Grand Case
HEMATOPNEUMOTORAKS
Oleh:
Priyanka Prima Putri 1940312105
Trisya Putri Melia 1940312109
Sry Mutia Fadhilah 1940312111
Nadia Rizki Shabrina 1940312112
Preseptor:
Dr. Muhammad Riendra,Sp.BTKV
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan grand
case ini yang berjudul “Hematopneumotoraks”.
Grand case ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis dan pembaca mengenai Hematopneumotoraks, selain itu juga
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian
Ilmu Bedah di RSUP dr. M. Djamil, Padang Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan grand case , terutama kepada pembimbing dr.
Muhammad Riendra, Sp.BTKV yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis.
Dengan demikian, penulis berharap agar grand case ini dapat bermanfaat
dalam menambah wawasan penulis dan pembaca Hematopneumotoraks
Padang, Desember 2020
Penulis
ii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Depan
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi 3
2.2 Definisi 6
2.3 Epidemiologi 6
2.4 Etiologi 7
2.5 Patofisiologi 8
2.6 Manifestasi Klinis 10
2.7 Diagnosis 12
2.8 Diagnosis Banding 16
2.9 Tatalaksana 17
2.10 Komplikasi 26
2.11 Prognosis 26
BAB 3 LAPORAN KASUS 45
DAFTAR PUSTAKA 41
iii
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum thoraks. Cedera toraks
terjadi pada sekitar 60% dari kasus multi-trauma dan bertanggung jawab atas 20-25% dari
kematian akibat trauma.1 Trauma toraks secara umum dikelompokkan berdasarkan mekanisme
cedera yaitu trauma tajam dan trauma tumpul.2 Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar
75% - 80% dari keseluruhan trauma toraks. Cedera pada struktur toraks mungkin timbul dari
benturan langsung atau gaya deselerasi yang cepat. Studi terbaru menunjukkan patah tulang
rangka toraks, memar paru dan cedera diafragma adalah kejadian umum yang ditemukan pada
trauma tumpul dada.3
Tiga puluh hingga lima puluh persen pasien dengan cedera berat trauma tumpul dada
dapat ditemukan kontusio paru, pneumothorax, dan hemothorax. Pneumothorax, hemothorax
atau hemopneumothorax ditemukan pada 72,3% kasus patah tulang rusuk.4,5 Sekitar 2.086
anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau
penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki
hemopneumothoraks(26,7% kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian).6
Hemopneumotoraks atau disebut juga hematopneumotoraks merupakan kombinasi dari
dua kondisi, yaitu pneumotoraks dan hemotoraks. Peneumothorax adalah akumulasi udara di
dalam rongga pleura, sedangkan Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura.
Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau
pembuluh darah interkosta, dan arteri mamaria interna.7 Sehingga hematopneumotoraks dapat
diartikan sebagai akumulasi udara dan darah di rongga pleura.
Berdasarkan etiologinya hematopneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma, atau
terjadi secara spontan. Hematopneumotoraks spontan dapat terjadi akibat dari komplikasi suatu
pnyakit paru. Contoh dari traumatis hemopneumothorax adalah luka tusuk, luka tembak, luka
akibat patahnya tulang rusuk, jatuh dari ketinggian tinggi, kecelakaan lalu lintas, trauma setelah
berolahraga berat, luka akibat prosedur medis. Insiden hematopneumotoraks akibat trauma
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1
tumpul adalah 20%, sedangkan akibat trauma penetrasi 40 %. 8
Hematopneumotoraks merupakan kasus yang ddapat menyebabkan keadaan gawat
darurat yang terjadi pada thoraks. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui dan
memahami tentang penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien
hematopneumotorkas.
1.2 Batasan Penulisan
Batasan penulisan makalah ini membahas mengenai definisi epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan Hematopneumotoraks.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan
mengenai Hematopneumotorak.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Grand Case ini ditulis menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
pada berbagai literatur.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian bawah
lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian
depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang
didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa
sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam
rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Rongga
thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada vertebra thoracalis dan di
depan pada sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk
kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan
articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan
di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.9
Gambar 1 (a) anterior view dinding thorax, (b) posterior view
dinding thorks
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior
thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus
pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3
dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi
karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana
terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan
mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago
kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung
membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam
ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.
Suplai Arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama terdiri dari
arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi dinding toraks dalam
spatium interkostalis di antara rusuk - rusuk yang bersebelahan. 8 Arteri interkostal posterior
berasal dari pembuluh-pembuluh yang berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri
interkostal posterior yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima,
yang turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4
kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri
interkostal posterior sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis.
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi dua
cabang terminal :
1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menujudinding
abdomen anterior.
2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati diafragma,
dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri interkostal anterior yang
menyuplai enam spatium interkostal teratas muncul sebagai cabang lateral dari arteri
torakal internal, sedangkan yang menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari
arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal anterior :
1. Satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya
2. Satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian bertemu dengan
sebuah kolateral percabangan arteri interkostal posterior Distribusi pembuluh - pembuluh
interkostal anterior dan posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai arterialnya.
Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase menuju sistem vena atau
ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena
- vena interkostal posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
5
2.2 Definisi
Hemopneumotoraks atau disebut juga hematopneumotoraks merupakan kombinasi dari dua
kondisi, yaitu pneumotoraks dan hemotoraks. Peneumothorax adalah akumulasi udara di dalam rongga
pleura, sedangkan Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber perdarahan dapat
berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh darah interkosta, dan arteri
mamaria interna.7 Sehingga hematopneumotoraks dapat diartikan sebagai akumulasi udara dan darah di
rongga pleura.
2.3 Epidemiologi
The American Association for the Surgery of Trauma mengemukakan bahwa 1% dari populasi
di Amerika setidaknya mengalami satu kejadian traumatis dalam hidupnya. Trauma thorax terjadi pada
20% trauma berat dan bertanggung jawab atas 25% kematian. Flail chest terjadi pada sekitar 7% dari
trauma thorax. Pasien flail chest biasanya membutuhkan rawat inap. Lebih sering disertai dengan
kontusio paru, hemo / pneumotharax, cedera kepala, dan terkadang cedera vaskular mayor. Mortalitas
flail chest berkisar dari 10% sampai 20% tetapi seringkali karena cedera yang menyertai daripada flail
chest saja. Morbiditas tinggi karena rawat inap dan pemulihan yang lama dan rumit di rumah sakit.10
Flail chest memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi (mulai dari 5% hingga 36%).l Lansia memiliki
risiko tertinggi mengalami flail chest.10
Hemopneumotoraks spontan (SHP) sering didefinisikan sebagai akumulasi lebih dari 400 mL
darah di rongga pleura yang terjadi tanpa adanya trauma atau penyebab lain yang jelas. Dibandingkan
dengan spontan pneumotoraks (SP), spontan hemopnemothorax merupakan penyakit yang langka.
hemopneumotorax spontan (SHP) adalah sebuah kelainan langka yang berdasarkan catatan setidaknya
0.5-11.6% dapat terjadi pada pasien dengan spontaneous pneumothorax (SP) dan dapat membahayakan
hidup.11,12
Dalam laporan yang berbeda disebutkan bahwa jenis kelamin laki laki merupakan faktor
predisposisi terjadinya kelainan ini, dan alasan kejadian pneumohemotoraks spontan primer yang
relative jarang pada perempuan masih belum jelas. Dalam ulasan oleh Fry et al. kejadian
Hemopneumotoraks spontan primer ditemukan 25,4 kali lebih tinggi pada pasien laki-laki dibandingkan
pada pasien perempuan, dan mereka menyarankan bahwa kecenderungan laki-laki untuk perdarahan
mungkin karena kekuatan tambahan dalam olahraga. Perbedaan insiden antara pria dan wanita di
pneumohemotoraks spontan primer jauh lebih besar daripada di Pneumotoraks spontan.13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
6
Insiden hemopneumotoraks spontan dilaporkan sebanyak 1-12% dari semua pneumotoraks
spontan dengan rata0rata sebesar 2-5% [3]. Diperkirakan lebih dari 30: 1, secara signifikan lebih tinggi
pria daripada wanita untuk pneumotoraks spontan sederhana [2]. Insiden puncak terjadi dalam 20-40
tahun.14
2.4 Etiologi
Penyebab flail chest adalah trauma tumpul, dimana kecelakaan lalu lintas jalan, trauma tumpul
pada thorax adalah salah satu aspek terpenting. Pada lansia mengalami kerapuhan tulang, sehingga
meningkatkan risiko cedera, meski hanya cedera minor dapat terjadi flail chest, berbeda dengan anak-
anak ini dimana tulang rusuk lebih fleksibel sehingga memiliki risiko flail chest yang lebih rendah (hanya
1%). Cedera toraks menjadi penyebab kematian pada 1 dari 4 pasien trauma, dan berhubungan dengan
morbiditas pada pasien dengan trauma multiple.15
Penyebab flail chest adalah gangguan traumatis, faktor risiko flail chest termasuk faktor risiko
trauma mayor. Jenis kelamin pria menjadi faktor risiko independen. Tabrakan kendaraan bermotor
merupakan penyebab dari 75% trauma mayor yang mengakibatkan flail chest. Jatuh terutama pada lansia
menyebabkan 15% lainnya. Peristiwa traumatis tertentu seperti pukulan langsung ke dada lebih
cenderung menyebabkan patah 2 tulang rusuk. Trauma remuk lebih sering mematahkan tulang rusuk
hanya pada satu titik dan karenanya tidak sering menyebabkan flail chest. Pada masa kanak-kanak,
penyakit tulang metabolik dan osteogenesis imperfecta merupakan predisposisi dari kondisi ini. Orang
lanjut usia cenderung mengalami flail chest karena kecenderungan mengalami kekakuan fisiologis pada
dinding dada yang berkaitan dengan usia dan karena osteoporosis. Lansia juga cenderung memiliki
penyakit paru-paru yang sudah ada sebelumnya, sehingga berisiko untuk komplikasi flail chest.10
Penyebab hemopneumotoraks dapat terbagi menjadi dua, yakni traumatic dan non-traumatic.
Penyebab non-traumatik bisa akibat komplikasi dari spontan hemopneumothorax, metastasis pulmonar
hingga manifestasi pulmonal dari rematoid artritis, meskipun jarang.14,16,17
Hemopneumotoraks paling sering terjadi akibat luka di dada, seperti tembakan, tusukan, atau patah
tulang rusuk. Ini disebut hemopneumotoraks traumatis. Hemopneumotoraks juga dapat terjadi secara
spontan tanpa sebab yang jelas (hemopneumotoraks spontan). Contoh dari traumatis hemopneumothorax
adalah luka tusuk, luka tembak, luka akibat patahnya tulang rusuk, jatuh dari ketinggian tinggi,
kecelakaan lalu lintas, trauma setelah berolahraga berat, luka akibat prosedur medis.14,16 Pada beberapa
kasus yang jarang terjadi, hemopneumotoraks dapat terjadi akibat keadaan medis yang emergensi yang
terjadi secara tiba tiba, menyebabkan perdarahan internal yang cukup massif meskipun tidak ditemukan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
7
trauma thoraks dan penyakit lainnya.18
Meskipun kasusnya jarang, hemopneumotoraks dapat terjadi akibat dari kondisi non-traumatis,
seperti komplikasi kanker paru, SLE, hingga kelainan kongenital. Penyebab lainnya adalah pecahnya
aneurism thoraks dan infark paru. Penyebab lainnya bisa berhubungan dengan hemoragik, seperti
hemofilia, trombositosis purpura, dan leukimia. Bisa juga diakibatkan oleh penyebab yang tidak jelas,
namun insidensinya sangat jarang.e,f,g Hemopneumotoraks spontan memanglah tidak umum, hanya
sedikit literatur yang membahas hal ini, namun tingkat mortalitas poenyakit ini cukup tinggi.18
Beberapa studi menyebutkan bahwa hemopneumotoraks spontan berhubungan dengan
pneumotoraks spontan primer (PSP). Hampir semua kasus hemopneumotoraks spontan merupakan
komplikasi pneumotoraks spontan primer (PSP). Insiden hemopneumotoraks spontan telah dilaporkan
sekitar 1-12% dari semua PSP. Factor predisposisi yang cukup penting adalah jenis kelamin laki-laki,
karena kisaran rasio laki-laki dan perempuan sekitar 15: 1, perbedaannya jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan pneumotoraks spontan primer.19
2.5 Patofisiologi
Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru tergantung pada perubahan tekanan intratoraks.
Inspirasi bergantung pada fungsi kelompok otot pernapasan termasuk diafragma, interkostal eksternal,
interkostal internal parasternal, dan otot aksesori. Turunnya kubah diafragma (diafragma dome) akan
meningkatkan dimensi vertikal rongga dada dan menciptakan tekanan negatif. Pada flail chest,
kontinuitas dinding dada terganggu, dan akhirnya mengganggu respon fisiologis tulang rusuk. Gerakan
pada flail chest bersifat paradoks bagi bagian dada lainnya. Karena segmen flail ini bergerak ke dalam
sementara dinding dada bergerak ke luar. Severitas gerakan paradoksial dan efek fisiologis dinding dada
ditentukan oleh tiga faktor; tekanan pleura, luasnya flail yang terjadi, dan aktivasi otot intercostals
selama inspirasi.10
Segmen flail pada dinding dada akan berdampak negatif pada proses pernapasan melalui 3
mekanisme: ventilasi yang tidak efektif, pulmonary contusion, dan hipoventilasi dengan adanya
atelektasis. Ventilasi menjadi tidak efektif karena terdapat peningkatan dead space, penurunan tekanan
intratoraks, dan peningkatan kebutuhan oksigen oleh karena cedera jaringan. Pulmonary contusion
menyebabkan edema, perdarahan, dan pada akhirnya nekrosis. Pulmonary contusion akan mengganggu
pertukaran gas dan menurunkan compliance. Hipoventilasi dan atelektasis merupakan hasil dari nyeri
akibat cedera. Nyeri menyebabkan splinting sehingga menurunkan volume tidal dan menjadi
predisposisi pembentukan atelektasis.10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
8
Komplikasi paru akibat flail chest termasuk pneumotoraks, hemotoraks, kontusio paru, pneumonia
dan atelektasis. Cedera toraks bilateral menyebabkan gangguan yang cukup parah pada paru-paru,
dinding dada dan diafragma dan terkait dengan peningkatan morbiditas dan rawat inap di rumah sakit.20
Hemopneumotoraks merupakan gabungan antara hemothorax dan pneumothorax. Hemotoraks
timbul dari cedera toraks traumatis. Merupakan kumpulan darah di rongga pleura, berada di ruang antara
pleura visceral dan parietal. Mekanisme trauma yang paling umum adalah cedera tumpul atau cedera
tembus pada struktur thoraks yang mengakibatkan perdarahan ke dalam dada. Perdarahan dapat timbul
dari dinding dada, pembuluh darah besar, mediastinum, miokardium, parenkim paru, diafragma, atau
abdomen.21
Perdarahan ke hemitoraks dapat timbul dari cedera diafragma, mediastinal, paru, pleura,
dinding dada, dan perut. Setiap hemithorax dapat menampung 40% volume darah sirkulasi pasien.
Penelitian mengemukakan bahwa cedera pada pembuluh interkostal (misalnya, arteri mamae internal
dan pembuluh darah paru) dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan dan memerlukan manajemen
invasif.21
Respon fisiologis awal dari hemothorax adalah hipovolemi akut. Sehingga menyebabkan
penurunan volum preload, disfungsi ventrikel kiri dan penurunan kardiak outout. Darah yang berada di
kavitas pleural akan memengaruhi kapasitas fungsional vital dari paru-paru, dengan menimbulkan
hipoventilasi alveolar.21 Hemothorax massif menyebabkan peningkatan tekanan hidrostastik. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan di vena cava dan parenkim dari pulmoner. Hal tersebut menyebabkan
gangguan pada proses preload dan meningkatkan resistensi vascular pulmoner. Mekanisme ini juga
menyebabkan tension hemothorax dan berujung pada instabilitas hemodinamik, kegagalan system
kardiovaskular hingga kematian.21
Pneumotoraks ditandai dengan dispnea dan nyeri dada yang berasal dari paru-paru dan dinding
dada hingga mengganggu pernapasan normal karena adanya gelembung gas/udara di rongga pleura.
Pneumotoraks dikategorikan sebagai kolaps paru secara spontan tanpa sebab apapun - atau bisa
disebabkan oleh trauma.22
Pneumotoraks spontan diklasifikasikan menjadi pneumotoraks primer dan pneumotoraks
sekunder. Pneumotoraks primer muncul setelah pecahnya bula pada orang sehat tanpa penyakit paru
yang mendasarinya. Pneumotoraks sekunder disebabkan oleh pecahnya jaringan paru yang rusak, dan
terjadi terutama pada pasien yang didiagnosis dengan penyakit paru, seperti emfisema paru.22
Pada pneumotoraks, alveoli paru atau jalan napas menempel ke rongga pleura, dan udara
berpindah dari alveoli ke rongga pleura sampai tekanan kedua area berada dalam kesetimbangan. Ketika
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
9
dinding dada dan rongga pleura saling menempel/connected, udara bergerak ke dalam rongga pleura
sampai perbedaan tekanan tidak lagi ada atau sampai sambungan ditutup. Ketika udara yang ada di dalam
rongga pleura cukup untuk meningkatkan tekanan pleura dari -5 cm H2O menjadi -2,5 cm H2O, tekanan
transpulmoner berkurang dari 5 cm H2O menjadi 2,5 cm H2O, dan kapasitas vital paru menurun sebesar
33%. Tekanan transpulmoner adalah perbedaan tekanan antara alveoli pulmoner, akibat dari tekanan
pleura harusnya tetap negative saat sepanjang siklus pernafasan.22
Ketika peningkatan tekanan rongga pleura terjadi, mekanisme mediastinum akan bergerak ke
arah yang berlawanan, hingga menyebabkan melebar kearah diafragma. Perubahan inilah yang terjadi
pada pneumotoraks. Perubahan fisiologis utama pada pneumotoraks adalah penurunan tekanan oksigen
arteri di samping penurunan kapasitas vital. Pada pasien yang menderita pneumotoraks sekunder dengan
adanya penyakit paru yang mendasari, menyebabkan penurunan kapasitas vital yang dapat berujung pada
hipoventilasi alveolar dan gagal napas. Dalam sebuah penelitian dari 12 pasien yang didiagnosis dengan
pneumotoraks spontan, 9 pasien (75%) memiliki PO2≤80 mm Hg, dan 2 pasien, yang keduanya
didiagnosis dengan pneumotoraks sekunder, memiliki PO2≤55 mm Hg. 22
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Hemotoraks
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga
asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat minimal
sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:10
1. Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
2. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh darah berkurang
3. Tachycardia : Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi tubuh
takikardia
4. Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru terhambat
pertukaran udara tidak adekuat sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru terhambat
pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh takipneu dan peningkatan usaha
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
10
bernapas sesak napas.
5. Hypoxemia
Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar O2 dalam darah ↓
6. Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh meningkatkan usaha
napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi tubuh
takipneu.
7. Anemia
8. Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena. : Akumulasi darah yang banyak menekan struktur
sekitar mendorong trakea ke arah kontralateral.
9. Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
10. Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat bernapas.
Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang
atau hilang.
11. Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara pekak timbul akibat
carian atau massa padat).
12. Adanya krepitasi saat palpasi.
2.6.2 Pneumothorax
Pada pneumothoraks, umumnya pasien akan merasakan nyeri atau dyspnea. Pada pemeriksan
fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. Pada pneumothorax terbuka, dapat terdengar suara
seperti peluit sewaktu bernapas (sucking chest wound). Selain itu saat auskultasi suara napas nyaris tidak
terdengar dan pada perkusi ditemukan hipersonor. Sedangkan pada tension pneumothorax, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis seperti nyeri dada, sesak, distress pernapasan, takikardi, hipotensi,
deviasi trakea, hilangnya suara napas, pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan
manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara tension pneumotoraks dan tamponade jantung
maka sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara napas
pada hemitoraks yang terkena pada tension pneumotoraks dapat membedakan keduanya.16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
11
2.7 Diagnosis
2.7.1 Hematothoraks
Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan penderita hemothoraks
mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan keterangan bahwa penderita
sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya
tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena
perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi
didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan menghilang.19
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:20
1. Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi cairan) pada rongga pleura
di sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak diagnostik yang paling utama dan lebih
sensitif dibandingkan lainnya.
gambar 4. Chest xray Hematotoraks Kanan
2. CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal, untuk evaluasi lokasi
clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga
pleura
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
12
Gambar 5 : CT-scan Hematotoraks
3. USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk pasien yang tidak stabil
dengan hemothoraks minimal.
gambar 6 : USG toraks pada pasien Hematotoraks
4. Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan asidosis respiratori.
Saturasi O2 arterial mungkin menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam
waktu 24 jam.
5. Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan jumlah darah yang hilang
pada hemothoraks.
6. Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks).
2.7.2 Pneumothoraks5
1. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemia
2. Didapatkan PO2 di bawah 55 mmHg
3. PCO2 di atas 50 mmHg
4. Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan
gelombang T prekordial pada rekaman EKG dan dapat salah ditafsirkan sebagai infark
miokard akut
5. Pemeriksaan foto dada, garis pleuran viseralis tampak putih, lurus atau cembung
terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
13
Gambar 7 : Pneumothorax yang lebar pada sisi kanan, terjadi karena ruptur pada
supleural bleb
Gambar 8 : Garis true pneumothorax. perhatikan bahwa garis pleura visceral dapat
diamati secara jelas. dengan tidak adanya gambaran vaskular pada garis pleura
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
14
Gambar 9 : Rigtht main stem intubation yang mengakibatkan sisi paru sebelah kiri
mengalami tension pneumotoraks. contoh pneumothorak jenis traumatik
Gambar 10 : Terlihat gambaran pleura visceral mengalami retraksi, mengindikasikan
gambaranpneumothoraks (panah biru). Terlihat juga garis horizontal yang dinamakan
airfluid level pada pneumotoraks. Gambaran ini bisa menjadi kunci dalam diagnosis
pneumotoraks
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
15
2.8 Diagnosis Banding
Berdasarkan diagnosis banding untuk hemothorax: 23
Cedera visceral • Ruptur diafragma
• Memar paru
• Pneumotoraks
• Hemothorax
• Cedera trakeobronkial
• Cedera esophagus
• Pneumomediastinum
Cedera Rangka • Flail chest
• Fraktur tulang rusuk
• Fraktur atau dislokasi
sternoklavikularis
• Fraktur skapula
• Fraktur atau dislokasi klavikula
• Cedera tulang belakang atau tulang
belakang
Cedera kardiovaskular • Pecahnya aorta
• Cedera kavaleri
• Efusi / tamponade perikardial
• Cedera arteri subklavia
• Cedera arteri interkostal
• Commotio cordis
• Laserasi jantung
Dignosis banding Flail chest
1. Diseksi aorta akut
2. Amebiasis
3. Esofagitis
4. Fraktur klavikula
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
16
5. Sakit punggung mekanis
6. Pneumotoraks
7. Emboli paru
8. Fraktur bagian dalam
9. Trauma genitourinari bagian atas
2.9 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana hemopneumothorax yaitu: mengeringkan udara dan darah di dada,
mengembalikan paru ke fungsi normal, mencegah komplikasi dan memperbaiki luka.9,24,25
Lakukan ATLS : Primary survey dan secondary survey:9,24,25
1. Primary Survey
a. Airway dengan servikal kontrol
Penilaian Manajemen
1) Perhatikan patensi airway 1) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan
(inspeksi, auskultasi, palpasi) kontrol servikal in- line immobilisasi
2) Penilaian akan adanya 2) Bersihkan airway dari benda
obstruksi
asing.
3) Memasang airway definitif
intubasi endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian Manajemen
1)Buka leher dan dada 1. Menempatkan os dengan posisi terlentang atau
penderita, dengan tetap dekubitus sehingga segmen yang mengambang
memperhatikan kontrol tadi terletak menempel pada tempat tidur.
servikal in-line 2. Pemberian ventilasi adekuat, oksigen
immobilisasi dilembabkan.
3. Kontrol Nyeri dan membantu pengembangan dada:
2)Tentukan laju dan
a. Pemberian analgesia Morphine Sulfate,
dalamnya pernapasan
Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi
3)Inspeksi dan palpasi leher
dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4
dan thoraks untuk
jam.
mengenali kemungkinan
b. Blok nervus interkostalis dapat digunakan
terdapat deviasi trakhea,
untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur
ekspansi thoraks simetris
costae
atau tidak, pemakaian otot-
4. Stabilisasi area flail chest.
otot tambahan dan tanda-
a. Ventilator
tanda cedera lainnya.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
17
b. Stabilisasi sementara dengan menggunakan
4) Perkusi thoraks untuk towl- clip traction, atau pemasangan
menentukan redup atau firm strapping
hipersonor c. Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi
5) Auskultasi thoraks bilateral pada daerah flail secara eksterna, seperti
melakukan splint/bandage yang melingkari
dada, oleh karena akan mengurangi gerakan
mekanik pernapasan secara keseluruhan
c. Circulation dan kontrol perdarahan
Penilaian Manajemen
1) Mengetahui sumber 1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan
perdarahan eksternal yang fatal eksternal (balut & tekan)
2) Mengetahui sumber 2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar
perdarahan internal sekaligus mengambil sampel darah untuk
3) Periksa nadi: kecepatan, pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah
kualitas, keteraturan, pulsus dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
paradoksus. Tidak 3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah
diketemukannya pulsasi dari dihangatkan dengan tetesan cepat. Klo os
arteri besar merupakan tidak syok, pemberian cairan IV harus lebih
pertanda diperlukannya berhati-hati.
resusitasi masif segera. 4) Pemasangan kateter urin
4) Periksa warna kulit, kenali
tanda-tanda sianosis
5) Periksa tekanan darah
d. Disability
- Menilai tingkat kesadaran (GCS)
- Menilai pupil: besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
e. Exposure/environtment
Buka pakaian penderita tetapi cegah hipotermia dengan cara beri selimt hangat dan
temoatkan pada ruangan yang cukup hangat.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
18
2. Secondary Survey 9,24,25
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan Fisik
- Kepala dan maksilofasial
- Vertebrae servikalis dan leher
- Thoraks
- Abdomen
- Penilaian perineum/rektum/vagina
- Muskuloskeletal
- Neurologis
- Lakukan reevaluasi
Prinsip utama tatalaksana hematotoraks adalah dekompresi dengan pemasangan WSD.
Pada hemothorax pasif perlu dilakukan pengambilan volume darah dengan pemasangan akses
intravena dan pemberian cairan kristaloid secara cepat serta transfuse darah sambil dilakukan
WSD. Apabila keluarnya darah dari rongga pleura sebanyak 1500 mL atau 200 mL/jam selama
2-4 jam atau 3-5cc/kgBB selama 3 jam berturut-turut atau lebih dari 5 cc/kgBB/jam, maka harus
dilakukan torakotomi untuk menghentikan [erdarahannya karena syok. Lakukan resusitasi awal
dan manajemen pasien trauma sesuai dengan protokol ATLS. Setiap pasien harus memiliki dua
akses infus besar, ditempatkan pada monitor jantung dan oksigen, dan memiliki EKG 12-
lead. Cedera yang mengancam nyawa langsung memerlukan intervensi segera, seperti
dekompresi jarum torakostomi, dan / atau torakostomi tabung darurat untuk pneumotoraks besar,
dan manajemen awal hemotoraks.26
Pengumpulan darah minimal (didefinisikan kurang dari 300 ml) di rongga pleura
umumnya tidak memerlukan pengobatan; darah biasanya terserap kembali selama beberapa
minggu. Jika pasien stabil dan memiliki gangguan pernapasan minimal, intervensi operatif
biasanya tidak diperlukan. Kelompok pasien ini dapat diobati dengan analgesia sesuai kebutuhan
dan diamati dengan pencitraan berulang pada 4 hingga 6 jam dan 24 jam. Jika memungkinkan,
konsultasi dengan bedah kardiotoraks atau trauma harus dilakukan untuk penempatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
19
torakostomi tabung. Secara tradisional, 36 - 40 chest tube Perancis telah digunakan untuk
evakuasi hemothoraces, tetapi praktek ini telah diawasi. Studi terbaru menunjukkan bahwa
kebanyakan ahli bedah menggunakan 32-36 tabung Prancis. Studi prospektif menunjukkan tidak
ada perbedaan hasil ketika 28 sampai 32 tabung Prancis digunakan di pusat trauma tingkat I
untuk evakuasi hemotoraks.27
Dengan pendekatan aseptik, tabung ditempatkan secara posterior menuju cairan yang
bergantung pada gravitasi, di ruang interkostal keempat atau kelima antara garis anterior dan
mid-aksila. Tabung torakostomi kemudian dihubungkan ke segel air dan penyedotan untuk
memfasilitasi drainase yang cepat dan mencegah kebocoran udara. Selanjutnya, penyisipan
tabung menyediakan kuantifikasi darah untuk menentukan apakah intervensi bedah diperlukan.
Menurut literatur, indikasi intervensi bedah (torakotomi anterior mendesak) meliputi:27
1. 1500 ml drainase darah dalam 24 jam melalui chest tube
2. 300-500 ml / jam selama 2 sampai 4 jam berturut-turut setelah pemasangan chest tube
3. Cedera pembuluh darah besar atau dinding dada
4. Tamponade perikardial
Torakotomi memungkinkan penilaian yang cepat terhadap cedera intratoraks dan
hemostasis. Drainase hemothorax dalam kasus koagulopati harus dilakukan dengan hati-hati
dengan mempertimbangkan penyakit yang mendasari. Koreksi fungsi koagulasi sebelum
intervensi bedah harus dilakukan jika diizinkan oleh status klinis pasien.27
Evakuasi hemotoraks yang tidak tepat dapat menyebabkan komplikasi seperti empiema dan
fibrotoraks. Berbagai penelitian telah menunjukkan efektivitas video-assisted thoracoscopy
untuk pengelolaan retained hemothorax. Ini berdampak positif pada lama tinggal di rumah sakit
dan kelangsungan hidup pasien. VATS memberikan visualisasi yang jelas dari rongga pleura,
penempatan tabung dada yang benar untuk kontrol perdarahan yang akurat, pengangkatan
bekuan yang tertinggal, evakuasi dan dekortikasi empiema pasca trauma. Selain itu, ini
memberikan evaluasi cedera diafragma yang dicurigai, pengobatan kebocoran udara yang
persisten, dan evaluasi cedera mediastinal. 26
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
20
Flail Chest
Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi dan oksigenasi yang adekuat,
serta resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristaloid intravena
harus lebih hati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim
paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitive terhadap kekurangan ataupun kelebihan
resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-
benar optimal. Terapi definitive ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa
oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.
Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi
perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada
penderita tersebut ditemukan secara lengkap.28
Manajemen flail chest harus mencakup area yang menjadi perhatian ini; menjaga
ventilasi yang memadai, manajemen cairan, manajemen nyeri dan manajemen dinding dada yang
tidak stabil Ventilasi harus dijaga dengan oksigen dan ventilasi non-invasif bila
memungkinkan.Ventilasi mekanis invasif digunakan hanya jika metode lain gagal dan ekstubasi
harus dilakukan sedini mungkin. Penggunaan cairan yang bijaksana dianjurkan di sebagian besar
situasi trauma dan penting dalam flail chest karena kontusi paru yang hampir terjadi di mana-
mana. Manajemen nyeri harus ditangani secara dini dan agresif. Ini mungkin termasuk blok saraf
atau anestesi epidural. Juga harus ada fokus pada toilet paru yang sangat baik dan steroid harus
dihindari.29
Stabilisasi pneumatik internal telah berhasil digunakan untuk mengobati kasus yang rumit
Stabilisasi bedah dapat dipertimbangkan pada pasien yang menjalani torakotomi karena alasan
lain, pada mereka yang gagal melepaskan ventilator dan pada mereka yang status pernapasannya
terus menurun meskipun menjalani pengobatan lain. Pembedahan pada dasarnya menggunakan
kabel logam untuk menstabilkan ujung tulang rusuk yang retak. Ada banyak perangkat fiksasi
lain yang tersedia di pasaran, termasuk mesh.30
Dekompresi
31-33
a. Thorax drain/tube Thoracostomy + WSD
Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan terapi
utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding dada untuk
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
21
drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan
paru ke ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain: f,g,h
1. Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
2. Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
3. Post operasi atau trauma pada rongga dada
(pneumothorax or hemothorax)
4. abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah sebagai
berikut:
1. Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
2. Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan alkohol
atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary Line
3. Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
4. Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
5. Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya dihubungkan
dengan WSD (Water Sealed Drainage)
6. Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube
Gambar pemasangan chest tube
b. Thoracotomy 34,35,36
Intervensi bedah primer merupakan pilihan. Torakotomi adalah pilihan pertama pada
pasien hemodinamik yang tidak stabil. Bedah toraks dengan bantuan video semakin disukai pada
pasien yang secara hemodinamik stabil yang dapat memventilasi 1 paru per
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
22
operasi. 1,2,4 Keuntungan VATS dibandingkan dengan torakotomi adalah kehilangan darah yang
lebih sedikit, nyeri pasca operasi yang lebih sedikit, waktu drainase yang lebih singkat dan masa
tinggal di rumah sakit yang lebih singkat. Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk
operasi eksplorasi rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat
mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi
untuk menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.
Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila : 34,35,36
1. 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
2. Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
3. Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik
4. Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih
Gambar 5 . Prosedur torakotomi
Situasi stabil diciptakan pada pasien kami melalui CT angiografi dan radiologi intervensi,
memungkinkan VATS elektif. Radiologi intervensi adalah suatu pilihan jika kondisinya
memungkinkan. Visualisasi perdarahan tidak selalu memungkinkan: karena perdarahan minimal
atau vasokonstriksi hipovolemik, perdarahan seringkali sulit untuk digambarkan. Dalam
literatur, embolisasi transarterial pada hematopneumotoraks spontan belum dilaporkan sebagai
pilihan terapeutik. Namun, opsi ini telah dijelaskan dalam hematotoraks dengan perdarahan aktif.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
23
Dua mekanisme perdarahan pada hemopneumotoraks adalah perdarahan akibat robekan
adhesi antara pleura parietal dan viseral [9-11] pecahnya bula vaskularisasi [8]. Penyebab utama
dianggap adhesi yang robek. Dalam seri kami, sumber perdarahan pada 4 pasien diidentifikasi
pada operasi sebagai adhesi robek di sekitar bulla. Tidak ada bula yang pecah atau
bervaskularisasi pada pasien kami. Pembuluh darah yang menyimpang antara pleura parietal dan
bula, yang dianggap sebagai salah satu jenis adhesi, telah dilaporkan. Ini ditemukan pada 2 pasien
dalam seri kami. Pembuluh darah yang menyimpang ini dilaporkan memiliki dinding tipis yang
tidak biasa dan tanpa lapisan otot
Namun, patologis pemeriksaan dalam seri kami mengungkapkan bahwa pembuluh darah
yang menyimpang memiliki lapisan otot yang mirip dengan itu di kapal kontrol. Endapan Alcian
blue-positive ditemukan di dinding arteri, yang menunjukkan degenerasi mukoid dan sklerosis.
Fibrosis di intima dan media juga ada diamati. Penemuan ini mengindikasikan ketidakmampuan
kapal untuk menarik kembali setelah gangguan. Kelainan ini dikombinasikan dengan tekanan
intrapleural negatif menyebabkan perdarahan persisten ke dalam rongga pleura.
Torakotomi memberikan kesempatan untuk (1) menghentikan perdarahan dan
mengevakuasi koagulasi darah dari rongga pleura, (2) menutup lokasi kebocoran udara di
permukaan paru dengan reseksi area dengan bula emfisematosa, dan (3) mengamankan drainase
efektif dengan penempatan drain di bawah penglihatan langsung.
Indikasi Surgikal
Parameter untuk memutuskan untuk melakukan pembedahan adalah sebagai berikut:
37,38,39
(a) jumlah perdarahan 9,0-9,9 ml / kg,
(b) jumlah perdarahan setelah drainase yang menetap lebih dari 200 ml dalam 2 jam,
(c) ekspansi paru yang kolaps tidak memadai,
(d) hematoma masif yang diidentifikasi oleh computed tomography (CT),
(e) situasi syok setelah menyingkirkan penyebab lain.
Teknik Surgikal
Anestesi umum dilakukan dengan menggunakan teknik ventilasi paru tunggal dengan
tabung endotrakeal lumen ganda. Pasien ditempatkan dalam posisi dekubitus lateral dan
pendekatan bedah adalah bedah torakoskopi berbantuan video (VATS) di semua kasus. Kami
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
24
melepas chest tube dan mengubah titik drainase menjadi port, kemudian 2 port tambahan dibuat
di lokasi yang dapat diakses ke lokasi topografi lesi, di mana biasanya garis aksila anterior dan
posterior dari ruang interkostal keempat. Pertama, titik perdarahan diidentifikasi dan dihentikan
dengan koagulasi elektronik atau pemotongan sesegera mungkin. selanjutnya, bekuan darah
dievakuasi menggunakan alat pengisap dan bula yang pecah direseksi dengan stapler endoskopi
(Endo GIA; Perusahaan Bedah Amerika Serikat; norwalk, CT). Paru-paru kemudian dibiarkan
mengembang kembali dan kami menguji kebocoran udara di bawah air. Di akhir prosedur, tabung
dada (20 mm) dimasukkan dan ditempatkan dengan tepat saat melihat dengan torakoskop.
Obat-obatan 34,35,36
Diberikan sebelum prosedur torakotomi, tergantung penyebab kondisinya. Bisa diberikan
profilaksis untuk membantu mencegah infeksi bakteri. Selain itu pemberian obat penghilang
rasa sakit untuk membatu mengurangi nyeri sebelum dan sesudah operasi.
a. Transfusi darah homolog juga mungkin diperlukan pada pasien ini. Sebagian besar
pasien dalam seri kami tidak menerima darah homolog. Karena pasien dengan
hemopneumotoraks spontan cenderung muda, mereka dapat pulih dari anemia pada
periode pasca operasi. Karena itu, torakotomi dini juga diperlukan untuk memperoleh
hemostasis segera setelah timbulnya gejala. Dalam seri kami, kebanyakan pasien
menjalani operasi dengan minithoracotomy.
b. Selain itu, 1 pasien dirawat dengan operasi torakoskopi berbantuan video, yang telah
diterima secara luas oleh ahli bedah toraks. Meskipun perdarahan pada pasien kami
tidak masif atau kontinu, titik perdarahan divisualisasikan secara jelas dengan
torakoskopi bantuan video. Tidak ada kesulitan dengan hemostasis, evakuasi bekuan
darah, dan reseksi bula yang ditemui selama operasi. Pasien tidak mengalami
komplikasi apapun. Beberapa pengalaman dengan penggunaan bedah torakoskopi
berbantuan video untuk pengobatan hemopneumotoraks spontan telah dilaporkan.
Sebagai metode invasif minimal, bedah torakoskopi dengan bantuan video harus
dipertimbangkan sebagai pilihan pengobatan awal pada pasien dalam kondisi stabil
setelah resusitasi awal.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
25
2.10 Komplikasi
1. Pneumonia
2. Syok hemoragik
3. Gagal jantung
4. Empyema
5. fibrothorax
2.11 Prognosis
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa cepat penanganan
diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat bertambah
buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru
kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat. Morbiditas dan mortalitas
hemothorax traumatis berhubungan dengan beratnya cedera dan risiko komplikasi lanjut yaitu
empiema dan fibrothorax / trapped lung. Pasien dengan retensi hemotoraks berisiko mengalami
empiema yang mengakibatkan lama tinggal di ICU / rumah sakit.41
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. MM
Usia : 43 th 3bln 23hari
Pekerjaan : IRT
Status Kawin : menikah
Suku : Minang
Agama : Islam
No. MR : 01.09.41.72
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
• Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu pasien awalnya bepergian dengan travel.
Posisi pasien didalam travel duduk dibelakang sopir. Tiba-tiba travel menabrak truck dari
arah berlawanan. Mekanisme trauma pada pasien tidak begitu jelas. Pasien cenderung
tidur sejak kejadian.
• Kejang (-), kelemahan anggota gerak (-), pingsan (-), nyeri kepala (+)
• Nyeri dada pada dada kanan .
• Sesak napas ada, sejak 1 hari yll, tidak menciut, meningkat dengan aktivitas
• Batuk tidak berdahak, meningkat dengan aktivitas, batuk dirasakan setelah terjadi terjadi
kecelakaan didalam mobil travel
• Batuk darah (-), keluar darah dari telinga, mulut dan hidung tidak ada
• Demam tidak ada, riwayat demam tidak ada
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
27
• Nyeri tenggorokan (-), anosmia (-), ageusia(-)
• Riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19 terkonfirmasi tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu.
• Riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya tidak ada.
• Riwayat trauma sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada yang berhubungan.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
28
Riwayat Kebiasaan, Sosial, dan Ekonomi
• Pasien seorang IRT berdomisili di Bukittinggi, riwayat perjalanan keluar kota (+)
dari bukittinggi menuju Riau.
3.3 Pemeriksaa Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : CMC
GCS : 14 (E3M6V5)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92x/menit, teraba kuat
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,5oC
VAS 5
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Anemis : +/+
Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : CA (-/-), SI (-),luka pin point pada frontal kanan (+)
Rambut : normal, tidak mudah dicabut
Mata : Reflek cahaya (+/-), pupil anisokor (2mm/4mm),
battle dign (-/-), racoon eyes (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
Telinga : otorhea (-)
Hidung : bloody othorea (-/-), Bloody rhinorea (-/-)
Tenggorok : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan.
Leher : Jejas (+) JVP 5-2 cm H2O
Abdomen : Inspeksi : jejas (-), distensi (-)
Palpasi : supel (+),nyeri tekan (-),
Perkusi : timpani (+)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
29
Auskultasi : bising usus (+)
Genitalia : dalam batas normal
Anus : dalam batas normal
Ekstremitas : akral hangat (+), CRT <2, hematoma dan edema pada dorsum
pedis
sinistra (+)
Status Lokalis
Regio Thorax : Inspeksi : hematoma pada hemothorax mid axilla dextra
(+)
Palpasi : fremitus (+/+), nyeri tekan (+/-), krepitasi
dari suprasternal sampai hemithorax superior dextra sinistra
(+/+)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : rongkhi kasar (+/-), vesikuler (+ menurun /+)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (27-11-2020)
Hematologi
CBC + DIFF
Darah : Hb 7.0 gr/dL
Leukosit : 14.930
/mm3 Trombosit :
182.000 /mm3
Hematokrit : 21%
Eritrosit : 252.000
PT/APTT:
11,0/25,5
Hitung Jenis Basofil : 0 %
Eosinofil : 0 %
Netrofil segmen : 89 %
Limfosit : 6 %
Monosit : 5 %
Sel patologis : -
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
30
Hemostasis
APTT APTT : 27.8 detik
APTT control : 10.9
PT PT : 11.5 detik
INR : 1.1
PT kontrol : 25.6
Kimia Klinik Total protein : 5.0 g/dL
Albumin : 2.7 g/dL
Globulin : 2.3 g/dL
SGOT : 791 U/L
SGPT : 811 U/L
Ureum darah : 51 mg/dL
Kreatinin darah : 0.7 mg/dL
Gula darah sewaktu : 104 mg/dL
Elektrolit Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 3.7 mmol/L
Klorida : 109 mmol/L
Pemeriksaan Analisi Gas Darah (27-11-2020)
• NA+ : 137 mmol/L
• K+ : 3.4 mmol/L
• CA++ :0,69 mmol/L
• GLU : 122 mg/dL
• LAC : 1,4 mmol/L
• HCT :18% mmol/L
• pH (T) : 7,44 mmol/L
• pCO2 (T) : 36 mm Hg
• pO2 (T) : 121 mm Hg
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
31
• CA ++ DP : 0,700 mmol/L
• HCO3 : 24,5 mmol/L
• HCO3 std : 25.2 mmol/L
• TCO2 : 25.6 mmol/L
• BEecf : 0,3 mmol/L
• BE (B) : 0,3 mmol/L
• SO2C : 99%
• THbc : 5,6 mmol/L
• Temp : 37 celcius
• THb : 7.0 g/dL
Kesan : Anemia, leukositosis dengan neutrofilia, total protein dan albumin menurun,
SGOT SGPT meningkat, ureum meningkat
Pemeriksaan Urinalisa (27-11-2020)
Urin lengkap
Makroskopis
• Warna : Kuning
• Kekeruhan : positif
• BJ : 1.025
• pH : 5.0
Mikroskopis
• Leukosit : 3-4 /LPB
• Eritrosit : 1-2 /LPB
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
32
• Silinder : positif /LPK *ditemukan silinder hialin 1-2/LPK
• Kristal : positif /LPK
• Epitel : positif /LPK
• Leptospira :-
• Yeast :-
• Bakteri : positif
Kimia
• Protein : negatif
• Glukosa : negatif
• Bilirubin : negatif
• Urobilinogen : positif
Kesan: Ditemukan eritrosit 1-2 /LPB
Ditemukan silinder hialin 1-2 /LPK
Ditemukan kristal asam urat (+)
Ditemukan bakteri (+)
Penampang Anterior
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
33
Penampang Posterior
Penampang Lateral
Rontgen toraks
Pemeriksaan tanggal 27-11-2020
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
34
Gambar 3.1. Rontgen Thorax AP
Kesan : fraktur multiple costae (costae V,VI,VII,VIII posterior) hemithorax dextra
dengan hemopneumotoraks dan emfisema subkutis.
3.5 Diagnosis Kerja
Hematopneumothorax (D) + Flail chest + Multiple fraktur costae V,VI,VII,VIII
posterior segmen (D) tertutup + kontusio paru + emfisema subkutis + trauma hepar
AAST grade 2
3.6 Daftar Masalah
• Riwayat trauma tumpul di dada ec kecelakaan lalu lintas
• Penurunan kesadaran GCS 14 (E3M6V5)
• Nyeri dada
• Nyeri kepala
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
35
• Sesak nafas
• Batuk
• Anemia, leukositosis dengan neutrofilia, total protein dan albumin menurun,
SGOT SGPT meningkat, ureum meningkat
3.7 Rencana Terapi
a. Tatalaksana CITO
• Chest tube torakostomi dengan WSD
• Observasi TTV
• Bed rest
• Transfusi PRC 1 kantong/ hari hingga Hb ≥ 10 mg/dL
• Cek Hb serial
b. Medikamentosa
• IVFD RL 500cc/8 jam
• Ceftriaxone 2x1g IV
• Ranitidin 2x50mg IV
• Ketorolac 3x30mg IV
• Nebu fluimucyl + Nacl 2cc 3x1
c. Rencana operasi
• ORIF costae (iga clip)
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
36
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
37
BAB IV
DISKUSI
Telah datang seorang pasien perempuan berusia 43 tahun ke IGD RSUP. M. Djamil
Padang dari rujukan rumah sakit daerah dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pada peimary survey yang paten serta tidak terdapat tanda-
tanda trauma servikal, breathing dinding dada kanan terlihat tertinggal dibanding dinding dada
kiri saat inspirasi, pernafasan paradoxical, RR 24x/ menit, saturasi O2 98% dengan NRM 10
L/mnt. Pada palpasi ditemukan fremitus (+/+), nyeri tekan (+/-), emfisema subkutis dan krepitas
dari suprasternal sampai hemitoraks superior dektra dan sinistra. Pada perkusi sonor. Auskultasi
ditemukan rongkhi kasar (+/-), vesikuler (+ menurun /+). C Circulation, akral hangat, tekanan
darah 110/70x per menit, nadi 92x permenit, CRT <2 detik, tidak tampak adanya perdarahan
aktif. Disability, GCS 14 (E3M6V5), pupil isokor 2mm/4mm, reflek cahaya +/+. Exposure
terdapat luka pin poin di frontal kanan dan terdapat jejas di mid axila dextra. Dari Primary
Survey terdapat masalah yang bersifat immediate life threatening, Sehingga pasien didilakukan
insersi chest tube cito, dan transfusi PRC 1 kantong/ hari hingga Hb ≥ 10 mg/dL
Pada Secondary Survey, dari anamnesis awalnya diketahui sebelum penurunan
kesadaran, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, yaitu travel yang tumpanginya menabrak
truck dari arah berlawanan. Mekanisme trauma pada pasien tidak begitu jelas. Pasien cenderung
tidur sejak kejadian. Pasien mengeluhkan nyeri kepala, Nyeri dada pada dada sebelah kanan
dan terdapat Sesak napas sejak 1 hari yang lalu, tidak menciut, meningkat dengan aktivitas.
Pasien juga mengeluhkan batuk tidak yang berdahak, meningkat dengan aktivitas, dimana
gejala batuk dirasakan setelah terjadi terjadi kecelakaan didalam mobil travel. Pada pasien tidak
tidak ada kejang, mual dan muntah, dan Riwayat demam dan batuk pilek disangkal. Pasien
merupakan rujukan dari RS daerah namun belum dilakukan pemasangan chest tube disana dan
diberikan medikmentosa sebagai tatalaksana awal.
Pada anamnesis disimpulkan trauma yang dialami pasien merupakan trauma tumpul
langsung di daerah thoraks diperkirakan trauma yang terjadi bersifat high energy, oleh
karenanya pada pasien terdapat multipel trauma di berbagai tempat. Elaborasi hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik mengindikasikan terdapat akumulasi cairan dan juga invasi udara pada
pleura/ paru pasien sehingga hal ini membuat pasien merasa kesulitan bernapas, terdapatnya
perasaan krepitasi mengarahkan akan terdapatnya fraktur, fraktur yang terjadi dapat menginvasi
parenkim paru sehingga bisa memperparah kondisi sesaknya selain nyeri oleh karena kerusakan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
38
jaringan karena fraktur. Tekanan berenergi tinggi ini juga mengenai bagian abdomen lateral
dextra sehingga menyebabkan trauma hepar.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, urinalisa,
analisis gas darah, imaging yaitu foto rontgen,USG, dan CT-Scan. Dari pemeriksaan darah
lengkap didapatkan kesan anemia sedang, serta peningkatan SGOT dan SGPT. Anemia
dikarenakan terjadi perdarahan akibat kehilangan darah akut. SGOT dan SGPT yang meningkat
disebabkan karena trauma hepar. Dari analisis gas darah tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan imaging foto rontgen thorax AP terbaru didapatkan kesan fraktur multiple costae
(costae V,VI,VII,VIII posterior) hemithorax dextra dengan hemopneumotoraks dan emfisema
subkutis.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien
ditegakkan sebagai: Hematopneumothorax (dextra), Flail chest, Multiple fraktur costae
V,VI,VII,VIII posterior segmen (dextra) tertutup ,kontusio paru, emfisema subkutis dan trauma
hepar AAST grade 2.
Prinsip penatalaksanaan kasus trauma merujuk pada panduan ATLS, yaitu primary
survey dengan resusitasi dan secondary survey. Komponen yang dinilai dan ditatalaksana
sesuai dengan komponen ABCDE, yaitu Airway, Breathing, Circulation, Disability dan
Exposure/environment. Saat prinsip ini sudah selesai dinilai dan ditatalaksana dan pasien sudah
dalam keadaan stabil, bisa dilanjutkan dengan secondary survey dan dilakukan pemeriksaan
penunjang tambahan untuk terapi definitif pasien.
Tatalaksana definitif pada pasien adalah pilihan surgery pada fraktur iganya berupa
operasi ORIF (Iga clip). Adapun terapi lain yang diberikan pada pasien adalah pemberian terapi
cairan berupa IVFD RL 500cc/8 jam, antinyeri dari Ketorolac 3x30mg IV Karena proses
inflamasi yang terjadi saat pemakaian anti nyeri dapat menghambat prostaglandin yang
merupakan proteksi lambung, maka diberikan juga obat proteksi lambung seperti Ranitidin 2x1
ampul.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahimi-Movaghar V, Yousefifard M, Ghelichkhani P, Baikpour M, Tafakhori A, Asady
H, Faridaalaee G, Hosseini M, Safari S. Application of Ultrasonography and
Radiography in Detection of Hemothorax; a Systematic Review and Meta-Analysis.
Emerg (Tehran). 2016 Summer;4(3):116-26.
2. Özdil A, Kavurmacı Ö, Akçam Tİ, Ergönül AG, Uz İ, Şahutoğlu C, Yüzkan S, Çakan
A, Çağırıcı U. A pathology not be overlooked in blunt chest trauma: Analysis of 181
patients with bilateral pneumothorax. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2018
Nov;24(6):521-527.
3. Sirmali M, Türüt H, Topçu S, Gülhan E, Yazici U, Kaya S, Taştepe I. A comprehensive
analysis of traumatic rib fractures: morbidity, mortality and management. Eur J
Cardiothorac Surg. 2003 Jul;24(1):133-8.
4. Ota K, Fumimoto S, Iida R, Kataoka T, Ota K, Taniguchi K, Hanaoka N, Takasu A.
Massive hemothorax due to two bleeding sources with minor injury mechanism: a case
report. J Med Case Rep. 2018 Oct 07;12(1):291
5. Vafaei A, Hatamabadi HR, Heidary K, Alimohammadi H, Tarbiyat M. Diagnostic
Accuracy of Ultrasonography and Radiography in Initial Evaluation of Chest Trauma
Patients. Emerg (Tehran). 2016 Winter;4(1):29- 33.
6. Mayasari, Diana; Pratiwi, Anisa Ika. Penatalaksanaan Hematotoraks Sedang Et Causa
Trauma Tumpul. journal agromedicine unila, 2017, 4.1: 37-42.
7. May J, Ades A. Porous diaphragm syndrome: haemothorax secondary to
haemoperitoneum following laparoscopic hysterectomy. BMJ Case Rep [internet].
2013 [diakses tanggal 6 desember 2020];2013(5):1-5. Tersedia dari:
http://casereports.bmj.co
8. Ojaghi Haghighi SH, Adimi I, Shams Vahdati S, Sarkhoshi Khiavi R. Ultrasonographic
diagnosis of suspected hemopneumothorax in trauma patients. Trauma Mon.
2014;19(4):e17498. doi:10.5812/traumamon.17498
9. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
10. Perera TB, King KC. Flail Chest. [Updated 2020 Nov 21]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534090/
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
40
11. Williams EW, Ramphal PS, Williams-Johnson J, Ford R, McDonald AH.Spontaneous
haemo-pneumothorax: a rare but life-threatening phenomenon. West Indian Med J.
2015;54:346–7.
12. De Perrot M, Deleavel J, Robert J, et al. Spontaneous hemopneumothoraxresults of
conservative treatment. Swiss Surg. 2014;6:62–4
13. Fry W, Rogers WL, Grenshaw GL. The surgical treatment of spontaneous idiopathic
hemopneumothorax: a review of the published experience with a report of 13 additional
cases. Am Rev Tuberc. 2015;71:30–48.
14. Hentel K, Brill PW, Winchester P. Spontaneous hemopneumothorax. Pediatr Radiol.
2012;32 (6): 457-9.
15. Jena RK, Amit A, Sandeep Y, Shrikhande NN. Understanding of flail chest and
concepts in management.Int J Stud Res. 2016; 6(1): 1-5
16. Basoglu A, Celik B, Yetim TD. Massive spontaneous hemopneumothorax
complicating rheumatoid lung disease. Ann. Thorac. Surg. 2017;83 (4): 1521-3.
17. Nomura M, Nakaya Y, Saito K et-al. Hemopneumothorax secondary to multiple
cavitary metastasis in angiosarcoma of the scalp. Respiration. 2014;61 (2): 109-12.
18. Solovay J. spontaneous hemopneumothorax: A case report. Vet Adm Hos. 2014; 53:
256-9.
19. Aragão AHM, Fonseca LA, Deulefeu FC, Medeiros IL, de Araújo RFV, da Cruz Neto
CA, et al. Spontaneous Hemopneumothorax: A Rare Cause of Unexplained
Hemodynamic Instability in a Young Patient. Case Reports in Pulmonology.2020;20:
5
20. Athanassiadi K, Gerazounis M, Theakos N. Management of 150 flail chest injuries:
analysis of risk factors affecting outcome. Eur J Car-Thor Sur. 2004; 26(2): 373–6
21. Pumarejo Gomez L, Tran VH. Hemothorax. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan
22. Choi WI. Pneumothorax. Tuberc Respir Dis (Seoul). 2014;76(3):99-104.
23. Morley EJ, Johnson S, Leibner E, Shahid J. Emergency department evaluation and
management of blunt chest and lung trauma (Trauma CME). Emerg Med Pract. 2016
Jun;18(6):1-20. [PubMed]
24. Huber, et al. Predictors of poor outcomes after significant chest trauma in multiply
injured patients: a retrospective analysis from the German Trauma Registry.
Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine. 2014;22:52
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
41
25. Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. 2017.
26. Dennis BM, Gondek SP, Guyer RA, Hamblin SE, Gunter OL, Guillamondegui OD. Use
of an evidence-based algorithm for patients with traumatic hemothorax reduces need
for additional interventions. J Trauma Acute Care Surg. 2017 Apr;82(4):728-732.
[PubMed]
27. Edgecombe L, Sigmon DF, Galuska MA, Angus LD. StatPearls [Internet]. StatPearls
Publishing; Treasure Island (FL): Jun 1, 2020. Thoracic Trauma. [PubMed]
28. American College of Surgeons. Trauma Toraks. Dalam: Advanced Trauma Life
Support. Chicago: American College of Surgeons, 2018; 62-81.
29. Balci AE, Ozalp K, Duran M, Ayan E, Vuraloğlu S. [Flail chest due to blunt trauma:
clinical features and factors affecting prognosis]. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2004
Apr;10(2):102-9. [PubMed]
30. Nishiumi N, Fujimori S, Katoh N, Iwasaki M, Inokuchi S, Inoue H. Treatment with
internal pneumatic stabilization for anterior flail chest. Tokai J Exp Clin Med. 2007 Dec
20;32(4):126-30. [PubMed
31. Tatebe S, Kanazawa H, Yamazaki Y, Aoki E, Sakurai Y. Spontaneous
hemopneumothorax. Ann Thorac Surg. 1996;62:1011-5 Medline. doi:10.1016/0003-
4975(96)00445-6
32. Homma T, Sugiyama S, Kotoh K, Doki Y, Tsuda M, Misaki T. Early surgery for
treatment of spontaneous hemopneumothorax. Scand J Surg. 2009;98:160-3 Medline.
33. Haciibrahimoglu G, Cansever L, Kocaturk CI, Aydogmus U, Bedirhan MA.
Spontaneous hemopneumothorax: is conservative treatment enough? Thorac
Cardiovasc Surg. 2005;53:240-2 Medline. doi:10.1055/s-2005-837647
34. Hsu CC, Wu YL, Lin HJ, Lin MP, Guo HR. Indicators of haemothorax in patients with
spontaneous pneumothorax. Emerg Med J. 2005;22:415-7 Medline.
doi:10.1136/emj.2003.013441
35. Ali HA, Lippmann M, Mundathaje U, Khaleeq G. Spontaneous hemothorax: a
comprehensive review. Chest. 2008;134:1056-65 Medline. doi:10.1378/chest.08-0725
36. Chang YT, Dai ZK, Kao EL, et al. Early video-assisted thoracic surgery for primary
spontaneous hemopneumothorax. World J Surg. 2007;31:19-25 Medline.
doi:10.1007/s00268-006-0354-4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
42
37. Berg AM, Amirbekian S, Mojibian H, Trow TK, Smith SJ, White RI Jr. Hemothorax
due to rupture of pulmonary arteriovenous malformation: an interventional emergency.
Chest. 2010;137:705-7 Medline. doi:10.1378/chest.09-0344
38. Hagiwara A, Yanagawa Y, Kaneko N, et al. Indications for transcatheter arterial
embolization in persistent hemothorax caused by blunt trauma. J Trauma. 2008;65:589-
94 Medline. doi:10.1097/TA.0b013e318181d56a
39. Carrillo EH, Heniford BT, Senler SO, Dykes JR, Maniscalco SP, Richardson JD.
Embolization therapy as an alternative to thoracotomy in vascular injuries of the chest
wall. Am Surg. 1998;64:1142-8 Medline
40. Calvin S.H, Antony Ag. Yim Spontaneous Hematopneumothoraks. Lippincott Williams
& Wilkins. Unauthorized Reproduction of This Article is prohibited.2006.12:273-7
41. Gleeson T, Blehar D. Point-of-Care Ultrasound in Trauma. Semin Ultrasound CT MR.
2018 Aug;39(4):374-383. [PubMed]
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
43
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 44