ABSTRAK
Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlih... more ABSTRAK Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlihat dari artikulasi tindakan politik kewargaan dari berbagai periode sejarah, mulai dari menentang kolonialisme zaman Hindia-Belanda, berbagai artikulasi politik berdasrkan preferensi ideologi di masa pasca kemerdekaan, represi dan depolitisasi politik kewargaan masa Orde Baru, hingga kemunculannya kembali pada masa pasa Orde Baru. Seiring dengan itu, diskursus akademik mengenai politik kewargaan bermunculan. Politik kewargaan mencoba menganalisa aktivitas politik warga negara dalam hal politik pengakuan, politik redistribusi, dan politik representasi. Berbagai penelitian sebelumnya secara spesifik hanya mengkaji salah satu elemen saja di dalam politik kewargaan, padahal ketiga elemen itu saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. Penelitian ini mencoba mengkaji ketiganya sekaligus. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis aktivitas politik kewargaan para petani penggarap diantara tiga elemen tersebut. Penelitian ini memperlihatkan, di dalam politik pengakuan, ekspansi perkebunan sawit memunculkan eksklusi budaya dan subordinasi identitas, sehingga memunculkan kondisi mis-rekognisi. Dalam politik redistribusi, privatisasi lahan garapan membuat para petani penggarap terisolasi dari sumber daya ekonominya, dan berakibat pada mal-distribusi. Sedangkan dalam politik representasi, usaha memunculkan representasi formal lewat kompetisi elektoral mengalami kegagalan dan tak berdaya mentuntaskan masalah, sehingga para petani penggarap memanfaatkan representasi informal sebagai upaya memperbaiki kondisi misrepresentasi. Kata Kunci: Politik Pengakuan; Politik Redistribusi; Politik Representasi; Politik Kewargaan; Ekspansi Pekebunan Sawit; Petani Penggarap
Politik terlanjur telah dipahami dalam kategori-kategori dominitaif seperti penundukan, penguasaa... more Politik terlanjur telah dipahami dalam kategori-kategori dominitaif seperti penundukan, penguasaan, dan kekerasan. Hannah Arendt menyebut kategori ini sebagai anti-politik. Arendt adalah filsuf yang mengkontruksikan pemikiranpemikirannya berdasarkan refleksinya terhadap pengalaman hidup yang pernah ia lalui. Arendt mendapat posisi dalam pemikiran politik barat sebagai alternatif pemikiran politik yang telah lazim dikenal. Kajian ini akaan membahas pemikiran Arendt tentang Politik Otentik dan Totalitarisme. Kajian ini menggunakan studi literatur dengan menelaah tulisan-tulisan yang relevan dengan topik. Hasil dari tulisan ini bahwa pemikiran Arendt tidak bisa lepas dari rfleksi filosofis terhadap pengalaman hidup, sehingga memunculkan benang merah dalam pemikiran politiknya, yaitu politik bukanlah kategori-kategori dominatif yang lazim dipahami.
Fenomena populisme Islam menjadi perhatian dalam perkembangan politik Indonesia kontemporer sehin... more Fenomena populisme Islam menjadi perhatian dalam perkembangan politik Indonesia kontemporer sehingga memunculkan banyak diskursus akademik yang membahasnya dari berbagai perspektif. Vedi R. Hadiz adalah satu diantaranya. Karyanya berjudul "Populisme Islam di Indonesia dan Timur Tengah" menjadi rujukan utama untuk memahami populisme Islam di Indonesia, dan secara luas di dunia. Kajian ini akan membahas populisme Islam lewat perspektif Vedi R. Hadiz. Kajian ini fokus pada dinamika populisme Islam di Indonesia dalam lintasan sejarah, hubungannya dan negara, serta globalisasi neoliberal.
ABSTRAK
Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlih... more ABSTRAK Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlihat dari artikulasi tindakan politik kewargaan dari berbagai periode sejarah, mulai dari menentang kolonialisme zaman Hindia-Belanda, berbagai artikulasi politik berdasrkan preferensi ideologi di masa pasca kemerdekaan, represi dan depolitisasi politik kewargaan masa Orde Baru, hingga kemunculannya kembali pada masa pasa Orde Baru. Seiring dengan itu, diskursus akademik mengenai politik kewargaan bermunculan. Politik kewargaan mencoba menganalisa aktivitas politik warga negara dalam hal politik pengakuan, politik redistribusi, dan politik representasi. Berbagai penelitian sebelumnya secara spesifik hanya mengkaji salah satu elemen saja di dalam politik kewargaan, padahal ketiga elemen itu saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. Penelitian ini mencoba mengkaji ketiganya sekaligus. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis aktivitas politik kewargaan para petani penggarap diantara tiga elemen tersebut. Penelitian ini memperlihatkan, di dalam politik pengakuan, ekspansi perkebunan sawit memunculkan eksklusi budaya dan subordinasi identitas, sehingga memunculkan kondisi mis-rekognisi. Dalam politik redistribusi, privatisasi lahan garapan membuat para petani penggarap terisolasi dari sumber daya ekonominya, dan berakibat pada mal-distribusi. Sedangkan dalam politik representasi, usaha memunculkan representasi formal lewat kompetisi elektoral mengalami kegagalan dan tak berdaya mentuntaskan masalah, sehingga para petani penggarap memanfaatkan representasi informal sebagai upaya memperbaiki kondisi misrepresentasi. Kata Kunci: Politik Pengakuan; Politik Redistribusi; Politik Representasi; Politik Kewargaan; Ekspansi Pekebunan Sawit; Petani Penggarap
Politik terlanjur telah dipahami dalam kategori-kategori dominitaif seperti penundukan, penguasaa... more Politik terlanjur telah dipahami dalam kategori-kategori dominitaif seperti penundukan, penguasaan, dan kekerasan. Hannah Arendt menyebut kategori ini sebagai anti-politik. Arendt adalah filsuf yang mengkontruksikan pemikiranpemikirannya berdasarkan refleksinya terhadap pengalaman hidup yang pernah ia lalui. Arendt mendapat posisi dalam pemikiran politik barat sebagai alternatif pemikiran politik yang telah lazim dikenal. Kajian ini akaan membahas pemikiran Arendt tentang Politik Otentik dan Totalitarisme. Kajian ini menggunakan studi literatur dengan menelaah tulisan-tulisan yang relevan dengan topik. Hasil dari tulisan ini bahwa pemikiran Arendt tidak bisa lepas dari rfleksi filosofis terhadap pengalaman hidup, sehingga memunculkan benang merah dalam pemikiran politiknya, yaitu politik bukanlah kategori-kategori dominatif yang lazim dipahami.
Fenomena populisme Islam menjadi perhatian dalam perkembangan politik Indonesia kontemporer sehin... more Fenomena populisme Islam menjadi perhatian dalam perkembangan politik Indonesia kontemporer sehingga memunculkan banyak diskursus akademik yang membahasnya dari berbagai perspektif. Vedi R. Hadiz adalah satu diantaranya. Karyanya berjudul "Populisme Islam di Indonesia dan Timur Tengah" menjadi rujukan utama untuk memahami populisme Islam di Indonesia, dan secara luas di dunia. Kajian ini akan membahas populisme Islam lewat perspektif Vedi R. Hadiz. Kajian ini fokus pada dinamika populisme Islam di Indonesia dalam lintasan sejarah, hubungannya dan negara, serta globalisasi neoliberal.
Uploads
Papers
Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlihat dari
artikulasi tindakan politik kewargaan dari berbagai periode sejarah, mulai dari menentang
kolonialisme zaman Hindia-Belanda, berbagai artikulasi politik berdasrkan preferensi ideologi di
masa pasca kemerdekaan, represi dan depolitisasi politik kewargaan masa Orde Baru, hingga
kemunculannya kembali pada masa pasa Orde Baru. Seiring dengan itu, diskursus akademik
mengenai politik kewargaan bermunculan. Politik kewargaan mencoba menganalisa aktivitas politik
warga negara dalam hal politik pengakuan, politik redistribusi, dan politik representasi. Berbagai
penelitian sebelumnya secara spesifik hanya mengkaji salah satu elemen saja di dalam politik
kewargaan, padahal ketiga elemen itu saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. Penelitian ini
mencoba mengkaji ketiganya sekaligus. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis aktivitas politik
kewargaan para petani penggarap diantara tiga elemen tersebut. Penelitian ini memperlihatkan, di
dalam politik pengakuan, ekspansi perkebunan sawit memunculkan eksklusi budaya dan subordinasi
identitas, sehingga memunculkan kondisi mis-rekognisi. Dalam politik redistribusi, privatisasi lahan
garapan membuat para petani penggarap terisolasi dari sumber daya ekonominya, dan berakibat pada
mal-distribusi. Sedangkan dalam politik representasi, usaha memunculkan representasi formal lewat
kompetisi elektoral mengalami kegagalan dan tak berdaya mentuntaskan masalah, sehingga para
petani penggarap memanfaatkan representasi informal sebagai upaya memperbaiki kondisi misrepresentasi.
Kata Kunci: Politik Pengakuan; Politik Redistribusi; Politik Representasi; Politik Kewargaan;
Ekspansi Pekebunan Sawit; Petani Penggarap
Indonesia mempunyai sejarah panjang mengenai politik kewargaan. Hal itu setidaknya terlihat dari
artikulasi tindakan politik kewargaan dari berbagai periode sejarah, mulai dari menentang
kolonialisme zaman Hindia-Belanda, berbagai artikulasi politik berdasrkan preferensi ideologi di
masa pasca kemerdekaan, represi dan depolitisasi politik kewargaan masa Orde Baru, hingga
kemunculannya kembali pada masa pasa Orde Baru. Seiring dengan itu, diskursus akademik
mengenai politik kewargaan bermunculan. Politik kewargaan mencoba menganalisa aktivitas politik
warga negara dalam hal politik pengakuan, politik redistribusi, dan politik representasi. Berbagai
penelitian sebelumnya secara spesifik hanya mengkaji salah satu elemen saja di dalam politik
kewargaan, padahal ketiga elemen itu saling mempengaruhi antara satu dan lainnya. Penelitian ini
mencoba mengkaji ketiganya sekaligus. Penelitian ini berfokus untuk menganalisis aktivitas politik
kewargaan para petani penggarap diantara tiga elemen tersebut. Penelitian ini memperlihatkan, di
dalam politik pengakuan, ekspansi perkebunan sawit memunculkan eksklusi budaya dan subordinasi
identitas, sehingga memunculkan kondisi mis-rekognisi. Dalam politik redistribusi, privatisasi lahan
garapan membuat para petani penggarap terisolasi dari sumber daya ekonominya, dan berakibat pada
mal-distribusi. Sedangkan dalam politik representasi, usaha memunculkan representasi formal lewat
kompetisi elektoral mengalami kegagalan dan tak berdaya mentuntaskan masalah, sehingga para
petani penggarap memanfaatkan representasi informal sebagai upaya memperbaiki kondisi misrepresentasi.
Kata Kunci: Politik Pengakuan; Politik Redistribusi; Politik Representasi; Politik Kewargaan;
Ekspansi Pekebunan Sawit; Petani Penggarap