[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
468 tayangan17 halaman

Laporan Pendahuluan Tonsilitis

Laporan pendahuluan keperawatan perioperatif tonsilektomi menjelaskan tentang konsep dasar medis tonsil seperti anatomi, fisiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pencegahan, serta penatalaksanaan medis untuk tonsilitis akut. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Infeksi pada tonsil dapat menyebabkan peradangan dan gejala nyeri saat menelan. Penatalaksanaannya mel

Diunggah oleh

Agustinna
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
468 tayangan17 halaman

Laporan Pendahuluan Tonsilitis

Laporan pendahuluan keperawatan perioperatif tonsilektomi menjelaskan tentang konsep dasar medis tonsil seperti anatomi, fisiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pencegahan, serta penatalaksanaan medis untuk tonsilitis akut. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Infeksi pada tonsil dapat menyebabkan peradangan dan gejala nyeri saat menelan. Penatalaksanaannya mel

Diunggah oleh

Agustinna
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN PERIOPERATIF III


TONSILEKTOMI
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RSD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh:
Agustinna Laili Rachmawati
NIM. 1401460030

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep dasar medis
1. Pengertian
Tonsil (tonsilla palatine / faucial) merupakan massa berbentuk oval yang
berlokasi di dinding lateral orofaring juga merupakan suatu akumulasi dari
limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah
terorganisir sebagai suatu organ. Pada Tonsil terdapat epitel permukaan
yang ditunjang oleh jaringan ikat retrikuler dan kapsel jaringan ikat serta
kriptus di dalamnya. (Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan
perioperatif. Jakarta: Salemba Medika).

2. Penyebab
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu :

- Streptokokus Beta Hemolitikus


- Streptokokus Viridans
- Streptokokus Piogenes
- Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections).

3. Anatomi dan fisologi


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil
tubal .
a. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
- Lateral
Muskulus konstriktor faring superior
- Anterior
Muskulus palatoglosus
- Posterior
Muskulus palatofaringeus
- Superior
Palatum mole
- Inferior
Tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan
ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma
jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus.
Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang
tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering
saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau
dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke
IX yaitu nervus glosofaringeal
Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
a. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilari dan arteri palatina asenden
b. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
c. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
d. Arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena
lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang . Limfosit B
berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada
tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular,
mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid .
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi
dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi
utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2)
sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik

b. Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk
dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi
daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang
nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding
atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium
tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada
umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun
kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).

c. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat
foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk olehpapilla
sirkumvalata.( Dr. Soetomo.Tim RSUD.2011.Pedoman Diagnosis dan
terapi Ilmu Penyakit THT, Surabaya )

4. Pathofisologi
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar
dan dapat menghambat keluar masuknya udara.
Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut
serta otalgia.
5. Tanda dan gejala
Keluhan yang dapat dialami penderita Tonsilllitis, antara lain :
a. Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan
(leher)
b. Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman)
sehingga menjadi malas makan.
c. Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.
d. Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot.
e. Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang
nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di
sekitar leher.
f. Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur
(terutama jika disertai pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang
berada di dinding bagian belakang antara tenggorokan dan rongga
hidung).
g. Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna
merah, kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan
tonsil, warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil
dan tenggorokan.
h. Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu
orang penderita. Hal ini karena keluhan bersifat individual dan
kebanyakan para orang tua atau penderita akan ke dokter ketika
mengalami keluhan demam dan nyeri telan.

6. Pencegahan
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara
umum disebutkan bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah
tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu
terjadinya infeksi tonsil.
Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.
b. Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan,
setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan
(yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika.

7. Penatalaksanaan
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :

a. Penatalaksanaan medis
1. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
2. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
3. Analgesik untuk meredakan nyeri
4. Pembedahan (tonsilektomy)
b. Penatalaksanaan keperawatan
1. Kompres dengan air hangat
2. Istirahat yang cukup
3. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
4. Kumur dengan air hangat
5. Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
c. Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil / mandel / amandel.
Operasi ini merupakan operasi THT yang paling sering dilakukan pada
anak-anak. Para ahli belum sepenuhnya sependapat tentang indikasi
tentang tonsilektomi, namun sebagian besar membagi alasan (indikasi)
tonsilektomi menjadi indikasi absolut dan indikasi relatif.
Tonsilektomi merupakan pembedahan yang paling banyak dan biasa
dilakukan di bagian THT (Telinga, Hidung dan Tenggorok), oleh
karena itu sering dianggap sebagai pembedahan kecil saja. Tetapi
bagaimanapun juga, tonsilektomi adalah suatu pembedahan yang
merupakan tindakan manipulasi yang dapat menimbulkan trauma
dengan risiko kerusakan jaringan.
Komplikasi mulai dari yang ringan bahkan sampai mengancam
kematian atau gejala subyektif pada pasien berupa rasa nyeri pasca
bedah dapat saja terjadi.(Mangunkusumo.Endang.2011.Buku Ajar
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Jakarta: Ed II,
BalaiPenerbit FK. UI).
d. Kapan dilakukan operasi tonsilektomi

Berdasarkan (Brodsky, L.2013.The American Academy of


Otolaryngology ) operasi tonsillitis (tonsillectomy) perlu dilakukan jika
memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Indikasi absolut:
a) Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan
pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah
terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
b) Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pengobatan dan pembesaran
tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau
mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
c) Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.
d) Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk
menentukan gambaran patologis jaringan.
2) Indikasi relatif:
a) Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun
dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan
pengobatan medikamentosa yang memadai.
b) Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada
Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan.
c) Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai
carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon
positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.
d) Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai
berhubungan dengan keganasan (neoplastik)

e. Kontra indikasi
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan
pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi
pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut
adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi
akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi,
gangguan’ pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-
imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya
tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan
kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil.
Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah
dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat
infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas.
Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 23 minggu
bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak
dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol
seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal (Sjamjuhidayat. 2012
Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Jakarta: EGC)
B. Konsep dasar keperawatan
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu mempunyai
pra, intra dan pasca operative, dimana perawat mempunyai peran integral
dalam rencana asuhan kolaboratif dengan pembedahan.
1. Perawatan Preoperatif
Perawatan preoperatif meliputi :
 Kelengkapan rekam medis dan status
 Memeriksa kembali persiapan pasien
 Informed concent
 Menilai keadaan umum dan TTV
 Memastikan pasien dalam keadaan puasa
Pada fase preoperatif ini perawat akan mengkaji kesehatan fisik dan
emosional klien, mengetahui tingkat resiko pembedahan, mengkoordinasi
berbagai pemeriksaan diagnostik, mengidentifikasi diagnosa keperawatan
yang mengambarkan kebutuhan klien dan keluarga, mempersiapkan
kondisi fisik dan mental klien untuk pembedahan.
2. Perawatan Intraoperatif
Perawatan intraoperatif meliputi :
 Melaksanakan orientasi pada pasien
 Melakukan fiksasi
 Mengatur posisi pasien
 Menyiapkan bahan dan alat
 Drapping
 Membantu melaksanakan tindakan pembedahan
 Memeriksa persiapan instrument
Pada fase intraoperatif perawat melakukan 1 dari 2 peran selama
pembedahan berlangsung,yaitu perawat sebagai instrumentator atau
perawat sirkulator. Perawat instrumentator memberi bahan-bahan yang
dibutuhkan selama pembedahan berlangsung dengan menggunakan
teknik aseptic pembedahan yang ketat dan terbiasa dengan instrumen
pembedahan.Sedangkan perawat sirkulator adalah asisten instrumentator
atau dokter bedah.
3. Perawatan Post Operasi
Pada fase postoperasi setelah pembedahan,perawatan klien dapat menjadi
komplek akibat fisiologis yang mungkin terjadi.klien yang mendapat
anastesi umum cenderung mendapat komplikasi yang lebih besar dari
pada klien yang mendapat anastesi lokal. Perawatan post operative
meliputi :
 Mempertahankan jalan napas dengan mengatur posisi kepala.
 Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infus di bantu
dengan perawat anastesi
 Mengukur dan mencatat produksi urine
 Mengatur posisi sesuai dengan keadaan.
 Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi
 Mengukur TTV setiap 15 menit sekali
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra
operatif, dan post operatif antara lain :
1. Pre Operasi :
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
prosedur tindakan operasi
 Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari
brancart ke meja operasi
2. Intra Operasi :
 Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan
perdarahan
 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan,
hipoksia jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan,
perubahaan kulit
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan
pemajaan lingkungan.
c. Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi
Tujuan : Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Kriteria Hasil :
 Pasien tidak cemas
 Pasien dapat menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi
yang akan dilakukan
INTERVENSI RASIONAL
Bantu pasien mengekspresikan Ansietas berkelanjutan
perasaan marah kehilangan dan takut memberikan dampak serangan
jantung
Kaji tanda – tanda ansietas verbal dan Reaksi verbal / non verbal dapat
non verbal menujukan rasa agitasi, marah dan
gelisah
Jelaskan tentang prosedur Pasien dapat beradaptasi dengan
pembedahan sesuai jenis operasi prosedur pembedahan yang akan
dilaluinya dan akan merasa nyaman
Beri dukungan pra bedah Hubungan emosional yang baik
antara perawat dan pasien akan
mempengaruhi penerimaan pasien
terhadap pembedahan.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah, menurunkan kerjasama
dan mungkin memperlambat
penyembuhan
Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktifitas yang diharapkan kecemasan
Berikan kesempatan kepada pasien Dapat menghilangkan ketegangan
untuk mengungkapkan kecemasannya terhadap kekewatiran yang tidak di
ekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dengan Kehadiran keluarga dan teman –
orang terdekat teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalihan
akan menurunkan perasaaan
terisolasi
Kolaborasi pemberian anti cemas Meningkatkan relaksasi dan
sesuai indikasi seperti diazepam menurunkan kecemasan

 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur premedikasi anastesi


Tujuan : Ketidaktahuan prosedur pasien teradaptasi
Kriteria Hasil :
 Pasien kooperatif terhadap intervensi premedikasi
anastesi
 Persiapan prabedah dapat terlaksana secara optimal
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan prosedur rutin prabedah Untuk dapat mempersiapkan pasien
yang menjalani pembedahan dengan
baik
Pemeriksaan tanda – tanda vital pra Prosedur standar untuk
bedah membandingkan hasil TTV sewaktu
diruangan
Siapkan sarana kateter IV dan obat – Untuk pemberian cairan dan
obat premedikasi dan lakukan pemberian premedikasi sebelum
pemasangan kateter IV dan dilakukan tindakan operasi
pertimbangkan pemeberian agen
premedikasi
Lakukan pemindahan dan pengaturan Untuk menghindari cedera atau
posisi saat pemindahan pasien dari trauma yang diakibatkan penempatan
barngkar ke meja operasi posisi yang salah
2. Intra Operasi
1) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadinya kekurangan cairan tubuh selama
pembedahan
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Akaral hangat
 Pengisian kapiler < 3 detik
 Produksi urine 0,5 cc/kgBB/Jam
INTERVENSI RASIONAL
Monitoring tanda – tanda vital Untuk mengevaluasi terjadinya
kekurangan cairan tubuh dan untuk
menetukan intervensi selanjutnya
Mengobservasi kelancaran IV line Untuk memastikan kebutuhan cairan
yang terpasang tubuh tetap terpenuhi
Memonitoring produksi urine selama Sebagai indikator akan pemenuhan
pembedahan ( 0,5 cc/kg BB/Jam ), kebutuhan caiaran tubuh
warna urine
Monitoring perdarahan dan Untuk mengetahui jumlah perdarahan
menghitung jumlah pemakaian kasa adan sebagai data untuk menentukan
intervensi selanjutnya
Kolaborasi dengan dokter untuk Dengan pemberian Transfusi darah
pemberian transfusi darah sesuai akan mempercepat proses pengantian
dengan kebutuhan cairan tubuh yang hilang

2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pemajaan peralatan, hipoksia


jaringan, perubahaan posisi, faktor pembekuan, perubahaan kulit
Tujuan : Tidak terjadinya cedera selama pembedahan
Kriteria hasil :
 Tidak terjadinya cedera sekunder akibat pengaturan posisi bedah
 Tidak adanya cedera akibat pemasangan alat – alat penunjang
pembedahan
INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang identitas pasien dan Untuk mencegah kesalahan pasien
jadwal prosedur operasi sesuai dan kesalahan dalam prosedur
dengan jadwal operasi
Lepaskan gigi palsu/ kawat gigi, Menghindari cedera akibat
kontak lensa, perhiasan sesuai penggunaan alat – alat penunjang
dengan protokol operasi operasi
Pastikan brangkar ataupun meja Untuk mencegah pasien jatuh
operasi terkunci pada waktu sehingga menimbulkan cedera
memindahkan pasien
Pastikan penggunaan sabuk Untuk menghindari pergerakan dari
pengaman pada saat operasi pasien pada saat operasi dan
berlangsung menghindari pasien jatuh
Persiapkan bantal dan peralatan Untuk menghindari cedera akibat
pengaman untuk pengaturan posisi penekanan pada posisi operasi
pasien pasien yang lama
Pastikan keamanan elektrikal selama Mencegah cedera pada daerah
selama pembedahan sekitarnya yang tidak mengalami
proses pembedahan
Letakan plate diatermi sesuai dengan Jika tidak diletak dengan benar
prosedur dapat menimbulkan cedera pada
daerah sekitar penempatan diatermi
plate dan mengganggu kelancaran
operasi
Pastikan untuk mencatat jumlah Untuk mencegah tertinggalnya alat
pemakaian kasa, instrument, jarum atau bahan habis pakai dalam
dan pisau operasi anggota tubuh pasien yang dioperasi

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit dan pemajaan


lingkungan
Tujuan : tidak terjadinya infeksi pasca pembedahan

Kriteria :
 Tidak adanya tanda – tanda infeksi pasca operasi di ruangan
 Luka bersih tertutup
 Area sekitar luka bersih
INTERVENSI RASIONAL
Pastikan semua tim bedah telah Sebagai langkah awal dalam
melakukan pencucian tangan sesuia pencegahan infeksi
dengan prosedur yang benar
Lakukan desinfeksi area pembedahan Untuk menjaga area operasi tetap
dan pemasangan doek steril pada dalam keadaan steril
daerah pembedahan
Cek kadaluarsa alkes yang akan Untuk mencegah infeksi akibat
dipergunakan penggunaan alat kesehatan yang
sudah tidak dapat dipergunakan
Pertahankan sterilitas selama Dengan mempertahankan steriltas
pembedahan resiko infeksi dapat dicegah
Tutup luka dengan dengan pembalut Untuk mencegah terpaparnya luka
atau kasa steril dengan lingkungan yang beresiko
menyebabkan infeksi silang
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2013. Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep
Proses dan aplikasi. Cetakan Ketiga. Jakarta : Salemba Medika
Brunner And Suddarth,2010. Keperwatan Medikal Bedah. Edisi 8, Vol. 1 Jakarta : ECG
Dr. Soetomo.Tim RSUD.2011 Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT,
Surabaya
Nanda , 2013, Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional, jilid II Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai