[go: up one dir, main page]

Pada tanggal 18 November 1302, Paus Bonifasius VIII mengeluarkan Bulla kepausan Unam sanctam[1] yang para ahli sejarah menganggapnya sebagai salah satu pernyataan kekuasaan spiritual Sri Paus yang paling keras yang pernah dikeluarkan. Dokumen aslinya telah hilang namun sebuah versi teks ini dapat ditemukan di daftar buku Bonifasius VIII di Arsip Rahasia Vatikan. Dokumen ini lahir akibat dari konflik antara Sri Paus dan Raja Philip IV dari Prancis atas usaha-usaha kedua belah pihak untuk menghalangi pihak lainnya menerima pembayaran pajak.

Yang paling penting, bulla ini menyatakan "di luar gereja tidak terdapat penyelamatan maupun pengampunan dosa". (Lihat Extra Ecclessiam Nulla Salus) Hal ini merupakan sebuah bentuk keras dari konsep yang dikenal dengan nama "plenitudo potestatis" atau kebesaran kekuasaan; ia menyatakan bahwa mereka yang menolak Uskup Roma berarti menolak pentahbisan Tuhan (Collins 2001).

Bulla ini juga menyatakan bahwa Gereja harus bersatu, bahwa Sri Paus adalah satu-satunya kepala Gereja yang mutlak: "Oleh karena itu, dari satu dan satu-satunya Gereja terdapat satu tubuh dan satu kepala, bukan dua kepala seperti suatu monster." Dinyatakan pula, "Kita diberi pengetahuan oleh tulisan-tulisan Injil bahwa di dalam gereja ini dan di dalam kekuasaan gereja adalah dua bilah pedang yang bernama perihal rohani dan perihal duniawi." Pedang-pedang yang dirujuk adalah rujukan tradisional pada pedang-pedang yang dihunus oleh para rasul saat Yesus Kristus ditangkap, yang konon diceritakan dimakamkan di samping Rasul Petrus (Catholic Encyclopedia). Para teolog pertama percaya bahwa apabila terdapat dua pedang maka salah satu harusnya tunduk pada yang lain. Hal ini kemudian menjadi sebuah tangga hierarki spiritual: perihal rohani menilai perihal duniawi "berdasarkan kebesaran dan keagungannya (Catholic Encyclopedia), sementara kekuasaan rohani yang rendah dinilai oleh kekuasaan rohani yang lebih tinggi, dan seterusnya (Collins 2000). Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kekuasaan duniawi harus tunduk pada kekuasaan rohani: "Dengan kebenaran sebagai saksi kami, adalah kekuasaan rohani yang mendirikan kekuasaan duniawi dan yang menilai apakah kekuasaan duniawi tersebut tidak berjalan dengan baik."

Pranala

sunting
  1. ^ Bulla ini dinamai sesuai dengan kata-kata pertamanya: Unam sanctam ecclesiam catholicam et ipsam apostolicam urgente fide credere cogimur et tenere, nosque hanc firmiter credimus et simpliciter confitemur, extra quam nec salus est, nec remissio peccatorum... ("Kami terdorong, dengan iman kami mendesak kami, untuk percaya dan memegang teguh - dan kami percaya dan bersaksi dengan sungguh-sungguh - bahwa hanya ada satu gereja Katolik dan Apostolik yang kudus, dan di luarnya tidak terdapat penyelamatan ataupun pengampunan dosa...").
  • Collins, Paul (2000). Upon this Rock: the Popes and Their Changing Role. Melbourne UP. hlm. 150–154. 
  • Alighieri, Dante (1998). Monarchia. Diterjemahkan oleh Richard Kay. Pontifical Institute of Mediaeval Studies. 
  • Duffy, Eamon (2002). Saints and Sinners: a History of the Popes. Yale UP. hlm. 158–166. 
  • Romanus, Egidius (2004). On Ecclesiastical Power. Diterjemahkan oleh R.W. Dyson. Columbia UP. 

Pranala luar

sunting