Cooking, Food & Wine">
[go: up one dir, main page]

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENGENDALIAN MUTU

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Good


Agricultural Practices (GAP)

Taufiq Hidayat 20100210036

AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2010

I. Pendahuluan
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan
konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh
parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau
makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan
tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya
pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan
mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan
khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari
laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang
ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk
akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan
dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar
Internasional/ Codex Allimentarius Commission  yang telah diakui secara internasional
yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Jika HACCP merupakan jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yag
menjamin mutu sejak bahan baku hingga produk akhir, maka timbul pertanyaan bagaimana
cara mendapatkan HACCP pada produk pertanian. Sehingga muncullah Good Agriculture
Practice (GAP) yang merupakan panduan dalam sistem pertanian yang baik dan benar
sebagai proses belajar untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan mutu produk yang
dihasilkan.

II. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) atau dalam bahasa Indonesia
disebut Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis suatu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri adalah untuk mencegah
terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu guna memenuhi tuntutan
konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya
bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri dengan penerapan sistem
HACCP antara lain meningkatkan keamanan pada produk yang dihasilkan, meningkatkan
kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi
pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada
pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan
produk.

III. Sejarah HACCP

Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika


Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories,
The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory
Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi
astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size )
yang dilapisi dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi
udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan
produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan
pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada
masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan
Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan
HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP
pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan
secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan
penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of
Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS
kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat
memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan
produk akhir.
Sistem HACCP  makin dikenal di Indonesia ketika Standard ISO 9000: 2000
mengadopsi  HACCP, yang terdiri dari: Melakukan analisa bahaya, Menentukan titik
kendali kritis, Menetapkan batas-batas titik kendali kritis, Prosedur monitoring, Tindakan
koreksi, Prosedur verifikasi, dan dokumentasi.

IV. Pengawasan HACCP

Dalam proses HACCP, pengawasan dilakukan pada keseluruhan rantai produksi


dimulai dari produksi primer hingga sampai ke konsumen. Dalam prosesnya ditetapkan 2
faktor utama yaitu critical control point (CCP) dan Critical Limit (CL)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur
dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang
telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa
CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk
setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang diterima” dan “yang ditolak”,
berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa
CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi,
artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi
artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis
ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang
mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Pengawasan dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP
yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. pengawasan juga dilakukan jika ada informasi
baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.

V. Good Agriculture Practice (GAP)

Departemen Pertanian (2008) menerangkan bahwa penerapan GAP melalui Standar


Operasional Prosedur (SOP) yang spesifik lokasi, spesifik komoditas dan spesifik sasaran
pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang
dihasilkan petani agar memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki daya saing tinggi
dibandingkan dengan produk padanannya dari luar negeri.
Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah,
sedangkan untuk komoditas sayuran masih dalam proses penerbitan menjadi Permentan.
Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha mendapat dukungan legal dari
pemerintah pusat maupun daerah.
Maksud dari GAP/SOP adalah untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan
budidaya tanaman buah, sayur, biofarmaka, dan tanaman hias secara benar dan tepat,
sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum,
ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan dan kesejahteraan
petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan.

VI. Penerapan HACCP dan GAP di Indonesia

Di Indonesia, HACCP diadopsi menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman


penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia, yang dibuat
oleh Badan Standarisasi Nasional Sedangkan untuk GAP diawasi oleh departemen
pertanian.
Namun penerapan GAP di Indonesia masih terbatas pada perusahaan besar yang
berorientasi ekspor yang menerapkan HACCP dan GAP. Sedangkan untuk petani kecil dan
menengah belum menerapkan sistem tersebut dikarenakan kendala biaya yang cukup besar.
Walaupun demikian departemen pertanian terus melakukan sosialisasi kepada petani
kecil untuk menerapkan konsep GAP dalam sistem pertanian dimana hanya konsep umum
dan mudah serta murah yang diaplikasikan oleh petani, hal ini meliputi pest management
dan sistem bercocok tanam.

Telah banyak perusahaan yang telah menerpakan sistem HACCP dan GAP
diantaranya adalah PT. Nabati Snack, PT Golden Oase Tirta Abadi, PT. Mahkota Dewa
Indonesia dan perusahaan besar lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. No date. Apa Itu HACCP?. http://web.ipb.ac.id/

Anonim. Februari 2009. Peranan Good Agricultural Practices dalam Agribisnis di


Indonesia. http://www.magri.undip.ac.id/

Ermina Y. September 2010. Jaminan keamanan pangan dengan sistem HACCP.


http://www2.bbpp-lembang.info/
http://www.bsn.go.id/

Anda mungkin juga menyukai