[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2009/2010 MANAJEMEN SISTEM INFORMASI IT OUTSOURCING : RISIKO DAN CARA MENGURANGINYA OLEH INDRI RAHMAYUNI / 23509030 Program Studi Magister Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2009 IT OUTSOURCING : RISIKO DAN CARA MENGURANGINYA Indri Rahmayuni / 23509030 Program Studi Magister Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Saat ini keputusan untuk melakukan outsourcing terhadap layanan IT telah menjadi pilihan utama bagi banyak perusahaan besar. Alasan utama adalah untuk menghemat biaya serta mendelegasikan bidang yang bukan bisnis inti mereka ke orang/vendor yang lebih ahli. Namun, dibalik semua keuntungan yang ada, ternyata IT outsourcing juga memiliki risiko-risiko yang jika tidak dikelola dan disikapi dengan baik malah akan menggagalkan proses outsourcing itu sendiri. Pada makalah ini akan dibahas mengenai risiko-risiko IT outsourcing serta framework yang dapat digunakan oleh pengambil dalam menentukan layanan-layanan IT apa saja yang akan di-outsource dan yang akan dikelola oleh internal organisasi sehingga resiko yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Kata kunci : IT outsourcing, risiko, framework PENDAHULUAN Pengambil keputusan sebuah organisasi/perusahaan selalu mencari cara untuk meningkatkan proses dan operasional bisnis, mengurangi biaya, serta meningkatkan keuntungan. Departemen IT merupakan salah satu fokus dalam efektifitas dan efisiensi organisasi, baik dalam masalah proses bisnis maupun biaya, dimana organisasi membutuhkan layanan IT yang besar dan berbeda-beda. Salah satu permasalahan yang dialami sebuah organisasi/perusahaan adalah bagaimana menangani/mengelola kebutuhan layanan IT yang besar dan berbeda-beda yang sangat dibutuhkan oleh organisasi. Pengambil keputusan akan dihadapkan kepada dua pilihan yaitu : apakah organisasi mengelola sendiri penanganan semua kebutuhan layanan IT, atau mendelegasikan pengelolaan kebutuhan layanan IT kepada pihak ketiga (vendor) yang kompeten. Pendelegasian ini sering disebut dengan istilah outsourcing. Ketika sebuah organisasi memutuskan untuk melakukan IT outsourcing, pastilah dilandasi dengan beberapa alasan seperti pengurangan biaya, perampingan struktur organisasi dan lainnya. Namun dibalik alasan dan harapan untuk mendapat manfaatnya, IT outsourcing menyimpan risiko-risiko yang dapat menimbulkan ketidakpuasan dan kegagalan mencapai target strategi dan finansial organisasi. Menurut Rouse dan Corbitt (2003), memilih kapan dan apa yang akan di-outsource, serta bagaimana mengevaluasi alternatif outsourcing, menjadi permasalahan utama bagi pengambil keputusan IT. Terdapat beberapa metode dan aturan yang tersedia. Beberapa diantaranya sangat sederhana seperti tidak melakukan proses outsourcing untuk layanan-layanan yang bersifat penting (strategic) bagi organisasi, tapi lakukan pada komoditasnya saja. Namun dalam prakteknya hal ini tidak dapat membantu karena terdapat kesulitan dalam menentukan mana yang merupakan layanan penting dan mana yang merupakan komoditas. Paper ini akan membahas pendekatan yang diajukan Rouse dan Corbitt (2003) dalam memilih layanan yang akan di-outsource dari perspektif risiko dan sebuah kerangka kerja (framework) yang diimplementasikan menjadi kumpulan pertanyaan yang dapat ditanyakan manager ketika mengevaluasi kandidat vendor outsource yang akan digunakan sehingga risiko yang mungkin didapat ketika melakukan IT outsourcing dapat dikurangi. TEORI Definisi Outsourcing Terdapat berbagai definisi mengenai outsourcing. Namun secara garis besar semua definisi mengacu kepada pendelegasian seluruh atau sebagian aktifitas proses bisnis organisasi kepada pihak ketiga diluar organisasi. Menurut Human Resource Outsourcing Association (2003): “Outsourcing didefinisikan sebagai mendelegasikan satu atau lebih proses bisnis perusahaan kepada penyedia layanan diluar perusahaan untuk membantu meningkatkan nilai shareholder, dengan mengurangi biaya operasional dan fokus kepada kompetensi utama perusahaan.” Menurut Daniel Minoli dalam bukunya Analyzing Outsourcing (1995): “IT Outsourcing merupakan pengalihan sistem informasi dan/atau fungsi komunikasi, secara keseluruhan atau sebagian, kepada kontaktor pihak ketiga sebagai sebuah solusi dari tantangan, masalah, dan pengeluaran dalam membangun dan menjalankan sebuah korporasi perusahaan informasi (corporate information enterprise).” Ide outsourcing dapat dikaitkan dengan konsep spesialisasi. Umumnya organisasi cenderung melakukan outsourcing untuk aktifitas-aktifitas yang bukan merupakan bisnis utamanya kepada pihak ketiga yang ahli (spesialis) pada aktifitas tersebut. Contohnya pada rumah sakit dimana rumah sakit mendelegasikan (outsourcing) aktivitas yang berhubungan dengan IT kepada pihak ketiga, dan hanya berfokus pada proses bisnis utamanya saja yaitu masalah kesehatan. Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan IT Outsourcing Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan sebuah organisasi untuk melakukan IT outsourcing. Faktor-faktor ini mencerminkan keuntungan/manfaat yang ingin didapat organisasi ketika memutuskan untuk melakukan outsourcing. Menista dan Dumitriu (2005) dari berbagai literatur dan sumber, menyimpulkan bahwa keputusan outsourcing dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : Keuangan mengurangi biaya : skala ekonomi akan memungkinkan vendor untuk menyediakan layanan dengan biaya murah dibanding dengan inhouse organisasi. Penghematan biaya menjadi signifikan ketika mengambil layanan spesialisasi tinggi yang biasanya mahal. menghasilkan uang tunai : ketika bisnis mengalihkan IT mereka kepada penyedia layanan, mereka kadang kala dapat memperkuat neraca keuangan dengan menjual asset IT yang dimiliki. menggantikan pengeluaran modal dengan pembayaran periodik : sebuah outsourcing umumnya menagih organisasi klien berdasarkan biaya-per-layanan, dan organisasi klien tidak perlu membuat investasi modal awal yang besar untuk bidang IT. Teknis meningkatkan kualitas IT : perusahaan-perusahaa penyedia layanan outsourcing merupakan spesialis dalam layanan yang mereka sediakan, sehingga memungkinkan mereka untuk menyediakan layanan baik dengan biaya rendah maupun sama namun dengan kualitas tinggi, dan mereka biasanya mempunyai skill yang lebih daripada departemen IT organisasi yang membeli layanan mereka. memperoleh akses teknologi baru : salah satu kekurangan terbesar dari penggunaan layanan in-house IT adalah fiksasi/ketergantungan pada teknologi yang dibeli. Mengingat sifat teknologi yang berubah dengan cepat, outsourcing memungkinkan manajemen risiko yang lebih baik. Risiko dialihkan kepada vendor karena merekalah yang bertanggungjawab pada peningkatan (upgrade) teknologi. Strategi fokus pada aktivitas utama : merupakan tujuan utama outsourcing. Ketika sebuah layanan in-house IT bukan merupakan pusat organisasi, outsourcing dapat membantu membebaskan personil IT untuk fokus kepada bisnis inti. waktu penyediaan : banyak perusahaan dibatasi oleh kurangnya fleksibilitas ketika berhadapan dengan masalah kapasitas dan kemampuan unit IT internal mereka. Vendor umumnya dapat menyediakan layanan dan sumber daya dengan cepat. perusahaan dengan spesialisasi khusus dapat dengan mudah menarik tenaga professional terampil : IT outsourcing juga membahas salah satu masalah utama yang dihadapi perusahaan dalam melaksanakan proyek IT berskala besar yaitu kekurangan staf IT. Karena vendor memiliki tenaga kerja IT khusus untuk layanan yang mereka berikan, mereka mampu memenuhi kebutuhan profesional IT yang terampil. Risiko Risiko dan manajemen risiko telah dipelajari di banyak bidang seperti asuransi, ekonomi, manajemen, kedokteran, riset/penelitian, dan rekayasa. Setiap bidang memiliki perspektif yang berbe-beda mengnai risiko dan manajemen risiko sesuai dengan objek analisisnya. Berikut ini akan dijabarkan mengenai berbagai perspektif risiko secara umum (Aubert, Patry, & Rivard, 2001): Risiko sebagai suatu peristiwa negatif yang tidak diinginkan dan mungkin terjadi. Risiko sebagai fungsi probabilitas. Beberapa bidang lebih berfokus kepada kemungkinan sebuah peristiwa terjadi. Asuransi jiwa mengadopsi pendekatan ini dan menggunakan tabel mortalitas untuk mengevaluasi probabilitas risiko. Sebuah "risiko baik" adalah seseorang dengan probabilitas kematian yang rendah pada periode waktu tertentu (probabilitas perusahaan asuransi untuk membayar kalim juga rendah) dan "risiko buruk" adalah seseorang dengan probabilitas kematian tinggi dalam beberapa periode. Risiko sebagai variansi. Keuangan mengadopsi perspektif yang berbeda mengenai risiko, dimana risiko disamakan dengan variansi dari distribusi hasil. Tingkat keragaman hasil (baik positif negatif) adalah ukuran risiko. Risiko sebagai kerugian yang diharapkan. Asuransi jiwa juga mengadopsi perspektif ini. Mereka mendefinisikan risiko sebagai produk dari dua fungsi: fungsi kerugian dan fungsi probabilitas. ANALISIS PERMASALAHAN Risiko IT Outsourcing Pada bagian sebelumnya telah dielaskan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko IT outsourcing. Terdapat banyak risiko yang mengindikasikan keterbatasan IT outsourcing. Berikut akan dijabarkan sebelas risiko IT outsourcing (Earl, 1996). Possibility Of Weak Management Jika layanan yang diberikan oleh departemen IT kepada perusahaan rendah, perusahaan jelas akan tergoda untuk melakukan outsourcing kepada pihak ketiga. Jika masalah biaya atau kualitas disebabkan skala ekonomis yang tidak memadai, outsourcing menjadi pilihan yang masuk akal, walaupun mungkin ada solusi internal yang dapat dilakukan. Kerjasama pemrosesan informasi dengan perusahaan serupa juga dapat menjadi pilihan. Namun, pilihan apa pun yang diadopsi perusahaan, tetap ada kebutuhan terhadap eksekutif IT yang tahu bagaimana mengelola operasi IT. Jika perusahaan melakukan outsourcing, para eksekutif harus tahu bagaimana mengelola kontrak dan hubungan dengan pihak ketiga. Jika pada awalnya layanan IT telah dikelola dengan buruk, apakah Manager IT dapat mengelola vendor luar dengan lebih baik? Dalam hal ini, terdapat dua hal yang bisa dilakukan : (1) mempekerjakan Manager IT yang lebih baik ; (2) perbaiki kinerja internal sebelum menyerahkannya kepada vendor. Tindakan ini adalah pencegahan yang masuk akal dan harus mendahului setiap kegiatan outsourcing yang didasarkan ketidakpuasan terhadap kinerja internal. Dengan kata lain, untuk mengurangi risiko awal outsourcing, pertama-tama perusahaan harus mampu mengelola layanan IT. Vendor mungkin akan menarik diri ketika mengetahui betapa lemahnya manajemen IT pelanggan; manajemen yang lemah bukanlah suatu kesempatan untuk mengambil keuntungan tetapi dapat berujung pada konflik dan ketidakpuasan. Inexperienced Staff Salah satu argumen melakukan IT outsourcing adalah perusahan spesialis IT memiliki tenaga spesialis IT yang lebih baik. Argumen ini mungkin benar, namun beberapa perusahaan vendor layanan IT baru sering kali tidak memiliki tenaga IT yang terbaik dan berpengalaman tinggi. Yang lebih buruk adalah dalam kontrak pengelolaan fasilitas IT dengan (bahkan) vendor yang paling mapan, staf IT perusahaan klien malah bekerja dengan vendor. Seorang manajer mengatakan, “Semua yang kami lakukan adalah mentransfer staf IT kami yang lemah dan kemudian kami harus berurusan dengan mereka lagi.” Perusahaan akan berusaha menghindari kejadian seperti itu. Sering kali ketika vendor mendapat kontrak outsourcing besar, jika mereka juga kekurangan tenaga spesialis IT, head-hunter akan bergerak untuk mencari tenaga yang berpengalaman ke perusahan-perusahaan lain, bahkan kadang kala menemukan di perusahaan klien sendiri. Hal ini berakibat buruk ketika vendor tidak mendapatkan tenaga yang sesuai, maka sekali lagi, perusahaan klien akan berkutat dengan tenaga yang tidak berpengalaman. Kebijakan personalia yang cerdas dapat membantu mengurangi beberapa risiko pada saat kontrak outsourcing ditandatangani. Namun demikian, staf IT yang berkualitas memang langka, dan ada kemungkinan bahwa perusahaan klien akan ingin untuk membuat mereka bertahan ketika outsourcing selesai. Business Uncertainty Jika suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan outsourcing layanan IT karena masalah biaya atau fokus, dapat diasumsikan ia memiliki arah masa depan dan kebutuhan yang jelas. Sebagai contoh, induk dari perusahaan pembiayaan yang telah menderita kerugian, untuk pertama kalinya memintadilakukannya pemotongan biaya. CEO melihat bisnis TI menghabiskan biaya tinggi, dan melakukan outsource layanan IT sebanyak mungkin untuk menghemat biaya. Setelah bisnis menguntungkan lagi, CEO mulai menyusun strategi untuk pertumbuhan. Dia berkomentar, "Segala sesuatu yang kami rencanakan bergantung pada IT dan aku menyadari bahwa kami telah menjual orang-orang kami yang paling kreatif dan relevan.” Dia tidak hanya menandatangani kontrak jangka panjang dalam dunia yang tidak pasti, tetapi telah membuang sumber daya yang akan memakan waktu lama untuk menggantikannya. CEO ini dapat dikatakan ”bodoh”. Namun tindakan jangka pendek sperti itu dapat dibenarkan karena adanya kebutuhan untuk bertahan hidup. Namun, ketika biaya menjadi faktor outsourcing, adalah mungkin perusahaan akan mengorbankan kompetensi atau kemampuan penting yang mereka miliki. Pasar IT menawarkan lebih banyak variasi layanan dan suplier dari sebuah perusahaan dapat lakukan. Dalam ketidakpastian dunia bisnis, setiap keputusan yang diambil harus dipertimbangkan lagi. Seperti contoh di atas yang menunjukkan bahwa mungkin terdapat biaya jangka panjang, yang meningkat karena ketidakpastian bisnis. Outdated Technology Skill Ketika sebuah perusahaan memutuskan melakukan outsource terhadap layanan IT mereka kepada pihak ketiga, bagaimana mereka memastikan bahwa vendor memiliki keterampilan yang terbaru? Salah satu penjual mengatakan, "Kami telah memenangkan beberapa bisnis yang baik dengan mengambil alih sistem lama. Masalahnya sekarang kami memiliki keterampilan sistem lama, dan pelanggan kami seringkali memiliki teknologi yang lebih maju.” Jika pengurangan biaya merupakan tujuan melakukan outsourcing, diharapkan basis biaya saat ini dapat berkurang, seiring waktu, terdapat pengurangan biaya lebih lanjut melalui pembelajaran dan perubahan teknologi. Sebuah perusahaan dapat membangun peningkatan ini melalui kontrak awal atau menegosiasikan setiap review tahunan. Namun, jika keterampilan vendor tidak tinggi, potensi pengurangan biaya berkurang, dan kecuali pengujian pasar dilakukan, penetapan target menjadi suboptimal. Pilihan berikutnya adalah mencari vendor lain. Namun, sebagai perusahaan yang baru muncul, alternatif vendor lain sulit ditemukan, terutama untuk kontrak skala besar. Pasar masih berkembang, dan semakin banyak sistem lama yang di-outsource, maka pasar akan semakin terjebak pada teknologi lama. Jika tujuannya untuk mendapat fokus yang lebih baik, konsumen mungkin mau membayar ketidakefisienan yang terjadi nantinya. Namun, konsumen tetap saja menginginkan pengurangan biaya bersama tujuan lain yang mereka pikirkan. Hal yang sama dapat berlaku untuk perusahaan yang tujuan awalnya adalah menyingkirkan sistem lama. Endemic Uncertainty Operasional dan pengembangan IT selalu tidak pasti. Pengguna tidak yakin dengan kebutuhan mereka, teknologi baru itu berisiko, perubahan kebutuhan bisnis, dan implementasi penuh dengan kejutan. Sebuah rezim manajemen proyek rezim yang menuntut tidak ada perubahan spesifikasi dan waktu yang tetap/kaku dan anggaran yang terkontrol dapat menghasilkan aplikasi yang tidak mencapai potensi maksimal atau dapat menciptakan konflik dengan spesifikasi pengguna. Perusahaan harus menghindari kontrak outsourcing yang tetap. Untuk itu, dalam outsourcing kontral yang dibuat harus mengandung berbagai klausa, sepakat mengenai review tahunan, penandatanganan kontrak jangka pendek, dan seterusnya - jika vendor setuju. Bersedia membayar untuk fleksibilitas lebih baik daripada menetapkan kontak kinerja ketat dengan klausul penalty yang diikuti klausul hukum. Masing-masing pihak harus sepakat tentang proses penyelesaian jika terjadikonflik dikemudian hari sehingga masalah ketidakpastian dapat terhindari. Namun, semakin besar kemungkinan ketidakpastian akan terwujud, semakin banyak perusahaan yang mungkin ingin mengontrol nasib sendiri melalui kontak kerja. Hidden Costs Pengurangan biaya selalu menjadi tujuan utama outourcing. Namun sering kali perusahaan hanya memperhatikan biaya yang harus dibayar kepada vendor. Padahal dalam melakukan outsoursing, perusahaan juga mengeluarkan biaya lain seperti pemilihan/pencarian vendor, proses transisi, dan lain-lain. Biaya-biaya inilah yang bisa menyebabkan penghematan biaya yang diingin tidak tercapai. Barthelemy (2001) mengemukakan bahwa terdapat empat jenis biaya tersembunyi yang ada pada outsourcing yang digambarkannya pada Gambar1. Keempat biaya tersebut adalah: Pencarian vendor dan proses kontrak Banyak perusahaan yang mengabaikan biaya untuk mengidentifikasi vendor IT yang cocok, memilih finalis atau calon terkuat, serta negosiasi dan pembuatan draf kontrak. Transisi dari in-house ke outsource Perubahan aktifitas IT secara in-house menjadi outsource mungkin merupakan biaya tersembunyi yang paling sulit dikenali. banyak perusahaan tidak menyadari berapa banyak biaya yang mereka keluarkan sampai proses transisi selesai. Vendor membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengenal layanan IT perusahaan dengan baik, dan sulit mengatakan kapan tepatnya vendor mengambil alih. Mengelola vendor dan proses outsourcing Mengelola vendor dan proses outsourcing merupakan kategori terbesar biaya tersembunyi IT outsourcing karena meliputi tiga area yaitu monitoring untuk melihat apakah vendor memenuhi kewajiban mereka, tawar-menawar dengan vendor (dan memberikan sanksi jika diperlukan), serta menegosiasikan kontrak jika ada perubahan. Transisi setelah outsourcing Biaya keempat muncul ketika mengganti vendor atau mengintegrasikan kembali layanan IT secara internal – pengeluaran dimana manager sulit untuk mengukurnya. Kebanyakan manajer engggan untuk memikirkan akhir kontrak. IT outsourcing yang foks pada bisnis inti perusahaan atau pemotongan biaya umumnya bersifat permanen. Perusahaan tidak merencanakan untuk re-integrasi IT. Bahkan mengganti vendor merupakan langkah yang mereka hindari. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 1 Biaya Tersembunyi IT Outsourcing Lack of Organization Learning Banyak belajar tentang kemampuan IT adalah pengalaman. Organisasi cenderung untuk belajar mengelola IT dengan mempraktekkannya; mereka tidak menghargai tantangan IT sampai mereka mengalami dan melakukannya sendiri. Fenomena pembelajaran organisasi, bagaimanapun, menjadi lebih penting dalam domain aplikasi. Manajemen cenderung untuk mempelajari nilai aplikasi IT (atau infrastruktur) dengan menggunakannya dan melihat peluang untuk pengembangan lebih lanjut. Banyak sistem informasi strategis baru yang sebelumnya tidak disadari, ditemukan dalam proses pembelajaran ini. Tentu saja, tidak ada alasan bahwa pihak ketiga tidak bisa mengoperasikan, meningkatkan, atau membangun kembali aplikasi yang telah direklasifikasi sebagai strategis. Namun, dalam bidang bisnis lainnya, tanggung jawab atas aset strategis tidak begitu mudah didelegasikan ke pasar. Sebuah perusahaan bisa saja meminta perubahan kontrak dengan menggeser hubungan kontraktual dengan vendor dari kontrak transaksi menjadi kemitraan yang lebih strategis. Sayangnya, tidak ada jaminan bahwa salah satu pihak tahu bagaimana untuk melakukan atau mempertahankan hubungan seperti ini. Vendor menyatakan bahwa "strategis" adalah singkatan pelanggan untuk "silakan berbagi ketidakpastian kami, tapi jangan berharap akan lebih terlibat dalam rencana kami atau mendapatkan harga yang lebih baik," Loss of Innovation Capacity Dalam jangka panjang, sebuah perusahaan ingin mempertahankan kapasitas inovatif di bidang IT, karena akan ada cara-cara baru untuk menyediakan layanan IT dan pemanfaatan IT untuk bisnis. Jika perusahaan melakukan outsourcing layanan TI dan menurunkan ukurannya, kemampuannya untuk berinovasi mungkin akan terganggu. Inovasi membutuhkan sumber daya, proses bisnis organisasi yang organik, dan kompetensi eksperimental- dimana semua atribut tersebut tidak dapat disediakan/dijamin oleh vendor. Vendor merasa inovasi bukanlah tanggung jawab mereka. Vendor hanya memberikan layanan-layanan apa saja yang diinginkan oleh klien. Outsourcing sepertinya tidak cocok dengan beberapa proses inovasi yang ada. Dangers of an Eternal Triangle Beberapa tahun yang lalu ketika IT spesialis dan pengguna tidak dapat mengerti satu sama lain, beberapa perusahaan menciptakan peran baru untuk perantara atau “penerjemah” antara kedua belah pihak. Sering disebut business analysts, client managers, atau systems liaison officers, mereka berusaha memahami kebutuhan pengguna dan menyampaikannya ke spesialis, dan menyampaikan pemikiran speasialis kepada pengguna. Dalam prakteknya, peran penghubung hanya berhasil dalam menjaga kedudua komunitas tetap terpisah dan menciptakan lebih banyak kebingungan. Dalam program outsourcing sebuah perusahaan, orang-orang IT yang tersisa, bertindak sebagai konsultan antara manager dan vendor. Manajer mengatakan mereka tidak dapat berbicara langsung kepada vendor, sedangkan vendor mengatakan mereka tidak bisa berdekatan dengan orang-orang bisnis. Menggunakan perantara menjadi solusi yang nampaknya sederhana. Technological Indivisibility Sebuah isu umum outsourcing adalah layanan desktop, yang terdiri dari layanan PC, pemeliharaan perangkat lunak, jaringan area local (LAN), dan dukungan pengguna. Perusahaan ingin melakukan outsourcing terhadap aktivitas yang dianggap rumit ini, tetapi tidak yakin karena ketidakpastian mengenai arah dan kecepatan perubahan perangkat keras, sistem operasi, dan aplikasi. Layanan desktop yang walaupun terdiri atas banyak unsur, merupakan suatuakesatuan yang saling terkait yang tidak dapat dibagi-bagi. Sehingga ketika terjadi permasalah, saling menyalahkan antara pihak-pihak yang terlibat tidak dapat dihindari. Jika vendor yang dibawa masuk untuk mengambil alih layanan desktop tidak bisa mengatasi permasalahan yang ada, tingkat kepuasan hanya akan terus menurun. Mengingat domain desktop merupakan sebuah hal yang spesifik bagi tiap perusahaan, sebaiknya perusahaan berpikir dua kali tentang outsourcing desktop dan unsur lain yang tidak dapat dibagi-bagi. Fuzzy Focus Permasalahan ousourcing sebenarnya adalah bahwa IT outsoursing berfokus pada “bagaimana” melakukan outsource, bukan pada “apa” yang sebaiknya di-outsource. Outsourcing berfokus pada sisi supply bukan pada demand. USULAN SOLUSI Pada bagian ini akan dibahas mengenai usulan solusi yang dikemukakan oleh Rouse dan Corbitt (2003) mengenai framework yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko IT outsourcing. Framework ini berisikan tiga dimensi utama yang dapat mempengaruhi tingkat risiko IT outsourcing serta faktor-faktor penggerak ketiga dimensi tersebut. Komponen Risiko Dari risiko-risiko yang telah dibahas sebelumnya, terlihat tiga dimensi utama yang dapat meningkatkan konsekuensi negatif atau menurunkan pencapaian manfaat yang diharapkan dari ousourcing. Ketiga dimensi tersebut yaitu (Rouse & Corbitt, 2003): Uncertainty (ketidakpastian) Keputusan sourcing, yang membuat manager menganalisa alternatif aliran biaya untuk layanan yang akan diberikan pada masa datang, secara pasti akan memasukkan ketidakpastian substansi. Inti dari hubungan kontrak berada pada usaha kedua belah pihak, vendor dan klien untuk memproyeksikan apa yang akan terjadi selama pelaksanaan kontrak dalam rangka pertukaran kepuasan mutual. Sayangnya, tingkat ketidakpastian yang terlibat dalam outsourcing layanan IT lebih tinggi daripada layanan lain seperti kebersihan, catering, dan lain-lain. Complexity (kompleksitas) Banyaknya elemen yang terlibat dalam pengambilalihan rumit/kompleks berarti bahwa mereka sulit untuk dipahami, dan hal ini menjadi sumber kesalahan jika sistem yang mengelola kompleksitas ini gagal. Proses untuk meningkatkan keberhasilan pengembangan sistem melalui pengelolaan proyek dan detail pengendalian merupakan dasar pengamatan ini, seperti strategi memecah pengaturan outsourcing menjadi subproyek kecil yang mudah dikelola dan dievaluasi. Potential for opportunistic behaviors (potensi perilaku oportunistik) Perilaku oportunistik digambarkan sebagai mementingkan diri sendiri dengan penipuan (atau tipu daya). Pada outsourcing hal ini terjadi ketika salah satu pihak meng-eksploitasi, untuk tujuannya sendiri, informasi yang tidak dipegang oleh pihak lain, atau kelemahan dan kerentanan pihak lain Framework Dimensi Risiko Beserta Penggeraknya Dari penelitian yang dilakukannya, Rouse dan Corbitt (2003) mengemukakan framework yang menggambarkan dimensi risiko beserta faktor pengeraknya (driver) yang saling mempengaruhi. Dengan mempertimbangkan faktor penggerak (driver) ini, pembuat keputusan dapat lebih akurat dalam memilih layanan IT mana yang tetap in-house, dan mana yang di-outsource ke vendor. Framework faktor penggerak beserta keterhubungannya dapat dilihat pada Gambar2. Faktor Penggerak Oportunisme Market depth Dalam outsourcing, oportunisme disisi vendor sering terjadi ketika perusahaan klien menjadi tergantung pada vendor, bisa karena masalah biaya pergantian (switching cost), ketidakseimbangan informasi (information asymmetry), atau karena hanya sedikit vendor yang ada di pasaran untuk memastikan kompetisi (lack of market depth). Terdapat beberapa kasus dimana perusahaan tetap bertahan dengan ketidakpuasan terhadap vendor karena perusahaan tidak mampu meghadapi beban biaya ketika mengganti vendor. Kasus lain, perusahaan terpaksa terus memperpanjang kontrak, walaupun nilai kontrak selalu naik, karena bargaining power vendor yang tinggi dengan sedikitnya saingan di pasaran. Untuk menghindari hal ini, banyak perusahaan-perusahaan besar mengubah strategi outsourcing mereka, dari outsourcing pada satu vendor menjadi banyak vendor dan dengan banyak kontak. Walaupu strategi ini akan meningkatkan biaya transaksi dan koordinasi, hal ini dibutuhkan karena kurangnya kompetisi pada pasar vendor. Level of standardization Secara ekonomi, outsourcing untuk layanan yang bersifat “pesanan” atau tailored service mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dari layanan standar. Perusahaan yang melakukan outsourcing terhadap layanan-layanan standar umumnya memperoleh tingkatan kepuasan dan control yang tinggi. Hal ini dikarenakan karena layanan bersifat standar, vendor yang tersedia dan ahli serta berpengalaman banyak tersedia dipasaran. Namun, pada outsourcing layanan yang bersifat “tailor made”, biasanya melibatkan arsitektur multi-tier, intergrasi sistem lama dengan lingkungan desktop atau dimana masalah keamanan menjadi penting, banyak perusahaan yang melaporkan layanan yang diberikan vendor tidak cocok dan menghabiskan biaya. Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 2 Framework Faktor Penggerak Dimensi Risiko IT Outsourcing Faktor Penggerak Ketidakpastian Technical maturity Ketidakpastian teknologi diasosiakan dengan kematangan (maturity) teknologi perusahaan klien. Dalam hubungan dengan outsourcing, teknologi mungkin “tidak matang (immature)” karena teknologi berkembang dengan cepat, pasar belum stabil, atau teknologi yang digunakan masih baru bagi perusahaan. Kurang matangnya teknologi merupakan alasan kritis dari meluasnya ketidakpuasan outsourcing. Proses spesifikasi dan evaluasi teknologi (dalam situasi teknologi yang berubah dengan cepat) menjadi sulit, akan mengarah kepada masalah substansial dan eskalasi biaya. Pada tahun 1970an dan 1980an, ketika layanan yang di-outsource dimengerti dengan baik dan secara teknis matang, seperti layanan mainframe atau platform desktop dan jaringan standar yang sederhana, outsourcing sukses. Dalam situasi ini, perusahaan klien mampu untuk mengucapkan kebutuhan dan standar mereka dengan jelas, tahu bagaimana mengevaluasi kualitas layanan, dan bisa mendiagnosa kegagalan layanan. Clarity of requirements Kebutuhan merupakan salah satu sumber ketidakpastian. Terdapat beberapa alasan mengapa ketidakpastian kebutuhan ada dalam pengaturan outsourcing. Terkadang perusahaam tidak memiliki pengalaman praktis mengenai fitur dari sistem atau layanan IT yang disediakan, konsekuensinya mereka hanya berpijak pada imajinasi ketika menspesifikasikan kebutuhan. Kebutuhan yang ambigu dan tidak jelas juga menyebabkan ketidakpastian. Hal yang sama juga terjadi ketika permasalahan kebutuhan bergantung pada siapa yang berkuasa di perusahaan, berganti pemimpin berarti berubahnya kebutuhan. Faktor Penggerak Kompleksitas Scope Ukuran outsourcing mempengaruhi tingkat kompleksitasnya. Outsourcing berukuran besar dan tanpa pengecualian (total outsourcing), biasanya sangat rumit, sulit dikelola, dan menjadi pengalih perhatian utama manager perusahaan, walaupun tidak mennimbukan kegagalan finansial. Namun tidak semua total outsourcing berujung pada kegagalan, banyak perusahaan kecil yang melakukan total outsourcing pada layanan IT mereka dapat berhasil karena sistemnya yang tidak rumit. Kegagalan total outsourcing tidak disebabkan oleh ukurannya, namum tingkat kerumitan atau kompleksitasnya. Interdependence Karena sifat layanan TI yang luas, kegiatan operasional perusahaan menjadi sangat tergantung pada layanan outsource mereka. Akibatnya saran untuk melakukan outsourcing hanya pada layanan yang relatif terpisah dari proses bisnis lainnya menjadi tidak layak. Mengelola proses bisnis yang tergantung pada layanan outsource lebih sulit daripada mengelola proses bisnis yang tergantung pada layanan in-house, karena akan lebih mudah mengontrol pihak dalam dari pada pihak luar. Situasi yang bila layanan dilakukan secara in-house dapat ditangani dengan diskusi singkat internal sering meningkat menjadi urusan andministratif yang memusingkan jika layanan berupa outsourcing. Masalah interdependensi menjadi besar ketika outsourcing terlibat didalamnya. Points of responsibility Kompleksitas akan meningkat jika jumlah pihak yang bertanggung jawab meningkat. Ketika perusahaan menghadapi masalah pada total outsourcing, mereka cenderung untuk mengubah strategi dengan memecah-mecah layanan dan memberikannya kepada beberapa vendor yang berbeda. Namun, permasalahan baru muncul, karena jumlah pihak yang terkait bertambah, maka kompleksitas manajemen vendor jadi meningkat. Technological Complexity Banyak organisasi/perusahaan dengan linkungan teknologi yang kompleks bermasalah ketika melakukan outsourcing. Tipikal perusahan yang mungkin memiliki beberapa lingkungan jaringan operasi desktop, beberapa server berjalan pada sistem operasi berbeda dan aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, beberapa multi-tier e-bisnis dan sistem berbasis internet, dan kadang-kadang sistem lama/warisan berdasarkan lingkungan perangkat lunak yang sudah ketinggalan zaman. Mendiagnosa masalah dalam keadaan ini cukup sulit, dan seringkali satu vendor tidak mampu menangani kompleksitas lingkungan ini. Hal ini menyebabkan kesulitan dan perselisihan bila terdapat beberapa vendor yang terlibat. Pada perusahaan yang berhasil dalam outsourcing, biasanya komplesitas teknologinya tidak serumit yang dijelaskan di atas. IMPLEMENTASI Framework yang berisikan faktor penggerak risiko IT outsoursing dapat diaplikasikan dan diimlementasikan menjadi sekumpulan pertanyaan untuk manager ketika melakukan evaluasi dalam memilih layanan IT mana saja yang akan di-outsource dan yang tetap dikelola secara internal. Kumpulan pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel2 berikut ini (Rouse dan Corbitt 2003). Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 3 Pertanyaan Yang Harus Diperhatikan Ketika Mengevaluasi Layanan IT Mana Yang Akan Di-Outsource Risk Factors Key Question For Purchaser Low level of standardization For this IT service, how willing is your organization to trade off unique requirements for the benefits of standardization? How well-codified is the service delivery process, and how widely is process-knowledge distributed in the community? Shallow market depth How many viable players are in the marketplace now; how many likely at contract end? What are the switching costs (financial, organizational) associated with moving to an alternative supplier? What are the lead times? What is your capacity to re-insource the services if necessary? Technical immaturity Do market standards exist; how stable are they? What is your organization’s technical maturity in delivering these services previously – so how well can you specify requirements and service levels? How familiar is your organization with this IT service - hence your capacity to evaluate performance quality? What is your vendor’s track record for delivering this particular service? What is your own organization’s experience at managing outsourced IT services? Requirements uncertainty What is your organization’s capacity to clearly articulate the requirements and the service levels to be provided? How much agreement is there within your organization about service levels and measures? About priorities? Are you demanding competing requirements (eg flexibility or industry development vs reduced costs)? Interdependence How many other technologies in your organization interface with the technologies involved in delivering this IT service? How many business processes depend on this IT service? How tightly are your business processes coupled with this IT service? Potential for opportunism To what extent are the services you require standardized (asset non specific) and common to many purchasers in the marketplace? To what extent does your access to information and advice about these IT services match those of the vendor? To what extent does your access to information and advice about how to manage an outsourced arrangement match those of the vendor? Uncertainty How likely are substantial changes to service requirements over the life of the contract? To volume changes? Complexity How many different processors, operating systems, and operating system versions are involved? How many different applications and software environments? How many independent organizational units are involved in the purchase? How many “points of responsibility” for delivery are there? How many telecommunications environments? How many applications that do not use a common user interface? Impact of failure How many critical business processes would be affected if there was a service delivery failure? How serious would the consequences of failure be on business operations, customers, privacy, or other legislative obligations? How long could your organisation go without delivery of this IT service? With substantially degraded service? What are the (short term) cost implications of service degradation, or of major changes to your cost/benefit projections? What would be the longer-term impacts on your competitiveness of continual poor service? Diharapkan setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, pwngambil keputusan dapat menetukan apakah sebuah layanan IT perlu di-outsource atau tetap dikelola secara internal. Dengan mengetahui secara jelas layanan-layanan IT yang dibutuhkan, risiko-risiko yang mungkin timbul pada proses IT outsourcing dapat dikurangi. KESIMPULAN Bidang IT merupakan salah satu bagian organisasi yang rumit dan membutuhkan biaya yang mahal dalam pengelolaannya. IT outsourcing telah menjadi pilihan utama sebagian besar perusahaan dalam mengelola layanan IT mereka. Terdapat banyak alasan mengapa perusahaan melakukan IT outsoursing, dua yang paling utama adalah karena layanan IT bukan merupakan bisnis inti, dan untuk melakukan penghematan biaya. Namun, dibalik semua harapan mengenai manfaat yang akan didapat perusahaan setelah melakukan IT outsourcing, terdapat pula risiko-risiko yang membuat IT outsourcing gagal. Risiko-risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga dimensi utama yaitu ketidakpastian, kompleksitas, dan oportunisme. Jika perusahaan mengambil keputusan melakukan IT outsourcing tanpa memperhatikan dimensi risiko ini, kemungkinan besar outsourcing yang dilakukan akan gagal. Untuk menghindari hal tersebut, dibangunlah sebuah framework yang menggambarkan dimensi risiko IT outsourcing dengan faktor penggerak serta keterhubungan masing-masingnya. Dari framework ini,dapat dihasilkan sekumpulan pertanyaan bagi manajer ketika melakukan evaluasi terhadap layanan IT yang akan di-outsource. Jawaban-jawaban yang muncul, dapat dijadikan acuan dalam memutuskan apakah sebuah layanan IT cocok untuk di-outsource atau sebaiknya dikelola secara internal saja. Dengan melakukan evaluasi secara tepat, risiko-risiko kegagalan IT outsourcing dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA Aubert, B.A., Patry M., & Rivard, S. (2001). Managing IT Outsourcing Risk : Lesson Learned. CIRANO, 2001-39. Barthelemy, J. (2001). The Hidden Costs of IT Outsourcing. MIT Sloan Management Review, 42(3), 60-69. Bergkvist, L., & Johansen, B. (2007). Evaluating Moivational Factors Involved at Different Stages in an IS Outsourcing Decision Process. The Electronic Journal Information System Evaliation, 10(1), 23-30. Bolde, I. (2003). A Study of Information System Outsourcing. Social Science Research Network (SSRN), available at http://ssm.com/abstact=1092400. Can, N., et al. (2009). Comparison of IT Outsourcing Firms & IT Departments. The Business Review, Cambridge, 16(1), 267-274. Dhar, S., & Balakrishnan, B. (2006). Risks, Benefits, and Challenges in Global IT Outsourcing : Perspectives and Practices. Journal of Global Information Management, 14(3), 39-69. Earl, M. J. (1996). The Risk of Outsourcing IT. Sloan Management Review, 37(3), 26-32. Gottschalk, P., & Sollie-Saether, H. (2005). Critical Success Factors from IT Outsourcing Theories : an Empirical Study. Industrial Management & Data System, 105(5/6), 685-702. Kakabadse, A., & Kakabadse, N. (2005). Outsourcing : Current and Future Trends. Thunderbird International Business Review, 47(2), 183-204. Kakumanu, P., & Portanova, A. (2006). Outsourcing : It’s Benefits, Drawbacks, and Other Related Issues. Journal of American Academy of Business, Cambridge, 9(2), 1-7. Korrapati, R. B. (2009). Risk and Success Factors in IT Outsourcing. Proceedings of the Academic of Information and Management Sciences, 13(1), 31-35. Mathew, S. K. (2006). Understanding Risk in IT Outsourcing : A Fuzzy Framework. Journal of Information Technology Case and Application Research, 8(3), 27-39. Mestina, G., & Dumitriu, F. (2005). Trends of Information Systems Outsourcing. ARomanian Perspective. Social Science Research Network (SSRN), SSRN-id906090. Rouse, A., & Corbitt, B. (2003). Minimising Risk in IT Outsourcing : Choosing Target Services. 7th Pacific Asia Conference on Information Systems, 927-940. Saini, V., Yen, D. C.,& Chou, D. C. (2004). Information Technology Outsourcing: Issues and Future Analyses. Available at http://www.swdsi.org/ . Tuck, J. (2007). Taking the Pain Out of Outsourcing : Developing a Comms Strategy. Stretegic Communication Manajement, 11(6), 32-35. Wang, L., et al. (2008). The Aftermath of IT Outsourcing : An Empirical Study of Firm Performance Following Outsourcing Decisions. Journal of Information Systems, 22(1), 125-159. Williamson, O. E. (1985). The Economic Institutions of Capitalism. New York : Free Press. 20