Referat Defisiensi Vitamin A
Referat Defisiensi Vitamin A
Pembimbing:
dr. Iman Krisnugroho, Sp. M
Disusun oleh:
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat
utama yang terdapat di 60-78 negara berkembang, dan diperkirakan 78-253
juta anak usia presekolah dipengaruhi oleh defisiensi vitamin A.
Setelah malnutrisi protein dan energi serta anemia karena defisiensi
zat besi, defisiensi vitamin A merupakan persoalan gizi yang paling serius
dan paling sering ditemukan diantara anak-anak kecil di awal tahun 1990-an.
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa secara global
terdapat hampir 14 juta anak yang setiap tahunnya terkena xeroftalmia dan
190 juta anak yang mendapat resiko mengalami defisiensi vitamin A subklinis
(Joaquin, 2009).
Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling
sering ditemukan pada anak-anak. Lebih kurang 150 juta anak lainnya
menghadapi resiko yang meningkat untuk meninggal dalam usia anak-anak
karena penyakit infeksi yang disebabkan oleh defisiensi vitamin A (Gibney
et al, 2009).
Di negara industri lebih dua per tiga asupan vitamin A di dapat dari
sumber makanan hewani, sementara di negara berkembang masyarakatnya
bergantung terutama pada senyawa karotenoid provitamin A yang berasal
dari sumber nabati (Joaquin, 2009).
Vitamin A adalah nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara
fungsi imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-
mediated dan dalam respon antibodi humoral. Kekurangan vitamin A adalah
masalah kesehatan umum yang luas. Anak usia prasekolah dan wanita di
usia reproduktif merupakan dua kelompok populasi yang paling berisiko
(Gibney et al, 2009).
B. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk mempelajari dan meningkatkan
pemahaman tentang defisiensi vitamin A serta terapinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur
kimianya disebut retinol atau retina atau disebut juga dengan asam retinoat,
terdapat pada jaringan hewan dimana retinol 90-95% disimpan pada hati
(Haryadi, 2009). Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya
tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi).
Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu :
1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber
retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan
yang mudah dicerna dalam tubuh.
2. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami
proses pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari
makanan yang berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi
kuning, mangga dan pepaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai
faktor pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel
dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang
dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-
2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug
retinol.Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan
mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).
4
B. Metabolisme Vitamin A
Saat dikonsumsi provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari
protein di lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus
halus, karena bentuk ini akan mudah diserap, retinol yang telah dicerna akan
diserap melalui usus halus dan diangkut bersama dengan kilomikron ke hati,
tempat retinol mulai disimpan sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan
retinol akan dilepaskan ke dalam darah sebagai retinol dalam gabungan
dengan retinol binding protein (RBP), suatu protein pengangkut spesifik
yang diurai oleh hati.
Dalam serum, kompleks RBP- retinol bergabung dengan transiterin,
suatu protein besar yang juga disintesis di hati. Retinol kemudian
dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran seperti fotoreseptor
retina dan sel epitel. Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein
sel pengikat retinoid, yaitu cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan
cellular retinoid-binding protein II (CRBPII). Pada kompleks ini, retinol
bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih lanjut dengan retinol menjadi
asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set faktor transkripsi di
dalam nukleus.
Retinol intraseluler di jaringan perifer juga bisa berkombinasi dengan
protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau tergabung menjadi
ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan utama seperti
hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A untuk diferensiasi
seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.
Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di
feses, dan derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika
asupan vitamin A rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan
karotenoid dipertinggi, plasma transport tetap ada di level normal,
mekanisme penggunaan dan recycling menjadi lebih efisien, dan ekskresi
menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A tinggi, efisiensi absorpsi
dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap sama, recycling
menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi bilier
meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal diaugmentasi.
5
Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal
mempunyai simpanan vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-
tiba baik yang disebabkan akibat perubahan pola makan atau gangguan
absorbsi (seperti pada gastroenteritis), atau peningkatan tiba-tiba dari
kebutuhan metabolik (demam, khususnya campak, atau lonjakan
pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan yang cepat dari cadaangan
yang terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat tinggi manusia dapat
bertahan selama berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak menderita
penyakit yang serius.
Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi
anak secara umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat
mengikat protein pengikat retinol dengan kecepatan yang sangat rendah.
Oleh karena itu kadar retinol serum dapat subnormal, walaupun simpanan
di hati tinggi. Selain itu, bila hati dalam keadaan sakit, tidak dapat
menyimpan retinol, atau membuat protein pengikat retinol sebanyak hati
normal (Iskandar, 2012).
6
Gambar 2.1. Skema metabolisme vitamin A (Iskandar, 2012)
7
saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan
merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA
terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-
an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak
D. Fungsi Vitamin A
1. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya
remang. Bila kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan
yang remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi
setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A
yang tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah
rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang
kurang bila itu disebabkan karena kekurangan vitamin A.
8
3. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur
dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin
A dalam bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah
mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam
melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel
dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga
berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru,
payudara dan kandung kemih.
4. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada
manusia. Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon
antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan
pada tubuh seseorang.
5. Perkembangan Jantung
Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma
kekurangan vitamin A. singkat kata, peranan vitamin A dalam
perkembangan jantung mamalia meliputi pembentukan pipa pola jantung
dan lingkaran, ruang dan katup saluran keluar, trabekulasi ventrikel,
diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan pembuluh koroner.
6. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan
kekurangan jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak
disadari pada saat lahir, tapi mungkin bisa berkontribusi dalam jangka
panjang terjadinya gagal ginjal dan hipertensi.
7. Diafragma
Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas
antara rongga dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi
pada sekitar satu dari 3000 kelahiran, dan berhubungan dengan kematian
neonatal yang tinggi. Vitamin A sangat penting bagi perkembangan
diafragma normal, dan telah disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid
dapat berkontribusi pada etiologi dari gangguan manusia.
9
8. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral,
dan agenesis esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma
KVA awal namun dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi.
Paru berkembang dari foregut endoderm selama perekembangan awal
embrio. RA dari mesoderm splanchnic di sekitar endoderm foregut telah
penting ditemukan untuk pembentukan tunas paru primordial. Sebuah
laporan terbaru di New England Journal of Medicine menunjukkan
bahwa, di daerah endemik dengan defisiensi vitamin A (retinol), anak-
anak yang ibunya menerima suplementasi vitamin A sebelum, selama, dan
selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi paru-paru yang lebih
baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada anak-anak yang
ibunya menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu, mereka
menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang
paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan.
E. Pengertian Kekurangan Vitamin A
Kekurangan Vitamin A adalah penyakit yang disebabkan oleh
kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan
rabun senja, xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah dan
berkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia.
Sedangkan menurut Arisman tahun 2012, Kurang Vitamin A (KVA)
merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan
menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing
dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan
merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA
terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-
an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak
F. Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A
Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi
didalam lingkungan sosial, ekonomi, dan ekologi yang miskin dan
penduduknya tinggal di negara yang ekonomiya sedang berkembang serta
mengalami transisi. Pengaruh relatif faktor kasusal pada tingkat makro maupun
10
mikro dapat sangat bervariasi antar negara bahkan antar wilayah dalam negara
yang sama. Oleh karena itu, kita harus memahami kondisi setempat ketika
membuat rancangan program intervensi yang tepat dan efektif secepatnya
untuk memperbaiki situasi tersebut. Walaupun begitu, ada beberapa faktor
resiko dibaliknya yang cenderung menandai sebagian besar situasi ketika
defisiensi vitamin A lazim ditemukan.
1. Usia
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis
hingga bentuk malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia),
dapat terjadi pada setiap usia jika keadaannya cukup ekstrim. Namun
demikian, sebagai persoalan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin
A, khususnya defisiensi yang berat, akan menyerang anak-anak dalam
usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi
pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi. Sementara asupan
vitamin dari makanan seringkali rendah dengan tambahan beban
pajanan infeksi yang lebih besar. Insidens xeroftalmia kornea paling
prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-anak
dibawah usia 12 bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif
jarang dijumpai (terutama karena efek protektif pemberian ASI), tetapi
keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi yang hidup dalam
kondisi sosial ekonomi yang rendah.
Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak
bitot (XB) meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan
keterkaitan ini ternyata berbeda-beda diantara berbagai budaya terlepas
dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut usia. Defisiensi vitamin A
subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah,
remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya
pada anak-anak kecil cukup tinggi.
2. Gender
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP
(retinol-binding protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi
pada laki-laki dibandingkan pada wanita, kendati signifikan fisiologi
11
perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, laki-laki umumnya
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami buta senja dan
bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan awal
usia sekolah. Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal
xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada budaya pemberian makan dan
perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam sebagian
populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini
diamati.
3. Status Fisiologi
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode
pertumbuhan yang cepat, anak-anak kecil merupakan kelompok yang
paling rentan. Kebutuhan akan vitamin A juga meningkat selama masa
kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan menyusui
dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memenuhi
kebutuhan yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja selama
kehamilan dan laktasi terutama sering ditemukan di Asia Selatan
dengna kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari semua kehamilan
dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya; keadaan
ini pada beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan.
Sejumlah penelitian juga memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dnegan
status vitamin A yang buruk sering kali turut menyebabkan
peningkatan kerentanan pada bayi.
4. Diet
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai
permasalahan kesehatan masyarakat adlaha diet atau pola makan yang
kurang mengandung vitamin, baik senyawa karotenoidperformed aatau
provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Pada umumnya, ditempat
yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan bergantung pada
makanan nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang
mengandung vitamin A (sebagai karotenoid). Populasi yang
mengonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat pangan dalam
kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko untuk mengalami
12
defisiensi vitamin A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering
ditemukan di Asia Selatan dan Asia Timur. Defisiensi vitamin A
subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas makanannya relatif
rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan
ketersediaan makanan, khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak
semuanya merupakan faktor penting untuk mempertahankan status
vitamin A. Ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa anak-anak yang
mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang lebih kecil untuk
mengalami defisiensi vitamin A jika dibandingkan dengan anak-anak
pada usia sama yang tidak memperoleh ASI. Lebih lanjut, peningkatan
frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek protektif terhadap
xeroftalmia.
Banyak penelitian epidemiologi mendukung pemberian makanan
tambahan yang tepat dan tindakan ini ternyata dapat melindungi anak-
anak selama usia prasekolah terhadap xeroftalmia. Konsumsi buah
yang berwarna kuning (mangga dan pepaya) akan memberikan
perlindungan yang kuat pada anak berusia dua dan tiga tahun. Ketika
pengaruh pemberian ASI berkurang, sayuran yang berwarna hijau
gelap memainkan peranan yang lebih penting bagi anak-anak pada usia
tiga tahun keatas. Sesudah masa bayi, konsumsi rutin makanan hewani
yang mengandung vitamin A preformed ( telur, produk susu, ikan dan
hati) bersifat sangat protektif terhadap kesehatan anak. Sebaliknya,
dalam usia satu tahun pertama ketika anak disapih, anak-anak yang
menderita xeroftalmia ternyata lebih sedikit mendapat makanan yang
kaya akan vitamin A secara teratur dibandingkan dengan anak anak
yang tidak menderita xeroftalmia. Konsumsi sayuran berwarna hijau
gelap ataubuah dan sayuran yang berwarna kuning disertai dengan
penurunan risiko xeroftalmia sebesar 4-6 kali lipat, sementara efek
konsumsi telur, daging, ikan, dan susu yang hanya dilakukan sekali-
kali disertai dengan peningkatan risiko sebesar 2-3 kali lipat . Pola
makan pada saudara kandung yang usianya lebih muda pada dua tahun
13
pertama kehidupannya ternyata serupa dengan pola makan kasus
xeroftalmia dalam keluarga yang sama; Kenyataan ini mencerminkan
buruknya diet secara kronis pada rumah tangga yang berisiko tinggi.
Defisiensi vitamin A paling sering ditemukan pada polpulasi
penduduk; yang mengonsumsi sebagian kebutuhan vitamin A mereka
dari sumber karotenoid provitamin dengan sedikit lemak yang
terkandung dalam makanan mereka.
Kebiasaan makan yang spesifik menurut budaya dan sejumlah tabuh
atau larangan dalam pemberian makanan anak, remaja dan ibu hamil
serta menyusui sering kali membatasi konsumsi makanan yang
berpotensi sebagai sumber vitamin A yang baik. Namun demikian,
kurangnya komsumsi yang kaya akan vitamin A bukan berarti
ketersediaan makanan tersebut dalam sebuah rumah tangga juga
mengalami kekurangan. Bagaimana anak-anak mengkomsumsi
makanan dan dengan siapa anak-anak itu makan, dapat memperngaruhi
resikonya untuk terkena defisiensi vitamin A. Sejumlah penelitian
egnoghrafi secara rinci dilaksanakan oleh kelompok Johns Hopkins
University dan lainnya memperlihatkan bahwa anak-anak desa di
Nepal memiliki peluang dua kali lebih besar untuk mengkomsumsi
sayuran, buah, kacang-kacangan, daging atau ikan serta produk susu
ketika mereka makan bersama keluarga dibandingkan ketika mereka
makan sendiri. Ironisnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola
kaum ibu memastikan kecukupan makanan bagi anak-anak mereka
pada sebagian budaya dapat menjadi factor predisposisi untuk
terjadinya difisiensi vitamin A pada ibu sendiri. Sebagai contoh, para
ibu hamil di Nepal yang menderita buta senja ternyata mengalami
penurunan peluang sepenuhnya untuk mengkomsumsi makanan yang
kaya akan vitamin A, khususnya selama musim kemarau yang kering
akan langka panga. Di Indonesia, ketika terjadi krisis ekonomi, para ibu
telah mengorbankan asupan telur mereka demi memenuhi kebutuhan
giza anaka-anaknya.
14
5. Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan
persoalan kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin
A akan meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan
sebaliknya, penyakit infeksi merupakan predisposisi terjadinya
difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi seperti diare, infeksi
pernafasan, dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin
A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum atau peningkatan
resiko xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan intensitas
penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung turut
meningkatkan keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia
yang urutan intensitasnya hamper sama seperti penyakit diare dan
pernafasan. Protein pengikat retinol (RBP; RETINOL BINDING
PROTEIN) dapat menurun ketika KEP sehingga mengurangi
ketersediaan vitamin A dalam darah. Selama episode penyakit infeksi,
penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan secara
parsial respon yang tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika
sintesis RBP yang juga merupakan protein fase akut yang negative itu
berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali normal setelah terjadi
kesembuhan.
Cacing usus seperti Giardia serta Ascaris juga dilaporkan sebagai
penyebab penurunan absorpsi vitamin A, dengan demikian dapat turut
menimbulkan defisiensi vitamin A. Salah satu laporan tidak berhasil
memperlihatkan kehilangan vitamin A sesudah pemberian oral vitamin
A kepada anak-anak yang menderita askariasis. Walaupun begitu,
infeksi parasit harus diatasi ketika kita menghadapi populasi dengan
persoalan defisiensi, dapat disertai dengan xeroftalmia.
6. Kondisi sosioekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama
terjadi penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,.
Pada umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-
15
negara yang perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitaian
memperlihatkan bahwa keluarga di negara-negara yang
perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi
perumahan yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan
kemampuan ekonomi yang lebih rendah (diukur berdasarkan lebih
sedikitnya barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda).
Meskipun indikator status sosioekonomi yang rendah ditemukan (di
Bangladesh) berkaitan dengan risiko xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali
lebih tnggi, namun karakteristik ini tidak selalu dengan sendirinya
meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang rendah
pada ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan
faktor risiko yang lain.
7. Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok
(clustering) ketinbang tersebar secara rata. data dari berbagai negara
menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis defisiensi mengelompok i
dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan bahkan rumah
tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi vitami A
berdasrkan distrik di Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara
pada dasarnya berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang
semakin diperparah oleh infrastruktur yang tidak dibangun dengan
baik, dan pengelompokkan di dalam rumah tangga serta masyarakat
terjadikarena praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi
pola makan dankesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan bahwa
besaran pengelompokkan didalam rumah tangga jauh melebihi
didalam desa, dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan
banyak tentang pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi.
Identifikasi kelompom-kelompok defisiensi vitamin A dapat
memfasilitasi implementasi program intervensi dan jika seorang anak
ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani
sebagai kasus suspect defisiensi vitamin A pula.
16
G. Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena
menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta
menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.Vitamin A diperlukan retina mata
untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel.
Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait
dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber
vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan
disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada
anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A
terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena
penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A
adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59
bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan
vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak
mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang
tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun
jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang
menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan,
anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber
vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A
dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang
makan makanan sumber vitamin A.
Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor
dalam hubungan yang kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan
kalori protein (KKP). Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga
rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antara hal-hal ini merupakan
faktor penting dalam terjadinya kekurangan vitamin A. Kekurangan vitamin
A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A dalam
17
jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang peran vitamin
A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang difortifikasi
bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga pangan
yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.
Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek
kekurangan vitamin A. Bayi-bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko
lebih tinggi untuk menderita kekurangan vitamin A , karena ASI merupakan
sumber vitamin A yang baik. Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi
pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, gangguan
absorpsi karena kekurangan asam empedu.
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan
buah-buahan berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti :
daun singkong, bayam, tomat, kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya,
kecipir, daun sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji,
telur ikan dan hati. Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit (Depkes RI, 2007).
H. Patofisiologi
Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina,
vitamin A tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang
berpartisipasi dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A
dibutuhkan untuk sintesis RNA dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang
membantu memelihara stroma kornea, dan mukosa konjungtiva.
Pada retina terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan
sel batang. Sel batang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi
cahaya yang redup atau rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab
penglihatan berwarna dan situasi cahaya yang terang. Vitamin A merupakan
kekuatan utama dari pigmen visual kedua macam sel ini. Perbedaannya
terletak pada jenis protein yang terikat pada retinol. Pada sel batang, bentuk
aldehid dari vitamin A (retinol) dan protein opson bergabung membentuk
rhodopsin yang merupakan pigmen fotosensitif (Depkes RI, 2007).
18
I. Gejala dan Tanda Kekurangan Vitamin A
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari
organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain.
Akan tetapi gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat oleh
mata. Kelainan kulit pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan
ini selain diebabkan oleh KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak
essensial, kurang vitamin golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika
menderita penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.Gejala
klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
1. Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya yang terang. Penglihatan
menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat lingkungan
yang kurang cahaya.
2. Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat
atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan
permukaan kasar dan kusam.
20
6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi
putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh
akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita
menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi
cangkok kornea.
21
J. Dampak Kekurangan Vitamin A pada Manusia
Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan
memperlancar proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut
dalam lemak, vitamin A membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel
tubuh, menjaga dan melindungi mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta
menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi tersebut, vitamin A
sangat bagus dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Vitamin A
juga berperan dalam epitil, misalnya pada epitil saluran pencernaan dan
pernapasan serta kulit. Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata.
Vitamin A membantu dalam hal integritas atau ketahanan retina serta
menyehatkan bola mata. Vitamin A fungsinya tak secara langsung mengobati
penderita minus, tapi bisa menghambat minus. Kekurangan vitamin A
menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya
yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja,
yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki
ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan
mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri
dan virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu
tubuh rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia
balita sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan
terhadap penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu
sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan
memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang
cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan
cara menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan melihat kondisi
tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit, seperti diare, busung lapar
atau gangguan saluran pernapasan, maka secara otomatis, asupan vitamin A-
nya kurang (Iskandar, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
22
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis
konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot),
bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata
melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur
(Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia
Scars).
24
studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil
yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A
setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus
demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat
mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak,
berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan
vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A
melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang
paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera
memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A
masih bersifat rintisan.
Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi :
Tabel 2.1. Jadwal terapi Xeroftalmia (Sommer, 1995)
1. Bayi usia kurang dari 6 bulan diberikan vitamin A dengan dosis 50.000 IU.
2. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis
100.000 SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak
pada bulan Februari dan Agustus.
3. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis
200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak
pada bulan Februari dan Agustus.
25
4. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul
vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi
memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).
5. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama
kehamilan sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal
and infant morbidity dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat
masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan dengan kekurangan
vitamin A, maka suplementasi vitamin A direkomendasikan untuk
mencegah rabun senja. Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi
hingga 10,000 IU vitamin A setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000
IU setiap minggu. Suplementasi dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama
kehamilan hingga melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO
mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka yang prevalensi
menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak
yang berusia 24–59 bulan.
6. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
26
timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan membantu
menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka (Maryam, 2010).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu
sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan
maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua.
Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga.
Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah
vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi (Maryam, 2010).
M. Pencegahan
1. Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A
Asupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai
dengan cepatnya penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan
kurangnya asupan makanan yang kaya karoten atau Vitamin A. Dengan
pemberian ASI kemudian setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya
provitamin A seperti buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau gelap,
dan dari sumber hewani seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara
signifikan mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A. Sayuran hijau
merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak
mengandung vitamin A.
2. Suplemntasi vitamin A
Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan
kuantitas vitamin A yang besar yang dapat disimpan sebagai cadangan di
hepar. Suplementasi oral retinil palmitat 110 mg atau 66 mg retinil asetat
(200.000 IU vitamin A) dan setengah dosis untuk anak usia 6-11 tahun
setiap 4-6 bulan dapat melindungi anak dari defisiensi vitamin A.
Vitamin A dapat diberikan sebagai kapsul atau cairan. Kecuali pada
anak yang mengalami xerophtalmia, kurang energi protein (kwashiorkor)
dan beberapa penyakit berat, penting untuk dipastikan vitamin A tidak
diberikan melebihi batas dosis yang aman. Pada saat ini, interval
pemberian vitamin A yang telah ditetapkan adalah 4-6 bulan (Sommer,
1995).
27
Tabel 2.2. Jadwal vitamin A dosis profilaksis ( Sommer, 1995 ).
Individu Dosis Oral Waktu
Usia 0-6 bulan 13,75 mg retinil palmitat (25 1-3 kali hingga usia 6 bulan
000 IU)
N. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain
didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi
yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air
Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang penting dari
vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam
buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem kekebalan
tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik.
Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh
manusia dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang
terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat,
apel, semangka, dan sebagainya.
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas
dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak
mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi
mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin
A adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh
tubuh manusia. Untuk memperolehnya harus diambil dari sumber diluar tubuh
terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian, sayuran,
buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi & Dwi, 2009)
28
O. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak
balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan
vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai
gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam.
Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia
mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja,
seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi
dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran
dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100
gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan
sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A
lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat,
pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani,
kandungan vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam
dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin
A tergolong kecil.
29
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur
kimianya disebut retinol atau retina atau disebut juga dengan asam retinoat,
terdapat pada jaringan hewan dimana retinol 90-95% disimpan pada hati
(Haryadi, 2009). Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya
tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi).
Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak
secara umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat
protein pengikat retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena
itu kadar retinol serum dapat subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi.
Selain itu, bila hati dalam keadaan sakit, tidak dapat menyimpan retinol, atau
membuat protein pengikat retinol sebanyak hati normal.
Kekurangan Vitamin A adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya
asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat menyebabkan rabun senja,
xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah dan berkepanjangan akan
mengakibatkan keratomalasia. Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan
dengan berbagai faktor dalam hubungan yang kompleks seperti halnya
dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan yang rendah
dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan
hubungannya antara hal-hal ini merupakan faktor penting dalam terjadinya
kekurangan vitamin A. Defisiensi vitamin A dapat didiagnosa dengan
karakteristik manifestasi klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar
vitamin A serum yang kurang dari 200ug/L dan karotennoid kurang dari
500ug/L. Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk
memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja
pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang vitamin A
(KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat
badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan penyakit reproduksi,
30
serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah
melahirkan.
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu
sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A
ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu
dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari
ketiga.
B. SARAN
Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena
kurangnya perhatian terhadap kesehatan masing-masing individu dan
keluarga. Maka untuk mencegah ataupun menanggulangi terjadinya
peningakatan kekurangan vitamin A, penulis menyarankan untuk lebih
banyak mengomsumsi buah-buahan, biji-bijian, sayur-sayuran dan juga
hewani yang banyak mengandung vitamin A. Dengan demikian, akan
mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kekurangan Vitamin A.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2012. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang. Proyek peningkatan Penelitian
Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika.
Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Gibney, J Michael, et al. Gizi Kesehatan Masyarakat. 2009. Penerbit : EGC.
Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses
dari http://handri-haryadi.blogspot.com
Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A. Diakses dari
http://kuliahiskandar.blogspot.com.
Joaquin, Miguel San, A Malcolm E Molyneux. Malaria and vitamin A deficiency
in African children: a vicious circle?.Malaria Journal. 2009.
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika,
Jakarta.
Muhilal, et al. Vitamin A Fortified Monosodium Glutamat and Health, Growth, and
Survival of Children: a Controlled Field Trial. Am J Clin Nutr2008,48:
1271-76
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah 2007.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan
Profesi.Jakarta : Dian Rakyat
Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
Sugiamo. 2010. “Defesiensi Vitamin A”
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-
5116-2-bab2.pdf
32