Papers by Dikki Wahyu Afandi
Tidak bisa dilepaskan bagaimama kontribusi para ulama dalam menegakan panji-panji dakwah Islam da... more Tidak bisa dilepaskan bagaimama kontribusi para ulama dalam menegakan panji-panji dakwah Islam dari mulai pedalaman hingga perkotaan yang ramai dengan segala warna warni kehidupannya. Banyak berbagai hal yang melatar belakangi terutama disini karena peran Pesantren sebagai wadah dakwah, kaum intelek dan penyebaran Islam di Nusantara bahkan sebagai basis perlawanan para santri terhadap kaum penjajah, entah itu Belanda ataupun Jepang. Dakwah Islam di Jawa Barat terhitung menarik, dikarenakan hanya ada seorang Wali dari Wali Songo (Sembilan Wali) yang menyebarkan Islam di Jawa Barat, dan nilai dari ke Islaman masyarakat Jawa Barat hingga saat ini masih mengakar kuat. Banyak juga yang menyebut provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi yang religius, selain dari pada Nanggro Aceh Darussalam. Banyak hal unik seputar Islam di Jawa Barat, yang menurut umat Kristen merupakan provinsi gelap, karena cahaya Yesus sangat sulit menyala di Jawa Barat khususnya orang Sunda. Pesantren juga berhasil membendung Kristenisasi di Jwa Barat, bisa kita lihat saat ini, sangat sedikit orang bernama tradisional Sunda, ber agama selain dari Islam atau Sunda Wiwitan (Agama mereka sebelum Islam datang. Semua pertahanan dan akar yang kuat dalam Islam di Jawa Barat tak bisa dilepaskan dari banyaknya pesantren di Jawa Barat juga berbagai jenis metode pembelajarannya. Pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, da’wah dan kemasyarakatan bahkan lembaga perjuangan. Kelebihan yang selama ini dimiliki pesantren tentunya menjadi aspek pendukung yang kuat bagi kehidupan kultur pesantren hingga saat ini. Tujuan dari penulisan ini selain dari pada kembali mengkaji peran pesantren di Jawa Barat, juga mengajak kita untuk lebih menghargai jasa pesantren dan para pahlawan da’i Islam di Jawa Barat yang telah memberikan cahayanya di tanah Sunda ini, serta memberi hadiah al-fatihah kepada mereka para mujahid dakwah Islam di Jawa Barat juga di seluruh dunia.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Dewasa ini kita mengenal beberapa tarekat kita banyak mengenal berbagai aliran tarekat yang berke... more Dewasa ini kita mengenal beberapa tarekat kita banyak mengenal berbagai aliran tarekat yang berkembang di Nusantara di mulai dari dari Sathariyah , Naksabandiyah dan lain sebagainnya, namun sering kali kita hanya mengenal peran tarekat sebagai salah satu sekte agama yang hanya mempriotaskan kepentingan spititualitas pribadi dibanding dengan urusan luar termasuk politik. Dandisini banyak kajian yang tidak mengungkapkan peran sebenarnya tarekat di ke kehidupan masyarakat khususnya peran dan dakwahnya di saat pemerintah kolonial belanda berkuasa dan mereka yang masih awam mengenai apa itu tasawuf dan tarekat menganggap semua ini termasuk bidah tanpa dasar dan bahkan mencap stigma negatif terhadap tarekat ini.
Dan disini kurannya akan pengetahuan orang awam calon sejarawan dan kurannya sumber mengenai detail lengkapnya, dakwahnya dan penyebarannya di Indonesia menjadikan masyarakat hanya mengenal tarekat sebagai salah satu ajaran spiritualis dan mistisme saja. Dan sini saya mencoba untuk sedikit memberikan sedikit informasik kecil mengenai tarekat pada masa kolonial belanda juga menguntip dari beberapa laporan orang belanda mengenai gerak-gerik tarekat di Nusantara dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.Hedonisme ingin menjawab pertany... more Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?" Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Sangat menarik apabila mengkaji lebih lebih dalam kawasan geopolitik Asia Barat atau dewasa ini d... more Sangat menarik apabila mengkaji lebih lebih dalam kawasan geopolitik Asia Barat atau dewasa ini dikenal dengan Timur Tengah yang mempunyai kisah yang panjang juga sejarah yang luar biasa. dan dalam makalah ini akan dikaji lebih dalam mengenai "Geopolitik Di Asia Barat Dalam Perspektif Kajian Khusus Sejarah"
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Al-Quran dewasa ini terus dikaji, baik itu oleh orang Islam sendiri maupun non muslim alias orien... more Al-Quran dewasa ini terus dikaji, baik itu oleh orang Islam sendiri maupun non muslim alias orientalis. al quran menjadi rujukan wajib dari setiap muslim dalam kehidupannya di dunia. termasuk isi ayat al Quran yang membahas tentang kisah juga sejarah yang menjadi peringatan dan introspeksi umat Islam di masa yang akan datang.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Jumlah halaman dari makalah ini hampir berjumlah 40 lebih dan menjadikannya sbagai makalah dengan... more Jumlah halaman dari makalah ini hampir berjumlah 40 lebih dan menjadikannya sbagai makalah dengan halaman terbanyak. dan dalam makalah ini dikaji detail bagaimana revolusi Industri terjadi, pengaruh dan juga tokoh tokoh yang terlibat di dalamnya serta ditambah beberapa gambar yang kita berfikir "inikah yang namanya revolusi?"
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Dakwah para ulama dan kontribusinya bagi Indonesia khususnya Jawa Barat begitu terasa, selain men... more Dakwah para ulama dan kontribusinya bagi Indonesia khususnya Jawa Barat begitu terasa, selain menjadi pusat pengkajian agama Islam, pesantren juga sebagai wadah lain dalam berdakwah termasuk dalam pergerakan dan perjuangan melawan penjajah. disini akan lebih dijelaskan peran pesantren di Jawa Barat dan perjuangannya demi kemerdekaan
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Persis merupakan sebeah gerakan keagamaan yang masuk kategori besar, dengan jumlah masa yang cuku... more Persis merupakan sebeah gerakan keagamaan yang masuk kategori besar, dengan jumlah masa yang cukup banyak, fanatik, berani dan juga pandai beradu pedang dan menyakiti lawannya dengan kata-kata hebatnya. disini dikaji lebih dalam mengenai ormas ini juga sejarah tokoh dan pemikirannya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Naskah warisan para pendahulu memang luar biasa, mereka meninggalkan banyak warisan yang kemudian... more Naskah warisan para pendahulu memang luar biasa, mereka meninggalkan banyak warisan yang kemudian dirampas dan dicuri ke Belanda untuk dikaji. beberapa dari mereka terselmatkan dantersimpan rapi di Perpusnas Jakarta. dan salah satu naskahnya menjad kajian di makalah ini sodara
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Pesantren merupakan salah satu dasar terpenting dalam membentuk karakter masyarakat religius, dan... more Pesantren merupakan salah satu dasar terpenting dalam membentuk karakter masyarakat religius, dan juga sebagai pusat kajian agama Islam. Pesantren al-Wasilah lahir tahun 2001 dan masih mengunakan metode klasik bandungan dalam pengajaran muridnya, dan menjadikan Al-Wasilah sebagai rujukan tempat mengaji terbaik bagi masyarakat Warung Lahang, Cicalengka. disini disajikan profil ringkas, metode pengajaran, juga beberapa fakta unik seputar pesantren salaf ini.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Meletusnya perang dunia II di Eropa dan Asia Pasifik memberikan perubahan besar bagi negara-negar... more Meletusnya perang dunia II di Eropa dan Asia Pasifik memberikan perubahan besar bagi negara-negara dunia, baik yang terlibat secara langsung ataupun tidak, khususnya kawasan maritim yang banyak diperebutkan negara besar selama perang dunia khususnya Indonesia yang letaknya sangat strategis. Di masa kekaisaran Jepang atau masa penjajahan Jepang (1942-1945) berbagai perubahan dilakukan oleh pemerintahan Jepang pasca Imperium Belanda dengan adanya perjanjian Kalijati di Subang pada 8 Maret 1942.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Books by Dikki Wahyu Afandi
Margarita Diaz-Andreu offers an innovative history of archaeology during the nineteenth century, ... more Margarita Diaz-Andreu offers an innovative history of archaeology during the nineteenth century, encompassing all its fields from the origins of humanity to the medieval period, and all areas of the world. The development of archaeology is placed within the framework of contemporary political events, with a particular focus upon the ideologies of nationalism and imperialism. Diaz-Andreu examines a wide range of issues, including the creation of institutions, the conversion of the study of antiquities into a profession, public memory, changes in archaeological thought and practice, and the effect on archaeology of racism, religion, the belief in progress, hegemony, and resistance.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Babylonia and Assyria were two of the greatest nations the history of mankind has brought forth. ... more Babylonia and Assyria were two of the greatest nations the history of mankind has brought forth. These two great Mesopotamian civilizations were best known for their massive armies and instruments of war. This is not surprising, since they were rarely at peace with one another. They were, however, heavily influenced by each other, as well as their predecessors, the Sumerians. Much of what we taken for granted today, the arts and science of industry and invention, were bequeathed to us from these ancient cultures. This two-volume series is remarkable in that it offers an exceedingly comprehensive and detailed looked at ancient Babylonia and Assyria. The way in which these reference works were compiled and written will bring noteworthy enjoyment for the curious reader.
These two volumes are based mostly on the archaeological discoveries of the late 19th Century, and are well-referenced and cited with footnotes from that period. As a result, much of what they have to say is timeless, in a sense, because of nature of how the information is presented. For example, randomly thumbing through this 900 page tome and stopping to read a passage will normally result in the reader being completely preoccupied in whatever annals of history is being revealed. As a professor of ancient Oriental literature at Princeton University at the turn of the twentieth century, professor Robert William Rogers provides a competent perspective concerning the past history of Babylonia and Assyria. This book was skillfully written from the author’s vast scholarship and understanding on these subjects.
Volume two examines the beginnings of the Assyrian empire, its trials and tribulations, and how it eventually held authority over the Babylonians. The author reveals in meticulous detail each of the kingships as well as the accompanying wars, revolts and rebellions. A considerable amount of space is devoted to the reigns of specific Assyrian kings, including Asshurnazirpal, Shalmaneser, Asshurnirari, Sargon, and many others. Throughout these Assyrian king’s regimes many new cities were founded, and others destroyed, along the banks for the Euphrates river. Also included is a detailed record on the noteworthy conquests, tributes, and building projects of each kingship. This volume also covers the reign of Sennacherib, who ascended to the throne after the mysterious death of Sargon II in 705 B.C.E. As was the case many times with kings in ancient Assyria, Sennacherib was assassinated, leaving his son, Esarhaddon the legal heir to the throne. We owe a great deal of thanks to the next king, Asshurbanapal, for he was devoted to the collection of books in the form of clay tablets. He took great care that his deeds and his wars, his buildings and his very thoughts and hope, should be carefully written down. During his reign it was obvious that the Assyrian empire had started to collapse. Asshurbanapal’s death in 626 B.C.E., began a new revolt by the Babylonians, who, with the help of the Meades,* were finally able to subdue their long-time rivals. This two-volume set concludes with a brief history of the Chaldean empire, whose most famous king, Nebuchadnezzar, helped restore Babylon to its former glory.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Uploads
Papers by Dikki Wahyu Afandi
Dan disini kurannya akan pengetahuan orang awam calon sejarawan dan kurannya sumber mengenai detail lengkapnya, dakwahnya dan penyebarannya di Indonesia menjadikan masyarakat hanya mengenal tarekat sebagai salah satu ajaran spiritualis dan mistisme saja. Dan sini saya mencoba untuk sedikit memberikan sedikit informasik kecil mengenai tarekat pada masa kolonial belanda juga menguntip dari beberapa laporan orang belanda mengenai gerak-gerik tarekat di Nusantara dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda
Books by Dikki Wahyu Afandi
These two volumes are based mostly on the archaeological discoveries of the late 19th Century, and are well-referenced and cited with footnotes from that period. As a result, much of what they have to say is timeless, in a sense, because of nature of how the information is presented. For example, randomly thumbing through this 900 page tome and stopping to read a passage will normally result in the reader being completely preoccupied in whatever annals of history is being revealed. As a professor of ancient Oriental literature at Princeton University at the turn of the twentieth century, professor Robert William Rogers provides a competent perspective concerning the past history of Babylonia and Assyria. This book was skillfully written from the author’s vast scholarship and understanding on these subjects.
Volume two examines the beginnings of the Assyrian empire, its trials and tribulations, and how it eventually held authority over the Babylonians. The author reveals in meticulous detail each of the kingships as well as the accompanying wars, revolts and rebellions. A considerable amount of space is devoted to the reigns of specific Assyrian kings, including Asshurnazirpal, Shalmaneser, Asshurnirari, Sargon, and many others. Throughout these Assyrian king’s regimes many new cities were founded, and others destroyed, along the banks for the Euphrates river. Also included is a detailed record on the noteworthy conquests, tributes, and building projects of each kingship. This volume also covers the reign of Sennacherib, who ascended to the throne after the mysterious death of Sargon II in 705 B.C.E. As was the case many times with kings in ancient Assyria, Sennacherib was assassinated, leaving his son, Esarhaddon the legal heir to the throne. We owe a great deal of thanks to the next king, Asshurbanapal, for he was devoted to the collection of books in the form of clay tablets. He took great care that his deeds and his wars, his buildings and his very thoughts and hope, should be carefully written down. During his reign it was obvious that the Assyrian empire had started to collapse. Asshurbanapal’s death in 626 B.C.E., began a new revolt by the Babylonians, who, with the help of the Meades,* were finally able to subdue their long-time rivals. This two-volume set concludes with a brief history of the Chaldean empire, whose most famous king, Nebuchadnezzar, helped restore Babylon to its former glory.
Dan disini kurannya akan pengetahuan orang awam calon sejarawan dan kurannya sumber mengenai detail lengkapnya, dakwahnya dan penyebarannya di Indonesia menjadikan masyarakat hanya mengenal tarekat sebagai salah satu ajaran spiritualis dan mistisme saja. Dan sini saya mencoba untuk sedikit memberikan sedikit informasik kecil mengenai tarekat pada masa kolonial belanda juga menguntip dari beberapa laporan orang belanda mengenai gerak-gerik tarekat di Nusantara dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda
These two volumes are based mostly on the archaeological discoveries of the late 19th Century, and are well-referenced and cited with footnotes from that period. As a result, much of what they have to say is timeless, in a sense, because of nature of how the information is presented. For example, randomly thumbing through this 900 page tome and stopping to read a passage will normally result in the reader being completely preoccupied in whatever annals of history is being revealed. As a professor of ancient Oriental literature at Princeton University at the turn of the twentieth century, professor Robert William Rogers provides a competent perspective concerning the past history of Babylonia and Assyria. This book was skillfully written from the author’s vast scholarship and understanding on these subjects.
Volume two examines the beginnings of the Assyrian empire, its trials and tribulations, and how it eventually held authority over the Babylonians. The author reveals in meticulous detail each of the kingships as well as the accompanying wars, revolts and rebellions. A considerable amount of space is devoted to the reigns of specific Assyrian kings, including Asshurnazirpal, Shalmaneser, Asshurnirari, Sargon, and many others. Throughout these Assyrian king’s regimes many new cities were founded, and others destroyed, along the banks for the Euphrates river. Also included is a detailed record on the noteworthy conquests, tributes, and building projects of each kingship. This volume also covers the reign of Sennacherib, who ascended to the throne after the mysterious death of Sargon II in 705 B.C.E. As was the case many times with kings in ancient Assyria, Sennacherib was assassinated, leaving his son, Esarhaddon the legal heir to the throne. We owe a great deal of thanks to the next king, Asshurbanapal, for he was devoted to the collection of books in the form of clay tablets. He took great care that his deeds and his wars, his buildings and his very thoughts and hope, should be carefully written down. During his reign it was obvious that the Assyrian empire had started to collapse. Asshurbanapal’s death in 626 B.C.E., began a new revolt by the Babylonians, who, with the help of the Meades,* were finally able to subdue their long-time rivals. This two-volume set concludes with a brief history of the Chaldean empire, whose most famous king, Nebuchadnezzar, helped restore Babylon to its former glory.