[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Jurnal Hidroksiapatit

Hidroksiapatit Berpori dari Kulit Kerang (Saryati) Akreditasi LIPI Nomor : 395/D/2012 Tanggal 24 April 2012 HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI KULIT KERANG Saryati, Sulistioso Giat S., Ari Handayani, Supardi, Puji Untoro dan Bambang Sugeng Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan e-mail : saryati@batan.go.id Diterima: 7 Juni 2012 Diperbaiki: 24 Agustus 2012 Disetujui: 10 Oktober 2012 ABSTRAK HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI KULIT KERANG. Hidroksiapatit (HAp) Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan material keramik bioaktif dengan bioafinitas yang tinggi dan bersifat biokompatibel terhadap tubuh manusia. Hidroksiapatit berpori saat ini sudah menjadi kebutuhan yang mendasar bagi rekonstruksi tulang yang patah atau retak. Sementara banyak limbah kulit kerang yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan HAp untuk diproses lebih lanjut menjadi HAp berpori. HAp berpori dibuat melalui pembuatan komposit HAp-porogen. Telah dilakukan pembuatan hidroksiapatit dari kulit kerang dengan jalan reaksi pengendapan. Kulit kerang diubah menjadi CaO kemudian direaksikan dengan diamonium fosfat dan endapannya dikalsinasi sehingga terbentuk HAp dimana kitosan digunakan sebagai porogen. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD) dan Scanning Electron Microscope (SEM). Dari Data XRD terlihat bahwa kemurnian fasa HAp dipengaruhi oleh suhu kalsinasi. Diperoleh untuk HAp murni, suhu kalsinasi tidak lebih dari 700 C. Morfologi permukaan serbuk HAp dan HAp berporogen, tidak terlihat perbedaan yang berarti, tersusun oleh bentuk granular (aglomerasi) dari partikel dengan ukuran berkisar 0,1 µm hingga 1 µm dan membentuk pori-pori dengan ukuran berkisar pada 0,1 µm hingga 1,0 µm. Sementara dalam bentuk pelet, permukaan HAp berporogen terlihat mempunyai pori-pori yang lebih besar dan lebih banyak dari HAp yang tidak berporogen. Kata kunci : Hidroksiapatit, Kitosan, Kulit kerang ABSTRACT POROUS HYDROXYAPATITE FROM CLAMSHELLS. Hydroxyapatite (HAp) Ca10(PO4)6(OH)2 is a bioactive ceramic material with high bioaffinity and biocompatible to the human body. Porous HAp is now a fundamental requirement for the reconstruction of a broken or fractured bones. There are waste a lot of clamshell waste in Indonesia that can be used as a base for manufacture of Hap and continued into porous HAp. Generally the porous HAp was made through HAp-porogen composite. Have been studied the manufacture of clamshells HAp by precipitation reactions. Clamshells converted into CaO and then reacted with diammonium phosphate and calcinated to form sediment Hap. It was used chitosan as a porogen. The results obtained were characterized by X-Ray Diffractometer (XRD) and Scanning Electron Microscope(SEM). From the XRD data shows that the phase purity of HAp is affected by calcination temperature. The conclusions are that to obtain pure HAp calcination temperature not exceeding 700 C. Surface morphology of HAp and porous HAp powder, look no significant difference, composed of granular forms (agglomeration) of particles with a size range from 0.1 - 1 μm and form pores-pore size is about 0.1 - 1.0 μm. Meanwhile, in the form of pellets, porous HAp surface pores seem to have a bigger and more of HAp are not porous. Keywords : Hydroxyapatite, Chitosan, Clamshell PENDAHULUAN Hidroksiapatit (HAp) Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan material keramik bioaktif dengan bioafinitas tinggi, bersifat biokompatibel terhadap tubuh manusia. Hidroksiapatit berpori saat ini menjadi kebutuhan yang mendasar bagi rekonstruksi tulang yang patah atau retak. Aplikasi non medis dari keramik berpori HA meliputi media kemasan untuk kromatografi kolom, sensor gas, katalis dan host bahan [1]. HAp dapat disintesis secara kimia dari bahan awal yang mengandung kalsium dan fosfor menggunakan beberapa metode sintetis kimia yang didasarkan pada reaksi solid state pengendapan kimia, 31 Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science reaksi hidrotermal dan metode sol-gel [1-5]. Beberapa literatur melaporkan perubahan kulit kerang menjadi hidroksiapatit dalam media fosfat dengan metode hidrotermal. Kulit kerang merupakan komposit mineral dan biopolimer terdiri dari 95 %berat hingga 99 %berat CaCO3 dalam bentuk kristal aragonit dan sejumlah kecil oksida dan juga ada (0,696 %SiO2, 0,649 %MgO, 0,419 %Al2O3, 0,33 %SrO, 0,204 %P2O5, 0,984 %Na2O, 0,724 %SO3) dan 1 % hingga 5 % makromolekul organik [6-10]. Lapisan aragonit di permukaan kulit kerang menjadi lapisan HAp dengan metode hidrotermal dalam media fosfat [6,7]. Pembuatan HAp nano powder dari kulit kerang mutiara melalui proses hidrotermal [8]. Pembuatan HAp dari kulit kerang dan kulit telur melalui reaksi padat [5,9]. Pembuatan HAp dari kulit telur melalui preses reaksi pengendapan [10]. Sintesis HAp melelui proses reaksi pengendapan ini sudah digunakan secara umum, karena sederhana dan ekonomis. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengadukan dan kecepatan alir pereaksi. Pengadukan diperlukan untuk membuat larutan bercampur sempurna dan menghindari aglomerasi sehingga reaksi pengendapan tidak sempurna [11] HAp yang cocok untuk rekontruksi tulang adalah HAp berpori. Pori yang terbentuk berfungsi sebagai media pembentukan jaringan sel tulang yang tumbuh. HAp berpori umumnya dibuat melalui pembentukan komposi HAp dengan polimer atau bahan organik, yang biasa disebut porogen, kemudian diteruskan dengan kalsinasi sehingga bahan organiknya hilang [12]. Dalam makalah ini dilaporkan pembuatan hidroksiapatit dari kulit kerang dengan jalan reaksi pengendapan dalam dalam reaktor kimia yang dilengkapi dengan pengaduk 3 tingkat dan 5 batang pemanas yang bisa dikontrol, ada lobang dibagian atas sebagai pintu masuk pereaksi dan saluran ke bawah sebagai pintu keluar hasil reaksi. Kulit kerang dengan kalsinasi diubah menjadi CaO kemudian direaksikan dengan diamonium hidrogenfosfat. Digunakan kitosan untuk memodifikasi pori-pori HAp yang terbentuk. Untuk melihat perubahan fasa HAp yang terbentuk dilakukan kalsinasi pada berbagai suhu. Hasil yang diperoleh dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Scaning Electron Microscope (SEM) dan Atomic absorption Spectrometer (AAS). Edisi Khusus Material untuk Kesehatan 2012, hal : 31 - 35 ISSN : 1411-1098 energi tinggi (HEM), reaktor kimia, Simultan Thermal Analizer (STA)-SETARAM, TGA24S, Diffraktometer Sinar-X Shimadzu XD-610 dan Scaning Electron Microscope (SEM) JEOL JED-2300. Cara Kerja Kulit kerang dicuci dengan air dan alkohol dengan ultrasonic sampai bersih Setelah itu sampel dikeringkan dalam oven pada 110 C. Kemudian dilanjutkan dengan kalsinasi dalam furnace pada suhu 600  C hingga 1.100 C selama 5 jam. Hasil kalsinasi sampel dihaluskan dengan mesin (HEM) selama 6 jam. Sejumlah bubuk kulit kerang hasil kalsinasi didespersikan dalam air demineralisasi dan dimasukan dalam reaktor kimia, suhu dijaga 35  C. Larutan diamoniumfosfat dialirkan ke dalam reaktor kimia dengan kecepatan 2 mL/menit sambil diaduk dengan kecepatan konstan sehingga terbentuk endapan putih. Setelah didiamkan semalam, endapan disaring, dikeringkan dan akhirnya dikalsinasi sehingga terbentuk Hidroksiapatit (HAp) dan dikarakterisasi. HAp bubuk yang diperoleh dicampur dengan kitosan kemudian dikalsinasi untuk memperoleh HAp berpori. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 menunjukkan morfologi Scaning Electron Microscope (SEM) permukaan partikel kulit kerang yang telah dihaluskan dengan mesin penghalus energi tinggi (HEM). Dalam kulit kerang mentah terlihat (a) (b) METODE PERCOBAAN Bahan Bahan terdiri dari : kulit kerang, alkohol dan air demineralisasi. Alat Sedangkan alat terdiri dari : alat-alat gelas, ultrasonic cleaner, oven, furnace, mesin penghalus 32 Gambar 1. Morfologi SEM permukaan : (a). kerang mentah dan (b). kerang setelah kalsinasi 1.100 °C Hidroksiapatit Berpori dari Kulit Kerang (Saryati) Gambar 2. Kurva termografimetri (a). kulit kerang dan (b). setelah kalsinasi. Gambar 3. Pola XRD kulit kerang sebelum dan setelah kalsinasi struktur berlapis, ada lembaran yang tegak dan mendatar serta serpihan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kulit kerang merupakan komposit mineral dan biopolimer, yang biasanya terdiri dari 95 %berat hingga 99 %berat CaCO3 dalam bentuk kristal aragonit dan sejumlah kecil oksida lainnya dan pertumbuhan lapisan kulit kerang ada yang bergelombang, parallel dan horizontal [7-10]. Tingginya kadar kalsium yang dimiliki kulit kerang, mendorong limbah limbah kulit kerang digunakan sebagai sumber kalsium alami dalam proses síntesis hidroksiapatit. Kalsinasi cangkang telur pada suhu 1.000 °C selama 6 jam mengakibatkan kalsium karbonat yang terkandung di dalam cangkang telur berubah menjadi kalsium oksida dengan reaksi seperti Persamaan (1). CaCO3 CaO + CO2 ......................... (1) Setelah kalsinasi bentuk struktur berlapis tersebut hilang, karena biopolimernya hilang dan CaCO 3 berubah menjadi CaO sesuai dengan jejak termogravimetrinya ditunjukkan pada Gambar 2 dan pola difraksi sinar-X ditunjukkan pada Gambar 3. Dalam jejak termogravimetri kulit kerang kering dalam rentang suhu 100 C hingga 800 C (Gambar 1(a)). Tidak terlihat penurunan berat karena penguapan air, sebab sampel yang digunakan sudah dikeringkan pada suhu 110 C. Terjadi penurunan berat mulai suhu sekitar 650 C yang disebabkan oleh terbakarnya bahan organik. Kulit kerang terutama terdiri dari CaCO3, dekomposisi dimulai pada ~ 700 oC dan menurut perhitungan pengurangan berat sekitar 44 % . Keberadaan CaO dilakukan pencirian dengan XRD seperti diperlihatkan pada Gambar 3. Berdasarkan pola difraksi sinar-X kulit kerang sebelum dan setelah dikalsinasi serta dicocokkan dengan data Joint Commitee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) No. 37-1497 untuk CaO dan JCPDS No. 41-0475 untuk CaCO3 terlihat bahwa komponen utama serbuk kulit kerang yang telah dikalsinasi adalah CaO dan sebelum kalsinasi mengandung fasa kristalin dari CaCO3. Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah pada penelitian ini menggunakan kulit kerang sebagai sumber kalsium yang sebelumnya dikalsinasi untuk membentuk CaO dan sebagai sumber fosfor digunakan diamonium fosfat dengan reaksi seperti Persamaan (2). 10 CaO + 6(NH4)2 HPO4 Ca10 (PO4)6 (OH)2 + 12 NH4OH ................... (2) Tabel 1. Komposisi fasa HAp dan TCP (Ca 3(PO4)2) pada HAp hasil proses sintesis pada berbagai suhu kalsinasi Suhu kalsinasi C % fasa HAp % fasa TCP 1000 71,15 28,85 900 78,72 21,28 800 91,43 8,54 750 90,20 9,80 725 93,76 6,24 700 100 0 (a) (b) (c) Gambar 4. Pola difraksi Sinar-X dari HAp pada berbagai suhu kalsinasi. Gambar 5. Pola difraksi (a). HAp kerang, (b). kitosan dan (c). HAp berpori dengan porogen kitosan. 33 Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science Jumlah CaO dan (NH4)2HPO4 yang dilarutkan ditentukan berdasarkan hasil perhitungan stokiometri sehingga menghasilkan rasio konsentrasi Ca/P sebesar 1,67. Berdasarkan analisis Atomic absorption Spectrometer (AAS) kandungan Ca dalam bubuk kulit kerang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 59 %berat. Gambar 4 menunjukkan pola difraksi hasil proses reaksi pengendapan dalam berbagai suhu kalsinasi. Fasa-fasa yang terbentuk diidentifikasi berdasarkan data JCPDS. Berdasarkan JCPDS No. 09-0432 untuk fasa HAp (a) (b) (c) Edisi Khusus Material untuk Kesehatan 2012, hal : 31 - 35 ISSN : 1411-1098 dicirikan intensitas tertinggi pada nilai 2θ sebesar 25,879°, 31,773°, 32,196°, 32,902° dan 34,048°. Terlihat bahwa fasa HAp (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) telah terbentuk pada pengendapan tanpa kalsinasi. Setelah dikalsinasi pada suhu lebih tinggi dari 700 C terbentuk fasa lain, yaitu TCP (Ca3 PO4)2, yang mempunyai intensitas tertinggi pada 2θ sebesar 25,802°, 27,769°, 31,026° dan 34,37°. Analisis kuantitatif fasa yang terbentuk dilakukan dengan metode perbandingan langsung dari puncak tertinggi masing-masing fasa, yaitu puncak (210) untuk fasa TCP dan puncak (211) untuk fasa HAp. Hasil analisis kuantitatif fasa terlihat pada Tabel 1. Makin tinggi suhu kalsinasi makin tinggi kandungan fasa TCP. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh fasa HAp murni, pemenasan suhu kalsinasi tidak lebih dari 700 C. HAp berpori dibuat dengan mencampur HAp hasil reaksi dengan kitosan sebagai porogen, kemudian dikalsinasi sehingga kitosannya hilang meninggalkan pori-pori. Dalam Gambar 5 menunjukkan pola difraksi HAp berpori tidak terlihat adanya fasa kitosan, namun terlihat fasa baru, yang menurut JCPDS adalah fasa CaO dan CaCO3. Keberadaan CaO dan CaCO3 dalam HAp, tidak membahayakan tubuh, karenanya senyawa ini sering digunakan dalam bidang farmasi [13]. Analisis morfologi HAp tanpa penambahan porogen dan dengan penambahan porogen kitosan dilakukan dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Pada Gambar 6(a) terlihat morfologi HAp bentuk serbuk dan Gambar 6(b) HAp bentuk pelet. Morfologi permukaan serbuk HAp dan HAp berporogen, tidak terlihat perbedaan yang berarti, tampak tersusun oleh bentuk granular/padat (aglomerasi) dari partikel dengan ukuran berkisar 0,1 µm hingga 1,0 µm dan diantaranya membentuk pori kecil dengan ukuran berkisar pada 0,1 µm hingga 1,0 µm. Sementara dalam bentuk pelet, permukaan HAp berporogen terlihat mempunyai pori-pori yang lebih besar dan lebih banyak dari HAp yang tidak berporogen KESIMPULAN (d) Gambar 6. Morfologi SEM (a). serbuk HAp kerang, (b). serbuk HAp kerang berporogen, (c). pelet HAp kerang dan (d). pelet HAp kerang berporogen. 34 Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh fasa hidroksiapatit (HAp) murni sintesis HAp dengan metode reaksi pengendapan dalam reaktor kimia, pemanasan suhu kalsinasi tidak lebih dari 700 C. 2. Makin tinggi suhu kalsinasi kandungan fasa TCP (Ca3 PO4)2 makin banyak. 3. Morfologi permukaan serbuk HAp dan HAp berporogen, tidak terlihat perbedaan yang berarti, tersusun oleh bentuk granular (aglomerasi) dari partikel dengan ukuran berkisar 0,1 µm hingga 1,0 µm dan membentuk pori-pori dengan ukuran sebesar 0,1 µm hingga 1,0 µm. Sementara dalam Hidroksiapatit Berpori dari Kulit Kerang (Saryati) bentuk pelet, permukaan HAp berporogen terlihat mempunyai pori-pori yang lebih besar dan lebih banyak dari HAp yang tidak berporogen. DAFTAR ACUAN [1]. HRVOJE IVANKOVIC, SEBASTIJAN ORLIC, DAJANA KRANZELIC and EMILIJA TKALCEC, Science and Technology, 63 (2010) 408-413 [2]. ROZITA AHMAD RAMLI, ROHANA ADNAN, MOH.ABU BAKAR and SAM’AN MALIK MASUDI, Journal of Physical Science, 22 (1) (2011) 25-37 [3]. SUMIT PRAMANIK, AVINASH KUMAR AGARVAR and K. N. RAI, Treds Biomater, Artif Organs, 19 (1) (2005) 46-51 [4]. ISMAIL ZAINOL, FADZIL AYAD ZAKARIA, MOHD RAZIF SALIMAN and MOHD AFFANDI DERMAN, Solid State Science and Technology, 16 (1) (2008) 153-159 [5]. K. DAHLAN, F. PRASETYANTI,Y.W. SARI, Jurnal Biofisika, 5 (2) (2009) 71-78 [6]. KENNETHS.VECCHIO, XINGZHANG,JENNIFER B. MASSIE, MARK WANG, CHOLL W., Acta Biomaterialia, 3 (2007) 910-918 [7]. MING NI, BUDDY D. RATNER, Biomaterials, 24 (2003) 4323-4331 [8]. A.F. LEMOS, J.H.G. ROCHA, S.S.F. QUARESMA, S. KANNANA, F.N. OKTAR S.AGATHOPOU LOS, J.M.F. FERREIRA, Journal of the European Ceramic Society, 26 (2006) 3639-3646 [9]. GRÉTA GERGELY, FERENC WÉBER, ISTVÁN LUKÁCS, LEVENTE ILLÉS, ATTILA L. TÓTH, ZSOLT E. HORVÁTH, JUDIT MIHÁLY, CSABA BALÁZSI, Cent. Eur. J. Chem., 8 (2) (2010) 375-381 [10]. ARI HANDAYANI dkk, Sintesa dan Karakterisasi Hidroksiapatit, Seminar Nasional XX Kimia Dalam Industri dan Lingkungan, JASAKIAI, (2011) [11]. A. BINNAZ HAZAR YORUC, YELIZ KOCA, Digest Journal of Nanomaterial and Biostructure, 4 (1) (2009) 73-81 [12]. SOPYAN I., MELM., RAMESH S., KHALID K.A., Scie. Technol. Adva. Mat., 8 (2007) 116-123 [13]. MURAKAMI F.S., ROGRIGUES, Cienc. Tecnol. Alimet Campinas, 27 (3) (2007) 658-662 35