[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
14 tayangan16 halaman

Bab 4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah perusahaan yang listing di Jakarta Islamic

Index untuk periode 2011-2013 berjumlah 44 perusahaan, namun yang menjadi

objek penelitian 11 perusahaan yaitu:

Tabel 4.1
Daftar Objek Penelitian
No. Daftar Perusahaan
1. CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk
2. INTP Indocement Tunggal Perkasa Tbk
3. ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk
4. KLBF Kalbe Farma Tbk
5. LPKR Lippo Karawaci Tbk
6. LSIP PP London Sumatera Plantation Tbk
7. PTBA Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
8. SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk
9. TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
10. UNTR United Tractors Tbk
11. UNVR Unilever Indonesia Tbk
Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Berdasarkan hasil purposive sampling method yang dilakukan diperoleh

11 perusahaan, sehingga data observasi yang diperoleh selama 3 tahun

pengamatan sebanyak 33 sampel amatan. Sampel 11 perusahaan tersebut yang

akan diuji apakah ada pengaruh dari perbedaan temporer dan perbedaan permanen

terhadap persistensi laba terdaftar dalam Jakarta Islamic Index selama tahun 2011-

2013.
4.1.2. Analisis Data

4.1.2.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis ini merupakan teknik deskriptif yang memberikan informasi

tentang data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis

statistik digunakan untuk mengetahui gambaran atau deskripsi masing – masing

variabel yang terkait dalam penelitian. Pengukuran yang digunakan dalam

penelitian adalah mengenai mean, maksimum, minimum, dan standar deviasi.

Adapun nilai statistik deskriptif variabel penelitian disajikan dalam tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif
Deskriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
PTBIt+1 (Y) 33 -.170 .304 -.00150 .112709
TBTD (X1) 33 -.018 .023 8.67879E-4 .007588
PBTD (X2) 33 -.088 .005 -.01242 .024642
Valid N 33
Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa variabel persistensi laba

(PTBIt+1) memiliki nilai minimum -0,170 dan nilai maximum 0,304, sedangkan

nilai rata-rata keseluruhan sebesar -0,00150. Variabel perbedaan temporer

(TBTD) memiliki nilai minimum -0,018 dan nilai maximum 0,023, serta nilai

rata-rata keseluruhan sebesar 8.67879E-4 . Variabel perbedaan permanen (PBTD)

memiliki nilai minimum -0,088 dan nilai maximum 0.005, serta nilai rata-rata

keseluruhan sebesar -0,1242.


4.1.2.2. Hasil Uji Asumsi Klasik

4.1.2.2.1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2011).

Data yang baik digunakan dalam penelitian adalah data yang berdistribusi normal.

Apabila data yang dihasilkan tidak berdistribusi secara normal maka tes statistik

yang digunakan tidak valid.

Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah residual model

regresi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, uji

normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dengan dasar

pengambilan keputusan (CLICT, 2002):

 Bila nilai probabilitas (Asymp. Sig.) < 0,05, maka distribusi adalah tidak

normal.

 Bila nilai probabilitas (Asymp. Sig.) > 0,05, maka distribusi adalah normal.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas – One Sample Kolmogrov – Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 33

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .09526453

Most Extreme Differences Absolute .100

Positive .069

Negative -.100

Kolmogorov-Smirnov Z .577

Asymp. Sig. (2-tailed) .893

a. Test distribution is Normal.


Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Hasil pengujian statistik One Sampel Kolmogrov-Smirnov di atas

menunjukkan bagian Sig. dengan nilai sebesar 0,893, artinya nilai tersebut lebih

besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual terdistribusi

normal atau memenuhi syarat uji normalitas.

4.1.2.2.2. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinieritas salah satu asumsi model regresi linier adalah tidak

hanya korelasi yang sempurna atau korelasi yang tidak sempurna tetapi relatif

sangat tinggi antara variabel-variabel bebas (independen).

Adanya multikolinieritas sempurna akan berakibat koefisien regresi tidak

dapat ditentukan serta standart deviasi akan menjadi tidak terhingga. Jika

multikolinieritas kurang sempurna, maka koefisien regresi meskipun berhingga

akan mempunyai standart deviasi yang besar yang berarti pula koefisien-

koefisiennya tidak dapat ditaksir dengan mudah (CLICT, 2002).


Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dalam model regresi

dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Sebagai

dasar acuannya dapat disimpulkan:

1. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.

2. Jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa
ada multikolinieritas antar variabel independen dalam model regresi.
Hasil pengujian model regresi yang diperoleh menunjukkan nilai-nilai dan VIF
untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa

Collinearity Statistics Asumsi Multikolinieritas

Tolerance VIF
Model
1 (Constant)

TBTD .841 1.189 Tidak terjadi multikolinieritas

PBTD .841 1.189 Tidak terjadi multikolinieritas


a. Dependent Variable: PTBIT1

Sumber: idx.co.id data diolah, 2015


Berdasarkan tabel 4.4 maka dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk semua variabel
independen tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance semua variabel

independen juga mendekati 1. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa semua variabel independen yang terdiri dari insentif pajak dan prinsip

konservatisme akuntansi tidak terdapat gejala multikolinieritas.


4.1.2.2.3. Uji Autokorelasi

Uji autokerelasi asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam

sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Untuk mendeteksi

autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik melalui uji Durbin-Watson (DW test),

ini mempunyai masalah mendasar yaitu tidak diketahuinya secara tepat mengenai

distribusi dari statistik itu sendiri. Selanjutnya adalah membandingkan dengan

tabel DW. Tabel DW terdiri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dl) dan batas atas

(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW:

 Bila DW terletak antara batas atas (du) dan (4-du), maka koefisien

autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.

 Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah (dl), maka koefisien

autokorelasi lebih besar dari pada nol, berarti ada autokorelasi positif.

 Bila nilai DW lebih besar dari pada (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih

kecil dari pada nol, berarti ada autokorelasi negatif.

 Bila nilai DW terletak diantara batas atas (du) dan batas bawah (dl) ada DW

terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

 Bila nilai DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat

disimpulkan.

Hasil uji Durbin-Watson (DW test) dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi – Durbin Watson
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .534a .286 .238 .09838878 2.311

a. Predictors: (Constant), PBTD, TBTD


b. Dependent Variable: PTBIT1

Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Dari output SPSS di atas diketahui bahwa:

 Uji statistik

DW = 2,311

dl = 1,3212

du = 1,5770

(4-dl) = 2,6788

(4-du) = 2,423

Nilai DW terletak diantara du dan (4-du)

 Keputusan

Hasil perhitungan diatas bahwa nilai DW sebesar 2,311 terletak diantara nilai

du dan (4-du) sebesar 1,5770 dan 2,423 (du < DW < 4-du) maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi yang

digunakan dalam penelitian ini.

4.1.2.2.4. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah

dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual antara

satu pengamatan yang lain. Jika varians dari residual antara satu pengamatan
dengan pengamatan yang lain berbeda disebut Heteroskedastisitas, sedangkan

model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi

Rank Sperman yaitu mengkorekasikan antara absolut residual hasil regresi dengan

semua variabel bebas. Bila signifikansi hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%)

maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedastisitas dan sebaliknya

berarti no heteroskedastisitas atau homoskedastisitas. Heteroskedastisitas diuji

dengan menggunakan uji koefisien korelasi Rank Sperman yaitu mengkorelasikan

antara absolut residual hasil regresi dengan semua variabel bebas (CLICT, 2002).

Tabel 4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Correlations

Abs

Spearman's rho TBTD Correlation Coefficient -.252

Sig. (2-tailed) .157

N 33

PBTD Correlation Coefficient -.023

Sig. (2-tailed) .899

N 33

Abs Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 33

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Berdasarkan hasil output SPSS di atas variabel perbedaan temporer

(TBTD) memiliki nilai Sig. (2-tailed) 0,157 > 0,05 dan variabel perbedaan

permanen (PBTD) memiliki nilai Sig. (2-tailed) 0,899 > 0,05. Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak mengandung


heteroskedastisitas. Artinya tidak ada korelasi antara besarnya data dengan

residual sehingga bila data diperbesar tidak menyebabkan residual (kesalahan)

semakin besar pula.

4.1.2.3. Hasil Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel

independen perbedaan temporer dan perbedaan permanen terhadap variabel

dependen persistensi laba. Model regresi ini dikembangkan untuk dapat menguji

hipotesis-hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian.

Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) .021 .019 1.064 .296


TBTD -4.824 2.500 -.325 -1.930 .063 .841 1.189

PBTD 1.437 .770 .314 1.867 .072 .841 1.189


a. Dependent Variable: PTBIT1
Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Dari tabel 4.7 di atas, maka dapat dilihat persamaan regresi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

PTBIt+1 = 0,021 – 4.824 TBTD + 1,437 PBTD

Dimana :

PTBIt+1 : Laba akuntansi sebelum pajak perioda t+1 (sebagai proksi persistensi

laba)

TBTD : Perbedaan temporer book tax differences

PBTD : Perbedaan permanen book tax differences


4.1.3. Pengujian Hipotesis

4.1.3.1. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi (R2) dapat digunakan untuk mengukur seberapa

besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas (Ghozali, 2011). Apabila besarnya koefisien determinasi

mendekati angka 1, maka variabel independen akan berpengaruh sempurna

terhadap variabel dependen.

Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .534a .286 .238 .09838878 2.311

a. Predictors: (Constant), PBTD, TBTD


b. Dependent Variable: PTBIT1
Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai R (koefisien korelasi) sebesar

0,534 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara variabel x dengan variabel y

memiliki hubungan linier yang sedang. Nilai dari adjusted R Square sebesar 0,238

atau 23,8%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel persistensi laba dapat dijelaskan

oleh variabel independen yaitu perbedaan temporer dan perbedaan permanen

sebesar 23,8%. Sedangkan sisanya 76,2% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar

model analisis, seperti komponen akrual, ukuran perusahaan


Standard Error of the Estimate (SEE) adalah 0,09838878, nilai yang

kecil ini menunjukkan bahwa model regresi dapat dengan tepat memprediksi

variabel dependen, yang dimana semakin kecil SEE maka akan membuat model

regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen.

4.1.3.2. Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable

independen yang dimasukkan dalam model regresi tersebut mempunyai pengaruh

secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Jika

nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka ini menjelaskan bahwa variabel

independen dapat secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Tabel 4.9
Hasil Uji F
ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .116 2 .058 5.996 .006a

Residual .290 30 .010

Total .407 32
a. Predictors: (Constant), PBTD, TBTD

b. Dependent Variable: PTBIT1


Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa model persamaan ini

memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dibandingkan dengan alpha

0,05. Hal ini berarti semua variabel independen yang meliputi perbedaan temporer

dan perbedaan permanen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel

dependen yaitu persistensi laba (PTBIt+1).


 Uji statistik

F hitung = 5,996

F tabel = 3,32

F hitung > F tabel (5,996 > 3,32)

Sig = 0,006

Alpha = 0,05

Sig < alpha (0,006 < 0,05)

 Keputusan

Hasil perhitungan diatas bahwa F hitung lebih besar dari F tabel dan Sig lebih

kecil dari alpha, maka secara simultan variabel bebas mempunyai pengaruh

terhadap variabel terikat.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat digunakan

untuk memprediksi pengaruhnya terhadap persistensi laba.

4.1.3.3. Uji Statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

independent variable (variabel bebas) terhadap dependent variable (variabel

terikat) secara parsial (Ghozali, 2011). Jika nilai probabilitas signifikansi < 0.10,

maka ini berarti suatu variabel independen merupakan penjelas yang signifikan

terhadap variabel dependennya.


Tabel 4.10
Hasil Uji t
Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) .021 .019 1.064 .296

TBTD -4.824 2.500 -.325 -1.930 .063

PBTD 1.437 .770 -.314 1.867 .072


a. Dependent Variable: PTBIT1

Sumber: idx.co.id data diolah, 2015

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa t hitung dari TBTD sebesar

-1.930, nilai ini berada diantara t tabel sebesar -2.042 dan 2.042 yang berarti H 1

diterima bahwa TBTD berpengaruh terhadap persistensi laba. Dan t hitung dari

PBTD sebesar 1.867, nilai ini berada diantara t tabel sebesar -2.042 dan 2.042

yang berarti H2 diterima bahwa PBTD berpengaruh terhadap persistensi laba

4.2 Pembahasan

Berikut ini disajikan secara lengkap pembahasan masing-masing variabel

tersebut:

4.2.1. Pengaruh Perbedaan Temporer Terhadap Persistensi Laba

Pengujian hipotesis pertama adalah apakah perbedaan temporer

berpengaruh tehadap persistensi laba perusahaan yang tergabung dalam Jakarta

Islamic Index tahun 2011-2013. Hasil penelitian ini membuktikan perbedaan

temporer berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif terhadap

persistensi laba hal ini berarti bahwa komponen perbedaan temporer yang

peneliti temukan pada objek penelitian terdiri dari penyisihan imbalan kerja

pada karyawan, kerugian penilaian asset tetap, laba penjualan asset tetap,
amortisasi beban tangguhan, kerugian nilai piutang, sewa pembiayaan, selisih

kurs dan penyusutan berpengaruh negatif terhadap persistensi laba, hal tersebut

menunjukkan bahwa semakin besar nilai perbedaan temporer maka laba

semakin tidak persisten. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Martani dan Persada (2010) bahwa variabel perbedaan temporer

menunjukkan nilai yang signifikan secara statistik, selain itu nilai koefisien

variabel memiliki nilai yang negatif. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perbedaan temporer memiliki

hubungan negatif terhadap penghasilan sebelum pajak (Jakson dalam Martani

dan Persada: 2010). Sloan (1996) dan Hanlon (2005) menemukan bahwa

perusahaan yang memiliki perbedaan temporer yang besar cenderung memiliki

laba yang tidak persisten. Nilai koefisien negatif adalah dampak dari

pembalikan atas perbedaan temporer dimasa yang akan datang sehingga

perbedaan temporer memiliki hubungan yang negatif terhadap PTBI. Menurut

penelitian Pratiwi (2014) menyatakan bahwa perbedaan temporer memiliki

pengaruh negatif terhadap persistensi laba, sehingga dapat disimpulkan bahwa

persistensi laba akan rendah apabila terdapat perbedaan temporer yang besar.

Sedangkan menurut Dewi (2014) menyatakan bahwa perbedaan temporer

memiliki pengaruh positif terhadap persistensi laba, kemungkinan perbedaan

temporer ini terjadi karena pengakuan beban yang terpulihkannya dalam

periode jangka pendek tidak menangkap dampak transitori dari perbedaan

temporer tersebut.
4.2.2 Pengaruh Perbedaan Permanen Terhadap Persistensi Laba

Pengujian hipotesis kedua adalah apakah perbedaan permanen

berpengaruh terhadap persistensi laba perusahaan yang tergabung dalam

Jakarta Islamic Index tahun 2011-2013. Hasil penelitian ini membuktikan

perbedaan permanen berpengaruh secara signifikan dengan arah positif

terhadap persistensi laba hal ini berarti bahwa komponen perbedaan permanen

yang peneliti temukan pada objek penelitian terdiri dari beban bunga bukan

objek pajak, hadiah, sumbangan, penurunan nilai asset lain-lain, biaya yang

tidak dapat dikurangkan, natura, penghasilan yang pajaknya bersifat final,

promosi dan laba penjualan saham berpengaruh positif terhadap persistensi

laba, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai perbedaan

perbedaan permanen maka laba persistensi laba akan tinggi. Penelitian ini

konsisten dengan penelitian Pratiwi (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan

permanen pada book tax differences memiliki pengaruh positif terhadap

persistensi laba yang berarti bahwa persistensi laba akan rendah apabila

terdapat perbedaan permanen yang kecil. Penelitian ini juga konsisten dengan

penelitian Dewi (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan permanen

berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Perhitungan laba secara fiskal

dan akuntansi akan berbeda, ketika beda tetap atau permanen yang harus

dikurangkan dalam akuntansi tetapi tidak di kurangkan dalam pajak yang

mengakibatkan beda permanen bertambah dan diikuiti persistensi yang positif

juga. Penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian dari Martani dan Persada
(2010) yang membuktikan bahwa adanya pengaruh negatif antara perbedaan

permanen terhadap persistensi laba. Hasil koefisien negatif menunujukkan

bahwa perbedaan permanen didominasi oleh item-item yang akan ditambahkan

kembali dalam rekonsiliasi fiskal yaitu beban yang tidak dapat dikurangkan

atau kerugian anak perusahaan dan bersifat non recurring item.

4.2.3 Pengaruh Perbedaan Temporer dan Perbedaan Permanen Terhadap

Persistensi Laba

Pengujian hipotesis ketiga adalah apakah perbedaan temporer dan

perbedaan permanen berpengaruh terhadap persistensi laba perusahaan yang

tergabung dalam Jakarta Islamic Index tahun 2011-2013. Hasil penelitian ini

membuktikan perbedaan temporer dan perbedaan permanen berpengaruh

secara signifikan terhadap persistensi laba hal ini berarti bahwa book tax

differences (temporer dan permanen) memiliki pengaruh terhadap persistensi

laba secara bersama-sama. Penelitian ini konsisten dengan penelitian Pratiwi

(2014) yang menyatakan bahwa perbedaan permanen dan perbedaan temporer

pada book tax differences memiliki pengaruh terhadap persistensi laba yang

berarti perbedaan permanen dan perbedaan temporer berpengaruh secara

bersama-sama terhadap persistensi laba. Penelitian ini juga konsisten dengan

penelitian Dewi (2014) yang menyatakan bahwa perbedaan permanen dan

perbedaan temporer berpengaruh terhadap persistensi laba secara bersama-

sama.

Anda mungkin juga menyukai