Wabah Corona Virus Disease tahun 2019 (Covid-19) tidak hanya
dirasakan pada sektor kesehatan, tap... more Wabah Corona Virus Disease tahun 2019 (Covid-19) tidak hanya dirasakan pada sektor kesehatan, tapi juga merambah ke seluruh sendi kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Akhir tahun 2019 hingga awal 2020, Virus Corona hanya menjadi berita manca negara. Tak disangka, virus yang mematikan itu akhirnya masuk juga ke tanah air. Ratusan nyawa melayang akibat paru-paru yang digerogoti virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok itu. Bahkan, puluhan tenaga medis, baik dokter maupun perawat pun menjadi korban keganasan pandemi ini. Pemerintah Republik Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2020 (Covid-19). Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan virus tersebut. Yang pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam siaran pers tanggal 12 Maret 2020, menyampaikan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 yang menginstruksikan untuk segera mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau unit layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara berkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan setempat dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Dalam siaran pers tangga 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu pokok penting dalam edaran ini adalah keputusan pembatalan ujian nasional (UN) Tahun 2020. “Setelah kami pertimbangkan dan diskusikan dengan Bapak Presiden dan juga instansi di luar, Kemendikbud memutuskan untuk membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya,” katanya, di Jakarta, Selasa (24/3/2020). Menjelaskan mengenai mekanisme ujian sekolah, Mendikbud mengatakan, ujian atau tes yang yang diselenggarakan dalam bentuk tatap muka tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilakukan sebelum terbitnya edaran ini. Ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai ujian tersebut untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan: (1) Kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan. Adapun kenaikan kelas dilaksanakan dengan ketentuan (a) Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya edaran ini; (b) UAS untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Baik US maupun UAS dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Terkait belajar dari rumah, Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. “Kami ingin menganjurkan bagi daerah yang sudah melakukan belajar dari rumah agar dipastikan gurunya juga mengajar dari rumah untuk menjaga keamanan guru, itu sangat penting,” pesan Nadiem.
Dikemukakan, pembelajaran daring atau jarak jauh difokuskan pada peningkatan pemahaman siswa mengenai Virus Corona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar-siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam kesenjangan akses, dan fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor atau nilai kuantitatif. “Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti gurunya hanya memberikan pekerjaan kepada muridnya. Tetapi juga ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu muridnya dalam mengerjakan tugasnya. Walaupun bekerja dari rumah, mohon siswa kita juga dibimbing,” jelas Mendikbud (Kemdikbud, 2020: Siaran Pers Tanggal 24 Maret 2020). Kagagapan menghadapi situasi yang tidak disangka sebelumnya juga dirasakan masyarakat pendidikan di Eks Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah eks Karesiden Banyumas meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Guru SD Negeri 4 Sokanegara, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas bernama Anastasia Dwi Wiwik Indriastuti, misalnya, mengaku sangat bersedih karena harus belajar secara online. Akibat pembelajaran model ini, tugas orang tua menumpuk. Karena, selain menyelesaikan tugas rumah tangga, pekerjaan orang tua juga harus membantu putra-putrinya yang masih sekolah. “Saya merasa belum menjadi guru yang sempurna dengan model pembelajaran online. Saya terbiasa belajar dengan tatap muka. Rasanya lebih bermakna. Dengan tatap muka langsung, kami lebih dekat dan mengerti jiwa anak. Demikian pula anak, mereka bahkan lebih merindukan guru dan temannya dalam belajar. Membangun karakter anak, sangat memerlukan peran serta guru dan orang tua. Sementara belajar online lebih cenderung sekadar pengajaran,” kata Anastasia dalam interview daring, 2 April 2020. Di masa tanggap darurat seperti ini, banyak hal yang bisa dilakukan guru dalam menyukseskan program “Belajar di Rumah.” Itulah sebabnya, Anastasia Dwi Wiwik bersama koleganya Yusef Kurniawan dan Sugito dari Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas memanfaatkan Youtube untuk memberikan materi pembelajaran kepada siswa. “Tidak hanya dari Banyumas, kami juga mengajak guru dari seluruh Indonesia untuk menjadi Guru Tanggap Corona melalui pembelajaran online memanfaatkan Youtube ini,” ujar Yusep (Dindik Banyumas, 2020).
Dibantu Arifin, SDN 3 Karangtalun Kidul Purwojati dan Sugito dari SDN 2 Samudra, Gumelar, Yusep mencoba menginisiasi kegiatan pembelajaran memanfaatkan media sosial ini. “Mengkreasi ini tidak mudah. Tidak semua peserta didik mempunyai kuota yang cukup. Apalagi sebagian dari mereka berada di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet,” ujar pria yang pernah menjadi guru teladan 10 besar Provinsi Jawa Tengah ini. Melalui kanal Youtube, Yusef bersama kawan-kawan membagi ilmunya. Selain sebagai nara sumber, ia juga menjadi host bagi relawan guru yang mau berbagi ilmunya. Mereka bahkan sudah menjadwalkan pembelajaran online secara live streaming. Bak gayung bersambut, inisiatif Yusef, Sugito dan Anastasia mengundang banyak guru bergabung menjadi relawan “Guru Tanggap Corona” melalui pembelajaran online. (Dindik Banyumas, 2020). Selain guru, orang tua pun banyak melakukan inisiasi melaksanakan proses belajar-mengajar di musim tanggap darurat Virus Corona ini. Orang tua tidak lagi sekadar menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, tapi mereka sendiri menyelenggarakannya. Karena, saban hari anak di rumah akibat diliburkan dalam rentang waktu yang relatif lama. Maka situasi rumah pun berubah, dari kehidupan rumah tangga menjadi seperti sekolah. Disebut sekolah rumah (homeschooling) tidak sepenuhnya, karena anak masih terikat dengan sekolah formal. Tapi disebut sekolah formal pun tidak bisa, karena mereka belajar di rumah. Itulah sebabnya, situasi belajar-mengajar di musim tanggap darurat ini lebih cocok disebut Quasi Homeschooling.
Wabah Corona Virus Disease tahun 2019 (Covid-19) tidak hanya
dirasakan pada sektor kesehatan, tap... more Wabah Corona Virus Disease tahun 2019 (Covid-19) tidak hanya dirasakan pada sektor kesehatan, tapi juga merambah ke seluruh sendi kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Akhir tahun 2019 hingga awal 2020, Virus Corona hanya menjadi berita manca negara. Tak disangka, virus yang mematikan itu akhirnya masuk juga ke tanah air. Ratusan nyawa melayang akibat paru-paru yang digerogoti virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok itu. Bahkan, puluhan tenaga medis, baik dokter maupun perawat pun menjadi korban keganasan pandemi ini. Pemerintah Republik Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2020 (Covid-19). Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan virus tersebut. Yang pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam siaran pers tanggal 12 Maret 2020, menyampaikan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 yang menginstruksikan untuk segera mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau unit layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara berkoordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan setempat dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.
Dalam siaran pers tangga 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu pokok penting dalam edaran ini adalah keputusan pembatalan ujian nasional (UN) Tahun 2020. “Setelah kami pertimbangkan dan diskusikan dengan Bapak Presiden dan juga instansi di luar, Kemendikbud memutuskan untuk membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya,” katanya, di Jakarta, Selasa (24/3/2020). Menjelaskan mengenai mekanisme ujian sekolah, Mendikbud mengatakan, ujian atau tes yang yang diselenggarakan dalam bentuk tatap muka tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilakukan sebelum terbitnya edaran ini. Ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai ujian tersebut untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan: (1) Kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan. Adapun kenaikan kelas dilaksanakan dengan ketentuan (a) Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya edaran ini; (b) UAS untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Baik US maupun UAS dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Terkait belajar dari rumah, Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. “Kami ingin menganjurkan bagi daerah yang sudah melakukan belajar dari rumah agar dipastikan gurunya juga mengajar dari rumah untuk menjaga keamanan guru, itu sangat penting,” pesan Nadiem.
Dikemukakan, pembelajaran daring atau jarak jauh difokuskan pada peningkatan pemahaman siswa mengenai Virus Corona dan wabah Covid-19. Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar-siswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam kesenjangan akses, dan fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor atau nilai kuantitatif. “Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti gurunya hanya memberikan pekerjaan kepada muridnya. Tetapi juga ikut berinteraksi dan berkomunikasi membantu muridnya dalam mengerjakan tugasnya. Walaupun bekerja dari rumah, mohon siswa kita juga dibimbing,” jelas Mendikbud (Kemdikbud, 2020: Siaran Pers Tanggal 24 Maret 2020). Kagagapan menghadapi situasi yang tidak disangka sebelumnya juga dirasakan masyarakat pendidikan di Eks Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah eks Karesiden Banyumas meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Guru SD Negeri 4 Sokanegara, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas bernama Anastasia Dwi Wiwik Indriastuti, misalnya, mengaku sangat bersedih karena harus belajar secara online. Akibat pembelajaran model ini, tugas orang tua menumpuk. Karena, selain menyelesaikan tugas rumah tangga, pekerjaan orang tua juga harus membantu putra-putrinya yang masih sekolah. “Saya merasa belum menjadi guru yang sempurna dengan model pembelajaran online. Saya terbiasa belajar dengan tatap muka. Rasanya lebih bermakna. Dengan tatap muka langsung, kami lebih dekat dan mengerti jiwa anak. Demikian pula anak, mereka bahkan lebih merindukan guru dan temannya dalam belajar. Membangun karakter anak, sangat memerlukan peran serta guru dan orang tua. Sementara belajar online lebih cenderung sekadar pengajaran,” kata Anastasia dalam interview daring, 2 April 2020. Di masa tanggap darurat seperti ini, banyak hal yang bisa dilakukan guru dalam menyukseskan program “Belajar di Rumah.” Itulah sebabnya, Anastasia Dwi Wiwik bersama koleganya Yusef Kurniawan dan Sugito dari Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas memanfaatkan Youtube untuk memberikan materi pembelajaran kepada siswa. “Tidak hanya dari Banyumas, kami juga mengajak guru dari seluruh Indonesia untuk menjadi Guru Tanggap Corona melalui pembelajaran online memanfaatkan Youtube ini,” ujar Yusep (Dindik Banyumas, 2020).
Dibantu Arifin, SDN 3 Karangtalun Kidul Purwojati dan Sugito dari SDN 2 Samudra, Gumelar, Yusep mencoba menginisiasi kegiatan pembelajaran memanfaatkan media sosial ini. “Mengkreasi ini tidak mudah. Tidak semua peserta didik mempunyai kuota yang cukup. Apalagi sebagian dari mereka berada di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet,” ujar pria yang pernah menjadi guru teladan 10 besar Provinsi Jawa Tengah ini. Melalui kanal Youtube, Yusef bersama kawan-kawan membagi ilmunya. Selain sebagai nara sumber, ia juga menjadi host bagi relawan guru yang mau berbagi ilmunya. Mereka bahkan sudah menjadwalkan pembelajaran online secara live streaming. Bak gayung bersambut, inisiatif Yusef, Sugito dan Anastasia mengundang banyak guru bergabung menjadi relawan “Guru Tanggap Corona” melalui pembelajaran online. (Dindik Banyumas, 2020). Selain guru, orang tua pun banyak melakukan inisiasi melaksanakan proses belajar-mengajar di musim tanggap darurat Virus Corona ini. Orang tua tidak lagi sekadar menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, tapi mereka sendiri menyelenggarakannya. Karena, saban hari anak di rumah akibat diliburkan dalam rentang waktu yang relatif lama. Maka situasi rumah pun berubah, dari kehidupan rumah tangga menjadi seperti sekolah. Disebut sekolah rumah (homeschooling) tidak sepenuhnya, karena anak masih terikat dengan sekolah formal. Tapi disebut sekolah formal pun tidak bisa, karena mereka belajar di rumah. Itulah sebabnya, situasi belajar-mengajar di musim tanggap darurat ini lebih cocok disebut Quasi Homeschooling.
Uploads
Papers by Aguz Pu
dirasakan pada sektor kesehatan, tapi juga merambah ke seluruh sendi
kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Akhir tahun 2019 hingga awal 2020,
Virus Corona hanya menjadi berita manca negara. Tak disangka, virus yang
mematikan itu akhirnya masuk juga ke tanah air. Ratusan nyawa melayang
akibat paru-paru yang digerogoti virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan,
Republik Rakyat Tiongkok itu. Bahkan, puluhan tenaga medis, baik dokter
maupun perawat pun menjadi korban keganasan pandemi ini.
Pemerintah Republik Indonesia segera mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2020
(Covid-19). Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan virus tersebut. Yang
pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan
Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam
siaran pers tanggal 12 Maret 2020, menyampaikan Surat Edaran Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 yang menginstruksikan untuk
segera mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau unit
layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara berkoordinasi dengan
fasilitas pelayanan kesehatan setempat dalam rangka pencegahan penyebaran
Covid-19.
Dalam siaran pers tangga 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim
menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu
pokok penting dalam edaran ini adalah keputusan pembatalan ujian nasional
(UN) Tahun 2020. “Setelah kami pertimbangkan dan diskusikan dengan Bapak
Presiden dan juga instansi di luar, Kemendikbud memutuskan untuk
membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting
daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya,” katanya, di
Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menjelaskan mengenai mekanisme ujian sekolah, Mendikbud
mengatakan, ujian atau tes yang yang diselenggarakan dalam bentuk tatap
muka tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilakukan sebelum terbitnya
edaran ini. Ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan
prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk
asesmen jarak jauh lainnya.
Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai
ujian tersebut untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum
melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan: (1) Kelulusan Sekolah Dasar
(SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4,
kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat
digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.
Adapun kenaikan kelas dilaksanakan dengan ketentuan (a) Ujian akhir
semester untuk kenaikan kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa
tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya edaran
ini; (b) UAS untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai
rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau
bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Baik US maupun UAS dirancang untuk
mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur
ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Terkait belajar dari rumah, Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran
dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan
menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun
kelulusan. “Kami ingin menganjurkan bagi daerah yang sudah melakukan
belajar dari rumah agar dipastikan gurunya juga mengajar dari rumah untuk
menjaga keamanan guru, itu sangat penting,” pesan Nadiem.
Dikemukakan, pembelajaran daring atau jarak jauh difokuskan pada
peningkatan pemahaman siswa mengenai Virus Corona dan wabah Covid-19.
Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar-siswa, sesuai
minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam kesenjangan akses, dan
fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik
yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor
atau nilai kuantitatif.
“Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti
gurunya hanya memberikan pekerjaan kepada muridnya. Tetapi juga ikut
berinteraksi dan berkomunikasi membantu muridnya dalam mengerjakan
tugasnya. Walaupun bekerja dari rumah, mohon siswa kita juga dibimbing,” jelas
Mendikbud (Kemdikbud, 2020: Siaran Pers Tanggal 24 Maret 2020).
Kagagapan menghadapi situasi yang tidak disangka sebelumnya juga
dirasakan masyarakat pendidikan di Eks Karesidenan Banyumas, Jawa
Tengah. Wilayah eks Karesiden Banyumas meliputi Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara.
Guru SD Negeri 4 Sokanegara, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas
bernama Anastasia Dwi Wiwik Indriastuti, misalnya, mengaku sangat bersedih
karena harus belajar secara online. Akibat pembelajaran model ini, tugas orang
tua menumpuk. Karena, selain menyelesaikan tugas rumah tangga, pekerjaan
orang tua juga harus membantu putra-putrinya yang masih sekolah.
“Saya merasa belum menjadi guru yang sempurna dengan model
pembelajaran online. Saya terbiasa belajar dengan tatap muka. Rasanya lebih
bermakna. Dengan tatap muka langsung, kami lebih dekat dan mengerti jiwa
anak. Demikian pula anak, mereka bahkan lebih merindukan guru dan temannya
dalam belajar. Membangun karakter anak, sangat memerlukan peran serta guru
dan orang tua. Sementara belajar online lebih cenderung sekadar pengajaran,”
kata Anastasia dalam interview daring, 2 April 2020.
Di masa tanggap darurat seperti ini, banyak hal yang bisa dilakukan guru
dalam menyukseskan program “Belajar di Rumah.” Itulah sebabnya, Anastasia
Dwi Wiwik bersama koleganya Yusef Kurniawan dan Sugito dari Kecamatan
Gumelar Kabupaten Banyumas memanfaatkan Youtube untuk memberikan
materi pembelajaran kepada siswa. “Tidak hanya dari Banyumas, kami juga
mengajak guru dari seluruh Indonesia untuk menjadi Guru Tanggap Corona
melalui pembelajaran online memanfaatkan Youtube ini,” ujar Yusep (Dindik
Banyumas, 2020).
Dibantu Arifin, SDN 3 Karangtalun Kidul Purwojati dan Sugito dari SDN 2
Samudra, Gumelar, Yusep mencoba menginisiasi kegiatan pembelajaran
memanfaatkan media sosial ini. “Mengkreasi ini tidak mudah. Tidak semua
peserta didik mempunyai kuota yang cukup. Apalagi sebagian dari mereka
berada di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet,” ujar pria yang pernah
menjadi guru teladan 10 besar Provinsi Jawa Tengah ini.
Melalui kanal Youtube, Yusef bersama kawan-kawan membagi ilmunya.
Selain sebagai nara sumber, ia juga menjadi host bagi relawan guru yang mau
berbagi ilmunya. Mereka bahkan sudah menjadwalkan pembelajaran online
secara live streaming. Bak gayung bersambut, inisiatif Yusef, Sugito dan
Anastasia mengundang banyak guru bergabung menjadi relawan “Guru
Tanggap Corona” melalui pembelajaran online. (Dindik Banyumas, 2020).
Selain guru, orang tua pun banyak melakukan inisiasi melaksanakan
proses belajar-mengajar di musim tanggap darurat Virus Corona ini. Orang tua
tidak lagi sekadar menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, tapi mereka
sendiri menyelenggarakannya. Karena, saban hari anak di rumah akibat
diliburkan dalam rentang waktu yang relatif lama. Maka situasi rumah pun
berubah, dari kehidupan rumah tangga menjadi seperti sekolah. Disebut
sekolah rumah (homeschooling) tidak sepenuhnya, karena anak masih terikat
dengan sekolah formal. Tapi disebut sekolah formal pun tidak bisa, karena
mereka belajar di rumah. Itulah sebabnya, situasi belajar-mengajar di musim
tanggap darurat ini lebih cocok disebut Quasi Homeschooling.
dirasakan pada sektor kesehatan, tapi juga merambah ke seluruh sendi
kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Akhir tahun 2019 hingga awal 2020,
Virus Corona hanya menjadi berita manca negara. Tak disangka, virus yang
mematikan itu akhirnya masuk juga ke tanah air. Ratusan nyawa melayang
akibat paru-paru yang digerogoti virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan,
Republik Rakyat Tiongkok itu. Bahkan, puluhan tenaga medis, baik dokter
maupun perawat pun menjadi korban keganasan pandemi ini.
Pemerintah Republik Indonesia segera mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 2 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2020
(Covid-19). Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan
dua surat edaran terkait pencegahan dan penanganan virus tersebut. Yang
pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan
Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud dan Surat Edaran Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam
siaran pers tanggal 12 Maret 2020, menyampaikan Surat Edaran Nomor 3
Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 yang menginstruksikan untuk
segera mengoptimalkan peran Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau unit
layanan kesehatan di perguruan tinggi dengan cara berkoordinasi dengan
fasilitas pelayanan kesehatan setempat dalam rangka pencegahan penyebaran
Covid-19.
Dalam siaran pers tangga 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim
menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Pendidikan dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu
pokok penting dalam edaran ini adalah keputusan pembatalan ujian nasional
(UN) Tahun 2020. “Setelah kami pertimbangkan dan diskusikan dengan Bapak
Presiden dan juga instansi di luar, Kemendikbud memutuskan untuk
membatalkan ujian nasional di tahun 2020. Tidak ada yang lebih penting
daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarganya,” katanya, di
Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menjelaskan mengenai mekanisme ujian sekolah, Mendikbud
mengatakan, ujian atau tes yang yang diselenggarakan dalam bentuk tatap
muka tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilakukan sebelum terbitnya
edaran ini. Ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan
prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk
asesmen jarak jauh lainnya.
Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai
ujian tersebut untuk menentukan kelulusan siswa. Bagi sekolah yang belum
melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan: (1) Kelulusan Sekolah Dasar
(SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4,
kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat
digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.
Adapun kenaikan kelas dilaksanakan dengan ketentuan (a) Ujian akhir
semester untuk kenaikan kelas dalam bentuk tes yang mengumpulkan siswa
tidak boleh dilakukan, kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya edaran
ini; (b) UAS untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai
rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau
bentuk asesmen jarak jauh lainnya. Baik US maupun UAS dirancang untuk
mendorong aktivitas belajar yang bermakna, dan tidak perlu mengukur
ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh.
Terkait belajar dari rumah, Mendikbud menekankan bahwa pembelajaran
dalam jaringan (daring) atau jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan
menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun
kelulusan. “Kami ingin menganjurkan bagi daerah yang sudah melakukan
belajar dari rumah agar dipastikan gurunya juga mengajar dari rumah untuk
menjaga keamanan guru, itu sangat penting,” pesan Nadiem.
Dikemukakan, pembelajaran daring atau jarak jauh difokuskan pada
peningkatan pemahaman siswa mengenai Virus Corona dan wabah Covid-19.
Adapun aktivitas dan tugas pembelajaran dapat bervariasi antar-siswa, sesuai
minat dan kondisi masing-masing, termasuk dalam kesenjangan akses, dan
fasilitas belajar di rumah. Bukti atau produk aktivitas belajar diberi umpan balik
yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor
atau nilai kuantitatif.
“Walaupun banyak sekolah menerapkan belajar dari rumah, bukan berarti
gurunya hanya memberikan pekerjaan kepada muridnya. Tetapi juga ikut
berinteraksi dan berkomunikasi membantu muridnya dalam mengerjakan
tugasnya. Walaupun bekerja dari rumah, mohon siswa kita juga dibimbing,” jelas
Mendikbud (Kemdikbud, 2020: Siaran Pers Tanggal 24 Maret 2020).
Kagagapan menghadapi situasi yang tidak disangka sebelumnya juga
dirasakan masyarakat pendidikan di Eks Karesidenan Banyumas, Jawa
Tengah. Wilayah eks Karesiden Banyumas meliputi Kabupaten Banyumas,
Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara.
Guru SD Negeri 4 Sokanegara, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas
bernama Anastasia Dwi Wiwik Indriastuti, misalnya, mengaku sangat bersedih
karena harus belajar secara online. Akibat pembelajaran model ini, tugas orang
tua menumpuk. Karena, selain menyelesaikan tugas rumah tangga, pekerjaan
orang tua juga harus membantu putra-putrinya yang masih sekolah.
“Saya merasa belum menjadi guru yang sempurna dengan model
pembelajaran online. Saya terbiasa belajar dengan tatap muka. Rasanya lebih
bermakna. Dengan tatap muka langsung, kami lebih dekat dan mengerti jiwa
anak. Demikian pula anak, mereka bahkan lebih merindukan guru dan temannya
dalam belajar. Membangun karakter anak, sangat memerlukan peran serta guru
dan orang tua. Sementara belajar online lebih cenderung sekadar pengajaran,”
kata Anastasia dalam interview daring, 2 April 2020.
Di masa tanggap darurat seperti ini, banyak hal yang bisa dilakukan guru
dalam menyukseskan program “Belajar di Rumah.” Itulah sebabnya, Anastasia
Dwi Wiwik bersama koleganya Yusef Kurniawan dan Sugito dari Kecamatan
Gumelar Kabupaten Banyumas memanfaatkan Youtube untuk memberikan
materi pembelajaran kepada siswa. “Tidak hanya dari Banyumas, kami juga
mengajak guru dari seluruh Indonesia untuk menjadi Guru Tanggap Corona
melalui pembelajaran online memanfaatkan Youtube ini,” ujar Yusep (Dindik
Banyumas, 2020).
Dibantu Arifin, SDN 3 Karangtalun Kidul Purwojati dan Sugito dari SDN 2
Samudra, Gumelar, Yusep mencoba menginisiasi kegiatan pembelajaran
memanfaatkan media sosial ini. “Mengkreasi ini tidak mudah. Tidak semua
peserta didik mempunyai kuota yang cukup. Apalagi sebagian dari mereka
berada di daerah yang tidak terjangkau jaringan internet,” ujar pria yang pernah
menjadi guru teladan 10 besar Provinsi Jawa Tengah ini.
Melalui kanal Youtube, Yusef bersama kawan-kawan membagi ilmunya.
Selain sebagai nara sumber, ia juga menjadi host bagi relawan guru yang mau
berbagi ilmunya. Mereka bahkan sudah menjadwalkan pembelajaran online
secara live streaming. Bak gayung bersambut, inisiatif Yusef, Sugito dan
Anastasia mengundang banyak guru bergabung menjadi relawan “Guru
Tanggap Corona” melalui pembelajaran online. (Dindik Banyumas, 2020).
Selain guru, orang tua pun banyak melakukan inisiasi melaksanakan
proses belajar-mengajar di musim tanggap darurat Virus Corona ini. Orang tua
tidak lagi sekadar menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, tapi mereka
sendiri menyelenggarakannya. Karena, saban hari anak di rumah akibat
diliburkan dalam rentang waktu yang relatif lama. Maka situasi rumah pun
berubah, dari kehidupan rumah tangga menjadi seperti sekolah. Disebut
sekolah rumah (homeschooling) tidak sepenuhnya, karena anak masih terikat
dengan sekolah formal. Tapi disebut sekolah formal pun tidak bisa, karena
mereka belajar di rumah. Itulah sebabnya, situasi belajar-mengajar di musim
tanggap darurat ini lebih cocok disebut Quasi Homeschooling.