Home & Garden > Crafts & Hobbies">
[go: up one dir, main page]

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai

PENGARUH TINGKAT KERACUNAN ALUMUNIUM TERHADAP PERUBAHAN GULA YANG


DIEKSUDASI OLEH PERAKARAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merr.)
Paul Benyamin Timotiwu
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas lampung
Jl. Sumantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung 35145
ABSTRACT
THE EFFECTS OF LEVELS OF ALUMINUM TOXICITY ON THE CONVERSION OF SUGAR
EXUDED BY SOYBEAN (Glycine max [L.] Merr.) Roots. Around 7 30 % of photosynthate produced by
plants was exuded through the plant roots. Compounds exuded were in forms of polysaccharides,
polypeptides, enzymes, and several secondary metabolic compounds. The presence of aluminum may cause
an obstruction on seedling growth and establishment and significantly relate with sugars excreted by the plant
roots. The mechanisms of sugars excretion by the plants was one among several means of the plants to
overcome environmental toxicity. This research intended to (1) find out kind of sugars exuded by the soybean
roots when underwent an aluminum toxicity; and (2) understand the effects of the increase of aluminum
concentration on sugars exuded by the soybean roots. The research utilized a technique of aeroponic mist
system. The treatments were arranged in a 3X2 factorial; the first factor was the aluminum concentration
consisted of 0, 0.5, and 1 mM AlCl3. The second factor was the soybean varieties which were Slamet variety
recommended resistant to Al and Burangrang variety susceptible to Al. The treatment combinations were
applied in a split plot randomized complete-block design. To understand the effects of the increase in Al
concentration and the differences of kind of sugars on the varieties, standard error of mean (SEM) statistics
were used. The results of this research indicated that sugars exuded from the roots of Slamet and Burangrang
soybeans which experienced Al toxicity were glcose (Glc) and galactose (Gal). Total exuded Glc from Slamet
variety was 639.23 g, whereas Burangrang variety was 899.41 g. Total exuded Gal from Slamet variety
was 404.78 g whereas Burangrang variety was 489.85 g. The pattern of sugar exudation was different
between Slamet and Burangrang with the increase of Al concentration. The Slamet variety confirmed more
tolerant than the Burangrang variety since the Slamet variety increased the exudation of Glc and Gal in
response to the increased of Al concentration. This phenomenon was strengthened by the parameter
responses of a lower decrease on root fresh and dry weights, and a lower percentage of killed plants.
Key words: aerophonic mist system, aluminum, glucose, galactose, soybean
PENDAHULUAN
Pertumbuhan perakaran tanaman sangat
tergantung pada lingkungan tumbuh tanaman dan
perkembangan tanaman dikontrol oleh aktivitas
tanaman. Faktor-faktor yang mempngaruhi lingkungan tanah antara lain faktor fisik, biologi, dan kimia
tanah (Taiz dan Zeiger, 2006). Perumbuhan awal
tanaman dimulai dari proses perkecambahan yang
ditandai dengan munculnya akar. Bersamaan
pembentukan perakaran tanaman juga menghasilkan
senyawa kimia yang dieksudasi ke tanah dan dapat
dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah maupun
sebagai pelumas bagi akar untuk menembus lapisan
tanah yang lebih dalam.
Jenis eksudat tanaman yang dihasilkan dalam
berbagai bentuk senyawa organik dan dapat
dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah. Eksudat
perakaran dapat digolongkan menjadi 2 kelompok
yaitu eksudat yang memiliki bobot molekul tinggi
seperti musilase dan bobot molekul rendah seperti
senyawa-senyawa organik (Walker et al. 2003).
Bentuk senyawa organik yang tereksudasi
adalah gula, asam amino, dan senyawa metabolit

sekunder seperti flavamoid, asam-asam organik,


enzim, lektin, dan glikoprotein (Fan et al., 1997;
Hale dan Moore, 1979; Curl dan Truelove, 1986;
Roschina dan Roschina, 1993). Eksudat lainnya
yang dikeluaekan secara berlebihan adalah gula
(karbohidrat) dan protein (Jaeger et al., 1999).
Kehadiran senyawa-senyawa di atas secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi jumlah dan
kualitas mikroorganisme di sekitar akar (Lynch dan
Whipp, 1990; Meharg dan Killham, 1995). Selain itu
fungsi lain dari eksudat akar yaitu (1) melindungi
permukaan akar dari kondisi kering yang ekstrim
(Oades, 1978), menngkatkan daya adaptasi terhadap
tanah masam (Horst et al., 1982), (3) sebagai
substansi adhesive (Bacic et al., 1996), dan (4)
merupakan senyawa sinyal pada interaksi tanamanmikroorganisme tanah khususnya untuk mekanisme
pertahanan tanaman (Lamb et al., 1989; Walton,
1994; Walker et al., 2003). Walaupun eksudasi akar
tidak banyak, namun dapat mempengaruhi
keberadaan nutrisi dalam tanaman. Banyak peneliti
yangmenganalisis kadar gula dalam akar, namun
jumlah senyawa yang tereksudasi secara tepat belum
diketahui secara tepat. Faktor lain yang berperan

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

29

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
dalam terjadinya eksudasi oleh perakaran tanaman
adalah faktor suhu, kelembaban, cahaya, media
tanam, dan kerusakan akar (Rovira, 1970).
Ketidakseimbangan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya eksudasi perakaran tanaman dapat
menyebabkan kondisi keracunan bagi tanaman itu
sendiri.
Alumunium merupakan salah satu unsur yang
dapat menyebabkan keracunan lingkungan sekitar
perakaran tanaman dan menghambat pertumbuhan
tanaman. Menurut Foy dalam Rout et al. (2001), Al
menyebabkan terganggunya pembelahan sel pada
tudung akar dan akar lateral dan menyebabkan
peningkatan rigiditas sel melalui pembentukan ikatan
silang pektin pada dinding sel, serta mereduksi
replikasi DNA melalui peningkatan rigiditas rantai
ganda. Minocha et al. dalam Rout et al. (2001)
menyatakan bahwa aplikasi Al (0,21 mM)
menyebabkan terhambatnya pembelahan sel.
Alumunium yang terdapat di dalam larutan
tanah pada umumnya dijumpai dalam berbagai
bentuk seperti Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ pada pH
tanah sekitar 45, Al3+ pada pH 5,57, dan
Al(OH)4- pada pH 78. Kompleks ion lainnya
seperti Al4Al12(OH)24(H2O)127+(Al3) dan Al3+ hampir
dipastikan selalu bersifat meracuni, namun tidak
terdapat rhizoktisitas akibat AlSO4+ dan Al(SO4)2atau Al-F seperti AlF2+ dan AlF2+. Status Al(OH)2+
dan Al(OH)2+ tidak menentu pada setiap percobaan
tapi berindikasi sebagai keracunan Al-OH (Kinraide,
1997).
Jenis Al yang bersifat meracuni pada
perakaran tanaman gandum dari hasil percobaan
Pietraszewska
(2001)
menunjukkan
bahwa
AlF2+<AlF2+<All3+<Al13. Selanjutnya Kochian (1995)
berpendapat bahwa sifat racun hanya terdapat pada
Al13 dan All3+. Hal yang menarik dijumpai bahwa
tanaman memiliki mekanisme sendiri dalam
mengurangi pengaruh negatif Al.
Berdasarkan
analisis kimiawi pengaruh dari Al tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan
pektin dan hemiselulosa. Komponen utama dari
pektin dan hemiselulosa adalah Glukosa, galaktosa,
dan xylosa. Perubahan metabolisme polisakarida
pada dinding sel mengakibatkan terjadinya reduksi
pemanjangan akar atau terjadi sebaliknya yaitu
pendegradasian polisakarida. Pektin secara umum
dapat diklasifikasi dalam 3 kelas polisakarida yaitu
(1) homogalakturonan (HGA), (2) rhamnogalakturonan I (RG I), dan (3) Rhamnogalakturonan II
(RG II) ( Mohnen, 2008).
Mekanisme
eksudasi
dimulai
dengan
pembentukan polisakarida yang disintesis oleh
enzim-enzim pada membran badan golgi (Taiz dan
Zeiger, 2006). Transpor material antarsel melibatkan
dinding sel yaitu transpor apoplastik dan simplastik.
Eksudat perakaran dikirim ke luar sel melalui
apoplas (Sakurai, 1991; Brett dan Waldron, 1996;).

30

Mekanisme pergerakan eksudat


keluar melalui
apoplas belum jelas, meskipun dimungkinkan bobot
molekul yang keluar melalui apoplas tersebut
berkisar 104 dalton, tetapi beberapa protein atau
proteoglikan kelihatannya mampu menetrasi dinding
sel (Brett dan Waldron, 1996).
Eksudat tanaman terdiri dari asam polisakarida
yang dihasilkan pada bagian ujung akar dan dikenal
sebagai musilase mucilage (Bacic et al., 1986).
Komponen gula dari musilase yang diketahui selama
ini adalah fukosa, arabinosa, silosa, manosa,
galaktosa, Glukosa, dan asam uronat (Timotiwu,
2002). Jika dilihat dari komponen gula tersebut jelas
terlihat bahwa musilase tersebut terdiri dari pektin
dan hemiselulosa. pektin merupakan komponen
utama dinding sel primer tanaman (Carpita dan
Gibeaut, 1993, Bjrn et al., 2004) dan musilase pada
benih arabidopsis (Bjrn et al., 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
gula yang tereksudasi oleh perkaran kedelai pada saat
mengalami keracunan alumunium, dan mengetahui
pengaruh peningkatan konsentrasi alumunium
terhadap
eksudasi
perakaran
kedelai.
Terindentifikasinya gula yang tereksudasi dari
perakaran kedelai diharapkan diperoleh pengetahuan
dasar mekanisme toleransi tanaman terhadap
keracunan alumunium, proses simbiosis tanaman
dengan mikroorganisme tanah, dan pengembangan
pengetahuan mikroorganisme pada lingkungan
tumbuh tanaman untuk pengendalian hama dan
penyakit tumbuhan atau obat-obatan (biohayati).
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium benih
dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung dan Laboratorium Penelitian
dan Pengujian Terpadu, Universitas Gadjah Mada
dari bulan Februari hingga Oktober 2006.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kedelai varietas Slamet yang merupakan
varietas yang tahan terhadap keracunan Al dan
varietas Burangrang yang rentan terhadap cekaman
Al. Konsentrasi Al dalam bentuk AlCl3 terdiri dari 0
mM (kontrol atau tanpa keracunan), 0,5 mM; dan 1
mM yang berasal dari AlCl3.6H2O. Seluruh taraf Al
tersebut diterapkan pada kedua varietas kedelai.
Bahan lain sebagai sumber pertumbuhan tanaman
menggunakan larutan Hoagland, antibiotik berupa
penisilin, akuabides, Benlate-T, dan pupuk pelengkap
cair.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka
rancangan perlakuan disusun secara faktorial (3x2).
Faktor pertama berupa perlakuan terstruktur
bertingkat yang terdiri dari konsentrasi AlCl3.6H2O
0mM (A0); 0,5 mM (A1); dan 1,0 mM (A2). Faktor
kedua berupa varietas kedelai Slamet (V1) dan

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
Burangrang (V2). Kombinasi perlakuan diterapkan
dalam satuan percobaan berupa mist culture box
dengan rancangan petak terbagi dalm rancangan
kelompok teracak sempurna (RPT-RKTS).
Setiap konsentrasi Al diterapkan pada mist
culture box sebagai petak utama yang ditanami benih
kedelai varietas Slamet dan Burangrang masingmasing sebanyak 25 butir benih sebagai petak anak.
Agar memenuhi asumsi sebagai data yang
sahih, maka dilakukan pengujian terhadap
homogenitas ragam dengan uji Bartlett, dan
pengujian terhadap kemenambahan data dengan uji
Tukey. Setelah asumsi kesahihan data terpenuhi,
maka dilakukan analisis ragam. Pengujian terhadap
perbedaan hasil eksudat di antara kedua varietas
menggunakan standard error of means (SE) dengan
rumus:
SE =

s/ n

Penelitian menggunakan teknik aeroponic


growth system (Taiz dan Zeiger, 2006). Benih
kedelai ditumbuhkan pada bak perkecambahan.
Selanjutnya dari bawah bak perkecambahan
dihembuskan secara berkala nutrisi tanaman yang
telah ditambahkan Al sesuai dengan konsentrasi
perlakuan yang diterapkan.
Benih kedelai disterilisasi dengan menggunakan 3 mg Benlate-T per 1 g benih. Kemudian benih
dikecambahkan pada kertas tisu yang dilembabkan
dengan 60 ml air destilata dan disimpan dalam ruang
gelap selama 2 hari. Benih yang berkecambah
dipindahkan ke mist culture box berukuran 28x20x18
cm. Larutan Hoaglan yang diperkaya dengan 3 mg/l
penisilin dalam mist culture box diembunkan dengan
menggunakan mist generator. Benih kedelai tersebut
tumbuh pada suhu ruang sekitar 25oC selama 15 hari
dengan perbandingan pemberian cahaya dan gelap
16:8 jam.
Setelah 15 hari akar kedelai dipanen dan dicuci
bersih menggunakan akuabides selama 15 menit dan
hasil pencucian merupakan fraksi eksudat gula larut
dalam air.(gula netral) atau fraksi DW. Selanjutnya
akar kedelai tersebut dicuci kembali menggunakan
300 ml larutan oksalat 30 mM (OXA) untuk
mendapatkan gula bersifat asam seperti asam uronat
selama 15 menit. Hasil pencucian merupakan fraksi
OXA. Fraksi DW disaring menggunakan gelas filter
lalu dipanaskan hingga 100oC selama 10 menit untuk
menonaktifkan mikroorganisme dan enzim glikanase
yang mungkin dikeluarkan akar. Volume fraksi DW
dan OXA dibuat lebih konsentrat dengan cara
invacuoo.
Jenis gula yang tereksudasi di dalam kedua
fraksi (DW dan OXA) dianalisis menggunakan
HPLC dengan detektor refraktif index (RI detektor).
Kolom pemisah yang digunakan adalah sugar pack

column. Gula kemudian dielusi dengan menggunakan


akuabides sebagai fasa bergerak dengan kecepatan
aliran 0,8 ml/menit. Sebelum sampel diinjeksikan ke
HPLC terlebih dahulu disaring menggunakan kertas
millipore no 42 (Whatman paper). Sampel sebanyak
2 ml dan disaring ulang dengan menggunakan millex
0,45 m. Sampel yang diinjeksikan ke HPLC
sebanyak 20 l. Sebagai standar pembuktian gula
yang tereksudasi, maka digunakan pembanding
standar yaitu D-Glukosa dan D-Galaktosa (Sigma
Aldrich).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua
varietas kedelai mengeksudasi gula netral seperti
glukosa (Glc) dan galaktosa (Gal) dalam jumlah yang
berbeda seiring dengan peningkatan konsentrasi
alumunium di dalam larutan, sedangkan hasil
pengujian terhadap gula netral lainnya lainnya seperti
arabinosa, fukosa, silosa, ramnosa, dan manosa tidak
terdeteksi.
Total Glc yang tereksudasi varietas Slamet
sebesar 639,23 g. g-1 bahan kering, sedangkan
varietas Burangrang sebesar 899,41 g.g-1 bahan
kering pada kedua fraksi (DW dan OXA) (Gambar
1). Untuk fraksi DW, eksudat Glc yang terdeteksi
hanya pada konsentrasi tanpa Al, sedangkan pada
konsentrasi 0,5 dan 1,0 mM, eksudat Glc tidak
terdeteksi. Gambar 1 memperlihatkan kandungan
Glc pada eksudat varietas Slamet sebesar 118,73
g.g-1 bahan kering, sedangkan varietas Burangrang
sebesar 271,01 g.g-1 bahan kering. Eksudat Gal
terlihat pada fraksi OXA dan total galaktosa (Gal)
yang dieksudasi perakaran kedelai varietas Slamet
sebesar 404,78 g dan varietas Burangrang sebesar
489,85 g.g-1 bahan kering. (Gambar 2).
Pencucian perakaran kedelai pada fraksi OXA
memperlihatkan eksudat Glc dan Gal terdeteksi pada
seluruh konsentrasi Al. Di samping itu, terdapat pola
eksudasi Glc dan Gal yang berbeda antara varietas
Slamet dan varietas Burangrang. Pada varietas
Slamet, eksudasi Glc dan Gal terdapat peningkatan
kuantitas eksudat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi Al, tetapi pada varietas Burangrang, Glc
dan Gal yang tereksudasi semakin menurun seiring
dengan peningkatan konsentrasi Al (Gambar 3 dan
4).
Gambar 14 memperlihatkan pencucian
permukaan akar dengan akuabides dan asam oksalat
bertujuan untuk melarutkan gula tereksudasi dalam
bentuk yang tidak terikat (loosely bound sugars)
maupun bentuk gula yang terikat secara ionik
(ionically bound sugars).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa eksudat gula yang terdeteksi
dengan menggunakan HPLC berupa Glc dan Gal.
Eksudat Glc terdeteksi dalam larutan aquabides,

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

31

Glukosa (g).g-1 bahan kering

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai

OXA
OXA

DW
DW

Slamet

Burangrang

Galaktosa (g.g-1 bahan kering) )kering)

Gambar 1. Total Glukosa yang dieksudasi perakaran kedelai pada fraksi DW dan OXA untuk varietas
Slamet dan Burangrang

Slamet

Burangrang

Gambar 2. Total Galaktosa yang dieksudasi oleh perakaran kedelai varietas Slamet dan Burangrang pada
fraksi OXA

32

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
Gal tidak terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa
Glc yang terlarut dalam larutan akuabides merupakan
gula tidak terikat dengan bobot molekul rendah
maupun tinggi. Demikian juga dalam larutan 30 mM
asam oksalat, terdapat kandungan Glc. Glc yang
terdapat pada larutan oksalat merupakan Glc dalam
bentuk terikat secara ionik dalam bentuk bobot
molekul rendah maupun tinggi. Tidak terdeteksinya
Gal dalam larutan akuabides membuktikan bahwa
Gal yang tereksudasi bukan dalam bentuk Gal yang
bebas atau tidak terikat. Gal hanya terdeteksi dalam
larutan asam oksalat berarti Gal tereksudasi
seluruhnya merupakan Gal yang terikat secara ionik.
Kemungkinan besar eksudat Glc dan Gal berupa
monomer. Hasil penelitian Timotiwu (2002)
menggunakan GC-MS memperlihatkan bahwa
kandungan Glc dan Gal yang dieksudasi dari
perakaran kedeleai didominasi oleh T-Glc (terminal
Glukosa) dan T-Gal (terminal galaktosa).
Kandungan Glc pada eksudat akar kedelai
kemungkinan besar berasal dari hasil degradasi
dinding sel primer yang kaya akan selulosa selama
tertumbuhan akar. Keberadaan eksudat Glc dan Gal
juga menggambarkan adanya pektin dan siloGlckan,
meskipun silosa tidak terdeteksi dalam penelitian ini.
Brett dan Waldron (1996) menyatakan bahwa
dinding sel primer gymnospermae dan dikotil
mengandung polisakarida yang kaya akan pektin dan
siloglukan. Berdasarkan laporan Cline dan
Albersheim (1981) menyatakan bahwa dinding sel
kedelai mengandung -Glukosidase yang dapat
mendegradasi glukan. Di samping itu kemungkinan
juga terjadi sekresi siloglukan. Tidak terdeteksinya
gula selain Glc dan Gal disebabkan sistem
penanaman dengan mist culture dapat mengurangi
sekresi tanaman sehingga eksudat gula yang
dikeluarkan tanaman juga sedikit.
Hal yang menarik dari penelitian ini adalah
pengaruh Al dalam media terhadap eksudat Glc dan
Gal yang dieksudasi perakaran kedelai dari masingmasing varietas. Ternyata semakin tinggi konsentrasi
Al menyebabkan eksudat Glc dan Gal pada varietas
Slamet semakin tinggi, sebaliknya pada varietas
Burangrang semakin rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa varietas Slamet lebih toleran dibandingkan
varietas Burangrang dan sesuai dengan deskripsi dari

kedua varietas tersebut. Dengan meningkatnya


eksudat Glc dan Gal pada varietas Slamet
mengindikasi bahwa varietas Slamet masih
melakukan proses pembelahan dan pemanjangan sel,
sebaliknya semakin rendah eksudat Glc dan Gal yang
tereksudasi memperlihatkan terhambatnya proses
pertumbuhan perakaran kedelai. Sesuai pendapat
Samac dan Tesfaye (2003) bahwa ion-ion Al dalam
konsentrasi mikromolar secara cepat menghambat
pertumbuhan akar. Penelitian Hoa et al., (1994)
memperlihatkan bahwa Al menyebabkan perubahan
metabolisme polisakarida dinding sel pada daerah
pemanjangan dan bukan pemanjangan. Pada waktu
pembentukan dinding sel baru terjadi pembentukan
matriks polisakarida yang berasal dari penggabungan
Glc dalam bentuk rantai panjang. Hal ini sesuai
pendapat Foy dalam Rout et al., (2001) bahwa
terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel
menyebabkan terjadinya peningkatan rigiditas sel
melalui peningkatan pembentukan ikatan silang
pektin pada dinding sel. Menurut Delhaize dan Ryan
(1995) dan Kochian (1995), bentuk Al yang dapat
menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar
adalah Al(OH)2+ dan Al(H2O)3+. Penelitian lain yang
menunjang hasil penelitian ini adalah penelitian Hoa
et al., (1994) yang memperlihatkan bahwa Al dapat
menyebabkan peningkatan pektin, hemiselulosa, dan
selulosa dinding sel setelah 3 jam perlakuan Al
diterapkan.
Selain itu pengaruh Al dalam
peningkatan kandungan pektin dan hemiselulosa bisa
melalui
dua
kemungkinan
yaitu stimulasi
pembentukan dan penghambatan degradasi polisakarida. Hambatan terhadap proses degradasi
polisakarida menyebabkan akumulasi polisakarida
nonselulosa seperti pektin dan hemiselulosa pada
dinding sel. Degradasi pektin dan hemiselulosa
merupakan prasyarat pembentukan auksin yang akan
menstimulir pemanjangan sel (Sakurai, 1991).
Terhambatnya degradasi polisakarida pada dinding
sel menyebabkan eksudasi Glc dan Gal menurun,
sedangkan
pada
varietas
Slamet
proses
penghambatan degradasi polisakarida dapat Bukti
lain bahwa varietas Slamet lebih toleran terhadap
penghambatan degradasi polisakarida nonselulosa
yaitu pola eksudasil Glc dan Gal yang meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi Al.

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

33

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
Burangrang

Glukosa (g).g-1 bahan kering

Slamet

0,5

1,0

0,5

1,0

Konsentrasi Alumunium (mM)

Galaktosa (g.g-1 bahan kering) )kering)

Gambar 3. Pebedaan pola eksudasi Glukosa pada varietas Slamet dan Burangrang setelah dicuci dengan 30
mM OXA pada berbagai konsentrasi Al
Burangrang

Slamet

0,5

1,0

0,5

1,0

Konsentrasi Alumunium (mM)


Gambar 4. Pebedaan pola eksudasi Galaktosa pada varietas Slamet dan Burangrang setelah dicuci dengan
30 mM OXA pada berbagai konsentrasi Al

34

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan, analisis data hasil
penelitian, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut (1) gula tereksudasi perakaran
kedelai varietas Slamet dan Burangrang didominasi
oleh glukosa dan galaktosa. Kedua jenis gula
tersebut merupakan komponen utama polisakarida
nonselulosa yang terdapat pada dinding sel, (2) pola
eksudasi gula di antara kedua varietas berbeda.
Varietas Slamet yang relatif toleran terhadap
keracunan Al karena glukosa dan galaktosa
tereksudasi
meningkat,
sedangkan
varietas
Burangrang kurang toleran terhadap keracunan Al
karena glukosa dan galaktosa tereksudasi semakin
menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
Al.
DAFTAR PUSTAKA
Bacic, A., Harris, P.J. dan Stone, B.A. 1996.
Structure and Funcion of Plant Cell Walls. In
Preiss, J. eds., The Biochemistry of Plants.
Academic Press Inc. San Diego, California.
Pp. 297358
Bjrn, U., Anja, M. K., Rosso, M.G., Eckermann, N.,
dan Pauly, M. 2004. Rhm2 is involved in
mucilage pectin synthesis and is required for
the development of the seed coat in
arabidopsis. Plant Physiol. 134(1): 286295
Brett, C.T. dan Waldron, K.W. 1996. Physiology
and Biochemistry of Plant Cell Walls.
Chapman and Hall. London
Cline, K. dan Albersheim, P. 1981. Host-pathogen
interaction. XVI. Purification and characterization of b-glucosyl hydrolase/ transferase
present in the walls of soyben cells. Plant
Physiol. 68:207220.
Curl, A.E. dan Truelove, B. 1986. The Rhizosphere.
Springer-Verlag. Berlin. p. 288.
Delhaize, E. dan Ryan, P.R. 1995. Aluminum
toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol.
107:315321.
Fan T.M.W., Lane, A.N, Pedller, J., Crowley, D., dan
Higashi, R.M. 1997. Comprehensive analysis
of organic ligand in whole root exudates using
nuclear magnetic resonance and gas
chromatography-mass spectrometry.
Anal.
Biochem. 251:5768.
Gibeaut D.M. dan Carpita N.C. 1993. Structural
models of primary cell wall in flowering
plants: consistency of molecular structure with
the physical properties of the walls during
growth. Plant J. 3(1): 130
Hale, M.G. dan Moore, L.D. 1979. Factors affecting
root exudates II. 19701978. Adv. Agron.
31:93124

Hoa-Le-Van, Kuraishi, S., dan Sakurai, N. 1994.


Aluminum-induced rapid root inhibition and
chages in cell wall components of squash
seedlings. Plant Physiol. 106:971--976
Horst, W.J. Wagner, A., dan Marschner, H, 1982.
Mucilage protectans root meristems from
alumunium injury. Z.Pfanzenphysiol. 105:435
- 444
Jaeger III, C. H., Lindow, S. E., Miller, W., Clark. E.,
dan Firestone, M.K. 1999. Mapping of sugar
and amino acid availability in soil around roots
with bacterial sensors of sucrose and tryptophan. Appl. Environ.Microbiol. 65:2685 2690
Kinraide, T. B. 1997. Reconsidering the rhizotoxicity of hydroxyl, sulphate, and fluoride
complexes of aluminum. J.Exp.Bot. 48:1115 1124
Kochian, K.V. 1995.
Cellular mechanisms of
aluminum toxicity and resistance in plants.
Annu.Rev.Plant Physiol.Mol.Biol. 46:237- 260
Lamb, C. J., Lawton, M. A., Dron, M., dan Dixon, R.
A. 1989. Signal and transduction mechanisms
for activation of plant defense against
microbial attack. Cell 56:215-234
Lynch, J.M. dan Whipps, J. M. 1990. Substrate flow
in the rhizosphere. Plant Soil 129:1-10
Meharg, A. A. dan Killham, K. 1995. Loss of
exudates from the roots of perenial ryegrass
inoculated with a range of microorganism.
Plant Soil 170:345-349
D. Mohnen. 2008. Pectin structure and synthesis.
Curr. Opin. Plant Biology 11: 266-277
Oades, J. M. 1978. Mucilages at root surfaces.
J.Soil Sci. 29:1-16.
Pietraszwska, T. M. 2001. Effect of aluminum on
plant growth and metabolism. Acta Biochim.
Polonika 48(3):673--686
Roschina, V. V. dan Roschina, V. D. 1993. The
Excretory Function of Higher Plants. Springer
-Verlag. Berlin-Heidelberg. p. 311
Rout, G. R., Samantaray, S., dan Das, P. 2001.
Aluminum toxicity in plants: A review.
Agronomie 21. INRA, EDP Science. P. 321
Rovira, A.D. 1970. Plant root exudates, Bot.Rev.
35:3557
Sakurai, N. 1991. Cell wall function in growth and
development: A physical and chemical point of
view. Bot. Mag. 104:235--251
Samac, D. A. dan Tesfaye, M. 2003. Plant
improvement for tolerance to aluminum in acid
soils: A review. Plant Cell Tissue and Organ
Culture 75:189--207
Taiz, L. dan Zeiger, E. 2003. Plant Physiology 4th
Ed. Sianuer Associates Inc., Pub. Sunderland,
Massachusetts

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

35

Timotiwu: Pengaruh keracunan alumunium terhadap eksudasi gula oleh perakaran kedelai
Timotiwu, P. B. dan Sakurai, N. 2002. Identification of mono-, oligo-, and polysaccharides
secreted from soybean roots. J. Plant Res.
115:77--85

Walker T.S., H. Pal Bais, E. Grotewold, dan J. M.


Vivanco. 2003. Root Exudation and Rhizosphere Biology. Plant Physiol. 132:4451.
Walton, J.D. 1994. Deconstructing the cell wall.
Plant Physiol. 104:11131118.
o

36

Jurnal Agrotropika 15(1): 29 - 36, Januari Juni 2010

Anda mungkin juga menyukai