Study Aids & Test Prep">
C050202 PDF
C050202 PDF
C050202 PDF
Alamat
Jl. Ir. Suta
Tel. & Fa
e-mail: bi
PENDA
Pada
Rakyat d
Rakyat,
bahan
dikemba
di lapan
peningk
pengolah
dihasilka
sebagai m
logi 5 (2): 51-5
korespondensi
ami 36A, Surakart
ax.: +62-271-664178
iology@mipa.uns.
AHULUAN
pelaksanaa
dan Program
kedelai tela
pangan su
angkan secar
ngan perlu
atan dan
h kedelai, se
an dapat d
makanan seh
55, Nopember
i:
ta 57126
8.
.ac.id
P
H
T
(
Y
2
D
A
A
a
s
f
o
e
e
t
w
t
a
w
a
m
s
t
3
c
c
o
s
K
p
n Program
m peningkata
ah dipilih se
umber prote
ra serius. D
adanya du
pengemba
ehingga prod
dikonsumsi m
hari-hari.
r 2008, ISSN: 0
Pemanfa
Hasil Tan
The Use of
(Brassica c
YULIADI AS
PT. Bank Neg
Program Bios
57126
Diterima: 8 Ma
ABSTRACT
A tofu indust
are potentially
solid-wet tofu
food, and the
or Chinese ca
examine: (i) T
effect of conc
two methods:
which was us
to be treated w
and 30%, wh
wastes. The n
analyzed. The
means tested
significant. Th
tofu waste fo
325,76%, and
concentration
concentration
of solid tofu w
so it has good
Keywords: p
pollution.
Perbaikan M
an Gizi Mak
ebagai salah
ein yang
Dalam pener
ukungan be
angan ind
duk-produk y
masyarakat
0216-6887
atan Lim
naman Pe
f Tofu Was
chinensis)
SMORO
,
, S
gara Indonesia (
sains, Program P
aret 2008. Dise
try potentially
y causing pol
u can be use
rest is also u
abbage (Brass
The effect of t
entration of t
: independen
ed was exper
with solid and
hile as the co
nutrient conte
e data were a
using Dunca
he result indi
or concentrat
for 30% is
10% is 41,2
30% is 1,75%
waste and its
effect for the
etsai, Brassica
Menu
kanan
satu
akan
apan
erupa
dustri
yang
luas
D
kede
juml
peni
dapa
misa
men
sam
usah
men
(Pra
mbah Tah
etsai (Bra
te to Incre
SURANTO
,
Persero) Tbk. C
Pascasarjana, Un
etujui: 17 Okto
y produced so
llution. A goo
d to make te
used as fertiliz
sica chinensis
tofu wastes fo
tofu waste to
t variable an
riment. 20 pet
d liquid tofu w
ontrol 20 pot
ents both for
analyzed by
an s Multiple
icated that inc
tion 10% is
176,11%. Th
26%, for con
%, compared t
organic mater
e plant growth
a chinensis, to
Dalam peng
elai diharap
lah dan je
ingkatan dal
at menimbu
alnya: menc
ngurangi pen
mpingan atau
ha dibidan
ningkatkan
amudyanto d
hu untuk
assica ch
ease the Yie
, D. SUTOY
Cabang Wonosob
niversitas Sebel
ober 2008.
olid or liquid
od treatment o
empe gembus
zer especially
L.). The aims
or yield of pe
the yield of
nd dependent
tsai plants we
wastes with co
each 1 plan
r the solid an
Anova and th
Range Test (
creasing of pe
94,06%, for
he additional
centration 20
o the control.
rial is higher
h, than liquid
ofu waste, co
gembangan
kan bukan
enis produk
lam jumlah u
ulkan bany
ciptakan lap
ngangguran,
u limbah untu
ng yang
pendapat
dan Nurhasan
Peningk
hinensis)
elds of Pet
YO
bo, Jawa Tenga
las Maret (UNS)
d waste produ
of the wastes
s, cattle food
y for pak choi
s of this rese
etsai plant, an
petsai plant.
variable. Th
ere planted in
oncentration 1
nt was treated
nd liquid wa
he difference
(DMRT) at 5%
etsai yields u
concentration
l of liquid w
0% is 64,34%
. Nitrogen con
than liquid w
waste solutio
oncentration, p
industri p
hanya terba
k saja, teta
unit usahany
yak dampak
pangan ker
memanfaatk
uk peningka
lain, serta
an asli
n, 1991).
katan
tsai
h
) Surakarta
ucts which
s, waste of
d and fish
i or petsai
arch were
nd (ii) the
There are
he method
nto 20 pots
10%, 20%,
d without
astes were
e between
% level of
sing solid
n 20% is
waste for
% and for
ntents (N)
waste one,
on.
production,
pengolah
atas pada
api juga
ya karena
k positif,
rja baru,
kan hasil
atan hasil
a dapat
daerah
Bioteknologi 5 (2): 51-55, Nopember 2008
52
Industri tahu merupakan salah satu industri
pengolah berbahan baku kedelai yang penting di
Indonesia. Tahu merupakan makanan yang
sangat dikenal dan dinikmati oleh banyak
masyarakat Indonesia. Keberadaan industri tahu,
hampir tidak dapat dipisahkan dengan adanya
suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Industri
tahu umumnya dikerjakan secara tradisional dan
dimiliki oleh pengusaha kecil dan menengah. Di
samping keberadaannya yang sangat penting,
industri tahu juga mempunyai dampak yang
cukup penting terhadap lingkungan terutama
masalah limbahnya (Suprapti, 2005).
Kegiatan industri termasuk industri tahu
selalu menghasilkan limbah yang apabila tidak
ditangani secara tepat akan menyebabkan
pencemaran terhadap lingkungan, namun jika
dikelola dengan baik akan menguntungkan. Oleh
karena itu, pengusaha industri tahu harus
menyadari dampak negatif akibat kegiatan
usahanya. Bau busuk dari degradasi sisa-sisa
protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke
seluruh penjuru hingga mencapai radius
beberapa kilometer, air limbah yang meresap ke
dalam tanah dapat mencemari sumur-sumur di
sekitarnya, dan air limbah yang dibuang ke
selokan secara langsung dapat mencemari
sungai, saluran irigasi maupun air untuk
keperluan yang lain (Pramudyanto dan
Nurhasan, 1991; Purnama, 2007).
Industri tahu menghasilkan limbah padat
(kering dan basah) dan limbah cair. Limbah
padat kering industri tahu umumnya berupa
kotoran yang tercampur dengan kedelai,
misalnya: kerikil, kulit dan batang kedelai, serta
kedelai yang rusak/busuk, dan kulit ari kedelai
yang berasal dari pengupasan kering. Limbah
padat basah dari proses pembuatan tahu berupa
ampas yang masih mengandung gizi. Dalam
keadaan baru ampas tahu ini tidak berbau,
namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul
bau busuk secara berangsur-angsur yang sangat
mengganggu lingkungan. Namun, limbah ini
dapat digunakan untuk makanan ternak,
makanan ikan, untuk membuat tempe gembus,
dan sebagai pupuk organik pada tanaman
budidaya terutama sayuran. Sementara limbah
cair yang dihasilkan dari usaha pembuatan tahu
dapat mencapai sepuluh kali volume kedelai
yang diproses. Sebagaimana halnya ampas
kedelai, dalam kondisi baru limbah cair ini tidak
menimbulkan bau, dan baru berbau setelah 12
jam. Namun, limbah cair ini masih dapat
digunakan untuk bahan minuman ternak,
makanan ikan, bahan pembuatan nata de soya,
dan sebagai pupuk organik (Sutejo, 1995;
Purnama 2007).
Di Kelurahan Bumiroso, Kecamatan
Wonosobo, Kabupaten Wonosobo terdapat
delapan belas unit industri pembuatan tahu,
sehingga pengelolaan limbah dari proses
pembuatan tahu ini perlu penangan serius
supaya dampak negatifnya dapat ditekan dan
tidak mengganggu lingkungan. Limbah padat
dari proses pembuatan tahu ini antara lain
digunakan untuk membuat tempe gembus,
pakan ternak, pakan ikan dan untuk pupuk pada
tanaman pertanian. Sedangkan limbah cairnya
dimanfaatkan untuk pakan ikan seperti mujair,
lele dumbo, dan nila. Sebagian limbah padat
yang masih tersisa dibuang ke lingkungan secara
langsung, demikian pula sebagian limbah cair
dibuang begitu saja ke saluran air di sekitarnya
(BPS, 2006; Kabupaten Wonosobo, 2007).
Pemanfaatan limbah tahu baik limbah padat
maupun cair sebagai pupuk dalam budidaya
tanaman petsai atau caisim (Brassica chinensis L.),
diharapkan dapat meminimalkan pencemaran
lingkungan dan membuka lapangan pekerjaan
sampingan yang baru. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh limbah tahu
terhadap pertumbuhan persai, serta konsentrasi
terbaik untuk pertumbuhan tanaman tersebut.
BAHAN DAN METODE
Limbah yang digunakan sebagai bahan
penelitian merupakan limbah tahu kedelai padat
dan limbah tahu kedelai cair yang dihasilkan
oleh industri tahu di Kelurahan Bumiroso,
Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo.
Tanah yang digunakan sebagai media tanam
diambil dari tanah tegalan, sebelum dicampur
dengan limbah padat maupun limbah cair
dengan konsentrasi 10%, 20% dan 30%.
Pot berukuran sedang sebagai tempat untuk
tanaman percobaan yang dipersiapkan sebanyak
140 pot. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, yaitu
pupuk limbah tahu padat dan cair.
A1B1: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
padat sebanyak 10%.
A1B2: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
padat sebanyak 20%.
A1B3: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
padat sebanyak 30%.
AoBo: 20 pot sebagai kontrol tanpa pemberian
limbah tahu padat atau cair.
ASMORO dkk. Pengaruh limbah padat dan cair tahu pada Brassica chinensis
53
A2B1: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
cair sebanyak 10%.
A2B2: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
cair sebanyak 20%.
A2B3: 20 pot dengan konsentrasi limbah tahu
cair sebanyak 30%.
Bibit petsai dibeli di toko pertanian dengan
kualitas yang baik.
Tempat penyemaian, dipilih tempat yang
baik untuk penyemaian sebelum bibit-bibit
tersebut dipindahkan ke dalam pot-pot
percobaan.
Cara kerja
Menyiapkan tanah sebagai media tanam
dengan mencampur limbah tahu padat atau
limbah tahu cair dengan konsentrasi masing-
masing 10%, 20% dan 30% yang artinya setiap 1
kg tanah sebagai media tanam dicampur dengan
10%, 20% dan 30% limbah tahu padat atau cair
dari berat tanah, selanjutnya dimasukkan ke
dalam pot percobaan yang sudah diberi tanda.
Agar terjadi proses penguraian, pengikatan dan
pembebasan zat atau unsur hara selama
berlangsung proses pembentukan kompos, pot-
pot yang berisi tanah dan limbah tahu tersebut
didiamkan selama 1-2 minggu. Sambil
menunggu proses pembentukan kompos,
dipersiapkan pula bibit yang disemaikan pada
tempat persemaian, setelah kurang lebih 1-2
minggu kecambah berdaun 2-5 helai, bibit sudah
siap untuk dipindahkan kedalam pot. Selama
proses pertumbuhan dilakukan pemeliharaan
dengan melakukan penyiangan dan penyiraman
sampai tanaman siap panen, yaitu 40 hari setelah
tanam (Sumaryo, 1988; Rukmana, 1994; Sugito
dkk., 1995). Setelah petsai berusia 40 hari
dilakukan pemanenan, diikuti penimbangan
tanpa akar, yaitu seluruh petsai basah tanpa akar
ditimbang untuk mengetahui bobot.
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan
analisis sidik ragam (Anava) dua jalur dan untuk
mengetahui perlakuan yang berbeda nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan s Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Hara
Komposisi unsur hara pada limbah tahu
padat dan cair dianalisis di Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan
dibanding dengan kompos padat Green Valley
produksi Lembah Hijau Multi Farm, Research
Station, Solo dan kompos cair Tristan produksi
Transtechnology (Tabel 1).
Dari hasil analisa limbah tahu padat dan cair
tersebut diketahui bahwa kandungan N
(nitrogen) limbah tahu padat lebih tinggi yaitu
rata-rata 1,24% dibandingkan dengan limbah
tahu cair, yaitu rata-rata 0,27%. Kandungan
protein limbah tahu padat juga lebih tinggi yaitu
rata-rata 7,72% dibandingkan dengan limbah
tahu cair yaitu rata-rata 1,68%.
Tabel 1. Hasil analisis komposisi unsur hara pada
limbah tahu padat dan cair dari Wonosobo.
Parameter
Limbah
padat
tahu
kedelai
Kompos
padat
Green
Valley
Limbah
cair tahu
kedelai
Kompos
cair
Tristan
N (%) 1,24 1,44 0,27 0,42
P
2
O
5
(ppm) 5,54 2,37 228,85 0,28
K
2
O (%) 1,34 3,03 0,29 0,08
Protein (%) 7,72 - 1,68
Lemak (%) - - -
Karbohidrat
(%)
- - -
Apabila dibandingkan dengan kompos padat
Green Valley dan kompos cair Tristan maka
kandungan nitrogennya hampir sama yaitu
limbah tahu padat 1,24%, kompos padat Green
Valley 1,44%, dan limbah tahu cair 0.27%,
kompos cair Tristan 0.41%
Unsur N sangat penting sebagai komponen
utama dalam sintesa protein yang dilakukan oleh
sel tumbuhan, sedangkan protein merupakan
senyawa yang sangat penting bagi organisme
untuk pertumbuhan termasuk tanaman petsai.
Protein dalam limbah tahu padat maupun
limbah tahu cair dalam tanah jika terurai oleh
mikroba tanah juga akan melepaskan senyawa N
yang akhirnya akan diserap oleh akar tanaman
(Engelstad, 1997; Harjowigeno, 1987).
Dari uraian tersebut maka limbah tahu padat
lebih baik digunakan sebagai pupuk organik
tanaman dibandingkan dengan limbah tahu cair.
Hasil Berat Basah Petsai dengan Limbah Padat
Jumlah petsai basah tanpa akar pada setiap
perlakuan ada 20 buah. Bobot petsai basah tanpa
akar dengan pupuk limbah tahu padat kadar
10% mempunyai rentang nilai 6,1-10,2 dengan
rata-rata 8,33. Untuk bobot petsai basah tanpa
Bioteknologi 5 (2): 51-55, Nopember 2008
54
akar dengan pupuk limbah tahu padat kadar
20% mempunyai rentang nilai 10,3-29,2 dengan
rata-rata 18,27, sedangkan bobot petsai basah
tanpa akar kadar limbah padat 30% mempunyai
rentang nilai 6,2-25,4 dengan rata-rata 11,85.
Hasil perlakuan limbah tahu padat dengan
beberapa konsentrasi terhadap bobot petsai
basah tanpa akar ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil perlakuan limbah tahu padat dengan
beberapa konsentrasi terhadap bobot Petsai basah
tanpa akar (dalam gram) pada umur 40 hari.
Konsen-
trasi
Jumlah
data
Bobot
terendah
Bobot
tertinggi
Rata-
rata
SD
%
Bobot
Limbah
padat
10% 20 6,1 10,2 8,33 1,26 94,06
20% 20 10,3 29,2 18,27 5,89 325,76
30% 20 6,2 25,4 11,85 4,34 176,11
Limbah cair
10% 20 3,7 8,2 5,66 1,67 41,26
20% 20 4,2 9,8 7,05 1,74 64,34
30% 20 3 6 4,37 0,82 1,75
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat
konsentrasi 10% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar nampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 8,0-8,9, gram
sebanyak 6 batang atau sebesar 30% sedangkan
nilai terendah diperoleh pada kisaran 10,0-10,9,
gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%.
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat
konsentrasi 20% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar nampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 10-13, gram dan
18-21 gram sebanyak 6 batang atau sebesar 30%
sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran
22-25 gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%.
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu padat
konsentrasi 30% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar nampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 10-13, gram
sebanyak 9 batang atau sebesar 45% sedangkan
nilai terendah diperoleh pada kisaran 18-21,
gram sebanyak 0 batang atau sebesar 0%.
Hasil Berat Basah Petsai dengan Limbah Cair
Hasil berat basah petsai tanpa akar dengan
pupuk limbah tahu cair kadar 10% mempunyai
rentang nilai 3,7-8,2 dengan rata-rata 5,66. Hasil
berat basah petsai tanpa akar dengan pupuk
limbah tahu cair kadar 20% mempunyai rentang
nilai 4,2-9,8 dengan rata-rata 7,05, sedangkan
hasil berat basah petsai tanpa akar dengan
pupuk limbah tahu cair kadar 30% mempunyai
rentang nilai 3-6 dengan rata-rata 4,22.
Hasil perlakuan limbah tahu cair dengan
beberapa konsentrasi terhadap bobot petsai
basah tanpa akar ditunjukkan pada Tabel 2. Dari
hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair
konsentrasi 10% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar nampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 5.0-5.9, gram
sebanyak 7 batang atau sebesar 35% sedangkan
nilai terendah diperoleh pada kisaran 3.0-3.9,
gram sebanyak 1 batang atau sebesar 5%.
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair
konsentrasi 20% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar nampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 6.4-7.5 gram dan
7.6-8.7 gram sebanyak 5 batang atau sebesar 25%
sedangkan nilai terendah diperoleh pada kisaran
5.2-6.3 gram sebanyak 2 batang atau sebesar 10%.
Hasil perlakuan pupuk limbah tahu cair
konsentrasi 30% terhadap bobot basah petsai
tanpa akar tampak bahwa persentase nilai
tertinggi diperoleh pada kisaran 3.7-4.3 gram
sebanyak 7 batang atau sebesar 35% sedangkan
nilai terendah diperoleh pada kisaran 5.8-6.4
gram sebanyak 1 batang atau sebesar 5%.
Kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam
yang ditandai dengan meningkatnya konsumsi
produk pangan organik, telah mendorong
pengembangan sistem pertanian organik secara
luas. Selain lebih aman bagi lingkungan, pupuk
organik terbukti dapat menggatikan pupuk
kimia yang dalam beberapa dekade terakhir
digunakan secara luas sejalan dengan revolusi
hijau yang didorong PBB. Pengkajian manfaat
pupuk organik dalam peningkatan produksi
tanaman petsai telah banyak dilakukan, misalnya
penggunaan pupuk urin sapi (Sutaryono, 2008),
pupuk kompos Azolla (Ermawati, 2005), pupuk
kasting (Permana 2001), pupuk organik yang
difermentasi dengan Plasmodiophora brassicae
(Hadiwiyono dkk., 2000), serta sampah
perkotaan (Huang 2006). Dalam penelitian ini,
penggunaan limbah tahu terbukti meningkatkan
hasil panenan persai; penambahan limbah tahu
padat pada konsentrasi 20% meningkatkan hasil
hingga tiga kali lipat (325,76%).
KESIMPULAN
Kandungan hara pada limbah tahu padat dan
cair masing-masing sebesar: N (1,24% dan
0,27%), P
2
O
5
(5,54 ppm dan 228,85 ppm), dan
K
2
O (1,34% dan 0,29%). Pemberian limbah tahu
ASMORO dkk. Pengaruh limbah padat dan cair tahu pada Brassica chinensis
55
padat atau cair mampu meningkatkan hasil
petsai secara nyata. Konsentrasi limbah tahu
padat 20% memberikan peningkatan hasil yang
terbaik, yaitu terjadi peningkatan hasil petsai
sebesar tiga kali lipat.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2006. Wonosobo Dalam Angka 2006. Wonosobo: Badan
Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo.
Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk.
Edisi ketiga. Penerjemah: Goenadi, D.H. da B.
Radjagukguk. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitu
Press.
Ermawati, F. (2005). Pengaruh Beberapa Macam Pupuk Daun
serta Dosis Kompos Azolla terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Pakchoy (Brassica chinensis). Malang:
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah.
Hadiwiyono, B. Pujiasmanto, M. Rahayu (2000) Pengaruh
Fermentasi dalam Air Sisa Tanaman Sakit terhadap
Propagul Patogen Akar gada (Plasmodiophora brassicae
Wor.) dan Penggunaannya sebagai Pupuk Caisin (Brassica
chinensis L.). Jurnal Agrosains 2 (1): 23-29.
Handayani, Prawito dan Bustaman. 2007. Penanganan air
limbah tahu melalui pengembangan model usaha
industri Nata De Soya di Kotamadya Bengkulu.
Bengkulu: Fak. Pertanian UNIB.
Harjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediatama Sarana
Prakarsa. Jakarta.
Huang, H. (2006) Pemanfaatan Sampah Organik Kota Sebagai
Kompos dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan
Tanaman Pakchoi (Brassica chinensis L). Bogor: Jurusan
Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor.
Kabupaten Wonosobo. 2007. Data Monografi Desa Bumiroso
Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo: Kantor Desa Bumiroso
Permana, H.W. (2001). Tingkat Pertumbuhan Pakchoy
(Brassica chinensis) yang ditanam secara Hidroponik dan
Non-Hidroponik. Bogor: Jurusan Biologi FMIPA Institut
Pertanian Bogor.
Pramudyanto dan Nurhasan. 1991. Penanganan Limbah Pada
Pabrik Tahu. Semarang: Yayasan Bina Karya Lestari.
Purnama. 2007. Pra-rancangan Instalasi Pengolahan
AirLimbah Tahu Studi Kasus Pabrik Tahu Desa Desa
Tempelsari Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo
Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Pusteklin. 2002. Penelitian Dasar Teknologi Tepat Guna
Pengolahan Limbah Cair. Yogyakarta: Pusteklin.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai & Sawi. Yogyakarta:
Kanesius
Sugito, Y,. Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1995. Sistem Pertanian
Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Sumaryo, 1988. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Fakultas
Pertanian. UNS. Surakarta.
Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius.
Sutaryono, M. (2008). Pertumbuhan dan nilai gizi tanaman
caisim (Brassica chinensis L.) dengan pemberian pupuk
fosfor dan urin sapi. Tesis. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka
Cipta.