Laporan Magk
Laporan Magk
Mengetahui,
Kepala Instalasi Gizi
RSUD Dr. Soedarso Pontianak
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan studi kasus Praktek Kerja Lapangan Manajemen
Asuhan Gizi Klinik Penatalaksanaan Diet Sindrom Nefrotik pada Instalasi Rawat
Inap RSUD Dr. Soedarso Pontianak ini dengan baik dan dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Laporan Studi Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan mata kuliah Manajemen Asuhan Gizi Klinik. Dalam penyelesaian
laporan ini telah banyak berbagai pihak yang membantu baik arahan dan bimbingan.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sri Murdianti, A.Md. Gz, RD selaku Kepala Instalasi Gizi di RSUD Dr.
Soedarso Pontianak
2. Bapak Edy Waliyo, S.Gz, M.Gizi selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
3. Ibu Nopriantini, SP, M.Pdselaku Ka.Prodi D-IV Gizi Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Pontianak.
5. Seluruh Ahli Gizi di RSUD Dr. Soedarso Pontianak yang telah banyak membantu
dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Manajemen Asuhan Gizi Klinik
6. Seluruh teman-teman mahasiswa gizi yang telah membantu secara materi dan
non materi demi terselesainya laporan Praktek Kerja Lapangan Manajemen
Asuhan Gizi Klinik di RSUD Dr. Soedarso Pontianak
ii
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
laporanManajemen Asuhan Gizi Klinik dan dengan penuh harapan semoga
laporan ini dapat menambah pengetahuan dan memberi manfaat bagi penyusun
dan pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................vi
A. Data Subjektif.......................................................1
1. Identitas Pasien................................................1
2. Riwayat Penyakit..............................................1
3. Riwayat Gizi......................................................1
B. Data Objektif........................................................3
1. Antropometri (A)...............................................3
2. Biokimia (B)......................................................3
5. Terapi Medis.....................................................4
A. Diagnosa Medis...................................................5
B. Keluhan Utama....................................................5
C. Identifikasi Masalah..............................................5
D. Diagnosa Gizi.......................................................6
A. Planing.................................................................7
1. Tujuan Diet.......................................................7
iv
2. Prinsip Diet.......................................................7
3. Syarat Diet........................................................7
5. Jenis Diet..........................................................8
B. Implementasi......................................................10
A. Diagnosa Medis.................................................11
B. Antropometri.......................................................11
C. Biokimia.............................................................11
D. Klinis..................................................................11
E. Asupan...............................................................11
B. Etiologi...............................................................13
C. Patofisiologi........................................................13
E. Manifestasi Klinis...............................................15
A. Hasil...................................................................19
B. Pembahasan......................................................20
A. Kesimpulan........................................................24
B. Saran.................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................25
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I GAMBARAN UMUM PASIEN
A. Data Subjektif
1. Identitas Pasien
Nama : Cornelius Cristelligo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 29 September 2010
Umur : 7 tahun 9 bulan
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Dayak
Jenis Pembayaran : BPJS
Cara Datang : Rujukan
MRS : 29 Juni 2018
2. Riwayat Penyakit
Seorang anak bernama Coernelius Cristelligo berumur 7 tahun datang ke
RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan rujukan dari RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang. Ia didiagnosa Sindrom nefrotik, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
terjadi pembengkakan (edema) seluruh tubuh kurang lebih sudah 3 hari yang lalu,
dan mengalami mual muntah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga.
3. Riwayat Gizi
Saat ini nafsu makan pasien kurang karena adanya mual dan muntah. Pasien
tidak mempunyai alergi terhadap jenis makanan tertentu. Dari hasil recall 3x24 jam
rata-rata asupan yang dikonsumsi pasien masih tergolong defisit yaitu <70%
(Sumber : WNPG 2004)
1
Tabel 1.1 Hasil Recall 3x24 jam (26 juni 2018-28 juni 2018)
Kebutuhan Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr)
2
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
B. Data Objektif
1. Antropometri (A)
Tinggi Badan : 127 cm
Berat badan : 20 kg
Berat Badan Ideal : 26 kg
Status Gizi : 76,92% (kurang gizi)
Berdasarkan data antropometri pasien dapat diketahui bahwa status gizi
pasien yaitu kurang 76,92% (CDC,2000).
2. Biokimia (B)
Hasil perkembangan pemeriksaan biokimia pasien :
Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Nama Substansi 26 Juni 2018 Keteranga 29 Juni 2019 Keterangan Nilai normal
Kimia n
Kreatinin 3,4 mg/dL Tinggi 0,8 mg/dL Normal 0,1-1,1
mg/dL
BUN 82 mg/dL Tinggi 90,3 mg/dL Tinggi 15-40 mg/dL
Albumin 2,45 g/dL Rendah - 3,4-5,4 g/dL
Kolesterol 226 mg/dL Tinggi 221 mg/dL Tinggi <200 mg/dL
Haemoglobin - 12,5 g/dL Normal 10-16 g/dL
3
darah mmHg mmHg mmHg
Nadi 71 kali/menit Normal 80 kali/menit Normal 80-90
kali/menit
Respirasi 24 kali/menit Normal 20 kali/menit Normal 20-30
kali/menit
Suhu 36.3oC Normal 36oC Normal 36,6-37,2 oC
5. Terapi Medis
- Ampicilin
- Ranitidin
- Ondan
- Furosemid
- OAT
- Albumin Cap
4
BAB II PENENTUAN MASALAH GIZI
A. Diagnosa Medis
- Sindrom Nefrotik
B. Keluhan Utama
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan terjadi pembengkakan
(edema) seluruh tubuh kurang lebih sudah 3 hari yang lalu, dan mengalami mual
muntah.
C. Identifikasi Masalah
1. Antropometri (A)
Status Gizi : Kurang gizi (76,92%)
2. Biokimia (B)
BUN tinggi
Kreatinin tinggi
Kolesterol tinggi
Albumin rendah
3. Fisik/klinis (C)
-
4. Asupan (D)
Energi : 11,7% (Defisit)
Prorein : 28,5% (Defisit
Lemak : 28,4% (Defisit)
Karbohidrat : 5,9% (Defisit)
Kategori tingkat asupan sebagai berikut :
Kurang : <70%
Cukup : 70-80%
Baik : 80-110%
5
Lebih : >110%
(Sumber : WNPG,2004)
D. Diagnosa Gizi
NI-2.1
P = Kekurangan intake makanan dan minuman oral (energi, protein,
lemak, dan karbohidrat)
E = Keadaan fisiologis pasien yaitu adanya mual dan muntah
S = Hasil recall pasien selama 3 hari defisit (kurang) yaitu energi 248,9
kkal (11,7%), protein 11,1 gram (28,5%), lemak 13,1 gram (28,4%), dan
karbohidrat 22,3 gram (5,9%).
NI-5.4
P = Penurunan kebutuhan zat gizi protein
E = disfungsi ginjal
S = kadar lab kolesterol tinggi (226 mg/dL), BUN tinggi (26/06 82 mg/dL,
29/06 90,3 mg/dL), albumin rendah 2,45 g/dL, dan kreatinin tinggi 3,4 mg/dL
NI-5.7.2
P = Ketidaksesuaian intake asam amino
E = disfungsi ginjal
S = kadar BUN tinggi (26/06 82 mg/dL, 29/06 90,3 mg/dL)
NC-2.2
P = Perubahan nilai labterkait zat gizi protein dan lemak
E = Penyakit pasien yaitu sindrom nefrotik
S = hasil lab BUN tinggi (26/06 82 mg/dL, 29/06 90,3 mg/dL), kreatinin
tinggi 3,4 mg/dL, albumin rendah 2,45 g/dL, dan kolesterol tinggi (226 mg/dL).
NC-3.1
P = Berat badan kurang
E = intake energi yang kurang
S = status gizi pasien yaitu 76,92% (kurang gizi)
NC-3.2
P = Kelebihan intake cairan
E = disfungsi ginjal
S = terjadinya pembengkakan (edema) diseluruh tubuh dan kadar
albumin rendah 2,45 g/dL
6
7
BAB III INTERVENSI GIZI
A. Planing
1. Tujuan Diet
Mencukupi kebutuhan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien dengan
memberikan makanan sesuai kebutuhan pasien
Memberikan makanan sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien yaitu
adanya mual dan muntah
Mengganti kehilangan protein terutama albumin
Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
Memonitor hiperkolesterolemia
Mengontrol hipertensi
2. Prinsip Diet
Energi cukup
Protein normal
Lemak sedang
Karbohidrat cukup
Natrium dibatasi
Kolesterol dibatasi
3. Syarat Diet
1) Energi sesuai kebutuhan yaitu sebesar 2080 kkal untuk mencapai berat badan
normal
2) Protein normal yaitu 1,5 g/kgBB sebesar 39 gram untuk regulator cairan dalam
darah
3) Lemak sedang sebesar 20% dari kebutuhan energi total sebesar 46,2 gram
untuk sumber energi
4) Karbohidrat cukup yaitu sisa dari kebutuhan energi total sebesar 72,5% yaitu
377 gram untuk sumber energi utama
5) Natrium dibatasi maksimal 4 gram perhari untuk meringankan edema
6) Kolesterol dibatasi <300 mg perhari
8
9
4. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Perhitungan kebutuhan zat gizi (CDC,2000)
Energi = 80 x BBI
= 80 x 26
= 2080 kkal
Protein = 1,5 x BBI
= 1,5 x 26
= 39 gram (7,5%)
Lemak = 20% x energi
= 20% x 2080
416
=
9
= 46,2 gram
Karbohidrat = 100% - (%P+%L)
= 100% - (7,5% + 20%)
= 72,5%
72, 5
= x energi
100
1508
=
4
= 377 gram
5. Jenis Diet
Jenis diet yang diberikan kepada pasien yaitu diet Sindrom nefrotik
dengan 3x makanan utama, dan 3x makanan selingan, rute oral, dengan bentuk
makanan lunak.
10
Adapun nilai biokimia yang diukur yaitu BUN, kreatinin, kolesterol, dan
albumin pengukuran dilakukan setiap ada pemeriksaan evaluasi yaitu
mencapai rentang normal.
c. Fisik/Klinis
Adapun nilai fisik/klinis yang diukur yaitu tekanan darah pengukuran
dilakukan setiap ada pemeriksaan evaluasi yaitu mencapai rentang normal.
d. Asupan Zat Gizi
Monitoring asupan makanan dilakukan setiap hari selama 3 hari.
e. Edukasi
Monitoring terhadap pemahaman pasien mengenai edukasi yang
diberikan dan mau melaksanakan edukasi yang diberikan dengan benar.
a. Tujuan
1) Agar pasien mengetahui bagaimana pola makan yang baik sesuai aturan
gizi seimbang
2) Agar pasien mengertahui garis besar penyakit yang dialami, prinsip diet,
serta syarat dietnya
3) Memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien dan keluarga
11
b. Sasaran
c. Waktu
± 30 menit
d. Tempat
e. Metode
f. Alat bantu
g. Materi
1) Penjelasan tentang pola makan yang baik sesuai aturan gizi seimbang
2) Penjelasan singkat mengenai penyakit sindrom nefrotik
3) Tujuan serta prinsip dan syarat diet sindrom nefrotik
4) Makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan dihindari pasien sindrom nefrotik
B. Implementasi
Hasil anamnesis menunjukan pasien menderita Sindrom Nefrotik. Untuk
memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan keadaan dan penyakit maka pasien
diberikan Diit Sindrom Nefrotik. Jenis diit ini mengandung energi sebesar 2.028
kkal, protein yang diberikan yaitu 39 gram, lemak 46,2 gram, karbohidrat
merupakan sisa dari protein dan lemak sebesar 377 gram. Diit pasien diberikan
dalam bentuk makanan biasa, pertimbangan pemberian bentuk diit ini
dikarenakan pasien masih dalam kondisi kesadaran penuh (composmentis) dan
tidak mengalami gangguan mengunyah dan menelan pada daerah mulut dan
esofagus.
12
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
A. Diagnosa Medis
Pasien didiagnosa Sindrom Nefrotik
B. Antropometri
Yang diukur : berat badan
Pengukuran : setiap akhir perawatan
Evaluasi : mencapai status gizi normal (90%-110%)
C. Biokimia
Yang diukur : BUN, kreatinin, kolesterol, albumin
Pengukuran : setiap ada pemeriksaan
Evaluasi : Mencapai rentang normal yaitu BUN 15-40 mg/dL, 0,1-1,1
mg/dL, kolesterol < 200 mg/dL, albumin 3,4-5,4 mg/dL
D. Klinis
Yang diukur : Tekanan darah, Respirasi, dan suhu
Pengukuran : Setiap hari
Evaluasi : mencapai rentang normal yaitu tekanan darah ≥ 130/90
mmHg, nadi 80-90 kali/menit, respirasi 20-30 kali/menit, suhu 36,6-37,2oC
E. Asupan
Yang diukur : Energi, protein, lemak, dan karbohidrat
Pengukuran : setiap hari dengan metode recall 24 jam
Evaluasi : memenuhi 100% dari kebutuhan total yaitu energi = 2.080
kkal, protein= 39 gram, lemak=46,2 gram, karbohidrat=377 gram
F.
13
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
1. Remisi : Proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps : Proteinuria ≥ 2+ (proteinuria≥ 40 mg/m 2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam
1 minggu, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
3. Relaps jarang : Relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering : Relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respon awal,
atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun.
5. Sensitif steroid : Remisi tercapai dalam 4 minggu atau kurang setelah pengobatan
steroid dosis penuh (full dose).
6. Dependen steroid : Relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan, atau dalam
waktu 14 hari setelah pengobatan steroid dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali
berturut-turut.
14
7. Resisten steroid : tidak terjadi remisi setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis
penuh (full dose).
B. Etiologi
Kebanyakan anak dengan sindrom nefrotik memiliki bentuk sindrom
nefrotik primer atau idiopatik. Lesi glomerulus yang berhubungan dengan sindrom
nefrotik idiopatik termasuk penyakit kelainan minimal (yang paling umum),
glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif, nefropati
membranosa dan proliferasi mesangial difus. Etiologi-etiologi ini memiliki distribusi
usia yang berbeda (Pais, Avner, 2011).
C. Patofisiologi
Kelainan yang mendasari sindrom nefrotik adalah peningkatan
permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus, yang meyebabkan proteinuria masif
dan hipoalbuminemia. Pada biopsi, penipisan ekstensif proses kaki podocyte (ciri
khas sindrom nefrotik idiopatik) menunjukkan peran penting untuk podocyte. Sindrom
nefrotik idiopatik adalah berhubungan dengan gangguan yang kompleks dalam
sistem kekebalan/imun tubuh, terutama imunitas diperantarai sel T (T cell– mediated
immunity). Pada glomerulosklerosis fokal segmental, suatu faktor plasma, yang
mungkin dihasilkan oleh subset limfosit aktif, mungkin bertanggung jawab untuk
peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Atau, mutasi pada protein podocyte
(podocin, α-actinin 4) dan MYH9 (gen podocyte) dapat berhubungan dengan
glomerulosklerosis fokal segmental. Sindrom nefrotik resisten steroid (steroid-
resistant nephrotic syndrome) dapat dikaitkan dengan mutasi pada NPHS2 (podocin)
15
dan gen WT1, serta komponen lain dari proses filtrasi glomerulus, seperti pori celah
(slit pore), dan termasuk nephrin, NEPH1, dan protein yang terkait dengan CD-2
(Pais, Avner, 2011).
Untuk mekanisme pembentukan edema pada sindrom nefrotik, hilangnya
protein urin masif menyebabkan hipoalbuminemia, yang menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma dan transudasi cairan dari kompartemen intravaskular ke
ruang interstisial. Penurunan volume intravaskular menurunkan tekanan perfusi
ginjal, yang mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang
reabsorpsi natrium di tubular. Penurunan volume intravaskular juga merangsang
pelepasan hormon antidiuretik, yang meningkatkan reabsorpsi air dalam collecting
duct (Pais, Avner, 2011).
Teori ini tidak berlaku untuk semua pasien dengan sindrom nefrotik karena
beberapa pasien sebenarnya ada peningkatan volume intravaskular dengan kadar
renin dan aldosteron plasma berkurang. Oleh karena itu, faktor-faktor lain, termasuk
aviditas ginjal primer (primary renal avidity) untuk natrium dan air, mungkin terlibat
dalam pembentukan edema pada beberapa pasien dengan sindrom nefrotik (Pais,
Avner, 2011).
16
Sindrom nefrotik adalah keadaan hiperkoagulasi yang disebabkan
beberapa faktor yaitu stasis vaskular, peningkatan produksi hepatik fibrinogen dan
faktor pembekuan lainnya, penurunan kadar faktor antikoagulan serum, peningkatan
produksi trombosit plasma (sebagai reaktan fase akut), dan peningkatan agregasi
platelet. Koagulopati dimanifestasi dengan kejadian tromboemboli (Pais, Avner,
2011).
E. Manifestasi Klinis
Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan (2: 1) dan paling sering muncul antara usia 2 dan 6 tahun
(lihat Gambar 2.1). Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) terjadi pada 85%
hingga 90% pasien dibawah usia 6 tahun. Sebaliknya, hanya 20% hingga 30% dari
remaja yang tampil untuk pertama kalinya dengan sindrom nefrotik memiliki SNKM.
Penyebab yang lebih umum dari sindrom nefrotik idiopatik pada kelompok usia yang
lebih tua adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Insidensi GSFS dapat
meningkat, mungkin lebih umum pada pasien Afrika-Amerika, Hispanik, dan Asia
(Pais, Avner, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002).
Anak-anak biasanya tampil dengan edema ringan, yang awalnya terdapat di
sekitar mata dan di ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik awalnya dapat disalah
diagnosis sebagai gangguan alergi karena adanya pembengkakan periorbital yang
menurun sepanjang hari. Dengan waktu, edema menjadi generalisasi, dengan
adanya perkembangan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anoreksia, iritabilitas,
nyeri abdomen, dan diare adalah gejala umum. Fitur penting dari sindrom nefrotik
idiopatik kelainan minimal adalah ketiadaan hipertensi dan gross hematuria
(sebelumnya disebut fitur nephritik) (Pais, Avner, 2011, Nanjundaswamy, Phadke,
2002).
17
Diagnosis differensial anak yang ditandai dengan edema mencakup enteropati
kehilangan protein, gagal hati, gagal jantung, glomerulonefritis akut atau kronis, dan
malnutrisi protein. Diagnosis selain SNKM harus dipertimbangkan pada anak
dibawah usia 1 tahun, riwayat keluarga positif sindrom nefrotik, adanya temuan
ekstrarenal (misalnya, artritis, ruam, anemia), hipertensi atau edema paru,
insufisiensi ginjal akut atau kronis, dan gross hematuria (Pais, Avner, 2011).
Pemeriksaan Penunjang
18
2013, Nanjundaswamy, Phadke, 2002). Oleh karena itu, di samping tes di atas,
berikut ini harus dimasukkan dalam hasil pemeriksaan:
Pada pasien dengan SNI dapat terjadi kehilangan protein yang mengikat
vitamin D, yang dapat mengakibatkan tingkat vitamin D rendah, dan globulin yang
mengikat tiroid, yang dapat mengakibatkan kadar hormon tiroid yang rendah.
Pertimbangan harus diberikan, terutama pada
anak yang sering kambuh atau sindrom nefrotik resisten steroid, untuk
melakukan pengujian untuk 25-OH-vitamin D, 1,25-di (OH)-vitamin D, T4 bebas, dan
thyroid-stimulating hormone (TSH) (Lane, 2013).
Tes dan prosedur lain pada pasien tertentu mungkin termasuk yang berikut:
19
3. Radiografi dada - Radiografi dada diindikasi pada anak dengan gangguan
pernapasan. Efusi pleura adalah umum, namun edema paru jarang terjadi
2. Biopsi ginjal
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1.6 Menu Sehari
Waktu Nama Bahan Kolestero
Hidangan Makanan Berat Energi Protein Lemak KH Na K l Vit. A Vit. C
07:00 Bubur ayam beras putih
giling 75 270.7 5 0.5 59.6 0 60.8 0 0 0
daging ayam 20 57 5.4 3.8 0 14.6 36.4 15.8 7.8 0
Carrot fresh 100 25.8 1 0.2 4.8 60 290 0 1574 7
jeruk manis 100 47.1 0.9 0.1 11.8 0 181 0 8 53
10:00 Klepon ubi ubi jalar putih 45 50.4 1.1 0 11.8 1.4 156.6 0 0 6.3
tepung sagu 30 114.3 0.1 0 27.4 2.7 0.9 0 0 0
gula merah 15 56.4 0 0 14.6 5.8 51.9 0 0 0
kelapa muda
daging 10 7 0.1 0.3 1 0.5 6.6 0 0 0
12:00 Nasi tim beras putih
giling 75 270.7 5 0.5 59.6 0 60.8 0 0 0
Sup bakso
ikan ikan tenggiri 20 22.4 4.3 0.5 0 11 92.2 6.6 8.6 0
tepung terigu 10 36.4 1 0.1 7.6 0.2 10.7 0 0 0
tepung
tapioka 5 19 0 0 4.6 0.4 0.2 0 0 0
Orak-arik kacang
kacang panjang
panjang mentah 50 17.4 0.9 0.2 4 1.5 149.5 0 33.5 5
minyak
kelapa sawit 10 86.2 0 10 0 0 0 0 500 0
Buah pisang mas 100 92 1 0.5 23.4 1 396 0 8 9
16:00 Kue cantik tepung
manis maizena 20 76.2 0.1 0 18.3 1.8 0.6 0 0 0
santan dan
air 45 159.3 1.5 15.1 6.8 9 160.2 0 0 1.4
gula pasir 10 38.7 0 0 10 0.1 0.2 0 0 0
19:00 Nasi tim beras putih
giling 75 270.7 5 0.5 59.6 0 60.8 0 0 0
21
Semur
daging giling daging sapi 20 53.8 5 3.6 0 10.6 68 15 0 0
kecap 10 6 1 0 0.6 558.6 21.2 0 0 0
minyak 8 69 0 8 0 0 0 0 400 0
Sup labu air labu air 100 20.1 0.9 0.3 4.3 1 192 0 29 6
Buah pepaya 100 39 0.6 0.1 9.8 3 257 0 135 62
21:00 Jus Apel apel 100 59 0.2 0.4 15.3 0 115 0 5 6
susu segar 20 13.2 0.6 0.8 1 11 28 2.8 11 0.2
gula pasir 16 61.9 0 0 16 0.2 0.3 0 0 0
Total
keseluruhan 2039.7 40.7 45.3 371.8 694.4 2396.7 40.2 2719.9 155.8
Kebutuhan
sehari 2080 39 46,2 377
Persentase 98,06% 104,3% 98,05% 98,6%
B. Pembahasan
Pada pengambilan data kali ini didapatkan kasus Sindrom nefrotik.
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak.
Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala
yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan
hiperkolesterolemia.
Sindrom nefrotik, suatu manifestasi penyakit glomerular, ditandai dengan
proteinuria berat (ekskresi protein ≥ 40 mg/m 2LPB/jam, atau rasio albumin/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg, atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia, edema, dan
dapat disertai hiperlipidemia (Pais, Avner, 2011, Nanjundaswamy, Phadke, 2002).
Keadaan inilah yang dialami oleh An. Cornelius Cristelligo berumur 7 tahun datang
ke RSUD Dr. Soedarso Pontianak dengan rujukan dari RSUD Ade Muhammad Djoen
Sintang. Ia didiagnosa Sindrom nefrotik, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
terjadi pembengkakan (edema) seluruh tubuh kurang lebih sudah 3 hari yang lalu,
dan mengalami mual muntah. Pasien menyukai makanan dan minuman cepat saji,
suka jajan dikarenakan rumah pasien dekat dengan warung.
Menurut Ibunya, pasien sangat menyukai sosis, mie instan, minuman instan
seperti pop ice, segar sari, dan ale-ale. Pola makan pasien yaitu pasien makan tidak
teratur nasi setiap hari dan diselingi mie instan, ikan 3x seminggu, daging ayam 1x
22
seminggu, telur ayam 3x sehari biasanya digoreng dan direbus dengan mie instan.
Frekuensi mie instan kadang 2x sehari, dalam seminggu >7 kali. Pasien menyukai
buah dan tidak menyukai sayur, makan buah 2-3x seminggu. Minum minuman yang
bersachet/instan kadang 2x sehari, susu kental manis 1x sehari, teh manis kadang
2x sehari tergantung keinginannya.
Pasien diberikan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Adapun identifikasi
masalah yang didapatkan yaitu pada riwayat makan didapatkan bahwa asupan
pasien yaitu asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat defisit (kurang), ini
dikarenakan keadaan fisiologis pasien yaitu adanya mual dan muntah berdasarkan
teori yaitu penderita sindrom nefrotik akan mudah mengalami gejala gangguan
pencernaan seperti mual serta muntah dan/atau diare.
Riwayat makan pasien dahulu yaitu pasien menyukai makanan dan minuman
cepat saji, pola makan pasien yang tidak baik dalam sebuah penelitian dalam hal ini
para pakar dan dokter menyebutkan makanan seperti fast food dan junk food menjadi ancaman
utama bagi kesehatan. Hal tersebut dikarenakan makanan-makanan yang disediakan banyak
mengandung lemak jenuh, lemak trans, dan natrium. Selain itu, fast food dan junk food
mengandung kalori yang tinggi dan rendah gizi.World Health Organization (WHO) secara
serius membahas mengenai dampak buruk makanan fast food dan junk food seperti makanan
asinan mengandung kadar garam sangat tinggi dapat memberatkan kerja ginjal, mengiritasi
lambung dan usus, Makanan daging yang diproses seperti sosis, ham, dan lain-lain,
mengandung bahan pewarna dan pengawet yang membahayakan organ hati. Selain itu, kadar
natrium yang tinggi menyebabkan hipertensi dan gangguan ginjal, hingga bisa memicu
kanker, mie instant mengandung bahan pengawet serta kadar garam di dalam mie instant
menyebabkan kerja ginjal menjadi berat.
Berdasarkan data antropometri pasien menderita kurang gizi (IMT 76,92%) ini
dikarenakan intake energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien defisit.
Berdasarkan data biokimia didapatkan bahwa kadar BUN tinggi (26/06 82
mg/dL, 29/06 90,3 mg/dL), kreatinin tinggi 3,4 mg/dL, kolesterol tinggi (226 mg/dL),
albumin rendah 2,45 g/dL, kadar protein urine trace. BUN adalah produk akhir dari
metabolisme protein, dibuat oleh hati, sampai pada ginjal tidak mengalami perubahan
molekul. Peningkatan kadar BUN terjadi pada dehidrasi, konsumsi protein yang
tinggi, gagal ginjal, sepsis, AMI, dan DM. Kreatinin merupakan produk akhir dari
metabolisme kreatinin otot dan kreatinin fosfat (protein). Pemeriksaan kreatinin
serum berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus yang hasilnya lebih spesifik
23
dari pada BUN (Joyce L.F.K). Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan
adanya penurunan fungsi ginjal dan penyusutan massa otot rangka. Ketika ada
kerusakan ginjal atau penyakit ginjal kronis yang menyebabkannya tidak dapat
menyaring limbah secara efisien, maka dapat menyebabkan kenaikan kadar kreatinin
dalam darah. Oleh karena itu bagi orang dewasa dengan penyakit ginjal yang
memiliki kadar keratinin darah tinggi, maka dianjurkan untuk melakukan pencucian
darah. Cuci darah atau dialisis dianjurkan bila kadar kreatinin mencapai 10,0 mg/dL.
Sedangkan pada bayi dengan penyakit ginjal, dialisis dianjurkan bila kadar
kreatinin mencapai 2,0mg/dL. Pada penderita gangguan ginjal juga mengalami
peningkatan kadar kolesterol dalam darah, Hal ini disebabkan terjadinya
gangguan pada metabolisme protein, lemak, serta karbohidrat dan
ginjal yang sudah terganggu ini tidak menahan jumlah protein darah.
Gejala kadar albumin darah yang berkurang, adanya protein dalam air seni, dan
edema (bengkak pada bagian-bagian tubuh) merupakan tanda-tanda dari sindrom
nefrotik akibat kerusakan ginjal. Kadar albumin rendah pada pasien bisa
menyebabkan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas. Albumin memengaruhi
75-80 persen tekanan osmotik koloid dari plasma normal artinya albumin sangat
berpengaruh pada tekanan kapiler pembuluh darah. Albumin berperan mengikat
cairan tubuh agar tidak bocor keluar dari pembuluh darah. Bila kadar senyawa ini
turun, maka cairan akan keluar jaringan tubuh dan tubuh akan membengkak
(edema). Tekanan kapiler ini juga sangat berpengaruh pada fungsi ginjal dalam
menyaring darah.
Diagnosa Gizi pasien yaitu kekurangan intake makanan dan minuman oral
(energi, protein, lemak, dan karbohidrat) berkaitan dengan keadaan fisiologis pasien
yaitu adanya mual dan muntah ditandai dengan hasil recall pasien selama 3 hari
defisit (kurang) yaitu energi 248,9 kkal (11,7%), protein 11,1 gram (28,5%), lemak
13,1 gram (28,4%), dan karbohidrat 22,3 gram (5,9%), Penurunan kebutuhan zat gizi
protein berkaitan dengan disfungsi ginjal ditandai dengan kadar lab kolesterol tinggi
(226 mg/dL), BUN tinggi (26/06 82 mg/dL, 29/06 90,3 mg/dL), albumin rendah 2,45
g/dL, dan kreatinin tinggi 3,4 mg/dL, ketidaksesuaian intake asam amino berkaitan
dengan disfungsi ginjal ditandai dengan kadar BUN tinggi (26/06 82 mg/dL, 29/06
90,3 mg/dL), perubahan nilai lab terkait zat gizi protein dan lemak berkaitan dengan
penyakit pasien yaitu sindrom nefrotik ditandai hasil lab BUN tinggi (26/06 82 mg/dL,
29/06 90,3 mg/dL), kreatinin tinggi 3,4 mg/dL, albumin rendah 2,45 g/dL, dan
24
kolesterol tinggi (226 mg/dL), berat badan kurang berkaitan dengan intake energi
yang kurang ditandai dengan status gizi pasien yaitu 76,92% (kurang gizi), dan
kelebihan intake cairan berkaitan dengan disfungsi ginjal ditandai dengan terjadinya
pembengkakan (edema) diseluruh tubuh dan kadar albumin rendah 2,45 g/dL.
Pasien diberikan terapi diet sindrom nefrotik dengan frekuensi 3x makanan
utama dan 3x makanan selingan dengan rute oral dan bentuk makanan lunak.
Adapun tujuan diet pasien yaitu untuk mencukupi kebutuhan energi, protein, lemak,
dan karbohidrat pasien dengan memberikan makanan sesuai kebutuhan pasien,
memberikan makanan sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien yaitu adanya mual
dan muntah, mengganti kehilangan protein terutama albumin, mengurangi edema
dan menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan memonitor hiperkolesterolemia.
Pasien diberikan energi sebesar 2080 kkal, protein 39 gram, lemak 46,2 gram,
dan karbohidrat 377 gram, natrium dibatasi maksimal 4 gram untuk mengurangi
edema, serta kolesterol dibatasi >300 mg perhari. Pasien juga diberikan menu sehari
berupa makan pagi bubur ayam dengan buah jeruk manis, snack pagi dengan klepon
ubi, makan siang berupa nasi tim, sup bakso ikan, orak arik kacang panjang, serta
buah pisang singapore snack sore diberikan kue cantik manis makan malam
diberikannasi tim, semur daging giling, sup labu air, dan buah pepaya snack malam
dengan jus apel. Pemilihan bahan makanan sudah termasuk aman untuk dikonsumsi
pasien yaitu tidak menimbulkan gas, tidak mengandung tinggi natrium, dan tidak
mengandung tinggi kolesterol. Di RSUD Dr. Soedarso kami tidak melakukan
intervensi kepada pasien seperti pemberian menu sehari secara langsung sehingga
kami tidak dapat melihat perkembangan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi
pasien apakah meningkat atau menurun setelah dilakukan intervensi.
Pasien juga diberikan terapi edukasi yang bertujuan untuk pasien mengetahui
bagaimana pola makan yang baik sesuai aturan gizi seimbang, agar pasien
mengertahui garis besar penyakit yang dialami, prinsip diet, serta syarat dietnya,
serta memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien dan keluarga.
25
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang terbanyak pada anak.
Penyakit tersebut ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa
gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL,
edema, dan hiperkolesterolemia.
2. Pasien atas nama An. Cornelius didiagnosa sindrom nefrotik pasien datang ke
RS dengan keluhan terjadi edema seluruh tubuh, kadar BUN tinggi, kreatinin
tinggi, kolesterol tinggi, dan albumin rendah.
3. Pasien diberikan diet sindrom nefrotik dengan frekuensi 3x makanan utama,
dan 3x makanan selingan dan bentuk makanan lunak.
B. Saran
Diet yang diberikan harus lebih mempertimbangkan keadaan fisiologis
serta daya terima pasien sehingga kebutuhan pasien dapat tercukupi.
26
DAFTAR PUSTAKA
27