Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik d... more Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari suatu material. Pada dasarnya perlakuan panas dilakukan dengan memanaskan material sampai pada temperatur tertentu, lalu mendiamkannya selama waktu tertentu, dan mendinginkannya dengan laju tertentu. Salah satu jenis proses laku panas yaitu tempering. Tempering dilakukan khususnya pada material yang telah mengalami proses hardening, dimana strukturnya kaya akan martensit. Jumlah martensit yang banyak ini selain akan meningkatkan kekerasan material, juga menyebabkan meningkatnya kegetasan sehingga kurang baik jika dilakukan proses lanjutan. Oleh karena itu dilakukan tempering guna mentransformasikan martensit tersebut. Secara khusus tempering bertujuan menurunkan kekerasan serta meningkatkan keuletan/ketangguhan. Dalam melakukan tempering ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir tempering, salah satunya yaitu temperatur dan waktu holdingnya. Praktikum parameter temper ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan pada baja AISI 1045 setelah ditemper. Spesimen yang digunakan adalah baja AISI 104e5 yang telah dipanaskan sampai temperatur 800oC, diholding pada temperatur tersebut selama satu jam, dan diquench dengan media air tanpa agitasi. Spesimen tersebut selanjutnya diuji kekerasan dan didapatkan nilai kekerasannya sebesar 31,7 HRc. Dari hasil pengujian tersebut akan dilakukan tempering dengan waktu holding satu jam guna menurunkan kekerasannya sebesar 10. Dengan menggunakan rumus perhitungan temperatur temper dari Jaffe-Gordon, dihitung besarnya temperatur temper agar dihasilkan penurunan nilai kekerasan sebesar 10. Karena rumus temperatur temper Jaffe-Gordon ini berlaku untuk waktu holding empat jam, maka selanjutnya dilakukan perhitungan parameter temper. Dimana jika nilai parameter temper sama, maka akan dihasilkan nilai kekerasan yang sama meskipun temperatur dan waktu holdingnya berbeda. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai parameter temper untuk spesimen ini sebesar 8.692 dan temperatur temper untuk waktu holding satu jam sebesar 162oC. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dilakukan pemanasan spesimen sampai temperatur 162oC, diholding selama satu jam pada temperatur tersebut, dan didinginkan dengan media udara. Spesimen kemudian dipreparasi untuk diuji kekerasan lagi. Hasil yang diperoleh yaitu nilai kekerasan pada bagian ujung 57,67 HRc, agak tengah 56 HRc, dan bagian tengah 56 HRc. Jika dirata-rata diperoleh nilai kekerasan akhir setelah tempering yaitu 56,56 HRc. Jika dibandingkan dengan kekerasan sebelum dan setelah tempering, terjadi kenaikan sebesar 24,86. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari tempering adalah menurunkan kekerasan. Dan berdasarkan hasil perhitungan temperatur temper dan parameter temper yang telah dilakukan seharusnya bisa diperoleh penurunan nilai kekerasan. Jika dianalisis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya kenaikan nilai kekerasan pada spesimen ini. Pertama, ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper terjadi kesalahan pendinginan. Dimana seharusnya spesimen didinginkan dengan media udara, tetapi pada praktikum ini spesimen tercampur dengan lem. Kedua, hasil dari alat uji kekerasan kurang akurat karena belum dilakukannya kalibrasi pada alat uji kekerasan. Ketiga, temperatur awal spesimen yang ditemper tidak sesuai dengan literatur, dimana seharusnya sebelum mencapai temperatur kamar spesimen harus sudah ditemper. Keempat, furnace yang dipakai mengalami kerusakan, karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya masih terus naik baru kemudian turun lagi. Jika disimpulkan, berdasarkan hasil praktikum ini, besarnya temperatur temper dan waktu holding mempengaruhi nilai kekerasan setelah tempering.
Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik d... more Heat treatment merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari suatu material. Pada dasarnya perlakuan panas dilakukan dengan memanaskan material sampai pada temperatur tertentu, lalu mendiamkannya selama waktu tertentu, dan mendinginkannya dengan laju tertentu. Salah satu jenis proses laku panas yaitu tempering. Tempering dilakukan khususnya pada material yang telah mengalami proses hardening, dimana strukturnya kaya akan martensit. Jumlah martensit yang banyak ini selain akan meningkatkan kekerasan material, juga menyebabkan meningkatnya kegetasan sehingga kurang baik jika dilakukan proses lanjutan. Oleh karena itu dilakukan tempering guna mentransformasikan martensit tersebut. Secara khusus tempering bertujuan menurunkan kekerasan serta meningkatkan keuletan/ketangguhan. Dalam melakukan tempering ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir tempering, salah satunya yaitu temperatur dan waktu holdingnya. Praktikum parameter temper ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan pada baja AISI 1045 setelah ditemper. Spesimen yang digunakan adalah baja AISI 104e5 yang telah dipanaskan sampai temperatur 800oC, diholding pada temperatur tersebut selama satu jam, dan diquench dengan media air tanpa agitasi. Spesimen tersebut selanjutnya diuji kekerasan dan didapatkan nilai kekerasannya sebesar 31,7 HRc. Dari hasil pengujian tersebut akan dilakukan tempering dengan waktu holding satu jam guna menurunkan kekerasannya sebesar 10. Dengan menggunakan rumus perhitungan temperatur temper dari Jaffe-Gordon, dihitung besarnya temperatur temper agar dihasilkan penurunan nilai kekerasan sebesar 10. Karena rumus temperatur temper Jaffe-Gordon ini berlaku untuk waktu holding empat jam, maka selanjutnya dilakukan perhitungan parameter temper. Dimana jika nilai parameter temper sama, maka akan dihasilkan nilai kekerasan yang sama meskipun temperatur dan waktu holdingnya berbeda. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai parameter temper untuk spesimen ini sebesar 8.692 dan temperatur temper untuk waktu holding satu jam sebesar 162oC. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dilakukan pemanasan spesimen sampai temperatur 162oC, diholding selama satu jam pada temperatur tersebut, dan didinginkan dengan media udara. Spesimen kemudian dipreparasi untuk diuji kekerasan lagi. Hasil yang diperoleh yaitu nilai kekerasan pada bagian ujung 57,67 HRc, agak tengah 56 HRc, dan bagian tengah 56 HRc. Jika dirata-rata diperoleh nilai kekerasan akhir setelah tempering yaitu 56,56 HRc. Jika dibandingkan dengan kekerasan sebelum dan setelah tempering, terjadi kenaikan sebesar 24,86. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa salah satu tujuan dari tempering adalah menurunkan kekerasan. Dan berdasarkan hasil perhitungan temperatur temper dan parameter temper yang telah dilakukan seharusnya bisa diperoleh penurunan nilai kekerasan. Jika dianalisis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan terjadinya kenaikan nilai kekerasan pada spesimen ini. Pertama, ketika proses pendinginan spesimen setelah ditemper terjadi kesalahan pendinginan. Dimana seharusnya spesimen didinginkan dengan media udara, tetapi pada praktikum ini spesimen tercampur dengan lem. Kedua, hasil dari alat uji kekerasan kurang akurat karena belum dilakukannya kalibrasi pada alat uji kekerasan. Ketiga, temperatur awal spesimen yang ditemper tidak sesuai dengan literatur, dimana seharusnya sebelum mencapai temperatur kamar spesimen harus sudah ditemper. Keempat, furnace yang dipakai mengalami kerusakan, karena ketika mencapai temperatur holding, temperaturnya masih terus naik baru kemudian turun lagi. Jika disimpulkan, berdasarkan hasil praktikum ini, besarnya temperatur temper dan waktu holding mempengaruhi nilai kekerasan setelah tempering.
Uploads
Papers by Anggia Vicky