agus nur setyawan
observing-appreciating-interpreting-creating
Address: Perum. Gajahan Permai INdah A-6, Colomadu, Karanganyar, Central Java, Indonesia
Address: Perum. Gajahan Permai INdah A-6, Colomadu, Karanganyar, Central Java, Indonesia
less
InterestsView All (11)
Uploads
Papers
Pada dasarnya bangunan monumen merupakan simbolisasi semangat dan pewarisan nilai-nilai kejuangan yang terkandung dari peristiwa bersejarah. Beragam perwujudan seni bangun monumen dapat dijumpai di seputar kota Surakarta. Masing-masing dengan ragam ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Hal menarik dari keberadaan monumen di Surakarta adalah bentuk visual monumen dan lokasi pendirian monumen di beberapa lokasi tidak memenuhi syarat terutama dari sisi fungsi sosial monumen sebagai public art, dan kaidah estetika kota yang meliputi ‘value’ dari beragam interaksi yang ada di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan mengungkap berbagai aspek yang melatar belakangi pendirian monumen, dan menganalisis keberadaan monumen dalam ranah estetika kota yang erat kaitannya dengan city branding/destination branding dan bermuara pada citra pesona pariwisata.
Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian dengan pendekatan deskriptif analitik kualitatif. Bentuk ini dipandang tepat karena selain data yang diperlukan bersifat kualitatif terhadap konteks tertentu, hasilnya dapat digeneralisaikan pada daerah yang lebih luas. Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi wacana dan pertimbangan pendirian monumen sebagai landmark dalam perspaektif citra dan estetika kota secara menyeluruh. Hasil kajian ini diharapkan pula dapat dijadikan pijakan strategis bagi perencanaan pengembangan tata kota kedepan, di manapun di wilayah Indonesia.
Kata Kunci : Eststika Kota, Monumen, Citra, Pariwisata
Dalam kehidupan masyarakat Jawa yang agraris tradisional, kegiatan upacara (ritus relijius) menjadi bagian penting yang tidak bisa dipisahkan. Di luar waktu-waktu yang digunakan untuk kegiatan produksi dengan kesibukannya bercocok-tanam di sawah, selebihnya digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan upacara, baik yang bersifat seremonial dengan melibatkan banyak orang: seperti upacara mempersiapkan kelahiran seorang bayi, hingga upacara kematian dan bersih desa, maupun yang bisa dilakukannya secara individual di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, seperti memasang sesaji. Salah satu spirit yang dimanifestasikan ke dalam bentuknya yang simbolis adalah tema kesuburan, yakni di mana Dewi Sri hadir sebagai tokoh penjaga kesuburan kehidupan mereka. Baik dalam hubungannya dengan kegiatan agraris mereka, maupun dalam kehidupan berkeluarga. Dalam rumah-rumah tradisional Jawa yang memiliki struktur ruangan khas, mitos kesuburan dimanifestasikan dalam bentuk representasi satu ruangan yang diperuntukkan bagi pemujaan kesuburan, lengkap dengan patung sepasang pengantin Loro Blonyo. Dalam perkembangannjya, patung Loro Blonyo mendapatkan penafsiran ulang sejalan dengan perkembangan jaman yang mengantarkannya.
Kata kunci: hiasan Loro Blonyo, simbol universal kesuburan, ungkapan penafsiran baru.
Bersamaan kemunculan media televisi, upaya perwujudan citra rupa (visualitas) semakin gencar, sekaligus menandai lahirnya kesadaran akan perwujudan rupa (visual literacy) serta memperkaya perwujudan budaya rupa (visual culture) dalam kehidupan sehari-hari kita. Pada kenyataannya, media pandang dengar yang memiliki kemampuan menyihir pemirsanya melalui sejumlah penayangan citra bergerak dan bersuara itu, disadari atau tidak, operasionalisasinya menghadirkan realitas semu ke hadapan pemirsa, yang ironisnya juga ditanggapi secara gagap oleh lembaga penyiarnya sendiri (broadcaster). Sebagaimana dapat kita simak, kemampuan media tv untuk menayangkan siaran dari tempat persitiwa di mana kejadiannya sedang berlangsung (realtime), juga mampu menayangkan hasil rekaman dari peristiwa-peristiwa yang telah “dibekukan” (froozen) citraannya. Model penayangan secara silih-berganti antara tayangan hasil rekaman dengan siaran langsung, senyatanya telah membingungkan pihak broadcast sendiri, sehingga dalam suatu tayangan siaran langsung, merasa perlu untuk membubuhkan tulisan kata “live” untuk menunjukkan, bahwa yang sedang ditayangkan adalah benar-benar siaran langsung (real time).
Kata kunci: budaya rupa, media pandang dengar, realitas semu.
Sejumlah bangunan monumental dapat dijumpai di kota Surakarta. Seni bangun tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengingat kembali sejumlah peristiwa penting yang melibatkan warga kota. Peristiwa-peristiwa yang diperingati itu tidak saja penting bagi sejarah kota Surakarta, namun terlebih ia juga menjadi bagian dari sejarah perang kemerdekaan Indonesia. Bangunan-bangunan monumen itu merupakan simbolisasi semangat kejuangan para pelaku persitiwa heroik, sebagai sarana pewarisan nilai-nilai kejuangan yang terkandung dari peristiwa bersejarah itu.
Kata kunci: monumen, peristiwa kejuangan, nilai-nilai kejuangan.
There are so many artistic monument building that were built in
Surakarta, included the struggle monument that commemorate to the
heroism act of rakyat Surakarta during the time of Perang Kemerdekaan
in Indonesia. As a symbolic communication media, those monument
buildings are representing some ideological ideas of the initiator.
By multidiscipline approaches, this examination purposes to get
the hidden ideas behind the presentation and location staging of the
monuments. As the field research, the examination based on the artifact
monuments as the main data, besides some verbal and content data that
have been collected from some other resources and references to be a
supporting data.
Based on the critical analysis to the aesthetics and image
presentation, the struggle monument building that were built in
Surakarta, are show the discrepancy locations that gave some
1agus nur setyawa; Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. gustami sp.;Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.
Pada dasarnya bangunan monumen merupakan simbolisasi semangat dan pewarisan nilai-nilai kejuangan yang terkandung dari peristiwa bersejarah. Beragam perwujudan seni bangun monumen dapat dijumpai di seputar kota Surakarta. Masing-masing dengan ragam ciri-ciri dan karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Hal menarik dari keberadaan monumen di Surakarta adalah bentuk visual monumen dan lokasi pendirian monumen di beberapa lokasi tidak memenuhi syarat terutama dari sisi fungsi sosial monumen sebagai public art, dan kaidah estetika kota yang meliputi ‘value’ dari beragam interaksi yang ada di dalamnya.
Penelitian ini bertujuan mengungkap berbagai aspek yang melatar belakangi pendirian monumen, dan menganalisis keberadaan monumen dalam ranah estetika kota yang erat kaitannya dengan city branding/destination branding dan bermuara pada citra pesona pariwisata.
Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian dengan pendekatan deskriptif analitik kualitatif. Bentuk ini dipandang tepat karena selain data yang diperlukan bersifat kualitatif terhadap konteks tertentu, hasilnya dapat digeneralisaikan pada daerah yang lebih luas. Hasil kajian ini diharapkan akan menjadi wacana dan pertimbangan pendirian monumen sebagai landmark dalam perspaektif citra dan estetika kota secara menyeluruh. Hasil kajian ini diharapkan pula dapat dijadikan pijakan strategis bagi perencanaan pengembangan tata kota kedepan, di manapun di wilayah Indonesia.
Kata Kunci : Eststika Kota, Monumen, Citra, Pariwisata
Dalam kehidupan masyarakat Jawa yang agraris tradisional, kegiatan upacara (ritus relijius) menjadi bagian penting yang tidak bisa dipisahkan. Di luar waktu-waktu yang digunakan untuk kegiatan produksi dengan kesibukannya bercocok-tanam di sawah, selebihnya digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan upacara, baik yang bersifat seremonial dengan melibatkan banyak orang: seperti upacara mempersiapkan kelahiran seorang bayi, hingga upacara kematian dan bersih desa, maupun yang bisa dilakukannya secara individual di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, seperti memasang sesaji. Salah satu spirit yang dimanifestasikan ke dalam bentuknya yang simbolis adalah tema kesuburan, yakni di mana Dewi Sri hadir sebagai tokoh penjaga kesuburan kehidupan mereka. Baik dalam hubungannya dengan kegiatan agraris mereka, maupun dalam kehidupan berkeluarga. Dalam rumah-rumah tradisional Jawa yang memiliki struktur ruangan khas, mitos kesuburan dimanifestasikan dalam bentuk representasi satu ruangan yang diperuntukkan bagi pemujaan kesuburan, lengkap dengan patung sepasang pengantin Loro Blonyo. Dalam perkembangannjya, patung Loro Blonyo mendapatkan penafsiran ulang sejalan dengan perkembangan jaman yang mengantarkannya.
Kata kunci: hiasan Loro Blonyo, simbol universal kesuburan, ungkapan penafsiran baru.
Bersamaan kemunculan media televisi, upaya perwujudan citra rupa (visualitas) semakin gencar, sekaligus menandai lahirnya kesadaran akan perwujudan rupa (visual literacy) serta memperkaya perwujudan budaya rupa (visual culture) dalam kehidupan sehari-hari kita. Pada kenyataannya, media pandang dengar yang memiliki kemampuan menyihir pemirsanya melalui sejumlah penayangan citra bergerak dan bersuara itu, disadari atau tidak, operasionalisasinya menghadirkan realitas semu ke hadapan pemirsa, yang ironisnya juga ditanggapi secara gagap oleh lembaga penyiarnya sendiri (broadcaster). Sebagaimana dapat kita simak, kemampuan media tv untuk menayangkan siaran dari tempat persitiwa di mana kejadiannya sedang berlangsung (realtime), juga mampu menayangkan hasil rekaman dari peristiwa-peristiwa yang telah “dibekukan” (froozen) citraannya. Model penayangan secara silih-berganti antara tayangan hasil rekaman dengan siaran langsung, senyatanya telah membingungkan pihak broadcast sendiri, sehingga dalam suatu tayangan siaran langsung, merasa perlu untuk membubuhkan tulisan kata “live” untuk menunjukkan, bahwa yang sedang ditayangkan adalah benar-benar siaran langsung (real time).
Kata kunci: budaya rupa, media pandang dengar, realitas semu.
Sejumlah bangunan monumental dapat dijumpai di kota Surakarta. Seni bangun tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengingat kembali sejumlah peristiwa penting yang melibatkan warga kota. Peristiwa-peristiwa yang diperingati itu tidak saja penting bagi sejarah kota Surakarta, namun terlebih ia juga menjadi bagian dari sejarah perang kemerdekaan Indonesia. Bangunan-bangunan monumen itu merupakan simbolisasi semangat kejuangan para pelaku persitiwa heroik, sebagai sarana pewarisan nilai-nilai kejuangan yang terkandung dari peristiwa bersejarah itu.
Kata kunci: monumen, peristiwa kejuangan, nilai-nilai kejuangan.
There are so many artistic monument building that were built in
Surakarta, included the struggle monument that commemorate to the
heroism act of rakyat Surakarta during the time of Perang Kemerdekaan
in Indonesia. As a symbolic communication media, those monument
buildings are representing some ideological ideas of the initiator.
By multidiscipline approaches, this examination purposes to get
the hidden ideas behind the presentation and location staging of the
monuments. As the field research, the examination based on the artifact
monuments as the main data, besides some verbal and content data that
have been collected from some other resources and references to be a
supporting data.
Based on the critical analysis to the aesthetics and image
presentation, the struggle monument building that were built in
Surakarta, are show the discrepancy locations that gave some
1agus nur setyawa; Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. gustami sp.;Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.