[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Struktur Frasa Metafora Dalam Wacana Narasi Kajian Semantik

2018

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Repository Universitas Negeri Makassar STRUKTUR FRASA METAFORA DALAM WACANA NARASI KAJIAN SEMANTIK ARIA BAYU SETIAJI JUFRI NENSILIANTI Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs Universitas Negeri Makassar Jalan Bonto Langkasa, Makassar email:bayusetiaji232@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur frasa metafora yang ditinjau dari unsur topik, unsur citra dan unsur sense dalam wacana narasi. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari buku kumpulan cerpen dan buku kisah perjalanan hidup dalam bentuk buku autobiografi yang telah diterbitkan. Data penelitian ini adalah ungkapan metafora dalam bentuk frasa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, teknik baca, dan teknik catat. Hasil penelitian ini menunjukkan unsur topik pada struktur metafora dalam wacana narasi membentuk lima konsep perbandingan yaitu (1) konsep perbandingan nomina-nomina membetuk frasa nomina, (2) konsep perbandingan nomina-verba membentuk frasa verba, (3) konsep perbadingan nomina-adjektiva membentuk frasa adjektiva. Unsur citra yang ditemukan dalam struktur frasa metafora meliputi unsur citra hewan, unsur citra sinestesia, unsur citra antropomofik, dan unsur citra abstrak ke konret. Pada unsur sense atau titik kemiripan dalam penelitian ini ditemukan empat kategori titik kemiripan, yaitu (1) titik kemirian berdasarkan persamaan sifat, (2) titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi, (3) titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak atau arah, dan (4) titik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan. Kata Kunci: metafora semantik, frasa, wacana narasi. PENDAHULUAN Metafora pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kearifan makna dalam menggunakan bahasa pada saat berkomunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun komunikasi secara tertulis. Dalam realitas kehidupan ungkapan metafora digunakan saat berkomunikasi sebagai upaya untuk melakukan perbandingan , sebagai ekspresi dalam mengungkapkan perasaan. Ungkapan metafora dalam realitas kehidupan sehari-hari tidak diketahui secara pasti siapa yang menciptakan dan kapan istilah tersebut pertama kali dicetuskan, namun penggunaanya marak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat. Metafora yang berkembang dalam kehidupan masyarakat bukan hanya sekadar dipakai sebagai alat imajinasi puitik atau hiasan retorika, melainkan juga merupakan masalah yang berkaitan dengan proses kongnisi manusia dalam menggunakan bahasa. Pemaknaanya diperoleh dengan cara menelusuri unsur pembanding yang digunkan dalam proses berpikir manusia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Lakoff dan Johson (1980) yang menyatakan bahwa “Methafor is pervasive in everday life, not just in language but in thougt and action. Our ordinary conceptual system, in terms of which we both think and act, is fundamentally methaporical in nature” maksudnya metafora merupakan suatu hal yang diperoleh dan dipahami secara kognitif dari pengalaman hidup sehari-hari. Metafora sebagai ekspresi linguistik merupakan suatu ungkapan perbandingan yang salah satu unsur pembandingnya mengunakan kata-kata yang bermakna konotatif atau asosiatif. Berdasarkan hal tersebut, metafora tidak dapat diterjemahkan secara utuh, namun dapat ditafsirkan berdasarkan kata-kata yang digunakan sebagai pembanding. menurut beberapa pakar metafora seperti, (Ricoeur,1996), (Knowles dan Moon,2006) membedakan metafora menjadi dua macam, yaitu metafora mati dan metafora hidup atau metafora kreatif. Metafora mati seperti kepala desa, mata pelajara, mata pencaharian, merupakan ungkapan metafora yang maknanya tidak dapat berubah dan telah dapat ditemukan dalam kamus. Metafora kreatif yang diciptakan oleh pengguna bahasa dengan tujuan untuk menciptakan efek imajinatif dalam mengekpresikan ide atau perasaan dalam komunikasi baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Pemanfaatan metafora sebagai proses kreativitas dalam mengunakan bahasa untuk mengungkapkan ide atau gagasan, ternyata bukan hanya marak digunakan secara lisan melainkan juga merambah pada wacana tulis. Salah satu jenis wacana tulis yang sarat pengunaan ungkapan metafora adalah wacana jenis narasi. Penggunaan metafora dalam sebuah wacana narasi bertujuan untuk menkonkretkan dan menghidupkan sebuah tulisan sebagai pendukung untuk memperkuat aspek emosional dalam memahami jalanya alur cerita (Suharsono, 2004). Berdasarkan dari hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap sejauh mana peranan metafora dalam sebuah wacana narasi? Benarkan metafora memegang peranan penting dalam menkonkretkan kata-kata dan sebagai upaya memunculkan aspek emosional dalam sebuah wacana narasi? Bagaimanakah struktur pembentukan metafora dalam wacana narasi? Untuk memeroleh data yang dimaksudkan, makan penelitian ini mengkaji pengunaan metafora yang terdapat pada wacana narasi baik wacana narasi jenis ekspositoris maupun jenis imajinatif. Ada beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan metafora dalam wacana narasi antara lain penelitian yang telah dilakukan oleh Siti Aisyah (2002) “Metafora dalam Novel Larung Karya Ayu Utami Suatu Kajian Linguistik Fungsional Sistemik”, Jufri (2006) dengan judul “Struktur Wacana Lontara La Galigo”, dan Suharsono (2014) dengan judul “Pengunaan Metafora dalam Layla Majjjnun”. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: (1)Bagaimana struktur matafora dalam wacana narasi?, (2) Bagaimana relevansi struktur metafora dalam wacana narasi terhadap pembelajaran semantik? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan struktur metafora dalam wacana narasi. (2) Mendeskripsikan relevansi struktur metafora dalam wacana narasi terhadap pembelajaran semantik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperkaya refrensi atau sebagai bahan bacaan dalam pembelajaran semantik di perguruan tinggi. KAJIAN PUSTAKA Hakikat Bahasa. Bahasa merupakan sebuah sistem symbol lisan yang arbriter yang dipakai oleh angota masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Chaer dan Leonie (2010:15) menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tepat dan dapat dikaidahkan. Aspek terpenting dalam bahasa adalah sistem, lambang, vocal, dan arbriter. Bahasa merupakan sebuah sistem yang bersifat sistematis. Selain bersifat sistematis, juga bersifat sistemis. Dengan sistematis maksudnya bahasa itu tersusun menurut pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis artinya sistem bahasa itu bukan merupakan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri dari sebuah subsistem, yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon. Perkembangan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis tidak terlepas dari studi bahasa dan ilmu linguistik. secara umum linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagain objek kajianya. Semantik Semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna yang terkandung dalam bahasa. Menurut Griffiths (2006;15) semantik adalah The study of word meaning and sentence meaning, abstracted away from contexts of use, is a descriptive subject. Menurut Griffiths semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna kata dan kalimat yang maknanya dapat dilihat dari konteks pengunaan. Saeed (1997:3) yang berpendapat bahwa semantic is the study of the meaning of words and sentences or semantic is the study of meaning communicated through language. Menurut Saeed Semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna dari kata dan merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang makna komunikasi dalam bahasa. Menurut Palmer (1981:1) “Semantics is the technical term used to refer to the study of meaning, and since meaning is a part of language, semantics is a part of linguistics.” Menurut palmer istilah teknis yang mengacu pada ilmu mengenai makna dan jika berangapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, makna merupakan bagian dari linguistik. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu linguistik yang mempelajari makna baik kata yang berdiri sendiri maupun kata yang merupakan bagian struktur frasa dari kalimat secara keseluruhan. Makna Kata Menurut Ogend dan Richards yang dikutip Palmer (1981:25) makna diperoleh dari hubungan antara lambang atau bentuk (symbol) dengan konsep (refrence) dan acuan (refrent). Ogden dan Richard mengatakan bahwa istilah symbol hanya dipakai untuk kata-kata yang merujuk kepada benda, orang kejadian, peristiwa, sedangkan kata-kata yang menyatakan perasaan, sikap, harapan, impian tidak termasuk dalam pengertian symbol. Menurut Parera (2004:131), sebuah lambang bunyi berupa kata tidak dapat mengambarkan rujukan yang diwakilinya karena bunyi yang berhubungan dengan rujukan itu berkaitan dengan persepsi. Persepsi itu diperoleh melalui pengalaman yang berulang-ulang akan hubungan antara lambang bunyi dan rujukan atau realisasinya. Persepsi pertama tentang hubungan antara lambang bunyi dengan rujukan menjadi makna dasar. Namun, manusia dapat pula mengalihkan persepsinya dan dapat pula melakukan perbandingan antara satu persepsi dengan persepsi yang lain. Kemampuan ini dapat memberikan kemungkinan kepada pemakai bahasa untuk tidak selalu memberikan lambang bahasa yang baru atau kata baru untuk temuan dan pengalaman yang baru. Dari sinilah awalnya muncul metafora. Metafora Menurut Richard (1936) metafora adalah perbandingan yang menelaah kesamaan atau kemiripan antara suatu objek dengan objek lain yang dijadikan perbandinganya. Lakoff dan Johnson (1980:3) menyatakan bahwa, “Methafor is pervasive in everday life, not just in language but in thougt and action. Our ordinary conceptual system, in terms of which we both think and act, is fundamentally methaporical in nature”. Metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara seseorang berpikir dan bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis. Levin mendevinisikan metafora sebagai ungkapan kebahasaan untuk menyatakan sesuatu yang hidup untuk sesuatu yang hidup, yang hidup untuk sesuatu yang mati, sesuatu yang mati untuk sesuatu yang hidup, sesuatu yang mati untuk sesuatu yang mati pula, Jufri (dalam Wahab:1990). Lebih lanjut Wahab (dalam Jufri 2006) menyatakan metafora mempunyai preposisi tentang pemahaman dan pengalaman sesuatu yang sejenis dengan perihal yang lain. Wahab mengungkapkan istilah persepsi manusia memengaruhi penciptaan metafora. Model Wahab yang diadaptasi model Helly digolongkan lambangnya berdasarkan klasifikasi medan semantik dikelompokkan menjadi 9 kategori yaitu (1) Kategori Being contoh nomina kebnaran, kasih prediksinya ada namun tidak dapat diamati, (2) Cosmic contoh nomina matahari, bumi, dan bulan prediksinya mengunakan ruang. (3) Energy contoh nomina cahaya, angin, api prediksinya bergerak. (4) Subtansial contoh nomina semacam gas predikinya lembam, (5) Terestrial contoh nomina gunung, sungai, laut predikisnya terhampar dan terikat oleh bumi, (6) objek contoh nomina semua mineral prediksina dapat pecah, (7) living contoh nomina flora prediksinya tumbuh, (8) Animate contoh nomina fauna prediksi berjalan, berlari, (9) Human contoh nomina manusia prediksi berpikir. Menurut Parera (2004) metafora merupakan fenomena terbesar dan terpenting dalam penjelasan tentang hakikat pergeseran dan perubahan makna. Metafora menjadi satu keluaran untuk melayani pikiran dan perasaan pemakai bahasa. Metafora menjadi sumber untuk melayani motifasi yang kuat untuk menyatakan perasaan. Salah satu unsur metafora adalah kemiripan dan kesamaan tangapan pancaindra. (Parera, 2004:119). Dari uraian konsep metafora di atas dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan pemakaian kata atau ungkapan yang mengandung konsep perbandingan.. Hal-hal inti yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa (1) metafora sebagai ekspresi linguistik merupakan perbandingan yang salah satu unsurnya mengunakan kata-kata yang bermakna konotatif atau asosiatif. (2) Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek lain berdasarkan persamaan (3) Metafora digunakann untuk mewakili suatu konsep yang ada dalam pikiran penutur agar mitra tutur dapat memahami konsep yang dimaksud oleh penutur/penulis. Struktur Metafora Parera (2004) menjelaskan bahwa struktur metafora yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan, (2) citra atau topik kedua, dan (3) sense atau titik kemiripan. Topik adalah unsur metafora yang digunakan sebagai pembanding atau objek yang dibicarakan dalam kata atau frasa. Citra adalah unsur metafora yang berupa gambaran pengalaman indra yang diungkapkan melalui kata-kata sebagai pengalaman sensoris yang digunakan sebagai bandingan atau pengandaian untuk mengambarkan topik. Sense atau titik kemiripan adalah unsur metafora yang berupa aspek-aspek khusus yang mempunyai kemiripan antara topik dan citra yang dijadikan sebagai komentar bandingan. Lebih lanjut Parera (2004:119) mengungkapkan bahwa pilihan citraan yang dipakai oleh pemakai bahasa dan para penulis dibedakan atas empat kelompok, yakni (1) metafora bercitra antropomorfik, (2) metafora bercitra hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konret, (4) metafora bercitra sinestesia atau pertukaran tangapan persepsi indra. Pendapat lain mengenai struktur metafora dikemukakan oleh Leech (1987) bahwa suatu kalimat yang bermuatan metafora memiliki tiga bagian utama. Bagian pertama adalah “tenor” yaitu unsur utama yang sedang dibicarakan dalam kalimat tersebut. Kemudian yang kedua adalah “vehicle” yaitu penggambaran atau pengandaian yang digunakan untuk menggambarkan bagian tenor. Unsur ketiga adalah “ground” yaitu benang merah atau persamaan yang dimiliki antara tenor dan vehicle (Leech, 1987:151). Wacana Narasi Narasi atau sering disbut naratif berasal dari kata bahasa ingris naration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Wacana narasi sering disebut juga dengan wacana kisahan. Wacana narasi pada dasarnya menyajikan suatu peristiwa atau kisah secara kronologis dengan jalan cerita. Peristiwa atau kisahan yang disajikan secara naratif pemahaman pembaca terhadap peristiwa yang disajikan. Wacana narasi memiliki kesamaan dengan naskah sastra jenis prosa. Wacana narasi dapat digunakan untuk menyampaikan uraian yang mengutamakan jalan cerita, pelaku dan latar (Suherly, 2007:7). Selanjutnya menurut Semi (2003:29) narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Keraf (2000:136) yang menyatakan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang telah terjadi. Dilihat dari peristiwa yang ditampilkan, narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu (1) wacana narasi ekspositoris wacana narasi yang bersifat factual seperti kisah perjalanan hidup, biografi atau autobiografi, (2) Narasi sugestif adalah narasi yang menyampaikan suatu makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya. Wacana narasi bersifat imajinatif misalnya cerita pendek, dongeng, hikayat. METODE Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif. Jufri (2007:12) menyatakan bahwa karakteristik penelitian kualitatif yaitu: (1) mempunyai latar yang alami sebagai data langsung, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih menekankan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan (5) makna merupakan hal yang esensial. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku kumpulan cerpen “Lelaki Gerimis”karya Irhyl R Makkatutu yang diterbitkan oleh The Phinisi Press 2015 dan buku autobiografi “Menaklukkan Nasib” karya Jasruddin Daud. M yang diterbitkan oleh penerbit Yepensi Jakarta 2016. Data yang diperoleh dianalisis dengan mengunakan teori J.D Parera (2004) untuk menganalisis struktur metafora. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, teknik baca dan teknik catat. Untuk menganalisis data digunakan teknik analisis deskriptif dengan menggunakan model analisis interaktif. Kegiatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan yaitu, a) reduksi data, b) penyajian data, dan c) penarikan kesimpulan/verifikasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian,struktur metafora yang ditemukan dalam wacana narasi melipti tiga unsur, yakni (1) unsur topik, (2) unsur citra, dan (3) unsur sense atau titik kemiripan. Unsur Topik Berdasarkan data hasil penelitian, temuan unsur topik pada struktur frasa metafora dalam wacana narasi membetuk tiga konsep perbandingan yakni (1) perbandingan konsep nomina-nomina membentuk frasa nomina, (2) perbandingan konsep nominaverba membentuk frasa verba, (3) perbandingan konsep nomina-adjektiva membentuk frasa adjektiva, (1) Perbandingan Konsep Nomina (N) – Nomina (N) Membetuk Frasa Nomina Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan benda lain (nomina) membentuk konsep perbandingan nomina-nomina. Artinya, sebagian sifat suatu benda sebagai unsur topik diterapkan pada sifat benda lain sebagai unsur citra (pembanding). Berikut data yang menujukkan konsep perbandingan nomina-nomina. Frasa nomina : - Energi Kehidupan (Daud, 2016:12) Limbah Kebohongan (Makkatutu, 2018:52) Selimut kemungkinan (Makkatutu, 2018:54) Bingkai kehidupan (Daud 2016:138) Tangga kehidupan (Daud 2016:204) Frasa nomina energi kehidupan merupakan ungkapan metafora dengan konsep perbandingan nomina-nomina.Ungakapan metafora tersebut terdiri atas unsur topik kehidupan yang merupakan bentuk nomina dibandingkan dengan nomina energi sehingga ungkapan tersebut membentuk konsep perbandingan nomina-nomina. Kata kehidupan (nomina) secara leksikal memiliki makna dasar suatu keadaan yang bergerak dan bekerja yang berkenaan dengan manusia. Akan tetapi jika kata kehidupan disandingkan dengan kata energi menjadi ungkapan yang bermuatan metafora karena sebagian sifat energi berinteraksi dengan sifat nomina kehidupan. Pengguna bahasa menciptakan metafora tersebut untuk memberikan efek hidup dalam menjelaskan sesuatu keadaan yang dirasakan atau dipikirkan tokoh dalam cerita yaitu semangat yang merasuk kedalam jiwanya dijadikan sebagai energi kehidupan. (2) Perbandingan Konsep Nomina – Verba Membetuk Frasa Verba Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan kata kerja (verba) membentuk konsep perbandingan nomina-verba. Artinya sebagian sifat suatu benda sebagai unsur topik memiliki kesamaan sifat yang terkait bentuk kata verba lain sebagai unsur citra (pembanding). Berikut data yang menujukkan konsep perbandingan nomina-verba. Frasa Verba : - Tanamkan keyakinan (Makatutu, 2015:148) Melempar senyum (Daud, 2016:1) Membungkus harapan (Daud, 2016:108) Menyulam napas (Daud 2016:131) Memangkas kebosanan (Daud 2016:205) Pada frasa verba tanamkan keyakinan merupakan ungkapan metafora dengan konsep perbandingan nomina-verba. Metafora tersebut terdiri atas unsur topik keyakinan (nomina) dibandingkan dengan kata kerja tanam sebagai unsur citra atau pembanding. Pada ungkapan metafora tanamkan keyakinan, bentuk nomina keyakinan dianggap sebagai suatu suatu hal dapat tumbuh layaknya sutu tumbuhan yang ditanam. Kata kerja tanamkan merupakan bentuk dasar dari kata tanam. Kata tersebut secara leksikal merujuk pada suatu tindakan menaruh bibit atau benih tanaman di dalam tanah. Pada ungkapan tersebut pengguna bahasa mencoba membuat analogi perbandingan dengan mengambarkan suatu keadaan keyakinan dianggap sebagai suatu hal yang dapat tumbuh dan perlu ditanam. (3) Konsep Perbandingan Nomina – Adjektiva Metafora dengan unsur topik kata benda (nomina) dibandingkan dengan kata sifat (adjektiva) membentuk konsep perbandingan nomina-adjektiva. Artinya kata benda yang merupakan unsur topik dan kata sifat (adjektiva) sebagai unsur citra (pembanding) memiliki titik kemiripan atau korespondensi antara keduanya. Data tersebut diraikan sebagai berikut. Frasa Adjektiva : - Demam kampanye (Makkatutu,2015:49) - Haus Kekuasaan (Makkatutu,2015:49) - Manisnya khayalan (Makkatutu,2015:49) - Diskusi kian alot (Makkatutu,2015:53) - Mata yang tajam (Makkatutu,2015:55) Frasa adjektiva demam kampanye merupakan ungkapan metafora dengan konsep perbandingan nomina-adjektiva. Metafora tersebut terdiri atas unsur topik kampanye (nomina) dibandingkan dengan kata sifat demam (Adjektiva). Artinya sebuah bentuk nomina kampanye memiliki hubungan atau titik kemiripan dengan bentuk kata sifat demam, sehingga ungkapan tersebut membentuk konsep perbandingan nomina-adjektiva. kata sifat demam secara leksikal merujuk pada suatu gejala penyakit yang ditandai dengan meningkatnya suhu badan. Bentuk kata demam menjadi ungkapan yang bermuatan metaforis jika disandingkan dengan nomina kampanye, karena sebagian kata sifat demam melekat pada suatu nomina kampanye. Pengguna bahasa mencoba meletakkan kata sifat demam ke dalam sutu peristiwa kampanye. Munculnya ungkapan ini diduga pengguna bahasa ingin mengambarkan suatu peristiwa kampanye memiliki sifat suatu gejala penyakit yang ditandai dengan keadaan yang memanas, sehingga memunculkan kesan hidup dalam mendayagunakan kata-kata. Unsur Citra Berdasarka hasil analisis data ditemukan keempat citraan tersebut di dalam wacana narasi. Jenis citraan yang ditemukan, yaitu (1) metafora bercitra antropomorfik, (2) metafora bercitra hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konret, (4) metafora bercitra sinestesia. 1) Metafora Bercitra Abstrak ke Konret Metafora bercitra abstrak ke konret merupakan ungkapan-ungkapan yang memiliki citra objek abstrak digunakan untuk menyatakan objek lain yang bersifat konkret atau sebaliknya.Setelah melakukan analisis data terhadap metafora bercitra abstrak-konret, peneliti kengklasifikasikan beberapa kategori citraan abstrak-konret antar lain, (1) citraan abstrak ke konret berkenaan dengan tumbuhan, (2) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan daya atau energi, (3) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan alat, (4) citraan abstrak-konret berkenaan dengan gerak atau arah dan (5) citraan abstrak-konret berkenaan dengan sifat. Hal tersebut diuraikan berikut ini. (a) Citraan abtrak ke konret berkenaan dengan tumbuhan Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang berhubungan dengan tumbuhan ditemukan pada wacana narasi. Jenis citraan ini berkaitan dengan tumbuhan-tumbuhan atau sifat-sifat dan unsur-unusr yang berkaitan dengan tumbuhan seperti bibit, menyemai, mangakar, menjalar, memupuk. Penggunaan citra abstrak ke konret yang berkenaan dengan tumbuhan diuraikan pada data berikut. - Menyemai harapan (Daud,2016:155) - Rindu mengakar kuat (Makkatutu, 2015:12) - Memupuk kecewa (Makkatutu, 2015:43) Pada uraian data di atas ungkapan-ungkapan metafora yang berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan dipilih oleh pengguna bahasa sebagai unsur citra dimanfaatkan untuk menggambarkan tumbuh kembangnya tanaman atau sifat-sifat tumbuhan layaknya suatu perasaan seperti cinta, rindu, harapan, keyakinan yang tumbuh dan perlu dirawat atau dipupuk. (b) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan daya atau energi Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret ditemukan pada wacana narasi yang berkaitan dengan daya atau energi meliputi wujud gelombang, bahan bakar, mata air, angin, energi. Berikut data metafora abstrak-konret yang berkenaan dengan daya atau energi. - Bahan bakar perjuangan (Daud, 2016:.2) - Mata air rejeki (Daud, 2016 :4) - Energi kehidupan (Daud, 2016:15) Pada data-data yang telah diurakan di atas merupakan ungkapan metafora bercitra abstrak ke konret yang berkaitan dengan daya atau energi. Citra abstrak-konret yang berkaitan dengan daya atau energi dimanfaatkan secara optimal oleh pengguna bahasa untuk membandingkan bentuk nomina seperti rejeki, perjuangan, semanggat, cobaan, harapan, dan kebohonggan. Ungkapan-ungkapan tersebut digunakan oleh pengguna bahasa untuk menghidupkan sesuatu ungkapan yang abstrak sehingga menimbulkan kesan hidup bagi pembaca dalam memahmi alur cerita pada suau narasi. (c) citraan abstrak-konret yang berkenaan dengan alat Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang berhubungan dengan alat juga ditemukan pada wacana narasi. Jenis citraan yang ditemukan dalam wacana narasi yang berkenaan dengan alat atau perabot benda-benda seperti bingkai, tonggak, tangga, cambuk, jembatan, lumbung dan selimut. Data diuraikan sebagai berikut. - Bingkai kehidupan ( Daud, 2016:138) - Tonggak perjalanan kehidupan. (Daud, 2016:196) - Tangga kehidupan (Daud, 2016:204) Pemanfaatan unsur citra yang berkenaan dengan alat dalam wacana narasi seperti bingkai, tonggak, tonggak, tangga, jembatan, dan selimut digunakan oleh pengguna bahasa untuk mencitrakan hal-hal yang bersifat abstrak seperti, kehidupan, rezeki,kemungkinan. Pengunaan kata-kata yang berkaitan dengan alat atau benda-benda mati sebagai unsur citraan dimanfaatkan oleh pengguna bahasa untuk menciptakan kesan hidup dan mengkonretkan suatu ungkapan yang berhubungan dengan sifat-sifat atau fungsi pada suatu benda atau alat. (d) citraan abstrak-konret berkenaan dengan gerak atau arah. Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang berhubungan dengan gerak dan arah juga ditemukan pada wacana narasi. Penggunaan metafora bercitra abstrak ke konret yang berkenaan dengan gerak atau arah meliputi, melangit, merangkak, mengelantung, meluap, mengalir, meletup, merambat,meluap, menjalar. Berikut ini adalah beberapa data yang menujukkan perbandingan abstrak ke konret yang berkenaan dengan gerak atau arah. - Semangat melangit (Daud, 2016:155) - Rasa gugup menjalar (Data ,2016:224) - Kebutuhan hidup merangkak naik (Makkatutu, 2015:12) Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra abstrak ke konret yang berkenaan dengan gerak. Citraan yang berkenaan dengan gerak atau arah meliputi pengunaan kata menjaalar, melangit, merangkak, merambat dan meletup-letup. Unsur citra yang berkenaan dengan gerak dimanfaatkan oleh pengguna bahasa sebagai unsur citra untuk menghidupkan suatu ungkapan yang bersifat abstrak seolah-olah memiliki sifat hidup atau menujukkan orientasi pergerakan. (e) citraan abstrak-konret berkenaan dengan sifat. Jenis citraan metafora yang membandingkan sesuatu hal abstrak ke konret yang berhubungan dengan sifat juga ditemukan pada wacana narasi. Penggunaan citraan yang berkenaan dengan suatu sifat meliputi, retak, alot, demam, haus, kenyang. Data tersebut diuraikan sebagai berikut. - Demam kampanye (Makkatutu, 2015:49) - Haus kekuasaan (Makkatutu, 2015:49) - Diskusi kian alot (Makkatutu, 2015:53) Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra abstrak ke konret yang berkenaan dengan sifat. Citraan yang berkenaan dengan sifat seperti pengunaan kata demam, haus, dan alot. Unsur citra yang berkenaan dengan sifat dimanfaatkan oleh pengguna bahasa sebagai unsur citra untuk mengambarkan suatu keadaan atau peristiwa seolah-memiliki sifat yang melekat benda lain. 2) Metafora Bercitra Hewan (Animal) Metafora bercitra hewan merupana ungkapan metafora yang memanfaatkan unsur-unsur hewan atau dunia binatang sebagai sumber imajinasi perbandingan. Metafora hewan pun menjadi kebiasaan para pemakai bahasa untuk menggambarkan suatu kondisi atau kenyataan di alam pengalaman pemakai bahasa. Data dicontohkan sebagai berikut. - Matahari bersinar garang (Daud,2016:2) - Rasa khawatir bertengger (Daud, 2016:57) - Luka terlanjur bersarang (Makkatutu, 2015:44) Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra hewan. Citraan yang berkenaan dengan hewan meliputi pengunaan kata garang , bertengger, bersarang, dan menganas. Metafora bercitra hewan ini didasarkan atas dunia binatang dengan segala sifatnya. Metafora bercitra binatang dibentuk berdasarkan asosiasi dalam membandingkan unsur-unsur yang terkait dengan dunia binatang, sifat dan tingkah lakunya. 3) Metafora Bercitra Sinestesia. Metafora bercitra sinestesia merupakan pemindahan asosiasi berdasarkan pengalihan indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dasar penciptaan metafora ini adalah pengalihan tanggapan yang didasarkan pada pengalaman pengertian yang satu ke pengertian yang lain. Ungkapan dapat diciptakan dengan pengalihan stimulus dari organ panca indera yang satu ke organ lainya, misalnya dari indera pendengar ke indra penglihatan, dari indera peraba ke indra pendengaran, dan sebagainya. Berikut contoh data metafora bercitra sinestesia. - Manisnya khayalan (Makkatutu, 2015:55) - Mata yang tajam (Makkatutu, 2015:) - Kutajamkan penglihatanku.( Makkatutu, 2015:111) Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra sinestesia. Metafora bercitra sinestesia merupakan gejala pengalihan pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Misalnya pada kata manis yang dapat di indra oleh indra perasa dialihkan untuk mengambarkan keindahan khayalan (angan-angan, fantasi atau rekaan). Pada ungkapan metafora mata yang tajam dan kutajamkan penglihatan terjadi pengalihan konsep indra perba diterapkan ke indra penglihatan. 4) Metafora Bercitra antropomorfik Metafora bercitra antropormofik merupakan suatu gejala semesta. Para pemakai bahasa membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau tubuh mereka sendiri. Pada metafora antropormofik terdapat relasi kata yang seharusnya khusus digunakan untuk fitur atau unsur manusia, namun dikaitkan dengan benda-benda tak bernyawa. Berikut contoh data metafora bercitra antropomorfik. - Bibir danau ( Datud,2016:64) - Desah angin (Daud,2016:12) - Jilatan matahari (Daud,2016:15) Pada data-data di atas merupakan ungkapan-ungakap metafora bercitra antropomofik. Metafora antropomorfik lebih banyak berbicara tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah kehidupan manusia. Misalnya kata bibir pada ungkapan metafora tersebut merupakan bentuk nomina yang merupakan bagian fitur atau organ tubuh manusia atau hewan yang dipadankan atau dibandingkan dengan benda mati danau sehingga membentuk ungkapan bibir danau. Contoh lain Metafora desah angin pengunaan kata desah pada unsur citra tersebut merupakan suatu bentuk nomina yang merupakan bunyi suara manusia yang ditimbulkan ketika menghirup dan mengelurakan napas. Pengguna bahasa memanfaatkan kata desah sebagai citraan untuk mengambarkan suara angin yang seolah-olah berhembus layaknya manusia yang sedang berdesah. Unsur Sense/ Titik Kemiripan Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora adalah aspek-aspek khusus yang mempunyai kemiripan antara unsur topik dan unsur citra. Untuk mengetahui titik kemiripan atau korespondensi antara unsur topik dan unsur citra dalam struktur metafora dilakukan dengan cara menghubungkan relasi komponen makna yang terdapat pada unsur topik dan unsur citra. Berdasarka data hasil penelitian, ungkapan metafora dalam wacana narasi ditemukan beberapa kategori titik kemiripan. Titik kemiripan antara topik dan citra dikelompokkan menjadi empat yaitu (1) titik kemiripan berdasarkan kesamaan sifat, (2) titik kemiripan berdasarkan kesamaan fungsi atau efek, (3) titik kemiripa berdasarkan kesamaan gerak atau arah, dan (4) titik kemiripan berdasarkan kesaman tindakan. Hal tersebut diuraikan sebagai berikut. (1) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Sifat Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan kesamaan sifat apabila komponen makna semantis yang terdapat antara unsur topik dan unsur citra menunjukan sifat yang saling berhubungan satu sama lain. Berikut contoh data. Demam kampanye Demam kampanye merambat hingga ke sisi paling pojok perkampungan. (Makkatutu, 2015:49) Frasa demam kampanye merupakan ungkapan metafora dengan unsur topik kampanye dibandingkan dengan unsur citra demam. Pengguna bahasa menyandingkan kata demam dengan kata kampanye karena keduanya memiliki titik kemiripan atau Komponen Semantis korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat ditinjau dari komponen makna semantis antara topik dan citra pada skema konsep berikut ini. Tabel. 1 titik kemiripan berdsarkan persamaan sifat Topik : kampanye (N) demam (Adj) +bentuk nomina +bentuk adjektiva +gerakan atau aksi untuk mendukung +suatu gejala penyakit yang dirasakan seseorang manusia +Kerap terjadi konflik yang +ditandai dengan suhu badan yang tinggi menyebabkan keadaan memanas atau panas Titik kemiripan kampanye sering terjadi konflik atau perselisihan yang menyebabkan keadaan memanas dianggap sebagai suatu penyakit. (keduanya menunjukkan kesamaan sifat) Pada skema data tersebut kata demam merupakan gejalan penyakit yang ditandai suhu badan yang tinggi dan mengakibabtkan badan panas, hal tersebut diyakini sama dengan sifat aksi kampanye yang kerap terjadi perselisihan yang membuat kedaan memanas. Berdasarkah hal tersebut maka titik kemiripan ungkapan metafora demam kampanye dapat dilihat dari kesamaan sifat antara keduanya. Data lain yang menujukkan titik kemiripan berdasarkan persamaan sifat antarai pada frasa haus kekuasaan, manisnya khayalan, diskusi kian alot. (2) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan fungsi Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan kesamaan fungsi atau efek apabila komponen makna semantis antara unsur topik dan unsur citra menunjukan fungsi yang saling berhubungan satu sama lain. Berikut contoh data. Bahan bakar perjuangan Aroma danau yang menghangat tetap menjadi bahan bakar perjuangan kami. (Daud,2016:.1) Pada ungkapan metafora bahan bakar perjuangan terdiri atas unsur topik perjuangan yang dibandingkan dengan unsur citra bahan bakar. Frasa bahan bakar jika disandingkan dengan nomina perjuangan membentuk ungkapan metaforis karena secara literal frasa bahan bakar biasanya disandingkan dengan nomina yang memiliki mesin seperti, bahan bakar pesawat, bahan bakar mobil. Pengguna bahasa membuat ungkapan perbandingan bahan bakar yang dibandingkan dengan perjuangan karena keduanya memiliki titik kemiripan atau korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat dilihat dari komponen makna semantis antara topik dan citra pada tabel konsep berikut ini. Komponen Semantis Tabel.2 titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi Topik : perjuangan (N) Citra : Bahan bakar (FN) + suatu usaha yang membutuhkan energi +materi yang dapat diubah menjadi energi +dibutuhkan usaha untuk mencapai +digunakan untuk menjalankan proses tujuan mekanik Titik kemiripan Suatu usaha yang membutuhkan energi untuk menjalankan suatu proses guna mencapai tujuan (keduanya menunjukkan kesamaan fungsi) Pada tabel tersebut ungkapan metafora bahan bakar perjuangan menujukkan titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi. Hal tersebut dapat ditinjau dari unsur titik kemiripan komponen semantis antara bahan bakar dan perjuangan. Dalam hal ini kata bahan bakar berfungsi untuk menjalankan proses mekanik dengan mengubah materi menjadi energi, sama halnya dengan perjuangan yang membutuhkan energi untuk mencapai tujuan. Pengguna bahasa membuat analogi dengan menghubungkan kata perjuangan dan bahan bakar sehingga menimbulkan kesan hidup bagi pembaca. Data lain, ungkapan metafora yang menunjukkan titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi ditemukan pada frasa Mata air rejeki, Energi kehidupan, Bingkai kehidupan. (3) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Gerak Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora yang menujukkan kesamaan gerak apabila komponen makna semantis antara unusr topik dan unsur citra sama-sama memiliki oreientasi pergerakan. Ungkapan metafora yang menunjukkan kesamaan gerak dapat dilihat pada data contoh berikut gelombang cobaaan Gelombang cobaan mengenai biaya kuliah sangat deras. (Daud, 2016:166) Komponen Semantis Ungkapan metafora gelombang cobaan menujukkan korespondnsi atau titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak. Hal tersebut dapat ditinjau dari komponen semantis yang menunjukkan titik kemiripan antara makna unsur topik cobaan dan unsur citra gelombang. Titik kemiripan antara topik dan citra dapat dilihat pada tabel titik kesamaan gerak di bawah ini. Tabel.3 titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak Topik: cobaan (N) Citra : gelombang (N) + suatu gerakan beruntun-runtun naik dan turun yang mebuat terombangambing + bergerak melalui medium Titik kemiripan Suatu ujian yang datang bertubi-tubi dapat menyebabkan jiwa terombangambing (keduanya menunjukkan kesamaan fungsi) + dapat terjadi beruntun atau betubi-tubi +dapat menyebabkann jiwa terombang-ambing Pada tabel di atas, ungkapan metafora gelombang cobaan tersebut mengambarkan bahwa nomina cobaan seoalah-olah menunjukaan persamaan gerak gelombang naik turun tanpa arah yang membuat jiwa terombang ambing. Data lain unsur titik kemiripan yang menujukkan persamaan gerak dapat dilihat pada contoh frasa kebutuhan hidup merangkak naik, sepi merambat, Semangat yang mengalir. (4) Titik Kemiripan Berdasarkan Kesamaan Tindakan Unsur sense atau titik kemiripan dalam struktur metafora dikatakan menunjukan kesamaan tindakan apabila makna komponen semantis antara unsur topik dan unsur citra sama-sama menunjukan kesamaan tindakan. Ungkapan metafora yang terdapat pada wacana narasi yang menunjukkan kesamaan tindakan dicontohkan pada data berikut ini. Mengukir kebahagiaan Bagaimana tidak, saya yang dulunya tidak tahu bahkan tidak pernah berpikir untuk sekolah, tidak tahu tentang cita-cita, hidup berpindah-pindah, tanpa biasa mengukir kebahagiaan bersekolah. (Daud,2016:47) Ungkapan metafora mengukir kebahagiaan terdiri atas unsur topik kebahagiaan yang dibandingkan dengan unsur citra mengukir. Kata mengukir jika disandingkan dengan nomina kebahagiaan menjadi ungkapan metaforis karena secara literal mengukir merupakan bentuk tindakan atau kata kerja yang biasanya disandingkan dengan nomina benda padat seperti mengukir kayu, mengukir patung. Pengguna bahasa menyandingkan kata kebahagiaan dengan bentuk kata kerja mengukir karena keduanya memiliki hubungan atau korespondensi. Hubungan kesamaan keduanya dapat dilihat dari komponen makna semantis antara topik dan citra pada tabel konsep berikut ini. Komponen Semantis Tabel.4 Titik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan Topik : kebahagiaan (N) Citra : mengukir (V) +bentuk nomina +bentuk verba +kebahagiaan identik dengan suatu hal suatu tindakan membuat suatu benda yang indah dan menyenangkan menjadi lebih indah, baik dan sempurna +membutuhkan tindakan atau upaya +membutuhkan keahlian dan ketelatenanan untuk meraih kebahagiaan Titik kemiripan Diperlukan tindakan atau usaha untuk membuat suatu hal menjadi indah (tindakan mengukir diangap upaya meraiih kebahagiaan ) Untuk dapat memahami ungkapan metafora mengukir kebahagiaan perlu dilacak dari unsur titik kemiripan antara kebahagiaan dan mengukir. Pengguna bahasa mengunakan kata mengukir sebagai bandingan kata kebahagiaan karena keduanya diasumsikan memiliki titik kemiripan berdasarkan suatu tindakan. Titik kemiripan atau hubungan antara mengukir patung dan mengukir kebahagiaan dapat ditunjukkan dari kata kerja tindakan seseorang mengukir patung membuat sutu benda menjadi indah sama halnya dengan mengukir kebahagiaan suatu bentuk tindakan untuk membuat sesuatu hal atau kehidupan menjadi indah. Data lain yang menujukkan titiik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan ditemukan pada frasa Mengusir gelap, Membalut rasa lapar, Tanamkan keyakinan. KESIMPULAN Struktur frasa metafora yang terdapat dalam wacana narasi meliputi tiga unsur, yaitu unsur topik, unsur citra dan unsur sense atau titik kemiripan. Pada unsur topik membentuk lima konsep perbandingan, yaitu (1) konsep perbandingan nomina-nomina membentuk frasa nomina, (2) konsep perbandingan nomina-verba membentuk frasa verba, (3) konsep perbandingan nomina-adjektiva membentuk frasa adjektiva. Unsur citra pada struktur frasa metafora yang terdapat dalam wacana narasi meliputi metafora bercitra abstrak-konret, metafora bercitra hewan, metafora bercitra sinestesia, dan metafora bercitra antropomofik Unsur sense atau titik kemiripan pada struktur frasa metafora dalam wacana narai membentuk empat jenis titik kemiripan yaitu (1) titik kemiripan berdasarkan persamaan sifat, (2) titik kemiripan berdasarkan persamaan fungsi, (3) titik kemiripan berdasarkan persamaan gerak atau arah, (4) titik kemiripan berdasarkan persamaan tindakan. DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Siti. 2002. Metafora dalam Novel Larung Karya Ayu Utami Suatu Kajian Linguistik Fungsional Sistemik. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitaas Sumatera utara. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: PT.Rineka Cipta. ____________2007. Linguistik Umum Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Rineka Cipta Daud, Jasruddin. 2016. Menaklukkan Nasib.Jakarta : Yepensi Grffiths, Patrick. 2006. An Introduction to English Semantics and Pragmatics. Edinbrug: Edinburg University pres. Jufri. 2007. Metode Penelitian Bahasa dan Budaya. Makassar. Badan Penerbit UNM. __________ 2006. Struktur Wacana Lontara La Galigo. Disertasi. Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM. Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Knowles, Muarry dan Rosmund Moon. 2006. Introducing Metaphor. New York: Roultledge. Koveces, Zoltan. 2002. Matpahor: APratical Introduction. Oxford:Oxford University Pres. Lakoff, G. & Johnson, M. 1980. Metaphor We Live By. University of Chicago Pres. Chicago.Terjemahan oleh Alwy Rachman. Makassar: Fakultas Sastra Universitas Hasanudin. Leech, Geoffrey. 1974. Semantics. Terjemahan oleh Paina Partana. 1997. Yogyakarta: UNS Pres _______. 1987. A Linguistik Guide to English Poetry. London dan New York: Logman. Makkatutu,I.R.2005. Kumpulan Cerpen Lelaki Gerimis. Yogyakarta: The Phinisi Press. Palmer, F.R.1981. Semantic. Cambridge:Cambridge University Pres. Parera, J.D. 2004. Teori Semantik Edisi 2. Jakarta:Erlangga. Richards, lvor Amstrong.1936. The Philosophy of Rhetoric. New York: Oxford University Press. Saeed, Jhon. 1997. Semantics.Oxford: Blackwell Publisher Ltd. Suharsono. 2014. Penggunaan Metafora dalam Layla Majjnun. Jurnal Pendidikan Bahasa dan sastra. Vol. 13, No.2.Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Wahab, A. 1986. Metafora Sebagai Alat Pelacak Sistem Ekologi dalam PELBRA 3. Penyunting : Bambang kaswanti Purwo. Yogyakarta: Kanisius