BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Pengertian Entrepreneurship
Kata entrepreneur berasal dari bahasa Prancis, entreprendre, yang sudah
dikenal sejak abad ke-17, yang berarti berusaha. Dalam hal bisnis, maksudnya
adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi
entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir dan menanggung risiko
sebuah bisnis atau usaha.
Menurut Thomas W. Zimmerer (2008) entrepreneurship (kewirausahaan)
adalah penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan
dan upaya memanfaatkan peluang-peluang yang dihadapi orang setiap hari.
Menurut Andrew J. Dubrin (2008) entrepreneur adalah seseorang yang
mendirikan dan menjalankan sebuah usaha yang inovatif.
Istilah entrepreneurship (kewirausahaan) pada dasarnya merupakan suatu
disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan perilaku
seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan
berbagai risiko yang mungkin dihadapinya. Entrepreneurship adalah segala shal
yang berkaitan dengan sikap, tindakan dan proses yang dilakukan oleh para
entrepreneur dalam merintis, menjalankan dan mengembangkan usaha mereka.
Entrepreneurship merupakan gabungan dari kreativitas, inovasi dan
keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk
membentuk dan memelihara usaha baru. Dari pandangan para ahli dapat
5
6
disimpulkan bahwa entrepreneurship adalah kemampuan dalam berfikir kreatif
dan berperilaku inovatif yang dijadikan sebagai dasar, sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
2.2. Sejarah Entrepreneurship
Entrepreneurship secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh
Richard Castillon pada tahun 1755. Di luar negeri, istilah entrepreneurship sendiri
telah dikenal sejak abad ke-17, sedangkan di Indonesia istilah entrepreneurship
baru dikenal pada akhir abad ke-20. Beberapa istilah entrepreneurship seperti di
Belanda dikenal dengan ondernemer, dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah
entreprendre, dalam bahasa jerman entrepreneur disebut dengan unternehmer,
turunan dari kata unternehmen yang diartikan menjalankan, melakukan dan
berusaha.
Pendidikan entrepreneurship mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa
negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada. Bahkan sejak 1970-an banyak
universitas yang mengajarkan entrepreneurship atau manajemen usaha kecil. Pada
tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan
entrepreneurship.
DI Indonesia, entrepreneurship dipelajari baru terbatas pada beberapa
sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan
tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman entrepreneurship baik
melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan
masyarakat entrepreneurship menjadi berkembang.
7
2.3. Tahap-tahap Entrepreneurship
Ada tahap-tahap yang dilakukan oleh seorang entrepreneur dalam
menjalankan
usahanya.
Secara
umum
tahap-tahap
dalam
melakukan
entrepreneurship:
a. Tahap memulai
Tahap di mana seseorang yang berniat untuk melakukan usaha
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat
tantangan atau peluang usaha baru dan dilanjutkan dengan kemungkinan dan
adanya keinginan untuk membuka usaha baru. Tahap ini juga memilih jenis
usaha yang akan dilakukan apakah di bidang pertanian, industri, atau jasa atau
usaha yang lain.
b. Tahap melaksanakan usaha
Dalam tahap ini seorang entrepreneur mengelola berbagai aspek yang
terkait dengan usahanya, mencakup aspek-aspek: menjalankan bentuk usaha,
pembiayaan, SDM, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan yang meliputi
bagaimana mengambil risiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan
melakukan evaluasi.
c. Tahap mempertahankan usaha
Tahap di mana entrepreneur berdasarkan hasil yang telah dicapai
melakukan analisis untuk mengatasi sagala masalah dan hambatan dalam
menjalankan usahanya. Entrepreneur yang berhasil adalah yang mampu
8
mempertahankan usahanya dari segala hambatan, tantangan, dan masalah
yang ada sehingga usahanya dapat berjalan dengan lancar.
d. Tahap mengembangkan usaha
Tahap ini adalah di mana entrepreneur berdasarkan hasil yang telah
dicapai melakukan analisis perkembangan dan inovasi untuk ditindaklanjuti
sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Dalam perkembangannya bisa dengan
memperbanyak relasi, memperbarui metode dan sistem, memperbarui produk
yang dihasilkan, memperbesar dan memperluas usaha, menambah kualitas,
menambah pelayanan, menambah tenaga kerja. Dalam tahap ini entrepreneur
melakukan kontribusi ekonomi dalam jangka panjang terhadap manusia, alam
dan lingkungan. Dari manfaat pengembangan usaha ini dapat diperoleh secara
jelas, kontribusi untuk masalah lapangan kerja, yaitu akan ada penambahan
tenaga kerja.
Proses entrepreneurship diawali dengan suatu aksioma, yaitu adanya
tantangan. Dari tantangan tersebut timbul gagasan, kemauan dan dorongan untuk
berinisiatif, yang tidak lain adalah berfikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga
tantangan tadi teratasi dan terpecahkan. Semua tantangan pasti memiliki risiko,
yaitu kemungkinan berhasil atau tidak berhasil. Oleh sebab itu entrepreneur
adalah seorang yang berani menghadapi risiko dan menyukai tantangan (Suryana,
2006)
9
2.4. Pentingnya Entrepreneurship
Ciputra
mengemukakan
lima
alasan
penting
mengapa
perlu
mempromosikan entrepreneurship untuk negara berkembang seperti Indonesia
(Nugroho,2009).
a. Budaya “pegawai” atau “pekerja”
Ciputra (2009) mengemukakan fakta bahwa kebanyakan generasi muda
Indonesia tidak dibesarkan dalam budaya entrepreneur, melainkan dalam
budaya “pegawai” atau “pekerja” dan ambtenaar atau “pegawai negeri”.
Mereka lahir dari kalangan pegawai negeri, petani, nelayan, buruh, hingga
pekerja serabutan. Entrepreneurship tidak ada dalam pendidikan keluarga,
tidak mengherankan jika setelah dewasa mereka memiliki pola piker “mencari
kerja” dan tidak dalam pola piker “menciptakan kerja”.
b. Entrepreneurship tidak eksis di pendidikan formal
Jika pendidikan entrepreneurship tidak eksis dalam pendidikan keluarga,
demikian
juga
dalam
pendidikan
formal.
Inspirasi
dan
latihan
entrepreneurship tidak tercermin atau tidak kita lihat dalam materi ajar
kebanyakan sekolah, sebagian besar pendidikan entrepreneurship diberikan di
Balai Latihan Kerja atau vocational education dan program-program
kemitraan dari pelaku usaha besar.
c. Terlalu banyak pencari kerja
Ciputra (2009) menegaskan bahwa sudah waktunya untuk menyampaikan
fakta kepada generasi muda sejak bangku sekolah dasar bahwa saat ini kita
10
terlalu banyak memiliki pencari kerja dan sebaliknya memiliki terlalu sedikit
pencipta kerja. Bahkan sekarang kita juga semakin banyak memiliki
penganggur terdidik. Sehingga dengan fakta ini kita dapat memberikan
keyakinan kepada generasi muda agar dapat memikirkan pilihan menjadi
entrepreneur secara matang dan mereka tahu bagaimana mempersiapkan diri
menjadi entrepreneur.
d. Mendidik kemampuan menciptakan pekerjaan
Ciputra (2009) mengemukakan apabila kita tidak dapat menyediakan
lapangan pekerjaan bagi generasi muda, kewajiban kita adalah mendidik dan
melatih generasi muda untuk memiliki kemampuan menciptakan lapangan
pekerjaan bagi diri mereka sendiri. Mengutip pendapat dari Caroline Jenner
dalam The Next Generation Survey, bahwa “We cannot give them jobs, but we
can ensure that they have the core skills and competences to create them”.
e. Penciptaan kesejahteraan masyarakat lebih luas
Pertumbuhan jumlah entrepreneur bukan hanya akan menolong generasi
muda,
melainkan
secara
keseluruhan
akan
mendorong
penciptaan
kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Kemiskinan yang semakin berat di Indonesia dapat dipahami karena
melihat kondisi tingkat pengangguran. Pada tahun 2004 pengangguran mencapai
10,14% dari populasi atau sekitar 10,25 juta jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS)
menyatakan tingkat pengangguran
di Indonesia pada bulan Februari 2009
11
mencapai 9,26 juta atau 8,14% dari total angkatan kerja. Pada tahun 2007 di
Stadion Senayan Jakarta lebih dari 10.000 srjana di Indonesia bersaing untuk
merebutkan 500 pekerjaan (Nugroho,2009).
Selain tidak adanya kesesuaian antara yang dibutuhkan pasar kerja dan
kualifikasi kompetensi calon tenaga kerja, besarnya pengangguran juga terjadi
karena jumlah pencari kerja jauh lebih besar dari kesempatan kerja yang ada. Bila
satu orang lulusan perguruan tinggi menjadi entrepreneur, maka kemungkinan ia
akan mencari temannya sebagai partner dan mungkin salah satu temannya akan
diajak menjadi karyawan (bekerja kepadanya). Jika jumlah lulusan itu menjadi
entrepreneur adalah 10%, maka yang akan bergabung dengannya bisa mencapai
20% (satu partner dan satu karyawan), dengan demikian jumlah pencari kerja
angkatan tahun tersebut akan berkurang 30%. Ketika lulusan perguruan tinggi
kesulitan mencari pekerjaan,
entrepreneurship bisa menjadi langkah untuk
mencari nafkah dan bertahan hidup (Hendro,2011)
Fungsi dan peran entrepreneur dapat dilihat melalui dua pendekatan yaitu
secara mikro dan makro. Secara mikro entrepreneur memiliki dua peran, yaitu
penemu (innovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu entrepreneur
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, seperti produk, teknologi, cara,
ide, organisasi dan sebagainya.
Sebagai perencana entrepreneur berperan
merancang tindakan dan usaha baru, merencanakan strategi usaha yang baru,
merencanakan ide-ide dan peluang dalam meraih sukses, menciptakan organisasi
perusahaan yang baru dan lain-lain. Secara makro peran entrepreneur adalah
menciptakan kemakmuran, pemerataan kekayaan dan kesempatan kerja yang
12
berfungsi sebagai mesin pertumbuhan perekonomian suatu Negara. (Suryana,
2006)
2.5. Manfaat Entrepreneurship
Menurut Zimmerer T. & Scarborough N, manfaat dari entrepreneurship,
antara lain:
a. Peluang mengendalikan nasib sendiri
Memiliki atau memimpin perusahaan memiliki kebebasan dan peluang
bagi entrepreneur untuk mencapai tujuan penting baginya. Entrepreneur ingin
mencoba menenangkan hidup mereka dan mereka menggunakan bisnis
mereka untuk mewujudkan keinginan itu.
b. Peluang melakukan perubahan
Semakin banyak entrepreneur yang memulai bisnis karena mereka melihat
peluang untuk melakukan perubahan yang menurut mereka penting.
Entrepreneur mempunyai cara untuk mengungkapkan wujud kepedulian
terhadap masalah-masalah sosial dan mempunyai keinginan untuk menjalani
kehidupan yang lebih baik.
c. Peluang untuk mencapai potensi sepenuhnya
Bagi
entrepreneur
tidak
banyak
perbedaan
antara
bekerja
dan
bermain,keduanya sama saja. Mereka mengetahui bahwa batasan terhadap
keberhasilan mereka adalah segala hal yang ditentukan olehkreatifitas,
antusias dan visi mereka sendiri.
13
d. Peluang untuk meraih keuntungan tanpa batas
Walaupun uang bukan daya dorong utama bagi entrepreneur, keuntungan
dari bisnis merupakan factor motivasi yang penting untuk mendirikan
perusahaan. Menurut penelitian dari Thomas Stanley dan William Danko,
kebanyakan dari entrepreneur mencapai dua pertiga dari jutawan Amerika,
sehingga entrepreneur adalah termasuk orang yang makmur.
e. Peluang berperan dalam masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha
Pemilik bisnis menyukai kepercayaan dan pengakuan yang diterima dari
pelanggan yang telah dilayani dengan setia. Peran penting yang dimainkan
dalam lingkungan setempat serta kesadaran bahwa kerja memiliki dampak
nyata dalam melancrkan fungsi ekonomi merupakan sebuah imbalan.
f. Peluang melakukan sesuatu yang disukai dan bersenang-senang dalam
mengerjakannya.
Kebanyakan entrepreneur yang berhasil memilih dalam bisnis tertentu,
sebab mereka tertarik dan menyukai pekerjaan tersebut. Mereka membuat
kegemaran mereka menjadi pekerjaan mereka dan mereka senang bahwa
mereka melakukannya.
Ada begitu banyak tujuan entrepreneurship yang bisa dimanfaatkan oleh
para lulusan perguruan tinggi dalam mewujudkan impiannya. Entrepreneurship
bukan ilmu ajaib yang mendatangkan uang dalam waktu sekejap. Namun tak bisa
disangkal bahwa entrepreneurship
memiliki peran yang sangat vital bagi
kemajuan insan, daerah, dan bangsa kita. (Hendro, 2011)
14
Beberapa tujuan entrepreneurship untuk mahasiswa dalam dunia
pendidikan yaitu :
a. Pendidikan saja tidak cukup menjadi bekal untuk masa depan.
b. Entrepreneurship bisa diterapkan disemua bidang pekerjaan dan kehidupan.
Dengan demikian entrepreneurship sangat berguna bagi bekal masa depan
mahasiswa bila ingin berkarir di bidang apapun.
c. Ketika lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan atau terkena
PHK (Penutusan Hubungan Kerja), entrepreneurship bisa menjadi langkah
untuk mencari nafkah dan bertahan hidup.
d. Agar sukses di dunia kerja atau usaha, tidak cukup orang hanya pandai bicara.
Yang dibutuhkan adalah bukti nyata atau realitas. Oleh karena itu
entrepreneurship adalah ilmu nyata yang bisa mewujudkannya.
e. Memajukan perekonomian Indonesia dan menjadi lokomotif peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
f. Meningkatkan pendapatan keluarga dan daerah yang akan berujung pada
kemajuan ekonomi bangsa.
g. Membudayakan sikap unggul, perilaku positif dan kreatif.
h. Menjadi bekal ilmu untuk mencari nafkah, bertahan hidup dan berkembang.
Dari survei tentang sumber kekayaan orang-orang didunia, dapat disimpulkan
dari mana mereka bisa menjadi kaya. Berdasarkan hasil survei itu disimpulkan
kekayaan itu diperoleh karena mayoritas (80%) menjadi entrepreneur, sebagian
kecil menjadi top eksekutif dan hanya sedikit yang berasal dari warisan atau hibah
dari orang tua dan leluhurnya. (Hendro, 2011)
15
2.6. Siapa saja yang dianggap sebagai Entrepreneur
Menurut Prof. Dr. J. Winardi, SE, ada sejumlah karakteristik tipikal
entrepreneur yang antara lain mencakup :
a. Lokus Pengendalian internal
Para entrepreneur beranggapan bahwa mereka berkemampuan untuk
mengendalikan nasib mereka sendiri, mereka mampu mengarahkan diri
mereka dan mereka menyukai otonomi.
b. Tingkat energi tinggi
Para entrepreneur merupakan manusia yang presisten yang bersedia
bekerja keras dan mereka bersedia untuk berupaya ekstra untuk meraih
keberhasilan.
c. Kebutuhan tinggi akan prestasi
Para entrepreneur termotivasi untuk bertindak secara individual untuk
melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan yang menantang..
d. Toleransi terhadap ambiguitas
Para entrepreneur merupakan manusia yang bersedia menerima risiko,
mereka mentoleransi situasi-situasi yang menunjukkan tingkat ketidakpastian
tinggi.
e. Kepercayaan tinggi
Para entrepreneur merasa diri mereka kompeten dan mereka yakin akan
diri mereka sendiri dan mereka bersedia untuk mengambil keputusankeputusan.
16
f. Berorientasi pada action
Para entrepreneur berupaya agar mereka bertindak mendahului munculnya
masalah-masalah, mereka ingin menyelesaikan tugas-tugas mereka secepat
mungkin dan mereka tidak bersedia menghamburkan waktu berharga.
Menurut
Zimmerer,
seorang
entrepreneur
adalah
seorang
yang
menciptakan sebuah bisnis, dengan menghadapi risikodan ketidakpastian dan
bertujuan untuk mencapai laba serta pertumbuhan melalui pengidentifikasian
peluang-peluang melalui kombinasi sumber daya yang diperlukan untuk
mendapatkan manfaatnya.
Entrepreneur melihat potensi yang dilihat kebanyakan orang sebagai
masalah atau bahkan yang tidak terpikirkan sama sekali oleh kebanyakan orang,
karakteristik yang menjadikan mereka lebih tertarik mencari dan memanfaatkan
peluang (Zimmerer T. & Scarborough N, 2008).
2.7. Perguruan tinggi berbasis entrepreneurship
Baru-baru ini perguruan tinggi di Singapura, Malaysia, Australia, Amerika
dan Inggris memiliki kecenderungan yang cukup signifikan untuk menuju era
baru,
yaitu
menjadikan
entrepreneurship
sebagai
mata
kuliah
wajib
(Hendro,2011).
Tingkat pengangguran didunia dan di Indonesia sangat tinggi. Hal ini
mengakibatkan lulusan perguruan tinggi merasa sulit mencari kerja, sehingga ini
menarik perhatian para pengelola perguruan tinggi
negeri dan swasta di
17
Indonesia. Pertumbuhan semangat entrepreneurship di Indonesia masih cukup
kecil, oleh sebab itu bila perguruan-perguruan tinggi di Indonesia ingin maju, mau
tidak mau perguruan-perguruan tinggi tersebut harus mengubah visinya menjadi
antisipasif. Artinya perguruan-perguruan tinggi tersebut tidak sekedar mengantar
para lulusannya mendapat nilai yang tinggi disetiap bidang studi melainkan harus
lebih daripada itu.
Perguruan-perguruan tinggi mulai mencetak para lulusan yang tidak
sekedar menjadi pencari kerja, tetapi mencetak para entrepreneur muda yang
berbekal skill, knowledge, concept dan strategy yang baik untuk membuat mereka
sukses dikemudian hari. Di dalam Undang-undang Badan Hukum Pendidikan
disebutkan universitas harus mendorong kewirausahaan. Hal ini didukung oleh
pemerintah, karena pemerintah ingin menciptakan UKM-UKM muda. Dengan
demikian iklim investasi menjadi kondusif dan tingkat pengangguran yang besar
akan semakin berkurang. Andil perguruan tinggi memampukan para lulusannya
menciptakan lapangan pekerjaan baru patut diperhatikan.
Seorang entrepreneur bisa berasal dari latar belakang pendidikan yang
berbeda dari produk/pekerjaan yang dihasilkannya. Tetapi bila dihadapkan dalam
masalah yang sama, seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang
sama dengan apa yang dikerjakan dan dihasilkan akan mampu mengambil
keputusan yang lebih baik, berdasarkan apa yang dia pelajari dibandingkan
dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Pengambilan keputusan bisa
lebih baik, karena didukung oleh ilmu dan pengetahuan akan pekerjaan yang
18
telah dipelajari dan literatur yang telah dibaca, sehingga akan menciptakan
pemahaman lebih baik akan pekerjaan atau produk yang dihasilkan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam bidang konstruksi, entrepreneur yang
berasal dari latar belakang pendidikan konstruksi atau lulusan dari teknik sipil
akan mempunyai pemahaman lebih baik, pengamatan yang lebih baik, mampu
menganalisa
peluang-peluang
dan
mempertimbangkan
risiko-risiko
dan
menanggulangi hambatan dan masalah lebih baik dari entrepreneur yang berasal
dari latar belakang pendidikan yang berbeda.
2.8. Sejumlah kendala dan masalah yang dihadapi para entrepreneur
Karl Vesper, dalam riset yang dilaksanakannya telah mempelajari aneka
macam kendala dan masalah yang akandihadapi pada umumnya oleh para
entrepreneur. Menurut Vesper, alasan yang paling bersifat umum adalah mereka
tidak memiliki sebuah konsep yang bertahan. Alasan umum lainnya adalah bahwa
mereka kekurangan pengetahuan tentang pasar. Adakalanya sulit untuk menarik
orang-orang yang memiliki informasi terbaik tentang pasar, dimana mereka terikat
atau mereka sendiri sudah mapan dan mereka tidak memerlukan pekerjaan
penting lainnya. Bahkan kadang-kadang terlihat pula adanya kekurangan
keterampilan yang menjadi kendala bagi pelaksanaan entrepreneurship secara
berhasil.
Perlu dikemukakan masalah lainnya yakni masalah mencapai modal yang
diperlukan, sewaktu perusahaan mulai didirikan. Begitu pula sewaktu perusahaan
mulai berjalan, sejumlah entrepreneur mengalami kegagalan, karena mereka
19
kurang memiliki pengetahuan bisnis. Disamping itu orang-orang tertentu mungkin
enggan memasuki bidang pekerjaan atau bidang usaha tertentu karena mungkin
bidang usaha tersebut menimbulkan apa yang dinamakan orang stigma sosial.
Adapula calon entrepreneur lain yang tidak dapat memasuki bidang pekerjaan
atau usaha tertentu karena adanya unsur-unsur monopoli sebagai kendala.
Masalah dan kendala akan selalu ada dalam entrepreneurship, sehingga
entrepreneur diharapkan mampu merencanakan dengan baik dan mampu
mengantisipasi adanya masalah dan kendala sehingga usahanya tetap berjalan.
Banyak usaha yang berhenti dan tutup dalam waktu beberapa tahun, sehingga
usaha atau perusahaan yang lebih dari lima tahun rata-rata mampu menangani
semua masalah yang ada, mampu menyelesaikan pekerjaan walaupun ada kendala
dan mampu menyesuaikan diri akan perubahan yang ada.
Masalah-masalah muncul apabila kondisi nyata berbeda dibandingkan
dengan kondisi yang diharapkan. Pada umumnya kita dapat merumuskan sebagai
suatu penyimpangan antara kondisi yang dicita-citakan dan kondisi yang sedang
berlaku (Winardi J., 2004).
2.9. Faktor kegagalan dan keberhasilan entrepreneurship
Belum pernah terjadi bahwa ada seorang entrepreneur sukses yang belum
mengalami kegagalan. Biasanya entrepreneur yang cerdas selalu bangkit dari
setiap kegagalan yang dialaminya. Bila entrepreneur itu berhenti mencoba lagi
maka akan gagal dalam usaha (Hendro, 2011).
20
Kegagalan dan keberhasilan usaha seorang entrepreneur ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain :
a. Faktor pemasaran
Dalam konteks ini, pemasaran adalah lokomotif bagi gerbong-gerbong
lainnya seperti keuangan, personalia, produksi, distribusi, logistik, pembelian
dan lain-lain. Banyak usaha yang gagal karena lupa bahwa lokomotifnya
belum berjalan dengan baik.
b. Faktor manusia (SDM)
Membutuhkan SDM yang matang dan handal dalam perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan,
mengembangkan
usaha
dan
mempunyai
kepemimpinan yang baik.
c. Faktor keuangan
Jangan pernah berpikir bahwa bisnis tanpa keuangan (arus kas) yang
lancar itu bisa berhasil. Arus kas itu bagaikan aliran darah dalam tubuh kita.
Bila arus kas tidak mengalir, maka bisnis pasti berhenti dan mati. Risiko
keuangan harus bisa dikendalikan dengan baik, sehingga ada perhitungan dan
perencanaannya.
d. Faktor organisasi
Ibarat sebuah pohon yang memiliki batang yang kokoh dan kuat,
organisasi usaha itu harus terstruktur dengan baik. Organisasi usaha juga tidak
statis tapi dinamis, kreatif dan berwawasan kedepan.
21
e. Faktor perencanaan
Anda harus memahami bahwa bekerja tanpa rencana berarti berjalan
tanpa tujuan yang jelas. Jadi sudah pasti rencana adalah faktor penting dalam
sebuah usaha.
f. Faktor lokasi/pasar
Faktor ini berpengaruh banyak karena usaha juga berhubungan dengan
peraturan daerah, legalitas dan perizinan, situasi ekonomi dan politik,
perkembangan budaya lokal yang harus diikuti, lingkungan sosial yang
berbeda disetiap daerah dan faktor-faktor didaerah tersebut.
g. Faktor kreatifitas
Dalam sebuah usaha, kreatifitas sangat dibutuhkan, karena pekerjaan
selalu mengalami perubahan, terdapat masalah yang kompleks, kemajuan
informasi dan teknologi yang selalu berkembang yang menuntut selalu adanya
kreatifitas.
h. Faktor lapangan
Faktor lapangan akan sangat menentukan, dimana pekerjaan di lapangan
selalu kompleks, banyak terjadi hal yang selalu berubah dan masalah yang
timbul bisa berbeda dan bisa pula tak terduga, maka diperlukan koordinasi
yang baik dan strategi yang baik untuk melaksanakannya.
Faktor kegagalan dan keberhasilan usaha bukan hanya dilihat dari
seberapa keras ia bekerja, tetapi seberapa cerdas ia melakukan dan merencanakan
strateginya serta mewujudkannya. Entrepreneur yang cerdas akan selalu bangkit
22
dari setiap kegagalan yang dialaminya. Apabila entrepreneur itu berhenti
mencoba lagi, entrepreneur itu gagal dalam usaha. Oleh sebab itu kegagalan
usaha akan muncul karena berbagai hal. Banyak peluang keberhasilan tetapi
belum tentu tepat, karena peluang keberhasilan yang tepat itu mengandung
keselarasan, keserasian dan keharmonisan. Konsep dan strategi menjalankan
usaha sangat tergantung pada bagaimana kita menyikapi dan menarik sisi positif
dari faktor-faktor keberhasilan sebuah usaha. (Hendro, 2011)