[go: up one dir, main page]

Gereja Metodis

gereja di Inggris

Gereja Methodis berkembang dari Gereja Anglikan di Inggris. Karena Indonesia tidak banyak mendapatkan pengaruh Inggris, maka Gereja Methodis di Indonesia pun tidak begitu besar. Lain halnya dengan negara-negara lain yang pernah menjadi wilayah kekuasaan Inggris, Gereja Methodis umumnya berkembang cukup besar. Di Malaysia, Singapura, Fiji, Papua Niugini, Australia, dll., misalnya, Gereja Methodis adalah Gereja Protestan terbesar. Dengan jumlah anggota sekitar 20 juta orang yang tersebar di berbagai kelompok, Gereja Methodis diperkirakan adalah Gereja Protestan terbesar kedua di Amerika Serikat setelah Gereja Baptis.

Gereja Metodis di Johor, Malaysia.

Teologi

sunting

Secara teologis, Gereja Methodis mengikuti garis teologi yang dikembangkan oleh John Wesley yang mengikuti pandangan Arminian (Jacobus Arminius) dalam hal Urutan Proses Keselamatan (Ordo Salutis). Bedanya Arminian dan Calvinis adalah tentang kebebasan manusia dalam menerima karunia keselamatan. Calvinis percaya bahwa manusia tidak punya kehendak bebas dalam hal ini, jadi kalau Tuhan mau menyelamatkan seseorang, orang itu tidak bisa menolak. Arminian percaya bahwa Tuhan mau menyelamatkan semua orang dan memberi kebebasan untuk menerima atau menolak keselamatan kepada manusia.

Sejarah

sunting

John Wesley adalah seorang pendeta Anglikan di Inggris. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga besar. John Wesley adalah anak ke-14 di dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang pendeta miskin, tetapi John berhasil belajar di Universitas Oxford dan menjadi pendeta. Selama itu, ia berusaha menemukan kepuasan imannya dengan jalan melakukan semua perintah agama serta aturan Gereja secara ketat. Namun pada suatu persekutuan doa di Aldersgate di Inggris pada tanggal 24 Mei 1738, ia merasakan ada sesuatu di dalam hatinya yang membakar dirinya. Saat itu ia merasa diingatkan oleh kata-kata Rasul Paulus di dalam Surat Roma bahwa ia tidak mungkin menemukan kesempurnaan imannya dan keteduhan kehidupannya selain melalui iman kepada kasih Allah.

Sejak itu John Wesley mengajarkan pengalamannya yang baru ini dan banyak orang yang sebelumnya tidak ke gereja mulai tertarik akan ajarannya. Banyak orang yang meminta Wesley untuk mengajar dan mengarahkan kehidupan dan iman mereka. Wesley mengumpulkan orang-orang ini dalam “persekutuan-persekutuan untuk berdoa bersama, mendengarkan firman, dan saling mengawasi di dalam kasih, agar mereka dapat mengerjakan keselamatan mereka masing-masing.” Persekutuan yang dinamai Holy Club ini dipimpin oleh John Wesley bersama saudaranya, Charles. Mereka menetapkan jadwal doa harian, jam-jam untuk mengunjungi orang-orang sakit dan para tahanan di penjara, membuka sekolah-sekolah untuk orang-orang miskin, dan menjalankan jam-jam doa Gereja. Tiga kali sehari mereka berdoa dengan suara keras dan setiap jam mereka menghentikan pekerjaan mereka untuk berdoa di dalam hati. Aturan-aturan ini menyebabkan mereka diejek oleh teman-teman mereka sebagai orang-orang yang “bermetode” atau “Methodis.”

Gerakan ini segera menyebar ke Irlandia dan belakangan ke Amerika. Wesley tidak bermaksud mendirikan gereja baru, melainkan sekadar menata kelompok-kelompoknya di dalam Gereja Inggris. Para pengkhotbahnya tidak ditahbiskan, dan anggota-anggotanya diharapkan berpartisipasi dalam sakramen-sakramen Gereja Anglikan (baptisan, perjamuan kudus, pernikahan, pengakuan dosa, perminyakan, dll.). Namun demikian, Uskup London tidak mau menahbiskan para pendeta yang akan melayani dalam perhimpunan-perhimpunan Metodis. Ia pun tidak mau menahbiskan tempat-tempat pertemuan mereka. Melihat keadaan ini, Wesley menyadari bahwa kalau ia ingin mengembangkan pelayanannya, ia harus melanggar aturan-aturan Gerejanya sendiri, seperti menahbiskan para pendeta dan tempat-tempat perhimpunannya.

Selain itu, Wesley juga diperhadapkan dengan pengikut-pengikutnya di Amerika, yang tidak lagi dilayani oleh pendeta-pendeta Anglikan yang telah kembali ke Inggris karena pecahnya Perang Kemerdekaan Amerika. Untuk mengatasi masalah itu, Wesley kembali menghubungi Uskup London untuk menahbiskan pendeta-pendeta di Amerika. Namun sekali lagi permintaan Wesley ditolak, sehingga akhirnya Wesley sendiri memutuskan untuk menahbiskan dua orang untuk memimpin jemaat di Amerika.

Di bawah kepemimpinan mereka, Gereja Episkopal Methodis di Amerika dibentuk di Baltimore, Maryland pada tanggal 24 Desember 1784. Pada saat ini, Gereja Methodis di Amerika dapat ditemukan dalam berbagai kelompok seperti United Methodist Church, African Methodist Episcopal, dll.

Sumbangan Gereja Methodis

sunting

Tanpa disadari, Gereja Methodis banyak sekali memengaruhi Gereja-gereja Kristen lainnya, baik di dalam teologinya, maupun melalui liturgi mereka, khususnya melalui nyanyian-nyanyian yang disusun oleh kedua Wesley bersaudara – John dan Charles. Kedua bersaudara Wesley ini, khususnya Charles, menghasilkan sekitar 9.000 buah nyanyian rohani. Pengaruh teologi dari nyanyian-nyanyian ini sangat terasa di dalam teologi gereja-gereja khususnya dalam penekanan hubungan yang akrab antara manusia dengan Allah atau jaminan keselamatan yang dijanjikan Tuhan kepada manusia – ciri-ciri teologi yang sangat khas Methodis.

Kepemimpinan

sunting

Pimpinan tertinggi di Gereja Methodis dipegang oleh seorang Bishop (uskup). Oleh karena itu, dari sistem pemerintahannya, Gereja Methodis bisa disebut episkopalis. Namun demikian, kekuasaan legislatif di Gereja terletak di dalam Konferensi Agung yang diadakan empat tahun sekali, dan dihadiri baik oleh para pendeta maupun kaum awam, masing-masing dalam jumlah yang sama. Para utusan ke Konferensi Umum ini ditetapkan oleh Konferensi Tahunan.

Secara tradisional, jabatan-jabatan di dalam Gereja dibagi atas diaken dan penatua. Jabatan diaken adalah tahap pertama menuju jabatan penatua atau pendeta. Sementara itu tugas sehari-hari di dalam jemaat dilaksanakan oleh suatu Komisi Setempat yang dipilih dari jemaat.

Keterlibatan sosial

sunting

Gereja Methodis banyak sekali memberikan penekanan pada pembaruan sosial, seperti perbaikan kondisi kerja, larangan terhadap praktik-praktik kehidupan yang dianggap merusak, penghapusan peperangan, dll. Oleh karena itu, Gereja ini banyak sekali mengembangkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Banyak sekolah, dari tingkat yang paling rendah hingga universitas, didirikan oleh Gereja Methodis.

Gereja Methodis di Indonesia

sunting

Ada beberapa Gereja Methodis di Indonesia; yang terbesar adalah Gereja Methodist Indonesia (GMI) yang kantor pusatnya terletak di Medan, Sumatera Utara. Yang lainnya adalah Gereja Wesley Indonesia. Gereja Kristus yang berasal dari Gereja Tionghoa yang dulunya bernama Chung Hua Chi Tu Chiao Hui juga berkembang dari misi Gereja Methodis di Indonesia.

Bishop (uskup) Gereja Methodis Indonesia untuk wilayah 1 Aceh, Sumatera Utara dan Pekanbaru masa jabatan 2009-2013 dan periode 2013 -2017 adalah Bishop Darwis Manurung. Sementara untuk wilayah 2, Sumatera Selatan dan Jawa adalah Bishop Amat Tumino M.Min.

Bishop (Uskup) Gereja Methodist Indonesia (GMI) Wilayah 1, periode 2017 - 2021 adalah Bishop Kristi Wilson Sinurat dan Bishop (Uskup) Gereja Methodist Indonesia Wilayah 2, adalah Bishop Sabam Lumban Tobing.

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting