[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

8 BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena itu sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa orang selalu "bermigrasi" yang dalam arti luas yaitu berpindah dari satu pemukiman ke yang lain, dari desa ke desa, dan dari kota ke kota1, dan hal itu akan menjadi suatu kesalahan untuk mengasumsikan bahwa migrasi yang terjadi seperti sekarang ini adalah sama seperti di masa lalu. Perpindahan penduduk secara massal dimulai pada zaman prasejarah. Perubahan iklim yang terus menerus berubah telah mendorong manusia untuk bertahan hidup ke daerah lain yang menurut mereka aman untuk dijadikan tempat tinggal. Di wilayah baru tersebut, mereka berkolonialisasi dengan membangun tempat-tempat seperti perumahan, area perdagangan, lahan pertanian, dan lain-lain sehingga wilayah tersebut menjadi berkembang dan maju. Akibatnya, kebutuhan akan 1 http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-management-foundations/migrationhistory/migration-in-history diakses pada tanggal 3 januari 2010. 2 tenaga kerja manusia meningkat dan berdampak negatif dengan kemunculan perdagangan buruh lintas negara di abad ke-162. Perkembangan manusia yang begitu cepat dan pesat, menjadikan munculnya teknologi baru dalam dunia perindustrian yang kemudian disebut dengan revolusi industri. Mekanisme alat-alat produksi yang serba canggih dan otomatis menjadikan berubahnya pola kerja dari tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Hal inilah yang membuat banyaknya buruh yang diberhentikan dan berdampak sosial dalam kehidupan sehari-hari mereka. Inggris merupakan salah satu negara pertama yang merasakan dampak dari revolusi industri. Tercatat sekitar 17 juta orang3 meninggalkan Eropa untuk bermigrasi ke wilayah baru diantara tahun 1846 dan 1890. Faktor lainnya yang mendorong perpindahan penduduk secara massal yakni dikarenakan oleh pertikaian-pertikaian atau konflik yang terjadi dalam suatu negara atau antara negara satu dengan negara lainnya. Kecemasan, ketakutan, serta penderitaan akibat konflik membuat mereka berkeinginan untuk mencari perlindungan di negara-negara lain. Sebagai contoh, selama perang dunia I dan II berlangsung, berjuta-juta manusia terpaksa harus meninggalkan negaranya demi kelangsungan hidup mereka. Akibat perubahan pola hidup manusia yang terus menerus berkembang dari zaman ke zaman, ternyata faktor pendorong migrasi juga turut berubah. Diawali dengan faktor iklim yang kemudian berubah menjadi faktor ekonomi atau konflik 2 3 Ibid. Ibid. 3 bersenjata menyebabkan adanya perbedaan pengertian antara migran dan pengungsi. Migran atau dapat disebut sebagai pelaku migrasi adalah seseorang yang secara sukarela atau dengan alasan tertentu berpindah dari negara asalnya ke negara lain dengan maksud menetap di wilayah negara tersebut4. Definisi ini hanya mencakup pada perpindahan seseorang yang tidak memiliki dokumentasi yang sah seperti paspor, visa, izin kerja dan izin tinggal. Migran dibedakan menjadi 3 menurut latar belakang perpindahannya5 : a. Economic migrant Economic migrant adalah orang yang meninggalkan negaranya ke negara lain dengan maksud memperoleh kehidupan yang lebih baik. b. Irregular migrant Irregular migrant adalah orang yang mencari suaka di suatu negara tanpa sebab akibat yang jelas. c. Migrant worker Migrant worker adalah orang yang bekerja di suatu negara tertentu secara ilegal atau dapat disebut dengan buruh migrasi. Sedangkan yang dimaksud dengan pengungsi adalah orang yang memiliki kecemasan yang sungguh-sungguh berdasarkan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pandangan politik tertentu6. 4 http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-managementfoundation/terminology/migration-typologies diakses pada tanggal 25 Februari 2010. 5 http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-migration/migration-managementfoundations/terminology/commonly-used-migration-terms diakses pada tanggal 26 Februari 2010 6 Lihat hal. 16 tentang pengertian pengungsi. 4 Adanya pengungsi ataupun migran yang datang ke negara-negara yang dimasukinya menimbulkan dampak yang negatif. Dampak yang ditimbulkannya yaitu7 : 1. Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. 2. Imigran yang masuk adakalanya di antara mereka memiliki tujuan yang kurang baik seperti pengedaran narkoba, human trafficking, bertujuan politik, dan lain-lain. Atas dasar dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengungsi dan migran tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai badan yang bertugas untuk menjaga keamanan dunia dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia memberikan perhatian yang sangat besar atas permasalahan tersebut yaitu menjadikan permasalahan pengungsi sebagai salah satu agenda pertama dalam proses perancangan Piagam PBB untuk melakukan kerjasama internasional dalam memecahkan permasalahan internasional yang bernuansa ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan , dan untuk memajukan dan mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan untuk kebebasan dasar bagi semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama8. Sebagai upaya menangani masalah pengungsi yang meningkat drastis setelah perang dunia II meletus, tepatnya pada di akhir tahun 1946, Majelis Umum PBB mendirikan organisasi sementara dalam menanggulangi masalah pengungsi, yang disebut International Refugee Organization (IRO). Sejak Juli 1947 sampai 7 http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=188&fname=materi5.html diakses pada tanggal 2 februari 2010. 8 http://komnasham.go.id/portal/file/Lembar_fakta_20_HAM _dan_Pengungsi.pdf diakses pada tanggal 2 Februari 2010. 5 Januari 1951, IRO telah menampung lebih dari satu juta pengungsi, memulangkan 73.000 pengungsi ke negara asal, dan membuat rencana bagi 410.000 pengungsi lainnya untuk dipindahkan ke dalam negara sendiri. Para pengungsi tersebut berasal dari 30 negara yang sebagian besar berasal dari Eropa Timur. Dengan semakin bertambahnya jumlah pengungsi, membuat Majelis Umum PBB melihat bahwa upaya internasional sangat diperlukan yaitu membentuk badan khusus untuk menangani masalah pengungsi dan peraturan internasional yang mengatur khusus mengenai pengungsi. Sesuai resolusi 319A (IV), pada tanggal 3 Desember 1949, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB di Jenewa. Komisi Tinggi tersebut yaitu United Nation High Commisioner for Refugee (UNHCR) didirikan pada tahun 1950 dan baru menjalankan mandat pada tahun 1951 setelah IRO dibubarkan9. Dampak dari perang dunia II juga sangat dirasakan di kawasan Eropa. Selain masalah pengungsi, masalah mengenai para migran juga berkembang dengan sangat cepat di negara tersebut. Untuk itu, atas prakarsa Belgia dan Amerika Serikat dalam konferensi migrasi internasional, dibentuklah Provisional Intergovernmental Committee for the Movements of Migrants from Europe (PICMME) pada tahun 1951 yang tidak lama kemudian berubah nama menjadi Intergovernmental Committee for European Migration (ICEM)10. Dalam menjalankan tugasnya, ICEM tidak hanya mengurusi para migran saja, akan tetapi juga mengurusi masalah pengungsi dan orang-orang yang diusir dari negaranya. Hal ini dibuktikan pada tahun 1950-an, ICEM menangani sebanyak 406.000 9 http://www.unhcr.org/pages/49c3646cbc.html diakses pada tanggal 5 Februari 2010. http://www.iom.int/jahia/Jahia/about-iom/history/lang/en diakses pada tanggal 24 Februari 2010. 10 6 pengungsi, orang-orang yang terusir dari negaranya dan para migran yang kesulitan ekonomi dari Eropa ke negara lain11. Banyak kasus-kasus mengenai masalah pengungsi ataupun migran yang telah ditangani oleh ICEM, beberapa kasus tersebut yaitu12 : a. Pada tahun 1956/1957, ICEM bertanggung jawab atas 180.000 pengungsi Hungaria yang melarikan diri ke Negara Austria dan Yugoslavia. b. Pada tahun 1968, ICEM mengorganisir sebanyak 40.000 pengungsi Czechoslovak dari Austria. c. Pada tahun 1971, ICEM menyediakan bantuan kepada para pengungsi Yahudi dari Uni Soviet dan membantu UNHCR dalam mengurusi 130.000 pengungsi yang berasal dari Bangladesh dan Nepal ke Pakistan. d. Di tahun 1975, ICEM memprakarsai program transmigrasi untuk pengungsi Indo-Cina dan orang-orang yang diusir dari negaranya. ICEM kemudian berubah nama menjadi Intergovernmental Committee for Migration (ICM) di tahun 1980 dan berganti nama lagi pada tanggal 14 November 1989 menjadi International Organization for Migration (IOM) berdasarkan amandemen dan ratifikasi konstitusi tahun 195313. Dalam menjalankan fungsinya, IOM akan bekerjasama penuh dengan organisasiorganisasi internasional, baik itu organisasi pemerintah maupun non pemerintah, yang terkait dengan masalah migran, pengungsi, dan sumber daya manusia dalam 11 Ibid. Ibid. 13 Ibid. 12 7 kerjasama memfasilitasi aktifitas internasional. Sehingga menimbulkan rasa saling hormat-menghormati antar organisasi tersebut. Di Asia, terutama negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan arus pengungsi, pencari suaka, serta imigran justru terus menerus bertambah. Dimulai dari tahun 1975, ketika terjadinya perang saudara antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara (Vietkong)14, tercatat sekitar 250 ribu pengungsi mendarat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Indonesia. Atas dasar kemanusiaan, pemerintah Indonesia memutuskan untuk bekerjasama dengan UNHCR membuat penampungan bagi para pengungsi Vietnam yang didanai oleh UNHCR. Selama 18 tahun para pengungsi tersebut bertempat tinggal di Indonesia hingga pada tahun 1996 UNHCR memutuskan untuk memulangkan para pengungsi ke negara asalnya karena dana yang tidak mencukupi untuk membiayai penampungan tersebut, sehingga penampungan tersebut dibubarkan dan ditutup untuk pengungsi. Peristiwa tersebut tidak sampai di situ saja, setelah pemulangan pengungsi dari Vietnam tersebut, Indonesia saat ini telah menjadi negara transit bagi para migran, pencari suaka dan pengungsi dengan negara tujuan Australia. Data UNHCR menunjukan terdapat 773 pencari suaka dan pengungsi telah berada di wilayah Indonesia15. Selain pencari suaka dan pengungsi, terdapat 514 imigran berada di Indonesia16. Para imigran, pencari suaka, dan pengungsi yang datang dari Ajazair, 14 Http://www.dewo.wordpress.com/2006/02/16/kisah-pilu-manusia-perahu-vietnam/ diakses pada tanggal 2 februari 2009. 15 UNHCR, data pengungsi dan pencari suaka per 31 Desember 2008. 16 Data imigran gelap di Indonesia yang terdata dan berada di bawah pengawasan IOM hingga 30 April 2008. 8 Afganistan, Iran, Cina, Srilanka dan lain-lain telah tersebar luas di wilayah tanah air. Kedatangan para imigran, pencari suaka dan pengungsi tersebut didorong oleh adanya beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi negara transit yaitu secara geografis Indonesia memiliki letak strategis dengan wilayah berupa kepulauan yang memiliki sejumlah selat atau lintas perairan laut yang dapat dijadikan akses terdekat ke berbagai negara, khususnya Australia. Selain itu, Indonesia telah hidup rukun dengan berbagai macam agama dan budaya yang beranekaragam serta ekonomi yang sedang berkembang dan kondisi politik yang stabil dan tidak terjadi suatu kemelut. Faktor inilah yang membuat para pengungsi, migran bahkan pencari suaka memilih Indonesia sebagai negara transit. Berdasarkan kondisi tersebut, yang pada kenyataannya Indonesia bukan negara pihak dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status pengungsi serta belum adanya hukum nasional Indonesia yang mengatur khusus mengenai pengungsi, maka pemerintah Indonesia memandang perlu menjalin kerjasama dengan Organisasi PBB yaitu UNHCR dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka dengan membuat MoU (Memorandum of Understanding) pada tanggal 10 Juni 200517. Indonesia juga bekerjasama dengan IOM dalam penanganan imigran pada bulan Oktober 2000 dengan penandatanganan Model Kerjasama Regional (MKR)18. 17 http://www.unhcr.or.id/PROGERPORT/LAPORAN1.pdf diakses pada tanggal 12 Februari 2010. 18 MKR adalah suatu kerjasama yang sifatnya resmi antar IOM dan pemerintah Indonesia. 9 Usaha penanganan pengungsi, imigran, ataupun pencari suaka di Indonesia terus menerus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan jumlah imigran, pengungsi ataupun pencari suaka kian bertambah. Contohnya yaitu kedatangan para imigran gelap19 dari Sri Langka pada bulan Oktober 2009. Tercatat sekitar 255 imigran gelap memasuki perairan Indonesia dengan menggunakan perahu motor Jaya Lestari di Dermaga I Indah Kiat Merak Cilegon, Banten 20. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan IOM dan UNHCR untuk membuat tempat tinggal sementara karena rumah detensi yang berada di daerah-daerah lain sudah penuh oleh imigran gelap yang berasal dari Afghanistan. Selama berada di tempat tinggal sementara tersebut, para ibu dan anak-anak diberikan aktivitas menggambar dan mewarnai sebagai salah satu bentuk program penanganan imigran gelap yang dilakukan oleh IOM. Dalam urusannya menangani setiap orang asing yang masuk secara imigran gelap baik illegal entry maupun illegal stay21, pemerintah Indonesia berwenang untuk menangkap dan memasukkan mereka ke dalam rumah karantina (rumah detensi)22. Adapun penetapan statusnya sebagai pengungsi, pemerintah Indonesia menyerahkannya kepada UNHCR sebagai badan internasional yang berwenang dalam hal pengungsi. Selama berada di rumah detensi, setiap orang asing baik illegal immigrant maupun orang asing yang mengakui dirinya sebagai pengungsi diberikan 19 Imigran gelap/illegal immigrant adalah orang-orang yang masuk ke Indonesia baik secara sah maupun tidak yang dikarenakan satu hal menjadi tidak jelas statusnya. 20 http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/6046-ratusan-pengungsi-sri-lanka-ngotot-bertahan-dikapal diakses pada tanggal 16 Februari 2010. 21 Walaupun mereka mengaku sebagai pencari suaka ataupun pengungsi. 22 Hal ini disebabkan Indonesia bukan negara pihak dalam Konvensi 1951, jadi tidak mengenal adanya pencari suaka ataupun pengungsi. 10 kesempatan untuk berhubungan dengan IOM untuk meminta bantuan pemulangan ke negara asal dan illegal immigrant yang mengaku dirinya sebagai pencari suaka dapat berhubungan dengan UNHCR dalam upaya mendapatkan pengakuan dan perlindungan sebagai pengungsi. Penanganan dan pemulangan illegal immigrant, pencari suaka, dan pengungsi sepenuhnya diserahkan kepada IOM dan UNHCR. Seluruh biaya dalam melakukan penanganan atas illegal immigrant, pencari suaka dan pengungsi merupakan tanggung jawab IOM dan UNHCR. Berdasarkan fakta bahwa Indonesia menjadi tempat transit bagi para imigran dan pengungsi dari berbagai negara, Indonesia belum menjadi peserta Konvensi Jenewa 1951 tentang pengungsi, dan di Indonesia terdapat perwakilan UNHCR dan IOM untuk membantu mengatasi masalah imigran gelap, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Peranan International Organization for Migration (IOM) dan Hubungannya dengan United Nation High Commissioner for Refugee (UNHCR) dalam menangani Imigran dan Pengungsi di Indonesia”. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan International Organization for Migration (IOM) dalam menangani imigran dan pengungsi di Indonesia? 2. Bagaimana hubungan antara IOM dan UNHCR dalam menangani pengungsi dan imigran di Indonesia? 11 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama peneltian ini adalah: 1. Mengetahui dan menjelaskan secara umum peranan IOM dalam menangani imigran dan pengungsi di Indonesia. 2. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara IOM dan UNHCR dalam menangani pengungsi, pencari suaka, dan imigran di Indonesia. 1.3.2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan teoritis Berguna untuk mengembangkan kemapuan berkarya ilmiah dan daya nalar dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang telah dipelajari yaitu ilmu hukum pada umumnya dan hukum internasional pada khususnya. b. Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dalam memperluas pengetahuan di bidang ilmu hukum dan mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum internasional, serta diharapkan berguna bagi para mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum untuk menambah pengetahuan mengenai peranan IOM di Indonesia. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas sebatas peranan IOM di Indonesia dan hubungannya dengan UNHCR dalam menangani pengungsi, pencari suaka dan imigran yang masuk ke Indonesia. 12 1.5. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam penulisan, maka diperlukan kerangka penulisan yang sistematis. Oleh karena itu penulis mengemukakan secara perbab yang terdiri dari: BAB I: PENDAHULUAN Pendahuluan berisi uraian Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitiaan dan Sistematika Penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Berisi mengenai tinjauan umum tentang pengertian peranan, imigran dan pengungsi, pengertian organisasi internasional, struktur dan keanggotaan organisasi internasional, klasifikasi organisasi internasional, pengertian subjek hukum internasional, organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, International Organization for Migrant (IOM) sebagai subjek hukum internasional, dan United Nation High Commissioner for Refugee (UNHCR). BAB III: METODE PENELITIAN Merupakan bab yang berisi tentang uraian metode yang digunakan dalam penulisan skripsi, yaitu tentang pendekatan masalah, sumber data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data untuk mengetahui caracara yang digunakan penulis dalam penelitian. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini mengandung hasil penelitian beserta uraian mengenai pembahasannya. Dalam bab ini dibahas secara jelas mengenai gambaran umum mengenai IOM, penanganan IOM dalam mengurusi migran di Indonesia dan hubungannya dengan 13 UNHCR beserta analisis komparatif dari peranan kedua organisasi internasional tersebut. BAB V PENUTUP Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Kesimpulan merupakan inti dari keseluruhan uraian yang dibuat setelah permasalahan selesai dibahas secara menyeluruh sehingga diharapkan lebih memudahkan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian diajukan saran-saran.