[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Negeri Penyembah Setan

2023

Negeri Penyembah Setan Munafik, picik dan licik. Tiga kata yang dapat menggambarkan situasi negeri ini. Rakyat hanya dijadikan target kekuasaan semata. Bak sapi perah yang dapat setiap saat diperah susunya, ia diberi makan dengan janji-janji yang telah menumpuk dan dikurung dalam kandang kebodohan. Sungguhlah memprihatinkan melihat masyarakat kita dengan kondisi sekarang ini. Kita hanya bisa menggembar-gemborkan bahwa demokrasi adalah untuk rakyat, namun kenyataannya justru itu hanyalah sebuah kata kiasan saja. Para penguasa lah yang membentuk sistem demokrasi di sini, yang memiliki jabatan dan kepentingan lah berhak mengatur rakyat kita. Rakyat hidup atas kemauan mereka, Rakyat hidup atas belas kasihan mereka Padahal ketika terjadi pemilihan, mereka bak menjelma seperti anak sapi yang merengek minta asi pada induknya. Satu kata munafik. Tapi kenapa kita tak kunjung memperbaikinya? Bukankah bangsa ini adalah bangsa yang besar katanya. Bangsa yang memiliki sumber daya dan keanekaragaman yang luar biasa katanya. Apakah karena kita takut? Atau mereka yang telah nyaman di dalam buaian jabatannya lah yang takut akan perubahan? Dengannya kita menganggap bahwa bangsa ini adalah bangsa yang terpilih. Dengan kelima nilai dasar yang selalu di suarakan, tapi sayangnya hanya di lidah saja. Tanpa ada keinginan untuk mensukseskan atau mewujudkannya. Sungguh luar biasa. Masyarakat yang menganggap diri mereka calon negara maju yang bisa menyaingi negara-negara yang telah mapan, tapi bahkan gagal mendefinisikan atau mengimplementasikan Core Value dari bangsanya. Lalu apa yang salah dari negeri ini? Apakah tidak cukup orang pintarnya? Apakah tidak cukup orang hebatnya? Apa yang menjadi kekurangan kita pada dasarnya sederhana karena pada dasarnya kemajuan peradaban suatu bangsa hanya membutuhkan satu elemen utama yaitu kepedulian dari segenap unsur yang ada di sebuah negara. Untuk apa jika anda pintar dan bahkan mungkin jenius, tapi tak peduli apapun dengan apa yang terjadi di masa depan. Tak peduli apa yang akan anak cucu kita alami menghadapi seluruh kebobrokan yang ada di negeri gonjang-ganjing ini. Karena pada dasarnya akar perubahan adalah diri kita sendiri, saya dan kamu adalah pelaku sejarah sekarang. Kita mengalami masa-masa yang sulit, masa-masa yang menbuat putus asa. Tapi apakah dengan alasan itu kita membenarkan alasan untuk tidak berkontribusi apapun untuk bangsa ini? Sungguh picik. Dalam salah satu pelakonan wayang purwa ada sebuah lakon yang berjudul "Semar Bangun Kahyangan" dimana semar berencana membangun kahyangan karena ia merasa bahwa negara amarta yang dipimpin oleh pandawa lima sendiri, yang menjadi perwujudan dari kebenaran alam semesta, moral nya malah merosot karena mereka tak peduli. Dan jika itu diteruskan maka negara amarta yang makmur pada akhirnya akan hancur bukan karena serangan kurawa tapi karena diri mereka sendiri. Cerita diatas mungkin hanyalah sebuah karangan para dalang yang memainkan dan memerankan pelakonan wayang, namun kita dapat meresapi dan merasakannya sekarang ini. Tak ada yang menyerang kita, tak ada yang membenci kita. Tapi diri kita sendiri, yang saling menyerang, membenci satu sama lain.