View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
brought to you by
CORE
provided by Repository Universitas Negeri Makassar
STRUKTUR FRASA METAFORA DALAM WACANA NARASI KAJIAN
SEMANTIK
ARIA BAYU SETIAJI
JUFRI
NENSILIANTI
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
PPs Universitas Negeri Makassar
Jalan Bonto Langkasa, Makassar
email:bayusetiaji232@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur frasa metafora yang ditinjau dari unsur
topik, unsur citra dan unsur sense dalam wacana narasi. Sumber data dalam penelitian ini
diperoleh dari buku kumpulan cerpen dan buku kisah perjalanan hidup dalam bentuk
buku autobiografi yang telah diterbitkan. Data penelitian ini adalah ungkapan metafora
dalam bentuk frasa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi,
teknik baca, dan teknik catat. Hasil penelitian ini menunjukkan unsur topik pada struktur
metafora dalam wacana narasi membentuk lima konsep perbandingan yaitu (1) konsep
perbandingan nomina-nomina membetuk frasa nomina, (2) konsep perbandingan
nomina-verba membentuk frasa verba, (3) konsep perbadingan nomina-adjektiva
membentuk frasa adjektiva. Unsur citra yang ditemukan dalam struktur frasa metafora
meliputi unsur citra hewan, unsur citra sinestesia, unsur citra antropomofik, dan unsur
citra abstrak ke konret. Pada unsur sense atau titik kemiripan dalam penelitian ini
ditemukan empat kategori titik kemiripan, yaitu (1) titik kemirian berdasarkan persamaan
sifat, (2) titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi, (3) titik kemiripan berdasarkan
persamaan gerak atau arah, dan (4) titik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan.
Kata Kunci: metafora semantik, frasa, wacana narasi.
PENDAHULUAN
Metafora pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kearifan makna dalam
menggunakan bahasa pada saat berkomunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun
komunikasi secara tertulis. Dalam realitas kehidupan ungkapan metafora digunakan saat
berkomunikasi sebagai upaya untuk melakukan perbandingan , sebagai ekspresi dalam
mengungkapkan perasaan. Ungkapan metafora dalam realitas kehidupan sehari-hari tidak
diketahui secara pasti siapa yang menciptakan dan kapan istilah tersebut pertama kali
dicetuskan, namun penggunaanya marak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat.
Metafora yang berkembang dalam kehidupan masyarakat bukan hanya sekadar
dipakai sebagai alat imajinasi puitik atau hiasan retorika, melainkan juga merupakan
masalah yang berkaitan dengan proses kongnisi manusia dalam menggunakan bahasa.
Pemaknaanya diperoleh dengan cara menelusuri unsur pembanding yang digunkan dalam
proses berpikir manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Lakoff
dan Johson (1980) yang menyatakan bahwa “Methafor is pervasive in everday life, not
just in language but in thougt and action. Our ordinary conceptual system, in terms of
which we both think and act, is fundamentally methaporical in nature” maksudnya
metafora merupakan suatu hal yang diperoleh dan dipahami secara kognitif dari
pengalaman hidup sehari-hari.
Metafora sebagai ekspresi linguistik merupakan suatu ungkapan perbandingan
yang salah satu unsur pembandingnya mengunakan kata-kata yang bermakna konotatif
atau asosiatif. Berdasarkan hal tersebut, metafora tidak dapat diterjemahkan secara utuh,
namun dapat ditafsirkan berdasarkan kata-kata yang digunakan sebagai pembanding.
menurut beberapa pakar metafora seperti, (Ricoeur,1996), (Knowles dan Moon,2006)
membedakan metafora menjadi dua macam, yaitu metafora mati dan metafora hidup atau
metafora kreatif. Metafora mati seperti kepala desa, mata pelajara, mata pencaharian,
merupakan ungkapan metafora yang maknanya tidak dapat berubah dan telah dapat
ditemukan dalam kamus. Metafora kreatif yang diciptakan oleh pengguna bahasa dengan
tujuan untuk menciptakan efek imajinatif dalam mengekpresikan ide atau perasaan dalam
komunikasi baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis.
Pemanfaatan metafora sebagai proses kreativitas dalam mengunakan bahasa
untuk mengungkapkan ide atau gagasan, ternyata bukan hanya marak digunakan secara
lisan melainkan juga merambah pada wacana tulis. Salah satu jenis wacana tulis yang
sarat pengunaan ungkapan metafora adalah wacana jenis narasi. Penggunaan metafora
dalam sebuah wacana narasi bertujuan untuk menkonkretkan dan menghidupkan sebuah
tulisan sebagai pendukung untuk memperkuat aspek emosional dalam memahami jalanya
alur cerita (Suharsono, 2004).
Berdasarkan dari hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap
sejauh mana peranan metafora dalam sebuah wacana narasi? Benarkan metafora
memegang peranan penting dalam menkonkretkan kata-kata dan sebagai upaya
memunculkan aspek emosional dalam sebuah wacana narasi? Bagaimanakah struktur
pembentukan metafora dalam wacana narasi? Untuk memeroleh data yang dimaksudkan,
makan penelitian ini mengkaji pengunaan metafora yang terdapat pada wacana narasi
baik wacana narasi jenis ekspositoris maupun jenis imajinatif.
Ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan metafora dalam wacana
narasi antara lain penelitian yang telah dilakukan oleh Siti Aisyah (2002) “Metafora
dalam Novel Larung Karya Ayu Utami Suatu Kajian Linguistik Fungsional Sistemik”,
Jufri (2006) dengan judul “Struktur Wacana Lontara La Galigo”, dan Suharsono (2014)
dengan judul “Pengunaan Metafora dalam Layla Majjjnun”. Berdasarkan uraian latar
belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah:
(1)Bagaimana struktur matafora dalam wacana narasi?, (2) Bagaimana relevansi struktur
metafora dalam wacana narasi terhadap pembelajaran semantik? Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan struktur metafora
dalam wacana narasi. (2) Mendeskripsikan relevansi struktur metafora dalam wacana
narasi terhadap pembelajaran semantik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk memperkaya refrensi atau sebagai bahan bacaan dalam pembelajaran
semantik di perguruan tinggi.
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Bahasa.
Bahasa merupakan sebuah sistem symbol lisan yang arbriter yang dipakai oleh
angota masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Chaer dan
Leonie (2010:15) menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa
dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tepat dan dapat dikaidahkan.
Aspek terpenting dalam bahasa adalah sistem, lambang, vocal, dan arbriter. Bahasa
merupakan sebuah sistem yang bersifat sistematis. Selain bersifat sistematis, juga bersifat
sistemis. Dengan sistematis maksudnya bahasa itu tersusun menurut pola tertentu, tidak
tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis artinya sistem bahasa itu bukan
merupakan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari sebuah subsistem, yakni
subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon.
Perkembangan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis tidak terlepas dari studi
bahasa dan ilmu linguistik. secara umum linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu
yang menjadikan bahasa sebagain objek kajianya.
Semantik
Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna
yang terkandung dalam bahasa. Menurut Griffiths (2006;15) semantik adalah The study
of word meaning and sentence meaning, abstracted away from contexts of use, is a
descriptive subject. Menurut Griffiths semantik merupakan ilmu yang mempelajari
makna kata dan kalimat yang maknanya dapat dilihat dari konteks pengunaan. Saeed
(1997:3) yang berpendapat bahwa semantic is the study of the meaning of words and
sentences or semantic is the study of meaning communicated through language. Menurut
Saeed Semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna dari kata dan merupakan
suatu ilmu yang mempelajari tentang makna komunikasi dalam bahasa. Menurut Palmer
(1981:1) “Semantics is the technical term used to refer to the study of meaning, and since
meaning is a part of language, semantics is a part of linguistics.” Menurut palmer istilah
teknis yang mengacu pada ilmu mengenai makna dan jika berangapan bahwa makna
menjadi bagian dari bahasa, makna merupakan bagian dari linguistik. Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu
linguistik yang mempelajari makna baik kata yang berdiri sendiri maupun kata yang
merupakan bagian struktur frasa dari kalimat secara keseluruhan.
Makna Kata
Menurut Ogend dan Richards yang dikutip Palmer (1981:25) makna diperoleh
dari hubungan antara lambang atau bentuk (symbol) dengan konsep (refrence) dan acuan
(refrent). Ogden dan Richard mengatakan bahwa istilah symbol hanya dipakai untuk
kata-kata yang merujuk kepada benda, orang kejadian, peristiwa, sedangkan kata-kata
yang menyatakan perasaan, sikap, harapan, impian tidak termasuk dalam pengertian
symbol. Menurut Parera (2004:131), sebuah lambang bunyi berupa kata tidak dapat
mengambarkan rujukan yang diwakilinya karena bunyi yang berhubungan dengan
rujukan itu berkaitan dengan persepsi. Persepsi itu diperoleh melalui pengalaman yang
berulang-ulang akan hubungan antara lambang bunyi dan rujukan atau realisasinya.
Persepsi pertama tentang hubungan antara lambang bunyi dengan rujukan menjadi makna
dasar. Namun, manusia dapat pula mengalihkan persepsinya dan dapat pula melakukan
perbandingan antara satu persepsi dengan persepsi yang lain. Kemampuan ini dapat
memberikan kemungkinan kepada pemakai bahasa untuk tidak selalu memberikan
lambang bahasa yang baru atau kata baru untuk temuan dan pengalaman yang baru. Dari
sinilah awalnya muncul metafora.
Metafora
Menurut Richard (1936) metafora adalah perbandingan yang menelaah kesamaan
atau kemiripan antara suatu objek dengan objek lain yang dijadikan perbandinganya.
Lakoff dan Johnson (1980:3) menyatakan bahwa, “Methafor is pervasive in everday life,
not just in language but in thougt and action. Our ordinary conceptual system, in terms
of which we both think and act, is fundamentally methaporical in nature”. Metafora
diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan pengalaman hidup
sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara seseorang berpikir dan
bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis. Levin mendevinisikan metafora
sebagai ungkapan kebahasaan untuk menyatakan sesuatu yang hidup untuk sesuatu yang
hidup, yang hidup untuk sesuatu yang mati, sesuatu yang mati untuk sesuatu yang hidup,
sesuatu yang mati untuk sesuatu yang mati pula, Jufri (dalam Wahab:1990). Lebih lanjut
Wahab (dalam Jufri 2006) menyatakan metafora mempunyai preposisi tentang
pemahaman dan pengalaman sesuatu yang sejenis dengan perihal yang lain. Wahab
mengungkapkan istilah persepsi manusia memengaruhi penciptaan metafora. Model
Wahab yang diadaptasi model Helly digolongkan lambangnya berdasarkan klasifikasi
medan semantik dikelompokkan menjadi 9 kategori yaitu (1) Kategori Being contoh
nomina kebnaran, kasih prediksinya ada namun tidak dapat diamati, (2) Cosmic contoh
nomina matahari, bumi, dan bulan prediksinya mengunakan ruang. (3) Energy contoh
nomina cahaya, angin, api prediksinya bergerak. (4) Subtansial contoh nomina semacam
gas predikinya lembam, (5) Terestrial contoh nomina gunung, sungai, laut predikisnya
terhampar dan terikat oleh bumi, (6) objek contoh nomina semua mineral prediksina
dapat pecah, (7) living contoh nomina flora prediksinya tumbuh, (8) Animate contoh
nomina fauna prediksi berjalan, berlari, (9) Human contoh nomina manusia prediksi
berpikir. Menurut Parera (2004) metafora merupakan fenomena terbesar dan terpenting
dalam penjelasan tentang hakikat pergeseran dan perubahan makna. Metafora menjadi
satu keluaran untuk melayani pikiran dan perasaan pemakai bahasa. Metafora menjadi
sumber untuk melayani motifasi yang kuat untuk menyatakan perasaan. Salah satu unsur
metafora adalah kemiripan dan kesamaan tangapan pancaindra. (Parera, 2004:119). Dari
uraian konsep metafora di atas dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan pemakaian
kata atau ungkapan yang mengandung konsep perbandingan.. Hal-hal inti yang diperoleh
dari uraian di atas adalah bahwa (1) metafora sebagai ekspresi linguistik merupakan
perbandingan yang salah satu unsurnya mengunakan kata-kata yang bermakna konotatif
atau asosiatif. (2) Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek lain
berdasarkan persamaan (3) Metafora digunakann untuk mewakili suatu konsep yang ada
dalam pikiran penutur agar mitra tutur dapat memahami konsep yang dimaksud oleh
penutur/penulis.
Struktur Metafora
Parera (2004) menjelaskan bahwa struktur metafora yang utama ialah (1) topik
yang dibicarakan, (2) citra atau topik kedua, dan (3) sense atau titik kemiripan. Topik
adalah unsur metafora yang digunakan sebagai pembanding atau objek yang dibicarakan
dalam kata atau frasa. Citra adalah unsur metafora yang berupa gambaran pengalaman
indra yang diungkapkan melalui kata-kata sebagai pengalaman sensoris yang digunakan
sebagai bandingan atau pengandaian untuk mengambarkan topik. Sense atau titik
kemiripan adalah unsur metafora yang berupa aspek-aspek khusus yang mempunyai
kemiripan antara topik dan citra yang dijadikan sebagai komentar bandingan. Lebih
lanjut Parera (2004:119) mengungkapkan bahwa pilihan citraan yang dipakai oleh
pemakai bahasa dan para penulis dibedakan atas empat kelompok, yakni (1) metafora
bercitra antropomorfik, (2) metafora bercitra hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke
konret, (4) metafora bercitra sinestesia atau pertukaran tangapan persepsi indra. Pendapat
lain mengenai struktur metafora dikemukakan oleh Leech (1987) bahwa suatu kalimat
yang bermuatan metafora memiliki tiga bagian utama. Bagian pertama adalah “tenor”
yaitu unsur utama yang sedang dibicarakan dalam kalimat tersebut. Kemudian yang
kedua adalah “vehicle” yaitu penggambaran atau pengandaian yang digunakan untuk
menggambarkan bagian tenor. Unsur ketiga adalah “ground” yaitu benang merah atau
persamaan yang dimiliki antara tenor dan vehicle (Leech, 1987:151).
Wacana Narasi
Narasi atau sering disbut naratif berasal dari kata bahasa ingris naration (cerita)
dan narrative (yang menceritakan). Wacana narasi sering disebut juga dengan wacana
kisahan. Wacana narasi pada dasarnya menyajikan suatu peristiwa atau kisah secara
kronologis dengan jalan cerita. Peristiwa atau kisahan yang disajikan secara naratif
pemahaman pembaca terhadap peristiwa yang disajikan. Wacana narasi memiliki
kesamaan dengan naskah sastra jenis prosa. Wacana narasi dapat digunakan untuk
menyampaikan uraian yang mengutamakan jalan cerita, pelaku dan latar (Suherly,
2007:7). Selanjutnya menurut Semi (2003:29) narasi merupakan bentuk percakapan atau
tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau
pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Keraf (2000:136)
yang menyatakan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang
telah terjadi. Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan, narasi dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu (1) wacana narasi ekspositoris wacana narasi yang bersifat factual seperti
kisah perjalanan hidup, biografi atau autobiografi, (2) Narasi sugestif adalah narasi yang
menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya.
Wacana narasi bersifat imajinatif misalnya cerita pendek, dongeng, hikayat.
METODE
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif. Jufri (2007:12) menyatakan bahwa
karakteristik penelitian kualitatif yaitu: (1) mempunyai latar yang alami sebagai data
langsung, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih menekankan proses daripada hasil, (4)
cenderung menganalisis data secara induktif, dan (5) makna merupakan hal yang
esensial. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku kumpulan cerpen “Lelaki
Gerimis”karya Irhyl R Makkatutu yang diterbitkan oleh The Phinisi Press 2015 dan buku
autobiografi “Menaklukkan Nasib” karya Jasruddin Daud. M yang diterbitkan oleh
penerbit Yepensi Jakarta 2016. Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan teori
J.D Parera (2004) untuk menganalisis struktur metafora. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik dokumentasi, teknik baca dan teknik catat. Untuk menganalisis data
digunakan teknik analisis deskriptif dengan menggunakan model analisis interaktif.
Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan yaitu, a) reduksi
data, b) penyajian data, dan c) penarikan kesimpulan/verifikasi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian,struktur metafora yang ditemukan dalam wacana
narasi melipti tiga unsur, yakni (1) unsur topik, (2) unsur citra, dan (3) unsur sense atau
titik kemiripan.
Unsur Topik
Berdasarkan data hasil penelitian, temuan unsur topik pada struktur frasa metafora
dalam wacana narasi membetuk tiga konsep perbandingan yakni (1) perbandingan
konsep nomina-nomina membentuk frasa nomina, (2) perbandingan konsep nominaverba membentuk frasa verba, (3) perbandingan konsep nomina-adjektiva membentuk
frasa adjektiva,
(1) Perbandingan Konsep Nomina (N) – Nomina (N) Membetuk Frasa Nomina
Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan benda
lain (nomina) membentuk konsep perbandingan nomina-nomina. Artinya, sebagian sifat
suatu benda sebagai unsur topik diterapkan pada sifat benda lain sebagai unsur citra
(pembanding). Berikut data yang menujukkan konsep perbandingan nomina-nomina.
Frasa nomina : -
Energi Kehidupan (Daud, 2016:12)
Limbah Kebohongan (Makkatutu, 2018:52)
Selimut kemungkinan (Makkatutu, 2018:54)
Bingkai kehidupan (Daud 2016:138)
Tangga kehidupan (Daud 2016:204)
Frasa nomina energi kehidupan merupakan ungkapan metafora dengan konsep
perbandingan nomina-nomina.Ungakapan metafora tersebut terdiri atas unsur topik
kehidupan yang merupakan bentuk nomina dibandingkan dengan nomina energi
sehingga ungkapan tersebut membentuk konsep perbandingan nomina-nomina.
Kata kehidupan (nomina) secara leksikal memiliki makna dasar suatu keadaan
yang bergerak dan bekerja yang berkenaan dengan manusia. Akan tetapi jika kata
kehidupan disandingkan dengan kata energi menjadi ungkapan yang bermuatan metafora
karena sebagian sifat energi berinteraksi dengan sifat nomina kehidupan. Pengguna
bahasa menciptakan metafora tersebut untuk memberikan efek hidup dalam menjelaskan
sesuatu keadaan yang dirasakan atau dipikirkan tokoh dalam cerita yaitu semangat yang
merasuk kedalam jiwanya dijadikan sebagai energi kehidupan.
(2) Perbandingan Konsep Nomina – Verba Membetuk Frasa Verba
Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan kata
kerja (verba) membentuk konsep perbandingan nomina-verba. Artinya sebagian sifat
suatu benda sebagai unsur topik memiliki kesamaan sifat yang terkait bentuk kata verba
lain sebagai unsur citra (pembanding). Berikut data yang menujukkan konsep
perbandingan nomina-verba.
Frasa Verba :
-
Tanamkan keyakinan (Makatutu, 2015:148)
Melempar senyum (Daud, 2016:1)
Membungkus harapan (Daud, 2016:108)
Menyulam napas (Daud 2016:131)
Memangkas kebosanan (Daud 2016:205)
Pada frasa verba tanamkan keyakinan merupakan ungkapan metafora dengan
konsep perbandingan nomina-verba. Metafora tersebut terdiri atas unsur topik keyakinan
(nomina) dibandingkan dengan kata kerja tanam sebagai unsur citra atau pembanding.
Pada ungkapan metafora tanamkan keyakinan, bentuk nomina keyakinan dianggap
sebagai suatu suatu hal dapat tumbuh layaknya sutu tumbuhan yang ditanam. Kata kerja
tanamkan merupakan bentuk dasar dari kata tanam. Kata tersebut secara leksikal merujuk
pada suatu tindakan menaruh bibit atau benih tanaman di dalam tanah. Pada ungkapan
tersebut pengguna bahasa mencoba membuat analogi perbandingan dengan
mengambarkan suatu keadaan keyakinan dianggap sebagai suatu hal yang dapat tumbuh
dan perlu ditanam.
(3) Konsep Perbandingan Nomina – Adjektiva
Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan kata sifat
(adjektiva) membentuk konsep perbandingan nomina-adjektiva. Artinya kata benda yang
merupakan unsur topik dan kata sifat (adjektiva) sebagai unsur citra (pembanding)
memiliki titik kemiripan atau korespondensi antara keduanya. Data tersebut diraikan
sebagai berikut.
Frasa Adjektiva :
- Demam kampanye (Makkatutu,2015:49)
- Haus Kekuasaan (Makkatutu,2015:49)
- Manisnya khayalan (Makkatutu,2015:49)
- Diskusi kian alot (Makkatutu,2015:53)
- Mata yang tajam (Makkatutu,2015:55)
Frasa adjektiva demam kampanye merupakan ungkapan metafora dengan konsep
perbandingan nomina-adjektiva. Metafora tersebut terdiri atas unsur topik kampanye
(nomina) dibandingkan dengan kata sifat demam (Adjektiva). Artinya sebuah bentuk
nomina kampanye memiliki hubungan atau titik kemiripan dengan bentuk kata sifat
demam, sehingga ungkapan tersebut membentuk konsep perbandingan nomina-adjektiva.
kata sifat demam secara leksikal merujuk pada suatu gejala penyakit yang ditandai
dengan meningkatnya suhu badan. Bentuk kata demam menjadi ungkapan yang
bermuatan metaforis jika disandingkan dengan nomina kampanye, karena sebagian kata
sifat demam melekat pada suatu nomina kampanye.
Pengguna bahasa mencoba meletakkan kata sifat demam ke dalam sutu peristiwa
kampanye. Munculnya ungkapan ini diduga pengguna bahasa ingin mengambarkan suatu
peristiwa kampanye memiliki sifat suatu gejala penyakit yang ditandai dengan keadaan
yang memanas, sehingga memunculkan kesan hidup dalam mendayagunakan kata-kata.
Unsur Citra
Berdasarka hasil analisis data ditemukan keempat citraan tersebut di dalam
wacana narasi. Jenis citraan yang ditemukan, yaitu (1) metafora bercitra antropomorfik,
(2) metafora bercitra hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konret, (4) metafora bercitra
sinestesia.
1) Metafora Bercitra Abstrak ke Konret
Metafora bercitra abstrak ke konret merupakan ungkapan-ungkapan yang
memiliki citra objek abstrak digunakan untuk menyatakan objek lain yang bersifat
konkret atau sebaliknya.Setelah melakukan analisis data terhadap metafora bercitra
abstrak-konret, peneliti kengklasifikasikan beberapa kategori citraan abstrak-konret antar
lain, (1) citraan abstrak ke konret berkenaan dengan tumbuhan, (2) citraan abstrak-konret
yang berkenaan dengan daya atau energi, (3) citraan abstrak-konret yang berkenaan
dengan alat, (4) citraan abstrak-konret berkenaan dengan gerak atau arah dan (5) citraan
abstrak-konret berkenaan dengan sifat. Hal tersebut diuraikan berikut ini.
(a) Citraan abtrak ke konret berkenaan dengan tumbuhan
Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang
berhubungan dengan tumbuhan ditemukan pada wacana narasi. Jenis citraan ini berkaitan
dengan tumbuhan-tumbuhan atau sifat-sifat dan unsur-unusr yang berkaitan dengan
tumbuhan seperti bibit, menyemai, mangakar, menjalar, memupuk. Penggunaan citra
abstrak ke konret yang berkenaan dengan tumbuhan diuraikan pada data berikut.
- Menyemai harapan (Daud,2016:155)
- Rindu mengakar kuat (Makkatutu, 2015:12)
- Memupuk kecewa (Makkatutu, 2015:43)
Pada uraian data di atas ungkapan-ungkapan metafora yang berkaitan dengan
tumbuh-tumbuhan dipilih oleh pengguna bahasa sebagai unsur citra dimanfaatkan untuk
menggambarkan tumbuh kembangnya tanaman atau sifat-sifat tumbuhan layaknya suatu
perasaan seperti cinta, rindu, harapan, keyakinan yang tumbuh dan perlu dirawat atau
dipupuk.
(b) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan daya atau energi
Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret
ditemukan pada wacana narasi yang berkaitan dengan daya atau energi meliputi wujud
gelombang, bahan bakar, mata air, angin, energi. Berikut data metafora abstrak-konret
yang berkenaan dengan daya atau energi.
- Bahan bakar perjuangan (Daud, 2016:.2)
- Mata air rejeki (Daud, 2016 :4)
- Energi kehidupan (Daud, 2016:15)
Pada data-data yang telah diurakan di atas merupakan ungkapan metafora
bercitra abstrak ke konret yang berkaitan dengan daya atau energi. Citra abstrak-konret
yang berkaitan dengan daya atau energi dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna
bahasa untuk membandingkan bentuk nomina seperti rejeki, perjuangan, semanggat,
cobaan, harapan, dan kebohonggan. Ungkapan-ungkapan tersebut digunakan oleh
pengguna bahasa untuk menghidupkan sesuatu ungkapan yang abstrak sehingga
menimbulkan kesan hidup bagi pembaca dalam memahmi alur cerita pada suau narasi.
(c) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan alat
Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang
berhubungan dengan alat juga ditemukan pada wacana narasi. Jenis citraan yang
ditemukan dalam wacana narasi yang berkenaan dengan alat atau perabot benda-benda
seperti bingkai, tonggak, tangga, cambuk, jembatan, lumbung dan selimut. Data
diuraikan sebagai berikut.
- Bingkai kehidupan ( Daud, 2016:138)
- Tonggak perjalanan kehidupan. (Daud, 2016:196)
- Tangga kehidupan (Daud, 2016:204)
Pemanfaatan unsur citra yang berkenaan dengan alat dalam wacana narasi seperti
bingkai, tonggak, tonggak, tangga, jembatan, dan selimut digunakan oleh pengguna
bahasa untuk mencitrakan hal-hal yang bersifat abstrak seperti, kehidupan,
rezeki,kemungkinan. Pengunaan kata-kata yang berkaitan dengan alat atau benda-benda
mati sebagai unsur citraan dimanfaatkan oleh pengguna bahasa untuk menciptakan kesan
hidup dan mengkonretkan suatu ungkapan yang berhubungan dengan sifat-sifat atau
fungsi pada suatu benda atau alat.
(d) citraan abstrak-konret berkenaan dengan gerak atau arah.
Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang
berhubungan dengan gerak dan arah juga ditemukan pada wacana narasi. Penggunaan
metafora bercitra abstrak ke konret yang berkenaan dengan gerak atau arah meliputi,
melangit, merangkak, mengelantung, meluap, mengalir, meletup, merambat,meluap,
menjalar. Berikut ini adalah beberapa data yang menujukkan perbandingan abstrak ke
konret yang berkenaan dengan gerak atau arah.
- Semangat melangit (Daud, 2016:155)
- Rasa gugup menjalar (Data ,2016:224)
- Kebutuhan hidup merangkak naik (Makkatutu, 2015:12)
Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra abstrak ke
konret yang berkenaan dengan gerak. Citraan yang berkenaan dengan gerak atau arah
meliputi pengunaan kata menjaalar, melangit, merangkak, merambat dan meletup-letup.
Unsur citra yang berkenaan dengan gerak dimanfaatkan oleh pengguna bahasa sebagai
unsur citra untuk menghidupkan suatu ungkapan yang bersifat abstrak seolah-olah
memiliki sifat hidup atau menujukkan orientasi pergerakan.
(e) citraan abstrak-konret berkenaan dengan sifat.
Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang
berhubungan dengan sifat juga ditemukan pada wacana narasi. Penggunaan citraan yang
berkenaan dengan suatu sifat meliputi, retak, alot, demam, haus, kenyang. Data tersebut
diuraikan sebagai berikut.
- Demam kampanye (Makkatutu, 2015:49)
- Haus kekuasaan (Makkatutu, 2015:49)
- Diskusi kian alot (Makkatutu, 2015:53)
Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra abstrak ke
konret yang berkenaan dengan sifat. Citraan yang berkenaan dengan sifat seperti
pengunaan kata demam, haus, dan alot. Unsur citra yang berkenaan dengan sifat
dimanfaatkan oleh pengguna bahasa sebagai unsur citra untuk mengambarkan suatu
keadaan atau peristiwa seolah-memiliki sifat yang melekat benda lain.
2) Metafora Bercitra Hewan (Animal)
Metafora bercitra hewan merupana ungkapan metafora yang memanfaatkan
unsur-unsur hewan atau dunia binatang sebagai sumber imajinasi perbandingan. Metafora
hewan pun menjadi kebiasaan para pemakai bahasa untuk menggambarkan suatu kondisi
atau kenyataan di alam pengalaman pemakai bahasa. Data dicontohkan sebagai berikut.
- Matahari bersinar garang (Daud,2016:2)
- Rasa khawatir bertengger (Daud, 2016:57)
- Luka terlanjur bersarang (Makkatutu, 2015:44)
Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra hewan.
Citraan yang berkenaan dengan hewan meliputi pengunaan kata garang , bertengger,
bersarang, dan menganas. Metafora bercitra hewan ini didasarkan atas dunia binatang
dengan segala sifatnya. Metafora bercitra binatang dibentuk berdasarkan asosiasi dalam
membandingkan unsur-unsur yang terkait dengan dunia binatang, sifat dan tingkah
lakunya.
3) Metafora Bercitra Sinestesia.
Metafora bercitra sinestesia merupakan pemindahan asosiasi berdasarkan
pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dasar penciptaan
metafora ini adalah pengalihan tanggapan yang didasarkan pada pengalaman pengertian
yang satu ke pengertian yang lain. Ungkapan dapat diciptakan dengan pengalihan
stimulus dari organ panca indera yang satu ke organ lainya, misalnya dari indera
pendengar ke indra penglihatan, dari indera peraba ke indra pendengaran, dan
sebagainya. Berikut contoh data metafora bercitra sinestesia.
- Manisnya khayalan (Makkatutu, 2015:55)
- Mata yang tajam
(Makkatutu, 2015:)
- Kutajamkan penglihatanku.( Makkatutu, 2015:111)
Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra sinestesia.
Metafora bercitra sinestesia merupakan gejala pengalihan pengalihan dari satu indra ke
indra yang lain. Misalnya pada kata manis yang dapat di indra oleh indra perasa dialihkan
untuk mengambarkan keindahan khayalan (angan-angan, fantasi atau rekaan). Pada
ungkapan metafora mata yang tajam dan kutajamkan penglihatan terjadi pengalihan
konsep indra perba diterapkan ke indra penglihatan.
4) Metafora Bercitra antropomorfik
Metafora bercitra antropormofik merupakan suatu gejala semesta. Para pemakai
bahasa membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya
atau tubuh mereka sendiri. Pada metafora antropormofik terdapat relasi kata yang
seharusnya khusus digunakan untuk fitur atau unsur manusia, namun dikaitkan dengan
benda-benda tak bernyawa. Berikut contoh data metafora bercitra antropomorfik.
- Bibir danau ( Datud,2016:64)
- Desah angin (Daud,2016:12)
- Jilatan matahari (Daud,2016:15)
Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra
antropomofik. Metafora antropomorfik lebih banyak berbicara tentang sesuatu yang
berhubungan dengan masalah kehidupan manusia. Misalnya kata bibir pada ungkapan
metafora tersebut merupakan bentuk nomina yang merupakan bagian fitur atau organ
tubuh manusia atau hewan yang dipadankan atau dibandingkan dengan benda mati danau
sehingga membentuk ungkapan bibir danau. Contoh lain Metafora desah angin
pengunaan kata desah pada unsur citra tersebut merupakan suatu bentuk nomina yang
merupakan bunyi suara manusia yang ditimbulkan ketika menghirup dan mengelurakan
napas. Pengguna bahasa memanfaatkan kata desah sebagai citraan untuk mengambarkan
suara angin yang seolah-olah berhembus layaknya manusia yang sedang berdesah.
Unsur Sense/ Titik Kemiripan
Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora adalah aspek-aspek
khusus yang mempunyai kemiripan antara unsur topik dan unsur citra. Untuk mengetahui
titik kemiripan atau korespondensi antara unsur topik dan unsur citra dalam struktur
metafora dilakukan dengan cara menghubungkan relasi komponen makna yang terdapat
pada unsur topik dan unsur citra.
Berdasarka data hasil penelitian, ungkapan metafora dalam wacana narasi
ditemukan beberapa kategori titik kemiripan. Titik kemiripan antara topik dan citra
dikelompokkan menjadi empat yaitu (1) titik kemiripan berdasarkan kesamaan sifat, (2)
titik kemiripan berdasarkan kesamaan fungsi atau efek, (3) titik kemiripa berdasarkan
kesamaan gerak atau arah, dan (4) titik kemiripan berdasarkan kesaman tindakan. Hal
tersebut diuraikan sebagai berikut.
(1) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Sifat
Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan
kesamaan sifat apabila komponen makna semantis yang terdapat antara unsur topik dan
unsur citra menunjukan sifat yang saling berhubungan satu sama lain. Berikut contoh
data.
Demam kampanye
Demam kampanye merambat hingga ke sisi paling pojok perkampungan.
(Makkatutu, 2015:49)
Frasa demam kampanye merupakan ungkapan metafora dengan unsur topik
kampanye dibandingkan dengan unsur citra demam. Pengguna bahasa menyandingkan
kata demam dengan kata kampanye karena keduanya memiliki titik kemiripan atau
Komponen
Semantis
korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat ditinjau dari komponen makna
semantis antara topik dan citra pada skema konsep berikut ini.
Tabel. 1 titik kemiripan berdsarkan persamaan sifat
Topik : kampanye (N)
demam (Adj)
+bentuk nomina
+bentuk adjektiva
+gerakan atau aksi untuk mendukung +suatu gejala penyakit yang dirasakan
seseorang
manusia
+Kerap
terjadi
konflik
yang +ditandai dengan suhu badan yang tinggi
menyebabkan keadaan memanas
atau panas
Titik kemiripan
kampanye sering terjadi konflik atau perselisihan yang menyebabkan keadaan memanas
dianggap sebagai suatu penyakit.
(keduanya menunjukkan kesamaan sifat)
Pada skema data tersebut kata demam merupakan gejalan penyakit yang ditandai
suhu badan yang tinggi dan mengakibabtkan badan panas, hal tersebut diyakini sama
dengan sifat aksi kampanye yang kerap terjadi perselisihan yang membuat kedaan
memanas. Berdasarkah hal tersebut maka titik kemiripan ungkapan metafora demam
kampanye dapat dilihat dari kesamaan sifat antara keduanya. Data lain yang menujukkan
titik kemiripan berdasarkan persamaan sifat antarai pada frasa haus kekuasaan, manisnya
khayalan, diskusi kian alot.
(2) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan fungsi
Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan
kesamaan fungsi atau efek apabila komponen makna semantis antara unsur topik dan
unsur citra menunjukan fungsi yang saling berhubungan satu sama lain. Berikut contoh
data.
Bahan bakar perjuangan
Aroma danau yang menghangat tetap menjadi bahan bakar perjuangan
kami. (Daud,2016:.1)
Pada ungkapan metafora bahan bakar perjuangan terdiri atas unsur topik
perjuangan yang dibandingkan dengan unsur citra bahan bakar. Frasa bahan bakar jika
disandingkan dengan nomina perjuangan membentuk ungkapan metaforis karena secara
literal frasa bahan bakar biasanya disandingkan dengan nomina yang memiliki mesin
seperti, bahan bakar pesawat, bahan bakar mobil. Pengguna bahasa membuat ungkapan
perbandingan bahan bakar yang dibandingkan dengan perjuangan karena keduanya
memiliki titik kemiripan atau korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat dilihat
dari komponen makna semantis antara topik dan citra pada tabel konsep berikut ini.
Komponen
Semantis
Tabel.2 titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi
Topik : perjuangan (N)
Citra : Bahan bakar (FN)
+ suatu usaha yang membutuhkan energi +materi yang dapat diubah menjadi energi
+dibutuhkan usaha untuk mencapai +digunakan untuk menjalankan proses
tujuan
mekanik
Titik kemiripan
Suatu usaha yang membutuhkan energi untuk menjalankan suatu proses guna mencapai
tujuan
(keduanya menunjukkan kesamaan fungsi)
Pada tabel tersebut ungkapan metafora bahan bakar perjuangan menujukkan titik
kemiripan berdasarkan persamaan fungsi. Hal tersebut dapat ditinjau dari unsur titik
kemiripan komponen semantis antara bahan bakar dan perjuangan. Dalam hal ini kata
bahan bakar berfungsi untuk menjalankan proses mekanik dengan mengubah materi
menjadi energi, sama halnya dengan perjuangan yang membutuhkan energi untuk
mencapai tujuan. Pengguna bahasa membuat analogi dengan menghubungkan kata
perjuangan dan bahan bakar sehingga menimbulkan kesan hidup bagi pembaca. Data
lain, ungkapan metafora yang menunjukkan titik kemiripan berdasarkan persamaan
fungsi ditemukan pada frasa Mata air rejeki, Energi kehidupan, Bingkai kehidupan.
(3) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Gerak
Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora yang menujukkan
kesamaan gerak apabila komponen makna semantis antara unusr topik dan unsur citra
sama-sama memiliki oreientasi pergerakan. Ungkapan metafora yang menunjukkan
kesamaan gerak dapat dilihat pada data contoh berikut
gelombang cobaaan
Gelombang cobaan mengenai biaya kuliah sangat deras. (Daud, 2016:166)
Komponen
Semantis
Ungkapan metafora gelombang cobaan menujukkan korespondnsi atau titik
kemiripan berdasarkan persamaan gerak. Hal tersebut dapat ditinjau dari komponen
semantis yang menunjukkan titik kemiripan antara makna unsur topik cobaan dan unsur
citra gelombang. Titik kemiripan antara topik dan citra dapat dilihat pada tabel titik
kesamaan gerak di bawah ini.
Tabel.3 titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak
Topik: cobaan (N)
Citra : gelombang (N)
+ suatu gerakan beruntun-runtun naik
dan turun yang mebuat terombangambing
+ bergerak melalui medium
Titik kemiripan
Suatu ujian yang datang bertubi-tubi dapat menyebabkan jiwa terombangambing (keduanya menunjukkan kesamaan fungsi)
+ dapat terjadi beruntun atau
betubi-tubi
+dapat menyebabkann jiwa
terombang-ambing
Pada tabel di atas, ungkapan metafora gelombang cobaan tersebut mengambarkan
bahwa nomina cobaan seoalah-olah menunjukaan persamaan gerak gelombang naik
turun tanpa arah yang membuat jiwa terombang ambing. Data lain unsur titik kemiripan
yang menujukkan persamaan gerak dapat dilihat pada contoh frasa kebutuhan hidup
merangkak naik, sepi merambat, Semangat yang mengalir.
(4) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Tindakan
Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan
kesamaan tindakan apabila makna komponen semantis antara unsur topik dan unsur citra
sama-sama menunjukan kesamaan tindakan. Ungkapan metafora yang terdapat pada
wacana narasi yang menunjukkan kesamaan tindakan dicontohkan pada data berikut ini.
Mengukir kebahagiaan
Bagaimana tidak, saya yang dulunya tidak tahu bahkan tidak pernah berpikir
untuk sekolah, tidak tahu tentang cita-cita, hidup berpindah-pindah, tanpa biasa
mengukir kebahagiaan bersekolah. (Daud,2016:47)
Ungkapan metafora mengukir kebahagiaan terdiri atas unsur topik kebahagiaan
yang dibandingkan dengan unsur citra mengukir. Kata mengukir jika disandingkan
dengan nomina kebahagiaan menjadi ungkapan metaforis karena secara literal mengukir
merupakan bentuk tindakan atau kata kerja yang biasanya disandingkan dengan nomina
benda padat seperti mengukir kayu, mengukir patung. Pengguna bahasa menyandingkan
kata kebahagiaan dengan bentuk kata kerja mengukir karena keduanya memiliki
hubungan atau korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat dilihat dari
komponen makna semantis antara topik dan citra pada tabel konsep berikut ini.
Komponen
Semantis
Tabel.4 Titik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan
Topik : kebahagiaan (N)
Citra : mengukir (V)
+bentuk nomina
+bentuk verba
+kebahagiaan identik dengan suatu hal
suatu tindakan membuat suatu benda
yang indah dan menyenangkan
menjadi lebih indah, baik dan sempurna
+membutuhkan tindakan atau upaya +membutuhkan keahlian dan ketelatenanan
untuk meraih kebahagiaan
Titik kemiripan
Diperlukan tindakan atau usaha untuk membuat suatu hal menjadi indah
(tindakan mengukir diangap upaya meraiih kebahagiaan )
Untuk dapat memahami ungkapan metafora mengukir kebahagiaan perlu dilacak
dari unsur titik kemiripan antara kebahagiaan dan mengukir. Pengguna bahasa
mengunakan kata mengukir sebagai bandingan kata kebahagiaan karena keduanya
diasumsikan memiliki titik kemiripan berdasarkan suatu tindakan. Titik kemiripan atau
hubungan antara mengukir patung dan mengukir kebahagiaan dapat ditunjukkan dari
kata kerja tindakan seseorang mengukir patung membuat sutu benda menjadi indah sama
halnya dengan mengukir kebahagiaan suatu bentuk tindakan untuk membuat sesuatu hal
atau kehidupan menjadi indah. Data lain yang menujukkan titiik kemiripan berdasarkan
persamaan tindakan ditemukan pada frasa Mengusir gelap, Membalut rasa lapar,
Tanamkan keyakinan.
KESIMPULAN
Struktur frasa metafora yang terdapat dalam wacana narasi meliputi tiga unsur, yaitu
unsur topik, unsur citra dan unsur sense atau titik kemiripan. Pada unsur topik
membentuk lima konsep perbandingan, yaitu (1) konsep perbandingan nomina-nomina
membentuk frasa nomina, (2) konsep perbandingan nomina-verba membentuk frasa
verba, (3) konsep perbandingan nomina-adjektiva membentuk frasa adjektiva. Unsur
citra pada struktur frasa metafora yang terdapat dalam wacana narasi meliputi metafora
bercitra abstrak-konret, metafora bercitra hewan, metafora bercitra sinestesia, dan
metafora bercitra antropomofik Unsur sense atau titik kemiripan pada struktur frasa
metafora dalam wacana narai membentuk empat jenis titik kemiripan yaitu (1) titik
kemiripan berdasarkan persamaan sifat, (2) titik kemiripan berdasarkan persamaan
fungsi, (3) titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak atau arah, (4) titik kemiripan
berdasarkan persamaan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti. 2002. Metafora dalam Novel Larung Karya Ayu Utami Suatu Kajian
Linguistik Fungsional Sistemik. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program
Pascasarjana Universitaas Sumatera utara.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: PT.Rineka Cipta.
____________2007. Linguistik Umum Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Daud, Jasruddin. 2016. Menaklukkan Nasib.Jakarta : Yepensi
Grffiths, Patrick. 2006. An Introduction to English Semantics and Pragmatics. Edinbrug:
Edinburg University pres.
Jufri. 2007. Metode Penelitian Bahasa dan Budaya. Makassar. Badan Penerbit UNM.
__________ 2006. Struktur Wacana Lontara La Galigo. Disertasi. Tidak diterbitkan.
Malang: Program Pascasarjana UM.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Knowles, Muarry dan Rosmund Moon. 2006. Introducing Metaphor. New York:
Roultledge.
Koveces, Zoltan. 2002. Matpahor: APratical Introduction. Oxford:Oxford University
Pres.
Lakoff, G. & Johnson, M. 1980. Metaphor We Live By. University of Chicago Pres.
Chicago.Terjemahan oleh Alwy Rachman. Makassar: Fakultas Sastra Universitas
Hasanudin.
Leech, Geoffrey. 1974. Semantics. Terjemahan oleh Paina Partana. 1997. Yogyakarta:
UNS Pres
_______. 1987. A Linguistik Guide to English Poetry. London dan New York: Logman.
Makkatutu,I.R.2005. Kumpulan Cerpen Lelaki Gerimis. Yogyakarta: The Phinisi Press.
Palmer, F.R.1981. Semantic. Cambridge:Cambridge University Pres.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik Edisi 2. Jakarta:Erlangga.
Richards, lvor Amstrong.1936. The Philosophy of Rhetoric. New York: Oxford
University Press.
Saeed, Jhon. 1997. Semantics.Oxford: Blackwell Publisher Ltd.
Suharsono. 2014. Penggunaan Metafora dalam Layla Majjnun. Jurnal Pendidikan
Bahasa dan sastra. Vol. 13, No.2.Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Wahab, A. 1986. Metafora Sebagai Alat Pelacak Sistem Ekologi dalam PELBRA 3.
Penyunting : Bambang kaswanti Purwo. Yogyakarta: Kanisius