebelumnya. Diduga, itu karena para pesaing Apple pun telah melakukan langkah serupa, berlomba-lomba membuka lapak aplikasi yang mirip App Store. Sampai akhirnya App Store disalip oleh Google Play Store yang menampung aplikasi-aplikasi berplatform Android. Riwayat Android, sistem operasi berbasis Linux, yang merupakan sumber terbuka (open source), sebenarnya sudah lama. Pengembangan sistem operasi ini telah dimulai 39 API PEMILU pada 2003 oleh Android Inc, dan dibeli oleh Google pada 2005. Tapi, Android sebagai sistem operasi untuk perangkat mobile, diluncurkan pada November 2007, atau tiga bulan setelah peluncuran iOS. Sedangkan, versi komersialnya diluncurkan pada September 2008. Pada 6 Maret 2012, atau empat tahun setelah pembuatan App Store, Google meluncurkan Google Play Store, setelah menggabungkan Android Market, Google Music, dan Google eBookstore. Toko aplikasi ini berhasil menyalip App Store sekitar 2013 lalu. Pertambahan aplikasi di Google Play Store memang luar biasa pesat. Jika pada Juli 2014 laman statista.com mencatat 1,3 juta aplikasi yang tersedia di toko aplikasi ini, pada November 2014 menurut catatan appbrain.com, jumlahnya telah mencapai 1,4 juta aplikasi, terdiri atas 1,2 juta (85,7 persen) aplikasi gratis dan 200 ribu aplikasi berbayar. Aplikasi-aplikasi ini bisa diakses di 135 negara. Jumlah download aplikasi di Google Play Store telah lebih dari 50 miliar pada Juli 2013. Pengguna Android memang terus meningkat. Pada 3 September 2013 lalu, Google mengumumkan telah ada satu miliar pengguna perangkat berplatform Android di seluruh dunia. Pada Januari 2015 lalu, perangkat Android telah menguasai 62 persen pasar telepon pintar dan tablet di AS, 82,7 persen pasar Cina, dan 73,3 persen pasar Eropa. Selain App Store dan Google Play Store, layanan serupa dibuat oleh Blackberry, dengan nama Blackberry World, berplatform Blackberry OS dan Blackberry Tablet OS; Nokia (Nokia Store, berplatform Symbian, MeGoo, Maemo, S40, 40 Nokia X); Microsoft (Windows Store dan Windows Phone Store, berplatform Windows Phone, Windows Desktop, Windows Runtime/Windows 8); Amazon.com (Amazon App Store, berplatform Fire OS dan Android); Mozilla (Firefox Marketplace, berplatform Firefox OS, Windows, Android), Palm/HP (App Catalog, berplatform web OS), dan lain-lain. GRAFIK 1: MILIARAN APLIKASI YANG BISA DIUNDUH DARI TOKO APLIKASI TERKEMUKA Tapi, selain karena perkembangan tablet, booming aplikasi-aplikasi tersebut juga didukung oleh perkembangan smartphone layar lebar. Ini adalah fenomena di luar prediksi pendiri Apple, Steve Jobs. Sebab, sejak 2010 lalu, 41 API PEMILU jenius berdarah Suriah yang punya nama asli Abdul Lateef Jandali, ini, menilai ponsel layar lebar tidak akan mungkin diminati, karena tidak pas di genggaman. Alhasil, sejak iPhone pertama kali diluncurkan hingga meninggalnya pada Oktober 2011, ukuran iPhone hanya bertambah setengah inci. Setelah Steve Jobs berpulang, barulah para pelanjutnya mengembangkan iPhone layar lebar. Pada 2012, Apple akhirnya menaikkan setengah inci, menjadi empat inci. Dan, pada 2014, Apple meluncurkan iPhone 6+, dengan ukuran 5,5 inch. Dan, terbukti kemudian penjualannya langsung terdongkrak. Sementara itu, pesaingnya, yaitu Samsung, sejak pertama kali meluncurkan Samsung Galaxy S pada 2010, sudah menawarkan ukuran 4 inch, dan terus memperlebar layar smartphone buatannya dari tahun ke tahun. Pengguna internet berbasis mobile yang terus meningkat, terutama pengguna smartphone, terus bermunculannya aplikasi-aplikasi mobile, memperlihatkan era booming aplikasi ini, masih akan berlangsung. Saat ini, jutaan aplikasi dipampang di toko-toko aplikasi, dengan angka download yang sudah hampir 100 miliar. Dan, data ini akan terus bergerak cepat, karena pengguna gadget --yang merupakan kalangan terbanyak yang mengunduh aplikasi-terus bertambah pesat. Berdasarkan riset We Are Social yang dipublikasikan Maret 2015 lalu, pengguna perangkat mobile global yang masuk kategori unique user telah mencapai 3,679 miliar. Data ini meningkat dibanding laporan pada Januari 2015, 42 di mana pengguna perangkat mobile unik berjumlah 3,649 miliar. GRAFIK 2: DATA DIGITAL GLOBAL 2015 DARI WE ARE SOCIAL Begitulah, dalam satu dekade terakhir, perkembangan teknologi sedemikian cepat. Penggunaan gadget kian populer, bahkan seorang penulis menyebut gadget telah menjadi world wide word. Ini merupakan plesetan dari world wide web. Aplikasi-aplikasi, terutama yang berbasis mobile, terus bermunculan bak jamur di musim hujan. Dan, API memainkan peran penting, meski --seperti kata Meg Cater-- API selalu bersembunyi di balik layar. “Sebagai kesimpulan, web API memulai debutnya di awal munculnya e-commerce di internet. Namun, perannya 43 API PEMILU tak sepenting sekarang. Sebab, saat itu belum ada jejaring sosial, backend (sekumpulan aplikasi yang digunakan sebagai sarana bantu pengelolaan data yang digunakan secara terbuka) yang skalanya bisa diperbesar, dan belum pula muncul perangkat mobile di mana-mana. Barulah pada 2012, semua itu kemudian tercapai,” tulis Kin Lane. 44 BAGIAN TIGA API dan Open Data Open Data isn’t just data sets. It’s APIs, it’s open source, and most importantly — it’s people. —American Council for Technology– Industry Advisory Council). KISAH SUKSES CIVIC HACKING GOVTRACK.US Ada dua tren yang mengemuka satu dekade terakhir, yang keduanya saling bersimbiosis-mutualisme, yaitu open data dan Application Programming Interface (API). Kombinasi keduanya dinilai sejumlah kalangan telah memacu lahirnya banyak inovasi dan kreatiitas di era internet hari-hari ini. Tapi, mengapa open data butuh API dan sebaliknya API butuh open data? Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita simak kisah Joshua Tauberer, seorang civic hacker. Joshua Tauberer, atau yang akrab disapa Josh, adalah nama yang selalu disebut ketika orang membicarakan tentang open data, wabilkhusus data terbuka pemerintah (open government data). Itu karena perannya yang besar dalam menggedor-gedor Gedung Putih dan Capitol Hill agar merilis data-data yang mereka miliki kepada publik. Josh adalah yang terdepan dalam upaya itu, yang kemudian 45 API PEMILU melahirkan success story dan inspirasi bagi dunia. GAMBAR 5: JOSHUA TAUBERER (FOTO: THE PENNSYLVANIAN GAZETTE) Pria kurus dan pemalu ini adalah satu dari 30 penandatangan “Delapan Prinsip Open Data” yang dibuat advokator gerakan data terbuka pemerintah (open government data) di Amerika Serikat (AS) pada 2007 lalu. Ke-30 orang tersebut merupakan orang-orang paling terkemuka yang mendorong open data pemerintah di negeri Paman Sam. Pemerintah AS, sebenarnya sudah merilis sebagian data-datanya. Namun, data-data tersebut banyak yang sulit dibaca oleh manusia maupun mesin (komputer). Alhasil, data-data tersebut pun sulit digunakan ulang (re-use) dan didistribusikan kembali (redistribution). Itu karena pemerintah AS saat itu, masih belum benar-benar ikhlas 46 membuka data-data kepada publik. Mendapati kenyataan tersebut, Josh akhirnya melakukan ikhtiar sendiri untuk mendapatkan data-data itu. Dia melakukan screen scrapping terhadap situs-situs milik pemerintah AS. Dan, dia akhirnya sukses mengumpulkan data-data yang berserak di banyak situs web milik pemerintah AS. Dia lalu menyortir dan menyusunnya kembali, kemudian menyajikannya antara lain lewat situs GovTrack.us. Ini situs dibuatnya pada 2004 lalu, saat dia masih mahasiswa psikologi di Universitas Princeton. GAMBAR 6: SITUS GOVTRACK 47 API PEMILU “Adalah sangat surprise bahwa seorang yang punya ketertarikan pada data bisa melakukan sangat banyak hal seperti yang Josh lakukan. Apa yang dia lakukan mampu memberikan tekanan, yang membuat lebih banyak data akhirnya bisa diakses publik, dan memberi sumbangan besar dalam mengubah cara pemerintah bekerja,” komentar Jim Harper, Direktur Studi Kebijakan Informasi di Institut Libertarian Cato, seperti dikutip artikel bertajuk Civic Hacker yang dimuat The Pennsylvania Gazette edisi Oktober 2013 lalu. Civic hacker adalah istilah yang mempunyai pengertian khusus. Dalam bukunya, Open Government Data: The Book yang diterbitkan pada 2012 dan edisi kedua pada 2014 lalu, Josh menyatakan, “Civic hacking adalah pendekatan kreatif dan kerap menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah sipil, mulai dari masalah pendaftaran pemilih hingga edukasi publik untuk membantu konsumen membeli rumah dan memilih penasihat keuangan. Civic hacking seringkali melibatkan penggunaan data pemerintah untuk membuat pemerintah lebih akuntabel.” Civic hacker, bukanlah hacker atau peretas dunia maya pada umumnya, apalagi hacker dalam pengertian yang negatif. Yaitu, kaum yang kerap melakukan cracking atau kejahatan menggunakan teknologi komputer, untuk merusak sistem keamanan suatu sistem komputer yang biasanya, begitu mereka mendapatkan akses, akan berlanjut dengan pencurian dan tindakan anarkistis. Berkata Josh, “Civic hacker bisa saja merupakan seorang programmer, desainer web, pakar data, komunikator, 48 organizer sipil, entrepreneur, pegawai pemerintah, dan siapa saja yang ‘mengotori tangannya’ untuk memecahkan masalah. Beberapa civic hacker dipekerjakan oleh organisasi nonproit seperti Code for America. Beberapa lainnya bekerja di perusahaan berorientasi proit seperti Azavea, provider perangkat lunak geospasial di Philadelphia.” Lalu, apa hasil aktivitas civic hacking yang dilakukan Josh? Lewat situs GovTrack.us, publik Amerika dan dunia bisa mengikuti perkembangan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) di Kongres AS. Sejak pengajuan sebuah RUU ke Kongres, pembahasan di komite-komite di Senat dan House of Representatives (DPR), kapan RUU itu meninggalkan komite-komite, siapa saja wakil rakyat yang membahas RUU tersebut dan bagaimana sikap mereka --termasuk saat voting, hingga RUU selesai dibahas. Situs ini juga menyediakan informasi perkembangan proses legislasi tingkat negara bagian. Karena menjawab kebutuhan publik, situs yang mengusung slogan Tracking the United States Congress, ini, cepat populer. Pada 2014 lalu, misalnya, situs ini dikunjungi tujuh juta orang. GovTrack telah pula mengirimkan empat juta email pemberitahuan mengenai perkembangan terakhir proses legislasi kepada para pengguna situs tersebut. Sudah banyak website dan aplikasi mobile yang menggunakan data dan API milik GovTrack.us antara lain OpenCongress, Follow the Oil Money, TheMiddleClass.org, Connect2Congress, Polco: Political Compass, Informed American (aplikasi Windows Phone), Eligo Congress (aplikasi iOS), dan 113th US Congress (Android). 49 API PEMILU “Gerakan open government melibatkan masyarakat, pengembang web, desainer, peneliti, penulis, ahli statistik, pejabat pemerintahan, dan wakil rakyat, dalam upaya menjadikan data sebagai asset nasional, untuk membuat pemerintah lebih transparan dan efektif, serta memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif dalam pemerintahan dan dalam komunitas mereka,” tulis GovTrack.us. Situs ini menginspirasi banyak upaya serupa di Amerika Serikat dan banyak negara lain di dunia. Di Amerika, langkah tersebut antara lain diikuti oleh Sunlight Foundation. Ini situs yang memampang informasi-informasi milik pemerintah AS, baik eksekutif maupun legislatif, baik level federal, negara bagian, maupun tingkat lokal. Sunlight Foundation menyediakan API agar data tersebut bisa digunakan lebih luas lagi. SUNLIGHT FOUNDATION: DISINFECTANT UNTUK KORUPSI DALAM PEMERINTAHAN Sunlight Foundation didirikan pada April 2006 lalu, oleh Ellen S Miller dan Michael R Klein, terkait concern mereka terhadap pengaruh uang dalam politik. Mereka kemudian mengembangkan Inluence Explore, sebuah perangkat online untuk menge-track penggunaan uang dalam politik, yang melibatkan pembuat undang-undang, perusahaan, dan tokoh-tokoh terkemuka. Mereka juga membuat Foreign Inluence Explorer untuk melacak aktivitas para pelobi yang mewakili klien asing di Washington, sehingga publik bisa mengetahui bagaimana entitas asing memengaruhi 50 kebijakan dan opini publik di AS. Data-data ini membuat gerak-gerik pemerintah dan anggota kongres bak terus dipantau jutaan mata. Dan, Sunlight membuka API untuk data-data di kedua ‘explorer’ tersebut, sehingga bisa diakses leluasa, digunakan ulang, dan didistribusikan kembali oleh pihak ketiga. GAMBAR 7: INFLUENCE EXPLORER YANG DIBUAT SUNLIGHT FOUNDATION. Dalam proil situsnya, SunlightFoundation.com, Sunlight menyatakan open data merupakan sumberdaya yang besar dan luar biasa, yang sebagian besar belum dimanfaatkan. Banyak individu dan organisasi yang mengumpulkan berbagai jenis data, untuk melakukan tugas-tugas mereka. Pemerintah, menurut Sunlight, sangat signiikan dalam hal ini, bukan hanya karena kuantitas dan sentralitas data yang dikumpulkannya, melainkan juga karena sebagian besar data pemerintah, secara hukum, adalah data publik. Sehingga, data itu bisa dibuat terbuka dan tersedia bagi 51 API PEMILU banyak orang untuk digunakan. “Kami percaya bahwa informasi adalah kekuatan, atau, dalam ungkapan yang lebih halus, akses yang tidak proporsional terhadap informasi adalah kekuatan. Kami berkomitmen untuk meningkatkan akses ke informasi pemerintah dengan membuatnya available secara online. Kami meredeinisi informasi publik dalam pengertian ‘online’,” tulis Sunlight. Dalam bukunya, Josh mengatakan ada dua cara utama memublikasikan data di internet. Pertama, langsung mengunggah keseluruhan data dalam sebuah ile atau satu set ile (bulk data). Sehingga, seluruh data bisa langsung diunduh penggunanya. Kedua, melalui data API, sebuah metode menyajikan data dalam potongan-potongan kecil. Kedua cara ini diterapkan oleh GovTrack.org maupun SunlightFoundation.com. Tapi, Josh mengatakan, ada dataset tertentu yang terlalu besar, seperti data sensus, atau data yang terlalu cepat berubah, seperti data perdagangan saham, yang menjadi sangat memberatkan untuk mengunduh semuanya. Karena itu, dia menyatakan, adalah lebih baik menyajikan data itu dalam potongan-potongan kecil, sehingga bisa mengurangi hambatan penggunaan data tersebut, serta lebih memudahkan para pengembang perangkat lunak menggunakannya. Berkata Josh, “Bulk data bersifat statis, sedangkan data API bersifat dinamis. API adalah sebuah kontrak, bukan secara legal, melainkan teknikal. Itu adalah komitmen bahwa sebuah sistem akan bekerja dalam cara tertentu… 52 Sebuah API akan berkata ‘Jika Anda mengunjungi alamat web tertentu, Anda akan mendapatkan potongan data tertentu’..” KOMPATIBILITAS OPEN DATA DENGAN API Open data dan API menjadi saling berkaitan erat, karena open data telah dideinisikan sebagai berikut: Open data is data that can be freely used, re-used and redistributed by anyone – subject only, at most, to the requirement to attribute and sharealike. (Data terbuka adalah data yang bebas diakses, bebas digunakan kembali, dan bebas didistribusikan kembali oleh siapapun -- hanya umumnya patuh pada ketentuan atribusi dan berbagi dengan lisensi yang sama….) Karena deinisi ini, maka API hadir sebagai solusi bagi kesuksesan gerakan open data, karena API menjadi jembatani penyaluran dan penggunaan data-data dalam cara yang menarik, mudah, sistemik, dan aman. “Secara literal API adalah sebuah interface atau antarmuka antara sebuah database dengan mesin lain atau program. Adalah menolong untuk membayangkan bahwa API merupakan sebuah tools kecil yang melakukan hal spesiik tertentu dengan data Anda.” (API Challenges and Milestone, Perludem). Menurut Open Data Handbook, ada tiga kata kunci penting dalam deinisi open data, yaitu availability and access, re-use and redistribution, dan universal participation. 53 API PEMILU Pertama, availability and access. Yaitu, data harus available secara keseluruhan, dan sebaiknya bisa diakses melalui internet. Data itu pun harus bisa diakses secara nyaman, dan dalam format yang bisa dimodiikasi. Kedua, re-use and redistribution. Yaitu, data yang disediakan harus mengizinkan penggunaan ulang dan pendistribusian ulang, termasuk memadukannya (intermixing) dengan dataset-dataset lainnya. Ketiga, universal participation. Yaitu, setiap orang harus bisa menggunakan, menggunakan ulang, mendistribusikan kembali, tanpa ada diskriminasi. Tidak boleh ada restriksi penggunaan data hanya untuk kepentingan nonkomersial, sehingga data itu pun boleh digunakan untuk kepentingan komersial. Data itu pun tidak boleh hanya ditujukan untuk tujuan tertentu, semisal hanya untuk pendidikan, tapi boleh digunakan untuk tujuan apa saja. “Jika Anda bertanya-tanya mengapa sangat penting untuk menjelaskan sejelas-jelasnya tentang pengertian open data dan mengapa deinisi tersebut yang digunakan, ada satu jawaban sederhana, yaitu interoperability,” demikian penjelasan di Open Data Handbook, buku pegangan yang diterbitkan Open Knowledge Foundation pada November 2012 lalu. Interoperability menunjuk pada kemampuan sistemsistem dan organisasi-organisasi yang berbeda-beda untuk bekerja bersama atau bekerja sama (interoperate). Dalam kasus ini, adalah kemampuan interoperate atau intermix dataset yang berbeda-beda. Interoperability penting karena memungkinkan komponen yang berbeda bekerja bersama 54 dan memadukannya untuk membangun sebuah sistem yang besar dan kompleks. “Tanpa interoperability, ini menjadi mustahil. Dan, akan bernasib seperti kisah dalam mitos Menara Babel, di mana ketidakmampuan mengkomunikasikan (interoperate) akhirnya berakibat pada runtuhnya menara itu,” tulis Open Data Handbook. Tak pelak, open data memang ibarat jantungnya. Tapi, seperti ungkapan pada awal tulisan ini (Open Data isn’t just data sets. It’s APIs, it’s open source and, most importantly, it’s people) open data bukanlah sekadar urusan menyodorkan setumpuk data untuk diakses, tapi bagaimana pengaksesnya bisa menggunakan kembali (reuse) dan mendistribusikannya kembali (redistribution). Dan, untuk keperluan itu, API adalah alat yang tepat untuk melakukannya. Sebab lewat API-lah, data-data terbuka tersebut menjadi lebih mudah diakses, digunakan kembali, dan didistribusikan, yang kemudian bisa memicu dan memacu kreatiitas dan inovasi serta partisipasi masyarakat. Karena, API telah menyajikan data-data tersebut dalam potongan kecil yang renyah, dan mengalirkannya kepada para programmer dan developer untuk mengemas data-data itu dengan berbagai cara kreatif dan inovatif yang bahkan tak terbayangkan oleh pemilik data --karena data-data itu bisa dikemas dalam berbagai bentuk dan cara, dan dipadukan dengan data-data lain-- kemudian didistribusikan lagi kepada pengguna website atau gawai (gadget). “Pada intinya, open data adalah tentang membuat data55 API PEMILU data yang dikumpulkan pemerintah, organisasi, perusahaan, dan lain-lain menjadi available untuk siapa saja, dan lebih disukai tanpa membayar ongkos untuk itu. API, pada sisi lain, menyediakan standardisasi serta cara mudah dan sederhana untuk menghubungkan sumber-sumber open data satu sama lain. Dengan memanfaatkan standardisasi dan platform seperti HTTP, JSON, dan XML, API menjadi fasilitator untuk mengintegrasikan semua sumber open data, menjadi aplikasi-aplikasi dan solusi-solusi yang inovatif,” demikian paparan dalam artikel bertajuk How Open Data and APIs Fuel Innovation. Praktisi open data, Jason Hare, bahkan mengatakan portal-portal open data seharusnya adalah API. Sebab, menurut hipotesisnya, pertama, data-data yang dikonsumsi langsung oleh manusia lewat website, nilai penggunaan ulangnya terbilang kurang. Kedua, data-data yang disajikan dalam platform web dan mobile, membutuhkan kerja ekstra untuk bisa digunakan ulang ketimbang API. Mengapa API sangat diperlukan dalam distribusi data secara online, didasarkan Jason Hare pada penelitian pada situs Open Raleigh, situs milik Kota Raleigh di negara bagian Carolina Utara. Situs tersebut awalnya hanya mempunyai 1.115.125 page views dalam 18 bulan. Tapi, ketika menerapkan platform API, jumlahnya menjadi berlipat ganda. Betapa tidak, hanya pada Oktober 2014 saja, ada 17.307.822 API call .”Hanya dalam sebulan data kami 17 kali lipat lebih banyak dilihat mesin ketimbang dilihat manusia,” kata Jason Hare dalam tulisan bertajuk Open Data Portals Should be API. 56 Sebagai perbandingan, Jason Hare mencontohkan kisah portal open data yang tidak menggunakan API, seperti yang dimiliki Kota Minneapolis, kota terbesar di negara bagian Minnesota. Portal tersebut kemudian banyak dikritik, antara lain karena desainnya yang kurang responsif, dan halaman web-nya yang bertabrakan. Berkata Jason, “Untuk siapa data itu? Jika untuk para pekerja lapangan, itu merupakan kegagalan besar. Sebab, perangkat yang banyak digunakan pekerja lapangan adalah tablet dan telepon pintar. Tidak mempunyai aplikasi yang menggunakan data API, merupakan sebuah penghalang penggunaan data.” OPEN DATA, API, DAN BULK DATA Meski open data dan API merupakan jodoh yang kompatibel (cocok dan serasi), namun Josh mengakui jika hanya menyajikan potongan tertentu dari data, itu belum memenuhi semua deinisi dari open data. Sebab, dengan menyajikan potongan kecil, itu berarti bagian data lainnya belum terbuka. Yang memenuhi semua pengertian ini, tulisnya, adalah data yang disajikan secara keseluruhan (bulk). Sebenarnya, menurut Josh, sebuah API --bahkan data API-- bisa saja menyediakan bulk data. “Jika memang demikian, hebat. Tapi, memang bukan demikian yang kerap dimaksudkan dengan API. Sebuah data API, jika tidak menyediakan sebuah bulk data, sebenarnya belum memenuhi prinsip open government data. Sehingga, jika ada pilihan antara bulk data atau data API yang tak menyediakan bulk data, maka bulk data harus lebih 57 API PEMILU diutamakan.” Dan, pengertian seperti ini pula yang memang ditekankan dalam Open Data Handbook, bahwa memublikasikan data mentah (raw data) secara bulk perlu menjadi concern utama dari semua inisiatif open data. “Open data harus terbuka secara teknikal, sebagaimana secara legal terbuka. Secara spesiik, data harus available secara bulk dan dalam format yang bisa dibaca mesin.” Ada tiga kata kunci di sini, yaitu available, in bulk, dan in an open, machine readable format. Pertama, available. Pengakses data tak boleh dikenai biaya yang memberatkan. Kalau pun dikenakan biaya, nilainya harus masuk akal. Bahkan, bila perlu, dan ini yang sangat diharapkan, data-data tersebut bisa diunduh secara gratis lewat internet. Kedua, in bulk. Maksudnya, data harus available dalam sebuah set yang komplet. Karena itu, web API atau layanan serupa sangat berguna, meskipun bukan merupakan substitusi atau pengganti daripada akses secara bulk. Ketiga, in an open, machine-readable format. Penggunaan kembali (re-use) data-data publik yang dimiliki oleh sektor publik, tidak boleh menjadi subjek paten, yang menghalangi public untuk mengaksesnya. Dan, yang lebih penting, adalah memastikan bahwa data-data tersebut disajikan dalam format yang bisa dibaca mesin, sehingga bisa digunakan kembali secara massif. Sebagai ilustrasi, data statistik kerap dipublikasikan dalam dokumen berformat PDF (Portable Document Format). Dokumen seperti ini hanya bisa dibaca oleh manusia, tapi sulit digunakan 58 kembali oleh komputer, sehingga menghambat kemampuan berbagai pihak untuk menggunakan kembali data itu. Open Data Handbook menyatakan ada sejumlah cara memublikasikan data dengan metode online. Yaitu melalui website, lewat situs pihak ketiga, File Transfer Protocol (FTP), sebagai torrent, dan sebagai sebuah API. Masingmasing punya kelebihan dan kekurangan. “API merupakan antarmuka yang amat populer saat ini. Sebab, teknologi ini memungkinkan para programmer dan developer memilih dan mengambil porsi tertentu yang spesiik dari sebuah data, ketimbang mengambil data yang tersedia secara bulk yang ukuran ilenya bisa jadi amat besar. API biasanya terhubung ke database yang selalu diupdate secara real time. Itu berarti, membuat informasi available melalui sebuah API, bisa memastikan bahwa data-datanya selalu up to date,” tulis Open Data Handbook. RIWAYAT SINGKAT OPEN DATA Terminologi open data, menurut Simon Chignard dalam artikel bertajuk A Brief History of Open Data, muncul pertama kali pada tahun 1995, dalam dokumen milik sebuah lembaga keilmuan AS. Dokumen itu membicarakan pembukaan data geoisika dan lingkungan. “Mereka mempromosikan pertukaran informasi saintiik secara lengkap dan terbuka, antarberbagai negara berbeda, sebagai prasyarat untuk analisis dan memahami fenomena global,” tulis Simon dalam artikel yang diposting di laman Paris Tech Review, pada 29 Maret2013 lalu. 59 API PEMILU Penulis buku Open Data: Understanding the Opening of Public Data (2012), ini, menyatakan konsep open data berkait erat dengan konsep sumber daya bersama (common good ). “Ide tentang common good telah diaplikasikan dalam dunia ilmu pengetahuan sebelum penemuan internet. Robert King Merton, salah satu bapak sosiologi, pada awal1942 telah menjelaskan tentang pentingnya hasilhasil penelitian diakses secara bebas oleh semua orang. Setiap peneliti harus berkontribusi terhadap ‘common pot’ dan menyerahkan hak kepemilikan intelektualnya demi kemajuan ilmu pengetahuan,” tulisnya. Simon yang juga Presiden Bug, sebuah LSM di Perancis yang mengadvokasi inovasi sosial dan digital, menambahkan, teknologi informasi memberi nafas baru dalam ilosoi kepemilikan bersama itu. Dia mengutip hasil penelitian Elinor Orstrom, pemenang Nobel Ekonomi pada 2009, yang menunjukkan secara spesiik tentang informasi bersama itu, bahwa dia amat mirip dengan sumberdaya publik (public goods), bahwa penggunaannya oleh seseorang tidaklah menghalangi penggunaannya oleh orang lain. Penggunaan yang bukan mengurasnya, tapi malah memperkayanya. Alhasil, tulis Simon, jauh sebelum menjadi sebuah objek yang teknikal atau gerakan politik, open data berakar pada praksis komunitas ilmuwan. Para peneliti adalah yang pertama merasakan manfaat dari keterbukaan dan sharing data. “Adalah pertemuan ide para ilmuwan dan gagasan tentang free software dan open source yang membentuk open data yang kita kenal saat ini,” tulis Simon, wakil presiden Rennes’ Barcamp La Cantine yang juga konsultan 60 dan trainer perusahaan publik maupun pribadi dalam pengembangan data dan strategi penyebarannya. Artikel bertajuk Open Data di Wikipedia, menyatakan goal daripada gerakan open data, sama dengan gerakan ‘buka-bukaan’ lainnya, seperti open source, open hardware, open content, dan open access. “Filosoi di belakang open data sudah lama mapan, namun terminologi open data saat ini, mendapatkan popularitas berkat kebangkitan internet dan world wide web, dan lebih khusus dengan peluncuran inisiatif open data government seperti Data.gov dan Data. gov.uk. Simon melanjutkan ceritanya, yang mengurai hubungan open data, open source, dan open government data. Alkisah, pada Desember 2007, 30 pemikir dan aktivis yang mengadvokasi open government data, bertemu di Sebastopol, utara San Francisco,AS. Tujuan pertemuan ini adalah mendeinisikan konsep open public data, yang mereka harapkan diadopsi oleh kandidat presiden AS. Pertemuan ini disponsori Google, Yahoo, dan Sunlight Foundation. Di antara yang hadir saat itu adalah Tim O’Reilly, Lawrence Lessig, dan Joshua Tauberer. Tim O’Reilly dikenal sebagai penulis, editor, dan pelopor berbagai gerakan komputer dan internet, yang mendeinisikan berbagai tren dan istilah populer seperti open source dan Web 2.0. Dia menggulirkan open source pada 1998, yang memungkinkan orang mendapatkan software gratis. Dia melihat peran open source sebagai bagian tak terpisahkan dari perkembangan internet, menunjuk berbagai platform yang digunakan secara luas 61 API PEMILU seperti protokol TCP/IP, sendmail, Apache, Perl, GNU/ Linux, dan lain-lain. GAMBAR 8: TIM O’REILY SANG ADVOKAT OPEN SOURCE (FOTO: FYI.OREILLY.COM) Sedangkan, frase Web 2.0 dipopulerkan O’Reilly pada tahun 2004, sebagai kebangkitan web pasca-keruntuhan perusahaan-perusahaan dotcom pada tahun 2000. Saat itu, dia sudah membayangkan sistem operasi internet akan terdiri atas berbagai subsistem seperti media, pembayaran, pengenalan suara, lokasi, dan identitas. Lawrence Lessig, adalah profesor hukum dari Universitas Stanford, California. Dia adalah pencetus lisensi Creative Common (CC), yang berbasis pada ide tentang penyebaran 62 pengetahuan secara bebas, yang bermanfaat besar mengokohkan konsep open data dan API. Slogan CC adalah keep the internet creative, free, and open. CC merupakan lisensi hak cipta gratis yang bisa digunakan oleh publik. Seorang penemu, pencipta, penulis, bisa melepas karyanya di bawah lisensi CC, dengan memilih beberapa lisensi di situs Creativecommon.org. Ada enam lisensi di sana. Mereka antara lain bisa memilih Lisensi Atribusi (CC BY) sehingga bisa melepaskan hak cipta untuk digunakan oleh orang lain tanpa izin maupun ongkos, namun kreditnya tetap harus diberikan kepada pencipta asli. Sepanjang kreditnya tetap untuk pencipta asli, pihak ketiga diperkenankan mendistribusikan, mencampurkannya dengan karya lain (remix), bahkan menggunakannya untuk kepentingan komersial. Lisensi lainnya adalah Attribution-ShareAlike (CC BYSA) . Seperti Lisensi Atribusi, Lisensi ini memungkinkan orang lain me-remix dan menggunakannya untuk kepentingan komersial, sepanjang kreditnya kepada pencipta asli, dan melisensi karya baru --hasil pengolahan dari karya penciptanya-- dengan syarat yang identik. Lisensi ini kerap diistilahkan sebagai copyleft (sebagai lawan kata dari copyright) yang kerap digunakan pada software gratis dan open source. Lisensi ini pula yang digunakan oleh laman ensiklopedia open source daring yaitu Wikipedia. Delapan Prinsip Open Government Data yang mereka hasilkan dalam pertemuan Sebastopol, seperti dilansir oleh Opengovdata.org adalah, pertama adalah complete (lengkap). Maksudnya, semua data publik harus dibuat 63 API PEMILU available. Data publik tidak boleh dibatasi oleh aturan privasi, keamanan, atau pembatasan lainya. Dengan prinsip ini, bulk data atau seluruh dataset bisa diperoleh, bahkan dengan menggunakan aplikasi sederhana. Konsekuensinya, bulk data harus available sebelum API dibuat, karena API hanya menampilkan potongan-potongan kecil dari data. GAMBAR 9: SITUS CREATIVE COMMON. Kedua, primer. Maksudnya, data tersedia seperti apa adanya, bukan data agregat atau data yang sudah dimodiikasi. Ketiga, tepat waktu. Maksudnya, data tersebut harus available secepat mungkin sesuai kebutuhan, agar nilai dari data tersebut tetap terjaga. Keempat, aksesibel, yaitu data tersebut available untuk pengguna seluas mungkin, agar bisa dimanfaatkan untuk sebanyak mungkin tujuan. Kelima, bisa diproses mesin. Yaitu, struktur data harus masuk akal, sehingga memungkinkan pemrosesan otomatis. 64 Keenam, nondiskriminasi, yaitu data dibuat available untuk semua orang, tanpa harus melakukan registrasi, serta bisa diakses oleh pengguna anonim. Ketujuh, non-proprietary, yaitu data harus available dalam format yang tidak bisa dikontrol secara eksklusif oleh entitas tertentu. Kedelapan, berlisensi bebas, yaitu data bukan merupakan subjek hak cipta, paten, merek dagang, atau aturan perdagangan rahasia. Meski demikian, pengecualian atas nama privasi, keamanan, dan privilese, sepanjang masuk akal, tetap diperbolehkan. Sebab, data-data yang dimiliki pemerintah, misalnya, merupakan gabungan dari data publik, informasi personal, hasil kerja yang mempunyai hak cipta, dan data-data lain yang bukan masuk kategori data terbuka. Karena itu, adalah penting untuk membuat clear mana data yang available, mana yang berlisensi, mana data yang hanya bisa diakses dengan syarat dan ketentuan tertentu, serta data-data yang dibatasi aksesnya secara legal. Alhasil, data-data yang bebas diakses tanpa restriksi, harus pula ditandai sebagai domain publik, misalnya dengan lisensi Creative Common atau MIT yang membebaskan penggunaan data tetapi harus mencantumkan atribusi sumber data. MIMPI OPEN GOVERNMENT DATA YANG MENJADI NYATA “Di Sebastopol,” tulis Simon, “Kontribusi Tim O’Reilly terhadap open government, menjadi penerang baru dalam relasi gerakan open source dengan berkembangnya prinsip-prinsip open data: dalam kata-katanya sendiri, ‘kita 65 API PEMILU harus mengaplikasikan prinsip-prinsip open source dan cara kerjanya dalam urusan publik’.” Pada 2007, Simon menyatakan, semua itu terdengar seperti mimpi. Namun, dalam waktu singkat, mimpi itu terwujud. Bahkan, tulis Simon, hasilnya melampaui apa yang mereka bayangkan. Sebab, setahun lebih sedikit setelah pertemuan Sebastopol, Presiden Barack Obama naik ke tampuk kekuasaan. Setelah dilantik pada 20 Januari 2009, tak lama kemudian dia meneken tiga memorandum presiden. Dua dari tiga memorandum itu, concern pada open government, di mana open data merupakan salah satu pilarnya. “Memo presiden ini secara eksplisit mengeset kultur open source di jantung aksi publik, dengan mengklaim prinsip-prinsipnya, yaitu transparansi, partisipasi, dan kolaborasi.” Karena Gedung Putih sudah mengadopsinya, tak lama kemudian gerakan ini mengglobal. Dua tahun setelah penandatanganan tiga memorandum, inisiatif Open Government Partnership (OGP) terbentuk. Ada delapan negara pemrakarsanya, yaitu Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, Brasil, Meksiko, Norwegia, Filipina, dan Afrika Selatan. OGP diluncurkan delapan pemimpin negara tersebut, saat bertemu pada 20 September 2011, Hotel Waldorf-Astoria, sebuah penginapan mewah di Manhattan, New York, yang berakhir dengan pembacaan “Deklarasi Open Government” dan peluncuran OGP. OGP adalah inisiatif multilateral baru yang bertujuan mengamankan komitmen negara-negara di dunia untuk mempromosikan transparansi, meningkatkan partisipasi publik, melawan korupsi, dan meningkatkan penggunaan 66 teknologi baru untuk membuat pemerintah lebih terbuka, efektif dan terjaga akuntabilitasnya. OGP yang semula beranggotakan delapan negara, bertambah pesat dalam waktu singkat. Pada 2015, menurut situs resmi OGP, Opengovpartnership.org, jumlah anggotanya telah menjadi 65 negara. “Di negara-negara ini, pemerintah dan kalangan masyarakat sipil bekerja sama dalam mengembangkan dan mengimplementasikan reformasi ambisius bernama open government,” tulis Opengovpartnership.org Indonesia menjadi ketua OGP periode Oktober 2013-September 2014, menggantikan Inggris. Saat memberikan sambutan pada singkat serah terima kepemimpinan OGP di Churchill Auditorium, Queen Elizabeth II Conference Center, 31 Oktober 2013, lalu, Wakil Presiden Boediono berkata, “Melalui aktivitasnya yang inovatif dan out-of-the-box, program Open Government Indonesia telah berhasil menarik birokrasi kita keluar dari zona nyaman. Sebagian di antaranya bahkan memperoleh penghargaan nasional dan internasional.” (Setkab.go.id) Setelah Indonesia, posisi ketua dipegang pemrakarsa OGP lainnya, Meksiko. Dan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerahkan jabatan ketua OGP kepada Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, di New York, 25 September lalu. Pada acara itu, tulis Setkab.go.id, Presiden Barack Obama memberi ucapan dalam bahasa Indonesia kepada SBY, “Selamat Bapak.” Obama melanjutkan dalam bahasa Inggris, “Saya memuji kepemimpinan Anda dalam membawa Indonesia menuju transisi demokrasi.” 67 API PEMILU OPEN DATA DAN API: DARI KAMAR KECIL HINGGA BILIK SUARA Apa yang akan Anda lakukan ketika sedang jalan-jalan di sebuah keramaian yang hiruk pikuk, lalu tiba-tiba perut Anda sakit dan ingin ke belakang? Bagaimana kalau itu terjadi di sebuah negeri asing, di Kota New York, misalnya? Ini tentu persoalan besar bagi Anda. Tapi, jangan khawatir, ada solusinya. Banyak orang yang sudah memikirkan soal rumit seperti ini. Karena itu, mereka kemudian menciptakan aplikasiaplikasi yang memudahkan para pengguna internet dan telepon pintar, untuk mengetahui di mana lokasi toilet publik terdekat. Salah satunya adalah Toilet Finder. Aplikasi ini dibuat oleh BeTomorrow, perusahaan yang mengusung slogan “beautiful solution in a connected world”. Aplikasi ini menggabungkan peta dari API Google Maps, dengan data sekitar 70 ribu toilet, yang berasal dari data terbuka pemerintah Amerika Serikat. Jika Anda telah mengunduh aplikasi ini, Anda tak perlu repot-repot bertanya, sebab hanya mengeklik tombol di smartphone, Anda sudah bisa langsung mengetahui di mana target Anda, dan bisa berlari secepat kilat untuk mencapainya. Aplikasi ini bisa diunduh gratis di Google Play Store atau App Store. Hingga awal 2015, aplikasi ini sudah diunduh sekitar dua juta pengguna internet dan telepoin pintar berbasis Android dan iOS. Selain aplikasi mobile, Toilet Finder juga dibuat dalam aplikasi web. 68 GAMBAR 10: APLIKASI TOILET FINDER. Dan, karena begitu bergunanya aplikasi ini --terutama bagi penderita penyakit Crohn atau inlamasi usus-- pada 2012 lalu, Toilet Finder terpilih menjadi salah satu aplikasi terbaik oleh American Site Healthline. Orang berpenyakit Crohn memang harus siaga berada di dekat toilet. Sebab, penderita penyakit ini bisa mengalami diare 10 hingga 20 kali sehari. Penyakit ini secara genetik konon banyak menimpa keturunan Yahudi. “Aplikasi ini membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah,” demikian testimoni seorang penderita Crohn, di laman BeTomorrow. Aplikasi-aplikasi serupa, kini telah banyak dibuat di berbagai negara. Mulai dari Denmark, Inggris, hinga negara tetangga Australia. Di Denmark, misalnya, aplikasi 69 API PEMILU menemukan toilet ini misalnya dipadu dengan informasi toilet mana saja yang ramah bagi kalangan penyandang cacat, yang terlihat dari logo difabel pada lokasi toilet yang ditampilkan di peta. Aplikasi-aplikasi layanan berbasis lokasi (location based service/LBS) yang mengawinkan peta yang dari berbagai API, seperti API Google MAP, dengan berbagai data terbuka, membuat layanan ini berguna dan populer. Selain untuk menemukan toilet, ada pula aplikasi untuk menemukan ATM terdekat, rumah sakit, menemukan arah (navigasi), tracking, dan lain-lain. Salah satu aplikasi untuk menemukan ATM yang cukup populer antara lain adalah ATM Hunter yang dibuat oleh MasterCard dan ATM Locator buatan Crixol Pvt Ltd. Di Indonesia, aplikasi serupa antara lain ATM Bersama yang dibuat PT Artajasa Pembayaran Elektronis. Aplikasi berisi informasi 49 ribu ATM milik 83 bank ini baru dibenamkan di Play Store pada Desember 2014. Pada April lalu, pengunduhnya 10 ribu, tapi pada pertengahan Mei sudah mencapai 50 ribu. Meski sederhana, para penggunanya berkomentar cukup puas. Di Inggris, sebuah organisasi masyarakat sipil, Open Knowledge Foundation, mengolah data anggaran-belanja pemerintah, dan membuatkan API-nya sehingga bisa dimanfaatkan secara luas. Informasi-informasi itu antara lain dipublikasikan dengan cara-cara menarik dan renyah lewat situs Wheredoesmymoneygo.org, yang dibuat pada 2007 silam. Lewat situs yang mengusung slogan showing you where 70 your taxes get spent, ini, data-data anggaran-belanja pemerintah Inggris ditampilkan secara visual dengan infograis, sehingga membuat persoalan anggaran yang kompleks bisa lebih mudah dibaca, dicerna, dan dipahami pembayar pajak. Kemudahan itu membuat masyarakat mudah berpartisipasi untuk memonitor anggaran-belanja pemerintah seperti anggaran kesehatan, pertahanan, pendidikan, dan lain-lain. Karena transparansi ini sangat membantu publik maupun pemerintah, pada November 2008 lalu program ini memenangkan kompetisi bertajuk Show Us a Better Way yang digelar pemerintah Inggris. “Tujuan utama kami adalah membantu publik mengerti ke mana uang mereka dibelanjakan, bukan bagaimana dana itu dibelanjakan. Kami harap informasi itu bisa berguna bagi setiap orang, misalnya untuk melakukan persuasi politik dan memahami belanja negara,” demikian tertulis di situs Wheredoesmymoneygo. org. Di Amerika Serikat, ada situs serupa, seperti Govtrack. us dan SunlightFoundation, namun lebih menekankan pada keterbukaan data pemerintah. GovTrack.us dan Wheredoesmymoneygo.org, telah menginspirasi pembuatan website dan aplikasi mobile di berbagai negara. Di Indonesia, GovTrack antara lain menginspirasi pembuatan aplikasi DPR Kita, yang memanfaatkan API Pemilu Perludem. Sedangkan, Wheredoesmymoneygo. org, menginspirasi transparansi anggaran seperti di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. 71 API PEMILU GAMBAR 11: APLIKASI WHEDOESMYMONEYGO. Adapun penggunaan API untuk kepentingan pemilu, sudah digunakan di berbagai negara dan perusahaan. Google, misalnya, telah meluncurkan Google Election Center API pada 2010. Sedangkan, Indonesia, mulai menerapkannya pada Pemilu 2014, setelah Perludem membuat API Pemilu. Dengan API ini, baik API milik Google maupun Perludem, para programmer bisa membuat bermacam aplikasi tentang pemilu dan kandidat terpilih. Pada 2012 lalu, Google me-replace Google Election Center API dengan Google Civic Information API. Itu setelah Google memperbaharui dan memperkaya datadata API-nya. Google Election Center API di-shut down per 7 Januari 2013. Chetan Sabnis dari Tim Politik dan 72 Pemilu Google, menjelaskan bahwa API pengganti tersebut memungkinkan penggunanya bisa melihat informasi pemilu secara komprehensif. “Misi Google adalah untuk mengorganisasi informasi di dunia dan membuatnya bisa diakses secara universal dan lebih bermanfaat. Membuatnya mudah bagi Anda untuk membuat aplikasi menggunakan informasi pemilu… Dengan meluncurkan API ini, kami berharap bisa memperlancar kreatiitas di internet, dan membantu menghasilkan produkproduk inovatif sehingga informasi sipil bisa tersalur ke berbagai komunitas dalam cara yang menarik,” kata Sabnis. Dalam API baru ini, informasi-informasi yang bisa didapatkan antara lain informasi individual para kandidat, lokasi TPS, surat suara, termasuk informasi dan kontak para petugas penyelenggara pemilu tingkat lokal. “API ini hanya berisi informasi tentang pemilu di AS, namun kami berencana melakukan ekspansi ke negara-negara lain,” tulisnya. Selain untuk pemilu, API tersebut juga bermanfaat pascapemilu, seperti halnya GovTrack.us dan DPR Kita. Sebab, API Google tersebut juga menyediakan informasi tentang para kandidat terpilih yang duduk di tingkat federal, negara bagian, serta kabupaten/kota, berikut distrik pemilihan mereka masing-masing. Google pun bekerja sama dengan Sunlight Foundation dan berbagai kalangan teknologi, untuk membuat standar keterbukaan baru, yang mempermudah pada developer untuk menggabungkan API Pemilu Google dengan dataset mereka. Sebagai contoh, saat mengambil data distrik 73 API PEMILU pemilihan dan wakil-wakilnya dari API Pemilu Google, maka pengguna bisa mencocokkan dan memadukan informasi di distrik tersebut dengan informasi sejarah pemilu dan hasilhasilnya yang dipublikasikan oleh Open Elections. GAMBAR 12: GOOGLE CIVIC INFORMATION API. 74 Open Elections adalah sebuah situs yang mengumpulkan data-data pemilu AS, menstrukturisasinya, dan menyediakannya dalam format yang mudah dibaca mesin dan digunakan ulang. “Kami ingin masyarakat yang bekerja dengan data-data pemilu mampu mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apakah CSV untuk artikel dan analisis, atau JSON untuk graik interaktif dan aplikasi web,” demikian penjelasan Open Election. Data-data API Google itu antara lain dimanfaatkan oleh Change.org, untuk membuat itur Decision Maker, yang memungkinkan para pengguna membuat petisi kepada wakil rakyat pilihannya. Dan petisi tersebut dipublikasikan di proil wakil rakyat. “Sebagai hasilnya, para pemimpin mempunyai pemahaman terhadap isu-isu yang didiskusikan di distrik mereka, dan menjadi saluran baru untuk merespons para konstituennya,” tulis seorang software engineer, Jonathan Tomer, dalam artikel bertajuk Civic Information API: Now Connecting US Users With Their Representatives. Sedangkan, PopVox membantu para pengguna membagikan pendapat mereka tentang sebuah RUU dengan wakil-wakil mereka. Popvox menggunakan API Google untuk menghubungkan para pengguna dengan wakil rakyat yang tepat, artinya berasal dari distrik pemilihannya. Karena PopVox juga memveriikasi kebenaran data pengguna, apakah mereka benar-benar konstituen yang nyata, opini dari para konstituen tersebut benar-benar memiliki dampak nyata terhadap proses politik. 75 API PEMILU GAMBAR 13: FITUR DECISION MAKER DI CHANGE.ORG. 76 BAGIAN EMPAT Ini Alasan Mengapa Pemilu Indonesia Perlu Sentuhan Teknologi, Terutama API Separuh pengguna internet di Indonesia adalah anak muda usia 18-25 tahun. Mereka adalah digital native, generasi millennium, pemilih pemula, pemilih galau… KOMBINASI besar dan rumit. Begitulah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu di negara ini adalah pemilu satu hari terbesar di dunia, dengan sistem pemilu paling rumit sedunia. Bahkan, ada anekdot, jika di akhirat ada pemilu, maka sistem pemilu di Indonesia akan tetap menjadi yang paling complicated di dunia dan akhirat. “Dari sisi ukuran dan anatomi, pemilu kita sangat luar biasa. Kalau pemilu tak mengadopsi teknologi, maka pemilu akan tetap rumit, mahal, dan tak menarik bagi anak muda,” demikian kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, kepada penulis, April 2015 lalu. Titi Anggraini menilai kolaborasi teknologi dengan pemilu, akan mampu menyederhanakan kerumitan tersebut. “Teknologi memang tidak menyelesaikan 100 persen, tetap harus ada perekayasaan atau electoral engineering. Tapi, teknologi menjadikan beberapa hal yang tidak mungkin, 77 API PEMILU menjadi mungkin dilakukan.” Contohnya, papar Titi, soal memilih calon anggota legislatif (caleg) di suatu daerah pemilihan (dapil), di mana pemilih dihadapkan pada ratusan kandidat. “Kalau dilakukan secara manual, memerlukan waktu, kerja keras, komitmen, dan dedikasi dari pemilih. Dan, mungkin, dari seratus ribu pemilih, hanya sepuluh orang yang bisa melakukan itu.Tapi, teknologi kemudian membantu kita mengenali caleg-caleg yang banyak itu, misalnya lewat aplikasi-aplikasi pemilu seperti “Orang Baik”, “Caleg Store”, dan lain-lain. Itulah yang menurut saya merupakan kelebihan kolaborasi antara pemilu dengan teknologi.” Poin kunci untuk menghadapi kombinasi pemilu besar dan rumit, seperti pernyataan Titi Anggraini di atas, adalah kolaborasi pemilu dengan teknologi. Sebelum jauh membahasnya, mari mengenali lebih dalam seberapa besar ukuran pemilu kita dan seberapa ruwet anatominya. Kemudian, kita akan membahas bagaimana teknologi berperan mengurai kerumitan, serta bagaimana kelak dia akan mampu menarik dan melibatkan anak muda. PEMILU SATU HARI TERBESAR DI DUNIA Pada 2004 silam, majalah Far Eastern Economic Review, menurunkan laporan yang menyebut pemilu di Indonesia dengan istilah the largest election ever held in one day in the world (pemilu terbesar di dunia yang digelar dalam satu hari). Dalam satu hari itu, ada empat calon wakil rakyat yang dipilih serentak, yaitu caleg DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. 78 Indonesia memang bukan negara demokrasi terbesar di dunia. Dilihat dari jumlah penduduk, Indonesia adalah negara demokrasi nomor tiga setelah India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk dan pemilih di India dan Amerika pun lebih besar. Tapi, India dan Amerika tidak melaksanakan pemilunya dalam satu hari. Mereka memecah-mecahnya. Padahal, dari sisi geograis, Indonesia jauh lebih rumit ketimbang India dan Amerika. TABEL 2: PERBANDINGAN LUAS WILAYAH TIGA NEGARA DEMOKRASI TERBESAR NEGARA India Amerika Serikat Indonesia PENDUDUK 1.200 juta 321 juta 255 juta TOTAL LUAS 3,16 juta km2 9,52 juta km2 5,18 juta km2 DARATAN LAUTAN 2,86 juta km2 9,16 juta km2 1,92 juta km2 0,30 juta km2 0,36 juta km2 3,26 juta km2 SUMBER: WIKIPEDIA Wilayah India dan Amerika Serikat sebagian besar adalah daratan. Sedangkan, Indonesia, tiga per lima wilayahnya berupa lautan. Wilayah daratan Indonesia pun terpecah ke dalam 17 ribu pulau. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Enam ribu pulau di antaranya berpenghuni, dan itu berarti harus didirikan tempat pemungutan suara (TPS) di sana. Atau, bila pulau tersebut penghuninya terlalu sedikit untuk satu TPS, maka para pemilih lah yang harus menyeberang lautan menuju ke pulau lain yang punya TPS, untuk memberikan hak pilihnya. Bentang jarak Indonesia dari Sabang sampa Merauke, sama dengan jarak tempuh dari Teheran ke London, dan terbagi dalam tiga zona waktu. Garis pantainya merupakan 79 API PEMILU yang terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada. ‘Hebatnya’, kendati infrastrukturnya masih tergolong buruk, terutama yang menghubungkan antarpulau, Indonesia tetap mengawetkan kebiasaan ini sejak dulu, yaitu menggelar pemilu legislatif di awal April. Ini berarti pemilu digelar di ujung musim hujan. Kalau demikian, distribusi logistik pemilu harus dilakukan pada musim hujan, dan kebetulan saat itu pun bersamaan dengan tiupan angin barat yang membuat laut lebih bergelombang. Setiap lima tahun, para petugas pengantar logistik pemilu mengamalkan ungkapan para seniman, “bukit kan kudaki, lautan kuseberangi”. Mereka harus menembus hujan, berhadapan dengan ganasnya ombak, mendaki gununggunung, menyusuri hutan, hingga menyambangi wilayah perbatasan. Sebagian logistik itu bahkan tidak didrop kendaraan, tapi diantar oleh tukang pikul yang berjalan berkilo-kilo jauhnya. Dari sisi manajemen pemilu, Indonesia memang sangat menantang. Pada Pemilu 2014 lalu, misalnya, jumlah pemilihnya hampir dua ratus juta orang, jumlah TPS-nya sekitar 550 ribu. Pemilih dan TPS itu tersebar di 33 provinsi, 497 kabupaten/kota, 6.980 kecamatan, dan 81.093 desa/ kelurahan. Jumlah petugas penyelenggara pemilu di Indonesia --mulai dari KPU hingga petugas TPS, dan dari Bawaslu hingga pengawas pemilu lapangan di tingkat desa- mendekati lima juta orang, atau hampir sama dengan penduduk Singapura. 80 SISTEM PEMILU PALING RUMIT DAN SARAT BID’AH Selain skalanya yang besar, sistem pemilu di Indonesia pun luar biasa kompleks. Menulis tentang Pemilu 2004 lalu, Far Eastern Economic Review, menyebutnya sebagai sistem pemilu paling kompleks di dunia (the most complex electoral system in the world). Saat itu, majalah berbasis di Hongkong tersebut menyoroti sistem pemilu dan elemen-elemennya --seperti daerah pemilihan, metode penghitungan suara menjadi kursi, metode penentuan calon terpilih-- dan implikasinya. Pada Pemilu 2004, Indonesia untuk pertama kalinya menerapkan sistem proporsional terbuka. Dengan sistem ini, pemilih tidak hanya dapat mencoblos partai, tapi juga orang (caleg). Sistem ini merupakan koreksi atas sistem proporsional tertutup yang diterapkan pada pemilu-pemilu sebelumnya, yang dikritik menyodorkan kucing dalam karung, mengawetkan oligarki, dan lain-lain. Namun, sistem proporsional terbuka ini, bertemu dengan sistem multipartai. Saat itu, peserta pemilunya berjumlah 24 partai. Maka, hasilnya adalah surat suara yang luar biasa besar, karena harus memuat gambar partai berikut nama caleg. Dan, surat suara besar itu bukan hanya satu lembar, melainkan tiga lembar, yaitu surat suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Jika untuk pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, rata-rata partai mengajukan 10 caleg, maka ada 720 nama caleg di surat suara. Yaitu 81 API PEMILU 240 nama caleg di surat suara DPR, 240 nama di surat suara DPRD provinsi, dan 240 nama di surat suara DPRD kabupaten/kota. Masih ada tambahan satu surat suara lagi, yang juga tak kalah besarnya --karena memuat foto dan nama calon -yaitu untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota lembaga perwakilan yang mirip senat ini, dipilih dengan sistem Single Non Transferable Vote (SNTV) atau dalam UU Pemilu disebut dengan sistem distrik berwakil banyak. Jika nama caleg DPD 30 orang, maka total jumlah caleg yang harus dipilih dalam pemilu adalah 750 orang. Dan, seorang pemilih harus memilih empat nama dari 750 nama caleg itu. Membayangkannya, seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Menjadi pertanyaan besar kemudian, apakah pemilih sungguh mengenali partai-partai peserta pemilu, dan namanama caleg yang berjubel itu? Apakah mereka sanggup mencerna visi, misi, dan program partai dan caleg yang ditawarkan dalam pemilu? Mungkinkah mereka mampu mendapatkan informasi yang lebih dalam, seperti riwayat hidup dan rekam jejak para caleg, sebagai informasi penting sebelum menjatuhkan pilihan? Pendidikan pemilih seperti apa yang efektif mengedukasi pemilih untuk mencari caleg yang berkualitas di tengah banyaknya pilihan? Bahkan, pakar pemilu, Ramlan Surbakti, pada suatu kesempatan terus terang mengatakan bahwa dia tidak sanggup mengenali seluruh caleg yang ada. “Kalau caleg DPR dan DPRD provinsi, mungkin masih ada yang kenal. 82 Tapi, kalau caleg DPRD kabupaten/kota, saya benar-benar nggak kenal,” katanya. Bayangkan, bagaimana kira-kira kondisi masyarakat biasa yang awam, apalagi masyarakat di daerah terpencil dan tak berpendidikan. India dan Amerika Serikat jumlah pemilihnya lebih besar, namun sistem pemilunya tidak rumit. Kedua negara ini menerapkan sistem pemilu First Past The Post (FPTP) yang di Indonesia biasa disebut sebagai ‘sistem distrik’. Ini adalah varian paling sederhana dalam keluarga sistem mayoritas/pluralitas. Sebab di setiap distrik pemilihan, setiap partai hanya mengajukan satu calon (distrik berwakil tunggal). Dan, hanya satu orang yang terpilih sebagai wakil rakyat dari setiap distrik. Di Amerika Serikat, karena yang dominan hanya dua partai, yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat, urusan pemilunya semakin sederhana bin gampang. Karena hanya ada dua calon yang bertarung di setiap distrik pemilihan. Alhasil, untuk memilih anggota DPR (House of Representatives), misalnya, pemilih hanya disodorkan dua nama di surat suara, dan memilih salah satunya. Itu terjadi pula dalam pemilihan anggota Senat, DPR negara bagian. Alhasil, orang Amerika yang lebih terdidik, lebih well informed, berpesta demokrasi dengan cara yang super simpel. Hanya memilih satu dari dua nama di surat suara berukuran mini, hanya memberi satu tanda centang pada wajah kandidat tanpa perlu memberi tanda pada partai, jadwal pemilihannya pun dipecah-pecah --karena pemilihan anggota DPR tak selalu bersamaan dengan Senat-- sehingga beban pemilih semakin ringan. 83 API PEMILU Sementara, di Indonesia, tingkat pendidikan penduduknya lebih rendah, informasi tidak merata, lima persen penduduk masih buta huruf, bahkan sebagian pemilih pun masih tinggal di dusun-dusun yang gelap tanpa listrik, di hutan-hutan dan gunung-gunung, bertelanjang dada, tak beralas kaki, pakai koteka, hidup dari berburu dan meramu, tapi disodori sistem pemilu yang rumit. Partainya banyak, calegnya na’udzubillah, cara mencoblos surat suara pun penuh rambu. Surat suara pemilihan anggota DPR/DPRD hanya sah jika yang dicoblos adalah partai dan caleg, atau mencoblos partai saja. Mencoblos nama caleg saja dianggap tidak sah, karena para pembuat undang-undang berkeras bahwa peserta pemilunya adalah partai, bukan caleg. Berbeda dengan sistem distrik, di mana peserta pemilunya adalah caleg, meski caleg tersebut disodorkan partai. Sedangkan, sistem pemilihan anggota DPD, berbeda dengan cara pemilihan anggota DPR/DPRD, karena sistem pemilu keduanya memang berbeda. Cara pemilihan anggota DPR hampir mirip dengan cara pemilihan di Amerika dan India, yaitu cukup mencoblos gambar orangnya. Namun, tak seperti FPTP atau biasa disebut sistem distrik berwakil tunggal, di mana hanya satu calon yang dipilih dalam satu distrik, sistem SNTV untuk pemilihan anggota DPD adalah distrik berwakil banyak. Ada empat kursi DPD di setiap provinsi, yang merupakan dapil DPD. Sementara jumlah yang mencalonkan diri untuk memperebutkan empat kursi tersebut selalu berjumlah puluhan orang. Dalam proporsional terbuka ala Indonesia, jika pemilih 84 mencoblos partai dan caleg, maka surat suara jatuh kepada partai dan caleg. Suara untuk partai digunakan untuk menghitung perolehan kursi partai, sedangkan suara untuk caleg digunakan untuk menentukan caleg terpilih. Sementara, jika mencoblos partai saja, maka suara hanya digunakan untuk penentuan perolehan kursi partai, bukan penentuan caleg terpilih. Rumit? So, pasti! Teknik pemberian suara yang ribet itu, dalam beberapa kasus, membuat suara yang diberikan untuk partai dan caleg, akhirnya dihitung menjadi dua suara. Padahal, seharusnya satu suara. Teknik itu pun turut diduga turut berkontribusi pada naiknya suara tidak sah, dari tiga juta pada Pemilu 1999, menjadi sepuluh juta pada Pemilu 2004. Karena, sebagian pemilih saat itu ada yang mencoblos caleg saja, mencoblos partai A tapi caleg dari partai B, dan lainlain. Dan, tentu saja, besarnya surat suara turut berperan karena membuat pemilih tak sempat membuka lebar seluruh permukaan surat suara di bilik suara yang sempit, sehingga hasil coblosannya tembus mengenai tanda gambar atau nama caleg partai lain. TABEL 3: PERBANDINGAN SUARA SAH DAN TIDAK SAH EMPAT PEMILU TERAKHIR PEMILU 1999 2004 2009 2014 SUARA SAH 105.786.661 113.462.414 104.048.118 124.972.491 % 96.60 91,20 85,60 89,54 SUARA TIDAK SAH 3.708.386 10.957.925 17.540.248 14.601.436 % 3,40 8,80 14,40 10,46 SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU 85 API PEMILU Tapi, kerumitan belum berhenti. Persoalan ini, berimplikasi pada elemen sistem pemilu lainnya, yaitu metode penghitungan suara menjadi kursi dan metode penentuan caleg terpilih. Jika di Amerika dan India, usainya penghitungan surat suara dari seluruh TPS di suatu distrik akan langsung ketahuan siapa pemenangnya, di sini petugas pemilu masih harus duduk mengerjakan soal matematika. Para petugas pemilu harus lebih dulu memisahkan berapa suara yang diberikan kepada partai dan caleg, berapa suara yang diberikan untuk partai saja, kemudian pasang rumus untuk menentukan partai mana yang dapat kursi, dengan metode Kuota Hare/Sisa Suara Terbanyak (Hare quota/ largest remainder). Tahap pertama, kursi dibagikan kepada partai-partai yang meraih suara seratus persen bilangan pembagi pemilih (BPP) atau kuota penuh. Bila masih ada kursi tersisa, lanjut ke tahap kedua: kursi diberikan kepada partai yang punya sisa suara terbesar pertama, kedua, dan seterusnya, sampai kursi terbagi habis. Setelah partai yang meraih kursi sudah ditentukan, maka selanjutnya petugas pemilu menentukan kepada caleg mana kursi itu jatuh. Metode yang digunakan saat itu mirip dengan penentuan perolehan kursi partai, yaitu Kuota Hare, namun tanpa penghitungan sisa suara terbanyak. Tahap pertama, kursi diberikan kepada caleg yang meraih seratus persen BPP, di nomor urut berapa pun si caleg berada. Jika caleg yang meraih seratus persen BPP sudah habis, atau sama sekali tak ada caleg yang meraih seratus persen BPP, maka lanjut ke tahap kedua, yaitu kursi diberikan kepada caleg berdasarkan nomor urut. Berapa 86 pun suaranya, sepanjang ada di nomor urut atas, maka dia berhak dapat kursi. Kita sebut saja metode penghitungan sinkretis kreasi asli Indonesia ini sebagai Kuota Hare/Urut Kacang. Elemen-elemen sistem pemilu lainnya yang sejak 2004 berubah, adalah distrik pemilihan atau daerah pemilihan (dapil) yang tak lagi semata mengacu pada daerah administratif, seperti yang diterapkan sejak Pemilu 1955 hingga 1999. Pembuatan dapil (districting) telah mengacu pada data penduduk di provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan, dibandingkan/dibagikan dengan alokasi kursinya. Sehingga, UU Pemilu saat itu memperkenankan mengiris bagian-bagian provinsi, kabupaten/kota, maupun kecamatan, agar perbandingannya suara dengan kursi lebih setara dengan dapil tetangganya. Dengan besaran dapil (district magnitude) 3-12 kursi, saat itu, ada 2.057 dapil di seluruh Indonesia, yang terdiri atas 69 dapil DPR, dan selebihnya dapil DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Konsekuensi lanjutan dari proporsional terbuka dan districting model baru itu, adalah varian surat suara yang sangat banyak, yang membuat pening kepala penyelenggara pemilu saat membuat surat suara dan mengeceknya di percetakan. Sebab, surat suara setiap dapil berbeda. Saat itu ada 2.057 varian surat suara, sama dengan jumlah dapil. Jika satu paket kiriman surat suara tertukar, itu alamat harus dibuat pemilu ulang atau pemilu susulan. Pada Pemilu 2009, situasinya lebih kompleks. Jika untuk Pemilu 2004 majalah Far Eastern Economic Review menyebutnya sebagai sistem pemilu paling kompleks di 87 API PEMILU dunia, untuk Pemilu 2009, barangkali merupakan sistem pemilu yang --meminjam ungkapan Ketua Perludem, Didik Supriyanto-- paling rumit di dunia dan akhirat. Sebab, banyak ketentuan ngarang atau kita sebut saja bid’ah pemilu, disuntikkan lewat UU No 10/2008 tentang Pemilu. Hikayat pemilu rumit ini dimulai dari bertambahnya jumlah peserta pemilu, dari 24 menjadi 44. Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai, plus enam partai lokal Aceh. Membengkaknya jumlah peserta pemilu membuat jumlah caleg ikut berlipat. Dan, benar saja, caleg DPR yang pada Pemilu 2004 berjumlah 7.785, naik menjadi 11.225 pada Pemilu 2009. Jumlah dapil pun membengkak. Selain merupakan konsekuensi logis pertambahan jumlah penduduk dibanding pemilu sebelumnya, pembengkakan dapil juga terjadi karena besaran dapil (district magnitude) diciutkan dari 3-12 kursi menjadi 3-10 kursi. Saat itu, jumlah dapil tercatat sebanyak 2.200. Dan, tentu saja, varian surat suara pun ikut bertambah. Tapi, jantung kompleksitas Pemilu 2009 ada di metode penghitungan suara menjadi kursi, untuk menentukan partai yang dapat kursi, dan metode penentuan calon terpilih. Modiikasi yang dibuat lewat UU No 10/2008 tentang Pemilu ini, layak dijadikan sebagai monumen metode penghitungan paling susah yang pernah dibuat manusia di bawah kolong langit. Bid’ah pemilu yang sangat tidak hasanah, karena lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang memecahkan masalah. Tak percaya, mari kita periksa. 88 Metode penghitungan suara menjadi kursi tetap Kuota Hare/Sisa Suara Terbanyak. Tapi, jika pada Pemilu 2004 cara kerjanya hanya dua tahap (sebagaimana yang juga diterapkan oleh semua negara yang menggunakan metode ini), pada Pemilu 2009 di-extend menjadi lima tahap. Tahap pertama, kursi diberikan kepada peraih seratus persen BPP atau kuota penuh. Tahap kedua, jika kursi masih tersisa, kursi tak langsung diberikan kepada partai berdasarkan ranking sisa suara sampai kursi terbagi habis (sisa suara dihabiskan di dapil), tapi diberikan kepada partai yang meraih 50 persen BPP. Jika kursi DPR belum terbagi habis, maka masuk tahap ketiga, yaitu semua sisa suara dari semua dapil ditarik ke provinsi (ini hanya berlaku bagi dapil DPR yang berupa bagian-bagian provinsi, sedangkan yang dapilnya satu provinsi utuh, dihabiskan di dapil/provinsi). Maka, sisa suara dari berbagai dapil yang sudah dikumpulkan di provinsi, diblender jadi satu, lalu dibuatkan BPP baru, yang rumusnya adalah membagikan jumlah suara tersisa dengan jumlah kursi tersisa. Jika tetap belum habis, masuk tahap keempat, yaitu dilakukan pembagian kursi berdasarkan sisa suara terbanyak. Tapi, bila kursi tetap belum habis terbagi, sementara sisa suara sudah habis, masuk tahap kelima, yaitu kursi diberikan kepada partai yang memiliki akumulasi perolehan suara terbanyak secara berturut-turut. Lalu, kepada siapa kursi di penghitungan tahap ketiga dan keempat hasil blenderan itu kelak jatuh? UU Pemilu menyatakan kursi itu jatuh kepada partai dari dapil yang masih kekurangan kursi. Lho, bagaimana mungkin, suara 89 API PEMILU itu kan berasal dari dapil-dapil yang berbeda, dan pemilih dari dapil-dapil yang berbeda itu bukan hanya memilih partai, tapi juga memilih caleg, karena sistem pemilunya proporsional terbuka? Tak pernah ada penjelasan logis dalam soal ini, dan tetap menjadi persoalan aneh tapi nyata. Sekarang mari kita lihat penentuan caleg terpilih, atau kepada caleg mana kursi itu jatuh. Ketentuan ini pun sudah mengalami modiikasi dibanding pemilu sebelumnya. Angka BPP-nya telah diturunkan dari 100 persen menjadi 30 persen. Alhasil, caleg peraih 30 persen BPP, berhak dapat kursi, di nomor urut berapapun dia berada. Tapi, 30 persen BPP itu tidak mutlak. Ada term and condition lanjutannya. Pertama, jika peraih 30 persen BPP itu lebih banyak dibanding suara yang diperoleh partai, maka kursi ditentukan berdasarkan nomor urut. Sebentar, jangan sangka peraih 30 persen suara itu suaranya sama. Dia hanya batas bawah. Jika kuota 30 persen BPP itu setara dengan 10 ribu suara, misalnya, dan caleg di nomor urut satu meraih 11 ribu suara, sedangkan di nomor urut tiga meraih 22 ribu suara, kursi akan jatuh kepada caleg di nomor urut satu yang suaranya lebih sedikit. Hanya caleg yang meraih 100 persen BPP yang selamat dari ketentuan itu. Karena, kalau meraih suara kuota penuh, dia harus dapat kursi. Tapi, tentu meraih suara 100 persen BPP itu bukan perkara mudah, karena dari 7.785 caleg DPR pada Pemilu 2004, misalnya, hanya dua orang yang berhasil mencapainya, yaitu Hidayat Nur Wahid, caleg PKS dari daerah pemilihan DKI Jakarta, dan Djasri Marin, caleg Golkar dari daerah pemilihan Riau. 90 Lalu, bagaimana kalau caleg peraih 30 persen BPP itu suaranya sama persis? UU Pemilu menyatakan, kembali ke nomor urut. Kalau caleg peraih 30 persen BPP jumlahnya lebih sedikit dibanding jumlah kursi yang didapat partai, misalnya yang meraih 30 persen BPP dua caleg, sementara partai dapat kursi empat, maka dua kursi lainnya ditentukan berdasarkan nomor urut. Kalau partai dapat kursi, tapi tak ada calegnya yang meraih 30 persen BPP? Tetap, kembali ke laptop, kembali ke nomor urut. Jika metode penentuan caleg terpilih pada Pemilu 2004 bisa kita sebut sebagai Kuota Hare/Urut Kacang, metode penentuan caleg terpilih pada Pemilu 2009 cukup sulit untuk dirumuskan. Karena sudah terlalu jauh keluar dari pakem metode penghitungan yang ditemukan oleh Thomas Hare. Tapi, mungkin cukup tepat kalau kita menyebutnya sebagai DPR-RI Kuota/Urut Kacang. Untung saja, cara penentuan caleg terpilih itu kemudian dibongkar oleh Mahkamah Konstitusi, ketika UU Pemilu diuji materi. Mahkamah menganggap metode tersebut tidak demokratis, dan mengharuskan langsung diranking berdasarkan sisa suara terbanyak. Maka, penentuan calon terpilih pun menjadi lempang. Tidak ada lagi metode-metode penghitungan selundupan dan gadungan. Pokoknya, siapa pun yang meraih suara terbanyak, dialah yang meraih kursi, tak peduli di nomor urut berapa pun dia berada. Situasi yang kemudian diistilahkan oleh sebagian politisi dan pengamat sebagai “rezim suara terbanyak.” Meski penentuan calon terpilih sudah dibongkar, namun di level atasnya, yaitu metode penghitungan suara menjadi 91 API PEMILU kursi, untuk menentukan perolehan kursi partai, tetap tak tersentuh. Sehingga, secara teknis, sistem pemilu yang diterapkan pada Pemilu 2009, tetap jauh lebih kompleks ketimbang Pemilu 2004. Masih untung pada Pemilu 2009 lalu, ada satu hal yang dipermudah. Karena jumlah surat suara tidak sah akibat cara pemberian suara yang rumit pada Pemilu 2004 mencapai 10,95 juta, maka ketentuan sah-tidaknya suara pada Pemilu 2009 diubah. Kali ini, yang mencoblos caleg saja tetap dinyatakan sah. Alhasil, syarat suara sah menjadi tiga, yaitu mencoblos partai dan caleg, mencoblos partai saja, dan mencoblos caleg saja. Tapi, sialnya, cara ini pun ternyata tak cukup ampuh membendung surat suara rusak, karena jumlah suara tidak sah justru naik menjadi 17,5 juta. Bagaimana dengan Pemilu 2014? Mestinya lebih simpel. Sebab, jumlah partai peserta pemilunya hanya 12, plus tiga partai lokal Aceh. Jumlah caleg DPR pun terpangkas setengahnya, menjadi 6.607. Selain itu, cara penentuan calon terpilih tetap seperti 2009, yaitu berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan, metode penghitungan suara menjadi kursi dikembalikan ke khittah, seperti cara Pemilu 2004, yaitu hanya dua tahap, yang oleh para legislator di Senayan diistilahkan sebagai ‘sistem kuota murni’. Berbagai bid’ah pemilu telah disingkirkan. Jumlah dapil memang bertambah menjadi 2.438, seiring pertambahan jumlah penduduk, dan itu berarti varian surat suaranya bertambah dibanding pemilu sebelumnya. Namun, ini bukan perkara besar. Syarat suara sah pun tetap, yaitu mencoblos partai dan caleg, mencoblos partai 92 saja, dan mencoblos caleg saja. Tapi, komplikasi justru kemudian diciptakan oleh penyelenggara pemilu. Betapa tidak, lewat Peraturan KPU Nomor 26/2013, KPU antara lain menyatakan jika seorang pemilih memilih dua atau lebih calon, maka suaranya tetap dinyatakan sah dan dimasukkan sebagai suara partai. KPU berdalih, demi menyelamatkan suara pemilih. Ada dua konsekuensi dari pengaturan KPU tersebut. Pertama, surat suara yang semula dianggap tidak sah, atau surat suara rusak, kini disahkan. Kedua, kalau suara itu diberikan kepada calon, kenapa kemudian jatuh kepada partai? Apa dasarnya? Menyikapi desain sistem pemilu dan berbagai elemennya yang terus disusupi berbagai keanehan, Didik Supriyanto, dalam kolomnya menulis, “Demikianlah, jika Pemilu 2004 saja disebut orang asing sebagai pemilu paling rumit di dunia, maka Pemilu 2014 takkan terkejar oleh praktik pemilu di belahan dunia lain. Bahkan, jika di akhirat nanti ada pemilu, maka pemilu kita merupakan pemilu paling rumit di dunia dan di akhirat.” (Merdeka.com, 28 Februari 2014: Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat). Semua kerumitan yang kita bicarakan ini, baru menyangkut beberapa elemen sistem pemilu, belum membicarakan seluruhnya. Dan, kalau semua situasi ini tak berubah, maka pada 2019 mendatang, akan menjadi puncak dari kerumitan di sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Sebab, pada Pemilu 2019, pemilu legislatif akan serentak dilaksanakan dengan pemilu presiden, atau biasa diistilahkan sebagai pemilu lima kotak. 93 API PEMILU GRAFIK 3: APA YANG DICOBLOS PEMILIH DI TPS PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 Gebyar pemilu presiden pun berpotensi menenggelamkan partai dan caleg, dan menggusur isu-isu lokal. Yang dikhawatirkan, situasi itu akan membuat pemilih makin tak rasional menggunakan hak pilihnya, sebab perhatian pemilih tertuju pada igur capres beserta sepak terjangnya, survei-surveinya, sehingga luput memeriksa visi, misi, program dan rekam jejak puluhan partai dan ratusan caleg DPR/DPD/DPRD. EFEK SAMPING PEMILU BESAR DAN RUMIT ITU: PASANG NAIK FLOATING VOTERS, GOLPUT, DAN POLITIK UANG Sudah tiga pemilu sistem proporsional terbuka diterapkan, sudah tiga pemilu pula para pemilih memilih di antara ratusan nama caleg. Toh, semua baik-baik saja. Tapi, 94 benarkah setelah tiga pemilu para pemilih menjadi terbiasa, dan kemudian semakin mampu mengenali ratusan nama; mengunyah visi, misi, dan programnya; memelototi rekam jejaknya? Mari kita periksa, dengan meminjam mata para tukang survei. Hasilnya, ternyata, belum kabar baik. Sebab, masyarakat pemilih tetap sulit mengenali calon wakil rakyat. Maklum, dalam setiap pemilu, ada sekitar 200 ribu caleg DPR, DPD, dan DPRD yang berlaga. Jumlah caleg tersebut, rata-rata sepuluh kali lipat dibanding kursi yang diperebutkan. GRAFIK 4: HASIL RISET IFES-LSI TENTANG INFORMASI CALEG Survei International Foundation for Electoral System (IFES) dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), pada Desember 2003, misalnya, mendapati hanya 12 persen responden yang mendapatkan informasi cukup tentang caleg. Sementara, 77 persen lainnya mengaku tidak mendapat informasi yang cukup tentang caleg. Yang mengaku dapat informasi tentang 95 API PEMILU visi, misi, dan program partai lebih rendah lagi, yaitu hanya sembilan persen. Pada 28 Februari hingga 10 Maret 2014, atau sebulan sebelum pemungutan suara, Indikator Politik Indonesia menggelar survei dan menemukan 48,7 persen responden tak mengenal caleg di daerah pemilihannya; 40,5 persen hanya mengenal sebagian caleg; 5,5 persen mengaku mengenal sebagian besar caleg, dan; hanya 1,2 persen responden yang mengenal semua caleg. Peneliti Indikator, Dodi Ambardi, seperti dikutip Tempo, mengatakan fenomena besarnya pemilih yang tak mengenal caleg lantaran para caleg kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat, dan pemilih pun malas mencari tahu. Dia menyarankan KPU yang memiliki biodata caleg, membuka semua data itu lebar-lebar kepada publik. Tapi, persoalan ini memang kompleks. Sudah partai dan calegnya banyak, sebagian besar pemilih di Indonesia pun telah menjadi pemilih mengambang (loating voter). Itu terlihat dari kedekatan pemilih dengan partai yang kian melorot. Identiikasi diri pemilih dengan partai (party id), terjun bebas secara ekstrem, dan pada survei Indikator menjelang Pemilu 2014 lalu, angkanya tinggal 10 persen. Itu berarti loating voters telah mencapai 90 persen! Floating voters ini adalah pemilih galau. Ada yang merupakan pemilih yang kecewa dengan partai/caleg yang dipilih dalam pemilu sebelumnya, sehingga kemudian mengambangkan diri, wait and see. Ada pula pemilih pemula yang cenderung lebih cuek, generasi internet yang tak bersentuhan langsung dengan berbagai peristiwa politik 96 dan ideologi masa lalu, dan belum memutuskan akan memilih partai/caleg tertentu. Mereka semua menjadi kaum undecided voter. TABEL 4: TREN MEROSOTNYA PARTY ID DI INDONESIA PEMILU 1999 2004 2009 Juni 2011 Juni 2012 Maret 2013 Oktober 2013 PARTY ID 86 persen 54 persen 20 persen 18 persen 17 persen 14,3 persen 10 persen FLOATING VOTERS 14 persen 46 persen 80 persen 82 persen 83 persen 87,7 persen 90 persen Keterangan: Data 1999-2009 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI), data 2011-2012 dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), sedangkan data 2013 dari Indikator Politik Indonesia. SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/INDIKATOR Khusus untuk pemilih yang pernah memilih, survei-survei sebelumnya mendeteksi mereka memiliki kecenderungan menjadi swing voters yang umumnya berayun ke dua arah, yaitu memilih partai lain karena kecewa dengan partai pilihan sebelumnya atau menjadi golput jika tak melihat adanya alternatif yang kredibel. Tapi, kecenderungan loating voters atau undecided voters ini menjadi golput, terus membesar. Itu terlihat dari angka partisipasi pemilih yang terjun lebih dari 20 poin dalam sepuluh tahun, sejak Pemilu 1999 hingga Pemilu 2009. Dan, jumlah golput mendekati 50 juta, atau dua kali lipat suara suara partai pemenang pemilu saat itu (Partai Demokrat). Beruntung, pada Pemilu 2014 lalu, angka golput ini bisa ditekan, dan partisipasi pemilih bisa naik lima poin 97 API PEMILU persen dibanding pemilu sebelumnya. Namun, pada pemilu presiden, anehnya, angka partisipasi kembali menurun (lihat tabel). TABEL 5: PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU LEGISLATIF PEMILU 1987 1992 1997 1999 2004 2009 2014 PEMILIH TERDAFTAR 93.630.632 107.565.697 124.210.809 117.815.053 148.000.369 171.265.442 185.826.024 PARTISIPASI % 90.388.758 102.250.370 117.542.466 109.495.047 124.420.339 121.588.366 139.573.927 GOLPUT 96,54 95,06 94,63 92,70 84,06 70,99 75,11 3.241.874 5.315.327 6.668.343 8.320.006 23.580.030 49.677.076 46.252.097 SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU TABEL 6: PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU PRESIDEN PEMILU 2004* 2004** 2009 2014 PEMILIH TERDAFTAR 153.320.544 150.644.184 176.411.434 193.944.150 PARTISIPASI 122.293.844 116.662.705 127.179.375 134.953.967 % GOLPUT 79,76 77,44 72,09 69,58 31.026.700 33.981.479 49.232.059 58.990.183 *Pilpres putaran pertama, **pilpres putaran kedua SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/KPU Dengan berbagai fakta tersebut, menjadi menarik mempertanyakan seberapa besar pengaruh uang dalam peningkatan angka partisipasi. Pencermatan ini perlu, karena dari pemilu ke pemilu, politik uang (vote buying) semakin marak, sementara pengaruh pemberian uang dan barang pun semakin besar. Bahwa politik uang semakin marak, antara lain dikonirmasi oleh survei IFES-LSI, yang digelar pada 1-10 98 Juni, atau dua bulan setelah pemilu. Responden survei itu adalah dua ribu pemilih dari seluruh Indonesia, dan sebagian besar membenarkan meningkatnya politik uang dalam pelaksanaan pesta demokrasi. GRAFIK 5: MARAKNYA POLITIK UANG PEMILU 2014 MENURUT SURVEI IFES Sedangkan, semakin besarnya pengaruh politik uang, terkuak dari meningkatnya pemilih yang menganggap pemberian uang dan barang dari partai dan kandidat sebagai sebagai kewajaran. Fenomena itu bisa ditelusuri pada hasil survei yang digelar sejak 2005 hingga 2014 lalu, antara 99 API PEMILU lain yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Indikator berikut ini: TABEL 7: SIKAP PEMILIH TERHADAP POLITIK UANG (DALAM PERSEN) POLLSTER LSI LSI Indikator Indikator Indikator PERIODE SURVEI Oktober 2005 Oktober 2010 Maret 2013 Oktober 2013 9 April 2014 BISA DIBENARKAN TAK BISA DIBENARKAN 11,9 20,8 41,5 41,5 35,3 TAK TAHU/JAWAB 80,4 60,7 54,3 57,9 60,5 7,7 18,5 4,2 0,5 4,2 Keterangan: •฀ Survei dilakukan Lingkaran Survei Indonesia dilakukan secara nasional dengan metode multistage random sampling, dengan 1.000 responden. Tingkat kesalahan (sampling error) plus minus 5 persen. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka pada awal Oktober 2010. Hasil survei ini dibandingkan dengan survei serupa pada Oktober 2005. •฀ Survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada September-Oktober 2013 dilakukan 39 dapil, dengan sampel setiap dapil 400 orang. •฀ Exit poll IDI pada 9 April 2014 dilakukan secara nasional dengan 2000 responden yang dipilih dengan metode stratified two stage random sampling, dengan margin of error 2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/INDIKATOR TABEL 8: PENGARUH POLITIK UANG TERHADAP PEMILIH (DALAM PERSEN) Masih dalam survey LSI dan Indikator, kepada respondennya (Indikator mengkhususkan kepada orang-orang yang menganggap politik uang wajar), diajukan pertanyaan tambahan, dan terlihat bahwa yang mau menuruti agenda pemberi uang semakin masih cukup besar: SIKAP PEMILIH 2005 Menerima dan memilih calon yang beri uang Menerima dan memilih calon yang memberi uang lebih banyak Menerima tapi memilih calon sesuai hati nurani Menerima uangnya namun tak memilih calon yang memberi uang Tidak akan menerima/menolak pemberian Tidak tahu/jawab SUMBER: PEMILU INDONESIA: FAKTA, ANGKA, ANALISIS, DAN STUDI BANDING/LSI/IPI 100 2010 2013 2014 27,5 -- 37,5 -- 28,7 10,3 26,8 4,1 -13,2 -7,8 55,7 -- 59,1 -- 47,6 11,7 45,6 9,1 4,3 1,0 9,7 0,3 “Survei kami menunjukkan pemilih yang dekat dengan partai cenderung menolak pemberian politi uang. Pemilih cenderung toleran dan menerima politik uang, karena mereka tidak memiliki kedekatan psikologis dengan partai politik, sehingga mereka kemudian membangun relasi transaksional dengan partai. Kalau partai tak berbenah, maka partai akan kian dijauhi rakyat, dan itu berarti biaya politik akan makin mahal,” kata Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi, dalam rilis survei Indikator di Jakarta, Desember 2013 lalu. Masyarakat yang punya daya tahan kuat terhadap serangan politik uang, menurut survei Indikator, adalah pemilih yang masih memiliki party id. Jenis pemilih yang semakin langka. Karena untuk menciptakan pemilih jenis ini, partai politik dan para caleg harus melakukan kerjakerja serius sesuai dengan fungsinya,seperti melakukan pendidikan politik, kaderisasi, serta menyerap dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Tapi, apa lacur, partai-partai di Indonesia memang telanjur kian menjadi partai elektoralis, alias mesin pengumpul suara. Untuk memenangkan pemilu, mereka semakin meninggalkan persentuhan secara door to door, tapi mengandalkan jasa para konsultan politik untuk memoles citra dan menggulirkan survei-survei untuk menggiring opini. Fungsi kaderisasi partai-partai pun semakin keteteran. Itu terlihat dari rekrutmen caleg instan, yang banyak mengandalkan popularitas dan uang. Menyadari kian tak mengakar, partai-partai dan para calegnya pada akhirnya mendatangi pemilih dan menabur 101 API PEMILU uang, bak sinterklas. Kondisi yang menciptakan politik biaya tinggi, yang merupakan salah satu mata rantai dari lingkaran korupsi politik. Masih untung, di tengah bayangan suram tersebut, masih ada secercah cahaya. Meski survei-survei pra pemilu menemukan politik uang kian marak dan para semakin besar pengaruhnya, namun di bilik suara para pemilih ternyata masih menggunakan akal sehat. Itu terlihat dari hasil exit poll Indikator, yang menemukan para pemilih yang memilih karena alasan rasional, masih cukup besar. GRAFIK 6: ALASAN PEMILIH MEMILIH PARTAI DAN CALEG MENURUT EXIT POLL INDIKATOR POLITIK INDONESIA (DALAM PERSEN) 102 GAMBAR … : HASIL EXIT POLL INDIKATOR. Alhasil, jika pengenalan terhadap partai/caleg berikut visi, misi, program, dan rekam jejaknya dilakukan dengan gencar, masih ada peluang partai/caleg baik yang terpilih. Dan, yang terpenting, menggencarkan upaya tersebut, akan membuat loating voter yang cenderung golput, akan mendapat informasi yang lebih baik dan berkualitas, sehingga memiliki alasan untuk menunaikan hak pilihnya. Toh, loating voter, sebagaimana juga loating mass, pada dasarnya bukanlah sesuatu yang benar-benar buruk. Sebab, mereka adalah kalangan yang memilih atau tidak memilih bukan berdasar fanatisme buta dan alasan-alasan emosional, tapi berdasar alasan yang bersifat rasional seperti karena program dan rekam jejak. Mereka, dalam istilah pengamat politik Eep Saefullah Fatah, adalah para pemilih dengan otonomi relatif. Dan, sudah terlihat, bahwa jumlah mereka yang besar, telah memainkan peranan penting dalam memberikan punishment and reward. Itu terlihat dari hasil pemilu di era reformasi, di mana pemenangnya selalu berganti. Pemilu 1999 dimenangkan PDIP, Pemilu 2004 dimenangkan Golkar, Pemilu 2009 dimenangkan Partai Demokrat, dan Pemilu 2014 dimenangkan PDIP. Dan, ke depan, para pemilih galau ini bisa jadi mereka akan tetap memainkan peranan penting sebagai kekuatan perubahan. Tinggal mempermudah mereka dengan informasi berkualitas, agar mereka tidak menjadi golput atau mudah menggadaikan suara. Dan, pada titik inilah, 103 API PEMILU teknologi memegang peranan penting dalam menyebarkan informasi berkualitas tentang visi, misi, program, dan rekam jejak partai dan caleg. MENGAPA API PEMILU MENJADI SOLUSI Dengan fakta-fakta di atas, lantas teknologi apa yang pas diterapkan di Indonesia, untuk menyederhanakan kerumitan dan menyalurkan informasi berkualitas kepada pemilih, dan membuat pemilu lebih menarik, terutama buat anak muda? Ada banyak teknologi yang bisa disodorkan. Salah satunya dengan Application Programming Interface (API). Dan, inilah yang dipilih oleh Perludem, dengan API Pemilu. Mengapa API? Alasannya adalah momentum yang pas. API hadir di tengah merebaknya dua tren utama global. Pertama, gerakan open data (dan gerakan-gerakan yang terkait dengannya seperti seperti open source dan open government data), yang membuat kian banyak pihak membuka data-data yang masuk kategori data publik --termasuk data publik di tangan pemerintah-- sehingga bisa diakses bebas. Data-data yang dalam deinisi open data bukan sekadar dibuka, tapi dibuka dalam bentuk digital agar leluasa digunakan ulang dan didistribusikan ulang, sehingga menjadi kompatibel dengan API. Kedua, perkembangan internet yang kian massif, terutama akses internet mobile melalui gadget (smartphone dan tablet), yang menurut Kin Lane dari Apievangelist, merupakan potongan puzzle terakhir dari strategi digital. Perkembangan yang telah membuka dunia yang sama sekali baru, yaitu aplikasi mobile. Dan, menurut Kin Lane, 104 API merupakan kekuatan pendorong booming pembuatan aplikasi-aplikasi mobile di dunia ini. Ketiga, adalah tren penggunaan sosial media di Indonesia. Data dari We Are Social per Maret 2015 mengungkapkan lebih dari sepertiga populasi di kawasan Asia Pasiik telah memiliki akses terhadap internet. Dari jumlah tersebut, sekitar dua pertiga merupakan pengguna media sosial. Penggunaan media sosial di Indonesia mewakili 29 persen penggunaan media sosial di seluruh Asia Pasiik, dengan tingkat penetrasi Facebook sekitar 80,2 juta dan pengguna Twitter 26,4 juta orang (data dari Media Matrix 2013). Penggunaan API ke dalam berbagai aplikasi yang dapat di bagi (share) ke dalam platform media sosil, memungkinkan sosialisasi yang lebih massif. API merupakan penerjemah dan jembatan yang menghubungkan satu sistem dengan sistem lain, satu database dengan database lain, sehingga API merupakan teknologi penting untuk mengalirkan data pemilu yang merupakan data publik, langsung ke dalam genggaman pemilih, melalui aplikasi-aplikasi mobile, juga aplikasi web. Data-data tersebut valid karena berasal dari sumber paling otoritatif, telah pula dibersihkan, dan paket-paket datanya di-sort berdasarkan tema tertentu secara spesiik dan fokus, sehingga sangat bermanfaat untuk pendidikan pemilih (voters education). Selain itu, tak seperti teknologi pemilu lain seperti e-voting yang hanya fokus pada tahapan pungut-hitung suara, API bisa diterapkan untuk seluruh tahapan pemilu. Mulai dari pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara, 105 API PEMILU sepanjang paket-paket API-nya terpasang. Bahkan, data API Pemilu tetap bisa dimanfaatkan usai pemilu, misalnya untuk memonitor para kandidat terpilih yang telah menduduki jabatan-jabatan publik. TABEL 9: PENGGUNA INTERNET DI 25 NEGARA (2013-2018) MENURUT RISET EMARKETER 106 Sekarang, mari kita tengok bagaimana perkembangan internet di Indonesia, wabilkhusus pengakses internet mobile dengan gawai, yang merupakan target utama API Pemilu. Menurut eMarketer, pengguna internet di Indonesia pada 2014 berada di peringkat keenam dunia, setelah China, Amerika Serikat, India, Brasil, dan Jepang. Bahkan, menurut lembaga riset pasar berbasis di New York, itu, pada 2017 mendatang Indonesia akan berada di peringkat kelima, menggeser Jepang, dengan pengguna internet 112 juta orang. GRAFIK 7: JUMLAH DAN PENETRASI PENGGUNA INTERNET INDONESIA 2005-2014 MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI Data dari eMarketer ini, sebenarnya masih lebih rendah dibanding hasil riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet 107 API PEMILU Indonesia (APJII) bekerja sama dengan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (Puskakom UI). Dalam hasil riset bertajuk Proil Pengguna Internet Indonesia 2014, APJII-Puskakom menyatakan pengguna internet di Indonesia telah mencapai 88,1 juta orang. Penetrasinya 34,9 persen terhadap jumlah penduduk yang saat survei berjumlah 525 juta. Meski beda data, APJII-Puskakom dan eMarketer punya kesimpulan yang sama tentang mengapa akses internet di Indonesia tumbuh pesat, hingga dua digit per tahun. Yaitu, meningkatnya akses internet mobile melalui gawai. “Murahnya harga ponsel dan biaya koneksi broadband mobile, menghela akses dan penggunaan internet di negaranegara yang tak bisa mengandalkan internet ixed line, entah karena masalah infrastruktur atau biaya. Karena itu, saat pertumbuhan pengguna internet di negara-negara maju kian jenuh, negara berkembang seperti India dan Indonesia masih mempunyai ruang pertumbuhan signiikan, hingga dua digit per tahun,” kata analis senior eMarketer, Monica Peart, seperti dikutip artikel bertajuk Internet to Hit 3 Billion Users in 2015, di laman emarketer.com. Riset APJII-Puskakom memang menemukan akses internet di Indonesia melalui gawai, telah jauh melampaui akses internet dengan perangkat lain. Dan, yang tertinggi adalah akses melalui smartphone, yang telah mencapai 85 persen, sedangkan akses internet melalui tablet sekitar 13 persen. 108 GRAFIK 8: PERBANDINGAN AKSES INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN PERANGKAT MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI Pertumbuhan gawai di Indonesia, khususnya smartphone, memang luar biasa pesat. Bahkan, menurut data Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlah gawai pada 2013 lalu telah melampaui jumlah penduduk. Kementerian tersebut mencatat jumlah penjualan gawai di Indonesia meningkat dari dua juta pada 2009 menjadi 4,5 juta (2010); 9,5 juta (2011); 13,2 juta (2012); dan 15,3 juta (2013). Angka ini dipastikan meningkat lebih tajam lagi pada 2014 dan 2015. 109 API PEMILU Berdasarkan survei Baidu, 59,9 persen pengguna internet di Indonesia mengakses melalui ponsel pintar atau smartphone. Angka itu mengalahkan persentase pengguna yang mengakses Internet melalui laptop atau netbook. Saat ini, smartphone kelas low-end masih menjadi yang terbanyak digunakan oleh pengakses mobile Internet di Indonesia. “Lebih dari 80 persen pengguna menggunakan smartphone dengan kisaran harga Rp 1.000.000–Rp 3.000.000,” demikian kata Kemas Antonius, Product Manager Baidu Indonesia, dalam siaran pers, Kamis, 27 November 2014, seperti dikutip TechinAsia. “Peneterasi mobile Internet di Indonesia sangat cepat.” TABEL 10: SEPULUH PASAR SMARTPHONE TERBESAR DUNIA MENURUT RISET GFK SUMBER: THE TELEGRAPH. 110 Lembaga riset pasar terbesar di Jerman, Gesellschaft für Konsumforschung (GfK), meramalkan pada 2015 ini Indonesia bakal menjadi pasar smartphone nomor tiga dunia. GfK, yang juga merupakan lembaga riset pasar terbesar keempat dunia setelah Nielsen, Kantar, dan Ipsos, menyatakan negara-negara berkembang akan memimpin pasar berkat smartphone murah (low end). “Harga smartphone yang hanya 30-50 dolar AS, menarik sebagian besar populasi ke pasar smartphone,” kata Direktur GfK, Kevin Walsh, kepada harian The Telegraph. Lalu, apa makna semua data-data itu bagi penggunaan teknologi dalam pemilu? Kaitan utamanya, antara lain, karena sebagian besar pengguna internet, khususnya internet mobile, adalah pemilih pemula. Menurut riset APJII-Puskakom, dari 88,1 juta pengguna internet di Indonesia, 49 persen di antaranya (sekitar 43 juta penguna internet) adalah anak muda berusia 18-25 tahun. APJIIPuskakom menyebut mereka sebagai digital native atau generasi millennium, yang saat lahir dan menangis pertama kali di muka bumi, internet sudah digunakan secara luas. Jika anak muda berusia 17 tahun dimasukkan dalam survey APJII-Puskakom maka jumlahnya bisa jadi akan lebih dari 50 persen. Usia boleh memilih di Indonesia (eligible vote) adalah 17 tahun atau telah menikah. 111 API PEMILU GRAFIK 9: PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN USIA MENURUT SURVEI APJII-PUSKAKOM UI GRAFIK 10: PEMILIK PONSEL DI INDONESIA BERDASARKAN USIA MENURUT SURVEI KOMINFO Kaum digital digital native ini adalah kalangan yang sangat perlu pendidikan politik (voters education), karena mereka adalah generasi yang tidak bersentuhan dengan berbagai peristiwa politik di masa lalu. Sehingga, bisa 112 diasumsikan party id nya rendah. Digital native ini adalah usia orang yang sedang menempuh pendidikan menengah atau perguruan tinggi, baru lulus, baru bekerja, masih lajang, dan bisa jadi hidupnya masih dibiayai oleh orangtua. Karena itu, mereka bukanlah masuk kategori kelompok yang mudah dirayu dengan iming-iming uang. Sehingga, loating voter dan undecided voter jenis ini, punya kecenderungan lebih besar untuk menjadi golput, Dan, data exit poll Indikator menunjukkan, bahwa kelompok ini memang paling banyak menjadi golput, dibanding kelompok usia pemilih lainnya. Padahal, kelompok ini, dalam menurut hasil Sensus BPS 2010, merupakan kelompok besar. Tentu kita tidak ingin bonus demograi itu justru juga berarti bonus golput. GRAFIK 11: TREN PARTISIPASI PEMILIH BERDASARKAN KELOMPOK USIA MENURUT EXIT POLL INDIKATOR POLITIK INDONESIA 113 API PEMILU GRAFIK 12: PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA BERDASARKAN USIA BERDASARKAN SENSUS BPS 2010 Melihat piramida penduduk BPS dan data exit poll Indikator, terlihat betul betapa urgennya pendekatan baru kepada kelompok ini. Jika kalangan penyelenggara pemilu dan pegiat pemilu tak menyentuh kalangan native digital ini dengan ‘bahasa’ yang akrab dan fun, dikhawatirkan mereka tak tertarik pada pemilu. Sebab, generasi millennium ini bukanlah generasi ‘kampanye rapat umum’. Mereka hidup di zaman yang berbeda. Lalu, apa bahasa yang pas buat mereka? Melihat mereka adalah pengakses internet terbesar, terutama akses internet mobile lewat gawai, dan dalam keseharian sangat akrab dengan berbagai aplikasi mobile yang membuat hidup mereka lebih praktis, maka cara inilah yang paling tepat. Yaitu, mengirimkan informasi-informasi pemilu langsung ke dalam genggaman mereka, lewat aplikasi-aplikasi pemilu yang menarik yang bisa mereka unduh setiap saat melalui 114 toko-toko aplikasi seperti Play Store dan Apps Store, atau mengaksesnya lewat website. Karena itu, API Pemilu menjadi sesuatu yang sangat penting. Karena, API Pemilu menyediakan data-data valid dari sumber yang otoritatif dan telah pula dibersihkan datanya. Sehingga, para pemilih, terutama kalangan digital native, bisa mendapatkan paket-paket informasi berkualitas tentang pemilu dan para kontestannya, di tengah maraknya informasi dan disinformasi di internet. Sehingga, mereka bisa mengenal dan memahami pemilu Indonesia yang besar dan rumit ini, terutama saat pemilu serentak pada 2019 mendatang. Mengapa API Pemilu bisa mengurai kerumitan, karena API --seperti kata Josh Tauberer-- memecah data menjadi potongan-potongan kecil. Dalam hal ini, data pemilu dibuat menjadi paket-paket. Ada paket tentang caleg, paket peta dapil, paket kandidat presiden/wapres, paket pelanggaran pemilu, paket dana kampanye, paket daftar pemilih tetap, paket hasil pemilu, hingga pertanyaan-pertanyaan paling sering diajukan dalam pemilu (FAQ), dan paket beritaberita pemilu, dan lain-lain. Setiap paket tersebut menyajikan informasi spesiik tapi lengkap, karena itulah diistilahkan sebagai endpoint. Misalnya paket tentang caleg, langsung menyediakan informasi tentang seluruh caleg, berikut foto, dan riwayat hidup secara lengkap. Dalam pembuatan aplikasi, para programmer atau developer bisa memadukan data tersebut dengan paket API lainnya seperti daerah pemilihan, dan informasi-informasi lainnya dari tempat lain, karena 115 API PEMILU karakter API yang elastis. Mereka tinggal membuat kemasan menarik untuk menyajikannya, bahkan termasuk dalam bentuk game. Pakar teknologi informasi ITB, Basuki Suhardiman, mengatakan strategi API Pemilu menjawab kebutuhan pemilih. Sebab, kalau pemilih diberi set data pemilu yang besar, para pemilih justru akan eneg. “Misalnya Kemendagri kasih data, tapi mentah semua, ngapain? Atau kita butuh data satu kecamatan, tapi dikasi data seluruh kecamatan, buat apa? Kan yang kita cari yang kita perlukan saja. Kalau data ada, terstruktur, aplikasi ada, kan mudah, nggak habis waktu. Jadi, prinsipnya harus melayani orang, dan API Pemilu mempermudah akses itu. Saya salut pada API Pemilu, seharusnya malah KPU yang harus punya seperti ini, kalau KPU benar-benar mau melayani pemilih,” katanya kepada penulis, April lalu. 116 BAGIAN LIMA Proses Pembuatan API Pemilu, Hacker Marathon, dan Lahirnya Ratusan Aplikasi Pemilu Dengan teknologi semua hal bisa dipermudah dan dipermurah, termasuk soal pemilu. “Sejak Februari 2013, kami sebenarnya sudah bicara API, API, API…. Tapi, karena belum punya pengalaman, kami masih meraba-raba. Apa sih sebenarnya API itu? Bagaimana cara kerjanya? Apa yang dibutuhkan? Nanti hasilnya bakal seperti apa?” Sergapan keraguan itu disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, saat menceritakan bagaimana proses awal pembuatan API Pemilu. Betapa tidak, API adalah makhluk baru dalam even pemilu, tak hanya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. API dan pemilu pun merupakan penggabungan dua hal pelik, yaitu teknologi dan pemilu. 117 API PEMILU GAMBAR 14: TAMPILAN API PEMILU. Tapi, para penggawa Perludem memercayai kebenaran sebuah premis, bahwa dengan teknologi semua hal bisa dipermudah dan dipermurah, termasuk soal pemilu. Dalam hal ini, kolaborasi dua hal pelik itu, teknologi dengan pemilu, akan bak perkalian negatif dengan negatif, yang hasilnya adalah positif. Yaitu, akan mengurai kerumitan 118 pemilu di Indonesia, dan membuat pemilu lebih menarik di era gadget. Meski demikian, memulai sesuatu yang sama sekali baru, yang hampir tak ada contohnya, tetap saja merupakan pekerjaan menantang. Apalagi, Perludem bukanlah lembaga yang berkecimpung di bidang teknologi. Alhasil, selama berbulan-bulan, gagasan itu hanya dibicarakan dari rapat ke rapat, tak kunjung dieksekusi. Tapi, memang --seperti kata cendekiawan Sudjatmoko-ide itu punya kaki. Maka, setelah beberapa kali dimusyawarahkan, pada Agustus 2013, titik terang mulai terlihat. “Arahnya mulai jelas,” cerita Titi. Berbekal arah yang mulai jelas itulah, persiapan mulai dilakukan. Yang pertama adalah menginventarisasi apa saja yang diperlukan untuk membangun API Pemilu, mulai teknologi hingga data-data untuk membangun sebuah database. Soal teknologi, persoalannya relatif mudah. Perludem tinggal menghubungi pengembang perangkat lunak untuk membuatkan program API. Dalam hal ini, Perludem mengontak Wolden Global Services (WGS). Tapi, soal data, merupakan tanda tanya besar. Betapa tidak, API mensyaratkan adanya sebuah database digital. Faktanya, data pemilu yang tersedia belum mendukung keperluan itu. Sebab, kebanyakan data pemilu belum berformat digital. Komisi Pemilihan Umum --sebagai sumber data paling lengkap dan paling otoritatif tentang pemilu-- memang 119 API PEMILU sudah membuka data-datanya melalui situs kpu.go.id dan sejumlah link/URL khusus. Tapi, kebanyakan data-data tersebut dalam format PDF/JPEG, yang hanya bisa dibaca orang (human readable) atau pengguna website KPU. Padahal, API mensyaratkan data-data tersebut dalam format yang bisa dibaca mesin (komputer) atau machine readable, seperti CSV (comma separated value), excel, dan TXT. Sebabnya, fungsi API bukanlah seperti website, tapi lebih mirip webservice atau layanan web. Data-data API, bukan untuk dikonsumsi langsung oleh pengguna website, tapi untuk digunakan para programmer dan pengembang aplikasi. Merekalah yang kelak mengemas lagi data-data tersebut dalam aplikasi web atau aplikasi mobile. Aplikasiaplikasi itulah hasil akhirnya, yang kelak diunduh melalui personal computer (PC), notebook atau laptop, netbook, atau gadget (telepon pintar, komputer genggam, dan komputer tablet). Selain datanya yang --dalam pakem open data-- masuk kategori terkunci (proprietary), data-data pemilu dari penyelenggara pemilu pun masih menyimpan persoalan lain. Yaitu, tidak seragam dalam penulisan. Misalnya, data pendidikan caleg ada yang ditulis sarjana, ada punya yang hanya ditulis S1. Ini adalah data yang tidak standar, yang mengelompok secara berbeda dalam pembacaan komputer. Dan, tentu, saja itu merupakan problem serius saat data itu digunakan kelak. Kesalahan-kesalahan umum lainnya dalam penulisan data, seperti dipaparkan oleh Modul Open Data Pemilu adalah penulisan kapital, misalnya ada penulisan kata “biru” 120 (diawali huruf kecil), dan “Biru” (diawali huruf besar); tipe data yang tidak sama dalam satu kolom, seperti “tujuh” (ditulis dengan huruf) dan “7” (ditulis dengan angka); adanya ield yang kosong; dan lain-lain. MENGENTRI, MEMBERSIHKAN, DAN MEMAKET Menghadapi persoalan-persoalan tersebut itu, tidak ada cara lain, kecuali mengentri ulang data-data pemilu, sembari membersihkannya. Maka, sebuah pekerjaan besar pun dimulai. Kebetulan, saat API Pemilu sudah mulai jelas arahnya, bersamaan waktunya dengan penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, dan DPRD pada akhir Agustus 2013 lalu. Maka, entry datanya langsung dikebut. “Kami harus melakukan entry data hampir secara keseluruhan. Yang paling sulit adalah entry data puluhan sampai ratusan ribu CV (riwayat hidup) caleg yang diupload dalam bentuk scan PDF/JPEG dan banyak yang menggunakan tulisan tangan,’’ cerita Program Oicer API Pemilu Perludem, Diah Setiawaty. Titi Anggraini menambahkan, “Untuk data proil kandidat, karena formatnya PDF/JPEG, kalau datanya dikonversi harus di-cross check kebenaran hasil konversi dengan data yang ditulis kandidat. Belum lagi kalau proil kandidat itu ditulis tangan. Jadi, kita betul-betul bekerja keras membaca dokumen-dokumen kandidat.” Jika data caleg yang dikumpulkan sebatas DPR dan DPD, 121 API PEMILU kendati datanya terkunci, sebenarnya persoalannya lebih mudah. Selain jumlahnya tak banyak, hanya 7.552 caleg (6.607 caleg DPR dan 945 caleg DPD), datanya pun sudah tersedia di situs milik KPU. Tinggal ditarik, dientri, dan dibersihkan. Namun, Perludem juga membuat database caleg DPRD, sementara akses datanya tak semudah caleg DPR dan DPD. Untuk menyiasatinya, Perludem melibatkan data collector/enumerator data, yang direkrut dari kalangan organisasi masyarakat sipil di daerah, yang aktif mengawal isu pemilu. Tim enumerator di setiap daerah terdiri atas tiga orang, satu koordiantor dan dua enumerator. Sekadar informasi, saat Pemilu 2014 lalu, tercatat ada 530 daerah otonom di Indonesia, yang mempunyai caleg DPRD. Yaitu, 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Total calegnya sekitar 200 ribu orang. Tapi, tak semua daerah disambangi Perludem. Karena keterbatasan waktu, Perludem hanya fokus di sepuluh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Timur, Bali, Gorontalo. Meski sudah menurunkan enumerator, kendala serius tetap menghadang. Karena, data caleg DPRD ternyata tetap sulit didapat. Dicari di website, data tak diunggah. Ketika diminta ke KPUD-KPUD, mereka memperlakukan data tersebut bak rahasia negara. “Contohnya di Jawa Tengah. Mereka bilang data-data caleg tidak dipampang di website karena terkena hack. Tapi, itu alasan saja. Karena, setelah kami minta pun, mereka 122 justru meminta kami menulis surat kepada pimpinan parpol peserta pemilu, bahwa mereka tidak keberatan proil calegnya dibuka. Padahal, kebijakan membuka data caleg itu sudah dilakukan oleh KPU-RI. Jadi, ada gap komitmen dan semangat keterbukaan di tingkat nasional dengan di provinsi dan kabupaten/kota. Mungkin karena faktor ketidaktahuan, perbedaan pemahaman, kesadaran, atau lainnya,” tutur Titi. Setelah negosiasi, akhirnya ada yang bersedia memberikan data. Tapi, persoalan baru kemudian muncul lagi. Sebab, tak semua KPUD memiliki softcopy. Sebagian dalam bentuk hardcopy. Ketika KPUD akhirnya mau membuka data hardcopy, lagi-lagi muncul soal, karena pendokumentasian yang tak rapih. Maka, demi mendapatkan data-data caleg DPRD itu, para enumerator pun akhirnya harus mengais berkas yang berserak, hingga ke gudang-gudang milik KPUD. Sebagian besar kesulitan itu akhirnya bisa diatasi, tapi tidak dengan Papua Barat. Kesulitan pengumpulan data caleg di sana, tak terurai sampai akhir. ”Akhirnya kami memutuskan menghentikan proses pengumpulan data di Papua Barat karena data sangat sulit dikumpulkan oleh enumerator,” kata Diah. Selain mengumpulkan data caleg, Perludem juga mengumpulkan data-data lainnya dari KPU, Bawaslu, dan berbagai pihak. Seperti data daerah pemilihan dan dana kampanye dari KPU, data-data pelanggaran pemilu dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mata Massa, sebuah LSM yang fokus pada pemantauan pemilu. Untuk pembuatan 123 API PEMILU peta dapil, Perludem juga mengajak seorang freelance, yaitu Endiyan Rachmanda dari Jakarta Lab. Semua itu kemudian dipadukan dengan data-data pemilu hasil riset Perludem, dan data-data dari portal Rumah Pemilu. Usai pengumpulan dan pembersihan data, langkah selanjutnya adalah restrukturisasi data. Data-data pemilu tersebut, dikelompokkan dan disortir berdasarkan tema tertentu. Untuk caleg, misalnya, selain menyediakan data caleg DPR, DPD, dan DPRD, API Pemilu juga menyediakan data caleg perempuan. Maka, jadilah sebuah database API Pemilu. Untuk teknologi, Perludem menggunakan protokol Representational State Transfer (REST) dengan bahasa pemrograman Java Script Object Notation (JSON). Teknologi ini dipilih karena tergolong yang paling mudah digunakan, termasuk oleh programmer dan pengembang perangkat lunak paling pemula sekalipun. “User hanya memerlukan URL dan parameter untuk menggunakan APInya,” jelas Diah. REST memang lebih sederhana, mudah dipelajari, dan tak bergantung pada tools . Itu karena ilosoi yang dianut REST bahwa prinsip dan protokol yang sudah ada di web sudah cukup untuk membuat web service yang kuat (robust). Selain itu, secara desain dan ilosois, REST lebih dekat dengan web, ketimbang SOAP (Simple Object Access Protocol) dan WSDL (Web Services Description Language), protokol berbasis XML (Extensible Markup Language). Lalu, bagaimana cara menggunakan API Pemilu? Saat membuka halaman muka API Pemilu (http://developer. 124 pemiluapi.org/), akan tampak informasi ringkas berisi panduan penggunaan API kepada para programmer dan pengembang aplikasi, sebagai berikut: • Selamat datang di situs khusus developer API Pemilu, API informasi sipil untuk Pemilu 2014 dan seterusnya! • Jika kamu ingin mengembangkan aplikasi dengan menggunakan API ini, kamu telah datang ke tempat yang tepat. • Silahkan mendaftar untuk mendapatkan key API dengan membuat akun dan mendaftarkan aplikasi, atau gunakan key gratis ini: fea6f7d9ec0b31e256a673114792cb17 • Kami sarankan agar anda mendaftarkan key anda sendiri apabila akan menggunakan API ini untuk aplikasi produksi. • Dokumentasi untuk endpoint API dapat dilihat di sini: http://developer.pemiluapi.org/endpoints. • API Pemilu sepenuhnya adalah proyek sumber terbuka (open-source). Kamu bisa menemukan semua kode untuk API ini pada laman GitHub organisasi kami. Kamu juga bisa menemukan dan mengunduh semua raw data dari API ini di repository pemilu-data di sana. • Terima kasih atas perhatiannya terhadap API ini. Jika kamu menemui masalah, silahkan kontak kami di contact@pemiluapi.org atau Twitter @APIPemilu HACKER MARATHON API PEMILU JILID I Kelar dengan urusan pembuatan program dan database API Pemilu, Perludem --bekerja sama dengan Asia 125 API PEMILU Foundation dan Bandung Digital Valley--, mengundang para programmer dan developer untuk berkompetisi memanfaatkan API Pemilu. Sayembara bertajuk Hackathon Code for Vote ini digelar di Bandung Digital Valley, Kota Bandung, Jawa Barat, pada 8-9 Maret 2014, atau tepat sebulan sebelum pemungutan suara pemilu legislatif 9 April. “…Perludem mengajak teman-teman kreatif untuk membuat aplikasi menggunakan data dari API Pemilu yang diharapkan bisa memberikan insight atau arahan kepada para pengguna aplikasi untuk memilih calon yang tepat. API Pemilu mengajak teman-teman kreatif untuk bergabung di Hackathon, 24 jam coding untuk membuat aplikasi terkait pemilu…” demikian bunyi undangan Perludem. GAMBAR 15: WEB BANNER HACKATHON CODE FOR VOTE. 126 Sekadar informasi, hackathon merupakan akronim dari hacker marathon. Ini bukan lomba lari marathon yang pesertanya para hacker. Perludem tidak pula sedang mengumpulkan para hacker untuk melakukan aksi peretasan atau perang siber. Hacker marathon adalah kegiatan yang lazim dalam kompetisi membangun software, aplikasi, atau game. Istilah lain yang digunakan dalam kompetisi serupa adalah hackfest, hack day, atau code fest. Penggunaan kata hack untuk kompetisi jenis ini, lebih untuk menonjolkan cita rasa eksplorasi. Sedangkan, pengertian marathon di sini juga tidak lagi berkonotasi jarak, tapi waktu. Yaitu, sebuah lomba yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, seperti 15 jam, 24 jam, atau 48 jam. Dalam hal ini, Perludem mengambil waktu 24 jam. GAMBAR 16: PEMBUKAAN HACKATHON CODE FOR VOTE DI BANDUNG DIGITAL VALLEY. 127 API PEMILU Betapa pun hackathon telah berulangkali digelar di dunia, dan beberapa kali digelar di Indonesia, namun hackathon untuk pemanfaatan data API Pemilu, merupakan sesuatu yang baru. Bukan hanya baru pertama kali digelar di Indonesia, tapi juga baru pertama kali digelar di muka bumi. Karena itu, sejak awal, Perludem tak memasang target muluk-muluk. Apalagi, Titi Anggraini mengatakan, hadiahnya tak besar-besar amat. Selain itu, orang-orang yang berkecimpung di bidang teknologi pun, biasanya bukan kalangan yang antusias dengan politik. Walhasil, Perludem menargetkan pesertanya hanya sekitar 50 programmer/ developer. Tapi, yang datang mendaftar ternyata di luar dugaan. Kegiatan yang dihadiri anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, ini, dikuti 170 progammer dan developer dari berbagai daerah. Selain dari Bandung, even ini juga dihadiri para jagoan software dan desain web dari Malang dan Yogyakarta. Bahkan, ada pula orang Indonesia yang bekerja di luar negeri, yaitu Qatar, yang mengerjakan aplikasi dari jarak jauh, dengan timnya di Indonesia. Karena yang mendaftar tiga kali lipat dibanding prediksi awal, sebagian terpaksa ditolak. Yang diterima hanya sekitar seratus developer. Itu pun, sudah berdesak-desakan. Banyaknya jumlah peserta ini tak terlepas dari cepat menyebarnya informasi tentang sayembara itu, baik melalui media arus utama maupun dunia maya seperti website, blog, dan media sosial. Pemilik sebuah website, misalnya, memampang pengumuman hackathon API Pemilu, yang 128 diakhirinya dengan ajakan: “Bring your laptop and let’s build awesome app and support our nation! Let’s code for vote!” GAMBAR 17: PARA DEVELOPER SEDANG BERKUTAT MEMBUAT APLIKASI PADA HACKATHON CODE FOR VOTE DI BANDUNG DIGITAL VALLEY. Di arena hackathon, para developer diwajibkan menggunakan data set dari endpoint API Pemilu. Dengan tersedianya data pemilu yang bersih, yang tinggal disedot dari API Pemilu, memungkinkan para programmer, developer, dan desainer web, fokus pada pembuatan aplikasinya saja. Meski demikian, mereka tetap diperkenankan memadukannya dengan sistem, program, dan data-data lainnya, bahkan dari API lainnya. Hanya saja, API Pemilu harus menjadi yang utama. Di Bandung Digital Valley, mendengar komentar- 129 API PEMILU komentar para developer, Titi Anggraini, mengaku bak mendapat siraman air sejuk. “Mereka mengatakan, ‘ternyata bekerja dengan data pemilu asyik juga ya, banyak hal yang bisa dilakukan dengan politik dan pemilu kita’. Sehingga, komunitas yang selama ini jauh dari hiruk pikuk politik, demokrasi, dan pemilu, merasa bahwa ini bagian yang penting, sehingga mereka merasa perlu memberi kontribusi. Semula, dalam bayangan mereka, politik itu kotor, tidak asyik, kompetisi yang tidak sehat,” katanya. Oni dari AppKitchen, mengatakan adanya API Pemilu, membuat para developer akhirnya bisa bersentuhan dengan wilayah politik. “Ini bagus banget. Kita developer biasanya jarang menyentuh ranah politik, karena politik juga jarang ada open data-nya. Kalaupun bersentuhan, biasanya cuma membaca. Nah, karena ada API Pemilu, kita sebagai developer jadi terpacu; kenapa nggak coba di ranah politik, apalagi sudah ada API-nya.” Perludem mengumumkan hasil kompetisi Hackathon pertama pada 17 Maret, di Media Center KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta. Tim pemenang pertama hingga kelima adalah Appkitchen, dengan aplikasi bernama Orang Baik, The Ciheulang (Pemilu Hore), Alexier (Caleg Store), One Bit (One Vote), dan Xymply Studio (Pemilu Kita). Masingmasing pemenang mendapatkan hadiah Rp 20 juta, Rp 17,5 juta, Rp 15 juta, Mac Book Air 13”, dan iPad Air. Pengumuman pemenang hari itu sekaligus peluncuran secara resmi aplikasi-aplikasi yang lahir dari hackathon, baik aplikasi mobile --berbasis Android dan iOS--, maupun aplikasi web. Aplikasi-aplikasi menarik itu bisa segera 130 bertebaran di toko-toko aplikasi seperti Google Play Store dan App Store, juga dipajang di galeri aplikasi API Pemilu di alamat http://pemiluapps.org/aplikasi/. Pengguna gadget tinggal mengunduhnya, gratis! Berikut lima proil pemenang Hackaton Code for Vote di Bandung: 1.ORANG BAIK Platform: Android Tim Pengembang: AppKitchen GAMBAR 18: APLIKASI ORANG BAIK. Saat melakukan presentasi di hadapan juri, AppKitchen 131 API PEMILU memampangkan fakta angka golput yang terus meningkat. Mereka menilai salah satu penyebab tingginya golput adalah karena pemilih tak kenal caleg. Mereka lalu mengutip hasil survei CSIS akhir 2013, yang menemukan 81 persen respondennya tidak mengenal caleg. Padahal, masih berdasarkan survei yang sama, sebanyak 48 persen orang memilih partai karena calegnya yang berkualitas, sisanya ideologi (23 persen), pengaruh keluarga (15 persen), dan pengaruh orang sekitar (13 persen). Lalu, bagaimana mengatasinya? “Bikin caleg berkualitas menang,” demikian pendapat tim AppKitchen. Dan, AppKitchen punya solusi untuk itu, yaitu sebuah algoritma untuk menghitung kualitas caleg. Dengan algoritma ini, kualitas caleg bisa dibuat skor-nya, yang didasarkan pada proil caleg di API Pemilu. Para caleg diberi nilai dengan skor 10 sampai 100. Pembobotan didasarkan pada akumulasi latar belakang sang caleg, seperti pendidikan, pengalaman organisasi, dan lain-lain. Kendati sudah membuat penilaian, yang bisa di-sort berdasarkan nilai terendah, tertinggi, atau acak, aplikasi Orang Baik tetap menyediakan itur pengecekan lebih lanjut terhadap nama caleg ke Google atau Wikipedia. Caleg yang dinilai pengguna berkualitas pun bisa dibagikan datanya melalui media sosial. 132 2. PEMILU HORE Platform: Android Tim Pengembang: The Ciheulang GAMBAR 19: APLIKASI PEMILU HORE. Dari namanya, Pemilu Hore, aplikasi ini seolah sudah menawarkan sesuatu yang fun. Ya, memang demikian adanya. Ini adalah aplikasi yang serius tapi santai, karena berbasis game. “Setelah memainkan game ini, diharapkan user akan memiliki awareness terhadap pemilu, partai peserta pemilu, calon-calon legislatif dan tata cara pencoblosan,” demikian penjelasan pengembangnya, The Ciheulang. Kendati aplikasi ini dibuat pada even hackathon menjelang pemilu legislatif, para pengembangnya melangkah lebih jauh. Sebab, permainan dalam aplikasi ini tak hanya mengajak penggunanya bermain-main dengan 133 API PEMILU data partai caleg, tapi juga data kandidat presiden. Aplikasi ini memiliki dua permainan utama, yaitu mode pilpres dan mode pileg. Pada mode pileg, aplikasi ini pertama-tama akan meminta memilih informasi yang sesuai dengan penggunanya, seperti provinsi tempat tinggal, dapil tempat dia memilih, dan lembaga perwakilan yang ingin diketahui informasinya (DPR, DPD, atau DPRD). Selanjutnya, pengguna aplikasi disodori pertanyaan dalam bentuk kuis, seperti kuis logo partai, kuis surat suara, kuis mencocokkan partai, dan kuis mengenal caleg. Sedangkan, pada mode pilpres, pemain akan dihadapkan dengan serangkaian pertanyaan berbentuk kuis, seperti kuis proil kandidat, kuis visi-misi, kuis tebak tokoh, dan kuis tebak pendukung. Setelah melalui serangkaian kuis tersebut, pemain akan ditanya apa pilihan yang akan diambilnya saat pemilu. Jika masih bimbang, aplikasi ini bisa memperlihatkan statistik permainan, untuk menunjukkan siapa kandidat yang paling Anda kenal. 134 3. CALEG STORE Platform: Android Tim Pengembang: Alexier GAMBAR 20: APLIKASI CALEG STORE. Seperti namanya, Caleg Store, aplikasi ini juga ‘menjajakan’ nama caleg, baik DPR, DPD, maupun DPD. Aplikasi yang dibuat para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Singapura, ini, menyajikan informasi proil caleg yang dikemas dalam grais menarik. Fitur menarik yang dimiliki aplikasi ini adalah pengecekan lokasi daerah pemilihan, yang langsung menampilkan caleg dengan kategori tertentu. Seperti most popular caleg dan 135 API PEMILU highest rated caleg. Fitur lainnya yang berguna bagi pemilih adalah membandingkan dua caleg dalam satu partai secara head to head. Selain itu, ada pula itur untuk merating dan mengomentari caleg. 4. ONE VOTE Platform: Android Tim Pengembang: One Bit GAMBAR 21: APLIKASI ONE VOTE. Tak seperti aplikasi-aplikasi sebelumnya yang menilai caleg berdasarkan latar belakang, One Vote menganalisis reputasi caleg berdasarkan sentimen yang berkembang di media sosial. Hasil analisisnya ada tiga, yaitu positif, negatif, atau netral. Aplikasi yang mengharuskan akses dengan mengetikkan nomor induk kependudukan (NIK) ini punya manfaat lain, yaitu mengecek apakah Anda sudah terdaftar sebagai 136 pemilih atau belum. Sebab, setelah mengetik NIK (yang dilakukan bak mengetik password), maka selanjutnya akan terpampang nama Anda berikut nama desa/kelurahan plus nomor TPS tempat Anda akan menyalurkan hak pilih. Fitur-itur lain yang tersedia dalam aplikasi ini adalah berita seputar pemilu, yang sumber beritanya berasal dari API Pemilu; partai peserta pemilu; caleg DPR, DPD, dan DPRD; memilih caleg favorit, dan; mengomentari caleg dengan teks, gambar, atau teks dan gambar sekaligus. 5. PEMILU KITA Platform: Android Tim Pengembang: Ximply Studio GAMBAR 22: APLIKASI PEMILU KITA. Selain desain antarmuka (interface)-nya yang menarik karena menonjolkan karakter komik, sisi menonjol lain dari aplikasi Pemilu Kita adalah itur tata cara pemilu, 137 API PEMILU yang dikomunikasikan secara visual. Sehingga, pengguna aplikasi ini bisa mengetahui urut-urutan pemberian suara di TPS, sejak mendaftar di TPS, memasuki bilik suara, hingga mencelupkan tinta sidi jari. Di TPS itu juga terlihat di mana lokasi petugas TPS (KPPS), kotak suara, saksi, dan lain-lain. Aplikasi ini juga menyediakan contoh gambar surat suara yang dipakai saat pemilu. Selebihnya, aplikasi ini menampilkan berbagai informasi terkait Pemilu 2014. Fitur-itur yang disediakan adalah berita terhangat, countdown jadwal pemilu, kuis pemilu, serta caleg DPR, caleg DPD, dan caleg DPRD provinsi. HACKER MARATHON API PEMILU JILID II Sukses dengan hackathon pertama, menjelang Pilpres 2014, Perludem menggelar hajatan serupa. Kali ini, diberi nama Hackathon Code for Vote 2.0 Challenge. Sayembara ini dipusatkan di FX Sudirman, Jakarta Pusat, pada 14 Juni 2014. Kali ini, Perludem bekerja sama dengan lebih banyak pihak, seperti Google Developer Group (GDG), Asia Foundation, dan KPU. Seperti halnya hackathon pertama, hackathon kedua ini pun disambut antusias. Tercatat 334 developer/ programmer komputer ambil bagian dalam kompetisi ini. Mereka tergabung dalam 107 tim. 138 GAMBAR 23: WEB BANNER HACKATHON CODE FOR VOTE 2.0. 139 API PEMILU Pada acara yang dibuka Ketua KPU, Husni Kamil Manik, para developer ditantang membuat aplikasi yang dapat menunjukkan hasil pemilu legislatif dan menginformasikan tentang pemilu presiden, dalam desain yang menarik dan mudah digunakan. Informasi tentang pemilu legislatif tetap diperlukan, karena kandidat presiden/wapres diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Juri pada hackathon kali ini lebih beragam. Ada anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah; anggota KPU Provinsi DKI Jakarta, Betty Epsilon Idroos; perwakilan masyarakat sipil seperti Perludem, Solidaritas Perempuan, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, HIVOS, The Asia Foundation, dan Celup Kelingking, serta perwakilan dari Google, Google Developer Group (GDG) Jakarta, KIBAR, dan Walden Global Service. “Kegiatan ini sukses mensinergikan tiga unsur, yaitu penyelenggara pemilu, masyaraka sipil, dan kalangan swasta,” tutur Diah Setiawaty. GAMBAR 24: PARA DEVELOPER SEDANG BERKUTAT MEMBUAT APLIKASI PADA HACKATHON CODE FOR VOTE 2.0 DI JAKARTA. 140 GAMBAR 25: DEWAN JURI BERBINCANG PESERTA HACKATHON CODE FOR VOTE 2.0 DI JAKARTA. Setelah melalui proses seleksi, aplikasi bernama Pemiluman keluar sebagai pemenang pertama. Aplikasi ini dibuat oleh tim Ice Burble. Sebagai pemenang pertama, mereka mendapatkan hadiah tur ke kantor Google di Singapura dan funding Rp 12 juta. Juara kedua disabet tim WOW, dengan aplikasi bernama Pemimpin Kita. Mereka mendapatkan hadiah satu unit Nexus 5 dan funding Rp 10,5 juta. Juara ketiga adalah Femmouse, dengan aplikasi bernama Ayo Nyoblos. Mereka mendapat hadiah satu unit Nexus 7 plus funding Rp 9 juta. Karena Femmouse yang semua anggotanya perempuan juga dinobatkan sebagai Best All Female Team, mereka pun mendapatkan beauty kit, Andorid igurine, funding Rp 5 juta. Juara keempat diraih oleh Lummachrome Developer, dengan aplikasi bernama Pelita. Mereka mendapatkan 141 API PEMILU hadiah jaket Google, Android igurine, dan funding Rp 7,5 juta. Sedangkan, juara kelima adalah IR24JAM dengan aplikasi Analisis Pilpres 2014. Mereka mendapatkan hadiah satu unit Chromecast, Android igurine, dan funding Rp 5 juta. Ada satu hal yang penting dicatat di sini, bahwa tiga pemenang pertama adalah tim mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi. Ice Barbel beranggotakan mahasiswa ilmu komputer Institut Teknologi Bandung (ITB), WOW dibuat mahasiwa ilmu komputer Universitas Indonesia, dan Femmous adalah para mahasiswi Universitas Gunadarma. “Kami percaya anak muda Indonesia memiliki potensi, kemauan, dan kemampuan untuk berkontribusi positif bagi perubahan di Indonesia. Melalui kompetisi ini, Google Developer Group (GDG) Jakarta sangat berbangga turut membawa dampak besar kepada banyak orang melalui teknologi. Hal ini terbukti dengan antusiasme peserta yang begitu besar dalam waktu yang terbilang singkat,” kata Putri Izzati, GDG Jakarta Chapter Manager. (Perludem & GDG: 2014). Titi Anggraini mengatakan, “Salah satu yang paling membedakan Pemilu 2014 dengan pemilu-pemilu sebelumnya adalah semangat dan komitmen keterbukaan atas data kepemiluan yang lebih kuat dari penyelenggara pemilunya. Namun, itu saja tidak cukup. Data kepemiluan perlu hadir dengan cara yang lebih sederhana, mudah digunakan, dan menarik, sehingga lebih banyak pemilih yang bisa dijangkau. Perludem percaya bahwa penggunaan 142 teknologi bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut. Teknologi dan pemilu menjadi kombinasi menarik yang kemudian menghadirkan berbagai aplikasi kepemiluan berbasis platform website, Android, maupun iOS.” Berikut lima proil pemenang Hackathon Code for Vote 2.0 Challenge di Jakarta: 1. PEMILUMAN Platform: Android Tim Pengembang: Ice Barbel GAMBAR 26: APLIKASI PEMILUMAN. Aplikasi ini dikembangkan tim mahasiswa Ilmu komputer Institut Teknologi Bandung (ITB). Fitur yang disediakan aplikasi ini antara lain proil, bandingkan!, endorsement, janji, berita, pelanggaran, frequent ask question (FAQ), dan events. Pada itur bandingkan!, aplikasi menampilkan proil dua kandidat, sehingga memudahkan pengguna 143 API PEMILU membandingkan kedua kandidat. Untuk itur endorsement, pengguna meng-endorse kandidat yang dia jagokan, dan opininya terhadap kandidat tersebut bisa dilihat pengguna lain. Aplikasi ini juga dapat dapat memberikan notiikasi kepada pengguna untuk mengingatkan even-even penting dalam pemilu presiden. Pengingat lainnya, juga selalu nongkrong pada pojok kanan atas aplikasi, yaitu hitung mundur menuju hari pemilu. 2. PEMIMPIN KITA Platform: Web Application Tim Pengembang: WOW GAMBAR 27: APLIKASI PEMIMPIN KITA. Aplikasi yang dibuat oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) banyak berisi pesan antigolput. Bahkan, menyebut golput sebagai pilihan terburuk. Pengguna diajak merenung bahwa mengambil 144 sikap golput mempunyai konsekuensi serius bagi bangsa, karena bisa membuat orang-orang baik kalah, dan orangorang tak kompeten yang justru terpilih menjadi pemimpin. Ada banyak konsekuensi lanjutan dari sikap golput yang dijabarkan di aplikasi ini. Mulai dari jalan rusak, hingga ketidakadilan. Pendek kata, di aplikasi ini, golput adalah sesuatu yang tidak keren. Tapi, tak sekadar menceramahi agar tak golput, aplikasi ini membantu pengguna mendeinisikan preferensi politiknya berbasis program kerja, bukan sekadar mengajak suka pada kandidat berdasarkan proilnya. Melalui itur topic of interest, pengguna disodori beberapa isu, misalnya soal ekonomi, politik, hukum, dan lain-lain. Aplikasi ini memungkinkan pengguna bisa mengecek program kerja kandidat terhadap isu-isu tersebut. Jika suka atau tidak suka, pengguna bisa mengomentari program kerja tersebut. Karena bisa mengomparasikan visi, misi, dan program kerja kedua kandidat secara head to head, prefensi pemilih pun dengan sendirinya terbentuk. Dan, setelah preferensi terbentuk, pengguna bisa mengekspresikannya. Misalnya dengan memberikan badge dukungan pada foto kandidat. Ada banyak badge yang disediakan, dengan berbagai desain menarik. 145 API PEMILU 3. AYONYOBLOS Platform: Android Tim Pengembang: Femmous GAMBAR 28: APLIKASI AYONYOBLOS. Aplikasi ini dibuat oleh tim Femmous. Seperti namanya, mereka semua adalah perempuan. Tim ini beranggotakan para mahasiswi dari Universitas Gunadharma. AyoNyoblos mengajak penggunanya mengenal kandidat presiden/wapres dan pemilu presiden secara umum, melalui delapan itur. Yaitu, biodata lengkap tentang capres dan cawapres; video animasi simulasi tata cara pencoblosan yang benar; berita ter-update seputar pemilu; pendapat masyarakat media sosial seputar pemilu; permainan berhadiah; pertanyaan seputar pemilu; notiikasi penghitung mundur jadwal pemilu, hingga: pengingat tanggal pemilu presiden yang tersinkronisasi dengan kalender. Dari ke delapan itur tersebut, video animasi simulasi 146 tata cara pencoblosan yang benar, adalah yang paling menonjol. Selain menjadi penyegar ingatan bagi orangorang yang pernah memilih, itur ini sangat bermanfaat bagi pemilih pemula, agar mereka tak kikuk dan celingakcelinguk seperti orang kesasar saat berada di dalam tempat pemungutan suara (TPS). Jika lelah memelototi proil kandidat, berita, opini masyarakat di media sosial, dan video simulasi, aplikasi ini menyediakan itur permainan berhadiah untuk relaksasi. Formatnya berupa kuis. Pengguna yang menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan benar, akan mendapatkan wallpaper berdesain menarik, yang bisa disimpan di gadget. 4. PELITA Platform: Android Tim Pengembang: ‘Lumachrome Developers GAMBAR 29: APLIKASI PELITA. Nama Pelita yang disandang aplikasi ini, merupakan 147 API PEMILU akronim dari dari Presiden dan Wakil Presiden Pilihan Kita. Tak seperti tiga aplikasi sebelumnya, Pelita dibuat oleh para pengembang perangkat lunak dari sebuah perusahaan desain kreatif. Mereka menamakan timnya ‘Lumachrome Developers. Pelita menyediakan informasi seputar pilpres, meliputi informasi latar belakang kandidat, janji-janji mereka, even debat kandidat, berita seputar pemilu, gambargambar banner yang diperuntukkan bagi pengguna yang bisa dibagikan ke media sosial, dan jawaban mengenai pertanyaan umum (FAQ) seputar pilpres. Aplikasi ini juga lebih bersahabat bagi kalangan difabel, khususnya tuna netra. Sebab, aplikasi ini menyediakan itur text to speech, itur yang bisa membacakan teks yang tampil di layar. 148 5. ANALISIS PILPRES 2014 Platform: Web Application. Tim Pengembang: IR24JAM. GAMBAR 30: APLIKASI ANALISIS PILPRES 2014. Jika ada aplikasi yang bermanfaat bagi pemilih sekaligus bisa menjadi primadona tim sukses kandidat capres/ cawapres, Analisis Pilpres 2014 mungkin merupakan salah satunya. Betapa tidak, aplikasi ini punya kemampuan merekam keriuhan di media sosial. Kandidat mana yang paling banyak dibicarakan pengguna Facebook, Twitter, dan Google Plus, bagaimana sentimen mereka, isu apa saja yang banyak mereka bicarakan terkait capres/cawapres, bisa terdeteksi lewat aplikasi ini. 149 API PEMILU Aplikasi ini dibuat oleh para peneliti dari Laboratorium Perolehan Informasi (Information Retrieval) Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI). Aplikasi ini menarik data dari media sosial dan menggabungkannya dengan dengan data-data lain berbasis API Pemilu, dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk graik. Dasar algoritma yang digunakan dalam aplikasi ini, menurut tim pengembang, telah dikembangkan sejak 2010. Tak heran, inilah aplikasi yang secara teknis paling advanced di arena hackathon. Para pengembang pun secara terbuka mengungkapkan metodologinya, persebaran datanya, apa saja topik yang dibahas para pengguna media sosial, hingga pendeteksian akun yang merusak keseimbangan dan netralitas data di media sosial, yang kerap disebut sebagai buzzer. Akun-akun seperti ini biasanya merupakan akun bayaran atau akun robot. Aplikasi ini memperlihatkan persentase akun buzzer, dan persentase jumlah perbincangan oleh akun buzzer, dan menetralkan pengaruhnya dalam hasil analisis. “Banyak pihak lain yang sudah memberikan analisis yang lengkap terhadap calon-calon presiden dan wakil presiden seperti yang kami lakukan. Namun, kami melihat bahwa data media sosial banyak dimanipulasi oleh orang-orang yang berusaha mempengaruhi traic dan mengaburkan pandangan sebenarnya dari masyarakat,” tulis IR24JAM, di situs http://budaya.cs.ui.ac.id/pilpres2014/index.html. Mereka menambahkan, “Oleh karena itulah, kami ingin mencoba memberikan informasi dan mencoba menyuarakan aspirasi sebenarnya dari para pengguna 150 media sosial dengan sebisa mungkin menghilangkan manipulator tersebut pada analisis kami. Kami mencoba untuk memberikan informasi mengenai isu dan hal yang menjadi perhatian dari masyarakat pengguna media sosial terhadap para calon pemimpin yang ada. Kami berusaha menjadi lembaga bebas tanpa pengaruh dari pihak dan calon manapun yang bertujuan untuk dapat memberikan informasi yang bermutu dan bebas dari manipulasi kepada masyarakat.” HASILNYA 485 APLIKASI DAN GAME PEMILU Total ada 485 aplikasi/game pemilu yang dihasilkan dari dua kali kompetisi hackathon. Selain masih bertebaran di Google Play Store dan App Store, sebanyak 40 di antaranya (30 aplikasi pemilu presiden dan 10 aplikasi pemilu legislatif), bisa dilihat dan diunduh di galeri API Pemilu yang beralamat di http://pemiluapps.org/. Dari 40 aplikasi/game pemilu tersebut, tiga perempatnya berbasis Android, selebihnya berbasis iOS, web, dan Windows Phone. Ada pula pengembang yang membuat aplikasi mobile sekaligus web, atau Android sekaligus Windows Phone. Secara agregat, hingga April 2015, aplikasi-aplikasi ini telah diunduh ratusan ribu kali, dan menghasilkan 101 juta hits dari tujuh juta unique user. Selain sepuluh aplikasi pemenang hackathon yang telah ditampilkan di atas, masih ada 30 aplikasi lainnya yang masih bisa Anda temukan di http://pemiluapps.org/. Menariknya, cukup banyak tim developer yang seluruh 151 API PEMILU anggotanya perempuan. Berikut ke-30 aplikasi (25 aplikasi pilpres dan lima aplikasi pileg) tersebut: 1. SEPUTAR PILPRES Platform: Web Applicaton (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 31: APLIKASI SEPUTAR PILPRES. Seputar Pilpres atau Sepi dibuat oleh Tim Empat Serangkai, yang terdiri atas empat mahasiswi Universitas Gunadarma. Aplikasi ini mula-mula mempersuasi untuk memilih, namun pada akhirnya memprovokasi untuk menentukan sikap. “Suarakan suaramu, tunjukkan dukunganmu pada kandidat capres dengan membuat Avatar,”demikian perintah lugasnya. Aplikasi ini juga menyajikan berbagai informasi tentang pilpres, mulai proil kandidat, janji-janjinya, perkembangan berita kandidat, dan lain-lain. 152 2. KUIS CAPRES Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 32: APLIKASI KUIS CAPRES. Melihat banner-nya yang dihiasi bintang-bintang, orang akan mudah menyimpulkan bahwa aplikasi ini adalah sebuah game. Dan, memang benar demikian. Aplikasi bernama Kuis Capres, ini, mengajak penggunanya untuk menguji seberapa dalam pengetahuannya tentang kandidat capres/cawapres. Kuis ini mengajukan pertanyaan mulai dari soal pribadi kandidat, hingga programnya. Pemain bisa membandingkan skornya dengan pemain lain. 153 API PEMILU 3. WOWEE. 14 Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 33: APLIKASI WOWEE.14. Feminin. Demikian kesan pertama saat melihat aplikasi ini. Kesan itu bisa muncul karena dominasi warna ungu dan pink, dan sejumlah warna soft lainnya. Desainnya tergolong cute, begitu pun dengan namanya. Tapi, jangan kaget bila tim pengembangnya mempunyai nama cukup garang: Rebel Creative Syndicate. Lalu, apa arti di balik nama WoWee.14? Ternyata, ini merupakan akronim belaka. WoWee diambil dari dua suku kata dibelakang nama Prabowo dan Jokowi, sedangkan angka 14 merujuk pada tahun penyelenggaran pemilu. Yang membedakan aplikasi ini dengan aplikasi lainnya, adalah karena mengajak pemilih mencocokkan kepribadiannya dengan kandidat. Hanya dengan menjawab 154 20 pertanyaan, Rebel mengklaim pengguna sudah bisa menemukan kecocokannya dengan kandidat tertentu. “Banyak orang yang mendukung karena berdasarkan daerah dan mungkin kesamaan visi. Tapi, banyak juga mereka yang memilih disebabkan karakter si calon presiden. Bahkan, banyak orang yang menyebutkan bahwa ada karakter tertentu yang membuat seseorang menjadi pemimpin,” demikian penjelasan Rebel di situs galerygadget.com. Selain menyajikan berita dan informasi lain seputar pemilu, aplikasi ini juga menyediakan itur untuk menonton ulang debat capres/cawapres. “Juga tersedia itur Promises, mirip lagu Cranberries yang berisi janji-janji surga para pemimpin kita,” demikian penjelasan Rebel. 4. INDONESIA MEMILIH Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 34: APLIKASI INDONESIA MEMILIH. 155 API PEMILU “Memberikan solusi kepada pemegang suara, agar tak bingung dan terombang-ambing, yang mana yang harus dipilih.” Demikian pengembang aplikasi ini mendeskripsikan aplikasi buatannya. Indonesia Memilih menyajikan informasi capres dan cawapres, serta berita dan edukasi berdasarkan pertanyaan yang sering diajukan (FAQ). Seperti namanya, Indonesia Memilih, aplikasi ini juga mengajak penggunanya memilih. Aplikasi ini menyediakan itur ‘voting’, sehingga penggunanya dapat melakukan voting secara digital. Tapi, pengguna aplikasi ini tak bisa memberikan voting kepada kandidat jagoannya setiap saat dan sebanyak-banyaknya seperti halnya saat mengirimkan vote SMS untuk biduan pujaannya di di acara Indonesian Idol, karena aplikasi ini mengunci simcard dan device id dari masing-masing Android. Dengan demikian, satu orang hanya bisa memberikan satu suara. Hasil voting tersebut bisa di-share. Karena itur voting ini cukup sensitif, dan hasilnya bisa digunakan menggiring opini pemilih untuk memilih calon tertentu, pengembangnya merasa perlu menjelaskan bahwa hasil voting tersebut benar-benar murni. “Perlu digarisbawahi sebelumnya, itur voting tidak ada rekayasa dan murni dari device dan simcard pemilih.” 156 5. PANTAU PEMILU Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 35: APLIKASI PANTAU PEMILU. “Dengan adanya aplikasi ini diharapkan semua masyarakat atau pegiat politik dapat memantau pesta demokrasi secara realtime dan mendapatkan informasi berita tentang pemilu….” Demikian pengembang aplikasi Pantau Pemilu, menjelaskan tentang aplikasi yang mereka buat. Melalui aplikasi ini, para pengguna bisa melaporkan dugaan pelanggaran pemilu. Hasil-hasil pemantauan itu kemudian dikomunikasikan dengan dashboard berbasis peta, yang bisa diakses melalui itur statistik, sehingga orang bisa melihat di mana TKP-nya. Cara serupa dilakukan untuk memampang hasil survei atau polling kandidat. “Desain aplikasi dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat modular. Modul-modul yang ada pun bisa 157 API PEMILU dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti survei, pendataan, pelaporan proyek dan banyak aktivitas lainnya,” kata Direktur PT EBConnection Indonesia Putranto Yuwono, saat meluncurkan aplikasi ini pada 1 Juli 2014, seperti dikutip Kantor Berita Antara. Aplikasi ini juga berisi itur tentang peraturan pemilu, proil capres/cawapres, dan memungkinkan penggunanya mengirimkan hasil penghitungan suara tingkat TPS. 6. PILPRES Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 36: APLIKASI PILPRES. Aplikasi yang dibuat oleh Sabagi Apps. berisi info seputar pemilu presiden. Fitur yang tersedia dalam aplikasi ini antara lain Info Kandidat, Berita, Event Video, Janji-janji, Serba-serbi, dan Pilpres. 158 7. PILPRES DUO Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 37: APLIKASI PILPRES DUO. Pilpres Duo dibuat oleh tim GITS Indonesia, sebuah perusahaan teknologi informasi yang memfokuskan diri pada pengembangan software. Tak heran bila konten aplikasi Pilpres Duo pun tetap diperbaharui, di saat sebagian aplikasi lainnya sudah menghilang toko aplikasi. Fitur utama aplikasi ini adalah Cek Antigolput. Saat membuka itur ini, pengguna akan disodori pertanyaan, “Apakah kamu berencana untuk mencoblos pada tanggal 9 Juli 2014 nanti?” Baik menjawab ya atau tidak, akan disusul pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Jika pengguna menjawab akan mencoblos, aplikasi itu akan bertanya di mana Anda berada pada hari pemungutan suara. Jika menjawab berada di luar negeri, maka aplikasi ini akan memberi informasi tata cara mencoblos di luar negeri, yaitu melalui dropbox, pos, atau mendatangi TPS yang ditentukan. 159 API PEMILU Sedangkan, jika pengguna menjawab tidak akan mencoblos, maka aplikasi itu akan menanyakan apa alasannya. Jika pengguna memilih jawaban “saya tidak kenal atau bingung dengan kedua pasangan kandidat”, maka aplikasi ini akan menyarankan pengguna untuk mengecek proil kedua kedua kandidat. Pada itur Melihat Proil Kandidat, ditampilkan perbandingan kandidat secara head to head, baik biograi, janji, hingga apa yang mereka tulis di Twitter dan Facebook. Yang juga menarik dari aplikasi ini, adalah adanya itur untuk menambahkan badge ke foto yang dimiliki pengguna. Selain itu, pengguna juga dapat mengedit fotonya dengan menambahkan efek, ilter, dan lainnya. Fitur-itur lainnya adalah melihat berita, informasi aturan main dalam pemilu, dan kalender pilpres. 8. PERANTAU (PEMILU ANAK RANTAU) Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 38: APLIKASI PERANTAU 160 Aplikasi ini dibuat tim pengembang bernam Area54Labs. Seperti namanya, sisi menonjol dari aplikasi ini adalah membantu para perantau dan para musair yang berada di luar tempat domisilinya saat pemungutan suara berlangsung. Bantuan itu terutama diwakili oleh itur panduan bagi pemilih yang ingin pindah daerah yang berarti pindah TPS. “Mintalah formulir A5 dari Panitia Pemungutan Suara (PPS) di daerah asal. Pengambilan formulir A5 dapat diwakilkan dengan membawa fotokopi KTP dan KK. Formulir A5 harus dikirimkan secara utuh dan tidak boleh melalui digital atau faks,” demikian pemberitahuan dari aplikasi ini. Selain itu, terdapat juga itur untuk melakukan pengecekan apakah pengguna sudah masuk daftar calon pemilih atau tidak. Dan, tentu saja, aplikasi ini juga menyediakan informasi mengenai kandidat presiden dan wakil presiden, dan janji-janji mereka. 9. PESTA PEMILU Platform: Windows Phone (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 39: APLIKASI PESTA PEMILU. 161 API PEMILU Aplikasi Pesta Pemilu dibuat oleh tim Nekonesia. Perbedaan aplikasi ini dengan aplikasi lainnya adalah adanya itur untuk menentukan sebuah berita sebagai black campaign atau bukan. Nama iturnya “berita baik”. Aplikasi ini menyajikan informasi standar tentang capres/ cawapres, mulai dari tempat lahir, pengalaman, hingga prestas-prestasi yang pernah diraih oleh para kandidat. “Untuk melihatnya, kita cukup tap logo dari masing-masing kandidat. Di menu dashboard ada countdown berapa lama lagi pemilu akan berlangsung,” demikian ulasan tentang aplikasi ini di idwinphone.com. Fitur lain di aplikasi ini memilih kandidat. Pengguna aplikasi ini bisa memberikan suaranya kepada kandidat tertentu, dengan men-tap ikon vote yang ada di atas tombol home. ”Jangan khawatir, sepertinya vote kalian akan terjamin rahasianya karena tidak ada sistem login di sini.” Fitur-itur yang dimiliki aplikasi ini antara lain even pilpres, pertanyaan mengenai pemilu, janji-janji capres/ cawapres, badge, countdown menuju pemungutan suara 9 Juli 2014. 162 10. KUIS PEMILU–CAKPRES Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 40: APLIKASI KUIS PEMILU–CAKPRES. Aplikasi Kuis Pemilu-Cakpres ini dibuat oleh tim pengembang bernama SuitMedia. Seperti namanya, ini aplikasi memiliki itur utama game yang berbasis online real-time massive multiplayer, sebuah game tebak fakta seputar capres/cawapres. “Mainkan game ini dan kenali tiap calon presiden dan wakil presiden favoritmu! Kumpulkan semua badge achievement dan jadilah yang terbaik!” demikian aplikasi ini menyeru penggunanya. Fitur-itur lain di aplikasi ini adalah FAQ dan jumlah pelanggaran yang dilakukan capres/cawapes yang ditampilkan dalam bentuk infograik. 163 API PEMILU 11. JOKO VS BOWO Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 41: APLIKASI JOKO VS BOWO. Joko vs Bowo dibuat oleh tim pengembang Creacle Studio. Ini adalah sebuah aplikasi game, dengan aksentuasi pada pengenalan calon pemilih kepada kandidat capres/ cawapres. Tak seperti game lainnya, aplikasi menyimpan lebih dari 60 gambar Prabowo dan Jokowi untuk ditebak. Gambar itu ditampilkan satu per satu secara cepat, untuk menguji releks dan konsentrasi para pengguna. Semakin benar tebakan, pembuat aplikasi ini menyatakan semakin kenal pengguna dengan kandidat capres/cawapres. 164 12. VOTE FOR INDONESIA AR Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 42: APLIKASI VOTE FOR INDONESIA AR. Aplikasi Vote for Indonesia AR ini dibuat oleh tim pengembang Gooddifer. Mengapa ada huruf AR di belakangnya? Itu karena aplikasi ini menggunakan teknologi Augument Reality. AR adalah singkatan Augument Reality. Dengan teknologi tersebut, pengguna akan lebih mudah melibat janji-janji kandidat presiden. Sebabnya, aplikasi ini tak menampilkan informasi dalam bentuk teks, tapi berupa gambar. “Aplikasi ini menggunakan target gambar yang sama dengan API Pemilu,” demikian penjelasan Gooddifer dalam deskripsi aplikasinya. 165 API PEMILU 13. KITA MEMILIH Platform: Android/Web (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 43:APLIKASI KITA MEMILIH. Aplikasi Kita Memilih dibuat oleh tim Skyver 27. Aplikasi ini mengusung slogan “aplikasi dari rakyat dan untuk rakyat”. Seperti aplikasi lainnya, aplikasi ini pun mengusung misi edukasi pemilih, dengan memperkenalkan latar belakang kandidat. Tujuannya, seperti ditulis Skyver 27 dalam deskripsi aplikasinya, adalah agar pemilih punya alasan untuk memilih, dan tidak golput. Bahkan, informasiinformasi tersebut diharapkan bisa membuat pemilih memilih secara cerdas lagi tepat. Aplikasi ini memiliki itur seperti voting capres favorit via akun twitter, biograi kandidat capres/cawapres, informasi 166 dan berita mengenai pemilu, jadwal debat kandidat, laporan pelanggaran pemilu, dan pertanyaan-pertanyaan yang umum diajukan seputar pemilu (FAQ). Seperti tim pengembang aplikasi sebelumnya, adanya itur voting kandidat, membuat Skyver 27 juga perlu menjelaskan pendiriannya. “Aplikasi ini kami buat secara netral dan tidak memihak siapa pun,” tulis mereka. Selain dipajang di Google Play Store dan galeri aplikasi API Pemilu, versi web aplikasi ini bisa dilihat di http://app. kitamemilih.org. 14. INFO PILPRES 2014 Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 44: APLIKASI INFO PILPRES 2014. Aplikasi Info Pilpres 2014 dibuat oleh tim pengembang bernama Gulajava Ministudio. Seperti namanya, Info 167 API PEMILU Pilpres 2014 menyajikan berbagai informasi seputar pilpres. Di dalam aplikasi ini terdapat informasi tentang data diri kandidat calon presiden dan calon wakil presiden, janji-janji politik dari setiap kandidat, video-video yang berhubungan dengan masing-masing kandidat, jadwal acara debat kandidat, pertanyaan seputar regulasi atau aturan pemilu, dan berita yang berhubungan dengan pemilu presiden. 15. LEGIT OR NOT Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 45:APLIKASI LEGIT OR NOT. Aplikasi Legit or Not adalah sebuah game casual. Aplikasi ini dibuat Femaledev, tim pengembang yang seluruhnya perempuan. Aplikasi ini fokus pada bagaimana cara mencoblos yang benar. “Games ini mengajari kita bagaimana tata cara mencoblos dengan benar agar kertas suara kita sah,” demikian penjelasan disitus Femaledev. com. 168 Untuk menguji konsentrasi dan pengetahuan pengguna tentang suara sah dan tidak sah, aplikasi ini menyodorkan gambar surat suara. Kemudian, pengguna diminta menentukan apakah surat suara tersebut sah. Ada dua mode permainan yang disediakan. Pertama, Tima Challenge, yaitu menantang pemain untuk mengoreksi sebanyak-banyaknya surat suara dalam waktu terbatas. Kedua, Endless, yaitu menantang pemain untuk mengoreksi surat suara tanpa kesalahan. Pengetahuan tentang sah tidaknya surat suara ini memang merupakan sesuatu yang penting, karena Indonesia menerapakan sistem pemilu proporsional terbuka. Dengan sistem ini, pemilih tidak hanya bisa memilih partai, tapi juga orang. Persoalannya, sampai saat ini pemahaman tentang teknik mencoblos ini, belum sepenuhnya merata. Itu terlihat dari masih banyaknya suara tidak sah. Pada Pemilu Legislatif 2014 lalu, jumlahnya hampir 15 juta. Teknik mencoblos yang benar menurut UU Pemilu adalah mencoblos partai dan caleg, partai saja, atau caleg saja. Namun, masih ada saja mencoblos partai A, tapi calegnya partai B. 169 API PEMILU 16. KUIS PEMILU Platform: Android dan Windows Phone (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 46: APLIKASI KUIS PEMILU. Aplikasi ini dibuat oleh tim dari Himpunan Mahasiswa Informatika (HMIF) ITB. Kuis Pemilu mengajak penggunanya mempelajari pilpres lewat kuis. Kuis dan pelajaran tersebut dibagi menjadi empat kategori yaitu, capres dan cawapres, peraturan pemilu, partai politik, dan pendidikan pemilih. Aplikasi ini mempunyai empat itur utama, yaitu Kuis, Pelajari, Share, dan Achievement. Pada itur Kuis, pemain dapat berkompetisi dengan pemain lainnya untuk meraih nilai tertinggi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pemilu. Pada itur Pelajari, pemain dapat mempelajari Pemilu 2014, kandidat, serta peraturan-peraturannya. Agar pemain tak bosan, itur ini menampilkan gambar-gambar. Melalui itur Share, pemain dapat membagikan informasi-informasi tentang pemilu maupun skor yang 170 mereka raih ke Facebook. Sedangkan, di itur Achievement, pemain dapat menyelesaikan misi-misi yang ada di game untuk meningkatkan level permainan, yang pasti lebih seru. 17. PEMILU DARING Platform: Web Application (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 47: TAMPILAN APLIKASI “PEMILU DARING”. Pemilu Daring sengaja dibuat oleh pengembangnya sebagai aplikasi web. Tujuannya, agar bisa diakses oleh berbagai jenis platform. Walhasil, kendati merupakan aplikasi web, aplikasi ini tergolong mobile friendly. Uniknya, aplikasi justru terkesan lebih enak dibuka dengan smartphone ketimbang notebook. Karena, kalau dibuka dengan notebook, terlihat banyak ruang kosong, sementara jika dibuka dengan smartphone, terlihat seperti aplikasi mobile pada umumnya. 171 API PEMILU Saat membuka aplikasi ini, kita akan langsung disodori kotak dialog, yang mirip dengan permintaan mengisi password. Namun, yang diminta aplikasi ini adalah nomor induk kependudukan (NIK). Sesuatu yang bermanfaat, karena pemilih bisa mengecek apakah dia sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Aplikasi ini terhubung dengan database Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU. Aplikasi ini juga menampilkan peta lokasi TPS. “Kami menggunakan data geograis yang disediakan API Pemilu hingga level kecamatan yang kami parsing sedemikian rupa sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk peta pada aplikasi...” jelas pengembangnya di situs http:// pemilu-daring.appspot.com. Selain itu, aplikasi ini juga menampilkan statistik pemilu, data kandidat, even, video, dan lain-lain. 18. PEMILU PRESIDEN 2.0 Platform: iOS (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 48:TAMPILAN APLIKASI PEMILU PRESIDEN 2.0. 172 Aplikasi ini memiliki beberapa itur, di antaranya proil capres/cawapres, berita tentang kandidat dan kegiatannya di masa kampanye, berita seputar pemilu, janji-janji kandidat saat berkampanye, dan kampanye kreatif. Aplikasi ini juga menyediakan 17 gambar siap pakai yang bisa digunakan, serta informasi tentang hasil hitung cepat sejumlah lembaga. 19. VOTE FOR CHANGE Platfrom: Web Application (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 49: APLIKASI VOTE FOR CHANGE Vote for Change adalah aplikasi yangg dikembangkan tim Donbaka. Aplikasi ini berslogan “Kenali dan dukung kandidat pilihanmu!” Ide pembuatan aplikasi ini adalah karena jenuh terhadap banyaknya dan berisiknya komentar negatif dan penyebaran berita tidak sehat tentang dua pasangan capres/cawapres. Khawatir efeknya akan membuat masyarakat jadi golput, pengembang aplikasi ini mengajak membandingkan kedua 173 API PEMILU pasang calon dari sisi prestasi dan pengalaman. Setelah itu, aplikasi ini mempersilakan pengguna memilih kandidat favoritnya melalui itur vote. Ini merupakan sebuah polling untuk meningkatkan antusiasme pemilih. Aplikasi ini juga menyajikan informasi proil kandidat dan informasi-informasi lainnya. 20. PEMILU FOR US Platform: Web Application (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 50: APLIKASI PEMILU FOR US. Fitur unggulan aplikasi Pemilu for Us antara lain adalah voting. Melalui itur ini, pengguna bisa memberikan suaranya kepada kandidat yang dijagokannya. Selain itu, aplikasi ini menyajikan informasi soal proil kandidat dan janji-janji mereka, serta countdown. 174 21. AKU PILIH Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 51: APLIKASI AKU PILIH. Aplikasi dibuat oleh pengembang yang menamakan dirinya Developer Ganteng. Aplikasi ini memadukan data API Pemilu dengan Politicawave.com. Salah satu wujudnya adalah itur Melihat Statistik Media Sosial (Social Media Analysis) tentang kandidat presiden/wapres, sehingga pengguna bisa melihat tren popularitas dan elektabilitas kandidat. Fitur-itur menarik lainnya adalah navigasi dengan mengunakan perintah suara (voice recognition), sehingga pengguna tidak perlu menyentuh layar untuk memilih menu, serta itur vote untuk memberikan suara kepada kandidat yang dijagokan, yang hasilnya bisa dibagikan ke media sosial. Selain itu, aplikasi ini menyediakan informasi biograi kandidat dan beria-berita seputar pilpres dan kandidat. 175 API PEMILU 22. SIAPAPRESIDENKU Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 52: APLIKASI SIAPAPRESIDENKU. Perbedaan SiapaPresidenku dibanding aplikasi-aplikasi lainnya, adalah adanya itur yang menginformasikan laporan keuangan kandidat. Selain itu, juga laporan pelanggaran pilpres. Selebihnya, aplikasi ini mengajak penggunanya mengetahui kandidat lebih dalam.”Kamu tahu siapa calon presiden dan wakil presiden?” demikian pertanyaan yang diajukan oleh aplikasi. Sebuah pertanyaan retoris, karena di bawahnya sudah tersedia fasilitas untuk mencari tahu lebih banyak tentang kandidat. Mulai dari biograinya, hingga janji-janjinya Aplikasi ini menyediakan banyak pilihan badge yang bisa di-share ke media sosial. 176 23. PEMILU KITA Platform: Android (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 53: APLIKASI PEMILU KITA. Aplikasi ini, Pemilu Kita, dibuat oleh DjakTechTeam. Namanya sama dengan aplikasi Pemilu Kita yang dibuat oleh Ximply Studio. Bedanya, aplikasi buatan Ximply Studio dibuat pada hackathon di Bandung menjelang pemilu legislatif, sedangkan aplikasi buatan DjacTechTeam dibuat pada hackathon di Jakarta, menjelang pemilu presiden. Aplikasi buatan DjakTechTeam ini berisi informasi seputar proil kandidat, janji-janji, dan berita seputar pilpres. Juga ada itur Voting Pemilu, yang memungkinkan pengguna memberikan suara untuk kandidat yang dijagokan. 177 API PEMILU 24. CAPRES SCORE Platform: Android. (Aplikasi Pilpres) GAMBAR 54: APLIKASI CAPRES SCORE. Aplikasi Capres Score dibuat oleh pengembang bernama Ndorodev. Seperti namanya, aplikasi mengutamakan skor kandidat. Tapi, “Jumlah vote, persentase, serta rating terhadap masing-masing capres. Tentu saja jumlah ini bukan melalui proses survey yang sangat valid seperti lembaga-lembaga survei yang ada,” demikian pengembangnya berterus terang. Ndorodev juga berterus terang bahwa aplikasi ini memfasilitasi penggunanya untuk menunjukkan dukungan dan loyalitasnya kepada kandidat yang dijagokan. Yang bisa diekspresikan dengan memberikan vote. Tujuannya, untuk membangkitkan animo terhadap pilpres. Seperti aplikasi lainnya, Capres Score juga menyediakan informasi tentang proil kandidat. 178 25. HAYU NYOBLOS Platform: Android (Aplikasi Pileg) GAMBAR 55: APLIKASI HAYU NYOBLOS. Dari namanya, Hayu Nyoblos aplikasi ini bercita rasa bahasa Sunda. Dan memang demikianlah aplikasi buatan KAT Studio itu. Aplikasi ini dibuat untuk pemilih di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung, untuk memilih caleg muda berprestasi, baik untuk DPR, DPD, maupun DPRD. Proil caleg-caleg muda berikut prestasinya, dipampang di aplikasi ini. 179 API PEMILU 26. PEMILOE Platform: Android. (Aplikasi Pileg) GAMBAR 56: APLIKASI PEMILOE. Aplikasi Pemiloe atau Pemilu 2014, dibuat oleh developer bernama HakimLabs. Aplikasi ini menampilkan partai peserta pemilu dan caleg-calegnya. Selain itu, aplikasi ini juga menghadirkan itur Jadwal Pemilu. 180 27. SEPUTAR PEMILU Platform: iOS. (Aplikasi Pileg) GAMBAR 57: APLIKASI SEPUTAR PEMILU. Salah satu yang menonjol pada aplikasi Seputar Pemilu, adalah itur Cek Status. Dengan mengisinya, penggunanya akan menjadi benar-benar yakin bahwa dia adalah pemilih yang telah terdaftar, dan bisa melaksanakan hak pilihnya. Melalui aplikasi ini, pengguna juga bisa mengecek data partai-partai peserta pemilu dan caleg-calegnya. Pengguna juga bisa mengikuti perkembangan berita pemilu. 181 API PEMILU 28. EMPU INFO Platform: Web app (Aplikasi Pileg) GAMBAR 58: APLIKASI EMPU INFO. Seperti namanya, Empu Info, aplikasi ini khusus menampilkan caleg-caleg perempuan. Caleg-caleg tersebut bisa di-sort per partai, per dapil, dan per kelompok usia. Juga ada data perempuan yang paling tinggi elektabilitasnya di banding yang lain. 182 Aplikasi ini menggugah penggunanya untuk memilih caleg perempuan, dengan menyampaikan data bahwa keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen masih belum kunjung tercapai. Pada Pemilu 2009 lalu, misalnya, hanya 18 persen perempuan yang masuk Senayan. 29. PEMILU INDONESIA 2014 Platform: iOS. (Aplikasi Pileg) GAMBAR 59: APLIKASI PEMILU INDONESIA 2014. Aplikasi Pemilu Indonesia 2014, menurut pembuatnya, menjawab kebutuhan pengguna. Sebab, sudah menyajikan data partai politik peserta pemilu, caleg, dan berita-berita tekini tentang pemilu. 183 API PEMILU 30. PEMILU Platform: Android (Aplikasi Pileg) GAMBAR 60: APLIKASI PEMILU. Sebagai aplikasi yang diperuntukkan untuk pemilu legislatif, aplikasi bernama Pemilu ini berisi informasi tentang partai politik peserta pemilu dan caleg-calegnya, juga caleg perseorangan DPD. Meski demikian, aplikasi ini juga memuat infomasi tentang kandidat presiden yang banyak diperbincangkan. EFEK API PEMILU YANG MENULAR KE IMAM BONJOL Seperti halnya gerakan open government data di Amerika Serikat yang mengubah cara bekerja pemerintah di negara Paman Sam menjadi lebih terbuka, API Pemilu pun mulai memperlihatkan efek serupa. Sebab, dalam beberapa hal, mulai mengubah cara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyediakan data pemilu. 184 Melihat Hackathon Code for Vote, kompetisi pembuatan aplikasi memanfaatkan database API Pemilu, di Bandung Digital Valley, Maret 2014, yang disambut antusias oleh para programmer dan pengembang aplikasi, KPU pun mulai berpikir untuk mendigitalisasi data-data pemilu. “Ke depan, saya pikir cara seperti itu merupakan keniscayaan untuk dilakukan institusi seperti KPU, karena ujung-ujungnya, keterbukaan membutuhkan teknologi. Karena itulah, saat Perludem menggelar hackathon, kami meminta bisa nggak digandeng dengan KPU,” kata anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, kepada penulis April lalu. KPU penyelenggara Pemilu 2014, sebenarnya merupakan yang paling terbuka dibanding KPU-KPU sebelumnya dalam hal data pemilu. Meski demikian, keterbukaan tersebut masih merupakan transparansi, belum lagi merupakan open data. Itu terlihat dari format data yang dibuka KPU, yang berupa PDF/JPEG. Data-data yang hanya bisa dibaca manusia atau pengguna website, namun tak machine readable alias tak bisa dibaca mesin (komputer), sehingga data-data tersebut sulit digunakan dan didistribusikan kembali. Maka, usai digelarnya hackathon di Bandung, KPU mengundang Perludem untuk memberikan pelatihan open data kepada penyelenggara pemlu. Perludem pun meresponsnya dengan memberikan pelatihan open data. “Isi dari pelatihan antara lain penjelasan tentang data, bagaimana membuka data, alat-alat yang digunakan untuk membuka data, bagaimana penerapan API Pemilu di Indonesia, dan penerapan untuk membuka data di negaranegara lain,” tutur Program Oicer API Pemilu, Diah 185 API PEMILU Setiawaty. Di tengah proses pelatihan open data tersebut, KPU bergerak lebih jauh. Menjelang pemilu presiden, KPU telah membuka API bagi sebagian data-datanya, yaitu data pemilih, data dapil, data caleg, data TPS, data partai, dan data hasil penghitungan suara tingkat TPS (formulir C1), yang bisa diakses melalui alamat berikut: 1. Open data Pemilih: http://data.kpu.go.id 2. Open data Dapil: http://dapil.kpu.go.id 3. Open data Caleg: http://caleg.kpu.go.id 4. Open data TPS: http://tps.kpu.go.id 5. Open data Partai: http://partai.kpu.go.id 6. Open data formulir C1: http://pemilu2014.kpu.go.id Dan, tak lama kemudian, KPU memanen dampak positifnya. Sebab, data-data hasil scan formulir C1, yang didistribusikan melalui API KPU, dimanfaatkan banyak kalangan untuk menghitung suara pilpres secara gotong royong (crowdsourcing), antara lain dilakukan Kawalpemilu.org. Hasil penghitungan ini memberi warna yang kuat dalam perhelatan pilpres. Sebab, selain memberi informasi hasil penghitungan suara berbasis dokumen resmi, juga membangkitkan partisipasi kalangan teknologi untuk terlibat aktif mengawal hasil pemilu di tengah ketatnya persaingan dua kandidat. Bahkan, crowdsourcing pun menemukan formulir C1 yang janggal, yang sangat bermanfaat untuk mengoreksi ketelodoran penghitungan akibat human error, maupun menutup peluang kecurangan sistematis dalam pilpres. 186 Masih muncul kritik tentang klaim open data dan API oleh KPU itu. Meski demikian, banyak kalangan yang menyampaikan apresiasi. Sebab, betapa pun upaya KPU tersebut belum sempurna, namun telah mendemonstrasikan kekuatan data terbuka, bahkan telah pula berdampak nyata. GAMBAR 61: PELATIHAN OPEN DATA UNTUK PENYELENGARA PEMILU. Hingga April 2015 lalu, sudah tiga kali pelatihan diberikan, dan telah pula menghasilkan sejumlah temuan dan rekomendasi. Antara lain tidak standarnya situs yang dimiliki oleh KPU. Situs penyelenggara pemilu mulai dari tingkat pusat sampai daerah, sangat tidak seragam dari sisi nama domain, desain, dan penempatan data. Bahkan, ada pula situs KPUD yang hanya menggunakan blog gratisan. Isinya pun jarang diupdate. “Hasil identiikasi kami, mayoritas website KPU tidak aktif. Sekitar 240 lebih tidak aktif,” kata Titi Anggraini. 187 API PEMILU Mengingat pentingnya situs-situs tersebut bagi keterbukaan data pemilu, apalagi keterbukaan data oleh para pegiat open data dimaknai sebagai online, maka situssitus tersebut pun direkomendasikan untuk dibenahi. Antara lain, format situsnya distandardisasi, baik dari sisi nama domain, bentuk website, dan struktur datanya. Terutama, format data yang diunggah di situs-situs tersebut, mestilah tidak semata PDF/JPEG, tapi juga format yang bisa dibaca mesin. Rekomendasi lainnya, adalah peningkatan kapasitas dan kompetensi tenaga yang mengelola situs-situs tersebut, baik di pusat maupun daerah. Untuk itu, KPU disarankan bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berkecimpung di bidang teknologi. Bahkan, KPU pun disarankan membuat hajatan seperti hackathon dengan mengundang para programmer dan developer untuk memanfaatkan data API KPU. “Jadi, API Pemilu menggulirkan perbaikan aspekaspek penyelenggaraan pemilu kita,” kata Titi Anggraini. SEKELUMIT KISAH PEMENANG HACKATHON YANG MENERAPKAN ALGORITMA BIRO JODOH UNTUK MENILAI CALEG “Gaul pisan. Buat yang pengen tahu tentang caleg-caleg berkualitas tinggi mesti download nih, biar ga salah pilih.” Demikian komentar Ahmad Faiz Nasshor di kolom review aplikasi di Google Play Store. Dia pun langsung me-rate dengan lima bintang. Komentar puas juga disampaikan Kamal Fahrurizal. 188 “Sangat informatif buat kita yang butuh panduan biar gak salah pilih nanti pas pemilu. Good job!,” tulisnya. Dia juga me-rate aplikasi ini dengan lima bintang. Rate sempurna juga diberikan oleh Rendy Wijaya. “Inovatif. Aplikasi yg bisa mendorong pemilih2 baru untuk ga golput dan memilih dengan lebih bijak.” Tapi, ada pula yang menilai aplikasi tersebut dengan nada minor, antara lain Angga Kusumadinata. “Nilai yang ditentukan berdasarkan apa? Skala berapa? Tidak dijelaskan sama sekali. Ini justru membuka celah developer dibayar caleg untuk sewenang2 meningkatkan nilainya.. Jika dijelaskan, saya kasih 5 bintang.” Angga hanya rela memberikan satu bintang untuk aplikasi ini. Komentar senada disampaikan Bima Arywibowo. “Idenya mantap! Tapi cara penilaian terhadap calegnya berdasarkan apa?” Semua komentar di atas adalah tentang aplikasi Orang Baik yang dibuat Appkitchens, pemenang Hackathon API Pemilu Code for Vote di Bandung Digital Valley, Bandung, Maret 2014 lalu. Kontes ini digelar oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bekerja sama dengan The Asia Foundation. “Ini bukan tentang popularitas dan pencitraan, tapi ini semua tentang ‘Orang Baik’,” demikian slogan aplikasi ini. Sejak dibenamkan di Google Play Store menjelang pemilu legislatif, aplikasi berbasis Android ini diunduh sepuluh ribu kali, dengan rate keseluruhan 3,8 delapan bintang. Darimana Appkitchens dapat ide melakukan scoring 189 API PEMILU caleg? Rupanya, mereka mengadaptasi ilmu perjodohan dalam aplikasi itu. Maklum, ketiga anggota tim pengembangnya, yaitu Oni, Ziyad, dan Farid, merupakan merupakan pengelola Setipe.com, sebuah startup biro jodoh. Jadi, ilmu mak comblang rupanya yang diterapkan? Mendapat pertanyaan ini, Oni hanya terbahak. “Setipe.com itu situs dating online. Ketika pendaftaran ada 150 pertanyaan psikologis yang diajukan, dan itu jadi algoritma. Nah, karena kita lihat data-data caleg di API Pemilu ada asal kampus, pendidikan terakhir, jabatan, lokasi domisili, dan lain-lain, akhirnya kita putuskan bikin algoritma seperti Setipe.com, berdasarkan data-data dari API Pemilu,” Oni menjelaskan kepada penulis, April lalu. GAMBAR 62: SKOR CALEG DI APLIKASI ORANG BAIK. Tapi, tak semata ilmu dari Setipe.com yang mereka terapkan. Oni yang mengaku terlibat dalam Gerakan Turun 190 Tangan dan Indonesia Mengajar, juga menerapkan cara penilaian dari gerakan yang diinisiasi Anies Baswedan (kini Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah). Soal mengapa endpoint caleg dan dapil yang mereka ambil, padahal ada banyak endpoint lain? Oni mengatakan, “Apa ya? Karena kita nggak bisa bikin game, jadi kita main di data. Karena sudah biasa mainin data seperti di Setipe, jadi kita mainin data calegnya. Lebih mudah, karena datanya sudah tersedia lengkap, kita hanya nampilin.” Semua data caleg di API Pemilu, bisa diakses melalui aplikasi Orang Baik. Baik DPR, DPD, maupun DPRD provinsi. Para pengguna aplikasi ini, tinggal mengetikkan lokasi, dan memilih lembaga perwakilannya, maka akan muncul nama seluruh caleg yang mewakili lokasi/dapil tersebut. Tapi, dalam soal ini, Appkitchens menerapkan pendekatan yang lebih elastis soal dapil, sehingga sangat memudahkan pemilih paling awam sekalipun. Orang Baik tidak meminta pemilih mengetikkan nama dapil, yang mungkin tidak familiar --karena dapil tak selalu merupakan daerah utuh, tapi bisa gabungan kabupaten, dan diberi nomor. Orang Baik menggunakan pendekatan nama kota, yang disusun berdasarkan abjad. Alhasil, seseorang yang ingin mengetahui siapa saja caleg DPR di Jakarta Barat, misalnya, tidak perlu menghafal Jakarta Barat itu masuk dapil DKI Jakarta berapa. Dia cukup mengetikkan Jakarta Barat, dan halaman yang terbuka kemudian adalah seluruh caleg yang mewakili Dapil DKI Jakarta III (Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Utara, dan 191 API PEMILU Kabupaten Kepulauan Seribu). Jika mengetikkan Jakarta Barat, tapi calegnya adalah DPD, maka yang muncul adalah seluruh caleg DPD yang mewakili DKI Jakarta. Itu karena daerah pemilihan DPD adalah provinsi. Caleg-caleg yang muncul tersebut, selain nama, juga ada foto dan bobot penilaiannya. Caleg-caleg ini bisa di-sort berdasarkan bobot nilai terendah, tertinggi, atau acak. Melalui aplikasi tersebut, orang mudah melihat dan menilai kualitas caleg, karena pengembang telah membuatkan algoritma khusus untuk melakukan scoring kapasitas caleg. Para caleg telah diberi nilai dengan skor 10 sampai 100. Pembobotan didasarkan pada akumulasi latar belakang sang caleg. Namun, untuk DPRD provinsi, aplikasi ini belum maksimal. Misalnya, saat mengetikkan Jakarta Barat, maka yang muncul adalah dapil DKI Jakarta-10. Padahal, untuk pemilihan anggota DPRD provinsi, Jakarta Barat terdiri atas dua dapil, yaitu Dapil DKI Jakarta-9 dan DKI Jakarta-10. Selain nama caleg dan dapilnya, aplikasi ini juga menampilkan pertanyaan paling sering diajukan atau frequent ask question (FAQ). Misalnya, pertanyaan begini: “Gue blom kedaftar di DPT, gue masih bisa nyoblos ga? Kalo bisa, gimana caranya?” Dan, untuk mengetahui jawabannya, pengguna tinggal memencet kotak “baca selengkapnya”. Karena aplikasi ini sangat membantu pemilih, Oni mengatakan banyak mendapat sambutan positif. 192 “Alhamdulillah, kita beberapa kali masuk TV,” katanya. Karena itu, jika saat hackathon AppKitchen hanya membuat aplikasi ini berbasis Android, setelah itu mereka mengembangkannya lebih lanjut. Appkitchens telah membuat aplikasi Orang Baik dalam platform iOS dan web. “Awalnya kita hanya bikin Android, karena kejar tayang,” katanya. Meski banyak sambutan positif, Oni tak menampik adanya penilaian minor, karena nilai atau bobot seorang caleg dinilai kontroversial. Appkitchens membagi bobot penilaian untuk tingkat pendidikan 30 persen, tingkat universitas (20 persen), pengalaman kerja (15 persen), pengalaman organisasi (15 persen), umur (15 persen), dan wawasan lingkungan (5 persen). Betapa pun belum sempurna, namun apa yang dilakukan Appkitchens, telah memperlihatkan kekuatan API, yang meledakkan kreativitas para programmer dan developer, bak anak bermain lego yang bisa memadukan berbagai blok plastik, dan membuatnya dalam berbagai bentuk. Dan, dalam kasus Orang Baik, itu antara lain terwujud dalam ide brilian penggabungan algoritma biro jodoh, dengan data pemilu. Aplikasi ini memang belum sempurna. Tapi, jika penilaian dan pembobotannya dibuat lebih baik lagi, ke depan, aplikasi seperti ini bisa jadi akan menjadi pemandu pemilih yang sangat baik. 193 API PEMILU 194 BAGIAN ENAM Setelah API Pemilu Melahirkan Bank Data Pemilu Digital API Pemilu bukan hanya bermanfaat saat pemilu, tapi juga bermanfaat pascapemilu, antara lain untuk menjembatani hubungan retak (broken linkage) pemilih dengan yang dipilih. API Pemilu telah mencatatkan beberapa rekor dalam pemilu Indonesia. Selain merupakan penerapan teknologi Application Programming Interface (API) pertama dalam pemilu di Indonesia, API Pemilu juga telah memungkinkan digelarnya hacker marathon (hackathon) data pemilu pertama di dunia. Kolaborasi dua dunia: dunia para pegiat pemilu, dengan dunia kaum programmer dan developer teknologi informasi. Sebanyak 480-an aplikasi dan game pemilu, adalah buah dari perhelatan itu. Tapi, semua itu telah berlalu bersama usainya Pemilu 2014, dan menjadi kenangan indah yang distatiskan waktu. Lalu, apa yang tersisa dari API Pemilu? Akankah API Pemilu bakal bernasib seperti beruang kutub yang menghadapi musim dingin, masuk ke gua-gua untuk berhibernasi, menunggu musim semi pesta demokrasi pada 2019, untuk 195 API PEMILU bermanfaat kembali? “O, tentu tidak, dong,” tepis Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, kepada penulis, April 2015 lalu. Titi menegaskan, API Pemilu tetap bermanfaat pascapemilu. Data API Pemilu, antara lain, telah dimanfaatkan untuk membuat aplikasi-aplikasi yang berguna untuk merekatkan relasi wakil rakyat dengan konstituen, seperti yang mewujud dalam aplikasi DPR Kita dan Kilas DPR. Ini merupakan etape lanjutan dari pemilu. Jika pada pemilu lalu yang digarap adalah caleg, kini giliran caleg terpilih yang telah duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu, API Pemilu juga segera dioperasikan dalam perhelatan demokrasi lokal, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2015 ini. Bahkan, API Pemilu memperlihatkan tanda-tanda ‘diekspor’. Karena, sejumlah negara melihat penerapan API Pemilu sebagai salah satu best practice dalam pemilu Indonesia, dan berkeinginan menerapkannya dalam pesta demokrasi di negaranya. Sebelum membahas semua itu lebih jauh, sebenarnya ada satu torehan penting lagi dari API Pemilu, yang sekaligus menjadi milestone penting dalam pemilu Indonesia. Sebab, berkat API Pemilu, Indonesia untuk pertama kalinya punya database pemilu. Sesuatu yang patut disyukuri. Sebab, bank data pemilu itu akhirnya terwujud setelah sebelas kali pemilu! Bahkan, lebih dari sekadar data database pemilu, API Pemilu menghadirkan sebuah database yang relatif bersih, terstruktur, dan --ini yang terpenting-- dalam format digital. 196 Format yang kompatibel dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, di era kian mengarusutamanya gerakan open data dan booming aplikasi dan gadget, seperti saat ini. Format yang memudahkan data tersebut digunakan ulang dan didistribusikan kembali melalui berbagai perangkat teknologi, sehingga manfaat database pemilu tersebut bisa berlipat ganda. Format data digital itulah, yang membuat database API Pemilu kembali bisa digunakan untuk membuat aplikasi pascapemilu, seperti DPR Kita dan Kilas DPR. Bahkan, lapak API Pemilu pun tetap dibuka untuk dimanfaatkan oleh siapa pun, kapan pun, gratis! Itu karena API Pemilu adalah API terbuka (open APIs). Tak perlu izin untuk memanfaatkannya, tidak perlu surat menyurat, hanya perlu login, dan mematuhi ketentuan lisensi penggunaan datanya. GAMBAR 63: ILUSTRASI API PEMILU PERLUDEM SEBAGAI PUSAT DATA PEMILU. 197 API PEMILU Perludem pun tetap mengembangkan database tersebut, sehingga ke depan, akan semakin banyak data yang tersedia. “Data pemilu yang ada pada API Pemilu saat ini mencakup data pemilu legislatif dan pemilu presiden. Sekarang, sedang kami kembangkan untuk pilkada. Digitalisasi data pemilu terus berjalan,” kata Titi. Sambil mempersiapkan data API untuk Pilkada, Perludem pun tetap memutakhirkan data-data pemilu legislatif. Khususnya data tentang caleg DPRD, yang belum seluruhnya tergarap. Dan, ini adalah pekerjaan besar, karena jumlah caleg DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/ kota di seluruh Indonesia sekitar dua ratus ribu. “Sampai April 2015, database DPRD provinsi sudah seratus persen selesai. Sedangkan, database DPRD kabupaten/kota sekitar 60 persen selesai,” ungkap Titi. API Pemilu pun masih bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, antara lain untuk menagih janji kampanye. Sebab, API Pemilu mengawetkan data digital berisi visi, misi, dan program partai, caleg, dan kandidat presiden/wapres. Baik yang tertulis dalam dokumen, maupun janji-janji yang diucapkan secara lisan dalam berbagai kesempatan. Jika Anda berminat membuat aplikasi-aplikasi untuk menagih janji, Anda bisa menyedot data-datanya di API Pemilu. “Sekarang ini lebih mudah menagih janji kampanye, karena semua terdokumentasi. Sekarang akses ada, informasi ada, jangan berhenti. Buatlah pemimpin kita memenuhi apa yang telah mereka sampaikan kepada pemilih,” kata Titi Anggraini. 198 TABEL 11: DAFTAR ENDPOINT API PEMILU Paket-paket yang disediakan di endpoint API Pemilu Perludem, hingga Juni 2015 lalu adalah sebagai berikut: Presidential Candidate API The Presidential Candidate API is a service that provides information about candidates running for president and vice-president in the 2014 Indonesian elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.calonpresidenapi.apiary.io/ Social Analytics API Social Analytics API is a service that provides social media information from president candidates in the 2014 Indonesian President Elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.socmedpemilu.apiary.io/ Stamps API The Stamps API is a service that provides links to election-related stamps and banners that can be overlaid on photographs. Tautan ke dokumentasi: http://docs.stampsapi.apiary.io/ Campaign Finance Report API The Campaign Finance Report API is a service that provides information about campaign finance reports in the 2014 Indonesian elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.laporandanakampanyeapi.apiary Laporan Pelanggaran API The Laporan Pelanggaran API is a service that provides election violation reports. Tautan ke dokumentasi: http://docs.electionviolationreportapi.apiary Candidate API The Candidate API is a service that provides information about legislative candidates who ran for office in the 2014 Indonesian elections, including election results. Tautan ke dokumentasi: http://docs.candidateapi.apiary Geographic API v1 The Geographic API is a service that provides information about geographic boundaries relevant to Indonesian elections and civic government. Tautan ke dokumentasi: http://docs.geographicapi.apiary FAQ Presiden API The FAQ Presiden API is a service that provides answers to questions about rules and regulations affecting the 2014 Indonesian Presidential elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.faqpresiden.apiary Pertanyaan API v1 The Question API is a service that provides information about rules and regulations API in the 2014 Indonesian elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.peraturanapi.apiary Pendidikan API v1 The Pendidikan API is a service that provides information about the Indonesian elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.pendidikanapi.apiary 199 API PEMILU Berita API v1 Berita seputar Pemilu Tautan ke dokumentasi: http://docs.beritaapi.apiary Election Results API The Election Results API is a service that provides information about election results from the 2014 Indonesian elections. Tautan ke dokumentasi: http://docs.electionresultsapi.apiary Rekap DPT - DPK API Rekap DPT - DPK API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) dan DPK(Daftar Pemilih Khusus), data ini dilengkapi dari http://data.kpu.go.id/ss8. php Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapitulasidptdpk.apiary Proporsi Kursi Perempuan API v1 Proporsi kursi perempuan di DPR dan yang lebih besar dari 30 persen di Kabupaten/Kota Tautan ke dokumentasi: http://docs.proporsikursiperempuan.apiary Hasil Pilpres API v1 Rekapitulasi hasil pemilihan presiden 2014 Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapitulasipilpres.apiary Track Record Buruk API v1 Track record buruk anggota DPR Tautan ke dokumentasi: http://docs.trackrecordburuk.apiary Data Kekerasan API v1 Data Kekerasan Tautan ke dokumentasi: http://docs.datakekerasan.apiary Infografis Selasar API Infografis Selasar API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai infografis - infografis, data ini dilengkapi dari www.selasar.com Tautan ke dokumentasi: http://docs.infografisselasar.apiary DPR API v1 DPR API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Anggota DPR 2014-2019, data ini dilengkapi dari www.wikidpr.org Tautan ke dokumentasi: http://docs.anggotadpr2014.apiary.io DPRD API v1 DPRD API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Anggota DPRD 2014-2019, data ini dilengkapi dari http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/349 Tautan ke dokumentasi: http://docs.anggotadprd2014.apiary Dapil API Dapil API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai daerah pemilihan beserta wilayahnya, data ini dilengkapi dari www.kpu.go.id (http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20 No%208%20thn%202012%20Pemilu%20Leg_oke.pdf) Tautan ke dokumentasi: http://docs.dapil.apiary 200 Webnews API Endpoint terkait berita seputar pemilu dari berbagai sumber berita. Tautan ke dokumentasi: http://docs.webnews.apiary Calon Terpilih DPD Calon Terpilih DPD adalah endpoint PemiluAPI yang menyediakan informasi mengenai Calon Terpilih Anggota DPD dalam Pemilu Tahun 2014. Data ini dilengkapi dari http://www.kpu.go.id/ koleksigambar/SK_KPU_417_Penetapan_calon_terpilih_DPD_1452014.pdf Tautan ke dokumentasi: http://docs.calonterpilihdpd.apiary Produk Hukum (Regulasi) Layanan ini menyediakan informasi seputar Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Surat / Edaran / Juknis / Lainlain, maupun Keputusan Menteri Dalam Negeri. Tautan ke dokumentasi: http://docs.produkhukum.apiary DIPA API DIPA API adalah layanan API yang menyediakan informasi mengenai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Induk. Sample data: http://www.kpu.go.id/koleksigambar/DIPA_KPU_2014.pdf Tautan ke dokumentasi: http://docs.dipa.apiary Realisasi Anggaran Pemilu API Realisasi Anggaran Pemilu API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai Realisasi Anggaran Tahapan Pemilu 2014 Tahun Anggaran 2014. Sample data: http://www.kpu.go.id/ koleksigambar/REALISASI_DJPB_31_DESEMBER_2014_WEBSITE_1201201511.pdf Tautan ke dokumentasi: http://docs.rekapanggaranpemilu.apiary Ambang Batas API Ambang Batas API adalah servis yang menyediakan informasi mengenai partai politik peserta Pemilu yang memenuhi dan tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilihan Umum. Sample Data: https://web.archive.org/web/20141028020937/http://www. kpu.go.id/koleksigambar/952014_ambang_Batas.pdf Tautan ke dokumentasi: http://docs.dapil.apiary Perolehan Suara Partai API Perolehan Suara Partai API yang menyediakan informasi mengenai Perolehan Suara Sah partai Politik secara Nasional. Sample Data: https://web.archive.org/web/20141028020859/http://www. kpu.go.id/koleksigambar/952014_Perolehan_suara_parpol.pdf Tautan ke dokumentasi: http://docs.perolehansuarapartai.apiary Perolehan Suara Pemilu API Perolehan Suara Pemilu API menyediakan informasi perhitungan suara untuk Pemilu berdasarkan wilayah/provinsi. Tautan ke dokumentasi: http://docs.perolehansuarapemilu.apiary WEB KPU API WEB KPU API adalah layanan yang menyediakan informasi mengenai alamat WEB KPU. Tautan ke dokumentasi: http://docs.webkpuapi.apiary.io Potret Pemilu Kota Banda Aceh API Potret Pemilu Kota Banda Aceh API adalah layanan yang menyediakan informasi mengenai pemilu 2014 diKota Banda Aceh. Tautan ke dokumentasi: http://docs.potretpemilukotabandaacehapi.apiary 201 API PEMILU APLIKASI DPR KITA Aplikasi DPR Kita adalah sebuah ikhtiar untuk menjawab persoalan klasik yang kerap terjadi pascapemilu, yaitu merenggangnya hubungan rakyat dengan wakil rakyat. Bahkan, bukan sekadar renggang, hubungan itu kerap terputus (broken linkage). Selama ini, hubungan wakil rakyat dengan konstituen, memang terkesan hanya terjalin lima tahun sekali. Usai pemilu, hubungan itu retak. Menjelang pemilu, barulah rakyat didekati lagi. Begitu seterusnya, seperti lingkaran setan. Ini merupakan sesuatu yang ironis. Sebab, wakil rakyat telah dipilih langsung melalui sistem proporsional terbuka, di mana pemilih tidak hanya memilih partai, tapi juga mencoblos caleg. Aplikasi DPR Kita diluncurkan di Jakarta pada Selasa, 24 Februari 2015, atau empat bulan setelah anggota legislatif terpilih dilantik. Aplikasi ini dibuat Perludem bekerja sama dengan berbagai unsur masyarakat sipil seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Public Virtue, Kontras, Information and Communication Technology (ICT) Watch, ICT Laboratory for Social Change (i-Lab), dan Selasar.Com. Pembuatan aplikasi ini tak didahului oleh hackathon sebagaimana menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden. Meski demikian, tetap ada seleksi terhadap para aplikan, yang dilakukan oleh enam juri dari tiga organisasi. Dan, yang terpilih adalah tim GITS Indonesia. Tim ini merupakan salah satu pengembang perangkat lunak peserta 202 Hackathon Code for Vote 2.0 Challenge, menjelang Pilpres 2014 lalu, yang membuat aplikasi Pilpres Duo. Aplikasi DPR Kita berbasis platform Android, iOs, dan web, dan bisa diunduh secara gratis lewat Google Play Store, Apple Store, dan lain-lain. Selain itu, aplikasi ini juga dikembangkan dengan itur khusus untuk penyandang disabilitas. Lalu, apa yang bisa dilakukan dengan aplikasi ini untuk merekatkan hubungan rakyat dengan wakil rakyat agar tak broken? Sebelum menjawabnya, mari kita periksa latar belakang pemikiran yang menghinggapi kalangan masyarakat sipil, yang akhirnya bermuara pada pembuatan aplikasi DPR Kita. Berdasarkan identiikasi mereka, fenomena broken linkage itu bukan semata karena keengganan masyarakat menyampaikan aspirasinya, tapi juga karena ketidaktahuan bagaimana menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat yang telah dipilihnya. Selain itu, wakil rakyat pun memiliki keterbatasan dalam menjangkau seluruh masyarakat di daerah pemilihannya. Nah, persoalan inilah yang coba diatasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Teknologi yang membuat rakyat bisa berinteraksi langsung dengan wakil rakyat, dan wakil rakyat pun bisa merespons langsung aspirasi dan keluh kesah konstituennya. Komunikasi dua arah yang difasilitasi aplikasi seperti DPR Kita ini semakin mungkin dan mudah, karena pengguna gadget di Indonesia pun telah mencapai sekitar seratus juta orang. Jumlah ini sudah lebih dari separuh dari total jumlah pemilih terdaftar, yang pada Pemilu 2014 sekitar 190 juta. Dan, jumlah pengguna gadget tersebut 203 API PEMILU bakal terus bertambah, mengingat Indonesia merupakan salah satu pasar gadget terbesar dunia. Lembaga riset pasar terbesar Jerman, Gesellschaft für Konsumforschung (GfK), memprediksi pada 2015 Indonesia bercokol di peringkat ketiga pasar gadget setelah India dan Cina. “Selama ini, kendala masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya, antara lain, karena tidak didukung sarana yang baik. Komunikasi antara Dewan dengan masyarakat lebih sering difasilitasi media massa, yang pesannya bisa saja telah terdistorsi. Karena itu, melalui aplikasi ini, persoalan komunikasi tersebut diharapkan teratasi, sehingga rakyat dan wakil rakyat bisa saling memahami,” kata Ketua Perludem, Didik Supriyanto, saat peluncuran aplikasi DPR Kita. Indra Pahlevi dari Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi DPR mengakui sampai saat ini DPR masih menggunakan cara lama dalam menampung aspirasi masyarakat. Yaitu, rakyat menyampaikan aspirasi dengan langsung datang ke DPR, menyampaikan aspirasi lewat demonstrasi, atau berkirim surat. Karena itu, dia menilai kemajuan teknologi informasi perlu dimanfaatkan untuk mendukung kinerja DPR (Rumah Pemilu, 25 Februari 2015: Pemanfaatan Teknologi Informasi Mendukung Demokrasi Berkualitas). Lalu, apa yang ada di aplikasi DPR Kita? Mari kita periksa. Aplikasi ini berisi informasi 560 anggota DPR yang mewakili 77 daerah pemilihan (provinsi atau gabungan kabupaten/ kota). Masyarakat yang telah mengunduh aplikasi ini, bisa mengintip proil anggota DPR, agenda kegiatan DPR, 204 komisi-komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya serta fungsi-fungsinya, berita-berita seputar DPR, hingga datadata yang disajikan secara renyah dalam bentuk infograis. Melalui aplikasi DPR Kita, masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya secara langsung dan seketika. Aspirasi itu bisa ditujukan ke alamat spesiik, yaitu wakil rakyat yang mewakili daerah pemilihannya, atau wakil rakyat yang duduk di komisi tertentu. Berikut beberapa aspirasi yang sudah disampaikan melalui DPR Kita: • “Assalamu’alaikum wr. wb. Kami mohon partisipasinya bahwa lihat lah juga desa kami yang tertinggal, jangan lihat desa yang dekat kota saja. Bahwa kami mohon partisipasinya untuk membangun jalan desa kami, Desa Cumpiga, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone.” (Aspirasi ini disampaikan oleh Sabrisaputra, pada 9 Juni 2015, ditujukan kepada H Andi Iwan Darmawan Aras SE, wakil rakyat dari Dapil Sulsel II yang terdiri atas Kabupaten Bone, Sinjai, Maros, Bulukumba, Pangkajene Kepulauan, Barru, Soppeng, Wajo, dan Kota Parepare). • “DPR bersama dengan pemerintah harus segera bertindak terkait ditemukannya “Beras Sintesis” atau “Beras Plastik.” Mentan, Mendag dan Aparat Kepolisian harus pastikan kejadian serupa tdk akan ada di bulan puasa dan seterusnya. Salam wonk Banten.” (Aspirasi ini disampaikan oleh Asmuni Rakhman pada 21 Mei 2015. Aspirasi ini ditujukan kepada Komisi IV DPR yang membidangi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan). 205 API PEMILU Aspirasi yang disampaikan kepada komisi-komisi DPR biasanya ditindaklanjuti dengan tiga fungsi kelembagaan DPR, yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran. Sedangkan, aspirasi yang disampaikan konstituen kepada wakil rakyat yang mewakili dapil tertentu, sangat spesiik. Dan, cara ini akan memancing wakil rakyat melaksanakan fungsinya yang selama ini terbilang terbengkalai, yaitu fungsi representasi. GAMBAR 64: APLIKASI DPR KITA 206 Dengan fungsi representasi ini, seorang wakil rakyat turun langsung memperjuangkan kepentingan konstituen di daerah pemilihannya, termasuk dalam soal sehari-hari seperti jalan rusak, sekolah mahal, dan lain-lain. Selain bermanfaat bagi pada konstituen karena aspirasinya bisa tersalur ke alamat yang tepat, aplikasi ini pun bermanfaat bagi anggota DPR karena mereka bisa mendapatkan informasi yang up to date dari warga di distrik pemilihannya. Fitur Geo Tagging di aplikasi DPR Kita juga sangat membantu menghubungkan konstituen dengan wakilnya. Sebab, dengan sistem berbasis lokasi (location based system), pengguna aplikasi ini akan langsung melihat anggota DPR dari dapil secara real time berdasarkan tempat dibukanya aplikasi. Maksudnya, anggota DPR yang muncul di aplikasi, adalah anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan di mana aplikasi ini dibuka. Di aplikasi DPR Kita, anggota DPR juga diberi keleluasaan memublikasikan berbagai informasi dan foto-foto kegiatannya, sehingga bisa diketahui oleh konstituennya. Mulai dari kegiatan persidangan, program kerja, hingga kinerja dan prestasi-prestasi sang anggota Dewan, yang boleh jadi tidak terpublikasi di media. Titi Anggraini menegaskan bahwa partisipasi politik masyarakat tak harus berakhir bersama berakhirnya pemilu. Sebab, partisipasi politik tidak semata memberikan suara di TPS, melainkan juga terlibat aktif dalam menyuarakan aspirasi kepada wakil rakyat yang telah dipilihnya, terutama dalam proses pembuatan kebijakan publik. Meski pemilu telah berakhir, Titi menegaskan, masyarakat 207 API PEMILU tetap memiliki hak untuk berinteraksi secara langsung dengan para wakilnya di parlemen. Mulai dari menagih janji-janji yang disampaikan para wakilnya saat kampanye, hingga berkeluh kesah tentang berbagai persoalan di daerah pemilihan, dan berbagai uneg-uneg lainnya. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Roiandri, mengatakan pemanfaatan teknologi bukan hanya akan mempercepat penyampaian informasi dari konstituen kepada wakil rakyat, dan sebaliknya, tapi juga akan membuat DPR bisa berhemat. Sebab, untuk menyerap aspirasi, DPR tak perlu mengeluarkan banyak anggaran untuk menggelar pertemuan formal. Anggota DPR pun bisa melakukan pendidikan politik dengan memanfaatkan teknologi tersebut. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mengatakan aplikasi DPR Kita yang bisa dioperasikan dengan telepon pintar, pas di tangan dan mudah digunakan. Dia berpendapat aplikasi tersebut dapat diintegrasikan dengan upaya DPR menuju parlemen modern. Sebab, aplikasi ini memungkinkan kegiatan anggota Dewan di-update, termasuk dalam masa reses. Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui apa yang sedang dilakukan anggota Dewan. (Rumah Pemilu, Sabtu 7 Maret 2015: DPR Ingin Adopsi Aplikasi DPR Kita dan DPR Segera Proses Integrasi Aktivitas dengan Aplikasi DPR Kita). Aplikasi serupa dibuat oleh pengembang aplikasi Gulajava Ministudio. Aplikasi yang memanfaatkan API Pemilu ini bernama Kilas DPR. Aplikasi ini bukan hanya memuat anggota DPR terpilih, tapi juga anggota DPRD. Selain itu, 208 aplikasi ini berisi berita dan infograis, fraksi, komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya, daerah pemilihan anggota DPR, hingga telepon dan email DPR untuk menyampaikan pengaduan. “Mimpi kami ke depan, apa yang telah dibuat dengan DPR Kita, bisa diadopsi untuk DPRD dan kepala daerah. Jika ada developer yang membuat aplikasi seperti DPR Kita untuk DPRD dan kepala daerah, kami sangat senang hati, karena semangat API Pemilu adalah melayani pemilih. Kami menyediakan data awal, alat-alat awal, yang bisa dikembangkan terus oleh berbagai pihak. Kami percaya teknologi akan terus berkembang, karena itu dia tidak bisa dibatasi. Gerakan open data akan melanjutkan inovasi dan penguatan partisipasi dari waktu ke waktu,” papar Titi Anggraini. API PEMILU DI ARENA PILKADA Pada pilkada serentak di 269 daerah yang digelar pada 2015, API Pemilu akan kembali ambil bagian. Bahkan, penerapan API Pemilu di arena pilkada sekaligus menjadi kesempatan untuk memperbaiki penerapannya pada pemilu legislatif dan pemilu presiden. Tak seperti dalam pileg dan pilpres di mana para peserta kontes pembuatan aplikasi (hackathon) bebas mengambil tema data atau endpoint yang ingin mereka kerjakan, pada penerapan API Pemilu di arena pilkada nanti akan sedikit berbeda, karena akan dibuat lebih fokus. Perludem merencanakan membuat lomba pembuatan aplikasi per kategori. Dengan demikian, Perludem berharap seluruh 209 API PEMILU paket data yang disediakan bisa tergarap. Dalam pilkada, paket-paket yang bakal disediakan antara lain proil kandidat kepala daerah, rekam jejaknya, janjijanjinya, laporan harta kekayaan kandidat, laporan dana kampanye, data pemilih, dan lain-lain. “Untuk integritas pemilu, kalau memungkinkan, kami juga merencanakan membuat aplikasi untuk memudahkan penjangkauan pemilih untuk melaporkan pelanggaran, menyampaikan temuan di lapangan. Tapi, tentu aplikasi yang membangun relasi pemilih dengan pengawas pemilu ini hanya bisa efektif kalau pengawas pemilunya responsif terhadap aplikasi-aplikasi ini,” kata Titi Anggraini. Pada hackathon menjelang pileg dan pilpres lalu, para programmer dan developer kebanyakan menggarap endpoint caleg dan kandidat presiden/wapres. Ini wajar belaka, karena yang paling menarik memang tentang kandidat yang bertarung, sebagaimana prinsip jurnalisme, yaitu names make news. Tapi, itu berarti, paket-paket lain yang sudah disediakan menjadi kurang tergarap maksimal. “Dari list endpoint API Pemilu berdasarkan statistik yang pemilu kemarin, yang paling banyak digunakan adalah kandidat (caleg), kemudian geographic, calon presiden, stamps, FAQ-presiden, dana kampanye, dan pendidikan pemilih,” cerita Program Oicer API Pemilu Perludem, Diah Setiawaty. Untuk pilkada, Perludem merencanakan menerapkan API Pemilu untuk seluruh pemilihan gubernur dan sejumlah pemilihan bupati/wali kota. Pada 2015, pilkada digelar 210 serentak di 269 daerah, yang terdiri atas sembilan provinsi dan 260 kabupaten/kota. Kesembilan provinsi tersebut adalah Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Hackathon API Pemilu untuk pilkada digelar setelah selesainya proses pencalonan kepala daerah, dan kandidat gubernur dan bupati/wali kota telah pasti. “Kami menargetkan hackaton sekitar September-Oktober,” katanya. Hackathon bakal digelar di dua kota, yaitu Jakarta dan Surabaya. Kelima kota itu mewakili tiga zona waktu Indonesia. Untuk Indonesia barat, kemungkinan digelar di Jakarta, Surabaya, atau salah satu kota di Sumatra. Untuk Indonesia tengah, kemungkinan digelar di Bali, Kalimantan, atau Sulawesi. Sedangkan, untuk Indonesia timur, kemungkinan digelar di Maluku. Hackathon bakal digelar di dua kota yaitu Jakarta dan Surabaya. Jakarta dipilih karena merupakan representasi dari KPU RI, sehingga seluruh data pilkada yang masuk dan dapat dibuka oleh publik, akan diubah menjadi API end point dan digunakan dalam kompetisi. Sedangkan, untuk Surabaya, Perludem akan bekerja sama dengan KPU Kota Surabaya dalam menyelenggarakan hackathon untuk Pilkada Kota Surabaya. 211 API PEMILU GRAFIK 13: PENETRASI PENGGUNA INTERNET DI INDONESIA BERDASARKAN WILAYAH Apakah hackathon API Pemilu dalam pilkada nanti akan menyekat-nyekat para programmer dan developer IT berdasarkan zona? Titi mengatakan tidak harus. Sebab, pekerjaan memanfaatkan data online bersifat lintas batas (borderless). Sehingga, developer lokal maupun nasional bisa masuk ke mana saja. “Kami berharap programmer dan developer lokal 212 lebih berpartisipasi, sehingga bisa memberi kredit poin bagi daerah. Tapi, kalau developer nasional masuk, saya kira nggak masalah. Pekerjaan membuat program itu kan sebenarnya tidak memerlukan kehadiran isik, karena datanya tersedia online. Contohnya, pada hackaton pertama [menjelang pemilu legislatif], pemenang ketiga, Alexier, yang membuat aplikasi Caleg Store, adalah para mahasiswa Indonesia di Singapura. Ada juga pembuat aplikasi berplatform iOS yang bekerja di Kuwait,” papar Titi. Sebenarnya, kata Titi, penerapan API Pemilu dalam pilkada, tak ubahnya duplikasi belaka dalam penerapannya di arena pileg dan pilpres. Meski demikian, bukan berarti tak ada kesulitan yang bakal menghadang. “Apakah KPUDKPUD sudah memahami API dan open data, itu merupakan tantangan tersendiri,” katanya. Titi mengatakan, untuk pilkada, Perludem akan membatasi enumerator atau data collector, sebagaimana menjelang pemilu legislatif lalu, karena Perludem ingin mendorong penerapan API Pemilu dalam pilkada sebagai kerja kolaboratif dengan KPU. Jika komitmen KPU pada open data sudah terbukti, Titi mengatakan urusan penerapan API Pemilu di arena pilkada akan lebih mudah. Akan lebih baik lagi, kata Titi, jika data-data pilkada tersebut bisa langsung dikonsolidasi oleh KPU pusat, minimal data pasangan calon dan dukungan terhadap pasangan calon, baik yang diajukan partai maupun calon perseorangan. Atau, untuk data pilkada tingkat kabupaten/ kota, misalnya, bisa didapatkan di KPU provinsi, sehingga lebih mudah mengumpulkan datanya, karena tak perlu ke 213 API PEMILU semua KPU kabupaten/kota. “Selama ini, data itu tidak tersentralisasi. Kalau KPU dapat memberikan data itu, maka kita bisa buat API-nya untuk seluruh Indonesia. Tapi, kalau data itu tidak terkonsolidasi, maka paling tidak kita menargetkan menggarap data pilkada di delapan provinsi. Sedangkan, untuk kabupaten kota, kita akan usahakan untuk daerah-daerah yang mudah kita jangkau dari sisi transportasi dan geograis,” kata Titi. Bahkan, kata Titi, alangkah lebih baik lagi jika pembuatan API untuk pilkada itu, menjadi inisiatif KPU. “Ke depan kami berharap ini bisa menjadi inisiatif KPU. Akan lebih jika KPU mampu menggerakkan jajarannya untuk melakukan digitalisasi data yang diperlukan publik. Kami berharap setiap KPUD memiliki API. Sehingga, dengan anggaran yang ada pada mereka, bisa mengajak para programmer dan developer yang sesungguhnya juga stakeholder pemilu. Dengan luasan dan besaran wilayah Indonesia, kami meyakini KPU sebagai satu-satunya aktor tidak cukup. Perlu kontribusi dan partisipasi dari masyarakat dan stakeholder lain,” paparnya. Titi pun mengatakan tak mempermasalahkan jika even hackathon itu digarap KPU. “Kalau KPU bisa mengajak para programmer dan developer berpartisipasi, sangat luar biasa. Karena, pengalaman kami di hackaton pertama dan kedua, para developer mengatakan ‘wah ternyata bekerja dengan data pemilu juga asyik yaa... banyak hal yang bisa dilakukan dengan politik kita dan pemilu kita’. Karena itu, untuk menjamin kelancaran kerja sama kami dengan KPU, kami akan membuat memorandum of understanding tentang 214 implementasi open data dan pendidikan pemilih di KPU.” Titi mengatakan, pengalaman Perludem menggelar dua kali hackathon, biayanya tidaklah terlalu besar. Perludem hanya menyediakan hadiah yang tidak tergolong besar dibanding aplikasi yang dihasilkan. MENGEKSPOR API PEMILU API Pemilu, merupakan sebuah praktik terbaik (best practice) dalam pemilu Indonesia. Karena itu, sejumlah negara pun sudah mulai menjajaki kemungkinan penerapan API untu pemilu di negaranya. Antara lain Myanmar dan sejumlah negara lain di kawasan ASEAN, hingga negara yang teknologinya tergolong maju seperti Taiwan. “Dari sisi demokrasi dan pemilu, harus kita akui Indonesia punya banyak kelebihan yang bisa dibagikan kepada negara-negara tetangga. Cerita sukses Indonesia ini jangan jadi konsumsi domestik kita saja. Kami ingin membagi succes story atau pengalaman yang baik ini, sehingga sinergi dan kolaborasi teknologi dan pemilu juga melahirkan penguatan berbagai aktor dan tahapan pemilu di negara-negara tetangga, khususnya ASEAN. Karena di ASEAN, dalam konteks ekonomi saja kita menjadi satu komunitas. Itu merupakan salah satu unggulan diplomasi dalam membangun persahabatan dengan negara-negara lain,” papar Titi Anggraini. 215 API PEMILU GAMBAR 65: KUNJUNGAN KPU MYANMAR KE PERLUDEM, APRIL 2015, UNTUK MEMPELAJARI API PEMILU. Titi menambahkan, di Indonesia yang sistem pemilunya rumit, dengan tantangan geograis dan manajemen pemilu yang juga pelik, teknologi telah memudahkan pemilih dan mendorong peningkatan partisipasi dan kepercayaan kepada pemilu. Apalagi, jika teknologi itu diterapkan di negara-negara yang sistem pemilunya lebih sederhana, dengan tantangan geograis dan manajemen pemilu yang tak terlalu ruwet, dan dengan tingkat melek huruf yang tinggi. Program Oicer API Pemilu, Diah Setiawaty, mengatakan negara yang tertarik dengan API Pemilu adalah Taiwan dan Myanmar. Pada April 2015 lalu, misalnya, delegasi KPU Myanmar mengunjungi Perludem untuk mempelajari API Pemilu. Selain itu, Diah juga menginformasikan bahwa pada awal Agustus 2015, staf Kementrian Teknologi, Informasi, dan Komputer (TIK) dari Ethiopia, juga mengunjungi Perludem untuk mempelajari penerapan open data di Indonesia, di khususnya di bidang Pemilu. 216 Pada Mei 2015 lalu, di Timor Leste, Perludem mempresentasikan penerapan API Pemilu kepada stakeholder pemilu di negara-negara ASEAN. Pada bulan yang sama, “Kami juga diundang ke Kanada untuk mempresentasikan API Pemilu dan bagaimana perkembangan open data pemilu di Indonesia,” kata Diah Setiawaty. API PEMILU, PEMILU LIMA KOTAK, DAN REKAYASA PEMILU Peran API Pemilu bakal semakin penting pada Pemilu 2019 mendatang. Sebab, saat itu, pemilu akan semakin ruwet. Karena, ada lima jabatan yang dipilih, yaitu presiden/ wapres, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota. Dengan pemilu lima kotak itu, kandidat dan isu pemilu presiden bakal lebih banyak menyedot perhatian calon pemilih. Maka, bisa dibayangkan betapa isu-isu pemilu legislatif dan pengenalan caleg pada 2019 nanti, bakal lebih sulit dibanding pemilupemilu sebelumnya. Karena itu, penerapan API Pemilu bisa menjadi salah satu jalan keluar agar calon pemilih yang overload tidak asal nyoblos. Sebab, mereka bisa memeriksa kandidat presiden/ wapres, anggota DPR, DPD, dan DPRD, berikut visi, misi, dan programnya secara mudah, melalui perangkat teknologi yang dekat dengan mereka, bahkan menjadi bagian dari keseharian mereka, yaitu gadget. Memang, pemilu lima kotak ini belum inal. Kendati Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan tentang 217 API PEMILU penyelenggaraan secara serentak pemilu presiden dengan pemilu legislatif, masih terbuka tafsir untuk melanjutkan rekayasa pemilu serentak dalam format pemilu nasionallokal. Pada format nasional-lokal, ini, pemilu nasional digelar untuk memilih presiden/wapres, anggota DPR, dan anggota DPRD. Sedangkan, pemilu lokal digelar untuk memilih gubernur/bupati/wali kota dan wakil-wakilnya, serta anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Penataan waktu penyelenggaraan pemilu dalam format pemilu nasional-lokal ini, telah menjadi solusi di berbagai negara, antara lain Brasil. Sebab, pemilihan presiden yang dibarengkan dengan lembaga legislatif, misalnya, telah membuat eksekutif dan legislatif dikuasai oleh partai/koalisi partai yang sama. Sehingga, cara ini berhasil mencapai tujuan pemilu yaitu penguatan sistem presidensial, yang membuat demokrasi lebih stabil. Mengapa eksekutif dan legislatif bisa dikuasai oleh partai yang sama? Itu karena saat pemilu serentak, bandwagon efect bekerja. Ini merupakan sunatullah dalam pemilu, yang membuat pemilih capres A, misalnya, cenderung memilih partai yang juga mengusung capres A. Meski demikian, merupakan sesuatu yang tak elok jika pemilih dibiarkan begitu saja ditarik oleh isu dan emosi pilpres. Pemilih tetap perlu ruang untuk mengenal kandidat presiden/wapres, partai dan caleg yang dipilihnya, sehingga dia memilih berbasis pada alasan-alasan rasional seperti rekam jejak, visi, misi, dan program-programnya. Sehingga, orang-orang baiklah yang kelak terpilih. Di situlah teknologi sangat berperan mempermudah terjadinya pencerahan. 218 Masih ada satu rekayasa pemilu lagi yang punya kans untuk diterapkan ke depan, yaitu mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Perubahan sistem ini justru membuat teknologi kian dibutuhkan, agar perubahan sistem itu tak sekadar menjadi sebuah langkah set back, atau menuju sesuatu yang sebenarnya sudah masuk kategori old fashion. Sebab, keinginan mengubah sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup, mensyarakatkan beberapa hal. Pertama, rekrutmen caleg dilakukan secara terbuka, melalui mekanisme pemilu pendahuluan (preliminary election). Sehingga, caleg yang menempati nomor urut teratas, telah melewati mekanisme demokrasi internal, bukan semata berdasarkan selera para oligark partai, sebagaimana yang dikritik dari sistem ini. Prinsipnya, sistem pemilu tertutup, tapi partainya harus terbuka. Kedua, karena para caleg itu tak lagi tampil di surat suara, maka nama-nama caleg --yang implisit berada di balik gambar partai di surat suara-- tersebut perlu lebih disosialisasikan. Dan, lagi-lagi teknologi bisa mengambil peran penting. Karena, API Pemilu bisa mengirimkan proil para caleg berikut fotonya langsung ke genggaman pemilih (gadget), melalui aplikasi-aplikasi pemilu. Ya, apapun rekayasa pemilu yang dilakukan ke depan, teknologi telah menjadi kebutuhan yang tak terelakkan, terutama teknologi informasi dan komunikasi (TIK). 219 API PEMILU 220 BAGIAN TUJUH Masa Depan API Pemilu: Menuju Smart Election Penerapan teknologi dalam pemilu sering terjebak pada what dan how, tapi lupa membicarakan why (Basuki Suhardiman, pakar teknologi informasi ITB). PERKEMBANGAN teknologi yang kian pesat, terutama teknologi informasi dan komunikasi (TIK), membuat pembicaraan orang kini bergeser semakin jauh. Pembicaraan tak lagi sekadar tentang telepon pintar (smartphone), tapi juga tentang kota pintar (smart city). Dalam hubungan teknologi dengan pemilu dan demokrasi, pembicaraan pun merambah istilah-istilah unik seperti e-pemilu, pemilu digital, demokrasi digital, hingga democracy 2.0. Smart city yang kini sudah merambah Indonesia, adalah sebuah konsep pengelolaan sebuah kota yang bertumpu pada pemanfaatan teknologi digital alias TIK. Misalnya, untuk pelayanan publik, transportasi dan manajemen lalu lintas, kesehatan, air dan limbah, dan lain-lain. Pemanfaatan TIK itu antara lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan, menekan biaya dan konsumsi sumber daya, dan melibatkan partisipasi warga kota secara aktif dan efektif. 221 API PEMILU Lalu, bagaimana dengan pemilu? Seperti halnya penerapan teknologi untuk pengelolaan sebuah kota, yang diharapkan memecahkan masalah-masalah kota, penerapan teknologi dalam pengelolaan pemilu pun merupakan sesuatu yang juga diharapkan memecahkan masalah-masalah pemilu. Sehingga, seperti halnya penerapan teknologi dalam pengelolaan kota yang kemudian melahirkan istilah smart city, penerapan teknologi dalam pengelolaan pemilu pun menjadi tak berlebihan jika disebut sebagai sebuah smart election. Tapi, sebelum menuju smart election, perlu pula untuk membuat pilihan teknologi secara smart. Benar bahwa itrah teknologi adalah mempermudah dan mempermurah. Tapi, salah pilih teknologi, justru bisa menjadi bumerang, membuat pemilu semakin ruwet, runyam, dan mahal. Sejumlah negara maju maupun berkembang, sudah melakukan uji coba penerapan teknologi itu. Ada yang berhasil, ada pula yang gagal. Mari kita tengok beberapa kasus. BEBERAPA KASUS BLUNDER PENERAPAN TEKNOLOGI DALAM PEMILU Salah satu blunder penerapan teknologi yang cukup tragis dalam pemilu, pernah terjadi di Kenya pada Pemilu 2013 lalu. Pemilu untuk memilih presiden, anggota DPR, anggota Senat, dan gubernur, di negara kelahiran Barack Hussein Obama senior, tersebut, berambisi menorehkan sejarah sebagai pemilu paling modern dalam sejarah Afrika. Pemilu yang serba elektronik dan terkomputerisasi. 222 Alat-alat canggih pun didatangkan. Mulai dari laptop berisi data pemilih; perlengkapan identiikasi biometrik termasuk di antaranya alat pemindai sidik jari, dan; SMSrelay untuk mengirimkan hasil penghitungan suara dari TPS secara real time ke Pusat Tabulasi Nasional di Nairobi, ibu kota Kenya. Dengan peralatan-peralatan itu, pemilu Kenya memang akan menjadi pemilu yang hi tech. Kenya, seperti ditulis dalam laporan NPR bertajuk How Kenya’s High-Tech Voting Nearly Lost The Election, sedang melakukan ‘lompat katak’ dalam soal teknologi. Kendati jalan-jalan di Kenya banyak yang belum diaspal, meski 23 persen wilayah Kenya belum dialiri listrik, pemerintah negara itu rela merogoh kocek sampai 10 miliar dolar AS untuk membangun Silicon Savannah, yang diidamkan sebagai magnet startup IT di benua Afrika. Negara yang bahkan tak punya jaringan kabel telepon bawah tanah memadai untuk sambungan ixed line ini juga membangun software populer untuk keperluan transfer uang secara online. Namun, mimpi sebagian kelas menengah Kenya, bahwa teknologi akan membawa napas baru dalam pemilu, menjadikan pemilu lebih fair dan transparan, berubah menjadi mimpi buruk. Infrastruktur yang tak memadai, membuat penerapan teknologi bukan menjadi pemecah masalah, tapi malah menjadi masalah. NPR menyatakan persoalan pertama yang muncul pada hari H pemilu di Kenya, adalah baterai-baterai laptop yang drop sebelum TPS ditutup, sementara sekolah-sekolah yang dijadikan lokasi TPS tak dialiri listrik. Kemudian, alat 223 API PEMILU identiikasi biometrik juga banyak mengalami gangguan, dan ketika peralatan tersebut terpaksa di-restart, petugas TPS tak bisa lagi mengaksesnya, karena mereka tak diberitahu PIN dan password-nya. Walhasil, alih-alih mempermudah dan mempercepat, penggunaan alat-alat canggih tersebut justru mempersulit dan memperlambat. Karena alat-alat tersebut bermasalah, dan masalah itu harus diselesaikan, para pemilih dipaksa antre tujuh sampai sembilan jam di bawah terik matahari yang panas, sebelum mereka bisa memberikan suaranya. Setelah pemungutan suara akhirnya bisa dirampungkan, persoalan bukan selesai, tapi semakin runyam. Sebab, error di komputer pusat melipatgandakan jumlah suara yang didiskualiikasi. Diduga sekitar seperempat juta suara sah turut terdiskualiikasi. Ini membuat marah banyak orang di sana, karena terjadi di tengah kompetisi yang berlangsung ketat. Selain itu, SMS-relay juga overload, yang akhirnya memaksa KPU mengangkut para petugas TPS dengan helikopter menuju Nairobi, untuk menyerahkan langsung data hasil penghitungan suara. Semua persoalan itu berbuntut penundaan pengumuman pemenang pemilu. Jika semula direncanakan hasil pemilu bisa diketahui secara real time, kekacauan itu membuat hasil pemilu baru bisa diumumkan pada H+6, karena banyak proses yang terpaksa dilakukan manual. Dan, pemenang pilpres adalah bekas wakil perdana menteri, Uhuru Kenyatta, yang meraih suara dengan selisih supertipis, yaitu 50,07 persen. Kandidat yang kalah, petahana Perdana Menteri, Raila Odinga, segera menggugat hasil pemilu yang 224 disebutnya dipenuhi kecurangan yang merata. Masih untung kekisruhan penerapan teknologi itu tak berbuah malapetaka yang menelan korban jiwa. Kekacauan itu membuat warga Kenya sempat dibayangi kecemasan bakal terulangnya kerusuhan Pemilu 2007. Kerusuhan yang membuat 1.200 orang terbunuh dan ratusan ribu lainnya mengungsi. Kegagalan penerapan teknologi, bukan hanya terjadi di negara berkembang seperti Kenya, tapi juga di negara maju. Saat Kenya sedang menerapkan berbagai teknologi canggih, agar hasil pemilu bisa direkap secara elektronik (e-rekap), berbilang tahun sebelumnya, sejumlah negara maju justru sudah mengenyahkan surat suara, dan menggantinya dengan electronic voting (e-voting). E-voting bukan hanya memberikan suara secara elektronik, tapi juga satu paket dengan pemeriksaan data pemilih melalui perangkat elektronik seperti dengan pemindaian biometrik atau pemindaian identitas ber-chip, penghitungan suara secara elektronik (e-counting), dan e-rekap. Walhasil, e-voting membuat proses pemilu menjadi serba cepat. Begitu TPS ditutup, tak lama kemudian hasil pemilu sudah bisa diketahui. Negara-negara maju seperti Jerman, Belanda, Irlandia, dan Amerika Serikat, bahkan bukan hanya menerapkan e-voting berbasis TPS, tapi juga e-voting berbasis internet, yang memungkinkan pemilih memberikan suara dari dari jarak jauh, yang biasa dikenal dengan istilah remote e-voting atau internet voting. Untuk e-voting berbasis TPS, negaranegara ini menggunakan teknologi Direct Record E-voting 225 API PEMILU (DRE) layar sentuh. Namun, mereka kemudian menarik diri dari penerapan teknologi maju itu dan kembali ke cara-cara manual. Baik karena adanya kasus-kasus ketidakamanan mesin e-voting yang memicu kisruh dan protes, maupun adanya ketidakpercayaan publik saat suara mereka sepenuhnya diambil alih mesin. Belanda akhirnya mengatakan nee kepada e-voting, setelah mesin e-voting ‘bocor’ dengan rasio signiikan: delapan dari sembilan mesin e-voting, pancaran gelombang radionya bisa diterima pihak lain dalam jarak beberapa meter dari TPS, sehingga datanya bisa diakses. Buntutnya, publik di Belanda protes, dan LSM bernama We Do Not Trust Voting Computer Foundation menggugatnya ke pengadilan. Dan, sejak berakhirnya Pemilu 2007, Belanda akhirnya kembali ke cara lama dalam memberikan suara, yaitu mencontreng. Irlandia, juga sempat dilanda kekisruhan akibat hasil pemilu yang diperdebatkan. Akhirnya, Irlandia juga menghentikan penggunaan e-voting pada 2009 lalu, dan mesin-mesin e-voting yang dibeli dengan uang puluhan juta dolar dihancurkan. Jerman juga menyetop penggunaan e-voting pada 2009, lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Gugatan diajukan karena tidak adanya transparansi dalam penggunaan mesin e-voting. Sejumlah kalangan di Jerman menilai publik diarahkan percaya begitu saja pada hasil yang dikeluarkan mesin e-voting kendati tak bisa mengeceknya, sehingga mereka pun menolaknya. 226 Di Amerika Serikat, negara yang merupakan mbahnya teknologi sekaligus mbahnya demokrasi, e-voting juga tak sukses. Bahkan, Peter Erben, dari IFES, menyebut Amerika gagal. Pada 2000 lalu, sempat muncul kisruh perolehan suara dua calon presiden, Bush dan Al Gore. Pertarungan kedua kubu berlangsung seimbang, dan masing-masing kubu butuh sedikit suara lagi untuk memenangkan kursi presiden. Pertarungan terakhir dan menentukan bagi kedua kubu adalah memperebutkan suara pemilih di negara bagian Florida, yang jika dikonversi setara dengan 25 elector Dewan Pemilih Presiden (Electoral College). Tapi, kemudian, terjadi keanehan pada turun-naik jumlah suara untuk kedua kandidat di Kabupaten Volusia, yang dikenal sebagai Volusia Error. Menurut catatan Washington Post, pada pukul 10.00 waktu setempat, Al Gore memimpin perolehan suara dengan meraih 83 ribu suara, sedangkan Bush hanya 62 ribu. Namun, setengah jam kemudian, saat dicek di website milik Kabupaten Volusia, suara itu sudah berubah. Suara Al Gore tinggal 16 ribu. Dan, tak seperti yang disiarkan televisi-televisi hari itu, bahwa Florida untuk Al Gore, hasil akhir pemilu Florida berbalik. Bush menang dengan selisih 18 ribu suara. Kisruh itu memicu tudingan kepada mesin e-voting, tapi tudingan ini tak bisa dibuktikan. Karena, suara tidak mungkin dihitung ulang. Maka, kemudian muncullah gagasan melengkapi mesin e-voting dengan teknologi VoterVeriied Paper Audit Trail (VVPAT) atau veriied paper record (VPR) yang memungkinkan pemilih mendapatkan 227 API PEMILU bukti memilih, mirip struk mesin ATM, yang bisa dihitung ulang jika ada masalah dalam penghitungan suara. Teknologi tersebut kemudian diterapkan pada Pemilu 2004. Meski demikian, menurut data IFES, sampai dengan tahun 2004 lalu, hanya dua negara bagian yang benarbenar murni menerapkan teknologi DRE plus VVPAT, yaitu Nevada dan Utah; tujuh negara bagian menerapkan DRE tanpa VVPAT, antara lain Lousiana, Georgia, dan South Carolina; sepuluh negara bagian menggunakan surat suara manual dan teknologi DRE plus VVPAT; empat negara bagian memadukan surat suara manual dengan teknologi DRE dengan atau tanpa VVPAT; tujuh negara bagian memadukan surat suara manual dengan teknologi DRE tanpa VVPAT; selebihnya menggunakan surat suara manual. Tapi, bersamaan dengan penerapan teknologi VVPAT atau VPR, Paman Sam mengedrop penerapan internet voting (remote e-voting). Semula, teknologi ini digunakan seratus ribu orang Amerika yang berada di luar negeri (ekspatriat). Tapi, teknologi yang disebut sebagai Secure Electronic Registration and Voting Experiment (SERVE), itu, dihentikan pada tahun 2004, setelah petugas dari Departemen Pertahanan AS menemukan bahwa sistem itu tidak cukup aman untuk mentransfer suara pemilih. Kendati mengalami kegagalan di berbagai negara maju, teknologi e-voting justru sedang mengharu-biru negara berkembang. Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menyebutnya dengan ungkapan, “E-voting mengalami musim gugur di negara-negara maju, tapi mengalami musim 228 semi di negara-negara berkembang.” Brasil dan India adalah dua negara berkembang yang kerap disebut sebagai contoh kasus keberhasilan penerapan e-voting. India menerapkan mesin e-voting jenis panel, dan sejak Pemilu 2014 lalu menempelkan VVPAT, dan menguji cobanya di delapan dari 543 distrik pemilihan. Sementara, Brasil yang menggunakan DRE layar sentuh, menurut catatan National Democratic Institute (NDI), lembaga legislatifnya masih memperdebatkan apakah akan melengkapi mesin e-voting dengan VVPAT atau tidak. Yang pasti, kedua negara ini menerapkan e-voting berbasis TPS, dan belum menerapkan e-voting berbasis internet (internet voting). Lantas, kalau begitu, teknologi seperti apa yang sebaiknya diterapkan dalam pemilu, khususnya di Indonesia? Pakar teknologi informasi ITB, Basuki Suhardiman, mengatakan, ”Teknologi itu perkara gampang. Teknologi itu kan hanya alat. Nah, tools itu mau kita arahkan ke mana? Jadi, pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah why. Mengapa kita menerapkan teknologi. Jawab dulu itu sampai tuntas. Setelah itu baru kita bicara what dan how-nya.” Persoalannya, kata Basuki, dalam hal penerapan teknologi dalam pemilu, banyak yang terjebak langsung membicarakan what dan how-nya, tapi lupa membicarakan unsur why-nya sampai tuntas. “Memang, nanti kalau bicara why, akan banyak. Why ini, karena ini. Why itu, karena itu. Jadi, why-because, why-because. Dalam bahasa saya, kalau mau membangun sesuatu, harus pakai why-because analysis,” kata Wakil Direktur di Direktorat Sistem dan 229 API PEMILU Teknologi Informasi ITB ini. Why, what, dan how ini, menurut Basuki, harus menjadi satu kesatuan. “Harus nyambung. Karena, kalau kita potong, akhirnya kita dapat ‘binatang’ yang separuhseparuh. Hasil akhirnya sungsang, zombie, dan sebagainya. Nah, yang utama itu why. Why tadi akan menuju ke what. Kalau dua layer ini terjawab, baru kita ngomong how-nya panjang-panjang. Kalau setelah sampai di how ada sesuatu yang berbeda, kita naik lagi ke atas, ke what dan why-nya,” tandas salah seorang perancang penerapan IT dalam Pemilu 2004 ini. Why adalah bicara tentang alasan mengapa sebuah teknologi diterapkan, apakah sudah sesuai dengan konteks dan kebutuhan atau tidak. Adapun what adalah bicara tentang jenis teknologi apa yang pas untuk menjawab kebutuhan itu. “Kalau sudah ketemu why dan what, baru kita bicara how-nya, seperti menyiapkan orang, membuat pelatihan, dan lain-lain. Jadi kita bicara holistik. Bukan tiba-tiba kita bicara ‘oh, karena orang sekarang lagi rame bicara tablet, kita bicara ini, ini...” Cara berpikir seperti itulah, tutur Basuki, yang dulu diterapkan dalam merancang tabulasi elektronik KPU pada Pemilu 2004, yang disebut dengan istilah real count. “Mengapa pada 2004 kami buat real count, karena kita mau transparan soal penghitungan suara. Nah, untuk mengawal suara, kita harus tahu, why suara harus dikawal? Kalau why-nya sudah ketahuan, yaitu karena banyak kecurangan dalam penghitungan suara, ada salah tulis, dan lain-lain, lalu kita tanya what-nya apa yang bisa kita achieve dengan 230 why tadi. ‘O kalau gitu saya pakai teknologi ini’...” tuturnya. Real count adalah penghitungan suara secara paralel atau parallel vote tabulation (PVT). Real count mem-by pass proses penghitungan suara manual yang berjenjang dan makan waktu lama, sehingga masyarakat bisa melihat hasil pemilu lebih cepat. Mekanismenya, formulir hasil penghitungan suara tingkat TPS dibuat rangkap. Ada formulir C1 biasa yang digunakan untuk penghitungan manual, ada Formulir C1 IT untuk penghitungan suara secara elektronik. Tak seperti Formulir C1 biasa yang diserahkan ke petugas pemilu tingkat desa, kemudian direkap berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, Formulir C1 IT diangkut langsung dari TPS ke kecamatan. Dari kecamatan, data dari Formulir C1 IT itu di-entry ke komputer, kemudian datanya dikirim ke server (Data Center) KPU pusat. Setelah memveriikasinya, KPU kemudian menayangkannya di Pusat Tabulasi Nasional. Di Pusat Tabulasi Nasional, data-data tersebut sudah terekap, sehingga hasil pemilu segera bisa terlihat. Meski demikian, data penghitungan suara setiap TPS, tetap disertakan di Pusat Tabulasi Nasional. “Kita terbuka, karena kami berpikir kalau masyarakat bisa mengecek sampai tingkat TPS, masyarakat akan percaya. Apalagi kemudian ada data agregat per desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi,” tutur Basuki. Hasil real count saat itu cukup signiikan. Pada putaran kedua Pilpres 2004, misalnya, hasil real count hanya berselisih 0,26 persen dibanding penghitungan suara 231 API PEMILU manual. Berdasarkan hasil penghitungan manual, pasangan SBY-JK meraih 60,62 persen dan Mega-Hasyim 39,38. Sedangkan, real count menyatakan SBY-JK meraih 60,88 persen dan Mega Hasyim 39,12. Sebenarnya, karena berbasis data riil, hasil real count seharusnya tak boleh berbeda dengan hasil penghitungan manual. Sebab, bila berbeda, maka salah satunya pasti keliru atau curang. Dan, di sinilah real count itu berfungsi sebagai instrumen pengawasan pemilu, kendati real count hanyalah second opinion. Soal masih adanya selisih hasil penghitungan manual dengan real count, lebih disebabkan belum semua data masuk hingga Pusat Tabulasi Nasional ditutup. Ketua KPU saat itu, Nazaruddin Sjamsuddin, mengatakan ada sekitar empat juta suara pemilih yang tak masuk Data Center KPU. Problemnya adalah kesulitan pengiriman. Sebab, ada di lokasi-lokasi seperti pedalaman Kalimantan, yang benarbenar kesulitan mengirimkan data. Seharusnya, real count itu disempurnakan pada pemilupemilu berikutnya, agar pengiriman datanya lebih cepat. Bahkan, bila perlu, data hasil penghitungan suara itu bisa dikirimkan langsung dari TPS ke server KPU pusat. Tapi, alih-alih memperbaiki kekurangannya, penerapan real count pada Pemilu 2009 malah mengalami kemunduran. Perangkat bernilai ratusan miliar yang dibangun KPU pada Pemilu 2004 tak digunakan lagi pada pemilu berikutnya, dan diganti dengan proyek baru. Tak seperti Pemilu 2004 yang perangkat IT-nya dipasang secara massif di ribuan kecamatan, pada Pemilu 2009 232 perangkat IT hanya dipasang di 504 titik di 471 kabupaten dan 33 provinsi. Teknologi dan cara kerjanya pun berubah. Bila Pemilu 2004 pengiriman data penghitungan TPS dari kecamatan, pada Pemilu 2009 dibawa ke KPU kabupaten/ kota. Selain itu, data hasil penghitungan suara dari TPS tak lagi di-entry alias diubah menjadi data digital, tapi langsung dikirim berupa scan Formulir C1 IT. Server KPU kemudian akan membaca hasil scan dokumen tersebut dengan teknologi Intelligent Character Recognition (ICR). Sialnya, cara ini banyak bermasalah, karena persoalan teknis. Formulir dari TPS banyak yang tak bisa dibaca. Antara lain karena pada saat di-scan, formulir tersebut terlipat. Akibatnya, rekapitulasi penghitungan suara di Pusat Tabulasi Nasional menjadi kacau dan melambat, dan akhirnya dihentikan. “Gagal total,” sebut Basuki. Pada Pemilu 2014, KPU tak lagi menerapkan tabulasi elektronik. Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengungkapkan KPU sempat ditawari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk membuat semacam rekapitulasi elektronik (e-rekap. Ini menjadi semacam penyempurnaan real count sebelumnya, karena BPPT menyiapkan aplikasi yang memungkinkan data hasil penghitungan suara dari TPS bisa dikirimkan langsung ke server KPU, lalu direkap secara elektronik. Namun, KPU tak jadi menerapkan teknologi tersebut, dan akhirnya memilih cara yang sangat sederhana, yaitu mengunggah hasil scan Formulir C1 begitu saja ke website KPU, tanpa merekapnya. Cara seperti ini, kendati merupakan sebuah transparansi, sebenarnya amat menyulitkan dalam 233 API PEMILU membaca data. Sulit membayangkan ada orang yang mau menghitungnya, karena merupakan sebuah pekerjaan raksasa. Itulah yang menjelaskan pengunggahan Formulir C1 pemilu legislatif, sepi dari pembicaraan. Namun, pada pemilu presiden, scan Formulir C1 ini menemukan momentum kegunaannya. Gara-gara hasil pilpres yang sangat ketat, sementara lembaga penyelenggara quick count terbelah (ada yang memenangkan Jokowi, ada yang memenangkan Prabowo), sejumlah ahli IT pun turun gunung, dan menggalang relawan untuk menghitung angka di hasil scan Formulir C1 secara gotong royong (crowdsourcing). Dan, karena pilpres hanya diikuti dua kandidat, datanya lebih sederhana, dan mereka berhasil menghitungnya. API, OPEN DATA, SMART CITY, DAN SMART ELECTION Kembali ke soal smart city, salah satu ciri terpentingnya seperti yang dibahas pada awal bab ini, adalah pengelolaan kota yang bertumpu pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau information and communication technology (ICT). Frase TIK ini mencakup dua konsep, yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Menurut laman TechTerms, TIK merefer pada teknologi yang menyediakan akses terhadap informasi melalui telekomunikasi. TIK mirip dengan TI, namun fokus utamanya pada teknologi komunikasi. Dalam hal ini termasuk internet, jaringan nirkabel, telepon seluler, dan medium komunikasi lainnya. 234 “Dalam dekade terakhir, TIK telah memberi kapasitas komunikasi baru kepada masyarakat secara luas. Contohnya, orang di berbagai negara bisa berkomunikasi secara real time dengan menggunakan instant messaging, VoIP, dan video-conference. Laman media sosial seperti Facebook juga memungkinkan orang di berbagai belahan dunia untuk melakukan kontak dan berkomunikasi secara teratur. TIK modern telah mengkreasi sebuah ‘desa global’ di mana orang dari seluruh dunia bisa berkomunikasi, seperti halnya berkomunikasi dengan tetangga sebelah rumahnya,” demikian paparan TechTerms. Wikipedia juga menyatakan bahwa TIK hampir sinonim TI yang diperluas. Namun, terminologi TIK ini lebih spesiik menekankan pada peran komunikasi terpadu dan integrasi telekomunikasi (saluran telepon dan sinyal nirkabel), komputer dan perangkat lunak yang diperlukan, middleware (perangkat lunak komputer yang menyediakan layanan untuk aplikasi perangkat lunak), ruang penyimpanan (storage), dan sistem audio-visual, yang memungkinkan pengguna mengakses, menyimpan, mentransmisikan, dan memanipulasi informasi. Alhasil, berbagai teknologi pemilu yang selama ini sudah ada, seperti e-voting, e-counting, e-recapitulation, bahkan upaya penyelenggara pemilu melakukan transparansi datadata pemilu lewat website, sudah merupakan pengelolaan pemilu dengan TIK. Meski demikian, belumlah cukup untuk menyebut pengelolaan pemilu dengan teknologi-teknologi tersebut sebagai sebuah smart election. Sebabnya, pada teknologi-teknologi canggih tersebut, masyarakat pemilih 235 API PEMILU pasif belaka, dan ada kecenderungan pengambilalihan oleh mesin. Sebuah smart city --yang konsepnya dipinjam untuk smart election-- bukan sekadar sebuah kota yang hitech. Lebih dari itu, dia adalah sebuah kota yang terbuka, partisipatif, kolaboratif. Kota yang membuka data-datanya --terutama dalam bentuk data digital-- kepada publik dan mengintegrasikan informasi; sangat welcome dengan partisipasi warganya, bahkan mengundang warganya untuk berkolaborasi memanfaatkan data-data tersebut dengan berbagai inovasi dan kreatiitas, misalnya lewat pembuatan aplikasi web dan mobile; berinteraksi dengan warganya secara real time melalui aplikasi dan media sosial yang didukung berbagai perangkat TIK, terutama perangkat mobile; berbagi tanggung jawab dengan warganya, dan bersama-sama menghadapi berbagai persoalan kota, termasuk dalam mengantisipasi kondisi tak terduga. Nicolas Ruslim, salah seorang penyusun buku Pengembangan dan Pengenalan Smart City, memaparkan analogi menarik tentang smart city. Dia menyatakan, “Saat kita mengatakan suatu kota adalah kota yang cerdas, sebenarnya adalah sebuah majas personiikasi yang mengumpamakan kota seperti manusia, seakan kota dapat merasakan, berpikir dan bertindak terhadap kondisi internal dan eksternal dari kota tersebut….” Karena prasyarat itu, maka --seperti halnya pada hampir semua tren mutakhir di dunia internet hari-hari ini-- API dan open data merupakan dua hal vital dalam smart city. Mark Boyd dalam analisis bertajuk How Smart Cities Are 236 Promoting API Usage menyatakan bahwa API kian banyak dibuat oleh pemerintah kota-kota di seluruh dunia, sebagai cara programatik bagi organisasi warga dan bisnis untuk berinteraksi dengan open data kota. “Kota-kota kemudian menggelar hackathon atau even civic hacking untuk menggalakkan penggunaan dataset milik kota. API didiskusikan dalam pengertian beneit yang mereka dapatkan dalam keterlibatan warga sipil melalui transparansi yang lebih besar, demi pelayanan publik yang lebih eisien, dan membangkitkan gelombang baru inovasi lokal. Terus bertumbuhnya fokus dunia internasional pada smart city --di mana open data, e-government, dan pengawasan real time yang timbal-balik, telah berkontribusi pada fungsi kota yang lebih otomatis dan berkelanjutan-juga bergantung pada API untuk membuat banyak agenda lebih mungkin dikerjakan,” tulis Mark Boyd di laman ProgrammableWeb. Mengapa API penting bagi sebuah smart city, karena API mempunyai kemampuan interoperabilitas. API berfungsi bak jembatan, penerjemah, atau permainan anak populer bernama Lego, yang mampu mengkoneksikan berbagai macam perangkat teknologi yang berbeda, dan membagikan data-data yang diperlukan secara spontan dan real time. Interoperabilitas memadukan berbagai komponen untuk membangun sebuah sistem besar dan kompleks. Dan, smart city, juga smart election, adalah sistem besar dan kompleks tersebut. Interoperabilitas, interaksi secara real time, dan partisipasi yang luas itulah yang membuat smart city bukan 237 API PEMILU sekadar tentang sebuah kota yang menerapkan teknologi tinggi. “Smart city masa depan bukanlah menjadi kota yang paling hi-tech, melainkan menjadi kota yang paling cerdas,” demikian tulis Jennifer Riggins dalam artikel bertajuk How API Are Driving Smart Cities diunggah di laman Nordic APIs. “Sebuah smart city secara inheren merupakan mobile city.” API dan open data, kini bak dua sisi dari satu mata uang yang sama. Menerapkan open data tanpa API, adalah pincang. Praktisi open data, Jason Hare, pernah membandingkan Kota Raleigh di negara bagian Carolina Utara dengan Kote Minneapolis di negara bagian Minnesota, di Amerika Serikat. Kota Raleigh adalah sebuah smart city yang menggunakan API untuk mendistribusikan datadata kota secara online, sedangkan Kota Minneapolis tidak menggunakan API dan hanya menggunakan portal biasa. Dan, perbedaannya sangat jomplang. Data-data terbuka milik Kota Raleigh sangat banyak dimanfaatkan, sementara portal milik Kota Minneapolis banyak dikeluhkan. Situs milik Kota Raleigh awalnya hanya mempunyai 1.115.125 page views dalam 18 bulan. Tapi, ketika menerapkan platform API, jumlahnya menjadi berlipat ganda. Betapa tidak, hanya pada Oktober 2014 saja, ada 17.307.822 API call .”Hanya dalam sebulan data kami 17 kali lipat lebih banyak dilihat mesin ketimbang dilihat manusia,” kata Jason Hare dalam tulisan bertajuk Open Data Portals Should be API. Sementara, portal milik Kota Minnesota banyak dikritik. Terhadap portal milik Minnesota, berkata Jason, “Untuk 238 siapa data itu? Jika untuk para pekerja lapangan, itu merupakan kegagalan besar. Sebab, perangkat yang banyak digunakan pekerja lapangan adalah tablet dan telepon pintar. Tidak mempunyai aplikasi yang menggunakan data API, merupakan sebuah penghalang penggunaan data.” Dalam konteks pemilu, salah satu kelebihan API dibanding teknologi-teknologi lain yang kerap diterapkan dalam pemilu, adalah karena API bisa diterapkan di sekujur tahapan pemilu. Mulai dari tahapan pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara, sepanjang paket-paket APInya terpasang. Bahkan, data-datanya pun bermanfaat pascapemilu, untuk merekatkan hubungan pemilih dengan yang dipilih; memonitor sepak terjang mereka saat menjabat, bagaimana keperpihakan mereka; mengingatkan janji-janji yang pernah mereka buat saat kampanye, dan lain-lain. Dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 lalu, API Pemilu telah menyediakan data calon anggota legislatif (caleg) dan kandidat presiden dan wakil presiden. Selain itu, data tentang dana kampanye, daerah pemilihan, peraturan perundangan tentang pemilu, pertanyaan yang paling sering ditanyakan (FAQ) tentang pemilu, pelanggaran pemilu, berita-berita pemilu, hingga hasil pemilu legislatif dan pemilu presiden serta para caleg terpilih. Ke depan, penerapan API Pemilu bisa saja mengikuti tahapan pemilu. Dalam diskusi Kodiikasi UU Pemilu yang digelar Perludem, khususnya di Sub Komite Teknologi Pemilu, pertengahan 2015 lalu, mencuat usulan penerapan API Pemilu berjalan sesuai tahapan pemilu, terutama pada tahapan-tahapan krusial. Apalagi, pada sebagian 239 API PEMILU tahapan tersebut, peraturan perundangan memerintahkan KPU melakukan uji publik. Berikut tahapan-tahapan krusial tersebut, dan mengapa open data dan API penting diterapkan pada tahapan-tahapan tersebut: 1. PELAPORAN DANA KAMPANYE. Masyarakat sangat mungkin berpartisipasi untuk mengecek daftar nama penyumbang by name by address, jika penyelenggara pemilu membuka data-datanya dan mempermudah aksesnya melalui API. Sehingga, setelah para programmer dan developer membuatkan aplikasi-aplikasi bagi data itu, agar sampai ke tangan masyarakat dalam bentuk-bentuk yang menarik dan memudahkan. Sehingga, masyarakat banyak pun bisa berpartisipasi menyampaikan adanya ketidakberesan. Soal dana kampanye ini penting, karena dalam beberapa pemilu terakhir, seringkali nama dan alamat penyumbang bermasalah. Ditulis penyumbangnya PT X yang beralamat di Jalan Y, tapi begitu dicek di lapangan, ternyata lokasi tersebut sebuah gudang, salon, gubuk, atau malah alamat iktif. Selain itu, adanya batas maksimal sumbangan perseorangan dan badan hukum kepada partai dan capres/cawapres, membuat penyumbang kerap memecah sumbangannya menggunakan nama orang atau perusahaan lain. Selain soal daftar penyumbang, tentu saja laporan dana kampanye dalam format yang selama ini disampaikan kepada KPU, yang berisi pemasukan dan pengeluaran tetap penting 240 diketahui publik. Apalagi, dana kampanye yang dilaporkan dengan belanja kampanye aktual peserta pemilu, selalu mencurigakan, terutama dana kampanye para caleg yang bahkan tak terkontrol. Menjadi penyakit bagi demokrasi di Indonesia, karena bisa jadi cukong yang melakoni bisnisbisnis haram, bandar judi, bandar narkoba, memasok dana kampanye agar kepentingan mereka diamankan. Sehingga, soal gelap ini merupakan salah satu mata rantai lingkaran setan korupsi politik. 2. PENDAFTARAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU. Undang-Undang No 8/2012 tentang Pemilu mensyaratkan partai politik yang ingin menjadi peserta pemilu minimal memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan, serta seribu atau seperseribu anggota di kepengurusan tingkat kabupaten/kota yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota (KTA). Dalam beberapa pemilu terakhir, veriikasi persyaratan ini dilakukan secara minimalis, yaitu dengan mengambil mengambil sampel, bak lembaga survei. Jika penyelenggara pemilu mengecek semuanya, memang merupakan sebuah pekerjaan besar. Sebab, jumlahnya luar biasa besar. Saat ini ada 34 provinsi, 508 kabupaten/kota, dan sekitar 8000-an kecamatan. Bayangkan berapa banyak petugas yang harus diturunkan dan berapa lama waktu yang mereka butuhkan hanya untuk mengecek ada-tidaknya kepengurusan dan kantor partai di tempat-tempat itu. 241 API PEMILU Apalagi, selain harus mengecek jumlah kepengurusannya, juga harus mengecek anggotanya di setiap kabupaten/kota, yang kalau dirata-ratakan bisa mencapai 375 ribu nama anggota per partai. Padahal, selain partai politik, masih ada pula peserta pemilu perseorangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang perlu diveriikasi. Karena tak mungkin menangani sendirian, adalah masuk akal bila penyelenggara pemilu menerapkan open data dan API bagi data-data tersebut. Dengan demikian, publik bisa membantu memonitor kepengurusan dan kantor partai di setiap tingkatan. Bahkan, untuk data anggota partai, penerapan open data dan API memungkinkan seluruh datanya diperiksa, melibatkan banyak pihak pula. Sehingga, dengan mudah bisa diketahui apakah nama-nama dalam berkas KTA yang diserahkan ke KPU benar-benar ada atau tidak, memenuhi syarat sebagai anggota partai atau tidak, terduplikasi dengan dokumen KTA milik partai lain atau tidak, dan lain-lain. Begitu pun dengan syarat peserta pemilu perseorangan anggota DPD. Mekanisme serupa bisa diterapkan. Sebab, selama ini, KTP diperjuabelikan untuk dukungan. Bahkan, ada broker-broker tertentu yang menjualnya secara borongan. Pengecekan ini malah lebih mudah, karena bisa dilacak melalui nomor induk kependudukan (NIK). 3. PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH Data kependudukan dan data pemilih merupakan salah satu jantung fraud dalam pemilu. Pada Pemilu 2014 lalu, 242 misalnya, ada lima juta data pemilih yang sampai akhir tidak bisa sinkron antara KPU dengan Kementerian Dalam Negeri. Di beberapa daerah, jumlah data pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) juga secara ajaib lebih besar ketimbang data penduduk dari Kemendagri. Pada pemilu lalu, KPU telah mempunyai aplikasi Sistem Data Pemilih (Sidalih), yang memungkinkan pemilih mengecek apakah telah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Namun, aplikasi berbasis web ini jangkauannya masih terbatas, dan belum mobile friendly. Alhasil, ke depan, perlu dibuatkan aplikasi-aplikasi mobile yang lebih memudahkan pemilih, sehingga setiap pemilih leluasa mengecek apakah sudah terdaftar atau tidak, serta petunjukpetunjuk kepada pemilih untuk mengurus pendaftarannya jika belum terdaftar atau tiba-tiba hilang dari daftar. Open data dan API data pemilih ini akan memungkinkan masyarakat bisa memantau perkembangan proses pemutakhiran data pemilih secara real time. Mulai dari daftar pemilih sementara (DPS), daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP), hingga daftar pemilih tetap (DPT). Bahkan, bila perlu KPU membuka data-data pemilih yang ganjil --yang bisa jadi berasal dari ketidakberesan dari sumber data milik pemerintah-- sehingga masyarakat pun bisa turut berpartisipasi mengecek dan memberi masukan. Lewat API Pemilu, menjelang pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu, sejumlah developer sudah membuat aplikasi yang memungkinkan pengecekan data pemilih. Sejumlah aplikasi menjadikan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai password, yang terhubung dengan aplikasi 243 API PEMILU Sidalih milik KPU. Penggunaan NIK sebagai password ini membuat hanya pemilih terdaftar yang bisa menggunakan aplikasi tersebut. 4. ALOKASI KURSI DAN PEMBUATAN DAERAH PEMILIHAN Alokasi kursi dan pembentukan dail (districting) di Indonesia, sampai saat ini masih dijejali sejumlah ketidakberesan dan akal-akalan. Ketidakberesan pertama berasal dari data kependudukan (DAK2), yang menjadi basis alokasi kursi dan pembentukan dapil. Selama ini, data itu kerap digelembungkan oleh pemda. Selain agar kursi daerahnya bertambah, penggelembungan itu juga kerap terjadi menjelang pilkada. Selain itu, proses pembuatan dapil juga masih melanggar prinsip-prinsip pembentukan dapil. Seperti kasus penggabungan Kota Bogor dengan Kabupaten Cianjur yang kerap diledek sebagai Dapil Superman, karena Kota Bogor dikelilingi secara sempurna oleh Kabupaten Bogor. Ketiga, dalam pembentukan dapil di mana pun, ada kemungkinan terjadinya praktik-praktik seperti gerrymandering. Sebelum menetapkan dapil, KPU telah melakukan sosialisasi dan uji publik, serta mengunggah peta dapil di website. Namun, selama beberapa pemilu, perhatian masyarakat terhadap soal ini rendah belaka. Bisa jadi karena soal dapil bukanlah isu populis, dan terbilang njlimet. Meski demikian, jika penyelenggara pemilu membuatkan open data dan API soal alokasi kursi dan districting ini, tak 244 mustahil akan ada developer yang mengemasnya dengan cara menarik, seperti kerap para developer memadukan peta dari API Google Maps dengan berbagai informasi lain, yang menghasilkan layanan baru yang menarik. Dan, jika KPU membuatkan API bagi peta-peta dapil, data-data DAK2, serta data-data perolehan suara partai dalam pemilu sebelumnya yang disusun per dapil, bisa jadi orang akan memantau proses districting itu dengan seksama. Sebab, penggabungan data-data tersebut, akan memudahkan orang melakukan simulasi-simulasi, sehingga praktikpraktik seperti malapportionment dan gerrymandering akan mudah terlacak. 5. PENGHITUNGAN SUARA Penggunaan open data dan API, kini bahkan telah merambah penghitungan suara. Di Amerika Serikat, misalnya, New York Times membuka API untuk hasil pemilu, dan menyebutnya dengan istilah Election Result as a Service (ERaaS). Selain sudah diterapkan pada Pemilu 2008 dan 2012, layanan ini pernah diterapkan pada sejumlah pemilihan pendahuluan di AS, seperti primary dan kaukus. Sumber data hasil pemilu yang dibuat API-nya oleh New York Times berasal dari kantor berita Associated Press (AP). Hasil pemilu dari AP ini bukanlah hasil resmi. Meski demikian selalu menjadi rujukan, karena datanya adalah data riil, bukan sampel TPS seperti halnya exit poll. Data AP pun sampai saat ini masih bereputasi menjulang sebagai data paling akurat dan cepat. 245 API PEMILU Data AP menjadi andalan banyak pihak karena hasil pemilu di AS memang tak serta merta diumumkan oleh Komisi Pemilu Federal. Kendati banyak TPS di AS menggunakan mesin e-voting, namun masih banyak pula yang menggunakan surat suara manual yang harus dihitung sampai malam. Selain itu, hasil penghitungan suara (popular vote) pemilu presiden, misalnya, juga masih harus dikonversi dalam jumlah elector yang kelak bergabung dalam Dewan Pemilih Presiden (Electoral College). Pada Pemilu Presiden 2012 lalu, misalnya, pencoblosan digelar pada 6 November. Namun, hasil pilpres di 50 negara bagian dan Districk of Columbia, baru bisa diproyeksi secara jelas pada 10 November, di mana Obama mendapat 332 electoral vote, sedangkan Romney 206 electoral vote. Dan, Electoral College ini secara formal memilih presiden pada 17 Desember. Hasil pilihan para elector itu, kendati biasanya sudah bisa diduga, baru dihitung oleh Kongres pada awal Januari tahun berikutnya, sedangkan presiden baru dilantik pada 20 Januari. Untuk mengumpulkan hasil penghitungan suara, AP menurunkan para jurnalisnya ke seluruh kabupaten/kota di 50 negara bagian plus Districk of Columbia (DC). Para jurnalis itu sejak awal dibekali data-data pemilu, mulai dari data tentang demograi, jumlah pemilih yang golput, dan berbagai isu yang mungkin memengaruhi hasil pemilu di daerah yang mereka pantau. Mereka di-back up tim riset. Di laman ap.org, para pemimpin kantor berita itu menjelaskan ada lima langkah pengumpulan hasil pemilu. Pertama, data dikumpulkan oleh jurnalis/stringer dari 246 tingkat kabupaten/kota, dan ditunggui sampai malam. Kedua, stringer tersebut melaporkan hasilnya melalui telepon. Ketiga, data tersebut di-entry. Keempat, datadata tersebut diveriikasi. Kelima, data-datanya dikirimkan kepada klien AP, media massa dan media elektronik, dan terus diupdate dengan interval 5-7 menit. Data-data untuk surat kabar seperti New York Times, misalnya, dikirimkan via File Transfer Protocol (FTP), dan di-update secara teratur. Jacob Harris, seorang arsitek software senior, yang juga inisiator ERaaS, mengatakan ile-ile yang berasal dari AP adalah metadata (data dalam data), antara lain berisi hasil total suara kandidat; hasil pemilu per negara bagian dan county, daftar kandidat dan proile mereka. Namun, untuk menampilkan lagi hasil-hasil pemilu dari AP tersebut di website, terutama hasil per kandidat, per negara bagian, dan per county, Jacob Harris mengatakan sangat sulit, karena terlalu besar dan terlalu banyak. Pemilu di AS memang biasanya berlangsung serentak, meski tak seluruhnya. Selain pemilihan presiden, pada saat bersamaan ada pemilihan anggota DPR dan Senat tingkat federal maupun negara bagian, maupun pemilihan gubernur dan wali kota. Berbagai cara telah dicoba, namun tetap sulit. Sampai akhirnya, diputuskan data-data tersebut disalurkan melalui API. “Pendekatan ini bekerja lebih baik. Dengan ERaaS, para developer tinggal menarik data-data pemilu tersebut dan memanfaatkannya,” papar Jacob Harris dalam artikel bertajuk The New York Times’ Election Result Loader, di situs opennews.org. 247 API PEMILU Bahkan, di AS, dalam urusan pelaporan hasil pemilu, mulai terjadi persaingan antara AP dengan Google. Meski demikian, persaingan baru terjadi pada tingkat pemilu pendahuluan (preliminary election), yaitu kaukus yang digelar Partai Republik di negara bagian Iowa, pada Januari 2012 lalu. Saat itu, seperti biasa, AP menurunkan jurnalisnya ke lapangan untuk mengumpulkan data yang kelak dilaporkan via telepon. Sementara itu, pada saat yang sama, John Keefe dari Radio WNYC, menggunakan peta milik Google untuk men-track hasil kaukus Iowa. Ada tiga alasan dia mengggunakan teknologi yang disediakan Google Election Center API (kini Google Civic Information API). Pertama, data Google bisa di-share lebih luas ketimbang milik AP; kedua, dia bisa membagikan apa yang dia buat; ketiga, tidak berbayar alias gratis. Maka, begitu para petugas dari Partai Republik memasukkan data hasil kaukus dari 1.774 unit penghitungan ke sistem atau aplikasi web yang telah di-setup Google, maka data-data hasil kaukus itu segera terekap. Selanjutnya, data-data tersebut pun tampil secara visual dalam berbagai tabel, dan setiap orang bisa melihat hasil kaukus hingga percounty. Dan, data hasil kaukus WNYC-Google itu, secara mengejutkan mampu mengalahkan kecepatan AP dalam menampilkan data hasil kaukus. “Eksperimen Google telah menunjukkan bahwa sebuah perusahaan teknologi inovatif mampu mengalahkan sebuah kantor berita yang berwibawa, dengan menampilkan hasil secara cepat dan akurat,” tulis Steve Myers dalam tulisannya 248 bertajuk How Google beat AP with Iowa caucus results (and why it matters) di laman Poynter. Sejak keberhasilan di Iowa itu, mencuat permintaan agar Google tampil menjadi pesaing AP dalam melaporkan hasil pemilu. Kendati AP sudah sedemikian menggurita dan berpengalaman, banyak yang menilai Google mampu menjadi kompetitornya. Aron Pilhofer yang tergabung dalam tim aplikasi pemilu di New York Times, yang selama ini menampilkan data-data pemilu dari AP, mengatakan jika Google menginginkan, Google akan mampu menyaingi AP. Dan, jika apa yang dilakukan oleh Google-WNYC di Iowa bisa diulangi di tempat lain, terutama dalam pemilu, John Keefe mengatakan, “Itu akan mendemokratisasi hasil pemilu real time kita.” The Guardian, dalam artikel bertajuk Hack the vote: how open data is giving elections back to the voters, menulis bahwa apa yang terjadi dalam kaukus Iowa, dan berbagai tempat lain, memperlihatkan bahwa open data telah membuat data pemilu menjadi milik publik. Guardian menilainya sebagai fenomena menarik, mengingat krusialnya tahap penghitungan suara dalam sebuah pemilu. Guardian mengutip Stalin yang pernah menyatakan, “The people who cast the votes don’t decide an election, the people who count the votes do.” Lalu, mungkinkah Indonesia melakukan cara-cara serupa? Basuki Suhardiman mengatakan hal itu bisa dilakukan. Bahkan, kata dia, andai pada Pemilu 2004 lalu teknologi API sudah mencapai kematangannya seperti saat ini, tim IT KPU kemungkinan besar akan menggunakan 249 API PEMILU teknologi tersebut untuk real count. Sebab, dengan teknologi API, data hasil penghitungan suara dan rekapitulasinya dapat didistribusikan secara lebih mudah. Apalagi, data di real count tersebut sudah merupakan data digital, yang lebih mudah didistribusikan dan digunakan ulang oleh pihak ketiga. “Waktu kami membuat real count tahun 2004, teknologi API sebenarnya sudah ada, tapi belum populer seperti saat ini. Waktu itu, API masih dalam tahap riset. Padahal, kalau saat itu sudah ada API, orang akan lebih mudah mengakses data kami, sehingga informasinya berkembang dan mengundang partisipasi masyarakat untuk melakukan kontrol dan koreksi terhadap hasil pemilu,” kata Basuki. Meski demikian, Basuki mengatakan data-data hasil real count saat itu diberikan ke banyak pihak, tak sekadar membuka datanya secara transparan melalui website. Pihak-pihak yang diberikan data oleh KPU itu antara lain partai politik dan televisi. Dan, jika KPU melakukan update data hasil pemilu di real count, pihak yang diberikan data itu juga mendapatkan update. “Itu kan model API juga sebenarnya. Prinsipnya seperti itu,” katanya. Masih ada sejumlah tahapan pemilu lain yang bisa disentuh dengan open data dan API. Sejumlah kalangan pun menyarankan KPU menerapkan API dan open data, agar data-data pemilu lebih mudah digunakan, didistribusikan, sehingga data itu berkembang dan lebih bermanfaat, serta membangkitkan partisipasi, kreatiitas, dan inovasi. Apalagi, timing penerapannya tepat, karena 250 saat ini pengguna internet, gadget, dan pendirian startup IT di Indonesia meningkat pesat. “Kalau KPU mau melayani pemilih, KPU harus bikin seperti Perludem (API Pemilu),” kata Basuki Suhardiman. API Pemilu, tak pelak telah membuka jalan menuju smart election. Tapi, apakah nanti jika KPU membuka API bagi semua datanya, API Pemilu yang dibuat Perludem tak akan tersaingi? Mendengar pertanyaan tersebut, Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, tertawa. Berkata Titi, “Tujuan kami membuat API Pemilu adalah untuk melayani pemilih. Jika itu bisa dilakukan oleh KPU, alangkah baiknya. Karena, bukan kredit dan penghargaan yang ingin kami dapat. Kami ingin menjadi pioner dan mendorong, sehingga bisa lebih banyak memicu orang untuk berkarya.” 251 API PEMILU 252 DAFTAR ISTILAH Android: Sistem operasi perangkat lunak mobile berbasis Linux kernel, yang dikembangkan oleh Google. Android saat ini merupakan sistem operasi paling populer, dan banyak digunakan sebagai sistem operasi berbagai perangkat mobile seperti komputer tablet dan telepon pintar. API (Application Programming Interface): Seperangkat perintah, fungsi, serta protokol yang dapat digunakan oleh programmer saat membangun perangkat lunak. API memungkinkan programmer menggunakan fungsi standar untuk berinteraksi dengan sistem operasi lain. API terbuka (Open APIs): API Terbuka kerap merefer pada API publik, alias API yang data-datanya bebas diakses oleh para developer dalam membuat aplikasi. Aplikasi: Perangkat lunak (software) yang didesain untuk melakukan fungsi spesiik. Terminologi aplikasi ini belakangan menjadi populer, karena masifnya pembuatan dan penggunaan aplikasi mobile maupun aplikasi web. Istilah aplikasi ini dimunculkan untuk membedakannya dengan sistem perangkat lunak (system software). Bulk data: Data yang disajikan (diunggah) dalam set yang komplet. Civic hacking: pendekatan kreatif dan kerap menggunakan 253 API PEMILU teknologi untuk memecahkan masalah sipil, mulai dari masalah pendaftaran pemilih hingga edukasi publik untuk membantu konsumen membeli rumah dan memilih penasihat keuangan. Civic hacking seringkali melibatkan penggunaan data pemerintah untuk membuat pemerintah lebih akuntabel. Crowdsourcing: Pertama kali dikemukakan oleh Jef Howe, crowdsourcing adalah proses mengagregasi kontribusi dan kepakaran dari sejumlah besar individu yang sebelumnya belum terhubung satu sama lain. Dalam dunia bisnis, crowdsourcing adalah alternatif bagi pelaku usaha baru (startup) untuk memperoleh sumber pendanaan saat memulai usahanya. Developer: Istilah ini dalam dunia internet merujuk pada pihak yang membuat perangkat lunak atau aplikasi. Digital native: Generasi yang saat lahir dan menangis pertama kali di muka bumi, internet sudah digunakan secara luas. Mereka juga biasa disebut sebagai generasi millennium. Eligible vote: Usia boleh memilih. Di Indonesia, mereka adalah orang berumur 17 tahun ke atas atau telah menikah. Endpoint: Paket-paket informasi spesiik tapi lengkap tentang suatu topik, yang disediakan sebuah API. Misalnya, endpoint tentang caleg yang berisi sebagian besar informasi tentang caleg mulai tempat dan tanggal lahir, pendidikan, pekerjaan, karier politik, foto, dan lain sebagainya. 254 E-voting: Pemberian suara secara elektronik. Artinya, pemberian suara itu tidak lagi menggunakan surat suara, tapi dengan menyentuh layar mesin e-voting atau memencet tombol tertentu. Exit poll: Survei untuk mengetahui pilihan pemilih yang baru keluar dari tempat pemungutan suara (TPS), berikut alasan-alasannya. Karena merupakan survei, exit poll menggunakan metode sampling TPS. First Past The Post (FPTP): Sistem pemilu dari keluarga sistem mayoritas/pluralitas, namun merupakan varian paling sederhana, karena hanya satu calon yang dipilih dari setiap distrik pemilihan (distrik berwakil tunggal). Sistem FPTP ini di Indonesia kerap disebut dengan istilah sistem distrik. Gadget: Secara bahasa berarti perangkat, seperti halnya istilah gawai yang merupakan padanannya dalam bahasa Indonesia. Meski demikian, gadget atau gawai telah saat ini lebih kerap digunakan untuk menyebut perangkat (device) mobile seperti komputer tablet dan telepon pintar (smartphone). Hackathon (Hacker Marathon): Kompetisi membuat software, aplikasi, atau game. Penggunaan kata hack atau hacker untuk kompetisi jenis ini, lebih untuk menonjolkan cita rasa eksplorasi. Sedangkan, pengertian marathon juga tidak lagi berkonotasi jarak, tapi waktu. Yaitu, sebuah lomba yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, seperti 15 jam, 24 jam, atau 48 jam. Istilah lain yang digunakan dalam kompetisi serupa adalah hackfest, hack day, atau code fest. 255 API PEMILU iOS (iPhone Operating System): Sistem operasi perangkat lunak mobile yang dibuat oleh Apple, dan digunakan secara ekslusif untuk perangkat-perangkat buatan Apple seperti iPhone, iPad, dan iPod touch. Komputasi awan (cloud computing): Cloud atau awan merupakan metafora dari internet. Cloud computing merupakan teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat server untuk menyimpan dan mengelola data serta aplikasi pengguna. Location Based Service: Aplikasi-aplikasi layanan berbasis lokasi (location based service/LBS) yang mengawinkan peta yang dari berbagai API, seperti API Google MAP, dengan berbagai data terbuka, membuat layanan ini berguna dan populer. Selain untuk menemukan toilet, ada pula aplikasi untuk menemukan ATM terdekat, rumah sakit, menemukan arah (navigasi), tracking, dan lain-lain. Low end: Dalam dunia pemasaran gadget, istilah ini merujuk pada smartphone berharga terjangkau, dengan kisaran Rp 1-3 juta. Machine readable format: Format data yang bisa dibaca mesin (komputer), biasanya dalam format CSV dan txt. Biasa juga disebut sebagai data digital. Mashup: sebuah halaman web atau aplikasi web, yang menggunakan konten dari lebih dari satu sumber untuk mengkreasi layanan baru. Metode Kuota Hare/Sisa Suara Terbanyak (Hare quota/largest remainder): Salah satu metode 256 penghitungan suara populer untuk menghitung perolehan kursi partai politik dan calon terpilih, yang umumnya terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, kursi diberikan berdasarkan kuota penuh atau seratus persen bilangan pembagi pemilih (BPP). Tahap kedua, kursi diberikan kepada pemilik sisa suara terbesar pertama, kedua, dan seterusnya, sampai kursi terbagi habis. Metode Divisor/Webster: Salah satu metode penghitungan suara populer untuk menghitung perolehan kursi partai dan/atau calon terpilih, yang pernah diusulkan untuk diterapkan di Indonesia lewat revisi UU Pemilu. Penghitungannya hanya satu tahap, tanpa sisa suara. Kursi dibagikan berdasarkan bilangan pembagi tetap (BPT). Dalam metode Webster, BPT-nya adalah bilangan ganjil 1, 3, 5, 7, dan seterusnya. Open Data: Data yang bebas digunakan, digunakan ulang, dan didistribusikan kembali oleh siapapun namun pada umumnya tunduk pada ketentuan lisensi atribusi. Open Government Data: Secara bahasa berarti keterbukaan data pemerintah. Open government data diawali oleh sebuah gerakan agar pemerintah membuka data-datanya kepada publik --sehingga data itu bisa bebas digunakan, digunakan ulang, dan didistribusikan kembali oleh siapapun-- karena secara hukum kebanyakan data pemerintah adalah data publik. Open Government Partnership (OGP): inisiatif multilateral baru yang bertujuan mengamankan komitmen negara-negara di dunia untuk mempromosikan transparansi, meningkatkan 257 API PEMILU partisipasi publik, melawan korupsi, dan meningkatkan penggunaan teknologi baru untuk membuat pemerintah lebih terbuka, efektif dan terjaga akuntabilitasnya Open Source: Gerakan yang dicetuskan Tim O’Reilly, dengan tujuan untuk membuat perangkat lunak bisa diakses secara bebas, tanpa kendala seperti hak cipta. Gerakan ini kerap menggunakan idiom copyleft sebagai lawan kata copyright Party Id: .Identiikasi diri pemilih terhadap partai politik. REST (Representational State Transfer): sebuah style atau prinsip dalam arsitektur world wide web yang pertama kali diperkenalkan oleh Roy Thomas Fielding. REST kini populer dalam membangun layanan web (web service), karena REST lebih sederhana, mudah dipelajari, dan tak bergantung pada tools. Itu karena ilosoi REST bahwa prinsip dan protokol yang sudah ada di web telah cukup untuk membuat web service yang kuat (robust). Selain itu, secara desain dan ilosois, REST lebih dekat dengan web, ketimbang pendahulunya: SOAP (Simple Object Access Protocol) dan WSDL (Web Services Description Language), protokol berbasis XML (Extensible Markup Language). Proprietary: Format data yang terkunci/tertutup, atau tidak bebas digunakan. Lawan katanya adalah nonproprietary atau data yang bisa dibaca mesin dan aksesnya tidak memerlukan aplikasi khusus. Smart Election: Ini meminjam istilah smart city, yaitu konsep pengelolaan sebuah kota yang bertumpu pada 258 pemanfaatan teknologi digital alias teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk memecahkan masalahmasalah kota. Misalnya, untuk pelayanan publik, transportasi dan manajemen lalulintas, kesehatan, air dan limbah, dan lain-lain, sehingga kualitas pelayanan meningkat, menekan biaya dan konsumsi sumber daya, serta melibatkan partisipasi warga kota secara aktif dan efektif. Smart Election adalah penerapan teknologi dalam pengelolaan pemilu pun merupakan sesuatu yang juga diharapkan memecahkan masalah-masalah pemilu, seperti membuat masyarakat mudah mengenal caleg yang jumlahnya sangat banyak. Startup: Secara bahasa berarti perusahaan rintisan atau pelaku usaha baru, namun saat ini lebih banyak digunakan dalam perusahaan rintisan atau pelaku usaha baru di bidang teknologi informasi. Web Service: Istilah ini di-Indonesiakan menjadi layanan web. Web service atau webservice adalah software yang didesain untuk berinteraksi langsung dengan komputer, software, atau aplikasi lain dalam sebuah jaringan, termasuk dengan yang berbeda sistem operasi dan konsep. Web service dibuat untuk bekerja pada semua tipe client aplikasi/perangkat (device). Web Site: Istilah yang di-Indonesiakan menjadi situs web ini kerap ditulis website atau bahkan site (situs) saja. Situs web adalah seperangkat halaman web yang disediakan oleh sebuah domain web tunggal dan biasanya ditempatkan setidaknya pada sebuah server web, yang bisa diakses melalui internet atau LAN 259 API PEMILU melalui alamat internet yang dikenal sebagai URL (uniform resource locator). Berbeda dengan web service, situs web dibuat untuk berinteraksi dengan pengguna langsung (direct user interaction) yang terbatas dan pasif saja dalam melihat konten. Gabungan semua situs di internet yang bisa diakses publik disebut sebagai world wide web (www). 260 DAFTAR PUSTAKA 3Scale,”API Predictions 2015.” AP.org, “How AP Calls Election Winners.” Apievangelist, “History of APIs.” AppBrain, “Number of Android Applications.” APJII dan Puskakom UI. Proil Pengguna Internet Indonesia 2014. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2015. Balitbang SDM Kemkominfo. Buku Saku Data dan Tren TIK 2014. Jakarta, 2015. Creative Common, “About The Lincence” Dietrich, Daniel., et. al. Open Data Handbook. Open Knowledge Foundation, 2012. Elcom. Hebatnya Google Maps dan Pintarnya Google Street. Jakarta: Andi Publisher, 2010. eMarketer, “Internet to Hit 3 Billion Users in 2015.” GfK, “Tech devices in 2015: emerging markets dominate growth, increasing by 10 billion USD.” GovTrack, “Who’s using our data and API?” Guardian, “Hack the vote: how open data is giving elections back to the voters.” Husein, Harun. Pemilu Indonesia; Fakta, Angka, Analisis, dan Studi Banding. Jakarta: Perludem, 2014. InfoWorld, “The API is everything for cloud computing.” 261 API PEMILU Indikator Politik Indonesia dan Metro TV. Hasil Exit Poll Pemilu 2014. Jakarta, 2014. IFES Indonesia. Laporan Survei Nasional Pemilu 2014 di Indonesia. Jakarta, 2014. Jason Hare, “Open Data Portals Should be API. Jonathan Tomer, “Civic Information API: Now Connecting US Users With Their Representatives.” Kompas, “Bikin Bangga, Semangat Kolaborasi Teknologi untuk Pilpres 2014”. Konkani NLP Team, Goa University, “API-Application Programming Interface”. Madjowa, Verrianto., Diah Setiawaty, Yuandra Ismiraldi, & Ramda Yanurzha. Modul Open Data Pemilu. Jakarta: Perludem, 2015. Meg Cater, “A Brief History of API-Based Web Applications.” Merdeka.com, “Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat.” NDI, “NDI Launches Global Initiative Highlighting the Potential of Open Election Data.” NDI, “Open Election Principles.” Networkworld, “How Open Data and APIs Fuel Innovation.” NordicAPI, “How API Are Driving Smart Cities diunggah di laman Nordic APIs.” NPR, “How Kenya’s High-Tech Voting Nearly Lost The Election.” OpenGovData, “The 8 Principles of the Open Government Data.” Opennews,”The New York Times’ Election Result Loader.” 262 ParisTechReview, “A Brief History of Open Data,” ProgrammableWeb, “How Smart Cities Are Promoting API Usage.” Rumah Pemilu, “DPR Ingin Adopsi Aplikasi DPR Kita dan DPR Segera Proses Integrasi Aktivitas dengan Aplikasi DPR Kita.” Setiawaty, Diah., et. al. Modul Pembelajaran IT Dalam Pemilu. Jakarta: Perludem, 2015. Smartbear, “A brief history of API-Based web applications.” Statistics,”Number of Apps Available in Leading App Stores as of July 2014.” -Tauberer, Joshua. Open Government Data; The Book. OpenGovData, 2nd Edition, 2014. Telegraph, “Emerging markets will lead smartphone growth next year.” The Pennsylvania Gazette, “Civic Hacker.” Undang-Undang Nomor 8/2012 tentang Pemilu Legislatif. Undang-Undang Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. Undang-Undang Nomor Nomor Keterbukaan Informasi Publik. 14/2008 tentang Undang-Undang Nomor 12/2003 tentang Pemilu Legislatif. Undang-Undang Nomor 31/2002 tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor No 2/2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang Nomor 2/2011 tentang Partai Politik. WeAreSocial, “Digital, Social, & Mobile 2015” Wikipedia, “Android” 263 API PEMILU Wikipedia, “Application Programming Interface” Wikipedia, “App Store” Wikipedia, “Cloud Computing.” Wikipedia, “Copyleft.” Wikipedia,”Cloud Storage.” Wikipedia, “Gadget” Wikipedia, “Google Play” Wikipedia, “Hackathon”. Wikipedia, “iPad” Wikipedia, “iPhone.” Wikipedia, “iOS” Wikipedia, “List of Mobile Software Distribution Platforms.” Wikipedia, “Open Data.” Wikipedia, “Open Source.” Wikipedia, “Roy Fielding” Wikipedia, “Steve Jobs” Wikipedia, “Smart City” Wikipedia, “Web 2.0” Wikipedia, “Web API” Wikipedia,”Web Service” 264 PROFIL PENULIS HARUN Husein adalah jurnalis senior Republika yang menekuni isu demokrasi, pemilu, dan partai politik. Bergabung dengan Republika pada 1999, menjadi koresponden di Ambon. Pertengahan tahun 2000, dipindahkan ke Bandung, selanjutnya menjadi reporter desk politik medio 2001. Selama menjadi wartawan politik yang ngepos di gedung DPR/MPR, mengikuti secara intens proses amandemen UUD 1945, yang berlanjut dengan pembahasan paket UU Politik yang bernapaskan konstitusi baru tersebut. Selanjutnya, mengikuti dari dekat proses penyelenggaraan Pemilu 2004, saat ditugaskan meliputi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2003. Sejak 2005 hingga 2010, antara lain menjadi redaktur politik, opini, laporan utama, serta redaktur halaman satu (headline). Menjelang 2011, bergabung dengan tim senior Republika, menggarap lebih serius masalah demokrasi, pemilu, dan kepartaian di rubrik Teraju. Salah satu pengalaman dalam dunia kepemiluan, antara lain menjadi salah satu anggota tim ahli yang membantu Panitia Seleksi Anggota KPU/Bawaslu 2012-2017. Adapun buku yang pernah ditulis berjudul Pemilu Indonesia: Fakta, Angka, Analisis, dan Studi Banding. 265